You are on page 1of 3

PENDAHULUAN

Di negara miskin sekitar 25-30% kematian wanita usia subur disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktivitasnya. Tahun 1996 WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil bersalin dan nifas. Di Asia Selatan wanita kemungkinan 1 : 18 meninggal akibat kehamilan, persalinan dan nifas. Di negara Afrika 1 : 14, sedangkan di Amerika Utara hanya 1 : 6.366. Lebih dari 50% kematian di negara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi yang ada serta biaya relatif rendah (Prawirohardjo, 2002). Pada wanita atau ibu nifas penjelasan mengenai tanda-tanda bahaya masa nifas sangat penting dan perlu, oleh karena masih banyak ibu atau wanita yang sedang hamil atau pada masa nifas belum mengetahui tentang tanda-tanda bahaya masa nifas, baik yang diakibatkan masuknya kuman kedalam alat kandungan seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan endogen (dari jalan lahir sendiri) Hingga saat ini (Rustam penyebab terjadi infeksi persalinan nifas Mochtar, diantaranya tindakan adalah operasi 1998). persalinan persalinan,

berlangsung lama sampai

terlantar,

tertinggalnya plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah, ketuban pecah dini atau pada pembukaan masih kecil melebihi 6 jam, keadaan yang dapat menurunkan keadaan umum yaitu perdarahan antepartum dan post partum, anemia pada sat kehamilan, malnutrisi, kelelahan, dan ibu hamil dengan penyakit infeksi (Manuaba, 1998).

Pada saat ini Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Perinatal di Indonesia masih sangat tinggi. Untuk daerah Lampung AKI tahun 2005 sebesar 145 kasus dari 165.347 kelahiran hidup dan Angka Kematian Perinatal adalah 20 per 1.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, maka Angka Kematian Ibu di Indonesia adalah 15 kali angka kematian Ibu di Malaysia, 10 kali lebih tinggi daripada Thailand, atau 5 kali lebih tinggi daripada Filipina. Angka Kematian Ibu di Indonesia bervariasi dari yang paling rendah, yaitu 130 per 100.000 kelahiran hidup di Yogyakarta, 490 per 100.000 kelahiran hidup di Jawa Barat, sampai yang paling tinggi, yaitu 1.340 per 100.000 kelahiran hidup di Nusa Tenggara Barat. Variasi ini antara lain disebabkan oleh perbedaan norma, nilai, lingkungan, dan kepercayaan masyarakat, di samping infrastruktur yang ada. Suatu hal yang penting lainnya adalah perbedaan kualitas pelayanan kesehatan pada setiap tingkat pelayanan.

(Prawirohardjo,

2002).

Apabila ibu nifas mengerti tentang tanda-tanda bahaya masa nifas, maka apabila terjadi masalah-masalah seperti infeksi nifas maka ibu akan mengerti dan segera memeriksakan diri ke petugas kesehatan, Sebaliknya jika ibu tidak mengerti tanda-tanda bahaya masa nifas maka ibu tidak akan tahu apakah ibu dalam bahaya atau tidak.

Untuk mencapai sasaran tersebut ditetapkanlah empat strategi utama dan asas-asas pedoman operasionalisasi strategi antara lain bahwa MPS (Making Pregnency Safer) memusatkan perhatiannya pada pelayanan kesehatan maternal neonatal yang baku, cost effective dan berdasarkan bukti pada setiap pelayanan dan rujukan kesehatan (Prawirohardjo, 2002). Memperhatikan angka kematian ibu dan perinatal dapat diperkirakan bahwa sekitar 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian tersebut yaitu penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal (Prawirohardjo, 2002) Bidan sebagai tenaga kesehatan harus ikut mendukung upaya penurunan AKI peranan bidan di Masyarakat sebagai tenaga terlatih dalam sistem kesehatan nasional salah satunya adalah meningkatkan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) dan menetapkan keikutsertaan masyarakat dalam berbagai kegiatan untuk mempercepat penurunan AKI. Tenaga penolong persalinan, dokter dan bidan tersebut dapat memberikan pelayanan yang bermutu sehingga diperlukan standar pelayanan medik (Prawirohardjo, 2002).

Selain faktor-faktor tersebut di atas faktor dominan yang mempengaruhi adalah kurang terdeteksinya faktor-faktor komplikasi secara dini. Untuk itu diperlukannya peran serta masyarakat terutama ibu-ibu nifas untuk memiliki pengetahuan tentang tanda-tanda bahaya pada masa nifas sehingga ibu dapat mengetahui dan mengenal secara dini tanda-tanda bahaya masa nifas sehingga bila ada kelainan dan komplikasi dapat segera terdeteksi. Asuhan pada masa nifas sangat diperlukan dalam periode ini karena masa nifas merupakan masa kritis untuk ibu dan bayinya. Paling sedikit 4 kali kunjungan pada masa nifas sehingga dapat menilai status ibu dan bayinya, untuk melaksanakan skreening yang komprehensif mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayi, memberikan pendidikan tentang kesehatan, perawatan kesehatan diri, nutrisi, dan keluarga berencana, sehingga ibu-ibu nifas dapat mencegah komplikasi yang terjadi pada masa nifas (Prawirohardjo, 2002).

Peneliti melakukan penelitian di BPS Rochayani karena banyak ibu nifas yang tidak mengetahui tanda-tanda bahaya masa nifas, yaitu sebanyak 30 orang ibu nifas yang ada di

BPS Rochayani dari bulan Januari-Februari 2010 dan dari 30 orang tersebut 16 orang yang bermasalah yaitu mastitis, lochea berbau busuk, demam > 380C, pusing dan lemas yang berlebihan.

You might also like