You are on page 1of 23

PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI KLINIS

I. KEADAAN UMUM A. KESADARAN yaitu merupakan suatu keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls aferen dan eferen. Kesadaran disini meliputi dua aspek: 1. Aspek psikiatrik : berhubungan dengan perubahan kesadaran 2. Aspek neurologi : berhubungan dengan penurunan kesadaran Pada aspek neurologi kita dapat memeriksa kesadaran secara kualitatif dan kuantitatif; secara kualitatif kita mengenal beberapa istilah seperti berikut: 1. Komposmentis: - Kesadaran normal - Menyadari seluruh asupan panca indera dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsang baik dalam maupun luar 2. Somnolen/drowsiness - Mengantuk - Mata tampak cenderung menutup - Masih dapat dibangunkan dengan perintah - Masih dapat menjawab pertanyaan meskipun sedikit bingung - Tampak gelisah - Orientasi terhadap sekitar menurun 3. Stupor atau sopor - Lebih rendah dari somnolen - Mata tertutup - Dengan ran gsang nyeri atau suara keras baru mau membuka - Bersuara satu-dua kata - Motorik ~ menghindar terhadap nyeri 4. Semi koma - Mata tetap tertutup ~ dengan nyeri yang kuat - Hanya mengerang tanpa arti - Motorik ~ gerakan primitif 5. Koma - Penurunan kesadaran paling rendah - Dengan rangsang apapun reaksBlogger adalah alat penerbitan blog gratis dari Google untuk memudahkan Anda bertukar pikiran dengan dunia. Blogger membuat Anda mudah mengirim teks, foto dan video ke blog pribadi atau tim Anda.i sama sekali tidak ada Kemudian secara kualitatif kita dapat memeriksa kesadaran dengan menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale), yang dapat diperiksa melalui respon mata, verbal, dan motorik terhadap suatu rangsangan. I. Reaksi membuka mata (E) 4 = buka mata spontan 3 = buka mata bila di panggil (dengan rangsang suara)

2 = buka mata bila dirangsang nyeri 1 = tidak buka mata dengan rangsangan apapun II. Reaksi bicara ( V ) 5 = komunikasi verbal baik, jawaban tepat 4 = bingung, disorientasi waktu, tempat dan orang 3 = dengan rangsangan hanya ada kata-kata tapi tak berbentuk kalimat 2 = dengan rangsangan hanya ada suara tapi tak berbentuk kata 1 = tak ada suara dengan rangsangan apapun. III. Reaksi motorik ( M) 6 = mengikuti perintah 5 = mengetahui tempat rangsangan nyeri dengan menolak rangsangan 4 = dengan rangsangan nyeri menarik anggota badan 3 = dengan rangsangan nyeri timbul reaksi fleksi abnormal 2 = dengan rangsangan nyeri timbul reaksi ekstensi abnormal 1 = dengan rangsangan nyeri tak ada reaksi B. PEMBICARAAN Berbicara adalah salah satu komponen dari bahasa, bahasa sendiri merupakan suatu instrumen dasar komunikasi. Komponen dari bahasa adalah meliputi 6 hal yaitu sebagai berikut beserta cara pemeriksaannya: - Bicara spontan Pasien disuruh menyebutkan sebanyak mungkin nama hewan dalam wkt 60detik, catat kesalahan yg ada (ex:parafasia) (N:18-20, variasi5-7) - Komprehensi Konversasi (dengan mengajak pasien bercakap-cakap), suruhan, pilihan, menunjuk - Menamai - Repetisi 1 kata s/d 1 kalimat; kata&angka N=19 suku kata, jika terganggu maka daerah yang terkena adalah daerah peri-sylvian - Membaca - Menulis Disini kita periksa apakah pasien mengalami gangguan pembicaraan, seperti: - Disartria (pelo/cadel); merupakan gangguan pada artikulasi, pengucapan kata. Pada keadaan ini, kemampuan dalam berbahasa seperti gramatika (tata bahasa), komprehensi, dan pemilihan kata tidak terganggu. Disebabkan oleh gangguan kontrol neuromuskuler pada proses atrikulasi. Hal ini biasanya disebabkan karena ksukaran dalam menggerakkan palatum, lidah, dan bibir sewaktu artikulasi. - Disfonia (serak, bindeng) iaah kesulitan dalam fonasi (mengeluarkan suara atau bunyi). Gangguan neuromuskuler yang melibatkan pita suara dan palatum. - Disprosodia; gangguan pada irama berbicara. Dalam hal ini melodi, ritme, dan intonasi suara terganggu. Sebagai akibatnya pasien berbicara secara monoton.

- Afasia; merupakan gangguan berbahasa, dalam hal ini pasien menunjukkan gangguan dalam memproduksi dan atau memahami bahasa. Dalam hal ini afasia dibagi menjadi afasia motorik dan afasia sensorik yang insyaAllah akan dibahas sendiri dalam bab afasia. C. KEPALA Disini kita periksa bagaimana bentuk dan sikap kepala pasien, apakah ada - Asimetri - Sikap Paksa - Tortikolisis D. MUKA - Mask - Myopatik - Full Moon II. PEMERIKSAAN KHUSUS A. MENINGEAL SIGN a. RANGSANG SELAPUT OTAK Saat terdapat peradangan pada selaput otak (meningitis) atau terdapat benda asing (darah, pada perdarahan sub arahnoid) maka akan terjadi iritasi meningeal dan menimbulkan rangsang selaput otak. Manifestasi subyektif dari keadaan ini adalah berupa sakit kepala, kuduk terasa kaku, fotofobia, dan hiperakusis.Gejala lain dapat berupa tungkai cenderung fleksi, opistotonus (kepala dikedikkan ke belakang dan punggung melengkung ke belakang sehingga pasien berada dalam kondisi ekstensi). Keadaan opistotonus ini sering kita dapatkan pada pada bayi dan anak dengan meningitis atau menigitis tuberkulosa. pemeriksaan: 1. KAKU KUDUK Cara: Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada pasien dengan penurunan kesadaran maka pemeriksaan sebaiknya dilakukan saat ekspirasi. Selain karena rangsang selaput otak, kaku kuduk didapatkan pula pada miositis otot kuduk, abses retrofaringeal, artritis cervikal. 2. KERNIG Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135 derajat , maka dikatakan kernig sign positif. 3. BRUDZINSKY 1 = tanda leher, pemeriksaan ini dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan kaku kuduk CARA:

- Tangan ditempatkan dibawah kepala pasien yg sedang berbaring, kemudian tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada - Tangan yang satu SEBAIKNYA ditempatkan di dada px utk mencegah diangkatnya badan + jika fleksi kedua kaki Lihat ada kelumpuhan/ tdk karena akan dapat memberikan gejala - palsu 4. BRUDZINSKY 2 = tanda tungkai kontra lateral Px baring telentang kemudian tungkai yg akan dirangsang difleksikan pd sendi lutut, tungkai atas difleksikan pd sendi panggul. + : Gerakan reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pd sendi lutut & panggul b. LASEGUE Paisen berbaring, ekstensikan kedua kaki kemudian Fleksikan sendi panggul salah satu kaki dan kaki lain tetap ekstensi N : mencapai 70 derajad sblm timbul rasa sakit, pd or tua hanya 60 derajat + Pd Px rangsangan selaput otak, iscialgia, iritasi plexus lumbosakral (HNP lumbalis) B. NERVUS CRANIALIS Sensoris khusus: - N. I ~ Pembauan - N. II ~ Penglihatan - N. VII dan N. IX ~ Perasa - N. VIII ~ Pendengaran Motorik khusus: - Gerakan Bola Mata N. III; IV; VI - Ekspresi Muka N. VII - Menelan N. IX; X dan XII - Bicara N. IX; X dan XII - Motorik Leher dan Shoulder N. XI - Sensoris muka dan mengunyah N. V 1. N. OLFAKTORIUS [N. I] SYARAT: ^ Airway bebas, tidak ada atropi & pasien dalam kondisi GCS 4-5-6 ^ Bahan yg digunakan dikenal oleh pasien, tdk iritatif / merangsang & menimbulkan sekresi kelenjar yang mengakibatkan hidung buntu. CARA: Px menutup mata, kemudian periksa masing2 hidung dg tembakau, kopi, teh, vanili, atau jeruk. Anosmia: kerusakan N I (trauma kapitis, komplikasi meningitis, meningioma, albinismus (anosmia konngenital), alzeimer --> syndrom foster kennedy (anosmia, atrofi nervus optikus ipsilateral, papil edema kontralateral) Hiposmia: bersifat sementara seperti pada rinitis vasomotor, bersifat menetap seperti usia lanjut Parosmia: tidak dpt mengenali bau (salah menghidu)

Halusinasi: manifestasi psikosis, epilepsi partial kompleks --> kakosmia disertai gerakan mengecap2, cuping hidung mengembang --> bbrp detik --> kejang tonik klonik --> penurunan kesadaran

2. N. OPTIKUS [N. II] Pemeriksaan ini meliputi: - VISUS Penglihatan jauh: kartu snellen Penglihatan dekat: rosenbaum pocked eye chart, hitung jari, lambaian tangan, cahaya lampu Pinhole ~ untuk menghilangkan refractory error - YOJANA PENGLIHATAN/ KONFRONTASI Cara: Pemeriksa berhadapan dengan pasien (30-40 cm). Untuk pemeriksaan mata kanan pasien, mata kiri pasien dan mata kanan pemeriksa ditutup. Pandangan mata Pasien difiksasi. tangan pemeriksa memasuki penglihatan ini. Pasien harus memberitahukan terlihatnya jari. Medan penglihatan pemeriksa digunakan sebagai patokan medan penglihatan yang normal. Maka dari itu, baik pasien maupun pemeriksa harus dapat melihat jari-jari yang bergerak itu pada jarak yang sama, apabila medan penglihatan pasien normal (N: atas 60, bawah 75, temporal 100, nasal 60) Deviation konjugee : mata selalu dilirikkan kesalah satu sisi Lesi kortikal iritasi mata melirik kontralateral lesi Paralitik mata melirik kearah lesi lesi akut 1-2 mgg; fungsi diambil alih hemisfer lain Lesi pons : kebalikan lesi di kortikal lesi menetap, parese menetap lesi kiri tidak dpt melirik kiri) Lesi mesencepalon dorsal:melirik kearah atas involunter secara volunter tidak bisa reaksi pupil dan akomodasi terganggu; Parinaud synd Px pinealoma, hidrocephalus Strabismus; otot mata lumpuh Diplopia; lebih kabur bila px disuruh melihat kearah yg lumpuh - MELIHAT WARNA test ishihara or benang wol berwarna - FUNDUSKOPI 3. N.III. OKULOMOTORIUS, TROKLEARIS, & ABDUSENS [III, IV, VI] a. Pemeriksaan kedudukan bola mata saat diam apakah bola mata di tengah atau bergeser ke lateral? b. Pemeriksaan gerak bola mata - periksa mata secara bergantian - gerakan ke lateral utk m.rectus lateralis [N.VI] - gerakan ke nasal inferior utk m.obliqus superior [N.IV]

- gerakan ke atas lateral utk m.rectus superior [N.III] - gerakan ke atas medial utk m.obliqus inferior [N.III] - gerakan ke bawah lateral utk m.rectus inferior [N.III] c. Pemeriksaan celah mata - ada tidaknya ptosis (lumpuh m.levator palpebra) + miastenia gravis Pemeriksaan exophtalmos - bandingkan kedua bola mata dari samping d. Pemeriksaan pupil - bentuk, lebar, & perbedaan lebar - reaksi cahaya langsung dan konsensuil - reaksi akomodasi dan konvergensi G3 total n.III : ptosis, kelumpuhan saraf simpatis, paralisis m.rec sup, m.rec inf, m.oblq inf Mata mengarah ke luar bwh (rek lat, oblq sup tdk lumpuh) Kelumpuhan parasimpatis: reaksi chy - , midriasis e. Reaksi cahaya langsung dan konsensuil pemeriksaan refleks cahaya langsung, mata yang diperiksa dilakukan peyinaran dengan senter dari arah lateral ke medial.Diperhatikan perubahan ukuran pupil pada mata yg diberi cahaya pemeriksaan refleks cahaya tak langsung, dilakukan peyinaran pada satu mata dengan senter dari arah lateral ke medial.Diperhatikan perubahan ukuran pupil pada mata yg lainnya yg tdk diberi cahaya f. Reflek akomodasi dan konvergensi Suruh penderita melihat jauh ke arah jari tangan tangan kita, kemudian jari pemeriksa mendadak didekatkan ke hidung penderita dan penderita disuruh mengikuti gerakan jari pemeriksa, kita lakukan pengamatan pada kedua mata maka apakah saling mendekat ke medial dan kita lihat juga apakah terdapat pengecilan pada pupil (miosis); reaksi akomodasi positif. + 4. N TRIGEMINUS [N.V] a. SENSORIK distribusi perifer: N V1,V2,V3 nyeri, suhu, dan raba [sensibilitas] Cabang sensorik I : di daerah dahi Cabang sensorik II : di daerah pipi Cabang sensorik III : di daerah rahang bawah b. MOTORIK - Otot masseter - Otot temporal - Otot pterigoideus int/ext Otot Maseter, otot Temporal, otot Pterygoideus internus/eksternus

Pasien disuruh menggigit giginya sekuat-sekuatnya. dilakukan palpasi terhadap kontraksi otot maseter dan temporalis sisi kanan dan kiri. Bila ada kelumpuhan unilateral, maka pada sisi ipsilateral terdapat otot maseter dan temporalis yang tidak berkontraksi atau yang berkontraksi hanya secara lemah. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya. Si pemeriksa berdiri di depan pasien dan mengawasi rahang bawah pasien. Pada kelumpuhan unilateral, rahang bawah akan menyimpang ke sisi ipsilateral pada waktu mulut di buka; muskulus pterigoideus eksternus yang sehat mendorong kondilus mandibulae dan rahang bawah ke depan tanpa dorongan yang mengimbangi dari sisi yang lain. Penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral pada waktu mulut dibuka dapat dikonfirmasi dengan menilai secara khusus kekuatan kontraksi bersama otot-otot pterigoideus internus dan eksternus. Tindakan untuk maksud ini ialah sebagai berikut. Pasien disuruh untuk menggerakkan rahang bawahnya ke samping dan sewaktu pasien melaksanakan perintah, si pemeriksa menahan gerakan rahang tersebut. Jika terdapat kelumpuhan sesisi, maka gerakan ke samping yang lumpuh adalah kuat, sedangkan gerakan ke samping yang sehat adalah lemah atau tidak sama sekali. Kekuatan otot maseter Letakkan kayu penekan lidah ('tong spatel') di atas deretan geraham kiri, lalu perintahkan pasien untuk menggigit kayu itu sekuat-kuatnya. Lakukan test ini untuk gigitan dengan deretan geraham sisi kanan. Lakukan test ini untuk gigitan dengan deretan geraham sisi kiri. Bekas gigitan pada kayu penekan lidah dibandingkan. Lubang gigitan pada sisi maseter yang lumpuh adalah lebih dangkal daripada lubang gigitan dengan maseter yang sehat.

5. N. FASIALIS [N.VII] 1. MOTORIK ^ kondisi DIAM bandingkan asimetri pd lipatan dahi, tinggi alis, sudut mata, lipatan nasolabial, dll ^ kondisi BERGERAK bandingkan asimetri saat mengerutkan dahi, menutup mata, mecucu bersiul, mperlihatkan gigi, dll 2. SENSORIK a. Lakrimasi Tes Schirmer utk memeriksa sekresi air mata Kertas hisap atau lakmus lebar 0,5 cm, panjang 5-10 cm diletakkan pada dasar konjungtiva Tunggu 5 menit untuk menstimulir sekresi air mata dan mengeluarkan sisa-sisa air mata yang terdapat pada sakus lakrimalis. Jumlah yang tertera pada kertas tersebut diukur panjangnya. Dilakukan lagi pemasangan kertas hisap seperti pertama, tetapi kemudian dirangsang dengan bersin atau bahan lain untuk menimbulkan nasolakrimal reflex. Jumlah yang tertera pada kertas tersebut diukur panjangnya (kanan-kiri). Bila beda kanan-kiri > 50%, dianggap patologis.

b. Refleks Stapedius Memasang stetoskop pd teling px dan dilakukan pengetukan lembut difragma stetoskop atau dengan menggetarkan garpu tala 256 Hz dekat stetoskop c. Pengecapan 2/3 anterior lidah Dites rasa pada lidah, dengan menggunakan rasa manis, asin, asam, dan pahit dalam bentuk larutan dalam jumlah sedikit setiap larutan diletakkan disisi lidah yang dijulurkan. Pasien diminta menunjukkan kata-kata manis, asin, asam, dan pahit yang tercantum pada sehelai kertas. Bahan perangsang terdiri dari larutan glukosa 5%, larutan NaCl 2,5%, larutan asam sitrat 1%, dan larutan Quinin HCl 0,075%. Tes dengan larutan Quinin yang pahit harus dilakukan paling terakhir. Setelah setiap jenis citarasa diperiksa, pasien disuruh untuk kumur sampai citarasa yang telah itu tidak meninggalkan rasa bekas lagi Bila daya pengecapan hilang atau berkurang disebut ageusia dan hipogeusia. Bila rasa asin dirasakan sebagai manis dan sebagainya (salah), maka disebut parageusia. 6. N.STATOAKUSTIKUS/VESTIBULOKOKLEARIS [N.VIII] PEMERIKSAAN PENDENGARAN Menilai ada tidaknya tuli konduksi atau persepsi Pemeriksaan meliputi: - Suara bisik - Arloji - Garpu tala [weber,schawbach,rinne] Tes Schwabach. Garputala dibunyikan kemudian ditempatkan di procesus mastoideus penderita.Kemudian pasien diminta untuk memberitahu bila bunyi garpu tala berhenti. Setelah itu pemeriksa menempatkan garpu tala di procesus mastoideus telinganya. Bila si pemeriksa masih dapat menangkap bunyi garpu tala maka pendengaran pasien berkurang. Jika si pemeriksa juga tidak dapat mendengar bunyi garpu tala itu, maka pendengaran pasien adalah normal. RINNE Garpu tala yang sudah dibunyikan ditempatkan di atas tulang mastoid pasien. Kemudian pasien diminta untuk memberitahu bila bunyi garpu tala itu sudah tidak terdengar lagi. Lalu pada saat itu si pemeriksa menempatkan ujung garpu tala di dekat lubang telinga pasien.Krn penghantaran melalui udara lebih baik (normal), maka bunyi garpu tala itu masih terdengar, paling sedikit 2 kali lebih lama daripada waktu bunyi garpu tala terdengar melalui tulang. WEBER Bilamana telinga kedua sisi baik, maka garpu tala yang ditempatkan di verteks akan terdengar sama kerasnya, baik untuk telinga kiri maupu untuk telinga kanan. Bila salah satu

telinga tuli, maka bunyi garpu tala akan terdengar lebih keras oleh salah satu telinga. Fenomen ini dikenal sebagai lateralisasi (pendengaran) PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN Vertigo-- hallpike manuver Cara membangkitkan nistagmus ialah sebagai berikut. Pertama pasien diperiksa dalam posisi telentang, kepala di tengadahkan jatuh ke belakang dgn sudut 30 dari horizon. Kepala dimiringkan ke kanan selama 30 sampai 60 detik dan si pemeriksa mengamat-amati timbulnya nistagmus ritmik, Kemudian nistagmus posisional diamati-amati pada posisi kepala miring ke kiri, dalam posis kepala ke depan dan ke belakang. Tinitus -- keluhan teling berdengung Tes kalori -Untuk rangsangan dingin dengan menggunakan suhu 30C, sedangkan untuk suhu hangat dengan suhu 42C. responnya terhadap rangsangan dingin timbul nistagmus (fase cepatnya) ke sisi kontralateral dari rangsangan, sedangkan pada rangsangan dengan air hangat menimbulkan nistagmus searah dengan arah rangsangan (COWS = cold opposite, warm same side). Bila secara bersamaan kedua telinga diberi rangsang dingin, akan timbul nistagmus ke arah bawah, sedangkan bila diberi rangsangan air hangat secara bersamaan pada kedua telinga akan timbul nistagmus ke atas. 7. N.GLOSSOPHARINGEUS & N. VAGUS [ IX, X ] Terdiri dari: Inspeksi oropharing dalam keadaan istirahat Inspeksi oropharing saat berfonasi Refleks: - refleks muntah/batuk - refleks okulo-kardiac - refleks carotico-cardiac pengecapan 1/3 belakang lidahSensorik khusus gangguan murni di N.XSuara serak/parau sukar menelan cair daripada padat [ggg oesph]Menelan Detak jantung & bising usus Refleks muntah/batuk/ refleks pharing dengan menekan dinding belakang pharing. Refleks oculo-cardiac dengan menekan bola mata responnya dengan bradicardia tapi tidak lebih dari 5-8 perlambatannya. Refleks carotico-cardiac dengan penekanan atau masase pada sinus caraticus pada kondisi normal tidak menyebabkan perubahan fungsi otonom, tapi pada individu rentan biasanya pada atheroselerosis atau hipertensi menyebabkan perlambatan heart rate, turunnya tekanan darah, turunnya cardiac output dan vasodilatasi perifer. Pada kondisi patologis, menimbulkan vertigo, purcat, hilangnya kesadaran (Carotid Sinus Syncope) & kadang-kadang kejang. Oleh karenanya pada dugaan hiperaktivitas refleks ini atau adanya stenosis a. carotis maka tekanan sinus atau arteri dilakukan dengan hati-hati dan hanya satu sisi saja.

8. N. ACCESORIUS [ XI ] Pemeriksaan kekuatan m.trapezius cara: Pasien mengangkat bahu & tangan pemeriksa menahannya Pemeriksaan kekuatan m.sternokleidomastoideus cara: px memalingkan kepala ke arah kanan utk memeriksa sternokleidomastoideus kiri dg tangan pemeriksa menahannya dan sebaliknya 9. HIPOGLOSUS [XII] Pemeriksaan otot lidah dalam keadaan: DIAM dengan membuka mulut lidah akan deviasi ke sisi sehatada parese/paralise sisi sakit karena pada lidah yg parese/paralise tonusnya menurun atau hilang BERGERAK dg menjulurkan lidah pada parese/paralise KIRI lidah akan deviasi ke KIRI karena pada sisi lesi tidak ada kontraksi [yg berpengaruh bukan tonus otot tapi KEKUATAN KONTRAKSI]

C. SENSORIK 1. Eksterosptik/protopatik - Nyeri tajam -Panas -Dingin - Raba halus 2. Proprioseptik - Gerak/posisi - Getar - Tekan 3. Enteroseptik - Referred pain -- ditekan pada daerah columna lumbosakral 4. Kombinasi - Stereognosis - Barognosis D. MOTORIK Sindrom lower motor neuron mempunyai gejala: - Lumpuh - Atoni - Atrofi - Arefleksi

Didapatkan pada kerusakan neuron motorik, neuraksis, neuron motorik (pleksus, saraf spinal, saraf perifer) Sindrom upper motor neuron: pada kerusakan sistem piramidal: - Lumpuh, - Hipertoni, - Hiperrefleksi, - Klonus. - Reflek patologi Pada gangguan gerak yang disebabkan oleh karena sistem ekstra piramidal dan cerebellar maka ita kita tidak akan menemukan adanya kelumpuhan. Pada gangguan sistem ekstra piramidal didapatkan gangguan pada tonus otot, gerakan otot abnormal yang tidak dapat dikendalikan, gangguan pada kelancaran gerakan otot volunter, dan gangguan gerakan otot asosiatif. Ganggguan pada cerebellum akan mengakibatkan gangguan gerak berupa gangguan sikap dan tonus. Selain itu juga kan terjadi ataksia, dismetria, dan tremor intensi ( Tiga ungsi utam serebellum yaitu untuk keseimbangan, tonus otot, dan gerakan volunter). Pemeriksaan: 1. Inspeksi sikap, bentuk, ukuran dan adanya gerak abnormal yang tidak dapat dikendalikan, gaya berjalan, GERAKAN INVOLUNTER Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala pelepasan yang bersifat positif, yaitu dikeluarkan aktivitas oleh suatu nukleus tertentu dalam susunan ekstrapiramidalis yang kehilangan kontrol akibat lesi pada nukleus pengontrolnya. Susunan ekstrapiramidal ini mencakup kortex ekstrapiramidalis, nuklues kaudatus, globus pallidus, putamen, corpus luysi, substansia nigra, nukleus ruber, nukleus ventrolateralis thalami substansia retikularis dan serebelum. Tremor saat istirahat : disebut juga tremol striatal, disebabkan lesi pada corpus striatum ( nukleus kaudatus, putamen, globus pallidus dan lintasan lintasan penghubungnya ) misalnya kerusakan substansia nigra pada sindroma Parkinson.

Tremor saat bergerak ( intensional ) : disebut juga tremor serebellar, disebabkan gangguan mekanisme feedback oleh serebellum terhadap aktivitas kortes piramidalis dan ekstrapiramidal hingga timbul kekacauan gerakan volunter. Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya lengan atau tangan, eksplosif, cepat berganti sifat dan arah gerakan secara tidak teratur, yang hanya terhenti pada waktu tidur. Khorea disebabkan oleh lesi di corpus striataum, substansia nigra dan corpus subthalamicus. Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutama lengan atau tangan atau tangan yang agak lambat dan menunjukkan pada gerakan melilit lilit , torsi ekstensi atau torsi fleksi pada sendi bahu, siku dan pergelangan tangan. Gerakan ini dianggap sebagai manifestasi lesi di nukleus kaudatus. Ballismus: gerakan involunter otot proksimal ekstremitas dan paravertebra, hingga menyerupai gerakan seorang yang melemparkan cakram. Gerkaan ini dihubungkan dengan lesi di corpus subthalamicus, corpus luysi, area prerubral dan berkas porel. Fasikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan spontan pada sisa serabut otot yang masih sehat pada otot yang mengalami kerusakan motor neuron. Kontraksi nampak sebagai keduten keduten dibawah kulit. Myokimia: fasikulasi benigna. Frekwensi keduten tidak secepat fasikulasi dan berlangsung lebih lama dari fasikulasi. Myokloni : gerakan involunter yang bangkit tiba tiba cepat, berlangsung sejenak, aritmik, dapat timbul sekali saja atau berkali kali ditiap bagian otot skelet dan pada setiap waktu, waktu bergerak maupun waktu istirahat. 2. Palpasi Pengukuran besar otot. Nyeri tekan. Kontraktur. Konsistensi ( kekenyalan ). Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada. Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP. Kelumpuhan jenis UMN ( spastisitas ). Gangguan UMN ekstrapiramidal ( rigiditas ).

Kontraktur otot. Konsistensi otot yang menurun terdapat pada. Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot. Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di motor end plate. 3. perkusi Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan berlangsung hanya 1 atau 2 detik saja. Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi ( biasanya terdapat pada pasien mixedema, pasien dengan gizi buruk ). Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh karena kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pGerakan aktifada biasa.. 4. Gerakan aktif dan Gerakan pasif 5. Koordinasi gerak

TONUS OTOT Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan lutut . Pada orang normal terdapat tahanan yang wajar. Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali ( dijumpai pada kelumpuhan LMN). Hipotoni : tahanan berkurang. Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan , ini dijumpai pada kelumpuhan UMN. Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson. KEKUATAN OTOT Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara:

Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa menahan gerakan ini. Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan. Cara menilai kekuatan otot : Dengan menggunakan angka dari 0-5. 0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total. 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendiaan yang harus digerakkan oleh otot tersebut. 2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat ( gravitasi ). 3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat. 4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang diberikan. 5 : Tidak ada kelumpuhan ( normal ). Cara menilai kekuatan otot ada dua cara. Dengan menggunakan angka dari 0 minus 4 Nilai 0 -1 -2 -3 -4 Gerakan bebas + + + + Melawan gravitasi + + + - Melawan pemeriksa + + - - Nilai O berarti normal, -1 = parese ringan, -2 = parese moderat, -3= parese hebat, -4 paralisis.

REFLEKS Reflek merupakan jawaban atas rangsang. Reflek neurologik bergantung pada suatu lengkungan yang terdiri dari jalur aferen yang dicetuskan oleh resptor dan jalur eferen yang mengaktivasi organ efektor. hal ini dinamakan lengkung reflek. Selain lengkung reflek diatas,

didapatkan pula hubungan dengan pusat-pusat yang lebih tinggi di otak yang tugasnya memodifikasi reflek tersebut. bil hubungan dengan pusat yang lebih tinggi terputus, misalnya karena kerusakan pada sistem piramidal, hal ini akan mengakibatkan reflek meninggi. Jenis refleks: 1. Reflek Dalam: 2. Reflek Supefisial: Tingkat jawaban refleks: - = tidak ada reflek sama sekali +_ = kurang jawaban, jawabn lemah + = jawaban normal ++ = jawaban berlebihan, refleks meningkat tidak ada batas yang tegas anrara tingkat reflek yang dikemukakan diats. bila refleksnya negatif, hal ini mudah dipastikan. pada reflek yang meninggi, daerah temp-at memberikanm rangsang biasanya meluas, misalnya reflek kuadrisep femoris, bila ia memninggi, maka tempat merangsang tidak hanya di tendon patela, namun meluas hingga tulang tibia.kontraksi ototpun bertambah hebat, sehingga, mengakibatkan gerakan yang hebat pada persendiannya. jika hebat maka kadang-kadang juga akan timbul klonus. pada reflek yang lemah maka kita perlu palpasi, dengan membuat kontraksi enteng pada muskulus yang akan dirangsang, misalnya dengan mengalihkan perhtian penderita dengan menekukkan tangannya. penilaian simetris atu tidaknya juga sangat pening pada pentakit neurologi. Refleks superficial Refleks dinding perut : Stimulus : Goresan dinding perut daerah, epigastrik, supraumbilical, infra Umbilical dari lateral ke medial. Respons : kontraksi dinding perut Afferent : n. intercostal T 5 7 ( epigastrik ) n. intercostal T 7 9 ( supra umbilical ) n. intercostal T 9 11 ( umbilica )

n. intercostal T 11 L 1 ( infra umbilical ) n. iliohypogastricus n. ilioinguinalis Efferent : idem Refleks cremaster : Stimulus : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah Respons : elevasi testis Ipsilateral Afferent : n. ilioinguinal ( L 1-2 ) Efferent : n. genitofemoralis Refleks biseps ( B P R ) : Stimulus : ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendonm. biseps brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada sendi siku. Respons : fleksi lengan pada sendi siku Afferent : n. musculucutaneus ( c 5-6 ) Efferenst : idem Refleks triceps ( T P R ) : Stimulus : ketukan pada tendon otot triseps brachii, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi Respons : extensi lengan bawah disendi siku Afferent : n. radialis ( C 6-7-8 ) Efferenst : idem

Refleks fisiologis ( tendon / periosteum ) Refleks periosto radialis : Stimulus : ketukan pada periosteum ujung distal os radii, posisi lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi Respons : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi karena kontraksi m. brachioradialis Afferent : n. radialis ( C 5-6 ) Efferenst : idem Refleks periosto ulnaris : Stimulus : ketukan pada periosteum procesus styloigeus ulnea, posisi lengan setengah fleksi dan antara pronasi supinasi. Respons : pronasi tangan akibat kontraksi m. pronator quadratus Afferent: n. ulnaris ( C B-T1 ) Efferent : idem Refleks fisiologis ( tendon / periosteum ) Refleks patella ( K P R ) : Stimulus : ketukan pada tendon patella Respons : ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m. quadriceps Femoris. Efferent : n. femoralis ( L 2-3-4 ) Afferent : idem Refleks achilles ( A P R )

Stimulus : ketukan pada tendon achilles Respons : plantar fleksi kaki karena kontraksi m. gastrocnemius Efferent : n. tibialis ( L. 5-S, 1-2 ) Afferent : idem

Refleks fisiologis ( tendon / periosteum ) - Klonus lutut : Stimulus : pegang dan dorong os patella ke arah distal Respons : kontraksi reflektorik m. quadriceps femoris selama stimulus berlangsung. - Klonus kaki : Stimulus : dorsofleksikan kaki secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi lutut. Respons : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung. Refleks patologis - Babinski Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior. Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning) jari jari kaki. - Chaddock Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral,

sekitar malleolus lateralis dari posterior ke anterior. Respons : seperti babinski - Oppenheim Stimulus : pengurutan crista anterior tibiae dari proksimal ke distal Respons : seperti babinski - Gordon Stimulus : penekanan betis secara keras Respons : seperti babinski - Schaffer Stimulus : memencet tendon achilles secara keras Respons: seperti babinski -Gonda Stimulus : penekukan ( planta fleksi) maksimal jari kaki keempat Respons: seperti babinski - Stransky Stimulus : penekukan ( lateral ) maksimal jari kaki kelima Respons: seperti babinski - Rossolimo Stimulus : pengetukan pada telapak kaki Respons: fleksi jari jari kaki pada sendi interphalangealnya -Mendel - Bechterew Stimulus : pengetukan dorsum pedis pada daerah os

cuboideum Respons : seperti rossolimo - Hoffman Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien Respons : ibu jari, telunjuk dan jari jari lainnya berefleksi - Tromner Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien Respons : seperti Hoffman - Leri Stimulus : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan sikap lengan diluruskan dengan bagian ventral menghadap keatas respons : tidak terjadi fleksi di sendi siku -Mayer Stimulus : fleksi maksimal jari tengah pasien kearah telapak tangan. Respons : tidak terjadi oposisi ibu jari.

E. GAIT DAN KESIMBANGAN Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas serebelum. Serebelum adalah pusat yang paling penting untuk mengintegrasikan aktivitas motorik dari kortex, basal ganglia, vertibular apparatus dan korda spinalis. Lesi organ akhir sensorik dan lintasan lintasan yang mengirimkan informasi ke serebelum serta lesi pada serebelum dapat mengakibatkan gangguan fungsi koordinasi atau sering disebut Cerebellar sign" - Jari tangan- jari tangan Penderita diminta mengabduksikan lengan pada bidang horizontal dan diminta untuk menggerakkan kedua ujung jari telunjuknya saling bertemu tepat ditengah-tengah bidang horizontal tersebut. Pertama dengangerakan perlahan kemudian dengan gerakan cepat, dengan mata ditutup dan dibuka. - Jari tangan- hidung

Bisa dilakukan dengan posisi pasien berbaring, duduk atau berdiri. Dengan posisi abduksi dan ektensi secarakomplit, mintalah pada pasien untuk menyentuh ujung hidungnya sendiri dengan ujung jari telunjuknya. Mula-mula dengan gerakan perlahan kemudian dengan gerakan cepat, baik dengan mata terbuka dan tertutup. - Ibu jari kaki- jari tangan Pasien diminta untuk menunujuk jari kakinya dengan telunjuk tangan kemudian diarahkan jari tangan yang lain secara bergantian - Tapping dengan jari-jari tangan Dilakukan dengan menepuk pinggiran meja/paha dengantelapak tangan secara berselingan bagian volar dan dorsal tangan dengan cepat atau dengan tepukan cepat jari- jari tangan - Tapping dengan jari-jari kaki Penderita diminta untuk secara bergantian mengetuk ngetuk lantai dengan jari2 kaki bergantian kanan dan kiri - Jalan di atas tumit Penderita diminta untuk berjalan dengan bertumpu hanya pada tumitnya - Jalan di atas jari kaki Penderita diminta untuk jalan berjinjit dengan tumpuan jari2 kaki - Tandem walking Penderita diminta berjalan pada satu garis lurus di atas lantai, dengan cara menempatkan satu tumit langsungdi depan ujung jari kaki yang berlawanan, baik dengan mata terbuka atau tertutup - Jalan lurus lalu berputar Penderita diminta untuk berjalan kemudian berputar arah berlawanan dengan pada saat dia berjalan - Jalan mundur Penderita disuruh berjalan mundur - Hopping Penderita diminta untuk melompat - Berdiri dengan satu kaki Penderita diminta berdiri hanya dengan satu kaki sedang satu kaki yang lainnya diangkat - Romberg test Penderita diminta berdiri dengan kedua tumit saling merapat. Pertama kali dengan mata terbuka kemudian penderita diminta menutup matanya. Pemeriksa menjaga jangan sampai penderita jatuh tanpa menyentuhpenderita. Hasil positif didapatkan apabila penderita jatuh pada satu sisi. F. FUNGSI LUHUR 1. APRAKSIA sebelumnya kita kan membahas mengenai "praksis" PRAKSIS Praksis merupakan integrasi motorik yang digunakan untuk melakukan gerakan kompleks yang bertujuan. Praksis konstruksional dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggambar atau membangun gambara atau bentuk 2 atau 3 dimensi. kemampuan ini dapat digunakan untuk mndeteksi gangguan otak organik. Kemampuan konstruksional merupakan fungsi kortikal yang terintegrasi tinggi yang primer dilaksanakan oleh lobus frontalis.

Apraksia merupakan gangguan yang didapat pada gerakan motorik yang dipelajari dan berurutan, yang bukan disebabkan oleh gangguan elementer pada tenaga, koordinasi, sensorik, atau kurangnya pemahaman atau atensi. 1. Apraksia ideomotor merupakan jenis apraksia yang sering dijumpai, pada gangguan ini pederita tidak dapat melakukan gerakan motorik yang sebelumnya ia pernah pelajari, secara akurat. dalam hal ini terdapat ketidak mampuan lobus frontalis untuk mennerjemahkan aksi menjadi gerakan motorik. Gerakan dapat dilihat dari otot bukofasial, ekstremitas atas atau bawah, aau oot badan. misalnya pasien tidak dapat mengikuti perintah " peragakan bagaimana minum dengan menggunakan sedotan" 2. Apraksia ideasional gangguan perencanaan motorik yang kompleks, yang lebih tinggi dari ideomototr. dalam hal ini pasien gagal dalam menjalani aktivitas yag berurutan. contoh : lasien tidak dapat menuangkan air dari dalam teko ke gelas, kemudian meminumnya. dalam hal ini pasien langsung minum dari teko. kelainan ini merupakan disabilitas komplek yang biasa dijumpai pada pasen dengan penyakit otak blateral. penyakit korikal yang difus terutama pada lobu parietal. 2. ALEKSIA, merupakan kata yang digunakan untuk menyatakan kehilangan kemampuan membaca yang sebelumnya ia mampu. 3. AGRAFIA, gangguan pada bahasa yang ditunjukkan dalam penulisan 4. ACALCULIA pangenalan dan manipulasi intelektual simbol matematik dipengaruhi oleh integritas girus angularis di hemisfer yang dominan. acalculia: gagal memanfaatkan simbol matematik diskalkulia: kesulitan dalam berhitung , mengurangi dan menambah sederhana 5. FINGERAGNOSIA, kesulitan mengenal jari tangan 6. MEMBEDAKAN KANA N DAN KIRI

G.REFLEK PRIMITIF SUCKING REFLEKS Sentuhan pd bibir Respon: gerakan bibir, lidah, & rahang seolah-olah menyusu SNOUT REFLEKS Ketukan pd bibir atas Respon: kontraksi otot-otot disekitar bibir/dibawah hidung GRASP REFLEKS Penekanan jari pemeriksa pd telapak tangan px Respon: tangan px mengepal

terdapat pada lesi di lobus frontalis PALMO-MENTAL REFLEKS Goresan ujung pena/ibu jari tangan pemeriksa thd kulit telapak tangan bagian thenar px Respon: kontraksi otot mentalis & orbicularis oris ipsilateral H. AUTONOM - BAB - BAK - Sekresi keringat

You might also like