You are on page 1of 15

Laporan Praktikum Farmakologi Sistem Saraf Otonom

Kelompok B7: Krenni Sepa 102010228 Ratna Tri Permata 102010265 Asri Habsari 102010273 Florensiana Octaviani Putri Manafe 102010285 Dalton Ngangi 102010301 Franky Abryanto 102010305 Elsa Tjahya 102010311 Limanto Putranata 102010316 Igri Septiani Ryska 102010318 Nastalia Sindy 102010321

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta Barat 2012 Tujuan : 1. Mampu mengenal farmakodinamik, farmakokinetik, indikasi, 1

2. Mengetahui kontraindikasi dan efek samping berbagai obat otonom. 3. Mampu menjelaskan arti percobaan tersamar ganda-plasebo control 4. Mampu melakukan dan mengamati efek farmakodinamik obat otonom pada orang percobaan dengan kerja sama kelompok yang baik 5. Mampu menginformasikan hal-hal yang perlu diketahui pasien sebelum menggunakan obat otonom.

Landasan Teori PROPANOLOL Propranolol adalah antagonis reseptor -adrenergik kompetitif dan tetap menjadi prototype sebagai pembanding antagonis -adrenergik lainnya. Propranolol mempunyai afinitas yang sama terhadap reseptor 1 dan 2 (suatu antagonis adrenergik nonselektif), tidak memiliki aktivitas simpatomimetik intrinsic, dan tidak memblok reseptor -adrenergik. Propranolol juga merupakan antagonis murni, dan tidak memiliki kemampuan untuk mengaktivasi reseptor -adrenergik.Propranolol efektif untuk pengobatan hipertensi dan penyakit jantung iskemik.Semua golongan obat antagonis -adrenergik sangat berguna menurunkan tekanan darah pada hipertensi ringan hingga sedang.Pada hipertensi berat, berguna untuk mencegah timbulnya refleks takikardia yang sering timbul pada pengobatan dengan vasodilator langsung.Antagonis dinilai mampu juga mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung dan secara khusus berguna untuk pengobatan hipertensi pada populasi tersebut.

Absorpsi, Nasib, dan Ekskresi Propranolol bersifat sangat lipofil dan diabsorpsi hampir sempurna setelah pemebrian oral.Namun, bantak obat ini dimetabolisme oleh hati selama lintas pertama melalui sirkulasi portal; rata-rata, hanya sekitar 25% yang mencapai sirkulasi sistemik.Selain itu banyak variasi antarindividu dalam bersihan prasistemik propranolol oleh hati; hal ini ikut andil dalam besarnya keragaman konsentrasi dalam plasma (sekitar 20 kali lipat) setelah pemberian oral obat tersebut dan berkontribusi pada rentang dosis yang lebar berkaitan dengan khasiat klinisya. Dengan kata lain, kerugian klinis propranolol adalah kemungkinan diperlukannya 2

dosis obat yang semakin meningkat dan berulang. Tingkat ekstraksi propranolol oleh hati menurun seiring meningkatnya dosis. Propranolol memiliki volume distribusi yang besar (4 liter/kg) dan mudah memasuki SSP. Sekitar 90% obat ini dalam sirkulasi terikat pada protein plasma.Metabolismenya ekstensif, dan sebagian besar metabolitnya terdapat di urin.Salah satu hasil metabolisme hepatic adalah 4-hidroksipropranolol, yang memiliki sedikit aktivitas antagonis -adrenergik. Bersihan propranolol dapat beragam tergantung pada aliran darah hepatic dan penyakit hati, dan juga dapat berubah selama pemberian obat lain yang mempengaruhi metabolisme hepatic. Pemantauan konsentrasi propranolol dalam plasma hanya sedikit diketahui penerapannya, karena titik akhir klinisnya (penurunan tekanan darah dan frekuensi jantung) mudah ditentukan.Hubungan antara konsentrasi propranolol dalam plasma dan efek farmakodinamiknya bersifat kompleks; misalnya, meskipun waktu paruhnya dalam plasma pendek (sekitar 4 jam), tetapi efek antihipertensinya cukup lama untuk memungkinkan pemberian dua kali sehari.

Indikasi: Untuk mengobati atau mencegah gangguan yang meliputi migraine, aritmia, angina pectoris, hipertensi, menopause, dan gangguan kecemasan.

Dosis: Pemberian regular: 1. Dosis sebesar 20-40 mg diberikan melalui mulut (per oral), sebanyak 2-3 kali sehari. 2. Dosis boleh ditambah dengan jarak mingguan sesuai dengan respon pasien. 3. Dosis maksimum: 480 mg/hari Pemberian lanjutan: 1. Dosis sebesar 80 mg diberikan melalui mulut (per oral), sebanyak 1 kali sehari. 2. Dosis maksimum: 320 mg/hari

Efek samping Jantung: bradikradi, gagal jantung kongestif, penurunan sirkulasi perifer, hipotensi, sakit dada, kontraksi miokardial, raynauds syndrom, menseterik trombosis, syncope. SSP: depresi mental, amnesia, halusinasi, dizziness, insomia, vertigo, psikosis, hypersomnolence dan fatique. Dermatologi: alopesia, dermatitis, hiperkeratosis, pruritis, urtikaria, sindrom stevens-johnson , fuxil epiderma necrolysis. Gastrointestinal: diare, muntah, mual, konstipasi dan anoreksia. Genitourinaria: Impoten, proteinuria, oligouria, interstitial nephritis,

peyroies disease. Hematologi: agraniulositosis trombositopenia, trombositopenia purpura. Neuromuskular: arthropathy. Mata: Konjugasi hyperemis, penurunan produki air mata,penurunan rasa lemah, carpal tunnel syndrome, paresthesis,

penglihatan. Pernapasan: mengik, faringitis, bronkospamus,udem pulmonary,

laryngospasmus. Terhadap Kehamilan : o Faktor risiko propranolol menembus plasenta. o Beta bloker dapat menyebabkan bradicardi, hipotensi, dan IUGR (Intra Uterine Growth Retardation). IUGR adalah kemungkinan terjadi hypertensi marternal, kejadian rata-rata beta bloker secara umum aman digunakan selama kehamilan. Terhadap Ibu Menyusui : o Masuk ke dalam ASI. o Kejadian hypoglikemi pada bayi baru lahir dilaporkan terjadi pada ibu yang menggunakan beta bloker pada proses kelahiran atau selama menyusui.

Toksisitas 4

Toksisitas utama propranolol disebabkan oleh penghambatan terhadap reseptor beta jantung, vascular, atau reseptor beta bronkus.Kerja penghambatan beta yang paling penting dan dapat diramalkan ini terjadi pada pasien dengan bradikardia atau kelainan konduksi jantung, asma, insufisiensi vascular perifer, dan diabetes. Ketika propranolol dihentikan setelah pemakaian regular jangka panjang, beberapa pasien mengalami suatu sindrom putus obat (withdrawal syndrome) yang ditandai dengan kegugupan, takikardia, peningkatan intensitas angina, atau peningkatan tekanan darah.Infark miokard pernah dilaporkan pada beberapa pasien.Walaupun insidens komplikasi-komplikasi ini rendah, propranolol tidak boleh dihentikan secara mendadak.Sindrom putus obat tersebut bisa mengakibatkan upregulation atau supersensitivitas terhadap adrenoreseptor beta.

EFEDRIN Efedrin merupakan agonis - dan -adrenergic, selain itu obati ini meningkatkan pelepasan norepinefrin dari neuron simpatik.

Kerja Farmakologis Efedrin tidak mengandung gugus katekol dan efektif setelah pemberian oral.Obat ini menstimulasi frekuensi jantung dan curah jantung serta meningkatkan resistensi perifer secara variable; akibatnya efedrin umumnya menaikkan tekanan darah.Stimulasi reseptor -adrenergik di sel-sel otot polos pada dasar kandung kemih dapat meningkatkan resirensi aliran urin ke luar.Aktivasi reseptor adrenergic di paru-paru memicu bronkodilatasi.Efedrin merupakan stimulant SSP yang poten.Setelah pemberian oral, efek obat ini dapat bertahan selama beberapa jam.Efedrin dieliminasi melalui urin sebagian besar dalam bentuk tidak berubah, dengan waktu paruh sekitar 3 sampai 6 jam.

Penggunaan Terapeutik dan Toksisitas Dahulu, efedrin digunakan untuk menangani serangan Stokes-Adams dengan blok jantung total dan sebagai stimulant SSP pada narkolepsi dan keadaan depresif. 5

Masing-masing gangguan itu sudah ada cara penanganan lain sebagai penggantinya. Selain itu, penggunaannya sebagai bronkodilator untuk pasien asma sudah jauh berkurang dengan dikembangkannya agonis selektif-2.Efedrin juga telah digunakan untuk memperbaiki kontinensi urin, meskipun khasiatnya tidak jelas.Obat ini dapat menyebabkan retensi urin, terutama pada pria yang mengalami hiperplasi prostat jinak.Efedrin juga telah digunakan untuk menangani hipotensi yang disertai anesthesia ginjal. Efek samping efedrin yang tidak diinginkan antara lain resiko hipertensi, terutama setelah pemberian parenteral atau pemberian dosis oral yang lebih tinggi daripada yang dianjurkan. Insomnia lazim terjadi sebagai efek SSP yang merugikan.Takifilaksis dapat terjadi dengan pemberian dosis berulang.Pemakaian dosis lazim atau dosis yang melebihi anjuran dapat menyebabkan efek merugikan yang penting pada individu yang rentan dan terutama dikhawatirkan pada pasien yang memiliki dasar penyakit kardiovaskular yang mungkin tidak dikenali.

Efek samping Obat reaksi (ADR) yang lebih umum dengan administrasi sistemik (misalnya injeksi atau oral) dibandingkan dengan administrasi topikal (misalnya instillations hidung). ADR yang terkait dengan terapi efedrin meliputi: Kardiovaskular: takikardi, aritmia jantung, angina pectoris, vasokonstriksi dengan hipertensi Dermatologis: kemerahan, berkeringat, jerawat vulgaris Gastrointestinal: anoreksia, mual Kemih: buang air kecil menurun karena vasokonstriksi arteri ginjal. Juga, buang air kecil kesulitan yang tidak biasa, sebagai alfa-agonis seperti menyempitkan efedrin sphincter uretra internal, meniru efek stimulasi sistem saraf simpatik. Sistem saraf: kegelisahan, kebingungan, insomnia, euforia mania, ringan / halusinasi (jarang kecuali dalam kondisi kejiwaan yang sudah ada sebelumnya), delusi, formication (dapat dibuat, tetapi tidak memiliki bukti terdokumentasi) paranoia, permusuhan, panik, agitasi 6

Pernapasan: dyspnea, edema paru Lain-lain: pusing, sakit kepala, tremor, reaksi hiperglikemia, mulut kering.

Kontraindikasi Efedrin tidak boleh digunakan bersamaan dengan antidepresan tertentu, yaitu SNRIs (serotonin-norepinefrin re-serapan inhibitor), karena hal ini

meningkatkan risiko gejala di atas akibat tingkat serum berlebihan norepinefrin. Efedrin harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan penggantian cairan yang tidak memadai, gangguan fungsi adrenal, hipoksia, hypercapnia, asidosis, hipertensi, hipertiroid, hipertrofi prostat, diabetes mellitus, penyakit jantung, pada saat persalinan jika ibu BP> 130/80 mmHg, dan menyusui. Kontraindikasi untuk penggunaan efedrin meliputi: glaukoma sudut tertutup, Feokromositoma, hipertrofi septum asimetris (stenosis subaortic hipertrofi idiopatik), bersamaan atau baru-baru ini (sebelumnya 14 hari) monoamine oxidase inhibitor (MAOI) terapi, anestesi umum dengan hidrokarbon terhalogenasi (terutama halotan), tachyarrhythmias atau fibrilasi ventrikel, hipersensitivitas untuk efedrin atau stimulan lainnya. Efedrin tidak boleh digunakan kapan saja selama kehamilan kecuali secara khusus ditunjukkan oleh dokter berkualitas dan hanya jika tidak tersedia pilihan lain.

EKSTRAK BELLADONA Ekstrak belladonna secara luas dianggap sebagai tidak aman.Belladonna digunakan sebagai obat penenang, untuk menghentikan kejang bronkial pada asma dan batuk rejan, dan sebagai obat demam.Obat ini juga digunakan untuk penyakit Parkinson, kolik, mabuk, dan sebagai penghilang rasa sakit.Belladonna digunakan dalam salep yang diterapkan pada kulit untuk nyeri sendi (rematik), sakit kaki disebabkan oleh disk di tulang punggung yang mendorong pada saraf skiatik (linu panggul), dan nyeri saraf (neuralgia).Belladonna juga digunakan dalam plester (obat diisi kasa diaplikasikan ke kulit) untuk mengobati gangguan kejiwaan, gangguan perilaku yang disebut hyperkinesis, keringat berlebihan (hiperhidrosis), dan asma bronkial.Ektrak belladonna juga dapat digunakan dalam supositoria wasir.

Ektrak belladona adalah antagonis kompetitif untuk reseptor asetilkolin muscarinic. Efek fisiologi ekstrak belladonna meningkatkan simpul sinoatrial (SA) dan konduksi melalui nodusatrioventrikular (AV) dari jantung, antagonis saraf vagus, serta memblok reseptor asetilkolin, dan menurunkan sekresi bronkial. Secara umum, ekstrak belladona menurunkan aktivitas parasimpatis di semua otot dan kelenjar. Hal ini terjadi karena ekstrak belladona merupakan antagoniskompetitif dari reseptor muskarinik asetilkolin (neurotransmitter utama yang digunakan oleh parasimpatis pada sistem saraf). Oleh karena itu, dapat menyebabkan kesulitan menelan dan sekresi air liur berkurang.Obat ini juga dapat menghambat sekresi keringat melalui sistem saraf simpatik.Hal ini dapat berguna dalam mengobati hiperhidrosis.

Indikasi Asma. Batuk rejan. Pilek. Hay fever. Penyakit Parkinson. Motion sickness. Arthritis-seperti nyeri. Masalah saraf. Wasir. Kejang dan kolik-seperti nyeri di lambung dan saluran empedu. Kondisi lainnya.

Efek samping Efek samping yang bisa ditimbulkan : mulut kering, pupil membesar, penglihatan kabur, kulit kering merah, demam, denyut jantung cepat,

ketidakmampuan untuk buang air kecil ataukeringat, halusinasi, kejang, masalah mental, kejang, dan koma. Khusus tindakan pencegahan & peringatan:

1. Kehamilan dan menyusui: Belladonna tidak aman jika dikonsumsi secara oral selama kehamilan. Belladonna mengandung bahan kimia yang berpotensi beracun dan telah dikaitkan dengan laporan efek samping yang serius. Belladonna juga tidak aman selama menyusui. Hal ini dapat mengurangi produksi ASI dan juga masuk ke dalam ASI. 2. Gagal jantung kongestif (CHF): Belladonna bisa menyebabkan denyut jantung yang cepat (takikardia) dan mungkin membuat CHF buruk. 3. Sembelit: Belladonna mungkin membuat sembelit parah. 4. Sindrom Down: Orang dengan sindrom Down mungkin ekstra-sensitif terhadap bahan kimia yang berpotensi beracun dalam belladonna dan efek yang berbahaya. 5. Refluks esofagus: Belladonna mungkin membuat esophageal reflux buruk. 6. Demam: Belladonna dapat meningkatkan resiko overheating pada orang dengan demam. 7. Perut borok : Belladonna mungkin membuat sakit maag parah. 8. Infeksi saluran gastrointestinal (GI): Belladonna mungkin memperlambat pengosongan usus, menyebabkan retensi bakteri dan virus yang dapat menyebabkan infeksi. 9. Gastrointestinal (GI) saluran penyumbatan: Belladonna bisa membuat penyakit saluran pencernaan obstruktif (termasuk atonia, ileus paralitik, dan stenosis) menjadi buruk. 10. Hernia hiatus: Belladonna mungkin membuat hernia hiatus semakin buruk. 11. Glaukoma sudut sempit: Belladonna bisa membuat glaukoma sudut sempit buruk. 12. Denyut jantung yang cepat (takikardia): Belladonna bisa membuat detak jantung yangcepat memburuk. 13. Kolitis ulseratif: Belladonna mungkin menyebabkan komplikasi dari radang borok usus. 14. Kesulitan buang air kecil (retensi urin): Belladonna bisa membuat retensi urin buruk

SALBUTAMOL 9

Sediaan ini merupakan obat yang termaasuk ke dalam golongan 2 agonis selektif sama seperti metaproterenol, terbutalin, fenoterol, ritodrin, isoetarin, pirbuterol, dan bitolterol. Pada dosis kecil, kerja obat ini pada reseptor 2 jauh lebih kuat daripada kerjanya pada reseptor 1. Tetapi bila dosisnya ditinggikan, selektivitas ini hilang. Misalnya, pada penderita asma, salbutamol kira-kira sama kuat dengan isoproterenol sebagai bronkodilatator (bila diberikan sebagai aerosol), tetapi jauh lebih lemah dari isoproterenol sebagai stimulan jantung. Melalui aktivitas reseptor 2, obat-obat ini menimbulkan relaksasi otot polos bronkus, uterus dan pembuluh darah otot rangka. Aktivitas reseptor 1 yang menghasilkan stimulasi jantung, oleh dosis sama, jauh lebih lama. Obat-obat ini, yang hanya menimbulkan sedikit perubahan tekanan darah, dikembangkan terutama untuk pengobatan asma bronkial. Selektivitas obat-obat ini terhadap reseptor 2 tidak sama untuk setiap obat. Efek samping berupa rasa gugup, tremor, takikardi, palpitasi, mengantuk, nyeri kepala, nausea, muntah, dan berkeringat, terutama pada pemberian oral. Efek samping sistemik ini jarang terjadi pada pemberian secara inhalasi. Penggunaan 2-agonis sebagai bronkodilator harus hati-hati pada penderita dengan hipertensi, penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, hipertiroid atau diabetes. Disamping itu, penggunaan 2-agonis untuk menunda kelahiran

dikontraindikasikan pada penderita dengan penyakit jantung atau diabetes yang bergantung pada insulin.

PLASEBO Sebagian pasien cenderung memberikan respons yang positif terhadap tiap tindakan terapeutik yang dilakukan oleh petugas medis yang penuh

perhatian.Manifestasi fenomena ini pada subjek disebut respons plasebo dan melibatkan perubahan biokimiawi dan fisiologik yang objektif seperti halnya perubahan pada keluhan subjektif yang berhubungan dengan penyakit. Dalam bahasa latin plasebo berarti I shall please. Pada mulanya suatu plasebo adalah suatu formulasi senyawa yang tidak aktif secara farmakologik dan diberikan kepada penderita yang hanya untuk menyenangkan.Namun, penggunaan istilah plasebo di zaman modern menjadi lebih luas.Sekarang, plasebo dapat dibagi menjadi dua jenis, 10

yaitu (a) plasebo inert (yang tidak mengandung senyawa aktif secara farmakologik), dan (b) palsebo aktif (yang mengandung persenyawaan yang memiliki aktivitas farmakologik).Berbagai efek samping dan toksisitas plasebo juga dapat terjadi tetapi biasanya melibatkan berbagai efek subjektif: nyeri perut, insomnia, sedasi, dan lainnya. Plasebo inert paling sering digunakan sebagai suatu dummy medication untuk kontrol terhadap pengobabtan yang sesungguhnya dalam suatu uji klinik, dengan tujuan mengurangi faktor bias subjektif.Kadang-kadang plasebo inert diberikan pada pasien yang mengeluh rasa nyeri secara berlebihan/tampaknya dibesar-besarkan. Kira-kira sepertiga dari seluruh popukasi manusia adalah placebo reactor sehingga dengan plasebo inert dapat menghilangkan rasa nyeri pada 2040% penderita dengan keluhan nyeri. Namun, cara penggunaan ini tidak dibenarkan karena apabila penderita benar-benar asakit dan kebeulan seorang placebo reactor, akan terjadi kelambatan diagnosis dari suatu penyakit yang dapat diobati. Untuk mengakhiri suatu kunjungan pasien, kadang-kadang seorang dokter meresepkan suatu obat yang tidak ada hubungannya dengan keluhan penderita, misalnya menuliskan sedian vitamin dengan menjelaskan kepada pasien bahwa itu adalah obat penguat tubuh.

Langkah Kerja: Menyiapkan dua orang percobaan dengan keadaan puasa dan tidak makan 4 jam sebelumnya. Penderita gangguan ritme jantung, asma, hipertensi, dan tukak lambung tidak boleh melakukan percobaan ini karena memang ada kontraindikasi dari obat otonom tersebut. Alat-alat: tensimeter, stetoskop, penggaris, gelas ukur, gelas beker,metronom. Obat-obat yang dikemas dalam kapsul yang sama besar dan warnanya. ekstrak belladona 30 mg, efedrin 25 mg, propranolol 20 mg salbutamol plasebo

11

Cara Kerja 1. Orang percobaan diminta berbaring di atas meja laboratorium dengan tenang, dilakukan pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi nafas, ukuran lebar pupil. Melakukan lagi setelah jeda 5 menit dan ambil nilai rataratanya. 2. Mengukur produksi saliva yang dirangsang dengan mengunyah permen karet selama 5 menit dan ditampung dalam gelas beker, lalu diukur dengan menggunakan gelas ukur, catat sebagai parameter dasar. Permen karet dikunyah, dan liur boleh ditelan sampai habis rasa manisnya, kemudian hasil liur kunyahan berikutnya yang ditampung selama 5 menit. Bila hasil tampungan liur banyak busanya makan tambahkanlah 1ml alkohol 70% sehingga busa berkurang dan permukaan air liur mudah untuk diukur. 3. Mencuci gelas beker dan gelas ukur setiap selesai penampungan air liur. 4. Sebelum minum obat, dengan manset tensimeter tetap terikat pada lengan atas (untuk mempermudah dan mempercepat pengukuran), orang percobaan diminta untuk berlari di tempat dibawah sesuai dengan bunti metronom, selama 2 menit (dengan kecepatan 120 kali angkat kaki/menit yaitu 60 kali kaki kiri dan 60 kali kaki kanan). Kaki harus diangkat cukup tinggi, 30 cm di atas lantai sehingga dengan latihan fisik ini, tekanan darah sistolik meningkat 30 mmHg dan denyut nadi 30-50kali/ menit. Setelah berlari ditempat selama 2 menit segera orang percobaan berbaring dan lakukan pengukuran tekanan darah, nadi, dan frekuensi nafas, mencatatini sebagai parameter setelah latihan fisik. 5. Meminta obat pada instruktur, buka bungkus dan catat kodenya, lalu minta orang percobaan untuk minum obat, sambil orang percobaan berbaring lakukanlah pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi nafas, diameter pupil, dan produksi saliva, pada menit ke 20, 40, 80. 6. Pada menit 80, orang percobaan diminta untuk melakukuan latihan fisik yang sama dan segera dilakukan pengukuran tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas dan lebar diameter pupil. 7. Mencatat seluruh hasil percobaan dan memperkirakan obat otonom apa yang diminum orang percobaan kemudian bandingkanlah dengan kelompok 12

lain serta amati gejala yang terjadi pada orang percobaan selama 24 jam berikutnya.

Hasil percobaan

OP 1 ( Dalton) Sebelum minum obat Tek. darah Fre. nadi Fre. napas 12 x/menit Suhu kulit 34,8C Lebar pupil 5 mm Produksi saliva 6 ml

120/70mmHg 83 x/menit

Sebelum minum obat, setelah lari Tek. darah Fre. Nadi Fre. napas 32 x/menit Suhu kulit 34,5C Lebar pupil 5mm Produksi saliva -

150/60mmHg 94 x/menit

Setelah minum obat (Menit ke-20) Tek. darah Fre. nadi Fre. napas 16 x/menit Suhu kulit 35,1C Lebar pupil 4 mm Produksi saliva 11 ml

110/70mmHg 89 x/menit

Setelah minum obat (menit ke-40), sebelum lari Tek. darah Fre. nadi Fre. napas 14 x/menit Suhu kulit 34,9C Lebar pupil 5 mm Produksi saliva 13 ml

110/70mmHg 84 x/menit

Setelah minum obat (menit ke-40), setelah lari Tek. darah Fre. nadi Fre. napas 35 x/menit Suhu kulit 34,1C Lebar pupil 5 mm Produksi saliva -

130/60mmHg 140x/menit

Tebakan obat: Plasebo Jawaban obat: Plasebo

Orang percobaan 2 (Putri) Sebelum minum obat 13

Tek. darah

Fre. nadi

Fre. napas 20 x/menit

Suhu kulit 35,4C

Lebar pupil 5 mm

Produksi saliva 19 ml

100/70mmHg 60 x/menit

Sebelum minum obat, setelah lari Tek. darah Fre. nadi Fre. napas 45 x/menit Suhu kulit 34,9C Lebar pupil 5 mm Produksi saliva -

120/60mmHg 76 x/menit

Setelah minum obat (Menit ke-20) Tek. darah Fre. nadi Fre. napas 22 x/menit Suhu kulit 35,6C Lebar pupil 5 mm Produksi saliva 12 ml

90/70mmHg 62 x/menit

Setelah minum obat (menit ke-40), sebelum lari Tek. darah Fre. nadi Fre. napas 20 x/menit Suhu kulit 35,3C Lebar pupil 5 mm Produksi saliva 10 ml

90/70mmHg 60 x/menit

Setelah minum obat (menit ke-40), setelah lari Tek. darah Fre. nadi Fre. napas 48 x/menit Suhu kulit 35,1C Lebar pupil 5 mm Produksi saliva -

120/60mmHg 95 x/menit

Tebakan obat: Extr. Belladona Jawaban obat: Plasebo

Pembahasan Pada OP1 tidak ditemukan gejala subyektif yang signifikan serta data pengukuran tanda-tanda vital relatif normal sehingga kelompok kami menjawab obat yang diberikan kepada OP1 adalah placebo. Kelompok lain yang seharusnya mendapatkan placebo namun menjawab tebakan dengan menyebutkan obat lain dapat disebabkan oleh beberapa factor, antara lain mengalami placebo reactor, melakukan kekeliruan dalam pengukuran tanda-tanda vital dan langkah kerja praktikum, persiapan OP yang kurang baik, atau gangguan pada alat-alat yang digunakan. 14

Percobaan pada OP-2, tebakan obat Extract Belladona terpaku pada penurunan jumlah saliva yang cukup banyak, sedangkan data lainnya dalam batas normal. Gejala subyektif adanya kekeringan pada mulut juga mendukung tebakan obat terhadap golongan antikolinergik. Namun, obat yang sebenarnya adalah plasebo. Kekeringan pada mulut mungkin terjadi karena OP-2 telah berlari yang mengakibatkan keluarnya keringat yang banyak dan adanya pembatasan OP-2 untuk meminum air. Data lainnya juga tidak menunjukkan adanya perubahan bermakna untuk memperlihatkan efek obat golongan antikolinergik.

Kesimpulan Kedua OP kelompok kami mendapatkan placebo, seharusnya tidak terjadi perubahan yang signifikan pada tanda-tanda vital dan jumlah produksi saliva. Namun OP-2 mengalami placebo reactor, yaitu efek dari obat extract belladona (penurunan jumlah produksi saliva).

Daftar Pustaka 1. Katzung Betram G. Farmakologi dasar & klinik. Edisi ke-10. Jakarta : EGC, 2010.h.171. 2. Hardman JG, Limbird LE, Gilman AG. Goodman & Gilman dasar farmakologi terapi. Edisi ke-10. Jakarta : EGC, 2007.h. 229-30; 241-6.

15

You might also like