You are on page 1of 2

Makna dari Sebuah Pendakian

Pendakian merupakan sebuah istilah yang umumnya digunakan dalam perjalanan menaiki puncak dari sebuah gunung atau pegunungan. Puncak dari sebuah gunung adalah tempat yang menyatukan bumi dan langit. Di puncak tersebut, jarak kita dengan Tuhan begitu sangat dekat, meskipun Tuhan sudah sangat dekat dengan kita. perjalanan menaiki puncak tersebut pun selalu diiringi dengan dzikir kepada Tuhan Semesta Alam yang telah menciptakan landscape dengan begitu indahnya.

Untuk mencapai sebuah puncak, "tidak mudah memang", tapi kita semua pasti bisa bila ada keyakinan yang begitu kuat di dalam jiwa kita. itu falsafah pertama dalam menaiki gunung. Ibarat dalam sebuah kehidupan mansia, setinggi apa pun cita-cita manusia, pasti akan tercapai, kalau kita yakin dengan seyakin-yakinnya. Karena Tuhan Maha Penyayang, dan akan mengabulkan apa saja yang kita minta.

Dalam perjalanan menggapai puncak dan ketika kita sampai pada sebuah pelawangan, rasanya jiwa kita bergetar, seolah jasad dan raga ini tidak akan mampu menggapai bukit yang begitu tinggi. Yang pada hakekatnya rasa ragu tersebut hanyalah bahasa fatamorgana yang dibiaskan oleh jiwa yang lemah, sehingga jasad dan raga kita pun menjadi lemah.

Naik gunung atau pendakian merupakan salah satu wahana dan sarana terbaik dalam menumbuhkan keimanan dan ketaqwaan kita setinggi-tingginya. Di puncak itu, rasanya kita begitu dekat dengan Tuhan, dan kita bisa bercakap-cakap langsung dengan-Nya. Di situ lah kita mencurahkan segala isi hati kepada Pencipta kita. Dan Tuhan pun akan menjawab secara langsung dengan bahasaNya.

Tidak ada istilah "gagal" dalam perjalanan mencapai puncak tertinggi dari sebuah gunung atau pegunungan. Kegagalan itu hanya milik jiwa-jiwa yang lemah. Kegagalan itu hanya kepunyaan orang-orang yang meragukan Kuasa Tuhan. Kegagalan itu hanyalah milik manusia-manusia yang didera ragu. Kegagalan itu bukan milik kita sebagai manusia yang sebenarnya, manusia yang berbekal pada keyakinan akan Tuhan.

Buang kata "gagal" dari kepala kita. Letakkan kata itu di dalam perut bumi, biarkan ia terlahir kembali bersama larva merapi menjadi debu-debu subur yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Yakin lah, bahwa apa yang kita inginkan pasti akan tergapai, bahkan TUhan akan memberikan kepada kita lebih daripada yang kita minta. "Jika kita yakin seyakin-yakinnya".

Ingat lah, ketika kita mendaki puncak-29 yang merupakan puncak tertinggi di pegunungan "Muria". Panas dan Dingin menempa jiwa kita menjadi jiwa yang semakin kuat. Indahnya alam dan sulitnya medan menguatkan jiwa kita untuk melewati segala rintangan yang ada. Kita adalah kita, manusia berjasad lemah namun berjiwa begitu kuat. Sehingga kelemahan dan kerentaan jasad kita pun tertutupi oleh jiwa yang luar biasa tersebut. Hingga akhirnya waktu pun putus asa mencegah cita-cita kita mencapai puncak tertinggi itu. Dalamnya jurang dan terjalnya tebing tiada pernah mampu meruntuhkan tekad kita. Setapak demi setapak kaki kita terus melangkah di segala medan, hingga akhirnya kita gapai puncak-29 itu.

Di puncak itu, aksara-aksara langit mencatat Suara Tuhan dalam KauniyahNya. Relief-relief di dindingdinding batu terjal dan rerumputan liar itu syarat makna akan ajaran-ajaran kehidupan yang sangat bijaksana. Di puncak yang tak begitu luas itu, kita disatukan alam dari berbagai perbedaan yang ada. Di puncak itu, dunia terlihat begitu kecil, hanya sepenggalah di mata kita. Kita, dengan jiwa yang ditempa badai dan topan akan selalu hidup, meski jasad kita tiada bernyawa. Karena kita yakin bahwa kita mampu mencapai puncak kehidupan, yakni "Ridlo Ilahi". Kita tiada pernah tahu tentang kapan dan dimana nyawa kita terpisah dari raga, namun kita tiada pernah takut menghadapi itu semua. Sebab, kita telah mempersiapkan itu di setiap detak jantung kita berdetak. Kita adalah jiwa dengan keyakinan yang seyakin-yakinnya bahwa Tuhan selalu bersama kita dalam keadaan apa-pun. Dan Tuhan itu Maha Memiliki Segalanya. Apa yang kita pinta, pasti akan terkabul, tentu saja dengan keyakinan yang seyakin-yakinnya. Hidup jiwa-jiwa merdeka, jiwa-jiwa bebas dalam kesuciannya, jiwa-jiwa yang tiada pernah gentar oleh teriakan-teriakan kehidupan. Naseem, 12 November 2013 Dalam mengenang masa-masa pendakian

You might also like