You are on page 1of 9

1

Uniform Domain Name Dispute Resolution Policy (UDRP) Nama domain dapat dianggap sebagai merek sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek dan saat ini diatur pula dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (Undang-Undang ITE). Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 20

Undang-Undang ITE, Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet. Berdasarkan Undang-Undang ITE, pada dasarnya negara, orang, badan usaha dan/atau masyarakat berhak memiliki nama domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama. Setiap pemilikan dan penggunaan nama domain tersebut harus didasarkan pada itikad baik dan tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat serta tidak melanggar hak orang lain. Semua pihak di atas berhak

mengajukan gugatan pembatalan nama domain apabila telah dirugikan karena adanya penggunaan nama domain secara tanpa hak oleh pihak lain, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 juncto Pasal 38 Undang-Undang ITE. UDRP merupakan kaidah substantif dan ajektif yang sangat relevan digunakan oleh berbagai pihak dalam menangani masalah sengketa kepemilikan nama domain dalam bentuk pengadilan siber( cyber court). UDRP ini diprakarsai oleh suatu organisasi non-profit yang berkedudukan di Amerika Serikat bernama Internet Corporation for Assigned Names and Numbers(ICANN) yang mempunyai peranan utama sebagai organisasi yang mengatur lalu lintas pembuatan nama domain diseluruh dunia, dan berlaku efektif sejak 26 Agustus 1999. Sejak awal UDRP telah digunakan oleh seluruh registar nama domain yang berakhiran .com, .net, dan .org, selain nama domain yang termasuk ke dalam kategori country-code top-level domains seperti .nu, .tv,.ws, dan lain-lain.1

Dikutip dari http://cintaeptik.blogspot.com/2013/06/udrp-uniform-domain-name-dispute.html pada tanggal 10 November Pukul 20.00

Pada praktiknya, sering terjadi penyalahgunaan nama domain seperti pembajakan nama domain (cyberpiracy), penyerobotan nama domain

(cybersquatting), dan penggunaan nama domain yang mirip atau sama (typosquatting). Beberapa kasus yang terjadi dalam penggunaan sengketa nama domain ini memerlukan penyelesaian secara hukum agar tidak menimbulkan kerugian lebih banyak lagi. Ada beberapa ketentuan hukum yang dapat

digunakan untuk menyelesaikan sengketa nama domain ini diantaranya dalam Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 Tentang Merek, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik serta UDRP. Pasal 76 Undang-Undang Merek mengatur hak pemilik atau pemegang merek dalam hal ini termasuk nama domain untuk mempertahankan haknya melalui gugatan perdata, berupa gugatan ganti kerugian ke pengadilan niaga. Begitu pula dalam Undang-Undang ITE, setiap pemilikan dan penggunaan nama domain tersebut harus didasarkan pada itikad baik dan tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat serta tidak melanggar hak orang lain. Semua pihak di atas berhak mengajukan gugatan pembatalan nama domain apabila telah dirugikan karena adanya penggunaan nama domain secara tanpa hak oleh pihak lain, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 juncto Pasal 38 Undang-Undang ITE. Di samping itu, Pasal 84 Undang-Undang Merek pun mengatur bahwa penyelesaian sengketa hak merek termasuk sengketa nama domain ini dapat pula diselesaikan melalui jalur non litigasi (di luar pengadilan). Penyelesaian sengketa nama domain di luar pengadilan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti negosiasi, mediasi, konsiliasi atau arbitrase. Selain peraturan perundangundangan di atas, ada sebuah ketentuan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan sengketa nama domain secara alternatif di luar pengadilan dan dikenal dengan nama The Uniform Domain Name Dispute Resolution Policy (UDRP), yang dibuat oleh sebuah lembaga bernama Internet Corporation for Assigned names and Numbers (ICANN), sebagai perusahaan nirlaba yang

didirikan di bawah hukum negara bagian California Amerika Serikat pada tahun

19982. Ketentuan tersebut dijadikan sebagai perjanjian pembelian nama domain antara register dengan pendaftar nama domain. Pada Paragraf 4 UDRP ditentukan bahwa untuk mengajukan permohonan pada penyelesaian sengketa nama domain, maka Pemohon (complainant) harus memiliki merek baik merek dagang atau merek jasa yang memiliki persamaan secara keseluruhan atau memiliki persamaan pada pokoknya dengan nama domain yang dipersoalkan, sehingga adanya hak merek ini menjadi dasar untuk menggugat. Ketentuan tersebut dapat diberlakukan pula di Indonesia, karena Indonesia telah meratifikasi World Trade Organization (WTO) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, termasuk didalamnya berbagai ketentuan internasional seperti TRIPs, WIPo dan UDRP ini. Pada dasarnya mekanisme penyelesaian sengketa atas Nama Domain yang digariskan oleh ICANN adalah dikembalikan kepada para pihak itu sendiri, untuk menempuh alternatif penyelesaian sengketa yang dipilih, dapat diselesaikan dengan musyawarah untuk mufakat (resolved by the parties themselves), mekanisme peradilan umum (the courts) atau Arbitrase yang diapproved oleh ICANNs (approved dispute resolution provider) atau lembaga-lembaga pengambil keputusan keadilan lain yang dikenal secara hukum. Sehubungan dengan itu, berbicara tentang sengketa biasanya para pihak seringkali akan mempermasalahkan mengenai yurisdiksi hukum yang akan berlaku untuk para pihak yang bersengketa. Sebenarnya permasalahan ini baru sangat relevan jika para pihak yang bersengketa adalah berbeda warga negara, namun sekiranya para pihak adalah sama kewarganegaraannya. Hal ini dikarenakan di tengah keberadaan sistem internet yang bersifat tanpa batas, sehingga seharusnya yang dibicarakan bukanlah dimana lokasi terjadinya tindak pidana, melainkan kepentingan hukum bangsa mana yang terlanggar. Oleh karena itu sepatutnya pemerintah mampu mengupayakan penarikan pihak lain kedalam sistem hukum kita sekiranya melanggar kepentingan hukum bangsa kita. Berkenaan dengan yurisdiksi, maka UDRP menyatakan bahwa Complainant dapat mengajukan keberatannya di wilayah hukum dimana registrar berada, atau dimana
2

Paustinus siburian, Arbitrase On Line, Djambatan, Jakarta, 2004, hlm. 103.

administrasi kontak dari Nama Domain itu berada atau diajukan kepada arbitrase yang sesuai dengan lokasi registrar tersebut berada. Untuk menghadapi itikad tidak baik tersebut, untuk sementara ini dan yang umumnya telah dilakukan oleh para pengguna Internet adalah melakukan tindakan prophylactic measures yakni dengan mendaftarkan keberadaan nama perusahaanya ataupun merek dagangnya ke dalam semua jenis nama domain yang tersedia. Selain itu, sebenarnya pemegang merek dapat juga menggunakan mekanisme yang disediakan dalam UDRP, tentunya dengan memahami semua ketentuan hukum yang disediakannya, sebagaimana telah dijelaskan pada uraianuraian di atas. Berkaitan dengan kasus sengketa Nama Domain sudah mulai merebak di Indonesia, maka perangkat perundang-undangan yang dapat digunakan antara lain : 1. Undang-Undang No.15 Tahun 2001 Tentang Merek, untuk kasus typosquatting ; 2. Untuk kasus-kasus cybersquatting dan domain hijacking menggunakan pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Pidana, seperti Pasal 382 bis KUHP tentang Persaingan Curang, Pasal 493 KUHP tentang Pelanggaran Keamanan Umum Bagi Orang atau Barang dan Kesehatan Umum, Pasal 362 KUHP tentang Pencurian dan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan ; 3. Pasal 22 dan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi untuk tindakan domain hijacking. Sistem hukum di Amerika yang beraliran Anglo saxon tidak dapat dipersamakan dengan keberadaan hukum Indonesia yang beraliran Eropa Kontinental. Sekilas memang tampaknya, sistem hukum Anglo saxon mampu menjawab semua permasalahan hukum yang terjadi ditengah masyarakat dengan begitu dinamisnya, jurisprudensi yang berkaitan dengan itu dan produk-produk legislatif yang dikeluarkan oleh setiap negara bagian. Namun, disisi lain sebenarnya hal tersebut mengkibatkan kurang kuatnya dasar pemikiran dalam

menyikapi perkembangan yang terjadi, karena ketentuan hukumnya bersifat kurang begitu konservatif. Sehubungan dengan keberadaan Internet yang secara teknis terjalin dengan keberadaan protocol TCP/IP, maka secara hukum merupakan perwujudan dari kaidah-kaidah hukum yang berlaku dalam berkomunikasi dan berinformasi, hanya saja dalam lingkup permasalahan ini sebenarnya ada sedikit tarik menarik antara kepentingan masyarakat hukum pengguna internet (internet global community) dengan kepentingan hukum nasional yang melindungi kepentingan bangsanya. Pada lingkup Internet, maka kaidah-kaidah hukum yang terbangun di dalamnya jelas berbanding lurus dengan karakteristik suatu masyarakat informasi (information society). Oleh karena itu, seharusnya bangsa Indonesia harus kembali berintrospeksi diri apakah masyarakat kita yang termasuk dalam pengguna internet telah merupakan suatu masyrakat informasi yang mempunyai etika berkomunikasi yang tinggi, sehingga sekiranya kita dianggap tidak beretika dengan baik maka tentunya bangsa kita tidak dapat dipercaya dalam medium cyberspace tersebut. Dengan demikian agar bangsa kita dapat eksis dan dipercaya oleh masyarakat global internet sehingga kita dapat menggunakan internet sebagai medium perdagangan global, maka tentunya harus ada kesepakatan bersama dari bangsa Indonesia untuk sama-sama mengamankan keberadaan sistem dalam internet. Apabila hal tersebut tidak dilakukan, maka bangsa Indonesia tidak dapat mengambil keuntungan dalam pemanfaatan Internet sebagai medium transaksi perdagangan secara elektonik (e-commerce), apalagi untuk bernegara dan berdemokrasi (e-government dan e-democracy). Tindakan yang dapat dilakukan Pihak yang Dirugikan berdasarkan UDRP Penanganan kasus berdasarkan UDRP yang melibatkan nama domain terdaftar pada cc TLD s sebanyak 418 kasus. 388 kasus diantaranya telah terselesaikan. sebanyak 240 keputusan sejalan dengan keinginan penggugat, 43 keputusan berkaitan dengan responden dan 105 diselesaikan dengan kesepakatan diantara para pihak sementara 30 kasus masih tertunda. Badan ini telah

menyediakan layanan penyelesaian untuk sengketa atas 47 nama domain berkaitan nama negara (country code top level domain/cc-TLD) yang dapat diakses melalui situs www.wipo.int, seperti .au untuk Australia, .ch (Switzerland), .co (Colombia), .fr (Perancis), dan .tv (Tuvalu). Domain terakhir yang telah bergabung dalam daftar ini adalah .es ( Spanyol) pada awal 2006. Badan Arbitrase dan Mediasi ini juga menawarkan layanan penyelesaian sengketa untuk pendaftaran di luar tulisan huruf Roman (non ASCII). Untuk nama domain dalam bentuk tulisan Arab, Cina, atau Korea badan ini telah menerima 60 keluhan. Selain memproses perkara dalam bahasa Inggris Badan ini memproses dalam 12 bahasa lain seperti Cina, Belanda, Inggris, Perancis, Italia, Jerman, Jepang, Korea, Norwegia, Portugis, Rusia dan Spanyol. Indonesia sebagai pengguna internet yang cukup besar telah mengalami cybersquatting sejak lama. Nama domain sebagai identitas menjadi incaran calo yang biasa disebut cybersquater untuk dijual kembali pada pemilik merk yang berhak. Di tahun 2003 Seorang calo dapat mengantongi 400 an nama domain dengan hanya mengeluarkan biaya 40 juta dan menjualnya kembali dengan harga mahal. Untuk menebus satu nama domain tertentu seperti nama produk seperti Seputarindonesia.com seorang cybersquater dapat menuntut uang puluhan ribu hingga jutaan dollar (www.ebizzasia.com). The Uniform Domain Name Dispute Resolution Policy (UDRP), dibuat oleh sebuah lembaga bernama Internet Corporation for Assigned names and Numbers (ICANN), sebagai perusahaan nirlaba yang didirikan di bawah hukum negara bagian California Amerika Serikat pada tahun 19983. Ketentuan tersebut dijadikan sebagai perjanjian pembelian nama domain antara register dengan pendaftar nama domain. Pada Paragraf 4 UDRP ditentukan bahwa untuk

mengajukan permohonan pada penyelesaian sengketa nama domain, maka Pemohon (complainant) harus memiliki merek baik merek dagang atau merek jasa yang memiliki persamaan secara keseluruhan atau memiliki persamaan pada
3

Paustinus siburian, Arbitrase On Line, Djambatan, Jakarta, 2004, hlm. 103.

pokoknya dengan nama domain yang dipersoalkan, sehingga adanya hak merek ini menjadi dasar untuk menggugat.

Penyelesaian sengketa Nama Domain menurut UDRP dapat dilakukan oleh empat penyedia jasa penyelesaian sengketa Nama Domain ini, yang terakreditasi oleh ICANN, antara lain : WIPO Arbitration and Mediation Centre yang berada di Jenewa; National Arbitration Forum (NAF) yang berada di Minneapolis; CPR Centre for Dispute Resolution yang berada di New York dan The Asian Domain Name Dispute Resolution Centre (ADNDRC) yang berada di Hongkong dan Beijing. UDRP merupakan hukum substantif dalam penyelesaian sengketa nama domain, prosedurnya diatur dalam Rules of UDRP. Peraturan prosedural ini diadopsi lebih lanjut ke dalam Peraturan Tambahan yang dibuat oleh masing-masing penyedia jasa di atas. Adapun prosedur dalam berperkara pada penyelesaian sengketa nama domain ini adalah sebagai berikut : 1. Pemohon (complainant) sebagai pihak yang dirugikan mengajukan permohonan berperkara, baik secara tertulis atau melalui e-mail atau dengan mengajukan permohonan pada situs yang disediakan penyedeia jasa dengan mengisi form yang disediakan. Tanggapan dari Termohon juga dilakukan dengan cara demikian. Pendaftaran perkara ini diikuti dengan permohonan jumlah panel yang memutus perkara. Apabila

Pemohon memilih untuk menyelesaikan sengketa dengan satu panel maka penyedia jasa sendiri yang akan menunjuk panel, sedangkan apabila Pemohon memilih penyelesaian sengketa dilakukan oleh tiga panel, maka Pemohon harus menyebutkan tiga nama, lengkap dengan alamat, panelis yang tersedia pada penyedia jasa. Setelah hal ini diikuti maka harus diikuti dengan pembayaran biaya perkara yang besarnya tergantung

jumlah panel yang akan menyelesaikan sengketa dan jumlah nama domain yang dipersengketakan. 2. Setelah permohonan memenuhi persyaratan, maka ditunjuk administrator kasus yang akan mengadministrasikan semua komunikasi yang terjadi selama dalam proses penyelesaian sengketa. 3. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan prosedur ini biasanya berlangsung antara 45-50 hari sejak saat diterimanya permohonan.

Daftar Pustaka Buku : Paustinus siburian, Arbitrase On Line, Djambatan, Jakarta, 2004. Sumber Lain : http://www.docstoc.com/docs/152102566/THE-UNIFORM-DOMAIN-NAMEDISPUTE-RESOLUTION-POLICY http://cintaeptik.blogspot.com/2013/06/udrp-uniform-domain-name-dispute.html

You might also like