You are on page 1of 0

22

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Bermain Pada Usia Taman Kanak-kanak
Mengembangkan potensi anak bisa dilakukan dengan berbagai macam cara.
Permainan adalah salah satunya, yang justru kerap disepelekan orang tua. Padahal
bermain selain memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi lingkungan juga dapat
mengembangkan kreativitas anak akan nilai, sikap, toleransi, serta pemahaman.
Masa anak usia dini merupakan periode emas perkembangan otak anak. Pada
masa itu, ia membutuhkan banyak stimulasi. Semakin banyak stimulasi yang
diberikan, maka hubungan koneksi antar saraf akan semakin banyak. Artinya, anak
akan semakin cerdas. Salah satu bentuk stimulasinya adalah bermain. Bermain
merupakan cara untuk mengeskpresikan perasaan dan emosi yang lebih cepat
dibandingkan menyampaikan ekspresi secara verbal. Oleh karenanya kegiatan
bermain bagi anak perlu mendapat perhatian para pendidik anak usia dini.
Fungsi bermain bagi anak adalah inti dari proses pembelajaran. Melalui
bermain anak bisa membangun pemahaman dan pengetahuan. Dengan kegiatan
bermain yang positif, anak dapat melatih perkembangan otak dan motorik seperti
melatih menggunakan otot tubuhnya dan menstimulasi penginderaannya.Bermain
menjadikan anak mampu menjelajahi dunia sekitarnya, mengenali lingkungan tempat
22
23


ia tinggal termasuk mengenali diri sendiri. Sehingga kemampuan fisik anak semakin
terlatih, begitu pula kemampuan kognitif dan kemampuannya untuk bersosialiasasi.
Setiap anak juga dapat mengembangkan ketrampilan emosinya, rasa percaya diri pada
orang lain, kemandirian, dan keberanian untuk berinisiatif. Jadi kegiatan bermain
merupakan sarana melatih ketrampilan yang dibutuhkan anak untuk menjadi
individual yang kompeten yang membuat anak menyadari kemampuan dan
kelebihannya (Tadkiroatun M, 2008: 56).
Menurut Arnaud, dalam Bachrudin Mustafa (2008: 37) menyatakan bahwa
permainan dapat memerankan sedikitnya sembilan fungsi dalam proses edukatif:
a. Sebagai pendorong dan pengatur belajar kognitif
b. Sebagai pengurang ketegangan dan pereda pergolakan emosi
c. Sebagai cara mengurangi egosentrisme
d. Sebagai cara menyiapkan anak-anak untuk dapat menerima sifat
e. Sebagai pelepas energi yang vital bagi perkembangan fisik anak
f. Sebagai medium kegiatan eksplorasi dan ajang coba-coba
g. Sebagai cara berlatih pemecahan masalah
h. Sebagai wahana ekspresi diri
i. Sebagai medium untuk memampukan anak untuk mengorganisasikan
berbagai pengalaman yang berbeda-beda, memahami dan mengintegrasikan pelbagai
pengalaman tersebut, dan menyimpannya untuk digabungkan dengan berbagai
khasanah prototipe pengetahuan yang telah dimiliki anak itu.
24


Melalui bermain juga anak akan dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan
perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, sosial, nilai dan
sikap hidup. Melalui kegiatan bermain, anak juga dapat melatih kemampuan
bahasanya dengan cara mendengarkan beraneka bunyi, mengucapkan suku kata atau
kata, memperluas kosa kata, berbicara sesuai dengan tata bahasa, dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa melalui
kegiatan bermain dapat dikembangkan berbagai aspek perkembangan anak baik dari
aspek sosial, emosional, kognitif dan bahasa. Selanjutnya dapat difahami bahwa
bermain sesungguhnya sesuatu kodrat anak dan merupakan cara anak untuk belajar.
Oleh sebab itu sangatlah wajar jika prinsip yang dianut dalam pembelajaran di Taman
Kanak-kanak (TK) adalah bermain sambil belajar dan belajar melalui kegiatan
bermain.
B. Manfaat Bermain Bagi Anak
Menurut Dalute (1989) dalam Bachrudin Musthafa & A. Chaedar Alwasilah,
(2008:35) bahwa bermain merupakan alat yang digunakan anak-anak untuk
memahami dan belajar lebih jauh tentang dunianya sendiri. Mengacu pada pendapat
tersebut, betapa pentingnya peran bermain dalam meningkatkan kemampuan anak
terutama dalam belajar. Dengan demikian, kiranya orang tua tidak perlu melarang
anak bermain, namun yang penting perlu diperhatikan keamanan anak.
Lebih lanjut Christie, (1972) dalam Bachrudin Musthafa & A.Chaedar
Alwasilah, (2008: 36), mengkategorikan permainan sebagai berikut: a) permainan
25


fungsional (functional play), yang dicirikan dengan keterlibatan berbagai gerakan otot
tanpa melibatkan benda misalnya: berlari, melompat, b) permainan membuat
bangunan (constructive play) misalnya: membuat jembatan dengan balok, membuat
boneka dari tanah liat, c) permainan dramatis (dramatic play) yang melibatkan
permainan peran (role play) atau sandiwara, atau anak berpura-pura, d) permainan
dengan aturan (games with rules) permainan yang mempunyai aturan yang jelas.
Karena anak belum mampu bermain sesungguhnya maka perlu di modifikasi
mulai dari lapangan permainan, peraturan yang dipakai, dan alat yang di gunakan
dalam permainan. Selanjutnya Ngasmain (1997: 3) mengartikan modifikasi sebagai
pendekatan dalam pembelajaran yang menekankan kegembiraan, kecakapan jasmani
dan pengayaan gerak anak. Dalam permainan modifikasi sangat banyak manfaat
yang dapat diperoleh bagi anak, antara lain:
1. Membantu anak dalam mengembangkan kemampuan interaksi dan berkomunikasi
dengan baik sesama anak, karena anak harus mampu menyampaikan idenya,
bernegosiasi dan mengungkapkan emosinya.
2. Mengembangkan kecerdasan emosinya dan menanamkan nilai-nilai sosial yang
berlaku di masyarakat.
3. Belajar untuk mematuhi peraturan yang ada agar dapat melakukan sikap sportif
bagi anak.
4. Meningkatkan kemampuan berpikir anak melalui permainan yang dilaksanakan.
Dengan permainan yang di modifikasi anak dapat bermain dan merasa senang,
karena dunia anak adalah dunia bermain. Permainan yang sesungguhnya belum dapat
26


diterapkan pada anak sehingga perlu di buat permainan modifikasi agar anak dapat
memainkannya dengan gembira, aman, mudah dilaksanakan serta disenangi oleh
anak.

C. Karakteristik Anak Usia Dini
Dari sudut pendidikan dan psikologi perkembangan, anak usia dini adalah
anak yang berada pada periode penting dan perlu mendapat perhatian sedini mungkin.
Pestalozzi (Solehuddin, 2004: 32) seorang ahli pendidikan Switzerland yang hidup
pada tahun 17471827 (Yuliani, 2009: 98) meyakini bahwa pada masa ini anak
berpembawaan baik. Ia memandang bahwa eksistensi manusia terjelma dalam suatu
evolusi alam. Perkembangan manusia terjadi dalam desain alam dan terbentuk oleh
kekuatan-kekuatan luar. Menurutnya hukum-hukum fungsional menyebabkan
terjadinya suatu proses pertumbuhan dan perkembangan yang berkesinambungan dan
bertahap.
Maria Montessori (dalam Hurlock, 1999: 56) berpendapat bahwa pada usia
3-6 tahun merupakan periode sensitif atau masa peka anak, yaitu suatu periode di
mana suatu fungsi perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat
perkembangannya. Masa sensitif ini menyangkut sensitif terhadap keteraturan
lingkungan, mengeksplorasi lingkungan dengan lidah dan tangan , sensitif untuk
berjalan, sensitif terhadap objek-objek kecil dan detail serta terhadap aspek-aspek
sosial kehidupan (E. Syaodih, Modul 2008: 24) Montessori juga menyatakan bahwa
27


anak berperilaku dan berkembang merupakan kreativitas spontan dan perkembangan
menyeluruh. Anak secara spontan beraktifitas menurut keinginan dan inisiatif tanpa
diberi tahu apa dan kapan harus dilakukan. Anak secara otomatis menyalurkan energi
dan usaha untuk membangun tubuh, kepribadian dan semua aspek kehidupan.
Menurut Froebel (Yuliani, 2009: 109) mengatakan bahwa: pendidikan anak
merupakan perluasan dari pandangannya terhadap dunia dan pemahamannya tentang
hubungan individu, sang pencipta dan alam semesta. Tiga prinsip yang dikemukaan
Froebel yaitu otoaktivitas yakni : kegiatan yang dilakukan anak sendiri atau bersifat
individualistik, kebebasan : tidak dibatasi dinding dan perlu lingkungan terbuka serta
pengamatan : anak gemar melakukan pengamatan terhadap alam sekitarnya melalui
eksplorasi dan keingintahuan. Selain itu situasi pembelajaran anak usia dini haruslah
mencerminkan 3 F (fridge, frevde, frabeit : perdamaian, kegembiraan dan
kemerdekaan). Masa anak itu merupakan suatu fase yang sangat berharga dan dapat
dibentuk dalam kehidupan manusia (a noble and malleable phase of human life).
Karenanya masa anak adalah masa emas bagi penyelenggaraan pendidian. Masa anak
merupakan fase yang sangat fundamental bagi perkembangan individu, karena pada
fase inilah terjadinya peluang yang sangat besar untuk pembentukan dan
pengembangan pribadi seseorang.
Sarah Smilansky (Yuliani, 2009: 118) mengatakan pada rentang usia ini anak
akan mengalami masa keemasan (golden age) di mana anak mulai peka terhadap diri
dan lingkungannya dengan melalui stimulasi yang diberikan. Masa ini juga
28


merupakan masa peletak dasar untuk mengembangkan kemampuan kognitif, afektif,
psikomotorik, bahasa, sosio emosional dan spiritual.
Jean Piaget (Yuliani, 2009: 118) mengemukan pendapatnya bahwa intelegensi
anak berkembang melalui suatu proses active learning. Oleh karena itu anak usia dini
hendaknya diberi kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan yang dapat
mengoptimalkan penggunaan seluruh panca indra. Piaget memberi kesimpulan bahwa
anak bermain dan berpikir aktif dalam mengembangkan kognitif mereka, kegiatan
mental dan berpikir sangat penting untuk mengembangkan kegiatan anak,
pengalaman-pengalaman yang dimiliki anak merupakan bahan mentah dalam
mengembangkan sruktur mental anak. Anak juga dapat berkembang melalui
interaksinya dengan lingkungannya dan terakhir perkembangan seorang anak terjadi
sebagai hasil dari kematangan dan interaksi anak, lingkungan fisik dan sosial anak.
Sehubungan dengan hal diatas, seorang bapak pendidikan kita Ki Hajar
Dewantara (Yuliani, 2009: 124) mengatakan bahwa anak adalah titah Tuhan yang
terdiri dari unsur badan kasar (jasmani) dan badan halus (rohani) Dua unsur tersebut
merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dengan
kodratnya yang demikian, maka kebutuhan manusia pada hakekatnya mencakup dua
hal yaitu kebutuhan lahir dan kebutuhan batin.
Beberapa karakteristik anak usia dini yang meliputi aspek fisik, sosial, emosi
dan kognitif anak. Secara fisik anak usia dini biasanya sangat aktif, membutuhkan
29


waktu yang cukup untuk beristirahat, memiliki kemampuan kontrol terhadap otot-otot
besar jika dibandingkan terhadap jari dan tangan. Anak belum trampil dan belum bisa
melakukan kegiatan yang rumit. Selain itu anak juga sering mengalami kesulitan
apabila harus memfokuskan pandangannya pada objek-objek yang kecil, memiliki
tubuh yang lentur dan secara fisik biasanya tampilan anak laki-laki lebih besar
walaupun anak perempuan yang lebih trampil dan ketrampilan yang bersifat praktis.
Secara sosial pada umumnya anak usia dini mudah bersosialisasi dengan orang di
sekitarnya, memiliki lebih dari satu teman dari jenis kelamin yang sama, memiliki
kelompok bermain yang relatif lebih kecil dan pada umumnya mereka telah
menyadari peran jenis kelamin dan sex typing. Sedangkan secara emosional anak usia
dini cenderung mengekspresikan emosinya secara bebas dan terbuka, iri hati, marah
sering terjadi dalam rangka merebut perhatian guru. Di sisi lain perilaku anak usia
dini sedikit banyaknya memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh
keluarganya.
Dari segi kemampuan emosi, kemampuan sosial dan intelegensi, kemampuan
berpikir banyak mempengaruhi banyak hal seperti kemampuan belajar, memecahkan
masalah dan kemampuan menguasai kosa kata. Anak yang memiliki kemampuan
intelektual tinggi akan mampu berbahasa dan menguasai kosa kata secara baik. Oleh
karan itu kemampuan berbahasa secara baik, kemampuan intelektual yang tinggi dan
pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam
perkembangan sosial seorang anak. Sikap saling pengertian dan kemampuan
30


memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial (Suratno,
2005: 130 133)
D. Permainan Modifikasi
1. Lomba Lari Mengumpulkan Balok
Berlari merupakan gerak dasar yang sangat mudah dilaksanakan oleh anak
dan mereka sangat sering melakukannya. Pada saat berlari ada saat melayang yang
jelas terlihat pada saat anak melakukannya berbeda dengan jalan, karena saat berjalan
salah satu kaki tetap ada kontak dengan tempat ia berjalan. Permainan dalam
mengumpulkan balok ini dilakukan untuk melatih otot tungkai bawah (kaki) anak dan
kecerdasan dalam melakukan aktivitas lari.
a. Bentuk permainan
Permainan berlomba untuk mengumpulkan balok sebanyak mungkin untuk
kelompoknya masing-masing.
b. Jumlah pemain
Pemain dari perlombaan ini semua siswaikut terlibat didalamnya
c. Peralatan
Balok kecil ukuran 4 x 4 cm sebanyak seratus buah.
Peluit


31


d. Cara bermain
Sebelum bermain guru membariskan anak dilapangan serta menghitung
berapa jumlah anak yang hadir dan melakukan pemanasan. Anak di bagi menjadi dua
kelompok, kelompok yang I (pertama) sebagai pelari dan kelompok II (dua) memberi
balok. Kelompok I (pertama) berdiri di pinggir lapangan dengan jarak satu meter dari
temannya satu kelompok, sedangkan kelompok yang ke II (dua) berdiri di pinggir
lapangan yang segaris dengan yang lari mengambil balok atau kelompok yang I
(pertama). Apa bila guru memberikan aba-aba dengan meniup peluit maka kelompok
I (pertama) lari mengambil balok yang ada pada kelompok ke II (dua) dan
mengumpulkannya di tempat ia berdiri atau mulai lari pertama sekali. Balok yang
diambil hanya satu saja yang diperbolehkan diambil setiap lari, dan jika balok jatuh
maka anak harus mengambil kembali sebuah balok pada kelompok II (dua).
Apabila guru meniup peluit maka permainan berakhir dan anak menghitung
berapa jumlah balok yang mereka dapat kumpulkan untuk kelompoknya dan
melaporkannya kepada guru. Setelah kelompok I (pertama) selesai maka kelompok II
(dua) yang menjadi pengumpul balok sedangkan posisi memegang balok digantikan
oleh kelompok I (pertama). Demikian permainan ini dilakukan sampai selesai dengan
waktu yang ditentukan guru harus sama.


32


Gambar 2.1. Pola Permainan lomba Lari Mengumpulkan Balok




Ket. A = anak pengambil balok
B = anak pemberi balok

2. Permainan Melompati Keranjang
Melompat merupakan gerak dasar dengan proses menggunakan kaki untuk
bisa berpijak kuat sehingga dapat mengangkat badan melayang diudara dengan posisi
sedemikian rupa dan mendarat dengan dua kaki, tangan membantu sebagi
penyeimbang badan. Aktivitas gerak ini dapat dikembangkan dengan menggunakan
alat. Ketika melakukan aktiovitas ini dipastikan anak anak sudah melakukan
pemanasan dengan baik untuk menghindari resiko cedera yang serius pada saat
pendaratan.
a. Bentuk permainan
Permainan berlomba untuk melompati keranjang yang ditempatkan
dilapangan.
A
1
B
1

A
2


B
2

A
3


B
3


33


b. Jumlah pemain
Pemain dari perlombaan ini semua siswa terlibat bermain.
c. Peralatan
Keranjang tempat mainan anak
Peluit
d. Cara bermain
Anak dibariskan menjadi dua kelompok dengan posisi berbanjar, bediri
dibelakang garis lapangan kemudian keranjang diletakkan dilapangan dengan jarak
antara keranjang yang satu dengan keranjang yang lainnya dua meter. Dalam
permainan ini anak melompati keranjang satu demi satu sehingga semua keranjang
dapat dilewati oleh semua anak. Permainan dimulai dari anak yang paling depan dan
diikuti oleh anak yang berada dibelakangnya. Jika anak sudah melompati seluruh
benda maka anak kembali kebarisannya dengan mengambil posisi barisan yang
paling belakang dalam kelompoknya. Anak bermain sampai beberapa kali melakukan
lompatan, apabila guru membunyikan peluit panjang maka permaian berakhir. Dalam
permainan tersebut apabila setiap anak melewati sebuah keranjang maka nilainya
satu, dan apabila keranjang jatuh atau disentuh kaki maka tidak dihitung nilainya,
setelah permainan berakhir guru mengumumkan siapa pemenang dari permainan
melompati keranjang tersebut.



34


C (Guru)



Gambar 2. 2. Permainan Melompati Keranjang

Ket. A = Kelompok A B = Kelompok B

O = Keranjang C = Guru
3. Permainan Melempar Bola Besar dengan Bola Kecil
Melempar merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh anak dimana
kegiatan ini menggunakan ayunan tangan sehingga melempar sasaran yang tepat
harus dengan latihan yang baik dan dilakukan berulang-ulang.
a. Bentuk permainan
Bola besar dilempar dengan menggunakan bola tenis
b. Jumlah pemain
Semua anak dapat bermain dalam kelompoknya
c. Peralatan
Bola besar (bola kaki), Bola tenis, Peluit, Kapur tulis.
d. Cara bermain
Anak dibariskan menjadi dua kelompok yang saling berhadapan dilapangan
dengan jarak 2 meter dari garis tengah lapangan. Bola besar diletakkan ditengah
A O O O O O O
B

O O O O O O
B

0 0 0 0 0 0 0
35


lingkaran yang berdiameter 1 meter, kemudian anak diberi bola tenis sebanyak 5 buah
setiap kelompok. Apabila guru memberi aba-aba untuk melempar maka anak
melempar bola yang ada ditengah lingkaran dari garis batas yang telah ditentukan
oleh guru sebelum permainan dimulai, dalam kegiatan ini anak berusaha melempar
bola besar agar keluar dari lingkaran yang berdiameter satu meter pada permainan .
Jika bola besar sudah keluar dari lingkaran besar maka permainan berakhir, kegiatan
ini dilakukan beberapa kali sampai batas waktu yang ditentukan oleh guru. Jadi dalam
kegiatan ini yang menjadi pemenang adalah kelompok yang paling banyak
mengeluarkan bola besar dari lingkaran.




Gambar 2. 3. Pola Permainan Melempar Bola Besar dengan Bola Kecil
Ket. A = Kelompok A
B = Kelompok B
O = Bola


A A A A A A A A A


B B B B B B B B B


36


4. Permainan Menangkap Bola
Gerak dasar menangkap cukup bervariasi dan mempunyai banyak tingkatan
seperti menangkap benda dengan diam di tempat, menangkap benda dengan
memindahkan badan kesamping kanan atau kiri, menangkap benda sambil berlari dan
menangkap benda sambil melompat di udara.
a. Bentuk permainan
Menangkap bola yang dilempar keudara
b. Jumlah pemain
Semua anak ikut dalam permainan
c. Peralatan
Bola plastik besar dan Peluit
d. Cara bermain
Anak dibariskan dilapangan dan dijadikan menjadi dua kelompok, guru
berada ditengah lapangan sambil memegang bola. Apa bila guru melemparkan bola
kepada salah satu kelompok maka dia harus dapat mempertahankan bola tetap pada
kelompoknya dan jika lawan merebut bola maka ia dapat melemparkan bola kepada
temannya satu kelompok dan temannya harus dapat menangkap bola dengan baik dan
menjaga agar bola jangan jatuh atau dapat direbut oleh lawan. Jika bola jatuh
kelapangan maka permainan harus diulang lagi dan bola diberikan kepada kelompok
lain. Permainan ini dilakukan sampai waktu yang ditentukan oleh guru, pemenang
dari permainan ini adalah kelompok yang paling sedikit membuat kesalahan yaitu
bola jatuh kelapangan.
37






Gambar 2. 4. Pola Permainan Menangkap Bola
Ket. A = Kelompok A
B = kelompok B
C = Guru
5. Permainan Menendang Bola
Gerak menendang terbagi atas tiga jenis gerak dasar, yaitu gerak dasar
menendang dengan objek yang masih diam, gerak dasar menedang dengan bola yang
masih bergerak, dan menedang dengan bola yang masih berada di udara atau
melayang. Gerakan menendang memposisikan badan di depan bola. Kaki terkuat
digunakan untuk menendang bola, jika kaki kanan digunakan menedang maka kaki
kiri digunakan sebagai penumpu dengan posisi badan dan bola jaraknya tepat. Kaki
kanan ditarik kebelakang sedangkan kaki kiri agak ditekuk. Posisikan tangan
sewajarnya untuk menemukan keseimbangan yang baik, kaki kanan bergerak maju
kedepan, kearah bola dan melakukan tendangan ke bola. Aktivitas ini biasa dilakukan
secara berpasangan dan juga boleh dilakukan perorangan, permainan ini
menggunakan kaki baik bagian dalam maupun punggung kaki. Anak menendang bola

B
2
A
2
B
3
A
2
A
4
B
4

A
1
C B
1

B
5
A
5
B
6
A
6
B
7
A
7


38


dengan menggunakan ayunan kaki agar bola dapat bergerak jauh dari yang
melakukan tendangan. Dalam melakukan tendangan yang baik maka anak harus
fokus kepada bola yang akan ditendang kepada teman, kalau tidak maka bola akan
lari tidak seperti yang diharapkan.
a. Bentuk permainan
Menendang bola kearah teman pasangannya
b. Jumlah pemain
Semua anak ikut dalam permainan
c. Peralatan
Bola plastik besar dan Peluit
d. Cara bermain
Anak dibariskan dilapangan dan dijadikan menjadi dua kelompok, guru
membagi tugas masing-masing anak berpasangan, kemudian guru menentukan titik
dimana bola akan diletakkan dan menjadi tempat anak menendang bola. Secara
bergantian anak berperan menjadi penendang dan anak yang menangkap. Anak yang
menjadi penendang akan menendang bola kearah temannya, bergantian seterusnya
sampai selesai.

E. Perkembangan anak
Fisik atau tubuh manusia adalah merupakan sistem organ yang kompleks dan
sangat mengagumkan, semua organ tubuh sudah terbentuk pada periode prenatal
(masih dalam kandungan). Kuhlen dan Thomson dalam Yusuf (2002: 5)
39


mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu:
(1) sistem syaraf yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi
(2) otot-otot yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik
(3) kelenjar endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru,
seperti pada masa remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu
kegiatan yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis, (4) struktur tubuh /fisik
yang meliputi tinggi, berat dan proporsi. Usia emas (golden age) dalam
perkembangan motorik adalah middle childhood atau masa anak-anak, seperti yang
diungkapkan oleh Petterson (1996: 324).
During middle childhood, the body and brain under go important growth
changes, leading to better motor coordinator, greater strength and more
skillfull problem-solving, Health and nutrition play an important part in these
biological developments (Endah, http://parentingislami.wordpress.com).

Pada usia ini kesehatan fisik anak mulai stabil. Anak tidak mengalami sakit
seperti mengalami usia sebelumnya. Hal ini menyebabkan perkembangan fisik
menjadi lebih maksimal dari pada usia sebelumnya. Sedangkan motorik halus adalah
gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian anggota tubuh tetentu, yang
dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih. Misalnya, kemampuan
memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret, menyusun balok, menggunting,
menulis dan lain sebagainya. Kedua kemampuan tersebut sangat penting agar anak
dapat berkembang secara optimal.
Perkembangan adalah proses perubahan yang mengarah pada kemajuan yang
lebih baik, seperti perubahan biologis yang berkaitan dengan psikis. Perubahan
40


struktur biologis berkaitan dengan pertumbuhan dan kematangan. Pertumbuhan
menunjukkan perubahan kuantitatif, sedangkan kematangan menunjukkan perubahan
kualitatif. Pertumbuhan nampak pada perubahan ukuran dan struktur tubuh, Salmi
dalam Harre (1982:29) mengatakan growth means not only on increase in size but
also differentiation and metamorphosis, organization, maturation and regression.
Menurut Gallahue (1989) sebagaimana dikutip oleh Sinulingga.A (2000:21)
ada empat teori dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia yang relevan dengan
tugas gerak manusia yaitu:
1. Teory Freud mengacu pada teori pentahapan perkembangan Psikoanalitik
dimana perkembangan manusia tercermin dari perkembangan psikoseksual,
dan melalui bagian tersebut manusia mencari pemuasan. Perkembangan tiap
tahap menekankan pentingnya aktivitas motorik.
2. Teori Erikson yang menekankan pada perkembangan manusia melalui delapan
tahap, sehingga proses maturasi yang terjadi pada anak, membuat anak
mempunyai kemampuan baru dan membuka banyak kesempatan lain dan juga
meningkatkan tuntutan sosial bagi anak.
3. Teori ketiga bersumber dari teori Havighurst yang memahami perkembangan
sebagai interaksi antara faktor biologis, sosial, dan budaya. Faktor ini
merupakan faktor pendorong bagi perkembangan kemampuan anak untuk
berfungsi di masyarakat. Teori ini menekankan pentingnya anak bergerak,
bermain, dan aktivitas fisik bagi perkembangan, terutama pada masa bayi dan
masa kanak-kanak.
41


4. Teori perkembangan keempat adalah bersumber dari teori perkembangan
kognitif. Piaget menekankan pada tahap perkembangan kognitif yang
meliputi, a) tahap sensoris motorik (lahir sampai 2 tahun), b) tahap operasi
konkrit (712 tahun) dan tahap operasi formal (12 tahun ke atas) dari keempat
teori pertumbuhan dan perkembangan menggambarkan bahwa perkembangan
individu melalui tahapan-tahapan tertentu, dan masing-masing periode
mempunyai ciri-ciri tertentu, dan tahapan sebelumnya akan mendukung
tahapan berikutnya.
Dari keempat teori pertumbuhan dan perkembangan tersebut menggambarkan
bahwa perkembangan setiap individu melalui tahapan-tahapan tertentu, dan masing-
masing periode mempunyai ciri-ciri tertentu, dan tahapan sebelumnya mendukung
tahapan berikutnya. Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh organ otak.
Otaklah yang mengatur setiap gerakan yang dilakukan oleh anak. Semakin
matang perkembangan sistem syaraf otak, maka semakin baik untuk mengatur otot
untuk memungkinkan berkembangnya kompetensi atau kemampuan motorik anak.

F. Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik adalah perubahan perilaku yang merefleksikan interaksi
antara kematangan organisme dan lingkungan si individu. Hurlock (1978) dalam
Yuda M Saputra & Rudyanto, (2005: 17) menjelaskan bahwa perkembangan motorik
berarti perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf,
42


urat syaraf, dan otot yang dikoordinasi. Defenisi ini masih melahirkan dualisme
pandangan yang berbeda dimana yang satu kelompok memandang bahwa
perkembangan motorik lebih memperhatikan pada motorik yang dihasilkan
(movement product). Kelompok yang lainnya memandang bahwa perkembangan
motorik lebih menekankan pada proses motorik (movement process).
1. Konsep perkembangan motorik
Secara umum istilah motorik mengacu pada pengertian gerakan, sedangkan
psikomotor merupakan gerakan-gerakan yang dialihkan melalui getaran elektronik
dari pusat otot besar. Perkembangan motorik adalah kemajuan pertumbuhan gerak
sekaligus kematangan gerak yang diperlukan bagi seorang anak untuk melaksanakan
suatu keterampilan. Setiap periode usia bertambah, keterampilan anak juga
bertambah, berarti semakin bertambah usia anak maka bertambah pula
keterampilannya.
2. Dasar Perkembangan Motorik Anak
Perkembangan motorik adalah suatu perubahan dalam tingkah laku motorik yang
memperlihatkan interaksi dari kematangan mahluk dan lingkungannya. Pada
perkembangan motorik merupakan perubahan kemampuan motorik dari bayi sampai
dewasa. Pada prinsipnya perkembangan motorik adalah suatu perubahan kemampuan
gerakan sesuai dengan masa pertumbuhan. Perkembangan motorik sangat
43


dipengaruhi oleh faktor gizi dan status kesehatan, dan gerakan-gerakan yang sesuai
dengan masa perkembangannya.
3. Tujuan Perkembangan Motorik
Tujuan perkembangan motorik adalah penguasaan keterampilan yang tergambar
dalam kemampuan menyelesaikan tugas motorik tertentu. Kualitas motorik terlihat
dari seberapa jauh anak tersebut menampilkan tugas motorik yang diberikan dengan
tingkat keberhasilan tertentu. Jika tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas
motorik tinggi, berarti keterampilan motorik yang dilakukannya efektif dan efesien.
4. Perbedaan Perkembangan Anak
Perkembangan setiap anak berbeda setiap individu, ada yang perkembangan
motoriknya sangat baik, ada juga yang tidak baik, seperti seorang atlit motoriknya
sangat baik dan ada juga anak yang memilki keterbatasan fisik. Gender pun
berpengaruh dalam hal ini, sesuai dengan pendapat yang diungkapkan oleh Samsudin,
(2008: 27), yang menyatakan bahwa anak perempuan pada usia middle childhood
kelenturan fisiknya 5 % - 10 % lebih baik dari pada anak laki-laki, tapi kemampuan
fisik atletis seperti lari, melompat dan melempar lebih tinggi pada anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini juga diungkapkan dalam penelitian
Jacqueline dkk (2010: 17) yang menyatakan bahwa perkembangan motorik anak
berbeda pada anak laki-laki dan perempuan, perbedaan ini juga tergantung pada
44


kondisi daerah. Venetsanou dan Antonis menyebutkan bahwa perkembangan motorik
juga dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi orang tua anak, level pendidikan ibu,
dan hubungannya dengan teman sebayanya, bahkan kebiasaan ibu meminum alkohol
pada waktu masa kehamilan juga sangat berpengaruh pada perkembangan motorik
anak (Carole W B, 2010: 110). Perkembangan motorik beriringan dengan proses
pertumbuhan secara genetis atau perkembangan fisik anak.
Teori yang menyatakan secara detail tentang sistematika motorik anak adalah
Dynamic System Theory yang dikembangkan Thelen & Whiteneyerr . Teori tersebut
mengungkapkan bahwa untuk membangun kemampuan motorik anak harus
mempersepsikan sesuatu dilingkungannya yang memotivasi mereka untuk melakukan
sesuatu dan menggunakan persepsi mereka untuk bergerak. Kemampuan motorik
mempersentasikan keinginan anak. Misalnya ketika anak melihat mainan dengan
beraneka ragam, anak mempersepsikan dalam otaknya bahwa ia ingin
memainkannya. Persepsi tersebut memotivasi anak untuk melakukan sesuatu, yang
bergerak untuk mengambilnya. Akibat gerakan tersebut anak berhasil mendapatkan
apa yang ditujunya yaitu mengambil mainan yang menarik baginya.
Karakteristik perkembangan fisik anak usia antara 4-6 tahun berada pada
perkembangan early childhood atau masa kanak-kanak awal yang secara teori
dimulai dari usia 3 (tiga) tahun (Papalia, Olds, & Feldman, 2004: 327). Usia ini biasa
disebut usia pra sekolah.
45


Selanjutnya (Yudha M Saputra & Rudyanto, 2005: 135), mengelompokkan
komponen motorik yang perlu dikembangkan pada anak TK sesuai dengan
kompetensi yang telah digariskan oleh pemerintah dalam kurikulum TK tahun 2004
mengenai pengembangan kemampuan motorik anak usia 5-6 tahun yang dituangkan
dalam tabel 2. 1. berikut.
Tabel 2. 1. Kemampuan Fisik / Motorik Anak Usia 5 sd 6 Tahun
Standar
Kompetensi
Kompetensi
Dasar
Hasil Belajar Indikator

Anak mampu
melakukan
gerakan tubuh
secara
terkoordinasi
dalam rangka
kelenturan,
kelincahan, dan
keseimbangan


Anak mampu
menunjukkan
gerakan tubuh
secara
terkoordinasi
dalam rangka
kelenturan,
kelincahan, dan
keseimbangan

Dapat
melakukan
gerakan jari
tangan untuk
kelenturan otot
dan koordinasi
mata (motorik
halus)









Mengurus dirinya sendiri.
Misal makan, mandi,
menyisir rambut,
mencuci dan melap
tangan,
menggosok/membersihka
n sepatu, dan mengikat
tali sepatu
Membuat berbagai
bentuk dengan
menggunakan plastisin,
playdough/tanah liat
Meniru membuat garis
tegak, datar, miring,
lengkung, dan lingkaran
Meniru melipat kertas
sedehana (1-6 lipatan)
Menjahit jelujur dari 5 -
10 lobang dengan tali
sepatu
Menggunting bebas
Merobek bebas
Merekat/menempel
Menyusun balok
berbagai ukuran menjadi
bentuk tertentu
46




Membuat lingkaran, segi
tiga, segiempat
Memegang pensil
dengan benar
Meronce degan manik-
manik

Dapat
melakukan
gerak
berpindah
tempat
sederhana
(gerak dasar
lokomotor)
dalam
permainan
sederhana







Berjalan ke berbagai arah
dengan berbagai cara,
misalnya; berjalan maju
di atas garis lurus,
berjalan di atas papan
titian, berjalan ke depan
dengan tumit, berjalan ke
depan jinjit (angkat
tumit), berjalan mundur
Melompat ke berbagai
arah dengan satu atau
dua kaki
Meloncat dari ketinggian
30-50 cm
Memanjat, bergantung
dan berayun
Berlari kemudian
melompat dengan
seimbang tanpa jatuh
Berlari dengan berbagai
variasi (menyamping, ke
depan dan kebelakang)
Merayap dengan
berbagai variasi
Merangkak dengan
berbagai variasi
Dapat
melakukan
gerakan di
tempat (gerak
dasar non
lokomotor)
dalam
Melakukan gerak
keseimbangan pada saat
duduk dan berdiri
Memutar dan
mengayunkan lengan
Menarik dan mendorong
benda
Meliukkan tubuh
47


permainan
sederhana
Membungkukkan badan
Dapat
melakukan
gerak dasar
memainkan
benda (gerak
dasar
manipulatif)
dalam
permainan
sederhana

Melambungkan dan
menangkap objek (balon,
bola kecil, bola sedang dll)
Menangkap dan melempar
objek (bola kecil, kantong
biji dll) dari jarak kira-kira
1 2 meter.
Memantulkan objek
(balon, bola kecil, sedang,
dan besar, kantong biji dll)
diam ditempat
Memantulkan objek (bola
besar, kantong biji dll)
sambil berjalan/bergerak

G. Pengertian Kognitif
Menurut Webb (1989: 160) cognition is the process of knowing . Artinya
kognisi adalah proses mengetahui. Dikatakan proses, karena menyangkut system
pemerosesan melalaui beberapa tahapan seperti tahap penginderaan melalui sistem
syaraf sensoris yang ada dalam tubuh manusia hingga pembentukan memori jangka
panjang. Proses yang dimaksud adalah perception , attention, memory, problem
solving (Webb, 1989: 160).
Yang dimaksud dengan persepsi adalah memperoleh arti dari objek melalui
alat indra. Atensi artinya memberi perhatian pada salah satu objek, sementara
memory jangka pendek, dan jangka panjang. Problem solving artinya adalah
48


mengambil keputusan untuk memecahkan masalah, melalui pemilihan opsi yang tepat
dan secara tepat.
Menurut pendapat ahli lain, Gabbard dkk. (1987) dalam Sinulingga .A (2000:
31) mengatakan kemampuan kognitif adalah proses berpikir, seperti memecahkan
masalah, membandingkan, mengevaluasi dan kreativitas. Selanjutnya, Monks dkk
(1991: 40) mengatakan bahwa kognisi mengandung proses berpikir dan proses
mengamati yang menghasilkan, memperoleh, menyimpan dan memproduksi
pengetahuan.
Dalam kaitannya dengan kemampuan gerak, Zervas dan Stambulova (1999:
138) mengatakan Cognitive processes refer to how the brain take information and
how it perceives, stores, and uses information to generate patterns of behavior.
Artinya proses kognitif berkaitan dengan bagaimana otak memperoleh
informasi serta mempersepsi, menyimpan, dan menggunakan informasi tersebut
untuk membangkitkan pola perilaku.
H. Tahap Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget dalam Sinulingga.A (2000: 23), perkembangan kognitif
terjadi melalui suatu proses yang di sebut adaptasi. Adaptasi merupakan penyesuaian
terhadap tuntutan lingkungan melalui dua hal yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi merupakan proses dimana anak berupaya untuk menafsirkan pengalaman
barunya yang di dasarkan pada interprestasinya saat sekarang mengenai dunianya.
49


Akomodasi merupakan aspek kedua dari adaptasi dimana anak berusaha untuk
menyesuaikan struktur berpikirnya dengan sejumlah pengalaman barunya. Pada usia
3-6 tahun anak berada pada tahap praoperasional. Pada masa ini anak sudah dapat
berpikir dalam simbol, namun belum dapat menggunakan logika. Dalam periode ini
anak juga sudah dapat berpikir mengenai sebuah benda, orang atau kejadian
walaupun tidak sedang berada atau terjadi di depan mereka.
Berpikir dengan simbol berarti anak sudah dapat menggambarkan berbagai
hal dalam pikirannya tanpa kehadiran benda tersebut. Selanjutnya Piaget, simbol
yang terpenting adalah kata-kata, yang diucapkan kemudian kita tuliskan.
Pengetahuan akan simbol ini akan membuat orang dapat mengingat bentuk, kualitas,
bahkan membicarakannya dengan orang lain di sekitarnya. Oleh sebab itu,
kemampuan berpikir simbolis merupakan kemajuan besar setelah anak melalui tahap
sensori motor. Dalam hal ini anak sudah mengerti bahwa satu tindakan akan
mengakibatkan hal yang lain walaupun belum mengerti hukum sebab akibat secara
jelas.
Menurut Piaget tahap praoperasional memiliki beberapa kelemahan, ini
menunjukkan beberapa ketidak matangan yang dimiliki anak usia 4-6 tahun bila
dibandingkan dengan tahapan sesudahnya. Perkembangan kognitif anak mulai terjadi
sejak ia dilahirkan. Perkembangan kognitif tersebut memiliki tahapan-tahapannya
masing-masing. Piaget dapat menggolongkan perkembangan kognitif pada anak-anak
menjadi dua tahapan yaitu tahapan sensorimotor dan praoperasional. Sensorimotor
50


terjadi pada rentang usia 0 hingga 2 tahun, sedangkan praoperasional terjadi pada
rentang usia 2 hingga 7 tahun.
1. Tahapan Sensorimotor
Tahapan sensorimotor berlangsung sejak kelahiran sampai usia dua tahun.
Dalam tahapan ini bayi membentuk pemahaman dengan mengkoordinasikan
pengalaman-pengalaman sensorik, misalnya penglihatan dan pendengaran, dengan
tindakan fisik motorik. Piaget membagi tahapan sensorimotor ini menjadi beberapa
subtahapan yaitu: (1) refleks-refleks sederhana, (2) kebiasaan-kebiasaan (habits)
yang pertama dan reaksi-reaksi sirkuler primer, (3) reaksi-reaksi sirkuler sekunder,
(4) koordinasi terhadap reaksi-reaksi sirkuler sekunder, (5) reaksi-reaksi sirkuler
tersier, kesenangan bagi anak, dan keingintahuan, (6) skema-skema internalisasi.
a. Refleks-refleks sederhana, subtahapan ini terjadi pada bulan awal kelahiran.
Pada subtahapan ini, sensasi dan tindakan dikoordinasikan melalui perilaku
refleks. Setelah itu, bayi menunjukkan perilaku-perilaku menyerupai gerak-
gerak refleks tersebut tanpa memerlukan stimulus yang lazimnya harus ada
untuk memunculkan gerak-gerak refleks tersebut.
b. Kebiasaan-kebiasaan pertama dan reaksi-reaksi sirkuler primer. Subtahapan
ini berlangsung pada rentang usia 1 sampai 4 bulan. Pada tahapan ini, bayi
mengkoordinasikan sensasi dengan dua tipe skema yaitu reaksi-reaksi sirkuler
primer dan kebiasaan-kebiasaan.
51


Reaksi sirkuler primer adalah suatu skema yang didasarkan pada usaha
menghasilkan kembali suatu kejadian yang awalnya terjadi secara kebetulan.
Reaksi-reaksi sirkuler dan kebiasaan dilakukan dengan duplikasi, yaitu bayi
mengulang tindakan-tindakannya selalu dengan cara yang sama.
c. Reaksi sirkuler sekunder berkembang antara usia 4 hingga 8 bulan. Pada
subtahapan ini, bayi menjadi lebih berorientasi pada objek, berpindah dari
keasyikan terhadap dirinya sendiri.
d. Koordinasi reaksi-reaksi sirkuler sekunder berkembang antara usia 8 hingga
12 bulan. Untuk berkembang pada tahapan ini, seorang bayi harus
mengkoordinasikan pandangan dan sentuhan, tangan, dan mata. Gerakan-
gerakan menjadi lebih terarah dan cenderung disengaja.
e. Reaksi-reaksi sirkuler tersier, kesenangan baru, dan keingintahuan
berkembang pada rentang usia 12 hingga 18 bulan. Pada subtahapan ini, bayi
tergugah minatnya dengan banyaknya objek di lingkungannya. Reaksi-reaksi
sikuler tersier adalah skema di mana bayi secara sadar mengeksplorasi
berbagai kemungkinan baru atas objek-objek di sekitarnya.
f. Internalisasi skema adalah subtahapan sensorimotor yang terakhir.
Subtahapan ini berkembang pada rentang usia 18 hingga 24 bulan. Pada
tahapan ini, bayi mengembangkan kemampuan simbol-simbol primitf. Simbol
adalah sebuah gambar sensorik yang diinternalkan atau kata yang mewakili
sebuah kejadian. Simbol-simbol primitif memampukan bayi berfikir tentang
kejadian-kejadian kongkret tanpa harus memperagakan atau merasakannya.
52


Simbol-simbol itu juga memampukan bayi memanipulasi dan mengubah
kejadian-kejadian yang ada dengan cara-cara sederhana.
2. Tahapan Praoperasional
Dunia anak-anak prasekolah bersifat kreatif, bebas, dan imajinatif. Imajinasi
anak-anak prasekolah terus bekerja sepanjang waktu, dan daya serap mentalnya
tentang dunia makin meningkat. Peningkatan pengertian anak tentang orang, benda,
dan situasi baru diasosiasikan dengan arti-arti yang telah dipelajari semasa bayi.
Piaget menyebut tahap ini sebagai tahap praoperasional.
Tahapan praoperasional berkembang pada rentang usia 2 hingga 7 tahun. Pada
tahapan ini anak mulai merepresentasikan dunia mereka dengan kata-kata, bayangan,
dan gambar-gambar. Pemikiran-pemikiran simbolik berjalan melalui koneksi-
koneksi sederhana dari informasi sensorik dan tindakan fisik. Konsep stabil mulai
terbentuk, pemikiran-pemikiran mental muncul, egosentrisme tumbuh, dan
keyakinan-keyakinan magis mulai terkonstruksi.
Adapun yang dimaksud dengan oprasi adalah tindakan-tindakan internalisasi
yang memampukan anak melakukan secara mental apa yang sebelumnya hanya
dapat mereka lakukan secara fisik (Santrock, 2007: 251). Pemikiran-pemikiran
praoperasional adalah kemampuan menyusun ulang dalam pemikiran anak, hal-hal
yang sudah terbentuk dalam perilaku. Secara garis besarnya, tahapan praoperasional
53


dapat dibagi menjadi dua subtahapan yaitu subtahapan prakonseptual (simbolik) dan
subtahapan intuitif.
a. Subtahap Prakonseptual
Subtahap prakonseptual atau subtahap simbolik berkembang pada rentang
usia 2 hingga 4 tahun. Karakteristik utama subtahapan ini adalah ditandai dengan
munculnya system-sistem lambang atau symbol, seperti bahasa. Pada subtahap ini
anak-anak mengembangkan kemampuan untuk menggambarkan atau membayangkan
secara mental suatu objek yang tidak ada dengan sesuatu yang nyata. Dengan
berkembangnya kemampuan mensimbolisasikan ini, maka anak memperluas ruang
lingkup aktivitasnya yang menyangkut hal-hal yang akan datang, dan juga hal-hal
yang sekarang.
Kemunculan pemikiran simbolis pada subtahap praoperasional dianggap
sebagai pencapaian kognitif yang paling penting. Melalui pemikiran simbolis, anak-
anak prasekolah dapat mengorganisir dan memproses apa yang mereka ketahui. Anak
akan dapat dengan mudah mengingat kembali dan membandingkan objek-objek serta
pengalaman-pengalaman yang telah diperolehnya jika objek dan pengalaman tersebut
mempunyai nama dan konsep yang dapat membantu menggambarkan
karakteristiknya.
Komunikasi yang didasarkan atas pengalaman pribadi akan membantu
perkembangan hubungan sosial diantara anak-anak. Di samping itu, komunikasi juga
akan membantu perkembangan kognitif, dan apabila anak-anak dibiarkan belajar dari
54


pengalaman orang lain. Dengan kata lain, komunikasi memungkinkan individu untuk
belajar dari symbol-symbol yang diperoleh melalui pengalaman orang lain.
Namun anak-anak membuat kemajuan yang unik dalam subtahapan ini, kemajuan
pemikiran mereka masih memiliki beberapa batasan-batasan yang penting, dua
diantaranya adalah egosntrisme dan animisme. Egosentrisme adalah ketidakmampuan
membedakan perspektif diri sendiri dan perspektif orang lain. Sedangkan animisme
adalah keyakinan bahwa objek-objek yang tidak bergerak memiliki kehidupan dan
kemampuan bertindak.
b. Subtahapan intuitif
Subtahapan intuitif berkembang antara usia 4 hingga 7 tahun. Dalam
subtahapan ini, anak-anak mulai menggunakan pemikiran primitif dan ingin tahu
jawaban dari semua pertanyaan. Karakteristik lain dari pemikiran praoperasional
adalah pemusatan perhatian pada satu dimensi dan mengesampingkan semua dimensi
lain. Karaktersitik ini diistilahkan Piaget dengan centration (pemusatan). Pemusatan
terlihat jelas pada anak yang kurang korvasi, yaitu kemampuan untuk memahami
sifat-sifat atau aspek-aspek tertentu dari suatu objek atau stimulus tetapi, tidak
berubah ketika aspek-aspek lain mengalami perubahan.

I. Aspek-aspek Perkembangan Kognitif
Aspek-aspek dalam perkembangan kognitif anak diantaranya persepsi,
memori, dan atensi.

55


1. Perkembangan Persepsi
Anak-anak prasekolah dapat membuat penilaian sederhana sebagaimana yang
dapat dilakukan orang dewasa selama penilaian tersebut melibatkan memori atau
reorganisasi kognitif yang relatif kecil. Tetapi penilaian yang membutuhkan
pemikiran yang lebih kompleks, anak prasekolah sering mengalami banyak
kesalahan dalam apa yang mereka lihat dan mereka dengar. Hal ini terjadi karena
perhatiannya dibelokkan jauh dari stimulus nyata kepada pemrosesan stimulus ini.
Seiring dengan peningkatan ketajaman visual, selama masa awal anak-anak
persepsi visual mereka juga bertambah baik. Peningkatan persepsi visual ini terjadi
melalui dua cara. Menurut Seifert dan Hoffnung, peningkatan persepsi visual anak
ini terlihat dalam dua bentuk; pertama, diskriminasi visual (visual discrimination);
yaitu kemampuan untuk membedakan atau melihat perbedaan-perbedaan terhadap
yang mereka lihat. Seorang anak prasekolah dapat membuat diskriminasi visual
sepanjang perbedaan-perbedaan itu relatif sederhana dan jelas. Kedua, integrasi
visual (visual integration); yaitu kemampuan untuk mengkoordinasikan beberapa
penglihatan dengan tindakan-tindakan fisik secara tepat. Selama tahun-tahun
prasekolah, anak belajar mengintegrasikan visual mereka, belajar menyatukan apa
yang mereka lihat dan menyatukan penglihatan dengan apa yang mereka lakukan.
Meskipun demikian, anak-anak prasekolah masih mengalami keterbatasan
dalam pelaksanaan tugas-tugas perkembangan ini. Anak prasekolah sering
mengalami kesukaran dalam menyatukan tindakan dengan penglihatan ketika
56


berhadapan dengan stimulus yang membingungkan. Misalnya, anak-anak usia 4
tahun mungkin dapat melukis sebuah gambar dengan baik, tetapi hanya sepanjang
mereka tidak berbicara. Untuk berkomentar tentang lukisan mereka, mereka harus
berhenti sejenak dari pekerjaannya. Mereka tidak dapat melakukan pekerjaan sambil
berbicara.
Kemudian, dalam banyak hal perkembangan persepsi pendengaran anak
prasekolah lebih cepat dan persepsi visualnya. Pada usia dua atau tiga tahun,
ketajaman pendengaran anak pada umumnya telah berkembang sangat baik. Artinya,
mereka telah dapat mendengar suara-suara kecil atau lunak seperti halnya orang
dewasa. Mereka juga dapat membedakan nada-nada pembicaraan dengan sangat baik.
Akan tetapi, bagi sebagian anak prasekolah suara-suara ini masih menjadi problem,
bahkan ketika mereka mendengar secara normal sekalipun.
2. Perkembangan Memori
Memori adalah penyimpanan informasi sepanjang waktu. Dibandingkan
dengan bayi, mengukur memori anak-anak jauh lebih mudah, karena anak-anak telah
dapat memberikan reaksi secara verbal. Meskipun demikian, tugas-tugas anak masih
sangat sederhana, karena mungkin anak mengalami kesulitan dalam memahami
perintah-perintah dan tugas-tugas itu, dan mereka mungkin tidak mampu
mengidentifikasi stimulus tertentu (seperti huruf-huruf alfabet).
57


Berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan para ahli psikolog, terdapat
dua tipe memori yaitu memori jangka pendek dan memori jangka panjang.
a. Memori Jangka Pendek
Dalam memori jangka pendek, individu menyimpan informasi selama 15
hingga 30 detik, dengan asumsi tidak ada latihan atau pengulangan. Memori jangka
pendek (short-term memory) ini sering diukur dalam rentang memori (memory span),
yaitu jumlah item yang dapat diulang kembali dengan tepat sesudah satu penyajian
tunggal. Materi yang dipakai merupakan rangkaian urutan yang tidak berhubungan
satu sama lain, berupa angka, huruf, atau simbol. Tes rentang memori pada umumnya
dimasukkan ke dalam tes intelegensi yang dibakukan item-itemnya sebagaimana
menurut Chaplin dalam Desmita (2009: 121). Dengan menggunakan tes ini, terbukti
bahwa rentang memori meningkat bersamaan dengan tumbuhnya anak menjadi lebih
besar. Penelitian Dempster misalnya membuktikan. bahwa rentang memori anak
meningkat sekitar 2 digit pada usia 2 hingga 3 tahun dan sampai sekitar 5 digit pada
usia 7 tahun. Tetapi antara usia 7 hingga 13 tahun, rentang memori hanya meningkat
1,5 digit (Santrock dalam Desmita, 2009: 121).
Menurut Martin Lehmann dkk (2010: 1006), dibandingkan dengan anak-anak
yang lebih besar atau dengan orang dewasa, anak yang lebih kecil lebih mungkin
untuk menyimpan materi berupa visual dalam ingatan jangka pendeknya. Ditemukan
bahwa anak usia 5 tahun mengalami kesulitan mengulang kembali serangkaian
gambar-gambar yang sama dan objek-objek secara visual dibandingkan dengan
58


serangkaian dari gambar-gambar yang tidak sama. Akan tetapi, anak usia 10 tahun
tidak mengalami kesulitan dengan objek-objek yang digambarkan sama secara visual.
Anak yang lebih tua akan melakukan pengulangan secara verbal untuk menyimpan
item-item dalam ingatan jangka pendek, sehingga visual yang muncul tidak relevan.
b. Memori Jangka Panjang
Pada urnumnya anak-anak yang masih kecil memiliki kemampuan memori
rekognisi suatu kesadaran bahwa suatu objek, seseorang, atau suatu peristiwa itu
sudah dikenalinya, atau pernah dipelajarinya pada masa lalu tetapi kurang mampu
dalam memori recall proses memanggil atau menimbulkan kembali dalam ingatan
sesuatu yang telah dipelajari. Dalam studi yang dilakukan oleh Brown dan Scott
dalam Desmita (2009: 121) terlihat bahwa anak usia 4 tahun mencapai kecepatan
75% dan waktunya dalam merekognisi gambar-gambar yang telah diperlihatkan satu
minggu sebelumnya. Beberapa studi juga menunjukkan bahwa anak-anak memiliki
memori rekognisi yang baik sekalipun telah mengalami penundaan untuk jangka
waktu yang lama Martin Lehmann dkk (2010: 1006).
Untuk mengungkapkan perbedaan antara memori anak-anak dengan memori
orang dewasa, pada umumnya yang dilakukan adalah mengukur recall daripada
mengukur recognition, sebab recall membutuhkan strategi pengulangan yang relatif
aktif dan pencarian yang berlangsung terus-menerus dalam memori kita.

59


3. Perkembangan Atensi (perhatian)
Atensi (attention) atau perhatian merupakan sebuah konsep multi-dimensional
yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan ciri-ciri dan cara-cara merespons
dalam cara sistem kognitif (Parkin, 2000) dalam Desmita (2009: 126). Menurut
Chaplin dalam Desmita (2009: 126), atensi adalah konsentrasi terhadap aktifitas
mental. Atensi dapat juga merujuk pada penerimaan beberapa pesan pada suatu waktu
dan mengabaikan semua pesan, kecuali pesan tertentu.
Atensi pada anak telah berkembang sejak masa bayi. Aspek-aspek atensi yang
berkembang pada masa bayi ini memiliki arti yang sangat penting selama tahun-tahun
prasekolah. Penelitian telah menunjukkan bahwa hilangnya atensi (habituation) dan
pulihnya atensi (dishabituation) jika diukur pada 6 bulan pertama masa bayi,
berkaitan dengan tingginya kecerdasan pada tahun-tahun pertama.
John Flavel dalam Desmita (2009: 127) mendeskripsikan empat aspek atensi
yang berkembang seiring dengan bertambah besarnya anak, yaitu:
a. Ketika anak-anak tumbuh semakin besar, ia lebih mampu mengendalikan
atensinya. Mereka tidak hanya memiliki atensi dangkal, tetapi mereka juga
semakin berkembang ketika fokus pada apa yang penting dan mengabaikan
detail-detail yang tidak relevan. Disamping itu, mereka juga dapat memberikan
perhatian lebih daripada satu dimensi atas stimulant secara simultan.
60


b. Seiring dengan perkembangannya, anak-anak menjadi lebih baik dalam
menyesuaikan kemampuan atensinya dengan tugas.
c. Anak-anak mengembangkan kemampuannya untuk merencanakan bagaimana
ia akan mengarahkan atensinya. Mereka akan mencari kata kunci untuk
menentukan sesuatu yang penting dan siap untuk memperhatikan.
d. Anak-anak mengembangkan kemampuan mereka untuk memonitor atensinya,
menetapkan apakah mereka menggunakan strategi yang tepat, dan mengubah
pendekatan saat diperlukan untuk mengikuti rangkaian peristiwa yang
kompleks.
4. Metakognisi
Selain ketiga aspek perkembangan diatas, metakognisi juga menjadi aspek
keterampilan yang penting dan lebih kompleks, sehingga kedudukan atau
pembagiannya tidak sejajar dengan persepsi, memori ataupun persepsi. Metakognitif
adalah pengetahuan tentang pikiran dan kesadaran tentang proses kognisi, atau
pengetahuan tentang pikiran dan cara kerjanya. Metakognitif merupakan suatu proses
menggugah rasa ingin tahu karena kita menggunakan proses kognitif kita untuk
merenungkan proses kognitif kita sendiri. Metakognitif ini memiliki arti yang sangat
penting, karena pengetahuan kita tentang proses kognitif kita sendiri dapat memandu
kita dalam menata suasana dan menyeleksi strategi untuk meningkatkan kemampuan
kognitif kita dimasa yang datang.
61


Sebagai anak yang mulai tumbuh menjadi lebih besar, mereka berusaha
mengetahui tentang pikirannya sendiri, tentang bagaimana belajar dan mengingat
situasi-situasi yang dialami setiap hari, dan bagaimana seseorang dapat meningkatkan
penilaian kognitif mereka. Para ahli psikologi menyebut tipe pengetahuan ini dengan
metakognitif (metacognitive), yaitu pengetahuan tentang kognisi (Santrock, 2002:
315), disebutkan juga bahwa metakognitif adalah knowledge and awareness about
cognitive processes or our thoughts about thinking. Jadi, yang dimaksud dengan
metakognitif adalah pengetahuan dan kesadaran tentang proses kognisi atau
kesadaran kita tentang pemikiran. Metakognitif merupakan suatu proses menggugah
rasa ingin tahu karena kita menggunakan proses kognitif kita untuk merenungkan
proses kognitif kita sendiri. Metakognitif ini memiliki arti yang sangat penting,
karena pengetahuan kita tentang proses kognitif kita sendiri dapat memandu kita
dalarn menata suasana dan menyeleksi strategi untuk meningkatkan kernampuan
kognitif kita di masa mendatang.
Pandangan-pandangan kontemporer tentang kognisi meyakini bahwa efisiensi
dan sistem intelektual secara keseluruhan sangat tergantung pada kemampuan
metakognitif. Pada umumnya teori teori tentang kernampuan metakognitif mendapat
inspirasi dan penelitian J.H. Flavel mengenai pengetahuan metakognitif dan
penelitian A.L. Brown mengenai metakognitif atau pengontrolan pengaturan diri
(self-regulatory) selama pemecahan masalah. Model-model yang muncul belakangan
62


ini menggambarkan beberapa sintesis dan kedua penelitian awal tersebut (John Flavel
dalam Santrock, 2002: 315).
Penelitian Flavel tentang metakognitif lebih difokuskan pada anak-anak.
Flavel menunjukkan bahwa anak-anak yang masih kecil telah menyadari adanya
pikiran, memiliki keterkaitan dengan dunia fisik, terpisah dan dunia fisik, dapat
menggambarkan objek-objek dan peristiwa-peristiwa secara akurat atau tidak akurat,
dan secara aktif menginterpretasi tentang realitas dan emosi yang dialami. Anak-anak
usia 3 tahun telah mampu memahami bahwa pikiran adalah peristiwa mental internal
yang menyenangkan, yang referensial (merujuk pada peristiwa-peristiwa nyata atau
khayalan), dan yang unik bagi manusia. Mereka juga dapat membedakan pikiran
dengan pengetahuan (Santrock, 2002: 315).
Sejumlah peneliti lain lebih tertarik untuk mempelajari kemampuan
metakognitif anak-anak, apakah anak-anak yang masih kecil telah mampu memahami
pikiran-pikiran mereka sendiri dan pikiran-pikiran orang lain. Hala, Chandler dan
Fritz dalam Santrock (2002: 315) misalnya, menemukan bahwa anak-anak yang
masih kecil usia 2 atau 2,5 tahun telah mengerti bahwa untuk menyembunyikan
sebuah objek dan orang lain mereka harus menggunakan taktik penipuan, seperti
berbohong atau menghilangkan jejak mereka sendiri. Weliman dan Gelman dalam
Santrock (2002: 315) juga menunjukkan bahwa pemahaman anak tentang pikiran
manusia tumbuh secara ekstensif sejak tahun-tahun pertama kehidupannya.
Kemudian pada usia 3 tahun anak menunjukkan suatu pemahaman bahwa
63


kepercayaan-kepercayaan dan keinginan-keinginan internal dan seseorang berkaitan
dengan tindakan-tindakan orang tersebut. Secara lebih rinci Weilman menunjukkan
kemajuan pikiran anak usia 3 tahun dalam empat tipe pemahaman yang menjadi dasar
bagi pikiran teoritis mereka, yaitu: (1) memahami bahwa pikiran terpisah dan objek-
objek lain; (2) memaharni bahwa pikiran menghasilkan keinginan dan kepercayaan;
(3) memahami tentang bagaimana tipe-tipe keadaan mental yang berbeda-beda
berhubungan; dan (4) memahami bahwa pikiran digunakan untuk menggambarkan
realitas eksternal.
2. Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini Berdasarkan Kurikulum TK
Dalam Kurikulum PAUD, perkembangan anak dikenal dengan istilah Standar
Perkembangan Akhir Usia (SKAU). Peristilahan Standar Perkembangan Akhir Usia
(SKAU) dapat disamakan dengan istilah Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada
satuan pendidikan SD sampai SMA. Standar Perkembangan Akhir Usia digunakan
sebagai pedoman penilaian dan asesmen perkembangan anak. Matriks perkembangan
kognitif anak usia dini berdasarkan kurikulum PAUD dapat dilihat di bawah ini.
Selanjutnya (Yudha M Saputra & Rudyanto, 2005: 10), mengelompokkan
komponen kognitif yang perlu dikembangkan pada anak TK sesuai dengan
kompetensi yang telah digariskan oleh pemerintah dalam kurikulum TK tahun 2004
mengenai pengembangan kemampuan konitif anak usia 5-6 tahun yang dituangkan
dalam tabel berikut.

64


Tabel 2. 2. Kemampuan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun
Standar
Kompetensi
Kompetensi
Dasar
Hasil Belajar Indikator
Anak mampu
mengenal dan
memahami
berbagai
konsep
sederhana
dalam
kehidupan
sehari-hari
Anak mampu
mengenal
berbagai konsep
sains dan
matematika dalam
kehidupan sehari-
hari. (Kemampuan
berpikir logis,
kritis, memberi
alasan,
memecahkan
masalah,
menemukan
hubungan sebab
akibat)
Mengenal
klasifikasi
sederhana

Mengelompokkan benda
dengan berbagai cara yang
diketahui anak. Misalnya;
Menurut warna, bentuk,
ukuran, jenis, dll
Menunjuk sebanyak-
banyaknya benda, hewan,
tanaman yang mempunyai
warna, bentuk atau ukuran
atau menurut ciri-ciri tertentu

Dapat
mengenal
konsep-konsep
sains sederhan

Mencoba dan menceritakan
apa yang terjadi jika :
o warna dicampur
o proses pertumbuhan
tanaman (biji-bijian,
umbi-umbian, batang-
batangan)
o balon ditiup lalu
dilepaskan
o benda-benda dimasukkan
ke dalam air (terapung,
melayang, tenggelam
o benda-benda yang
dijatuhkan (gravitasi)
o percobaan dengan magnit
o mengamati benda dengan
kaca pembesar.
o mencoba dan
membedakan bermacam-
macam rasa, bau dan
suara

65


Dapat
mengenal
bilangan

Membilang/menyebut urutan
bilangan dari 1 sampai 10
Membilang dengan menunjuk
benda (mengenal konsep
bilangan dengan benda-benda
sampai 5
Menunjukkan urutan benda
untuk bilangan sampai 5
Mengenal konsep banyak -
sedikit, lebih kurang, sama
tidak sama
Menghubungkan /
memasangkan lambang
bilangan dengan benda-
benda sampai 5 ( anak tidak
diseruh menulis)
Menunjuk 2 kumpulan benda
yang sama jumlahnya, yang
tidak sama, lebih banyak dan
lebih sedikit
Menyebutkan hasil
penambahan
(menggabungkan 2 kumpulan
benda) dan pengurangan
(memisahkan kumpulan
benda) dengan benda sampai
5
Dapat mengenal
bentuk geometri
Mengelompokkan bentuk-
bentuk geometri (lingkaran,
segitiga, segiempat)
Menyebutkan benda-benda
yang menunjukkan bentuk-
bentuk geometri
Menyebutkan bentuk benda-
benda yang baru dilihatnya
Dapat
memecahkan
masalah
sederhana

Mengerjakan maze (mencari
jejak) yang sederhana
Menyusun kepingan puzzel
menjadi bentuk utuh (4 6
keping)
Memasang benda sesuai
dengan pasangannya
Menceritakan informasi
tentang sesuatu yang
diperoleh dari buku
Menceritakan kembali suatu
66


informasi berdasarkan
ingatannya
Membedakan konsep kasar
halus melalui panca indera
Dapat
mengenal
konsep ruang

Menyebutkan konsep depan
belakang tengah/diantara,
atas bawah, luar dalam,
pertama terakhir keluar
masuk, naik turun, maju
mundur, kiri - kanan

Dapat
mengenal
ukuran
Membedakan konsep
panjang-pendek, jauh-dekat
melalui mengukur dengan
langkah, jengkal, benang atau
tali
Membedakan konsep berat
ringan, gemuk-kurus melalui
menimbang benda dengan
timbangan buatan dan yang
sebenarnya
Membedakan konsep penuh-
kosong melalui mengisi
wadah dengan air, pasir, biji-
bijian, dll
Membedakan konsep tebal
tipis, tinggi rendah, besar
kecil, cepat lambat
Dapat
mengenal
konsep waktu

Membedakan waktu (pagi,
siang, malam)
Menyebutkan nama-nama
hari dalam satu minggu,
bulan dan tahun
Dapat
mengenal
berbagai pola
Memperkirakan urutan
berikutnya setelah melihat
bentuk atau warna 2 pola
yang berurutan. Misalnya
merah, putih, merah, putih,
merah,.
Meniru pola dengan
menggunakan empat kubus

You might also like