You are on page 1of 26

BAB I PENDAHULUAN

Lensa mata merupakan struktur globuler yang transparan, terletak di belakang iris, di depan badan kaca. Lensa berbentuk lengkung cakram, tidak mengandung pembuluh darah, dengan tebal 4 mm dan diameter 9 mm. Komponennya terdiri dari 65% air dan 35% protein. Lensa diliputi oleh kapsula lentis yang bekerja sebagai membran semi permeabel yang melarutkan air dan elektrolit untuk makanannya. Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks yang terdiri dari lamel-lamel yang panjang dan konsentris. Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, dan jernih (transparan) karena diperlukan sebagai media penglihatan yang berfungsi memfokuskan berkas cahaya ke retina.1,2 Kelainan pada lensa dapat berupa kekeruhan yang disebut dengan katarak. Katarak dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya yang disebabkan oleh berbagai keadaan. Derajat kepadatan katarak tidak sama dan penyebabnya bisa bermacam-macam, walaupun pada umumnya berkaitan dengan umur (proses aging). Sebagian besar dapat bilateral, derajat katarak dapat sama antara dua mata dapat pula tidak sama pada dua mata, maupun unilateral. Pada mata akan tampak kekeruhan lensa dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat serta pada berbagai lokasi di lensa seperti di korteks dan nukleus. Akibatnya, cahaya yang masuk ke retina akan terhalang.3 Katarak merupakan gangguan visual tersering yang ditemukan di dunia. Diperkirakan 30-45 juta orang di dunia mengalami kebutaan, 45%-nya disebabkan oleh katarak Prevalensinya bervariasi luas pada daerah yang berbeda, meningkat seiring usia. Katarak lebih sering terjadi di daerah dengan paparan sinar matahari tinggi, juga pada daerah miskin yang kekurangan gizi diduga sebagai faktor penting.1

Penyebab katarak meliputi trauma, inflamasi, penyakit metabolik, nutrisi dan proses penuaan. Perubahan biokimia yang secara konsisten terjadi pada katarak meliputi perubahan pada volume cairan pada lensa, kehilangan potasium, peningkatan kalsium, peningkatan konsumsi O2, penurunan asam askorbat. Oksidasi dari komponen membran mungkin merupakan kejadian awal pada pembentukan katarak. Perubahan usia pada lensa mungkin disebabkan oleh fotooksidasi ultraviolet.1 Lensa yang sedang dalam pembentukan katarak ditandai adanya sembab lensa, perubahan protein, nekrosis dan terganggunya keseimbangan normal serabutserabut lensa. Pada umumnya, terjadinya perubahan lensa sesuai dengan tahap perkembangan katarak (katarak insipien, immatur, matur dan hipermatur). Pada katarak matur kekeruhan telah sempurna dan biasanya dapat kita lakukan ekstraksi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi. Tujuan anamnesis adalah untuk memperoleh riwayat katarak serta memperkirakan semua hal yang berhubungan dengan katarak, seperti sudah berapa lama katarak diderita, faktor-faktor predisposisi yang mendasari, gejala yang berhubungan dan lain-lain. Pemeriksaan oftalmologi bertujuan mengkonfirmasi kemungkinan diagnosis seperti derajat katarak, lamanya katarak, kelainan lain yang timbul bersama-sama katarak dan tindakan yang akan dilakukan. Penatalaksanan tergantung pada diagnosis dan temuan-temuan pada pemeriksaan. Tehnik atau prosedur operasi untuk memperbaiki keadaan ini sering dipakai berdasarkan kondisi katarak, keadaan yang timbul bersama-sama katarak dan teknik terbaik yang dipilih oleh operator dalam melakukan tindakan operatif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 EMBRIOLOGI Mata berkembang dari tiga lapis embrional primitif yaitu ektoderm permukaan, termasuk derivatnya krista neuralis, ektoderm neural, dan mesoderm. Ektoderm permukaan selain membentuk lensa juga membentuk glandula lakrimalis, epitel kornea, konjungtiva, glandula adneksa, dan epidermis palpebra. 2-7

Perkembangan mata mulai tampak pada mudigah 22 hari sebagai sepasang lekukan dangkal pada sisi kanan dan kiri otak depan. Dengan menutupnya tabung saraf ,lekukan-lekukan ini membentuk kantong-kantong keluar pada otak depan, yaitu gelembung mata. Gelembung ini selanjutnya menempel pada ektoderm permukaan dan menginduksi perubahan ektoderm. Gelembung mata melakukan invaginasi dan membentuk piala mata yang berdinding rangkap. Lapisan dalam dan luar mata ini mula-mula dipisahkan oleh suatu rongga, ruangan intraretina, yang segera akan menghilang dan kemudian kedua lapisan tersebut saling berlekatan. Invaginasi juga meliputi sebagian permukan inferior piala yang membentuk fissura koroidea. Pembentukan fissura ini memungkinkan arteri hyaloidea mencapai ruangan dalam

mata. Pada minggu ke-7, bibir-bibir fissura koroidea bersatu dan mulut piala mata menjadi lubang bulat yang menjadi pupil.2 Sel-sel ektoderm permukaan yang semula menempel pada gelembung mata mulai memanjang dan membentuk plakoda (lempeng) lensa. Plakoda ini melakukan invaginasi dan berkembang menjadi vesikel (gelembung) lensa. Vesikel ini terdiri dari satu lapis sel-sel kuboid yang menjadi membran dasar (kapsul lensa), dan

mempunyai diameter kira-kira 0,2 mm. Pembentukan vesikel ini terjadi pada hari 33 kehamilan.2-7

Setelah pembentukan gelembung lensa, sel-sel dinding posterior memanjang ke arah depan dan membentuk serabut-serabut panjang yang berangsur-angsur mengisi lumen gelembung lensa tersebut. Pada hari ke 40 kehamilan lumen gelembung lensa secara lengkap menghilang. Sel-sel yang memanjang disebut primary lens fiber (serabut lensa primer). Nuklei serabut lensa primer bergerak mendekati lamina basalis posterior ke dalam serabut lensa dan selanjutnya menjadi piknotik sebagai organel intraseluler. Walaupun sel-sel lapisan posterior gelembung

lensa berdifferensiasi menjadi serabut lensa primer, sel-sel anterior gelembung lensa tidak berubah. Satu lapisan kuboid ini menjadi epitel lensa.
1,2

Pada kehamilan 7 minggu, sel-sel epitel lensa pada daerah ekuator mulai bermultiplikasi secara cepat dan memanjang untuk membentuk serabut lensa sekunder. Sisi anterior berkembang ke arah polus anterior lensa yang menyusupkan dirinya di sebelah bawah epitel lensa. Sisi posteriornya berkembang ke arah polus posterior lensa di dalam kapsul lensa. Serabut lensa posterior terbentuk pada usia kehamilan 2-8 bulan yang membentuk nukleus fetal. 1-2

Serabut-serabut lensa tumbuh pada bagian anterior dan posterior, ketika serabut-serabut bertemu dan bersatu di bagian anterior dan posterior lensa, serabutserabut membentuk pola suture. Suture bentuk Y tegak muncul di anterior dan bentuk Y terbalik pada posterior. Pembentukan lensa selesai pada usia 7 bulan penghidupan foetal. Pertumbuhan dan proliferasi dari serat-serat sekunder berlangsung terus sepanjang hidup tetapi lebih lambat, karenanya lensa menjadi bertambah besar lambat-lambat. Berat lensa saat lahir sekitar 90 mg, dan makin meningkat massanya rata-rata 2 mg pertahun sebagai bentuk serabut yang baru. Setelah 20 tahun pada daerah tengah serabut lensa kurang lunak dan nukleus lensa menjadi kaku. Setelah umur 40 tahun kekakuan nukleus lensa secara klinis menurunkan daya akomodasi, dan umur 60 tahun nukleus menjadi sklerosis dan berubah warna yang sering membuat suture lensa sulit dibedakan.2,3

Saat lensa berkembang, suatu struktur pendukung nutrisi, tunika vaskulosa lentis terbentuk mengelilinginya. Pada usia kehamilan 1 bulan, arteri hialoid memberikan kapiler-kapiler kecil yang membentuk jaringan anastomosis yang menutupi daerah posterior lensa yang sedang berkembang. Cabang-cabang kapsul vaskuler posterior masuk ke dalam kapiler-kapiler kecil yang kemudian tumbuh ke

arah equator lensa, di mana mereka beranastomosis dengan vena-vena khoroid dan membentuk bagian kapsulopupilari dari tunika vaskulosa lentis. Cabang-cabang arteri lentis yang panjang beranastomosis dengan cabang-cabang bagian kapsulopupilari , yang menutupi permukaan anterior lensa. 2

II.2 LENSA Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di belakang iris, lensa ditahan di tempatnya oleh zonula zinni (ligamentum suspensorium lentis), yang melekat pada ekuator lensa menghubungkannya dengan korpus siliaris. Zonula zinni berasal dari lamina basal epitel tidak berpigmen prosesus siliaris. Zonula zinnia melekat pada bagian ekuator kapsul lensa, 1,5 mm pada bagian anterior dan 1,25 pada bagian posterior. Di sebelah anterior lensa terdapat humor akuos sedangkan di sebelah posteriornya, vitreus. Lensa dan vitreus dipisahkan oleh membrana hyaloidea.
2-4

Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung dari pada permukaan anterior. Pada saat baru lahir jarak ekuator lensa sekitar 6,4 mm dan jarak

anterioposterior 3,5 mm dan beratnya sekitar 90 mg. Pada lensa dewasa jarak ekuator sekitar 9 mm dan jarak anteroposterior 5 mm dan beratnya sekitar 255 mg. 2 Lensa tidak mempunyai persarafan dan pembuluh darah. Selama embriogenesis mendapatkan perdarahan dari pembuluh darah hyaloids dan setelah itu secara total suplainya tergantung pada humor akuous dan vitreus. Lensa terdiri dari tiga bagian yaitu kapsul elastis dan epitelium lensa yang terletak pada permukaan anterior lensa, korteks dan nucleus.1,2,3

Gambar 1. Bagian-Bagian Lensa

1. Kapsul Lensa Kapsul lensa merupakan membrana basalis elastis yang dihasilkan oleh epithelium lensa yang membungkus sekeliling lensa. Pada bagian anterior dibentuk oleh sel-sel epitel dan di posterior oleh serabut kortikal. Sintesa kapsul anterior berlangsung sepanjang kehidupan sehingga ketebalannya meningkat, sedangkan kapsul posterior relative konstan. Ketebalan kapsul anterior 15,5 mikrometer dan kapsul posterior 2,8 mikrometer. 1, 2 Di bawah mikroskop cahaya kapsul lensa terlihat homogen, tetap dengan mikroskop elektron tampak terdiri 40 lamella. Lamella terdiri dari serabut retikuler yang berisi matriks yaitu glikoprotein berhubungan dengan kolagen tipe IV dan glikosaminoglikan sulfat. Mukopolisakarida heparin sulfat tersusun kurang dari 1% pada kapsul lensa tetapi peranannya sangat penting dalam penentuan struktur dari matriks, dimana pada keadaan kritis mempertahankan kejernihan lensa. 2

2. Epitel Lensa Epitel lensa hanya ditemukan pada permukaan anterior lensa, pada daerah ekuator sel ini memanjang dan berbentuk kolumner yang tersusun secara meridional. Epitel ini mempunyai kapasitas metabolik untuk membawa keluar semua aktivitas sel normal, termasuk DNA, RNA, protein dan biosintesa lemak, dan untuk menghasilkan ATP yang berguna untuk menghasilkan energi yang diperlukan lensa. 2,6

3. Nukleus dan Korteks Nukleus lensa lebih keras dari korteks. Serabut-serabut lamellar subepitelial terus berproduksi sesuai dengan usia, sehingga lensa secara gradual menjadi lebih besar dan kurang elastis. Nukleus dan korteks terbuat dari lamellar konsentris memanjang. Tiap serat mengandung inti, yang pipih dan terdapat di bagian pinggir lensa dekat ekuator, yang berhubungan dengan epitel subkapsuler. Serat-serat ini saling berhubungan di bagian anterior. Garis sutura dibentuk oleh gabungan ujung ke ujung serabut lamellar ini dan bila dilihat dengan lampu celah berbentuk Y. Bentuk Y ini tegak di anterior dan terbalik di posterior huruf Y yang terbalik. 1,2

II. 3

FISIOLOGI LENSA Sel-sel epitelial lensa pada ekuator membelah dan berkembang sepanjang

kehidupan dan tingkat metabolisme paling tinggi adalah epitel. Oksigen dan glukosa diutilisasi oleh epitel lensa untuk sintesis protein dan transport aktif elektrolit, karbohidrat, dan asam amino ke dalam lensa. Energi kimia diperlukan untuk menjaga pertumbuhan sel dan transparansi. Aqueous humor berfungsi sebagai sumber nutrisi dan tempat pembuangan sampah dari lensa. 2 1. Pemeliharaan keseimbangan air dan kation lensa Mekanisme yang mengontrol keseimbangan air dan elektrolit, penting dalam memelihara kejernihan lensa. Karena transparansi lensa berhubungan erat dengan komponen struktural dan makromolekul, pertubasi hidrasi air dapat berujung pada

pengeruhan. Sekitar 5% volume lensa adalah air yang terdapat diantara serabut lensa di ruangan ekstraseluler. Konsentrasi natrium dalam lensa sekitar 20 mM, dan konsentrasi kalium sekitar 120 mM. Pada aqueous humor dan vitreous humor kadar natrium lebih tinggi, sekitar 150 mM, sedangkan kalium sekitar 5 mM.2 2. Epitel lensa: situs transport aktif Keseimbangan kation antara lensa sebelah dalam dengan bagian luarnya adalah akibat sifat-sifat permeabilitas membran sel lensa dan aktivitas pompa natrium (Na+, K+-ATPase) yang berada dalam membran sel epitel lensa dan tiap sel serabut. Epitel merupakan situs utama transport aktif dalam lensa. Pompa natrium berfungsi dengan memompa ion natrium keluar sambil mengambil ion kalium masuk. Mekanisme ini bergantung pada pemecahan ATP dan diatur oleh enzim Na+, K+ATPase. Inhibisi Na+, K+-ATPase mengakibatkan hilangnya keseimbangan kation dan peningkatann kadar air dalam lensa.2

10

3. Teori pompa-kebocoran Kombinasi transport aktif dan permeabilitas membran sering disebut sebagai sistem pompa-kebocoran lensa. Menurut teori pompa-kebocoran, kalium dan berbagai molekul lain seperti asam amino secara aktif ditransportasikan ke dalam bagian anterior lensa melalui epitel. Mereka kemudian berdifusi sesuai dengan gradien konsentasi menuju bagian belakang lensa, dimana tidak terdapat mekanisme transport aktif. Natrium mengalir masuk melalui bagian belakang lensa sesuai dengan gradien konsentrasinya dan kemudian dipertukarkan secara aktif sebagai ganti kalium oleh epitel. Kalium terkonsentrasi pada anterior lensa dan natrium pada posterior. epitel merupakan situs utama transport aktif dalam lensa. Maka, natrium dipompa melalui sisi anterior lensa ke dalam aqueous humor, dan kalium bergerak dari aquoeus humor menuju lensa. Pada permukaan posterior lensa (perhubungan lensavitreous), pergerakan solute terjadi sebagian besar oleh difusi pasif. Pengaturan asimetris ini berakibat pada gradien natrium dan kalium pada lensa, dengan konsentrasi kalium yang lebih besar pada anterior lensa dan lebih sedikit pada posterior. Sehingga, natrium terkonsentrasi pada bagian posterior lensa dan kurang pada anterior. 2,3,10 Distribusi elektrolit yang tidak merata pada membran sel lensa berakibat pada perbedaan potensial elektrik antara bagian dalam dan luar lensa. Bagian dalam lensa adalah elektronegatif, sekitar -70 mV. Bahkan terdapat perbedaan potensial sebesar 23 mV diantara permukaan anterior dan posterior lensa. Perbedaan potensial normal sekitar 70 mV dapat berubah sewaktu-waktu dengan perubahan aktivitas pompa atau permeabilitas membran. Kadar interseluler normal kalsium pada lensa adalah sekitar 30 mM, sedangkan kadar kalsium di luar lensa adalah mendekati 2 M. Gradien transmembran yang besar ini terutama dipertahankan oleh pompa kalsium (Ca2+ATPase). Membran sel lensa juga relatif impermeabel terhadap kalsium. Kehilangan homeostasis kalsium dapat sangat mengganggu metabolisme lensa. 2,3,10

11

4. Akomodasi Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk menerima objek sinar dan memfokuskan ke retina. Derajat akomodasi tergantung kapasitas lensa untuk merubah bentuknya dari bentuk bulat panjang (penglihatan jauh) menjadi bentuk bulat

(penglihatan dekat). Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris mengalami relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya terkecil sehingga berkas cahaya paralel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang, sehingga lensa yang lentur ini berubah bentuknya menjadi lebih bulat. Kemampuan lensa untuk berakomodasi lebih kuat pada usia muda. Kapasitas ini tergantung pada hubungan kortek dengan inti. Pada usia muda, intinya kecil dan korteknya tebal dan lembut yang memungkinkan perubahan bentuk secara leluasa, sehingga bentuk lensa hampir bulat. Pada usia lanjut intinya besar dan korteknya tipis sehingga perubahan bentuk lensa hanya sedikit.2,10 II. 4 KATARAK SENILIS Katarak senilis biasanya mulai pada usia 50 tahun. Kedua mata dapat terlihat dengan derajat kekeruhan yang sama atau berbeda. Patogenesis katarak senilis sangat multifaktorial dan belum sepenuhnya dipahami. Seketika lensa menua, lensa akan bertambah berat dan ketebalannya dan menurun daya akomodasinya. Seketika lapisan serabut kortikal terbentuk secara konsentris, nukleus lensa mengalami kompresi dan pengerasan (sklerosis nuklear). Lensa protein diubah oleh modifikasi dan agregasi protein menjadi protein dengan berat molekul yang lebih tinggi. Akibat protein beragregasi menyebabkan fluktuasi tiba tiba pada indeks refraktif lensa, hamburan sinar, dan mengurangi transparansi. Modifikasi kimia dari protein lensa nuklear menyebabkan pigmentasi progressif. Lensa akan semakin menguning atau menjadi coklat seiring dengan penuaan. Perubahan lainnya pada lensa adalah menurunnya konsentrasi gluthation dan kalium, meningkatnya konsentrasi natrium dan kalsium dan meningkatnya hidrasi.

12

Gambar 2. Perbandingan Lensa Jernih dan Lensa Katarak

II.4.1 Epidemiologi Penelitian-penelitian di Amerika Serikat mengidentifikasi adanya katarak pada sekitar 10% orang, dan angka kejadian ini meningkat hingga sekitar 50% untuk mereka yang berusia antara 65 sampai 74 tahun, dan hingga sekitar 70% untuk mereka yang berusia lebih dari 75 tahun. Sperduto dan Hiller menyatakan bahwa katarak ditemukan lebih sering pada wanita dibanding pria. Pada penelitian lain oleh Nishikori dan Yamomoto, rasio pria dan wanita adalah 1:8 dengan dominasi pasien wanita yang berusia lebih dari 65 tahun dan menjalani operasi katarak.4 Ophthamologist dr. Hadi Prakoso dari Klinik Mata Nusantara mengatakan penyakit dan kelainan mata yang menyebabkan kebutaan paling banyak ditemui di Indonesia, antara lain katarak (47%), kelainan retina termasuk ablasio retina (14%), glaukoma (12%), dan sisanya jenis penyakit mata lainnya. Menurut survei terakhir, jumlah penderita katarak di dalam negeri mencapai 1,1% dari populasi atau sekitar 2,4 juta jiwa. Setiap tahun penderita kebutaan akibat katarak terus meningkat sekitar 100 ribu hingga 150 ribu orang per tahun.8

13

II.4.2 Etiologi Katarak senilis ada hubungan dengan bertambahnya umur dan kaitan dengan proses ketuaan yang terjadi di dalam lensa. Perubahan yang tampak adalah bertambah tebalnya nukleus dengan berkembangnya lapisan korteks lensa. Secara klinik proses ketuaan korteks lensa sudah tampak dalam pengurangan kekuatan akomodasi lensa akibat mulai terjadinya sklerosis lensa yang timbul pada dekade ke empat yang dimanifestasikan dalam bentuk presbiopia. Duke Elder mencoba membuat ikhtisar dari penyebab-penyebab yang dapat menimbulkan katarak sebagai berikut : 1. Sebab-sebab biologik : (a) Karena usia tua. Seperti juga pada seluruh makhluk hidup maka lensa pun mengalami proses tua dimana dalam keadaan ini ia menjadi katarak. (b) Pengaruh genetik. Pengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses degenerasi yang timbul pada lensa. 2. Sebab-sebab imunologik : Badan manusia mempunyai kemampuan membentuk antibodi spesifik terhadap salah satu dari protein-protein lensa. Oleh sebab-sebab tertentu dapat terjadi sensitisasi secara tidak disengaja oleh protein lensa yang menyebabkan terbentuknya antibodi tersebut. Bila hal ini terjadi maka dapat menimbulkan katarak. 3. Sebab-sebab fungsional : Akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek yang buruk terhadap serabutserabut lensa dan cenderung memudahkan terjadinya kekeruhan pada lensa. Ini dapat terlihat pada keadaan-keadaan seperti intoksikasi ergot, keadaan tetani dan aparathyroidisme. 4. Gangguan yang bersifat lokal terhadap lensa, dapat berupa: (a) Gangguan nutrisi pada lensa,

14

(b) Gangguan permeabilitas kapsul lensa, (c) Efek radiasi dari cahaya matahari. 5. Gangguan metabolisme umum : Defisiensi vitamin dan gangguan endokrin dapat menyebabkan katarak misalnya seperti pada penyakit diabetes melitus atau hyperparathyroidisme. II. 4. 3. Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan bentuk/ lokasinya lensa, terdapat tiga mayor katarak yaitu mengenai korteks, nuklear, dan subkapsular posterior. 4,10 1. Katarak Nuklear Sklerosis pada inti lensa yang menyebabkan kapasitas sentral pada lensa. Berjalan lambat, bilateral/unilateral. Inti homogen tanpa lapisan selular. Gejalanya penglihatan lebih terang bila melihat pagi hari/malam hari. 2. Katarak Kortikal Perubahan komposisi ionik pada korteks lensa yang menyebabkan opasitas korteks. Biasanya asimetris. Gejalanya penglihatan berasap dan diplopia monoculer. 3. Katarak Subkapsular Posterior Opasitas granular seperti plak pada korteks. Etiologi: Trauma, kortikosteroid sistemik dan topikal, inflamasi, radiasi. Gejala: Pandangan silau, visus menurun ditempat terang, diplopia monokuler. Berdasarkan stadiumnya matruritasnya, katarak senilis dibagi menjadi stadium insipien, stadium imatur, stadium matur, dan stadium hipermatur. 1. Stadium insipien Stadium yang paling dini, yang belum menimbulkan gangguan visus. Kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer berupa bercak-bercak seperti baji (jari-jari roda), terutama mengenai korteks anterior, sedangkan aksis

15

relatif masih jernih. Gambaran ini disebut spokes of a wheel yang nyata bila pupil dilebarkan. 2. Stadium imatur Kekeruhan belum mengenai eluruh lapisan lensa. Kekeruhan terutama terdapat di bagian posterior dan bagian belakang nukleus lensa. Kalau tidak ada kekeruhan di lensa, maka sinar dapat masuk ke dalam mata tanpa ada yang dipantulkan. Oleh karena kekeruhan di bagian posterior lensa, maka sinar oblik yang mengenai bagian yang keruh ini akan dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan, terlihat di pupil ada daerah yang terang sebagai refleks pemantulan cahaya pada daerah lensa yang keruh dan daerah yang gelap, akibat bayangan iris pada lensa yang keruh. Keadaan ini disebut shadow test (+). 3. Stadium matur Pada stadium ini lensa telah menjadi keruh seluruhnya, sehingga semua sinar yang melalui pupil dipantulkan kembali di permukaan anterior lensa. Tak ada bayangan iris. Shadow test (-). Di pupil tampak lensa yang seperti mutiara. Shadow test membedakan stadium matur dari imatur, dengan syarat harus diperiksa lebih lanjut dengan midriatika, oleh karena pada katarak polaris anterior juga terdapat shadow test (-), karena kekeruhan terletak di daerah pupil. Dengan melebarkan pupil, akan tampak bahwa kekeruhan hanya terdapat pada daerah pupil saja. Kadang-kadang, walaupun masih stadium imatur, dengan koreksi, visus tetap buruk, hanya dapat menghitung jari, bahkan dapat lebih buruk lagi 1/300 atau satu per tak hingga, hanya ada persepsi cahaya, walaupun lensanya belum keruh seluruhnya. Keadaan ini disebut vera matur. 4. Stadium hipermatur Korteks lensa yang konsistensinya seperti bubur telah mencair, sehingga nukleus lensa turun oleh karena daya beratnya ke bawah. Melalui pupil, pada daerah yang keruh, nukleus ini terbayang sebagai setengah lingkaran di bagian

16

bawah, dengan warna yang lain daripada bagian yang diatasnya, yaitu kecoklatan. Pada stadium ini juga terjadi kerusakan kapsul lensa, yang menjadi lebih permeabel, sehingga isi korteks yang cair dapat keluar dan lensa menjadi kempis, yang di bawahnya terdapat nukleus lensa. Keadaan ini disebut katarak Morgagni. Pada perjalanan dari stadium I ke stadium IV, dapat timbul suatu keadaan yang disebut intumesensi yaitu penyerapan cairan bilik mata depan oleh lensa sehingga lensa menjadi cembung dan iris terdorong ke depan, bilik mata depan menjadi dangkal. Hal ini tidak selalu terjadi. Pada umumnya terjadi pada stadium II.

Gambar 3. Stadium Perkembangan Katarak Senilis

II.4.1 Gambaran Klinis Gambaran klinis yang dapat ditemui antara lain adalah: 1.Penurunan ketajaman visus Katarak secara klinis relevan jika menyebabkan penurunan signifikan pada ketajaman visual, baik itu dekat maupun jauh. Biasanya akan ditemui

17

penurunan tajam penglihatan dekat signifikan dibanding penglihatan jauh, mungkin disebabkan oleh miosis akomodatif. Jenis katarak yang berbeda memiliki tajam penglihatan yang berbeda pula. Pada katarak subkapsuler posterior dapat sangat mengurangi ketajaman penglihatan dekat menurun daripada penglihatan jauh. Sebaliknya katarak nuklear dikaitkan dengan tajam penglihatan dekat yang tetap baik dan tajam penglihatan jauh yang buruk. Penderita dengan katarak kortikal cenderung memperoleh tajam penglihatan yang baik.4,10

2.Silau Seringkali penderita mengeluhkan silau ketika dihadapkan dengan sinar langsung. Biasanya keluhan ini ditemukan pada katarak subkapsuler posterior dan juga katarak kortikal. Jarang pada katarak nuklearis.4,10 3.Sensitivitas kontras Sensitivitas kontras dapat memberikan petunjuk mengenai kehilangan signifikan dari fungsi penglihatan lebih baik dibanding menggunakan pemeriksaan Snellen. Pada pasien katarak akan sulit membedakan ketajaman gambar, kecerahan, dan jarak ruang sehingga menunjukkan adanya gangguan penglihatan. 4,10 4. Pergeseran miopia Pasien katarak yang sebelumnya menggunakan kacamata jarak dekat akan mengatakan bahwa ia sudah tidak mengalami gangguan refraksi lagi dan tidak membutuhkan kacamatanya. Sebaliknya pada pasien yang tidak menggunakan kacamata, ia akan mengeluhkan bahwa penglihatan jauhnya kabur sehingga ia akan meminta dibuatkan kacamata. Fenomena ini disebut pergeseran miopia atau penglihatan sekunder, namun keadaan ini bersifat sementara dan terkait dengan stadium katarak yang sedang dialaminya.4,10

18

5. Diplopia monokuler. Pada pasien akan dikeluhkan adanya perbedaan gambar objek yang ia lihat, ini dikarenakan perubahan pada nukleus lensa yang memiliki indeks refraksi berbeda akibat perubahan pada stadium katarak. Selain itu, dengan menggunakan retinoskopi atau oftalmoskopi langsung, akan ditemui perbedaan area refleks merah yang jelas terlihat dan tidak terlalu jelas.10 II. 5 PENATALAKSANAAN Perubahan resep kacamata dan pengontrolan refraksi yang sering dapat membantu mempertahankan visus selama perkembangan katarak. Dilatasi pupilari kronik (dengan phenylephrine 2,5%) berguna bagi opasitas lenticuler yang kecil. Banyak dokter mata merekomendasikan kacamata UV atau kacamata matahari untuk dipakai dibawah sinar matahari.7,8 Salah satu terapi katarak adalah tindakan bedah. Bedah katarak sudah berubah secara dramatis pada 20 tahun terakhir ini, yang disebabkan oleh diperkenalkannya operasi dengan mikroskop, instrumentasi lebih baik, benang jahit yang lebih baik dan lebih baiknya lensa okuler. Indikasi operasi untuk operasi katarak termasuk pengkoreksian visus maksimal 20/50 (6/15) dan kelemahan visus secara subyektif yang menghalangi aktivitas sehari-hari (seperti mengemudi, membaca, dan aktivitas lainnya). Pandangan berbayang dapat merupakan indikasi untuk pembedahan dan paling umum dengan katarak subkapsular posterior. Indikasi yang jarang adalah penyakit lensa (seperti glaukoma phocolytic, uveitis) atau kebutuhan untuk menampilkan fundus pada penatalaksanna penyakit seperti retinopati diabetik atau glaukoma.3,11

19

Gambar 4. Perkiraan tempat insisi pada operasi katarak

Ekstraksi katarak biasanya menggunakan anestesi lokal dan sedasi IV. Ada 3 teknik ekstraksi katarak : ekstraksi katarak intrakapsular, dimana terdiri dari pemindahan katarak dalam satu keping (jarang dilakukan lagi); ekstraksi katarak ekstrakapsular, yang terdiri dari pemindahan nukleus sentral yang luas dalam satu keping, kemudian pemindahan kortek yang lunak dalam kepingan kecil ganda, dan fakoemulsifikasi, dimana menghancurkan nukleus sentral yang keras pada mata dengan ultrasoundm, kemudian memecahkan soft cortex menjadi pecahan kecil yang mulitpel, insisi yang terkecil menggunakan fakoemulsifikasi, karena proses penyembuhan yang cepat.9 Pada kebanyakan kasus, pemberian antibiotika topikal dan kortikosteroid dibatasi hanya untuk 4 minggu setelah pembedahan. Pasien diminta untuk menggunakan penutup mata selama tidur, dilarang melakukan manuver valsava, mengangkat beban berat dan berjalan jauh.9,10 Ekstraksi katarak intra capsular (ICCE), yang jarang lagi dilakukan sekarang adalah mengangkat lensa in toto yakni didalam kapsulnya melalui limbus superior 140-160 derajat.12 Pada Ektraksi katarak ekstra capsular (ECCE) juga dilakukan incisi limbus superior. Bagian anterior kapsul dipotong atau diangkat, nukleus diekstraksi dan korteks lensa dibuang dari mata dengan irigasi dengan atau tanpa aspirasi, sehingga meninggalkan kapsul posterior.

20

Fakofragmentasi atau fakoemulsi dengan irigasi atau aspirasi atau keduanya adalah teknik ekstrakapsuler yang menggunakan getaran-getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui incisi limbus yang kecil (2-5mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka operasi.

Gambar 5. Operasi faekoemulsi pada katarak

Setelah operasi semua pasien membutuhkan koreksi kekuatan tambahan untuk memfokuskan benda dekat dibandingkan untuk melihat jauh. Akomodasi hilang dengan dengan diangkatnya lensa. Kekuatan yang hilang pada sistem optik mata tersebut harus digantikan oleh kacamata afakia yang tebal, lensa katarak yang tipis atau implantasi lensa plastik (IOL) di dalam bola mata.9 IOL adalah sebuah lensa jernih berupa plastik fleksibel yang difiksasi ke dalam mata atau dekat dengan posisi lensa alami yang mengiringi ECCE. Sebuah IOL, dapat menghasilkan pembesaran dan distorsi minimal dengan sedikit kehilangan persepsi dalam atau tajam penglihatan perifer.

21

Gambar 6. IOL

IOL bersifat permanen, tidak membutuhkan perawatan dan penanganan khusus dan tidak dirasakan pasien atau diperhatikan orang lain. Dengan sebuah IOL kacamata baca dan kacamata untuk melihat dekat biasanya tetap dibutuhkan dan umumnya dibutuhkan kacamata tipis untuk penglihatan jauh.12 Kontraindikasi implantasi IOL antara lain adalah uveitis berulang, retinopati diabetik progresif, rubeosis iridis dan glaukoma neovaskuler.

Gambar 7. Teknik pemasangan IOL pada mata

22

Berikut ini dapat dilihat beberapa keuntungan dan kerugian dari beberapa tehnik bedah katarak tersebut:12 Keuntungan ECCE: - incisi kecil - tidak ada komplikasi vitreus - kejadian endophtalmodonesis lebih sedikit - edema sistoid makula lebih jarang - trauma terhadap endotelium kornea lebih sedikit - retinal detachment lebih sedikit - lebih mudah dilakukan

Kerugian ECCE: - kekeruhan pada kapsul posterior - dapat terjadi perlengketan iris dengan kapsul

Keuntungan ICCE: - semua komponen lensa diangkat

Kerugian ICCE: - incisi lebih besar - edema cistoid pada makula - komplikasi pada vitreus - sulit pada usia <40 tahun - endopthalmitis

Keuntungan fakoemulsifikasi: - incisi paling kecil - astigmatisma jarang terjadi - pendarahan lebih sedikit

23

- teknik paling cepat

Kerugian fakoemulsifikasi: - memerlukan dilatasi pupil yang baik - pelebaran luka jika ada IOL

24

BAB III KESIMPULAN


Katarak senilis biasanya mulai pada usia 50 tahun. Kedua mata dapat terlihat dengan derajat kekeruhan yang sama atau berbeda. Patogenesis katarak senilis sangat multifaktorial dan belum sepenuhnya dipahami. Seketika lensa menua, lensa akan bertambah berat dan ketebalannya dan menurun daya akomodasinya. Seketika lapisan serabut kortikal terbentuk secara konsentris, nukleus lensa mengalami kompresi dan pengerasan (sklerosis nuklear). Penelitian-penelitian di Amerika Serikat mengidentifikasi adanya katarak pada sekitar 10% orang, dan angka kejadian ini meningkat hingga sekitar 50% untuk mereka yang berusia antara 65 sampai 74 tahun, dan hingga sekitar 70% untuk mereka yang berusia lebih dari 75 tahun. Katarak senilis ada hubungan dengan bertambahnya umur dan kaitan dengan proses ketuaan yang terjadi di dalam lensa. Perubahan yang tampak adalah bertambah tebalnya nukleus dengan berkembangnya lapisan korteks lensa. Secara klinik proses ketuaan korteks lensa sudah tampak dalam pengurangan kekuatan akomodasi lensa akibat mulai terjadinya sklerosis lensa yang timbul pada dekade ke empat yang dimanifestasikan dalam bentuk presbiopia. Berdasarkan bentuk/ lokasinya lensa, terdapat tiga mayor katarak yaitu mengenai korteks, nuklear, dan subkapsular posterior. Berdasarkan stadiumnya matruritasnya, katarak senilis dibagi menjadi stadium insipien, stadium imatur, stadium matur, dan stadium hipermatur. Gejala klinis yang sering dijumpai diantaranya yaitu penurunan ketajaman visus, silau, pergeseran miopia, sensibilitas kontras dan diplopia monokuler. Penatalaksanaan katarak yaitu melalui tindakan pembedahan. Metode pembedahan katarak terbagi menjadi tiga yaitu ICCE, ECCE, dan fakoemulsifikasi.

25

DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Opthalmology. Lens and Cataract. Section 11. San Fransisco: MD Association, 2005-2006 2. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000. 3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2003 4. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI, Jakarta: 2005. 5. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2002. 6. J.P Shock. Lensa dalam Oftalmologi Umum. Edisi 14. 1996: 175-183 7. Johns J.K Lens and Kataract. Basic and Clinical Science Section 11. American Academy of Ophthalmology. 2002. 8. Wayne F. Age Related Cataract. Last updated 15-08-2004. www.medem.com download at 03-09-2013 9. Leedez J. Guide to Eye Cataract and Cataract Surgery. Last updated 27-092005. www.allaboutvision.com download at 03-09-2013 10. Anonymous. Cataract. Last updated 27-12-2005. www.eyemedlink.com download at 03-09-2013 11. Wijaya N. Ilmu Penyalit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;1983.

26

You might also like