You are on page 1of 42

BAB I PENDAHULUAN

Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (Bayu Suryaninrat; 1985). Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat. Philip Mahwood (1983) mengemukakan bahwa otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber material yang substansial tentang fungsi-fungsi yang berbeda. Otonomi daerah memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya sendiri, sehingga memungkinkan bagi daerah untuk melakukan inisiatif sendiri dalam mengelola dan mengoptimalkan sumber daya daerah. Kebebasan yang terbatas bagi daerah untuk mengelola daerahnya sendiri akan memberikan kemandirian bagi daerah tersebut. Yang dimaksud dengan kebebasan yang terbatas adalah semuah daerah bebas mengambil keputusn politik maupun administrasi tetapi tidak boleh bertentangan dan harus disesuaikan dengan peraturan perundang undangan yang lebih tinggi. Otonomi daerah merupakan penerapan dari ketentuan Undang Undang Dasar 1945, Ketentuan mengenai pelaksanaan otonomi daerah di Indoneisa tercantum dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (7) yang berisi : Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Selanjutnya dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (7) menyebutkan : Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam Undang Undang. Ketentuan tersebut menjadi dasar hukum bagi pembenukan Undang Undang otonomi daerah di Indonesia. Selanjutnya Undang Undang otonomi daerah menjadi dasar pembentukan
Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat 1

peraturan lain di bawahnya menurut tata urutan peraturan perundang undangan di Indonesia. Undang Undang yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia mengalami perubahan perubahan karena mendapatkan berbagai kritik

guna pengambangan otonomi daerah. Perubahan tersebut seperti pada Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah daerah diubah dan digantikan dengan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Selanjutnya Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengalami perubahan- perubahan dan yang terakhir disahkan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah daerah. Perubahan ini Undang Undang tentang pemerintah daerah diikuti dengan peraturan perundang undangan lain yang mengatur otonomi daerah seperti Undang Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah yang digantikan dengan Undang Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Desentralisasi merupakan sebuah alat untuk mencapai salah satu tujuan bernegara, khususnya dalam rangka memberikan pelayanan umum yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis. Desentralisasi dapat diwujudkan dengan pelimpahan kewenangan kepada tingkat pemerintahan di bawahnya untuk melakukan pembelanjaan, kewenangan untuk memungut pajak. Desentralisasi mencakup aspek-aspek politik, administratif, fiskal, dan ekonomi.

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

Sumber : Kuncoro (2004), dalam Hadi Sasana, 2009

Pengaturan hubungan keuangan pusat-daerah didasarkan atas 4 prinsip : 1. Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat di daerah dalam rangka dekonsentrasi di biayai dari dan atas beban APBN. 2. Urusan yang merupakan tugas pemerintah daerah sendiri dalam rangka desentralisasi dibiayai dari dan atas beban APBD. 3. Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat atau pemerintah daerah tingkat atasnya, yang dilaksanakan dalam rangka tugas perbantuan,dibiayai oleh pemerintah pusat atas beban APBN atau pemerintah daerah tingkat atasnyaa beban APBD-nya sebagai pihak yang menugaskan.
4. Sepanjang

potensi

sumber-sumber

keuangan

daerah

belum

mencukupi, pemerintah memberikan sejumlah sumbangan. Desentralisasi fiskal mulai dilakukan pada 1 januari 2001. Melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menggali pendapatan dan melakukan peran alokasi dalam menetapkan

pembangunannya

secara mandiri. Otonomi dan desentralisasi fiskal akan dapat

memeratakan pembangunan sesuai dengan kebutuhan dan menurut potensi masingOtda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat 3

masing daerah. Desentralisasi fiskal dan otonomi daerah akan membuat pelayanan publik serta penarikan pajak akan semakin responsif, selain itu akan Tetapi desentralisasi fiskal memiliki dampak negatif , yaitu banyaknya kepala daerah yang terjerat kasus hukum akibat pelaksaaan tata kelola keuangan yang salah. Maupun perluasan jaringan korupsi. Selain itu, semakin besarnya aliran keuangan negara ke daerah, melalui Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), maupun Dana Alokasi Khusus (DAK).

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Menilai Kinerja Keuangan
Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya. Berikut parameter yang digunakan yaitu : 2.1.1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) menunjukan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat dengan pajak dan restribusi sebagai pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah ini ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain, misalnya bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman. Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya.

2.1.2. Rasio Efektivitas dan Efisiensi Pendapatan Asli daerah Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam

merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah.

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai minimal 1 (satu) atau 100 persen. Namun demikian semakin tinggi rasio efektivitas, menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik. Kemudian agar memperoleh ukuran yang lebih baik, rasio efektivitas tersebut perlu dipadukan dengan rasio efisiensi yang dicapai pemerintah daerah. Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima.

Kinerja

pemerintah

daerah

dalam

melakukan

pemungutan

pendapatan

dikategorikan efisien apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau di bawah 100 persen.Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik. 2.1.3. Rasio Aktivitas Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi presentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti presentase belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Secara sederhana, rasio keserasian itu dapat diformulasikan sebagai berikut :

2.1.4. Debt Service Coverage Ratio (DSCR) DSCR merupakan perbandingan antara penjumlahan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bagian Daerah (BD) dan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), penerimaan Sumber daya Alam dan bagian daerah lainnya serta Dana Alokasi

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

Umum setelah dikurangi Belanja Wajib, dengan penjumlahan angsuran pokok, bunga dan biaya pinjaman lainnya yang jatuh tempo. (PAD+BD+DAU) BW Total (Pokok Angsuran+bunga+Biaya pinjaman)

2.2.

Pembahasan APBD Provinsi Jawa Barat Tahun

Tabel 1.1 Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2001 - 2003 dalam Ribuan Rupiah (000)
Sektor (1) 1. Pendapatan A PENDAPATAN ASLI DAERAH 1 Pajak daerah 2 Retribusi daerah 3 Bagian Laba Usaha Daerah 4 Lain-lain PAD B Sisa Lebih Anggaran Tahun Lalu C Dana Perimbangan 1 2 3 4 5 Bagi Hasil Pajak Bagi Hasil Bukan Pajak Dana alokasi umum Dana alokasi khusus Transfer Lainnya 2001 (2) Rp 2.438.792.600 Rp 1.211.417.720 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 1.126.966.740 9.458.480 22.574.320 52.418.190 284.676.540 942.698.330 313.767.050 76.605.860 552.325.420 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 79.846.290 2.217.836.940 1.532.057.140 324.000.420 125.098.260 344.530 56.770.810 669.995.910 685.779.800 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 50.051.670 2.368.342.680 1.497.925.850 254.242.290 214.802.680 329.530 77.265.780 602.903.650 870.416.830 Rp 3.132.772.220 Rp 1.286.102.730 Rp 551.716.210 Rp 392.076.710 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 2002 (3) 2.757.339.750 1.551.490.970 1.435.020.840 10.529.610 40.492.240 65.448.270 215.798.930 831.284.760 332.913.020 104.491.750 393.880.000 158.765.090 2003 (4) Rp 3.258.228.750 Rp 2.164.337.430 Rp 2.002.378.460 Rp 13.471.540 Rp 60.111.580 Rp 88.375.860

Rp 1.093.891.310 Rp Rp Rp 412.310.810 106.700.390 574.880.120

D Pendapatan lainnya E Urusan Kas dan Perhitungan 2. Belanja Daerah A Belanja Operasi 1 Belanja Pegawai 2 Belanja Barang dan Jasa 3 Belanja Bunga 4 Belanja Hibah 5 Belanja Sosial 6 Belanja Bantuan Keuangan B Belanja Modal

Rp 7

585.425.420

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

C Belanja tidak terduga D Transfer/Bagi Hasil Kab/Kota Sumber : Jawa Barat dalam Angka 2004

Rp

167.923.000

Rp

166.527.790

Rp 70.513.710 Rp 1.190.730.370

Salah satu faktor utama guna membiayai pembangunan daerah adalah dengan penerimaan pemerintah daerah. Penerimaan pemerintah daerah bersumber dari pendapatan asli daerah, berupa pajak, retribusi daerah dan bantuan pemerintah pusat. Peningkatnya kegiatan pembangunan suatu daerah dapat diamati dari realisasi pengeluaran pemerintah daerah, yang terdiri dari pengeluran rutin dan pengeluaran pembangunan. Realisasi Anggaran Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat pada tahun anggaran 2001 2003 selalu mengalami peningkatan, yaitu mencapai Rp 2.438.792.600.000 (2001), Rp 2.757.339.750.000 (2002) dan Rp 3.258.228.750.000 (2003). Dari ketiga

periode tersebut Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan penyumbang terbesar yaitu sebesar Rp 1.211.417.720.000 (2001), Rp 1.551.490.970.000 (2002) dan Rp

2.164.337.430.000 (2003). Proporsi PAD terhadap Pendapatan Provinsi Jawa Barat juga terus meningkat, yaitu 49,7% (2001), 56,3% (2002) dan 66,4% (2003). Hal ini menggambarkan semakin optimalnya pendapatan yang terserap guna melakukan pembiayaan belanja rutin maupun belanja pembanguan. Pajak daerah memberikan kontribusi sebesar Rp 1.126.966.740.000 (2001) Rp 1.435.020.840.000 (2002) dan Rp

2.002.378.460.000 (2003). Realisasi Anggaran Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat tahun 2001 2003 sebesar 2.368.342.680.000 (2002) dan Rp 2.217.836.940.000 (2001), Rp Rp 3.132.772.220.000 (2003).

Rasio Kemandirian Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2001 :

Rasio Kemandirian Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2002 :

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

Rasio Kemandirian Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 :

Ketiga hasil perhitungan rasio kemandirian Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa ketergantungan Provinsi Jawa Barat Terhadap bantuan pemerintah pusat rendah. Terbukti dari rasio kemandirian diatas 1. Selain itu rasio kemandirian dalam periode tiga tahun tersebut selalu mengalami peningkatan yang menggambarkan semakin optimalnya PAD yang diserap oleh Provinsi Jawa barat. Rasio Belanja Rutin terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2001 :

Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2001 :

Berdasarkan Penghitungan rasio belanja rutin dan rasio belanja pembangunan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2001, Provinsi Jawa Barat memprioritaskan belanja daerah untuk belanja rutin, dan belanja Pembangunan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi cenderung kecil. Rasio Belanja Rutin terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2002 :

Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2002 :

Berdasarkan Penghitungan rasio belanja rutin dan rasio belanja pembangunan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2002, Provinsi Jawa Barat masih memprioritaskan belanja daerah untuk belanja rutin, dan belanja Pembangunan untuk menyediakan sarana

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

dan prasarana ekonomi cenderung kecil. Pada tahun ini, Provinsi Jawa Barat sedikit menambah belanja pembangunan dan mengurangi belanja rutin. Rasio Belanja Rutin terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2003 :

Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2003 :

Berdasarkan Penghitungan rasio belanja rutin dan rasio belanja pembangunan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2003, Provinsi Jawa Barat masih memprioritaskan belanja daerah untuk belanja rutin, dan belanja Pembangunan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi cenderung kecil. Pada tahun ini, Provinsi Jawa Barat memperkecil belanja pembangunan dari tahun sebelumnya dan menambah belanja rutin.

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

10

Tabel 1.2

Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2004 dalam Ribuan Rupiah (000)

Sumber : Jawa Barat dalam Angka Tahun 2006 APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2004 menunjukkan masih memperoleh bantuan dana perimbangan dari pusat yang masih cukup besar. Hal ini dikarenakan masih terbatasnya penerimaan daerah. Tolak ukur meningkatnya kegiatan pembangunan suatu daerah dapat diamati dari realisasi pengeluaran pemerintah daerah, yang terdiri dari pengeluran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluran rutin terdiri dari belanja
Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat 11

pegawai, belanja barang dan belanja operasional lainnya, sedangkan pengeluaran pembangunan terdiri dari pengeluaran untuk prasarana fisik dan lain-lain. Realisasi Anggaran Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat pada tahun anggaran 2004, mencapai 4.044.464.690.010 rupiah. Penerimaan terbesar berasal dari Pendapatan Asli Daerah PAD sebesar 2.846.800.735.490 rupiah, pajak daerah menjadi kontributor terbesar. Rasio Kemandirian Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2001 :

Rasio kemandirian daerah Provinsi Jawa Barat tahun 2004 menunjukkan bahwa ketergantungan Provinsi Jawa Barat Terhadap bantuan pemerintah pusat semakin rendah. Terbukti dari rasio kemandirian diatas 1. Selain itu rasio kemandirian Tahun 2004 mengalami peningkatan sebesar 0,44 dari tahun sebelumnya yaitu 1,96 yang menggambarkan semakin optimalnya PAD yang diserap oleh Provinsi Jawa barat.

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

12

Tabel 1.3

Realisasi Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2004 dalam Ribuan Rupiah (000)

Sumber : Jawa Barat dalam Angka tahun 2006 Realisasi Anggaran Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat sebesar 3.670.567.300.180 rupiah. Jenis pengeluaran terbesar berasal dari Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan dan Belanja Aparatur, masing-masing sebesar 1.570.540931.990 rupiah dan 1.029.470.369.890 rupiah. Sedangkan belanja publik guna menunjang sarana dan prasarana masyarakat jawa barat masih sedikit dibandingkan dengan belanja bagi hasil dan bantian keuangan yaitu sebesar 999.659.144.300 rupiah.

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

13

Rasio Belanja Rutin terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2004 :

Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2004 :

Pada Tahun 2004 rasio belanja rutin dan belanja pembangunan tidak berjumlah 1 karena pada tehun tersebut terdapat belanja tak tersangka sebesar 70.896.854.000 rupiah. Pada tahun ini Provinsi Jawa Barat lebih memprioritaskan belanja untuk pembangunan, terlihat dari perhitungan rasio aktivitas di atas. Berbeda dengan tahun - tahun sebelumnya yang selalu menganggarkan belanja pembangunan lebih sedikit dari belanja rutin.

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

14

Tabel 1.4

Perhitungan Surplus / Defisit anggaran pemerintah daerah provinsi jawa barat tahun 2004 dalam ribuan rupiah (000)

Sumber : Jawa Barat dalam Angka tahun 2006 Pada tahun anggaran 2004 Jawa Barat mengalami defisit 373.897.389.290 rupiah untuk pembiayaan, karena jumlah penerimaan daerah lebih kecil dari jumlah pengeluaran. Jumlah penerimaan sebesar 668.422.608.750 rupiah dan jumlah pengeluaran sebesar 1.042.319.998.040 rupiah. Penerimaan terbesar berasal dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu 653.422.608.750 rupiah, dan pengeluaran terbesar berasal dari sisa anggaran tahun berjalan 875.138.565.710 rupiah. Kabupaten Bandung dan kota Bandung adalah daerah yang memiliki total pendapatan dan total penerimaan tertinggi di Jawa Barat.
Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat 15

Tabel 1.5

Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2005 dalam Ribuan Rupiah (000)

Sumber : Jawa Barat dalam Angka tahun 2007 Realisasi Anggaran Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat pada tahun anggaran 2005 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, mencapai

4.824.888.265.550 rupiah pada tahun 2005 sedangkan pada tahun sebelumnya sebesar 4.044.464.690.010 rupiah. Jenis penerimaan terbesar berasal dari Pendapatan Asli Daerah

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

16

sebesar 3.604.767.565.480 rupiah dimana pajak daerah menjadi kontributor terbesar, seperti pada tahun sebelumnya, yaitu sebesar 3.385.936.559.970 rupiah. Rasio Kemandirian Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 :

Rasio kemandirian daerah Provinsi Jawa Barat tahun 2005 menunjukkan bahwa ketergantungan Provinsi Jawa Barat Terhadap bantuan pemerintah pusat semakin rendah. Terbukti dari rasio kemandirian diatas 1. Selain itu rasio kemandirian Tahun 2005 mengalami peningkatan sebesar 0,55 dari tahun sebelumnya yaitu 2,4 yang

menggambarkan semakin optimalnya PAD yang diserap oleh Provinsi Jawa barat. Selain itu peningkatan rasio ketergantungan semakin tinggi dari 0,44 pada tahun 2003 ke 2004 menjadi 0,55 pada tahun 2004 ke 2005.

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

17

Tabel 1.6

Realisasi Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2005 dalam Ribuan Rupiah (000)

Sumber : Jawa Barat dalam Angka Tahun 2007 Realisasi Anggaran Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat sebesar 4.309.282.267.310 rupiah, belanja ini menningkat dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 3.670.567.300.180 rupiah. Pengeluaran terbesar pada tahun anggaran 2005 berasal dari Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan dan Belanja Aparatur, masing - masing sebesar 1.981.114.357.230 rupiah dan 1.145.080.846.910 rupiah.

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

18

Rasio Belanja Rutin terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2004 :

Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2004 :

Pada Tahun 2005 penjumlahan rasio belanja rutin dan belanja pembangunan tidak berjumlah 1 karena pada tahun tersebut terdapat belanja tak tersangka sebesar 69.013.004.030 rupiah. Pada tahun ini Provinsi Jawa Barat terlihat lebih memprioritaskan belanja untuk pembangunan. Berbeda dengan tahun - tahun sebelumnya yang selalu menganggarkan belanja pembangunan lebih sedikit dari belanja rutin selain tahun 2004, mulai tahun 2004 terlihat belanja daerah lebih banyak untuk belanja pembangunan.

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

19

Tabel 1.7

Perhitungan Surplus / Defisit anggaran pemerintah daerah provinsi jawa barat tahun 2005 dalam ribuan rupiah (000)

Sumber : Jawa Barat dalam Angka Tahun 2007 Seperti pada tahun 2004, pada tahun anggaran 2005 Jawa Barat mengalami defisit sebesar 515.605.998.240 rupiah. Angka defisit ini lebih besar dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar 373.897.389.290 rupiah. Jumlah penerimaan pada tahun 2005 sebesar

875.138.565.710 rupiah dan jumlah pengeluaran sebesar 1.390.744.563.950 rupiah. Penerimaan terbesar berasal dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu 875.138.565.710 rupiah, dan pengeluaran terbesar berasal dari sisa anggaran tahun berjalan 1.003.184.186.170.

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

20

Tabel 1.8

Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2006 dalam Ribuan Rupiah (000)

Sumber : Jawa Barat dalam Angka 2008 Pendapatan Asli Daerah Jawa Barat tahun 2006 tidak jauh berbeda dengan pendapatan asli daerah tahun sebelumnya, begitu pula dengan dana perimbangan yang diterima dari pusat. Realisasi Anggaran Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat pada tahun anggaran 2006, mencapai 5.047.199.212.000 rupiah. Penerimaan terbesar berasal dari Pendapatan Asli Daerah PAD sebesar 3.449.101.477.000 rupiah. Seperti pada tahun sebelumnya, pajak daerah masih menjadi kontributor terbesar.
Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat 21

Rasio Kemandirian Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2006 :

Rasio kemandirian daerah Provinsi Jawa Barat tahun 2004 menunjukkan bahwa ketergantungan Provinsi Jawa Barat Terhadap bantuan pemerintah pusat semakin tahun semakin rendah. Terbukti dari rasio kemandirian diatas 1. Selain itu rasio kemandirian Tahun 2006 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang menggambarkan semakin optimalnya PAD yang diserap oleh Provinsi Jawa barat.

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

22

Tabel 1.9

Realisasi Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2005 dalam Ribuan Rupiah (000)

Sumber : Jawa Barat dalam Angka tahun 2008 Realisasi Anggaran Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat tahun 2006 sebesar 4.907.738.253.000 rupiah. Jenis pengeluaran terbesar seperti tahun sebelumnya yang berasal dari Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan dan Belanja Aparatur, tetapi belanja bagi hasil dan bantuan keuangan terpaut jauh dengan belanja publik maupun belanja aparatur, yaitu sebesar 2.416.144.425.000 rupiah, Belanja publik sebesar 1.101.026.308.000 rupiah dan belanja aparatur sebesar 1.329.241.809.000 rupiah.

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

23

Rasio Belanja Rutin terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2006 :

Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2006 :

Pada Tahun 2005 penjumlahan rasio belanja rutin dan belanja pembangunan tidak berjumlah 1 karena pada tahun tersebut terdapat belanja tak tersangka sebesar 61.325.711.000 rupiah. Pada tahun ini Provinsi Jawa Barat terlihat semakin mendukung belanja pembangunan agar tercaai fasilitas publik serta sarana dan prasarana yang akan mendorong aktivitas masyarakat Jawa Barat.

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

24

Tabel 1.10

Perhitungan Surplus / Defisit anggaran pemerintah daerah provinsi jawa barat tahun 2005 dalam ribuan rupiah (000)

Sumber : Jawa Barat dalam Angka Tahun 2008 Seperti pada tahun 2005, pada tahun anggaran 2006 Jawa Barat mengalami defisit sebesar 139.460.962.000 rupiah. Angka defisit ini lebih sedikit dari tahun sebelumnya. Jumlah penerimaan pada tahun 2006 sebesar 1.000.895.099.000 rupiah dan jumlah pengeluaran sebesar 1.140.356.061.000 rupiah. Penerimaan terbesar berasal dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu 1.000.895.099.000 rupiah, dan pengeluaran terbesar berasal dari sisa anggaran tahun berjalan 1.140.356.061.000.

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

25

Tabel 1.11

Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2007 dalam Ribuan Rupiah (000)

Sumber : Jawa Barat dalam Angka Tahun 2009 Kebijakan desentralisasi yang diterapkan pemerintah pusat membuat daerah mempunyai hak yang luas untuk mengatur dirinya sendiri termasuk perencanaan pembangunan daerah yang sesuai dengan kebutuhan wilayahnya. Salah satu faktor utama untuk membiayai pembangunan daaerah adalah penerimaan pemerintah daerah. Penerimaan pemerintah daerah bersumber dari pendapatan asli daerah berupa pajak daerah dan bantuan pemerintah pusat Tolak ukur meningkatnya kegiatan pembangunan
Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat 26

suatu daerah dapat diamati dari realisasi pengeluaran pemerintah daerah, yang terdiri dari pengeluran rutin dan pengeluaran pembangunan. Realisasi Anggaran Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat pada tahun anggaran 2007, mencapai Rp. 6 007,96 milyar atau naik sekitar 48 persen dibandingkan tahun 2006. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan penyumbang terbesar yaitu sebesar 4 221,6 milyar atau sekitar 70,26 persen. Komponen pajak memberikan kontribusi sebesar 3 889,3 milyar. Rasio Kemandirian Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 : 4.221.368.696.220

Rasio kemandirian daerah Provinsi Jawa Barat tahun 2007 menunjukkan bahwa ketergantungan Provinsi Jawa Barat Terhadap bantuan pemerintah pusat meningkat dari tahun 2006. Pada tahun 2006 rasio kemandirian daerah Provinsi Jawa Barat sebesar 2,8, dan pada tahun 2007 mengalami penurunan menjadi 2,4.

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

27

Tabel 1.12 Realisasi Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2007 dalam Ribuan Rupiah (000)

Sumber : Jawa Barat dalam Angka Tahun 2009 Realisasi Anggaran Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat sebesar Rp.5 341,63 milyar. Jenis pengeluaran terbesar berasal dari Belanja Tak Tersangka yang terdiri dari Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan serta Belanja pegawai, masing-masing sebesar Rp. 1 347,8 milyar, Rp. 1 172,47 milyar dan Rp. 975, 39 milyar. Sedangkan belanja untuk berbagai program pemerintah daerah sebesar 1 181,43 milyar yang terdiri dari belanja Barang dan jasa sebesar 820,73 milyar dan belanja barang modal sebesar Rp. 360, 69 milyar . Untuk daerah kabupaten/Kota, Kabupaten Bandung merupakan daerah dengan Pendapatan terbesar Rp. 2 049,96 milyar disusul Kota Bandung sebesar Rp. 1 685,63 milyar dan Kabupaten Bogor sebesar Rp. 1 602,36 milyar.
Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat 28

Rasio Belanja Rutin terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2007 :

Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2007 :

Pada Tahun 2007 penjumlahan rasio belanja rutin dan belanja pembangunan tidak berjumlah 1 karena pada tahun tersebut terdapat belanja tak tersangka sebesar 16.917.690.500 rupiah. Pada tahun ini Provinsi Jawa Barat terlihat semakin mendukung belanja pembangunan agar tercapai fasilitas publik serta sarana dan prasarana yang akan mendorong aktivitas masyarakat Jawa Barat.

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

29

Tabel 1.13

Perhitungan Surplus / Defisit anggaran pemerintah daerah provinsi jawa barat tahun 2007 dalam ribuan rupiah (000)

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

30

Tabel 1.14

Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2008 - 2010 dalam Ribuan Rupiah (000)

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

31

Tabel 1.15 Realisasi Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2008 - 2010 dalam Ribuan Rupiah (000)

Salah satu faktor utama guna membiayai pembangunan daerah adalah dengan penerimaan pemerintah daerah. Penerimaan pemerintah daerah bersumber dari pendapatan asli daerah, berupa pajak, retribusi daerah dan bantuan pemerintah pusat. Peningkatnya kegiatan pembangunan suatu daerah dapat diamati dari realisasi pengeluaran pemerintah daerah, yang terdiri dari pengeluran rutin dan pengeluaran pembangunan.
Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat 32

Realisasi Anggaran Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat pada tahun anggaran 2008 2010 selalu mengalami peningkatan, yaitu mencapai Rp 7.275.007.130.000 (2008), Rp 7.787.181.570.000 (2009) dan pada tahun 2010 mengalami kenaikan yang Rp 9.742.187.780.000 (2010). Dari ketiga periode

cukup signifikan, yaitu sebesar

tersebut Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan penyumbang terbesar yaitu sebesar Rp 5.275.051.500.000 (2008), Rp 5.275.051.500.000 (2009) dan Rp

7.252.242.910.000 (2010). Hal ini menggambarkan semakin optimalnya pendapatan yang terserap guna melakukan pembiayaan belanja rutin maupun belanja pembanguan. Realisasi Anggaran Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat tahun 2001 2003 sebesar Rp 6.110.959.800.000 (2008), Rp 8.193.613.920.000 (2002) dan (2003). Rasio Kemandirian Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 : Rp 11.531.944.460.000

Rasio Kemandirian Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 :

Rasio Kemandirian Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 :

Ketiga hasil perhitungan rasio kemandirian Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa ketergantungan Provinsi Jawa Barat Terhadap bantuan pemerintah pusat rendah. Terbukti dari rasio kemandirian diatas 1. Rasio kemandirian dalam periode tiga tahun tersebut mengalami fluktuasi. Rasio Belanja Rutin terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2008 :

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

33

Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2008 :

Berdasarkan Penghitungan rasio belanja rutin dan rasio belanja pembangunan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2008, Provinsi Jawa Barat memprioritaskan belanja daerah untuk belanja Pembangunan guna menyediakan sarana dan prasarana ekonomi dan belanja untuk rutin cenderung kecil. Rasio Belanja Rutin terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2009 :

Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2009 :

Berdasarkan Penghitungan rasio belanja rutin dan rasio belanja pembangunan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2009, Provinsi Jawa Barat memprioritaskan belanja daerah untuk belanja Pembangunan guna menyediakan sarana dan prasarana ekonomi dan untuk belanja rutin cenderung kecil. Rasio Belanja Rutin terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2010 :

Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2010 :

Berdasarkan Penghitungan rasio belanja rutin dan rasio belanja pembangunan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2009, Provinsi Jawa Barat memprioritaskan belanja daerah untuk belanja Pembangunan guna menyediakan sarana dan prasarana ekonomi dan untuk belanja rutin cenderung kecil.
Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat 34

Tabel 1.16

Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2011 dan 2012 (Juta)

Sektor
(1) 1. Pendapatan A. PENDAPATAN ASLI DAERAH 1. 2. 3. 4. Pajak daerah Retribusi daerah Bagian Laba Usaha Daerah Lain-lain PAD

2011
(2) 11 053 859,587 8 502 643,15 7 696 484,75 50 737,863 229 147,33 526 273,202 2 526 078,026 1 298 760,318 1 181 553,108 45 764,600 25 138,405 13 503 602,46 7 606 879,46 1 442 267,17 8 962,78 814 847,12 491 978,47 2 720 212,92 2 127 593,99 1 000,00 2 688 690,38 317 690,46 1 652 349,08 718 650,83

2012
(3) 14 083 522,413 7 633 383,92 7 586 456,00 46 927,924 237 497,784 216 994,069 2 235 856,731 917 539,691 1 169 960,760 48 356,280 4 214 284,758 16 197 296,98 12 410 127,67 1 650 063,35 10 000,00 485 632,37 13 335,31 2 715 593,79 2 995 624,19 173 878,64 3 394 169,31 358 041,37 1 264 574,19 1 751 553,74

B. Dana Perimbangan 1. 2. 3. 4. 5. Bagi Hasil Pajak Bagi Hasil Bukan Pajak Dana alokasi umum Dana alokasi khusus Transfer Lainnya

C. Pendapatan Lainnya yang Sah 2. Belanja Daerah A. Belanja Tak Tersangka 1. Belanja Pegawai 2. Belanja Bunga 3. Belanja Subsidi 4. Belanja Hibah 5. Belanja Bantuan Sosial 6. Belanja Bagi Hasil 7. Belanja Bantuan Keuangan 8. Belanja Tidak Terduga B. Belanja Langsung 1. Belanja Pegawai 2. Belanja Barang 3. Belanja Modal

Sumber : Jawa Barat dalam Angka Tahun 2013 Realisasi Anggaran Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat pada tahun anggaran 20011 dan 2012 mengalami peningkatan, yaitu Rp 11 053 859 587 000 (2011), dan Rp 14 083 522 413 000 (2012). Dari kedua periode tersebut, Pendapatan Asli Daerah
Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat 35

(PAD) merupakan penyumbang terbesar yaitu sebesar

Rp 8 502 643 150 000 (2011) dan

pada tahun 2012 sebesar Rp 7 633 383 920 000 (2012). Pajak daerah memberikan kontribusi paling besar dalam PAD, yaitu sebesar Rp 7 696 484 750 000 (2011) dan Rp 7 586 456 000 000 (2012). Realisasi Anggaran Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat tahun 2011 dan 2012 sebesar Rasio Kemandirian Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 :

Rasio Kemandirian Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 :

Ketiga hasil perhitungan rasio kemandirian Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa ketergantungan Provinsi Jawa Barat Terhadap bantuan pemerintah pusat rendah. Terbukti dari rasio kemandirian diatas 1. Selain itu rasio kemandirian dalam periode dua tahun tersebut mengalami peningkatan yang menggambarkan semakin optimalnya PAD yang diserap oleh Provinsi Jawa barat. Rasio Belanja Rutin terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2011 :

Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2011 :

Berdasarkan Penghitungan rasio belanja rutin dan rasio belanja pembangunan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2011, Provinsi Jawa Barat memprioritaskan belanja daerah untuk belanja Pembangunan dan belanja rutin kecil.

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

36

Rasio Belanja Rutin terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2012 :

Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2012 :

Berdasarkan Penghitungan rasio belanja rutin dan rasio belanja pembangunan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2011, Provinsi Jawa Barat memprioritaskan belanja daerah untuk belanja Pembangunan dan belanja rutin kecil. Grafik 1.1

Rasio Kemandirian APBD Provinsi Jawa Barat 2001 - 2012


4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 Rasio Kemandirian 1.00 0.50 0.00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Sepanjang tahun 2001 2012 rasio kemandirian maupun rasio aktivitas APBD mengalami Mengalami fluktiasi, tetapi cenderung meningkat dari tahun 2001 2012. Pada tahun 2001 2005 terjadi peningkatan rasio kemandirian yang dcukup pesat pada Provinsi Jawa Barat. Hal ini dimungkinkan oleh menungkatnya pendapatan asli daerah di Provinsi Jawa Barat.

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

37

Grafik 1.2

Rasio Aktivitas APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2001 - 2012


0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Rasio Belanja pembangunan terhadap APBD Rasio belanja rutin terhadap APBD

Pada gambar di atas kita bisa melihat, rasio aktivitas APBD pada tahun 2001 2012. Pada Tahun awal di lakukannya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal APBD lebih banyak digunakan untuk belanja rutin, yang terdiri dari belanja pegawai, belanja modal, belanja operasional lain. Sedangkan pada tahun awal diselenggarakannya desentralisasi fiskal belanja pembangunan lebih sedikit dibandingkan belanja rutin. Selanjutnya pada tahun 2003 Provinsi Jawa Barat Lebih cenderung memprioritaskan belanja pembangunan guna mendukung sarana dan fasilitas kegiatan penunjang aktivitas masyarakat, baik itu dalam bidang ekonomi, pendidikan dan lain lain.

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

38

Grafik 1.3

Pendapatan Daerah, PAD dan Dana Perimbangan tahun 2001 - 2012 dalam miliyar
16 14 12 10 8 6 4 2 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 PAD Dana Perimbangan Pendapatan Daerah

Dari diagram diatas bisa kita simpulkan, pendapatan daerah Provinsi Jawa Barat selalu meningkat setiap tahun dari tahun 2001 2012. Hal ini disebabkan oleh peningkatan PAD yang sebagian besar didominasi oleh sumbangan pajak daerah yang mampu diserap oleh Provinsi Jawa Barat. Selain itu terjadi peningkatan dana perimbangan setiap tahun, hal ini dikarenakan peningkatan penduduk,kebutuhan daerah, peningkatan potensi sumberdaya serta faktor lain yang mempengaruhi besarnya dana perimbangan. Penentuan dana perimbangan ini diatur dalam UU No 12 tahun 2012.

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

39

BAB III PENUTUP


Kesimpulan 1. Kebijakan Desentralisasi membentuk hubungan fiskal pusat dan daerah dalam membentuk daerah otonom yang mandiri melalui pelimpahan wewenang ke pemerintah daerah dan daerah mempunyai hak serta kewajiban yang diatur dalam undang undang no 12 tahun 2008 tentang pemerintah daerah. 2. Transfer ke daerah berupa Dana Perimbangan selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya, hal ini disebabkan oleh peningkatan penduduk, peningkatan kebutuhan daerah, peningkatan putensi sumber daya, kondisi daerah tersebut. 3. Pajak daerah merupakan penyumbang terbesar Pendapatan Asli Derah dengan rata - rata proporsi sebesar 55,2%.

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

40

DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2003. Jawa Barat Dalam Angka 2003. Bandung: Jawa Jawa Barat. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2004. Jawa Barat Dalam Angka 2004. Bandung: Jawa Jawa Barat. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2005. Jawa Barat Dalam Angka 2005. Bandung: Jawa Jawa Barat. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2006. Jawa Barat Dalam Angka 2006. Bandung: Jawa Jawa Barat. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2007. Jawa Barat Dalam Angka 2007. Bandung: Jawa Jawa Barat. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2008. Jawa Barat Dalam Angka 2008. Bandung: Jawa Jawa Barat. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2009. Jawa Barat Dalam Angka 2009. Bandung: Jawa Jawa Barat. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2010. Jawa Barat Dalam Angka 2010. Bandung: Jawa Jawa Barat. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2011. Jawa Barat Dalam Angka 2011. Bandung: Jawa Jawa Barat. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2012. Jawa Barat Dalam Angka 2012. Bandung: Jawa Jawa Barat. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2013. Jawa Barat Dalam Angka 2013. Bandung: Jawa Jawa Barat. Halim, Abdul, 2002, Akuntansi Keuangan Daerah, Jakarta : PT Salemba Emban Patria http://id.wikipedia.org/wiki/Riau. Diunduh Selasa, 15 Oktober 2013.
Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat 41

http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/6FA65F80-C47F-4EB2-A3D8 FE5320E506A/15467/Boks1.pdf. Diunduh Selasa, 15 Oktober 2013. http://www.indonesia.go.id/in/pemerintah-daerah/provinsi-riau/sumber-daya-alam. Diunduh Selasa, 15 Oktober 2013. http://www.indonesia.go.id/in/pemerintah-daerah/provinsi-sumateraselatan/sumber-daya-alam. Diunduh Selasa, 15 Oktober 2013. http://www.otdanews.com/read-news-1-0-73-pengelolaan-keuangan-daerah-di-eradesentralisasi-fiskal.otdanews. Diunduh minggu 14 oktober 2013 Kumorotomo, Wahyudi. 2008. Perubahan Hubungan Fiskal Antar Jenjang Pemerintahan : Studi Banding Tentang Proses dan Efektivitas Kebijakan di Malaysia dan Indonesia. (makalah disajikan pada Seminar Indonesia Malaysia update, kerja sama Universitas Gajah Mada dan University Malaya, Yogyakarta, 27 Mei 2008) Machfud Sidik, Format Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang Mengacu pada Pencapaian Tujuan Nasional , Seminar Nasional : public sector score card, Jakarta, 2002 Sasana, Hadi. 2009. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal (Membangun Kemandirian Daerah). Semarang : BP UNDIP UU No. 12 Tahun 2008, tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah UU No. 32 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Otda dan Desentralisasi Fiskal|Analisis APBD Jawa Barat

42

You might also like