You are on page 1of 31

MAKALAH CIDERA MEDULA SPINALIS

DISUSUN OLEH : AINOEL FITRIA (2011.01.002) DAVID YUDI (2011.01.006) HANNY Y.P (2011.01.011) MARDIANA VANI (2011.01.016) M. AFNAN (2011.01.019) NOVA NATALYA (2011.01.021) ZICO P. (2011.01.026)

PRODI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WILLIAM BOOTH SURABAYA 2013

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahamat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah keperawatan gawat darurat ini dengan judul Cedera Medula Spinalis. Tujuan penulisan asuhan keperawatan ini untuk memenuhi tugas Keperawatan gawat darurat. Dalam penyusunan tugas ini banyak sekali pihak yang membantu hingga menyelesaikan tugas ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Pandeirot M. Nancye, M.Kep,Sp.Kep. Jiwa, Selaku ketua STIKES William Booth Surabaya. 2. Hendro Djoko,S.Kep.,Ns.M.Kes Selaku dosen Pembimbing yang telah

membantu mengarahkan dan meluangkan waktu dalam menyelesaikan tugas ini. 3. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,yang telah membantu sehingga dapat terselesaikannya tugas ini. Dalam Proses penulisan tugas ini penulis telah berusaha sebaik mungkin.Namun demikian penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca demi penyempurnaan dari tugas ini sangat penulis harapkan. Harapan penulis, semoga tugas ini dapat berguna bagi semua pihak.

Surabaya, 1 november 2013

Penulis

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Pengertian 2.2. Etiologi 2.3. Manifestasi Klinik 2.4.WOC 2.5. Penatalaksanaan 2.6. Pemeriksaan Penunjang 2.7. Asuhan Keperawatan 2.7.1 Pengkajian 2.7.2 Pemeriksaan Fisik 2.7.3 Diagnosa Keperawatan 2.7.4 Intervensi Keperawatan BAB III TINJAUAN KASUS 3.1 Pengkajian 3.2 Identitas 3.3 Riwayat sakit dan Kesehatan 3.4 Pola Pemenuhan Kebutuhan Dasar 3.5 Pemeriksaan Fisik 3.6 Data Penunjang 3.7 Terapi atau Tindakan lain 3.8 Daftar Masalah 3.9 Analisa Data 15 15 15 16 17 19 20 21 22 4 4 4 5 5 5 6 6 6 7 8 1 2 2 i ii iii

3.10 Diagnosa Keperawatan 3.11 Rencana Asuhan Keperawatan 3.12 Implementasi 3.13 Catatan Perkembangan BAB IV PEMBAHASAN BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran DAFTAR PUSTAKA

24 25 29 32 37

41 42 43

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Cidera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah L1-2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih. Cidera medulla spinalis diklasifikasikan sebagai komplet : kehilangan sensasi fungsi motorik volunter total dan tidak komplet : campuran kehilangan sensasi dan fungsi motorik volunter (Marilynn E. Doenges,1999;338). Cidera medulla spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang mempengaruhi 150.000 orang di Amerika Serikat, dengan perkiraan10.000 cedera baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih dominan pada pria usia muda sekitar lebih dari 75% dari seluruh cedera (Suzanne C. Smeltzer,2001;2220). Data dari bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati didapatkan dalam 5 bulan terakhir terhitung dari Januari sampai Juni 2003 angka kejadian angka kejadian untuk fraktur adalah berjumlah 165 orang yang di dalamnya termasuk angka kejadian untuk cidera medulla spinalis yang berjumlah 20 orang (12,5%). Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause) (di kutip dari Medical Surgical Nursing, Charlene J. Reeves,1999). Klien yang mengalami cidera medulla spinalis khususnya bone loss pada L2-3 membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan kebutuhan ADL dan dalam pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko mengalami komplikasi cedera spinal seperti syok spinal, trombosis vena

profunda, gagal napas; pneumonia dan hiperfleksia autonomic. Maka dari itu sebagai perawat merasa perlu untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan cidera medulla spinalis dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari masalah yang paling buruk. 1.2 Rumusan masalah 1.2.1 1.2.2 Bagaimana konsep dari cidera medula spinalis ? Bagaimana asuhan keperwatan secara teori pada kasus cidera medula spinalis? 1.2.3 Bagaimana aplikasi asuhan keperawatan pada kasus nyata cidera medula sinalis ? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui konsep dan aplikasi asuhan keperawatan dari kasus cidera medula spinalis. 1.3.2 Tujuan khusus

1.3.2.1 Untuk mengetahui konsep dari cidera medula spinalis. 1.3.2.2 Untuk asuhan keperwatan secara teori pada kasus cidera medula spinalis. 1.3.2.3 Untuk mengetahui aplikasi asuhan keperawatan pada kasus nyata cidera medula sinalis.

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi dan fisiologi medula spinalis

Spinal cord merupakan perpanjangan dari otak dalam menginervasi bagian bawah dari tubuh, karenanya komposisi spinal cord mirip otak yaitu terdiri dari grey mater dan white mater. Grey mater ada di bagian dalam dan white mater ada di bagian luar. Spinal cord dimulai dari foramen magnum di bagian atas diteruskan pada bagian bawahnya sebagai conus medullaris, kirakira padda level T12-L1 selanjutnya dteruskan ke distal sebagai kauda equina.pada setiap level akan keluar serabut syaraf yang disebut nerve root.

2.2 Definisi Cedera medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis vertebralis, dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang belakang, yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang dan sumsum tulang belakang (medula spinalis).

2.3 Etiologi Trauma langsung yang mengenai tulang belakang dan melampaui batas kemampuan tulang belakang dalam melindungi syaraf - syaraf yang berada didalamnya. Trauma tersebut meliputi kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industri, kecelakaan lain seperti jatuh dari pohon, bangunan/ ketinggian, luka tusuk, luka tembak, dan kejatuhan benda keras.

2.4 Patofisiologi Trauma pada leher dapat bermanifestasi pada kerusakan struktur kolumna vertebra, komprei diskus, sobeknya ligamentum servikalis, dan kompresi medula spinalis pada setiap sisinya yang dapat menekan spina dan bermanifestasi pada kompresi radiks dan distribusi syaraf sesuai segmen dari tulang belakang servikal. Trauma pada servikal bisa menyebabkan cidera spinal stabil dan tidak stabil. Cedera stabil adalah cedera yang komponen vertebralnya tidak akan tergeser dengan gerakan normal sehingga sumsum tulang yang tidak rusak dan biasanya resikonya lebih rendah. Cedera yang tak stabil adalah cedera yang dapat mengalami pergeseran lebih jauh dimana terjadi perubahan struktur dari oseoligamentosa posterior (pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa), komponen peertengahan (sepertiga bagian posterior badan vertebral, bagian posterior dari diskus

intervertebralis dan ligamen longitudinal posterior), dan kolumna anterior (dua pertiga bagian anterior korpus vertebra, bagian anterior diskus intervertebralis, dan ligamen longitudinal anterior). Pada cedera hiperekstensi servikal, pukulan pada muka atau dahi akan memaksa kepala ke belakang dan tak ada yang menyangga oksiput hingga kepala itu membentur bagian atas punggung. Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau arkus syaraf mungkin mengalami kerusakan. Pada cedera fleksi akan meremukkan badan vertebral menjadi baji, ini adalah cedera yang stabil dan merupakan tipe fraktur vertebral yang paling sering ditemukan. Jika ligamen posterior tersobek, cedera bersifat tak stabil

dan badan vertebral bagian atas dapat miring ke depan di atas badan vertebra di bawahnya.

2.5 WOC

Trauma pada servikalis tipe ekstensi

Fraktur, sublukasi, dislokasi, kompresi dikus, robeknya ligamentum, dan kompresi akar syaraf

Trauma pada servikalis tipe ekstensi

Cedera spinal tidak stabil

Cedera spinal stabil

Kompresi korda

Risti injury

Spasme otot

Fraktur kompresi baji Ligamentum utuh

Tindakan dekompresi dan stabilisasi

Mk : Aktual/risiko: Pola nafas tidak efektif Curah jantung menurun

Nyeri

Spasme otot

Kompresi diskus dan kompresi akar syaraf di sisinya MK: Imobilisasi

Fase asuhan perioperatif Prognosis penyakit Respon psikologis

MK: Kecemasan

Paralisis ekstremitas atas dan bawah

Kompresi jaringan

Mk: Ggn integritas kulit

2.6 Manifestasi Klinis Hipoventilasi atau gagal pernafasan terutama pada cidera setinggi servikal Edema pulmoner akibat penatalaksanaan cairan intravena yang tidak tepat Paralisis flaksid di bawah tingkat cidera Hipotensi dan bradikardi Retensi urin dan alvi Paralisis usus dan ileus Kehilangan kontrol suhu

2.7 Pemeriksaan Diagnostik a. Radiologi servikal. didapatkan: fraktur odontoid didapatkan gambaran pergeseran tengkorak ke depan fraktur C2 didapatkan gambaran fraktur fraktur pada badan f=vertevra fraktur kompresi subluksasi pada tulang belakang servikal dislokasi pada tulang servikal

b. CT Scan Didapatkan fraktur pada tulang belakang, menggambarkan strukur spinal dan perispinal c. MRI Digunakan untuk mengkaji jumlah kompresi dimana medula spinalis berlanjut d. Pielogram intravena Untuk menentukan fungsi kandung kemih e. Sistoskopi Pemeriksaan yang memungkinkan visualisasi langsung dari kandung kemih dan uretra, dapat mendeteksi batu, infeksi, atau rumor kandung kemih medula dan jenis cidera

2.8 Penatalaksanaan a. Lakukan tindakan segera untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada medula spinalis. Sebagian cederaa medula spinalis diperburuk oleh penanganan yang kurang tepat, efek hipotensi atau hipoksia pada jaringan syaraf yang sudah terganggu. Letakkan pasien pada alas yang keras dan datar untuk pemindahan Beri bantal pasir pada sisi pasien untuk mencegah pergeseran Selimuti pasien untuk mencegah kehilangan hawa panas badan Pindahkan pasien ke rumah sakit yang memiliki fasilitas penanganan kasus cedera medula spinalis b. Perawatan khusus Komosio medula spinalis (fraktur atau dislokasi) tidak stabil harus disiingkirkan, jika terjadi pemulihan sempurna pengobatan tidak diperlukan Kontusio/ transeksi/ kompresi medula spinalis Dengan : Metil prednisolon 30mg/kgBB bolus intravena selama 15 menit dilanjutkan dengan 5,4 mg/kgBB/jam selama 45 menit. Setelah bolus, selama 23 jam, hasil optimal bila pemberian dilakukan <8 jam onset. Tambahkan profilaksis stres ulkus: antasid/ antagonis H2.

c. Tindakan operasi diindikasikan pada : a. Reduksi terbuka pada dislokasi b. Fraktur servikal dengan lesi parsial medula spinalis c. Cedera terbuka dengan benda asing/ tulang dalam kanalis spinalis d. Lesi parsial medula spinalis dengan hematomielia yang progresif d. Perawatan umum Perawatan vesika dan fungsi defekasi Perawatan kulit/ dekubitus Nutrisi yang adekuat

Kontrol nyeri: analgetik, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), antikonvulsan, kodein, dll

e. Fisioterapi, terrapi vokasional, dan psikoterapi pada pasien yang mengalami sekucle neurologis berat dan permanen

2.9 Komplikasi a. Pneumonia b. Emboli paru c. Septikemia d. Gagal ginjal

2.10 Askep secara teori Data subjektif 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Pengertian pasien tentang cidera dan defisit yang ditimbulkannya. Sifat cidera, sebagaimana trjadi cidera. Terdapat dispnoe Perasaan yang tidak biasa ( paresthesia, dsb) Riwayat hilang kesadaran Terdapat nyeri Hilang sensory tingkatannya.

Data obyektif 1. Status respirasi ( terjadi penurunan fungssi pernafasan karena terganggu otot aksesori mayor) 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Tingkat kewaspadaan dan kesadaran menurun Orientasi Ukuran pupil, kesamaan dan reaksi Kekuatan motorik ( mengalami paralisis sensori dan motorik total) Posisi tubuh dalam posisi netral. Suhu, tekanan darah turun, nadi. Integritas kulit

9.

Kondisi kolon dan kandung kemih dan distensi.

10. Terdapat cidera lain ( fraktur dan cidera kepala) Pemeriksaan diagnostik Pengkajian neurologik yang lengkap perlu dilakukan, pertama perlu kiranya perlu diketahui apakah terdapat patah atau pergeseran vertebral. Diagnostik dengan sinar X ( sinar X pada spinal servikal lateral dan pemindahan CT)> suatu riset dilakukan untuk cidera lain karena trauma spinal sering brsamaan dengan cidera lain, yang biasanya dari kepala dan dada. Pemantauan EKG kontinyu merupakan indikasi karena biodikardia (perlambatan frekuensi jantung) dan asistole ( standstill jantung) umum cedera servikal akut. CT scan sangat membantu penyusuran cidera medula spinalis. MRI dapat menemukan kompresi medula spinalis dan edema. Diagnosa keperawatan a. Penurunan fungsi mobilitas b\d adanya paraplegia sekunder adanya penekanan pleksus brachialis, pleksus lumbalis oleh karena trauma medula spinalis. b. Gangguan pola napas tidak efektif b\d kelemahan otot abdomen dan intercostal serta ketidakmampuan membersihkan sekresi. c. Gangguan eliminasi ( bowel incontinensia, konstipasi) b\d rusaknya nervus pudendus lintasan vegetatif pada sakral 3-4-5 sekunder adanya penekanan oleh trauma medula spinalis. d. Gangguan eliminasi ( urinary incontinensia, retensi) b\d rusaknya nervus pudenous lintasan vegetatif pada sakral 3-4-5 sekunder adanya penekanan oleh trauma medula spinalis. e. Gangguan rasa nyaman nyeri radiks b\d tertekannya nervus curalis sekunder adanya trauma medula spinalis pada segmen Th 12-L1 2,3 f. Perubahan emosi dan kepribadian ( depresi, denial, anxiety, kecacatan menetap, perubahan body image) b\d penurunan fungsi neurilogis, sekunder adanya trauma medula spinalis.

Masalah kolaboratif, komplikasi potensial Berdasarkan data pengkajian komplikasi yang mungkin terjadi meliputi Trombosis vena provunda. Hipertensi orto stadi. Hiperrefleksi autonom.

a. Penurunan fungsi mobilitas b\d adanya paraplegia sekunder adanya penekanan pleksus brachialis, pleksus lumbalis oleh karena trauma medula spinalis. Kriteria hasil :mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tak adanya kontraktur, foot droop. Meningkatkan bagian tubuh yang sakit. Intervensi :

1. kaji secara teratur fungsi motorik. 2. Mencegah terjadinya deformitas dan kehilangan fungsi gerak. Posisi tidur pasien yang benar untuk mencegah kontraktur dan mempertahankan body aligment yang baik. a. Tempat tidur dengan alas yang keras dan rata. b. Usahakan telentang kecuali saat pemenuhan aktivitas, untuk mencegah deformiter fleksi paha. c. Gunakan footboard selama terjadi kelumpuhan agar kaki tetap dalm posisi dorsofelksi mencegah foot droop, tumit memendek plantar fleksi. d. Cgah penggunaan foot board setelah terjadi kekejangan yang berlanjut karena akan menambah kekakuan dan plantar fleksi. e. Cegah terjadinya tekanan yang berlebihan pada tumit. f. Jangan menggunakan perban untuk menarik kaki yang sakit ke arah plantar fleksi. 3. Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta pertolongan. 4. Bantu \ lakukan latihan rom pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah gerakan perlahan dan lembut. 5. Pantau TD sebelum dan sesudah melakukan aktifitas pada fase akut.

6. Gantilah posisi secara periodik walaupun dalam keadaan duduk. 7. Gunakan ganjalan pada daerah posterior dan usahakan lutut dalam posisi ekstensi secara penuh, amankan daerah posteror dengan perban yang elastis. 8. Gunakan bantalan daerah trochanter mulai dari krista iliaka sampai pertengahan paha untuk mencegah eksternal rotasi pada sendi paha jika dalam posisi dorsal. 9. Tempatkan pasien dalam posisi prone 15 menit 1 jam 2 3 kali perhari untuk mencegah kontraktur paha yang fleksi. 10. Memberi latihan pada daerah yang sakit, ajarkan pasien untuk menempatkan bagian kaki yang sakit di atas bagian kaki yang sehat agar pasien mampu mengembalikan badannya sendiri.

b. Gangguan pola napas tidak efektif b\d kelemahan otot abdomen dan intercostal serta ketidakmampuan membersihkan sekresi. Kriteria hasil : Mempertahankan ventilasi adekuat dibuktikan oleh tidak adanya distress pernapasan dan GDA dalam batas dalam batas yang diterima Intervensi :

c. Gangguan rasa nyaman nyeri radiks b\d tertekannya nervus curalis sekunder adanya masa trauma medulla spinalis pada segmen Th 12 L1 2,3 Kriteria hasil : Melaporkan penurunan rasa nyeri \ ketidak nyamanan. Mengidentifikasi cara-cara untuk mengatasi nyeri. Intervensi :

1. Kaji terhadap adanya nyeri. 2. Evaluasi peningkatan iritabilitas, tegangan otot, gelisah, perubahan tanda vital yang tak dapat dijelaskan. 3. Berikan tindakan kenyamanan misalnya ; perubahan posisi, masase, kompres hangat\dingin, sesuai indikasi. 4. Dorong pengguanaan teknik relaksasi.

d. Gangguan eliminasi ( urinary incontinensia, retensi) b\d rusaknya nervus pudenous lintasan vegetatif pada sakral 3-4-5 sekunder adanya penekanan oleh trauma medula spinalis. Kriteria hasil : eliminasi urin dapat dipertahankan masukan \

pengeluaran dengan urine jernih bebas bau. Intervensi :

1. Kaji pola berkemih seperti frekuensi dan jumlahnya. 2. Palpasi adanya distensi kandung kemih.anjurkan pasien untuk melaporkan asupan cairan, pola berkemih,jumlah residu urin setelah dilakukan kateterisasi, kualitas urin dan

beberapa perasaan yang tidak biasanya ada yang mungkin terjadi. 3. Observasi adanya urine seperti awan atau berdarah, bau yang tidak enak. 4. Bersihkan daerah perineum dan jaga agar tetap kering, lakukan perawatan kateter jika perlu.

e. Gangguan eliminasi (urinary incontinensia, konstipasi) b/d rusaknya nervus pudenous lintasan vegetatif pada sacral 3-4-5 sekunder adanya penekanan oleh trauma medulla spinalis. Kriteria hasil : Menciptakan kembali kepuasan pala eliminasi usus. Intervensi :

1. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya. 2. Observasi adanya distensi abdomen jikabising usus tidak ada atau berkurang. 3. Catat adanya mual, ingin muntah. 4. Kenali adanya tanda-tanda\ periksa adanya sumbatan.

f. Perubahan emosi dan kepribadian ( depresi, denial, anxiety, kecacatan menetap, perubahan body emage) b\d penurunan fungsi neurologist, sekunder adanya trauma medulla spinalis. Kriteria hasil : Mengenali kerusakan sensori.

Mengungkapkan kesadaran tentang kebutuhan sensori dan potensil terhadap penyimpangan \ kelebihan beban Intervensi :

1. Lindungi dari bahaya tubuh. 2. Bantu pasien mengenali dan mengkompensasi perubahan sensasi. 3. Posisikan pasien untuk melihat sekitar aktifitas. 4. Berikan aktifitas hiburan. 5. Berikan tidur tanpa gangguan dan periode istirahat.

EVALUASI hasil yang diharapkan mempehatikan peningkatan pertukaran gas dan bersihan jalan napas dari sekresi yang diperlihatkan oleh bunyi nafas normal pada pengkajian auskultasi. a. bernapas dengan mudah tanpa napas pendek. b. melatih napas dalam setiap jam, batuk efektif dan paru-paru bersih dari secret. c. bebas dari infeksi paru-paru ( missal, suhu normal, frekuensi nadi dan pernapasan normal, bunyi napas normal, tidak ada sputum purulen. bergerak dalam batas disfungsi dan memperlihatkan usaha melakukan latihan dalam nafas fungsi. mendemostrasikan integritas kulit dengan optimal. a) memperlihatkan turgor kulit normal dan kulit bebas dari kemerahan atau kerusakan b) berpartisipasi dalam perawatan kulit dan memantau prosedur dalam keterbatasan fungsi mencapai fungsi kandung kemih

a) tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi saluran urine. ( mis. suhu normal, berkemih jernih, urine encer) b) mngosumsi asupan cairan adekuat. c) berpartisipasi dalam program latihan dalam batasan fungsi. mencapai fungsi defekasi a) melaporkan pola defekasi tratur. b) mengkonsumsi makanan berserat yang adekuat dan cairan melalui oral. c) berpartisipasi dalam program latihan defekasi dalam batas fungsi

melaporkan tidak ada nyeri dan ketidak nyamanan. bebas komplikasi a) memperlihatkan tidak ada tanda tromboflebitis, trombosis vena provunda, atau emboli paru. b) tidak menunjukkan adanya manifestasi emboli paru ( missal. tidak neri dada atau panas pendek : gas darah arteri normal ) c) mempertahankan tekanan darah dalam batas normal. d) tidak mengalami sakit kepala dengan perubahan posisi e) tidak menunjukkan adanya hiperefleksia autonom ( mis. tiak sakit kepala, diaforesis, hidung tersumbat, atau bradikardia diaforesis.)

BAB III KASUS

3.1 Contoh kasus Pasien F, laki-laki usia 40 tahun, pekerjaan pegawai swasta, masuk RS Dr Soetomo pada tanggal 28 Januari 2011 atas rujukan RS Soedono, dengan keluhan utama kelemahan anggota gerak sejak 5 hari yang lalu. Klien merasa kelemahan anggota geraknya semakin memberat. Makan dan minumnya baik. Klien tampak menggunakan colar neck. Satu bulan sebelum masuk RS Dr Soetomo, pasien mengalami kecelakaan. Mobil yang ditumpangi pasien masuk ke lubang, dan kepala pasien terbentur atap mobil sampai 4x. Saat itu pasien pingsan, lamanya kira-kira 20 menit, perdarahan THT tidak ada, muntah tidak ada dan pasien masih mengingat peristiwa sebelum kejadian. Pasien mengalami kelemahan pada keempat anggota gerak, nyeri hebat di area leher bagian belakang dan dipasang colar neck. Jika buang air kecil (BAK) pasien ngompol, pasien juga tidak bisa buang air besar (BAB), klien dirawat di RS Soedono Madiun selama 10 hari. Pasien masih menggunakan kateter sejak pulang dari RS Soedono sampai saat ini dan untuk bisa BAB dibantu dengan klisma. Sejak pulang dari RS Soedono, pasien menjalani fisioterapi sebanyak 9 kali yang dilakukan oleh fisioterapist agar bisa berjalan lancar. Saat difisioterapi, kepala pasien ditarik.

3.2 Asuhan keperawatan Pengkajian a. Identitas Nama Umur Alamat Pekerjaan : Tn. F : 40 tahun : Madiun : Pegawai Swasta

b. Keadaan Umum : kesadarannya compos mentis, klien memakai colar neck

c. Keluhan Utama : Pasien mengeluh mengalami kelemahan anggota gerak 5 hari yll 7 semakin memberat. Mengalami muntah-muntah 10x dalam 2 hari. d. Riwayat penyakit sekarang : Tn.F mengalami kelemahan keempat

anggota gerak, nyeri di area cedera, demam, sesak napas. Muntah. e. Riwayat Penyakit Dulu bulan yang lalu f. Riwayat Alergi : Klien menyatakan tidak mempunyai alergi. : Tidak ada masalah : Klien mengalami kecelakaan lalu lintas 1

g. Riwayat Penyakit Keluarga h. Keadaan Umum

: TD = 100 / 60 mmhg, N= 80 x/menit RR = 29 x/menit T = 38,50C

ROS (Review of System)

B1 (Breathing)

: napas pendek, sesak

B2 ( Blood ) : berdebar-debar, hipotensi, suhu naik turun. B3 ( Brain ) : nyeri di area cedera

B4 ( Blader ) : inkontinensia uri B5 ( Bowel ) : tidak bisa BAB (konstipasi), distensi abdomen, peristaltik usus menurun. B6 ( Bone ) Psikososial : kelemahan ke empat anggota gerak(Quadriplegia) : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri.

Pemeriksaan Diagnostik a. Hasil Laboratorium : Hb 13,2 g/dl Ht 36 % Leukosit 16.500/uL Trombosit 244.000/uL

LED 25 mm Ureum 23 mg/dL Kreatinin darah 0.6 mg/dl GDS 126 mg/dL Na 105 K 4,2 meq/l Cl 73 meq/l b. Foto X cervical : dislokasi C1-C2 c. MRI : fraktur C1 dengan dislokasi ke posterior, stenosis berat medulla spinalis setinggi CI-CII. d. BGA : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi pH 7.607 pCO2 21.5 mmHg pO2 84.7 mmHg SO2 % 92.2 BE 0.0 mmol/L HCO3 21.7 mmol/L

Analisa data

No Data

Etiologi

Masalah Keperawatan

1.

DS : klien mengeluh sesak Cedera napas. DO : klien terlihat pucat, (C1-C2)

cervical Ketidakefektifan pola napas

sianosis,

adanya

pernapasan Kelumpuhan pernapasan (diafragma)

otot

cuping hidung RR= 29x/menit TD = 100/60 mmHg

Ekspansi menurun

paru

Pola napas tidak efektif 2. DS : klien mengeluh nyeri hebat Cedera cervical & tidak bisa tidur. DO : Klien terlihat sangat Fraktur gelisah, suhu tubuh klien naik servikal turun tak menentu, colar klien neck. Pelepasan mediator inflamasi Prostalglandin, foto X-cervical bradikinin dll dislokasi Nyeri

memakai N=80x/mnt. S= 38,50C Hasil

menunjukan fraktur dislokasi C1-2. Skala nyeri 8 (interval 1-10). respon nyeri hebat dan akut

Nyeri

3.

DS : Klien megatakan sering Cedera cervikalis ngompol. DO : Klien terpasang kateter. Kompresi medulla spinalis

Gangguan eliminasi uri

pola

Gangguan sensorik motorik

Kelumpuhan saraf perkemihan

Inkontinensia uri

Gangguan eliminasi uri

pola

4.

DS : Klien mengeluh tidak bisa Cedera cervikalis BAB. DO : Peristaltik usus klien Kompresi medulla menurun, abdomen mengalami spinalis distensi. Kelumpuhan persarafan usus & rektum

Gangguan eliminasi alvi (Kostipasi)

Gangguan eiminasi alvi

5.

DS : Klien merasa mengalami Cedera cervikalis kelemahan pada keempat Kompresi membutuhkan spinalis medula

Kerusakan mobilitas fisik.

anggota geraknya. DO : Klien

bantuan untuk memenuhi ADL nya. Gangguan motorik sensorik

Kelumpuhan

Kerusakan mobilitas fisk

Diagnosa keperawatan 1. Pola napas tidak efektif b.d kelumpuhan otot pernapasan (diafragma), kompresi medulla spinalis. 2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d adanya cedera pada cervikalis 3. Gangguan pola eliminasi uri : inkontinensia uri b.d kerusakan saraf perkemihan 4. Gangguan eliminasi alvi : Konstipasi b.d penurunan peristaltik usus akibat kerusakan persarafan usus & rectum. 5. Kerusakan mobiltas fisik b.d kelumpuhan pada anggota gerak Intervensi 1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen Kriteria hasil : a. ventilasi adekuat b. PaCo2<45 c. PaO2>80 d. RR 16-20x/ menit e. Tanda-tanda sianosis(-) : CRT 2 detik Intervensi keperawatan : Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak. Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret. Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan. Kaji fungsi pernapasan. Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.

Auskultasi suara napas. Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia.

Observasi warna kulit. Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera

Kaji distensi perut dan spasme otot. Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma

Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari. Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.

Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.

Pantau analisa gas darah. Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.

Berikan oksigen dengan cara yang tepat. Rasional : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan.

Lakukan fisioterapi nafas. Rasional : mencegah sekret tertahan

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang dengan skala nyeri 6 dalam waktu 2 X 24 jam Intervensi keperawatan : Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.

Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus. Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama.

Berikan tindakan kenyamanan. Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri.

Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi. Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.

Berikan obat antinyeri sesuai pesanan. Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat

3. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan. Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan Kriteria hasil : a. Produksi urine 50cc/jam b. Keluhan eliminasi urin tidak ada

Intervensi keperawatan: Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam. Rasional : mengetahui fungsi ginjal Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih. Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari. Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal. Pasang dower kateter. Rasional membantu proses pengeluaran urine 4. Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum. Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali

Intervensi keperawatan : Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya. Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal. Observasi adanya distensi perut. Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT. Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress. Berikan diet seimbang TKTP cair Rasional : meningkatkan konsistensi feces Berikan obat pencahar sesuai pesanan. Rasional: merangsang kerja usus

5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan. Kriteria hasil : a. b. Tidak ada konstraktur Kekuatan otot meningkat c. Klien mampu beraktifitas kembali secara bertahap

Intervensi keperawatan : Kaji secara teratur fungsi motorik. Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan. Rasional memberikan rasa aman Lakukan log rolling. Rasional : membantu ROM secara pasif Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki. Rasional mencegah footdrop Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling. Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik

Inspeksi kulit setiap hari. Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit.

Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam. Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001).Penyebab dari Trauma medulla spinalis yaitu : kecelakaan otomobil, industri terjatuh, olah-raga, menyelam, luka tusuk, tembak dan tumor. Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum terjadi kontusio atau robekan pada Trauma, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada Trauma medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemorargi. Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi neurologik.Pada kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan. Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan pemindahan. Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan Trauma medula spinalis berbeda penanganannya dengan perawatan terhadap penyakit lainnya,karena kesalah dalam memberikan asuhan keperawatan dapat menyebabkan Trauma semakin komplit dan dapat menyebabkan kematian.

4.2 Saran Cedera medula spinalis adalah suatu kejadian yang sering terjadi dimasyarakat. Tingkat kejadiannya cukup tinggi karena bis terjadi pada siapa saja dan dimana saja. Sehingga perlu tingkat kehati-hatian yang tinggi dalam

melakukan setiap aktivitas agar tidak terjadi suatu kecelakaan yang dapat mengakibatkan cedera ini.

DAFTAR PUSTAKA

Marilynn E Doenges, dkk., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3 . Jakarta : EGC.

You might also like