You are on page 1of 124

PROGRAMPELATIHANPENGASUHAN BAGIIBUYANGMEMILIKIANAKUSIA79TAHUN

DENGANGANGGUANPEMUSATANPERHATIAN DISERTAIHIPERAKTIVITAS(GPPH)
StuditentangPerancangandanUjiCobaProgramPelatihanPengasuhan UntukMeningkatkanPemahamanIbudalamMenanganiPermasalahanTingkahLaku AnakUsia79tahunYangMengalamiGangguanPemusatanPerhatianDisertai Hiperaktivitas(GPPH)

Oleh: MefisyaNuzulliaWS 190420070025

TESIS
UntukMemenuhiSalahSatuSyaratUjian GunamemperolehGelarMagisterPsikologi ProgramPendidikanMagster KonsentrasiMagisterProfesiPsikologi

PROGRAMPASCASARJANA KONSENTRASIMAGISTERPROFESIPSIKOLOGI FAKULTASPSIKOLOGI UNIVERSITASPADJADJARAN BANDUNG 2010

SURATPERNYATAAN Denganinisayamenyatakanbahwa: 1. Karya tulis saya, tesis ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor), baik di UniversitasPadjadjaranmaupunperguruantinggilain. 2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, penelitian saya sendiri, tanpa bantuanpihaklain,kecualiarahantimpembimbing. 3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarangdandicantumkandalamdaftarpustaka 4. Pernyataaninisayabuatdengansesungguhnyadanapabiladikemudianhari terdapatpenyimpangandanketidakbenarandalampernyataanini,makasaya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlakudiperguruantinggiini. Bandung,September2010 Yangmembuatpernyataan, MefisyaNuzulliaWS 190420070025

PROGRAMPELATIHANPENGASUHAN BAGIIBUYANGMEMILIKIANAKUSIA79TAHUN DENGANGANGGUANPEMUSATANPERHATIAN DISERTAIHIPERAKTIVITAS(GPPH)

StuditentangPerancangandanUjiCobaProgramPelatihanPengasuhan UntukMeningkatkanPemahamanIbudalamMenanganiPermasalahanTingkahLaku AnakUsia79tahunyangMengalamiGangguanPemusatanPerhatianDisertai Hiperaktivitas(GPPH)

Oleh: MefisyaNuzulliaWS 190420070025

TESIS
UntukMemenuhiSalahSatuSyaratUjian GunamemperolehGelarMagisterPsikologi ProgramPendidikanMagster KonsentrasiMagisterProfesiPsikologi TelahdisetujuiolehTimPembimbingpadatangggal sepertiterteradibawahini Bandung,September2010

Prof.Dr.JukeR.Siregar,M.Pd KetuaTimPembimbing

AfraHafnyNoer,S.Psi,M.Sc AnggotaTimPembimbing

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PSIKOLOGI BANDUNG LEMBAR PERSETUJUAN PERBAIKAN (REVISI) TESIS Nama Mahasiswa : NPM : Tanggal Ujian : Program Studi : Bidang Kajian Utama : Judul : Mefisya Nuzullia WS 190420070025 26 Agustus 2010 Psikologi Profesi Psikologi Klinis Anak

PROGRAM PELATIHAN PENGASUHAN BAGI IBU YANG MEMILIKI ANAK USIA 7 9 TAHUN DENGAN GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DISERTAI HIPERAKTIVITAS(GPPH) Telah direvisi, disetujui oleh Tim Penguji dan Tim Pembimbing dan diperkenankan untuk diperbanyak/dicetak No. 1. 2. 3. 4. Nama Penguji Dr. Lieke J. Wisnubrata Dr. Hj. Hendriati Agustiani, M.Si Dr. Hj. Sutji Martiningsih Wibowo, M.Si Dra. Hj. Lenny Kendhawati, M.Si Tanda Tangan

Bandung, September 2010 Mengetahui,

Prof. Dr. Juke R. Siregar, M.Pd Ketua Tim Pembimbing

Afra Hafny Noer, S.Psi, M.Sc Anggota Tim Pembimbing

ABSTRAK

Mefisya Nuzullia WS. 190420070025. Program Pelatihan Pengasuhan Bagi Ibu yang Memiliki AnakUsia79tahundenganGangguanPemusatanPerhatiandisertaiHiperaktivitas(GPPH).

Saat anak mulai mengikuti pendidikan formal, tuntutan bagi anak menjadi lebih besar dibandingkan ketika mereka masih di prasekolah. Pada saat ini mulai banyak muncul keluhan keluhan kesulitan pada anak terutama yang terkait dengan kesulitan belajar, seperti kesulitan membaca, menulis, berhitung, duduk diam di kelas, dan berkonsentrasi. Keluhan ini apabila menetap dalam jangka waktu yang cukup lama dan konsisten dalam berbagai setting, maka merupakan gambaran dari perilaku yang menunjukkan adanya gangguan pemusatan perhatian disertaihiperaktivitas(GPPH). Kurangnya pengetahuan orangtua mengenai keterbatasan anak GPPH membuat pola perilaku orangtua terhadap anak menjadi tidak tepat. Orang tua menjadi banyak mengontrol, kurang responsif terhadap pertanyaan anak, sering memerintah, tidak konsisten, memberikan hukuman sebagai metode pendisiplinan, dan hanya sedikit memberikan perhatian terhadap perilaku yang positif. Akibatnya gejala GPPH terus berlanjut dan berkembangnya berbagai komorbid. Oleh karena itu intervensi terhadap orangtua khususnya ibu, merupakan hal yang pentingdidalamprogramintervensiawaluntukanakanakGPPH. Cukup banyak program pelatihan pengasuhan yang telah ditawarkan sebagai intervensi untuk menangani anak dengan GPPH dan kebanyakan menggunakan tehnik modifikasi perilaku. Peneliti tertarik untuk merancang suatu program pelatihan pengasuhan berdasarkan prinsip pendekatan behavioral parent training dari Barkley dan melalui pendekatan modifikasi perilaku, yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman ibu dalam menangani permasalahan tingkah laku anak usia 7 9 tahun yang mengalami gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktivitas (GPPH). Penyusunan program pelatihan pengasuhan dilakukan dalam dua tahap, yaitu (1) Tahap Persiapan, yang dimaksudkan untuk proses asesmen kebutuhan dan perancangan program pelatihan pengasuhan, dan (2) Tahap Pengembangan, yaitu proses uji coba program pelatihan pengasuhan terhadap aspek penyusunan materi, metode yang digunakan, pemilihan lokasi dan penataan ruangan latihan, proses evaluasi, dan alat ukur penelitian. Dari hasil uji coba tersebut kemudiandilakukanrevisiterhadapprogrampelatihanpengasuhan. Rancangan penelitian dalam uji coba program pelatihan pengasuhan ini adalah quasi experimental dengan menggunakan desain one group pre test post test untuk melihat peningkatan pemahaman ibu dalam menangani permasalahan tingkah laku anak usia 7 9 tahun yang mengalami Gangguan Pemusatan Perhatian disertai Hiperaktivitas (GPPH) setelah mengikuti program pelatihan pengasuhan. Subjek dalam uji coba ini adalah 3 orang ibu yang mempunyai anakGPPHusia79tahun.Pengukurandilakukandenganmenggunakankuesionerpengetahuan GPPH dan Manajemen Perilaku GPPH, dan panduan observasi demonstrasi pemahaman ibu menanganipermasalahantingkahlakuanakGPPH. Pengujian statitistik terhadap pengukuran pengetahuan ibu dilakukan dengan menggunakan Wilcoxon signedrank test. Untuk hasil pengukuran pengetahuan GPPH dan Manajemen Perilaku GPPH diperoleh nilai Z = 1.970 dan nilai t = 0.0245. Sedangkan untuk hasil pengukuran demonstrasi pengetahuan ibu menangani permasalahan tingkah laku anak GPPH, diperoleh nilai Z sebesar 2.023 dan nilai t adalah 0.0215. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai Zoutput > Ztabel dan nilai T < 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan pengasuhan berpengaruhterhadap peningkatan pemahamanibudalammenangani permasalahan tingkah laku usia 7 9 tahun yang mengalami gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktivitas (GPPH) untukketigasubjekujicoba. KataKunci:GPPH,pemahamanGPPH,manajemenperilakuGPPH,pelatihanpengasuhan.

iv

ABSTRACT Mefisya Nuzullia WS. 190420070025. Parent Training Program For Mothers Who Have Children Aged79yearswithAttentionDeficitHyperactivityDisorder(ADHD) When children begin to follow a formal education, the demand for the children are become much more than when they were still in preschool. At this time began to appear a lot of complaints in children, especially the difficulties associated with learning difficulties, such as difficulty reading, writing, arithmetic, sat quietly in class, and concentrated. This complaint if settled in a long period and consistently in various settings,itisthedescriptionofbehaviorthatindicatesaAttenttionDeficitHyperactivityDisorder(ADHD) The parents lack of knowledge about the limitations of the childs leading patterns of parenting to the childsbehavior becomesinappropriate.Parentsbecomemore controlling,less responsivetothe questions of children, giving more commands, was not consistent, give punishment as disciplinary methods, and being less attentive to positive behavior. Consequently ADHD symptoms continue and develop a variety of comorbid. Therefore, the intervention of parents especially for mother is essential in early intervention programsforchildrenwithADHD. Quite a lot of parent training programs have been offered as an intervention to treat children with ADHD and most use behavior modification techniques. Researchers interested in designing a training program based on principlesbehavioral parent training from Barkley and behavior modification approach, which aims to increase comprehension in problem of behavioral management from children aged 79 years withattentiondeficithyperactivitydisorder. The Parent Training Program is held within two phase, namely (1) Designing Phase, which was intended for the assessment of training needs and designing parenting programs, and (2) Development Phase, is the testing process of parent training programs especially about material composing aspects, the methodsused,choosingthelocationandtrainingroomlayout,evaluationprocesses,andresearchinstrument. ThetryoutresultwillbeaddedtoParentTrainingProgramrevision. The design research in this Parent Training Programs tryout is quasi experimental using one group pre test post test design to look at increasing the knowledge in problem of behavioral management fromchildrenaged79yearswithattentiondeficithyperactivitydisorderafterattendingtheParentTraining Program. Subjects in this try out is the third mothers who have children aged 79 years with ADHD. Measurements conducted using questionnaires knowledge ADHD and behavioral management of ADHD, and guide observation demonstrate acquired knowledge of mother to handle behavior problems of children withADHD. Testing statitistic to measure knowledge will be done using Wilcoxon signedrank test. Result of knowledge ADHD and behavioral management of ADHD obtained Z value =1.970 and t value = 0.0245. While measuring the knowledge demonstrate of mothers to handle behavior problems of children with ADHD,obtainedaZvalue=2.023andtvalue=0.0215.StatistictestresultshowedthatthevalueofZoutput >Ztabel andTscore < 0.05, itcan be concludedthatparent trainingaffectedontheincrease ofcomprehension for mothers in problem of behavioral management from children aged 79 years with attention deficit hyperactivitydisorderforthethreesamplesubjects.

Keywords : ADHD, comprehension of ADHD, behavior management for ADHD, parent training

KATAPENGANTAR
Alhamdulillahirobbilaalamiin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT atas rahmat, karunia, dan segala kemudahan yang dilimpahkanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Program Pendidikan Pascasarjana Konsentrasi Magister ProfesiPsikologiFakultasPsikologiUniversitasPadjadjaran. Selama menempuh studi di Magister Profesi Psikologi khususnya pada saat penyusunan tesis ini, penulis telah mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Dengan segala ketulusan hati penulis ingin menyampaikan terimakasihkepada:

1.

Ibu Prof. Dr. Juke R. Siregar, M.Pd. sebagai pembimbing utama dan Dekan Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, atas kesediaan memberikan waktu luang dan kesabarannya membimbing selama proses mengerjakan tesis.Terimakasihatasarahanarahandanmotivasinya,sehinggasayadapat melihatdanbelajarbanyakhal,sertamemperolehhasilyangbaik.

2.

Ibu Afra Hafny Noer, S.Psi, M.Sc sebagai pembimbing pendamping yang juga telah meluangkan banyak waktu untuk membimbing dan memberikan dukungan penuh kepada penulis sehingga proses mengerjakan tesis ini dapatberjalandenganlancar.

3.

Seluruh Tim Penguji Sidang Tesis, Ibu Dr. Lieke J. Wisnubrata, Ibu Dr. Hj. Hendriati Agustiani, M.Si, Ibu Dr. Hj. Sutji Martiningsih Wibowo M.Si, dan IbuDra.Hj.LennyKendhawati,M.Siatasmasukannyayangsangatberguna bagiperbaikantesisini

4.

KetuaprogramMagisterdanseluruhstafpengajarprogramMagisterProfesi Psikologi UNPAD, atas ilmu pengetahuan dan bimbingannya selama masa studi.

5.

Ibu Nani, Ibu Umi, Bapak Juju, dan Bapak Asep atas semua bantuan terkait administrasiakademik.

vii

6.

Ibu Wulan Noviasari, S.Psi, M.Psi, Psikolog yang telah bersedia menjadi trainer dalam pelaksanaan uji coba Program Pelatihan Pengasuhan ini. Terima kasih atas diskusi dan saransarannya mengenai perancangan programpelatihaniniagarlebihefektif.

7.

Ibu Siti Sopiyatun, S.Pd, S.Psi sebagai pimpinan pusat rehabilitasi anak dengan special need, yang telah mengijinkan peneliti untuk melakukan penelitian dan telah meluangkan waktunya untuk diskusi mengenai pelaksanaanujicobaProgramPelatihanPengasuhanbagiibuyangmemiliki anakGPPH.

8.

Ibu Keni Sapartini, S.Pd dan Bapak Agus Pramono, S.Pd yang telah memberikan banyak bantuan bagi peneliti selama proses asesmen dan pelaksanaanujicobaProgramPelatihanPengasuhan.

9.

Para subjek penelitian, yang telah bersedia dan meluangkan waktunya untukmengikutiseluruhprosesProgramPelatihanPengasuhan.

10. Afrilia dan Anggina, yang telah membantu penulis dalam proses observasi
selamapelaksanaanujicobaProgramPelatihanPengasuhan. Semoga tesis ini dapat berguna bagi para peneliti dan psikolog yang berminat dalam pengembangan intervensi bagi orangtua yang memiliki anak GPPH, serta dapat memberikan sumbangan bagi mahasiswa dan akademisi lainnya. Bandung,Agustus2010 Penulis

viii

UCAPANTERIMAKASIH Tesis ini dapat selesai dengan hasil yang baik berkat cinta kasih dan

dukungan moril dari keluarga dan temanteman terdekat. Oleh karena itu penulispersembahkantesisiniuntuk: 1. Ayah dan Ibu tercinta, atas segala kasih sayang yang menyertai setiap langkah penulis, doa yang tiada henti hentinya untuk keberhasilan penulis, dan senyum keteduhan yang menjadi penyemangat luar biasa bagi penulisdalamperjuanganmenyelesaikantesisini. 2. Adikku tersayang Otis Nashucha WS, yang telah memberikan banyak keceriaan dan sekaligus menjadi pesaing bagi penulis untuk segera menyelesaikan studi ini. Terima kasih banyak untuk bantuan fisik dan materinyaselamapengerjaantesisini. 3. My true friend: Novie, Rini Jendro, dan Anggi, yang selalu hadir khususnya saat masa masa sulit, serta mengajari penulis tentang arti syukur dan kesabaran yang sesungguhnya. Terima kasih atas pengertian, dukungan, bantuan,dankebersamaankalian. 4. Gorat Club, khususnya Mita yang selalu menyumbangkan gagasan cemerlangnya ketika penulis merasa buntu mengenai hal teknis, Samii yang selalu menemani melepaskan kepenatan hati dan pikiran dengan jalan jalan, Mandha yang selalu mengingatkan dan memenuhi kebutuhan logistik selama masa deadline, Ipim yang rela 2 catridge barunya di habiskan disaat detik detik terakhir pengumpulan, Uma yang menjadi inspirator untuk eksistensidiri,danNopekyangselalumenemanipenulisbegadang.Semoga ikatanpersaudaraaniniabadi. 5. Andrian, yang menjadi tempat sampah pembuangan keluh kesah. Terima kasih atas kesabaran, pencerahan, dan dukungannya sehingga membuat penulis selalu memiliki tekad untuk mempersembahkan yang terbaik dalam hidup.

ix

6.

Aris Dota, yang telah bersedia dipaksa untuk menyediakan waktu luang demi membantu penulis membuat desain menarik untuk modul dan buku panduanpengasuhanGPPH.

7.

Tim teknis, khususnya Mas Lukman yang menjadi tumpuan harapan jika terjadi sedikit ketidaksesuaian dengan komputer, Adhit yang telah mengurus segala birokrasi dan memberikan kemudahan dalam hal transportasi, dan Mas Aulia yang telah menyediakan fasilitas dan dukungannyaselamapengambilandata.

8.

Seluruh temanteman Magister Profesi Psikologi angkatan VI, terimakasih atas persaudaraannya selama mengikuti pendidikan di Magister Profesi Psikologi. Khususnya untuk mba Putu, mba Isya, mba Winda, Berry, mba Hawa,danmbaCelly,segalabantuandanpersahabatanselamainimembuat penulisselalubahagiaberadadiBandung.

9.

Seluruh temanteman Majoring Klinis Anak angkatan VI, Uni Rita, Mba Gina, Fina, Ceu Eva, Mba Dita, Yoan, Teh El, Mba Rina, Ipit, Pepeng, Pipit, Mba Rika, Mba Ully, dan teh Ratih, terimakasih atas kebersamaan dan dukungannyaselamamasastudi.

10. Mba Wita, Dewinta, dan Kang Dwi terima kasih atas pinjaman buku, diskusi, dan dukungannya sehingga penulis menjadi bersemangat selama prosespengerjaantesisini. 11. Teman teman di Makassar dan Jeneponto yang selalu setia memantau perkembangantesisdansenantiasamendoakankesuksesanpenulis.

DAFTARISI Judul SuratPernyataan LembarPengesahan LembarPersetujuanPerbaikan(Revisi)Tesis Abstrak Abstract KataPengantar DaftarIsi DaftarTabel DaftarBagan DaftarGrafik DaftarLampiran BABIPENDAHULUAN

i ii iii iv v vi vii xi xvi xvii xviii xix

1 1 11 13 13 13 13

1.1 1.2 1.3

LatarBelakangMasalah RumusanMasalah Maksud,Tujuan,danKegunaanPenelitian 1.3.1 MaksudPenelitian 1.3.2 TujuanPenelitian 1.3.3 KegunaanPenelitian

BABIIKAJIANPUSTAKA,KERANGKAPEMIKIRANDAN HIPOTESIS

15

2.1

GangguanPemusatanPerhatianDisertaiHiperaktivitass(GPPH) 2.1.1 PengertiandanGejalaUtama 2.1.2 Kriteria GPP/GPPH Berdasarkan Diagnostik and Statistic Manual ofMentalDisorder(DSM)IVTR 2.1.3 PenyebabMunculnyaKeluhanGPPH 2.1.4 TreatmentGPPH 2.1.5 KarakteristikKeluargaDenganGPPH

15 15 18 20 22 24 28

2.2

PelatihanPengasuhanUntukOrangtuayangMemilikiAnakGPPH

xi

2.2.1 DasarPemikiranParentTrainingdariBarkley 2.2.2 Prinsip Prinsip Pengembangan Anak GPPH Dalam Parenting Program 2.2.3 SesiPelaksanaanParentTrainingDariBarkley 2.3 TeoriBelajarSosial 2.3.1 KonsepBelajarLewatPengamatan 2.3.2 ProsesBelajarLewatPengamatan TaksonomiTujuanPembelajaran PengembanganProgramPelatihan 2.5.1 TahapPersiapan 2.5.1.1 PenilaianKebutuhan 2.5.1.2 PerancanganProgramPelatihan 2.5.2 TahapPengembangan 2.5.3 TahapPeningkatanProgram 2.6 2.7 KerangkaPikir HipotesisPenelitian BABIIIMETODEPENELITIAN

28 30 38 49 50 52 53 57 58 58 59 61 64 64 71 72 72 72 74 74 76 76 76 77 79 80 81 81 83 83 84 85 85

2.4 2.5

3.1

RancanganPenelitian 3.1.1 DesainPenelitian 3.1.2 PengontrolanValiditasdalamDesainPenelitian 3.1.2.1 ValiditasInternal 3.1.2.2 ValiditasEksternal

3.2

VariabelPenelitian 3.2.1 VariabelBebas 3.2.2 VariabelTerikat

3.3 3.4

SubjekPenelitian TahapPengembanganProgramPelatihanPengasuhan 3.4.1 TahapPersiapanPelatihanPengasuhan 3.4.1.1 PenilaianKebutuhan 3.4.1.2 PerancanganProgramPelatihanPengasuhan 3.4.1.2.1 PenetapanTujuan 3.4.1.2.2 PenetapanMetode 3.4.1.2.3 PenyusunanMateri 3.4.1.2.4 PemilihanLokasiDanPenataanRuangan Pelatihan

xii

3.4.1.2.5 PerancanganAlatUkur 3.4.1.2.5.1 Kuesioner Pengetahuan GPPH Dan ManajemenPerilakuGPPH 3.4.1.2.5.2 Panduan 3.4.1.2.6 Observasi Demonstrasi

86 86 92 97 97 98 99 100 100 101 102 102 103

PemahamanIbu Pengukuran Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 3.4.1.2.6.1 3.4.1.2.6.2 UjiValiditas UjiReliabilitas

3.4.2 TahapPengembanganProgramPelatihanpengasuhan 3.4.2.1 UjiCobaProgramPelatihanPengasuhan 3.4.2.1.1 3.4.2.1.2 3.4.2.1.3 3.4.2.2.1 PenjaringanSubjekPenelitian PersiapanPersonilPenelitian ProsedurPelaksanaanUjiCoba PeningkatanPemahamanIbuDalam MenanganiPermasalahanTingkahLakuAnak GPPH 3.4.2.2.2 EvaluasiHasilPelaksanaanUjiCobaProgram BABIVHASILDANPEMBAHASAN 4.1 PenilaianKebutuhan 4.1.1 WawancaraDenganTerapis 4.1.2 WawancaraDenganOrangTua 4.1.3 Observasi Kemampuan Ibu Dalam Menangani Permasalahan TingkahLakuAnakDalamSettingBelajar 4.2 Hasil Penelitian Uji Coba Program Pelatihan Pengasuhan Terhadap PeningkatanPemahamanIbudalamMenanganiPermasalahanTingkah LakuAnak 4.2.1 HasilUjiCobaAlatUkur 4.2.1.1 4.2.1.2 UjiValiditas UjiReliabilitas 4.2.1.2.1 Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan GPPH danManajemenPerilakuAnakGPPH

3.4.2.2 EvaluasiHasilUjiCobaPelatihanPengasuhan

105 105 106 106 106 107 113 116

3.4.2.3 RevisiProgramPelatihanPengasuhan

116 116 117 117

xiii

4.2.1.2.2 Reliabilitas Panduan Observasi Demonstrasi PemahamanIbu 4.2.2 HasilPengujianHipotesis 4.2.3 Hasil Pengolahan Data Penelitian Sebelum dan Sesudah Penelitian 4.2.3.1 Paparan Hasil Penelitian Dimensi Pengetahuan Mengenai GPPH Usia 79 tahun dan Pengetahuan Manajemen PerilakuAnakGGPH 4.2.3.2 Paparan Hasil Penelitian Tiap Subjek Dimensi

117 120 123 123

125

Pengetahuan Mengenai GPPH Usia 79 tahun dan PengetahuanManajemenPerilakuAnakGGPH 4.2.3.2.1 SubjekAS 4.2.3.2.2 SubjekNH 4.2.3.2.3 SubjekGW 4.2.3.3 Paparan Hasil Penelitian Dimensi Demonstrasi Pemahaman Ibu dalam Menangani Permasalahan TingkahLakuAnakGPPH 4.2.3.4 Paparan Hasil Penelitian Tiap Ibu Subjek Dimensi 135 Demonstrasi Pemahaman dalam Menangani 136 138 140 142 142 142 143 145 147 147 147 148 148 149 149 127 129 131 133

PermasalahanTingkahLakuAnakGPPH 4.2.3.4.1 SubjekAS 4.2.3.4.2 SubjekNH 4.2.3.4.3 SubjekGW 4.2.4 HasilPengolahanDataPenunjang 4.2.4.1 PengamatanSelamaPelatihan 4.2.4.1.1 SubjekAS 4.2.4.1.2 SubjekNH 4.2.4.1.3 SubjekGW 4.2.4.2 Evaluasi Peserta Terhadap Pelaksanaan Program PelatihanPengasuhan 4.2.4.2.1 ManfaatKegiatan 4.2.4.2.2 PerasaanSelamaMengikutiKegiatan 4.2.4.2.3 MateriPelatihan 4.2.4.2.4 Trainer 4.2.4.2.5 MetodePelatihan 4.2.4.2.6 ModulPelatihan

xiv

4.3

Pembahasan Hasil Penelitian Uji Coba Program Pelatihan Pengasuhan Terhadap Peningkatan Pemahaman Ibu dalam Menangani PermasalahanTingkahLakuAnakGPPH

150

4.4

Revisi GPPH

Program

Pelatihan

Pengasuhan

Untuk

Meningkatkan

159

Pemahaman Ibu Dalam Menangani Permasalahan Tingkah Laku Anak BABVKESIMPULANDANSARAN 5.1 5.2 DaftarPustaka Lampiran 174 178 Kesimpulan Saran 171 171 172

xv

DAFTARTABEL Tabel3.1 Tabel3.2 Tabel3.3 Tabel3.4 Tabel3.5 Tabel4.1 Tabel4.2 Tabel4.3 Tabel4.4 Tabel4.5 Tabel4.6 PengontrolanTerhadapValiditasInternal ProsesPenilaianKebutuhan KisiKisiKuesionerPengetahuanGPPHdanManajemen PerilakuAnakGPPH KunciJawabanKuesionerPengetahuanGPPHdan ManajemenPerilakuGPPH KisiKisiPanduanObservasiDemonstrasiPemahaman Ibu KontingensiKesepakatanSubjek1 KontingensiKesepakatanSubjek2 KontingensiKesepakatanSubjek3 KetentuanpengambilankeputusanpadaujiWilcoxon HasilUjiHipotesis ProgramPelatihanPengasuhanSebelumdanSesudahUji Coba 118 118 119 121 122 159 93 91 75 82 87

xvi

Bagan2.1 Bagan2.2 Bagan3.1 Bagan3.2 ProsesPengembanganProgramPelatihan KerangkaPemikiran SkemaRancanganPenelitian TahapTahapPengembanganProgram PelatihanManajemenPerilaku 58 69 73 81 DAFTARBAGAN

xvii

DAFTARGRAFIK Grafik4.1 Grafik4.2 Grafik4.3 Grafik4.4 Grafik4.5 Grafik4.6 Grafik4.7 Grafik4.8 Pengetahuan mengenai GPPH usia 79 tahun sebelum dansesudahpelatihan Pengetahuan mengenai Manajemen Perilaku Anak GPPHsebelumdansesudahpelatihan PerbandinganSkorPengetahuanGPPHdanManajemen PerilakuGPPHantarsubjek PerbandinganSkorSubjekASSebelumdanSesudah Pelatihan PerbandinganSkorSubjekNHSebelumdanSesudah Pelatihan PerbandinganSkorSubjekGWSebelumdanSesudah Pelatihan DemonstrasiPemahamanIbuDalamMenangani PermasalahanTingkahLakuAnakGPPHSebelumDan SesudahPelatihan PerbandinganSkorDemonstrasiPemahamanIbudalam MenanganiPermasalahanTingkahLakuAnakGPPH antarSubjek PerbandinganSkorDimensiDemonstrasiPemahaman IbuDalamMenanganiPermasalahanTingkahLaku AnakGPPHusia79tahunpadaSubjekASSebelum danSesudahPelatihan PerbandinganSkorDimensiDemonstrasiPemahaman IbuDalamMenanganiPermasalahanTingkahLaku AnakGPPHusia79tahunpadaSubjekNHSebelum danSesudahPelatihan PerbandinganSkorDimensiDemonstrasiPemahaman IbuDalamMenanganiPermasalahanTingkahLaku AnakGPPHusia79tahunpadaSubjekGWSebelum danSesudahPelatihan 133 131 129 127 126 124 123

135

Grafik4.9

136

Grafik4.10

138

Grafik4.11

140

xviii

DAFTARLAMPIRAN Lampiran1 PenilaianKebutuhan 1.1 SuratPengantarDariPeneliti 1.2 ProfilSubjekPenelitian 1.3 PanduanWawancara 1.4 ObservasiAsesmenKebutuhanMengenaiKemampuan IbuDalamSettingBelajar Lampiran2 PelatihanPengasuhan 2.1 SilabusPelatihan 2.2 LembarEvaluasiPelatihan Lampiran3 Lampiran4 Lampiran5 AlatUkur 3.1 KuesionerGPPHdanManajemenPerilakuAnakGPPH 3.2 LembarObservasiPemahamanIbu PengolahanData 4.1 RekapitulasiDataKuesionerGPPHdanManajemen PerilakuAnakGPPH 4.2 RekapitulasiDataObservasiPemahamanIbu 4.3 HasilPengujianStatistik ProgramPelatihanPengasuhan 5.1 ModulProgramPelatihanPengasuhan 5.2 HandoutProgramPelatihanPengasuhan

xix

BABI PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangMasalah Saat anak mulai mengikuti pendidikan formal, tuntutan bagi anak menjadi lebih besar dibandingkan ketika mereka masih di prasekolah. Usia bermain pada anak mulai beralih menjadi usia sekolah dan belajar. Pada saat ini mulai banyak muncul keluhankeluhan kesulitan pada anak terutama yang terkait dengan kesulitan belajar, seperti kesulitan membaca, menulis, berhitung, duduk diam di kelas, dan berkonsentrasi. Ada beberapa anak yang sering kali melamun di kelas, mengobrol, mengganggu siswa lain di kelas, dan tidak bisa diam. Mereka selalu terganggu oleh setiap hal kecil dan tidak pernah mampu belajar dari kesalahan kesalahan mereka. Anakanak ini mengabaikan peraturan, meskipun sudah dihukum berulang kali. Anak juga cenderung bertindak tanpa berpikir sehingga mengakibatkan banyak kecelakaan dan teguran. Akibatnya anak tidak dapat menangkappelajaransecarautuhdannilainilaimatapelajarannyaburuk(Wiguna, 2009). Menurut pendiri/pimpinan klinik perkembangan anak dan kesulitan belajar Smart Kid di Jakarta, Dr. dr. Dwidjo Saputro Sp. KJ, berdasarkan penelitian di Indonesia, di setiap kelas di Sekolah Dasar diperkirakan 25% anak mengalami masalahdenganatensinyadanumumnyadiikutiolehperilakutidakbisadiamatau hiperaktif. Pada umumnya, anak usia SD yang didiagnosa banyak mengalami

masalah tersebut berusia antara 7 sampai 10 tahun (Wiguna, 2009). Sedangkan National Institute of Mental Health (2003) di Amerika menemukan bahwa anak yang bermasalah dalam atensi dan tidak bisa diam lebih banyak dialami oleh anak lakilaki dibandingkan dengan anak perempuan, perbandingannya adalah 3:1. Di dalam kelas, anak perempuan terlihat lebih cepat beradaptasi dengan tuntutan lingkungan. Umumnya mereka dapat duduk tenang memperhatikan guru yang sedang menerangkan pelajaran, sedangkan anak lakilaki lebih terlihat mudah teralihperhatiannyapadahalhallain. Jikakeluhankeluhandiatasmenetapdalamjangkawaktuyangcukuplama dan konsisten dalam berbagai setting, maka apabila ditelaah lebih lanjut berdasarkan Diagnostic Statistic Manual IVTR (DSM IVTR) keluhan di atas merupakan gambaran dari perilaku yang menunjukkan adanya gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktivitas yang biasa dikenal sebagai GPPH. GPPH adalah keadaan neurologik perilaku dengan gejalagejala yang meliputi kurangnya perhatian (inattentiveness), perilaku impulsif (impulsivity), dan aktivitas yang berlebihan (overactivity) yang tidak sesuai dengan ciriciri tahapan perkembangan anak. Kelainan ini dapat mengganggu perkembangan anak dalam hal kognitif, perilaku, sosialisasi maupun komunikasi (Sattler, 2002; Kaplan & Saddock,2005;Barkley,2006). Prevalensi GPPH sekitar 35% pada anak usia sekolah (Wenar & Kerig, 2000:183).Flick(1998:18)menyebutkanbahwamasalahinatensidanhiperaktifpada anak GPPH akan lebih terlihat dan mulai dirasakan paling mengganggu saat anak

memasuki usia sekolah (612 tahun). Dalam konteks yang serupa Barkley (dalam Flick, 1998:33) mengungkapkan bahwa ketika anak GPPH berusia 710 tahun, masalah dalam ketiga karakteristik utama berlanjut dan ditambah dengan berbagai kesulitan perilaku lainnya. Pada saat di sekolah, anak GPPH sulit menyelesaikan pekerjaan, cepat bosan terhadap pelajaran atau sulit mendengarkan pelajaran yang diberikan guru di kelas sehingga di kelas sering mengobrol atau sering melamun. Rentangperhatianyangpendekmembuatanakingincepatselesaibilamengerjakan tugastugas sekolah sehingga dalam mengerjakan soal sering salah, tetapi bukan karena tidak bisa melainkan karena tidak teliti. Akibatnya dalam pelajaran sekolah akan didapatkan nilai mata pelajaran tertentu sangat tinggi tetapi pelajaran lainnya sangat jelek. Nilai pelajaran naik turun drastis. Di rumah, anak tampak tidak bisa belajar lama. Bila belajar harus dalam keadaan tenang atau biasanya saat tengah malam. Sebaliknya anak biasanya bisa bertahan lama pada hal yang disukai seperti menontontelevisi,bacakomikataumaingame.Anakdengangangguankonsentrasi tertentu tidak terganggu bila menghadapi hal yang disukai, tetapi akan sangat bosanterthadaphalyangtidakdisukai(Judarwanto,2008). Selain itu hasil penelitian Anastopoulus (1992, dalam Odom, 1996:208) menjelaskan bahwa lebih dari 50% anak GPPH juga mengalami kesulitan dalam relasi sosial dengan orang lain. Dibandingkan dengan anak umumnya, anak GPPH biasanya lebih mudah cemas dan kecil hati. Hal ini berkaitan dengan rendahnya toleransi terhadap frustrasi sehingga bila mengalami kekecewaan, anak gampang emosional. Anak GPPH juga cenderung keras kepala dan mudah marah bila

keinginannya tidak segera dipenuhi. Hambatanhambatan tersebut membuat anak menjadikurangmampumenyesuaikandiridenganlingkungannya.Akibatnya,ada kecendrunganpeningkatanterjadinyakonflikdenganlingkungan. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diterima adanya pandangan bahwa anak GPPH merupakan tantangan yang luar biasa bagi banyak pihak. Sayangnya gangguan ini kurang dikenal dengan baik oleh orangtua, guru, dan masyarakat. Menurut Martin (2007:2), lingkungan mengenal anak dengan GPPH sebagai anak yangmemilikisikapmelawan,malas,kurangkonsentrasiatauanaknakalyang tidak mau diam. Tidak peduli betapa keras usaha orangtua untuk mengarahkan, anak GPPH terus saja melamun, tidak mampu untuk duduk tenang, mengganggu, temper tantrum, mengabaikan tanggungjawabnya, dan tidak mampu menjalin hubungan pertemanan atau menjaga persahabatan. Kondisi hubungan relasi sosial yang buruk ini menimbulkan kekhawatiran pada orangtua. Catatancatatan dari guru dan keluhankeluhan dari para orangtua lain mengenai anak GPPH menambah peningkatan kondisi stres pada orangtua. Bahkan bisa mengakibatkan persepsi orangtua terhadap dirinya sendiri menjadi buruk dan orang tua merasa tidakmampuberperansebagaiorangtuayangbaik. Hal ini menarik bagi peneliti mengingat secara teoritis menjelaskan bahwa kurangnya pengetahuan orangtua mengenai keterbatasan anak membuat pola perilaku orangtua terhadap anak menjadi tidak tepat. Orang tua menjadi banyak mengontrol, kurang responsif terhadap pertanyaan anak, sering memerintah, tidak konsisten dan memberikan hukuman sebagai metode pendisiplinan, serta hanya

sedikit memberikan perhatian terhadap perilaku yang positif. Akibatnya gejala GPPH terus berlanjut dan berkembangnya berbagai komorbid (Gomez & Sanson, 1994dalamOdom:1996:208). Studi awal yang dilakukan oleh peneliti mengenai gambaran tingkah laku anakdirumahmelaluiwawancara(Surakarta,Juni2009)terhadap4orangibuyang memiliki anak GPPH usia 7 9 tahun, menemukan bahwa ibu yang secara alamiah hubungannya lebih dekat dengan anak dan terlibat langsung dalam aktivitas anak seharihari belum memiliki informasi yang cukup mengenai keterbatasan anak GPPH. Hal ini dikarenakan, jika ibu berkonsultasi dengan temanteman, sanak keluarga, atau dokter anak, mereka hanya disuruh bersabar karena perilaku itu hanya sementara dan akan berkembang lebih baik seiring dengan perkembangan anak. Semua ibu mengatakan bahwa memiliki anak GPPH membuat ibu lelah, mudah marah, serba salah dengan tetangga, frustrasi, dan sering terpancing untuk memberikanhukumanfisik.Emosiemosiinimunculakibattingkahlakuanakyang susah diatur, terus menerus membuat keadaan rumah kacau karena perilakunya yangtidakterduga,danamarahanakcepatmeledakolehhalhalsepele.Disekolah, nilainilaianakjatuh,kurangmaumendengarkanketikaberinteraksidenganteman sebaya atau lawan bicaranya, dan juga sering berteriak atau mengamuk ketika melindungi sesuatu yang dianggap miliknya sehingga sering terlibat pertengkaran. Hal ini membuat orangtua cukup sering dipanggil oleh guru kelas dan akhirnya menimbulkanketeganganantaraibudananak.Tidakjarangpulamembuatibudan ayah saling menyalahkan atas terjadinya permasalahan tingkah laku anak. Baik

anak maupun orang tua menjadi stres, dan situasi rumahpun menjadi kurang nyaman. Untuk mengetahui tingkah laku anak GPPH dalam setting belajar di rumah, peneliti melakukan wawancara (Surakarta, Januari 2010) kepada 4 orang ibu di tempat terapi X. Berdasarkan hasil wawancara, semua subjek menjelaskan bahwa anak sering lupa menulis tugas yang diberikan atau salah mengerjakan PR. Jika anak mengerti tugastugasnya dan mencatatnya, ia sering lupa meletakkan atau menuliskannyadibukumana.Dayakonsentrasinyapunrendah.Anakhanyadapat bertahan 5 10 menit saat mengerjakan tugas dan selebihnya anak mudah beralih perhatian pada hal lain (seperti menoleh ke jendela, memainkan alat tulis atau bendabenda disekitarnya dan berbagai hal lain yang tidak relevan dengan mengerjakantugas).2orangibujugamengatakananakmudahmogokjikadiajak untuk belajar atau menundanunda selama mungkin dalam membuat PR dan baru dikerjakan kalau sudah diomeli dan diancam orang tua. Perilakuperilaku anak ini membuatprestasibelajarnyaburuksehinggamembuatibucemasakanmasadepan pendidikananak. Observasi (Surakarta, maret 2010) juga dilakukan kepada 3 orang ibu untuk mendapatkan gambaran mengenai kemampuan ibu dalam menangani

permasalahan tingkah laku anak dalam setting belajar. Hasil observasi


menunjukkan bahwa semua subjek masih mengalami kesulitan dalam menghadapi tingkah laku anak GPPH. Ibu tidak mempunyai aturan mengenai perilaku yang harusditampilkananaksaatbelajarsehinggadoronganemosionalanaktidakdapat

terkendali, masih kurang sabar untuk tidak mengkoreksi langsung kesalahan yang anak lakukan saat mengerjakan tugas, dan juga kurang memahami bagaimana membagi waktu belajar untuk anak GPPH. Disiplin yang diterapkan oleh ibu pun cenderung berupa nada suara yang tinggi, menggunakan kalimat ancaman, melotot, membentak, dan hukuman fisik (menggendong, mendekap badan anak, dan memukul kaki) jika perilaku anak menjadi mengganggu atau kasar saat proses belajar. Walaupun demikian semua ibu telah mampu memberikan penghargaan antara lain pujian atas sikap anak yang baik saat belajar, katakata penyemangat agar anak tetap menyelesaikan tugasnya, melakukan tos, tepuk tangan, memberikan makanan kesukaan anak, atau hadiah sesuai yang telah dijanjikan ketikaanakberhasilmenyelesaikantugasnyadengantuntas. Berdasarkan kondisi di atas, peneliti menyimpulkan bahwa ibu umumnya belum mengetahui bagaimana tindakan yang tepat dalam menangani permasalahan tingkah laku anak GPPH. Terbatasnya pengetahuan pengetahuan yang relevan tentang keterbatasananak dan kemampuan menangani perilaku anak dengankebutuhankhusus,menjadikaniburentanmengalamipermasalahanterkait dengan anak (seperti kecewa, tertekan, atau kebingungan) sehingga sangat dapat dipahami jika ibu melakukan tindakan yang tidak tepat terhadap permasalahan yang muncul dalam mengasuh anak. Apabila hal ini terus berlanjut maka akan menimbulkan dampak yang negatif dalam perkembangan anak di masa depan, khususnyaoptimalisasipemenuhankebutuhanbelajarpadaanakGPPH.

Melihat pentingnya variabel pengetahuan dan kemampuan ibu dalam pengembangan anak GPPH, maka peneliti merasa intervensi terhadap ibu merupakan hal yang penting di dalam program intervensi awal untuk anakanak ini. Semakin banyak pengetahuan dan keterampilan yang ibu miliki mengenai strategi penanganan perilaku anak, maka dampak dari intervensi yang dilakukan akan semakin besar. Oleh karenanya ibu perlu di informasikan dan dipersiapkan bagaimana menangani anak di rumah sehingga membantu penanganan yang dilakukan oleh profesional. Hal ini didukung oleh pendapat SonugaBarke et al. (2001, dalam Sanders & Hoath, 2002:192) yang menemukan bahwa jenis pelatihan perilakubagiorangtuasecarasignifikanlebihefektifdibandingkonselingorangtua. Karenapengetahuanmerupakandasardariketerampilan,makapenelitimembatasi penelitian ini dalam hal pemberian informasi dan pemahaman kepada ibu dalam menanganipermasalahantingkahlakuanakGPPH. Sampai saat ini, buktibukti yang secara spesifik menunjukkan efektivitas pelatihan untuk orangtua yang memiliki anak GPPH tampak lebih banyak pada anak usia prasekolah, sangat sedikit untuk anak usia sekolah dasar dan tidak ada untuk remaja. Hal ini berlandaskan pemikiran bahwa intervensi semenjak dini menawarkan kesempatan yang lebih baik untuk mengubah gangguan sepanjang perkembangan anak, sebelum perilaku anak memiliki kecendrungan antisosial dan kegagalandisekolah(Jonesetal,2007:750). Studi mengenai pelatihan orangtua yang memiliki anak GPPH usia prasekolah, yang dilakukan oleh Pisterman (1992, dalam Sanders & Hoath,

2002:192) secara umum menemukan penurunan frekuensi perilaku tidak patuh ketika dibandingkan dengan kelompok kontrol dan perubahan perilaku pengasuhan yang signifikan. Orang tua menggunakan perintah lebih tepat dan memberi penguatan terhadap kepatuhan anak secara konsisten. Orang tua juga dilaporkanmengalamipeningkatankeyakinanmengenaikemampuandirinya. Contoh lainnya dari program pelatihan orangtua dengan dukungan riset yang kuat adalah penelitian Hoath & Sanders (2002:202) yang menguji positive parenting group program untuk orangtua dengan anak GPPH usia 59 tahun dengan menggunakan bentuk dan perlengkapan 17 keterampilan inti pengasuhan. Keterampilan ini terdiri dari keterampilan mengembangkan kompetensi anak (seperti pujian, perhatian, tabel perilaku) dan keterampilan manajemen perilaku (seperti menetapkan aturan, memberikan perintah yang sesuai, time out). Selain itu orangtua juga mendapat pelatihan keterampilan coping. Hasilnya menunjukkan bahwa orangtua yang mengikuti pelatihan ini secara signifikan mengalami peningkatan level dalam kemampuan mereka untuk merespon kesulitan perilaku anak dalam berbagai setting aktivitas di rumah dibanding orangtua yang berada pada kelompok kontrol. Namun perubahan dalam penelitian ini tidak dapat digeneralisasi ke dalam setting sekolah. Hal ini karena ketiadaan pelatihan secara individual dan simpangan baku yang besar antar kelompok juga mengurangi kekuatanhasilstatistikdalammembandingkannya. Mengacu pada pendapat di atas, peneliti tertarik untuk mencari berbagai bentuk pelatihan untuk orangtua yang dapat membantu menangani permasalahan

tingkahlakuanakGPPH.Cukupbanyakprogrampelatihanpengasuhanyangtelah ditawarkan sebagai intervensi untuk menangani anak dengan GPPH dan kebanyakan menggunakan tehnik modifikasi perilaku . Salah satu ahli yang secara spesifikmengemasprogramkhususbehavioralparenttrainingadalahBarkleypada tahun 1987 dan telah mengalami sedikit modifikasi pada tahun 1997 (Barkley, 2006:460). Program ini diperuntukkan bagi orangtua untuk anak usia 412 tahun dan fokus pada proses sosial di dalam keluarga untuk mengembangkan anak GPPH. Tujuan utama dari program Barkley ini ada dua. Tujuan pertama adalah meletakkan pondasi pengetahuan yang akan mendukung dan meningkatkan keterampilan spesifik yang diajarkan. Tujuan kedua adalah untuk memonitor beragam kemampuan yang telah diperoleh orangtua dari keterampilan manajemen anak,yangtelahdisesuaikandengankebutuhananakanakdenganGPPH. Berdasarkan dua tujuan tersebut, maka langkah awal untuk memulai program ini adalah orangtua harus diberi serangkaian pengetahuan konseptual yang praktis mengenai GPPH. Kemudian program ini juga ditujukan untuk meningkatkan pemahaman berkenaan dengan prinsip manajemen perilaku, agar dapat meningkatkan pemeliharaan keterampilan sepanjang waktu dan dalam berbagai setting. Berdasarkan pengetahuan tersebut, selanjutnya program ini dirancang untuk mengajarkan orang tua sejumlah strategi untuk berhadapan dengan permasalahan perilaku anak secara efektif (Barkley, 2006:463). Hal ini membuat peneliti tertarik untuk menggunakan prinsipprinsip pendekatan

10

behavioral parent training dari Barkley sebagai landasan perancangan program pelatihanpengasuhandalampenelitianini. Menurut Kohls (1995), proses pengembangan suatu program pelatihan terdiri dari tiga tahap, yaitu (1) Tahap Persiapan yang terdiri dari penilaian kebutuhan dan perancangan program pelatihan, (2) Tahap Pengembangan yang mencakup uji coba dan revisi program pelatihan, dan (3) Tahap peningkatan yaitu tahapyangdilakukanuntukmengujiefektivitasprogrampelatihan.Padapenelitian ini proses pengembangan program pelatihan pengasuhan akan dilakukan sampai tahap 2, yaitu dilakukan asesmen kebutuhan, perancangan program, uji coba dan revisiprogram. 1.2 RumusanMasalah BerdasarkanhasilstudiawalterhadapibuyangmemilikianakGPPHusia7 9 tahun, disimpulkan perlu adanya kebutuhan intervensi bagi ibu sebagai salah satu pendekatan multimodal untuk menangani permasalahan tingkah laku anak GPPH. Anak dengan GPPH telah ditemukan mudah beralih perhatian pada hal lain, kurang mampu memenuhi tuntutan yang diperintahkan, kesulitan dalam pengaturan aktivitas dan tugas, lebih banyak bicara, amarah anak cepat meledak, menentang, dan tidak bisa diam. Permasalahanpermasalahan yang sering dikaitkan dengan keterbatasan anak GPPH ini belum diketahui dengan baik oleh orangtua, khususnya ibu yang secara alamiah hubungannya lebih dekat dengan anak dan terlibat langsung dalam aktivitas anak seharihari. Padahal ibu

11

seharusnya memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup tentang menangani berbagai permasalahan tingkah laku anak agar dapat membantu perkembangan anak GPPH, khususnya optimalisasi pemenuhan kebutuhan belajar padaanakGPPH. Salah satu bentuk pelatihan orang tua yang membuat peneliti tertarik karenadikemassecarakhususuntukmeningkatkanpengetahuandanketerampilan orang tua adalah konsep behavioral parent training yang dikemukakan oleh Barkley pada tahun 1987 dan telah mengalami sedikit modifikasi pada tahun 1997. Dasar teoritis dan konseptual pelatihan ini berlandaskan tehnik modifikasi perilaku. Program ini telah diterapkan di Amerika Serikat, dan diyakini memberi dampak signifikan terhadap perubahan kemampuan pengasuhan dalam menangani GPPH. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menyusun program pelatihan pengasuhan yang akan difokuskan pada peningkatan pemahaman ibu dalam menangani permasalahan tingkah laku anak GPPH. Penyusunan program pelatihan pengasuhan pada penelitian ini terdiri dari 2 tahap, yaitu (1) Tahap Persiapan yang terdiridari asesmenkebutuhandanperancanganprogrampelatihan,dan(2)Tahap Pengembanganyangmencakupujicobadanrevisiprogrampelatihan. Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan penelitian yang akan dijawab adalah Apakah uji coba program pelatihan pengasuhan yang telah dirancang dapat meningkatkan pemahaman dalam menangani permasalahan tingkah laku anak usia 79 tahunyangmengalamiGangguanPemusatanPerhatiandisertaiHiperaktivitas(GPPH).

12

1.3 1.3.1

Maksud,Tujuan,danKegunaanPenelitian MaksudPenelitian Maksuddaripenelitianiniadalah:

1. Merancang suatu Program Pelatihan Pengasuhan berdasarkan hasil asesmen kebutuhan yang dapat berguna untuk meningkatkan pemahaman ibu dalam menangani permasalahan tingkah laku anak usia 7 9 tahun yang mengalami GangguanPemusatanPerhatiandisertaiHiperaktivitas(GPPH). 2. Melakukan uji empiris terhadap Program Pelatihan Pengasuhan yang telah dirancang. 1.3.2 TujuanPenelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh suatu Program Pelatihan Pengasuhan yang dapat meningkatkan pemahaman ibu dalam menangani permasalahan tingkah laku anak usia 7 9 tahun yang mengalami Gangguan PemusatanPerhatiandisertaiHiperaktivitas(GPPH)berdasarkanevaluasiterhadap hasilujiempiris. 1.3.3 KegunaanPenelitian Kegunaandaripenelitianiniadalah: 1. Pelaksanaan uji coba Program Pelatihan Pengasuhan ini dapat berguna bagi subjek penelitian dalam meningkatkan pemahaman menangani permasalahan

13

tingkah laku anak usia 7 9 tahun yang mengalami Gangguan Pemusatan PerhatiandisertaiHiperaktivitas(GPPH). 2. Program Pelatihan Pengasuhan yang telah disusun merupakan salah satu pengembanganilmuterapan.Jikatelahdilakukanujiefektivitasnyamakadapat digunakan oleh psikolog sebagai salah satu metode treatment untuk orangtua yang memiliki anak usia 7 9 tahun dengan Gangguan Pemusatan Perhatian disertaiHiperaktivitas(GPPH).

14

BABII KAJIANPUSTAKA,KERANGKAPEMIKIRANDANHIPOTESIS 2.1 GangguanPemusatanPerhatianDisertaiHiperaktivitas(GPPH) 2.1.1 PengertiandanGejalaUtama GPPH adalah suatu gangguan perilaku yang memiliki gejala utama berupa ketidakmampuan individu untuk memusatkan perhatian (inatensi), impulsivitas, dan hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan ciriciri tahapan perkembangan anak (Flick, 1998; Barkley, 2006; dan Silver, 1999). Adapun penjelasandaritigagejalautamatersebutadalahsebagaiberikut: a. Inatensi Adalah ketidakmampuan individu untuk secara selektif melihat atau mendengar stimulus yang penting, lalu secara terus menerus mempertahankan perhatian pada stimulus tersebut. Oleh karena itu, dapat dikatakan inatensi memiliki dua dimensi umum, yaitu (1) selektivitas, yang berhubungan dengan kemampuan memilah mana yang akan menjadi fokus utama perhatian, dan (2) intensitas, yaitu yang berhubungan dengan kemampuan untuk

mempertahankanatensi(Barkley,1998). Karakteristik yang paling mendasar pada anak dengan gangguan pemusatan perhatian adalah ketidakmampuannya (Flick, 1998). untuk memusatkan bukan dan tidak

mempertahankan

perhatian

Sebenarnya

memperhatikan, tetapi anak memperhatikan segala hal yang ada disekitarnya.

15

Semua stimulus akan dirasakan dan diterima oleh dirinya sehingga menyebabkananaksulitmenyelesaikantugasnya. Anak GPPH mudah sekali terganggu oleh stimulus yang tidak relevan, terutama jika stimulus tersebut merupakan stimulus baru atau menarik, dan tugas yang dihadapi membosankan, tidak disukai, atau sulit. Anak juga digambarkan tidak mampu berkonsentrasi atau memberikan perhatian untuk waktu yang lama dalam beberapa situasi. Hal ini menyebabkan anak GPPH sering melakukan kesalahan dalam bekerja, dan terlihat lebih lamban jika dibandingkandengananakyanglain. b. Impulsivitas Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respon. Ada semacam dorongan untuk mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak terkendali.Dorongantersebutmendesakuntukdiekspresikandengansegeradan tanpa pertimbangan. Impulsivitas ini dapat di ekspresikan dalam banyak cara, antara lain: banyak bicara, seringkali memotong pembicaraan orang lain, kesulitan dalam menunggu giliran, dan seringkali tidak mengikuti aturan yang berlaku. Sisi lain dari impulsivitas adalah anak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun oranglain. Pada dasarnya mereka menyadari perilaku yang benar dan salah serta dapat menyebutkan aturan di rumah atau di kelas, namun demikian seringkali mereka bertindak sebelum berpikir atau berpikir setelah mereka bertindak (Flick,

16

1998). Kecenderungan untuk bertindak sebelum sebelum berpikir inilah yang sering melibatkannya dalam permasalahan, baik di bidang akademis dan lingkunganpergaulansosialnya. c. Hiperaktivitas Hiperaktivitas berkaitan dengan gerakan motorik yang berlebihan. Biasanya gerakan tersebut tidak terarah dan tidak tepat dengan tuntutan tugas. Kualitas dari gerakan terlihat energik secara berlebihan, ceroboh, tidak teratur dan kurang bertujuan. Kelebihan gerakan dan kegelisahan anak akan lebih muncul padasituasidimanaiaharusdudukterusmenerusataupadasituasiyangsangat terstruktur seperti duduk di dalam kelas, dibandingkan pada situasi yang santai dengan sedikit tuntutan dari luar. Masalah hiperaktivitas ini tidak akan terlihat atau dikenali sebelum anak ditempatkan pada situasi yang menuntutnya untuk diam lama dan mengendalikan perilaku atau gerakannya dalam rentang waktu yanglama. Pada anak GPPH gejala gerakan motorik berlebihan dapat dilihat dari perilaku anak yang tidak bisa diam. Duduk dengan tenang merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. Anak akan bangkit dan berlarilari, berjalan ke sana kemari, bahkan memanjatmanjat. Di samping gerakan, anak cenderung banyak bicaradanmenimbulkansuaraberisik.Aktifitasanaktidaklazimdancenderung berlebihan yang ditandai dengan gangguan perasaan gelisah, selalu menggerak gerakkan jarijari tangan, kaki, pensil, dan selalu meninggalkan tempat duduknya meskipun pada saat dimana dia seharusnya duduk degan tenang.

17

Pada situasi yang terstruktur tentu saja perilaku hiperaktivitas ini akan menjadi masalahyangsangatjelasdantidakdapatdisangkal. 2.1.2 Kriteria GPPH Berdasarkan Diagnostik and Statistic Manual of Mental Disorder(DSM)IVTR BerikutiniadalahkriteriaGPP/GPPHberdasarkanDSMIVTR: A. Baikkriteria(1)maupun(2) (1). Inatensi: Sedikitnya enam atau lebih simptom inatensi muncul dalam waktu sekurangkurangnya 6 bulan yang bersifat maladaptive dan inconsistent dengantahapanperkembangan: a. Sering gagal memberikan perhatian terhadap hal rinci atau ceroboh dalammembuattugassekolahdanaktifitaslain. b. Sulit mempertahankan perhatian terhadap tugas atau aktivitas permainan c. Sering terlihat seperti tidak mendengarkan ketika diajak bicara oleh oranglain d. Tidak dapat mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas sekolah, pekerjaanrumah,atauditempatkerja e. Kesulitandalampengaturanaktivitasdantugas f. Seringkali menghindari, tidak menyukai, atau enggan terlibat dalam tugas yang menuntut kemampuan mempertahankan usaha mental, sepertipadatugassekolahataupekerjaanrumah.

18

g. Seringkalikehilanganbendabendayangdibutuhkanuntukberaktivitas h. Perhatiannyamudahteralihkanolehstimulus/rangsanganluar i. Seringlupadalamaktivitasseharihari Sedikitnya 6 atau lebih simptom

(2) HiperaktivitasImpulsivitas:

hiperaktivitasimpulsivitasmunculselamasekurangkurangnya6bulanyang bersifatmaladaptivedaninconsistentdengantahapanperkembangan. Hiperaktivitas a. Seringmerasagelisahtanganataukakiataumenggeliatsaatduduk b. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau dalam situasi lain yang menuntutuntuktetapduduk c. Seringkali berlarian atau memanjat dalam situasi yang tidak tepat (apabilasudahremajaataudewasa,makadibatasiperasaansubjektifatau tampakgelisah) d. Sulitbermainataumelakukanaktivitaskesenangandengantenang e. Tidak bisa diam, selalu bergerak, seakanakan seperti ada mesin yang menimbulkangerak. f. Banyakberbicara

Impulsivitas a. Seringmenjawabpertanyaansebelumpertanyaantersebutselesai b. Seringsulitmenunggugiliransaatbermainatauberaktivitas c. Seringmelakukaninterupsiataumenyelaoranglainketikaberbicaraatau bermain

19

B. Beberapa simptom hiperaktifimpulsif atau inatensi sebagai penyebab

gangguan,munculsebelumusia7tahun.
C. Beberapa gangguan dari simptom muncul dalam 2 atau lebih situasi

(misalnyadisekolahdandirumah).
D. Terdapat bukti yang jelas atau signifikan secara klinis adanya gangguan

dalamfungsisosial,akademis,ataupekerjaan.
E. Simptom tidak muncul secara eksklusif jika anak mengalami gangguan

perkembangan pervasif, skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya, dan sebaiknya bukan disebabkan gangguan mental lainnya (misalnya: gangguan mood,gangguankecemasan,gangguankepribadian). Kodeberdasarkantipegangguan,yaitu: 314.01 Tipe Kombinasi : jika kriteria A(1) dan A(2) muncul dalam 6 bulan terakhir 314.00TipePredominanInatensi:JikakriteriaA(1)terpenuhisedangkankriteria A(2)tidakdalam6bulanterakhir. 314.01 Tipe HiperaktivitasImpulsivitas: Jika kriteria A(2) terpenuhi sedangkan kriteriaA(1)tidak,dalam6bulanterakhir. 2.1.3 PenyebabMunculnyaKeluhanGPPH BerdasarkanpemikirandariSears&Thompson(1998),danBarkley(1998) makapenyebabmunculnyaGPPHdapatdikelompokkanmenjadiduakelompok besar,yaitu:

20

1. Faktorfisik/neurologis Banyak bukti yang menunjukkan berkurangnya kegiatan pada daerah daerah tertentu di otak sebagai penyebab yang paling mungkin dari sebagian besar bentuk gangguanpemusatanperhatian (Martin, 2007:77). Menurut Barkley (2006:220), secara umum fungsi kerja otak yang kurang optimal terjadi pada bagian frontal lobe khususnya pada kortek prefrontal sehingga menyebabkan masalah dalam melakukan atensi (fungsi kognitif) dan pengendalian, serta koordinasi gerak tubuh (fungsi motorik). Dalam penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan EEGs dan MRI didapatkan gambaran disfungsi otak di daerah prefontral kanan yang mengimplikasikan terjadinya hambatan terhadap responrespon yang tidak relevan dan fungsifungsi tertentu (Barkley, 2006:221). Sedangkan penelitian dengan menggunakan PET untuk mengukur metabolisme gula di dalam selsel otak orang dewasa yang mengalami GPPH sejak masa kanakkanak menunjukkan bahwa premotor cortex dan superior prefrontal cortex yang terlibat dalam pengaturan perhatian dan kontrol motoriknya lebih rendah 8% dibandingkan dengan kelompok kontrol (Martin,2007:72) Perubahanperubahansuasanahatiyangcepatdankepekaanberlebihanjuga merupakan akibat dari otak yang bermasalah dalam mengatur gerakangerakan motorik dan responrespon emosional. Semua karakteristik ini kemudian dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk belajar dan mengolah informasi secaraefisien.(Martin,2007:79).

21

2. PermasalahanPsikologis Faktor psikologis ini berkaitan dengan kurangnya pemberian treatment ataupun stimulasi yang dapat membantu anak untuk dapat mengendalikan atensi dan tampilan perilaku secara mandiri. Selain itu juga dapat disebabkan karena faktor lingkungan psikososial yang kurang mendukung, seperti kesibukan orang tua sehingga memiliki kualitas interaksi yang kurang kondusif bagi anak, kejadian fisik yang menimbulkan stres, temperamen anak, ataupun kurangnya contoh perilaku yang menunjukkan pengendalian perilaku secara tepat(Barkley,2006:231) Walaupun masih terus diperdebatkan, namun berdasarkan pendapat beberapa ahli, yaitu Vallet (1974), Flick (1998), dan Barkley (2006) terdapat suatu pernyataanyangsamamengenaifaktorpenyebabmunculnyagejalaGPPH,yaitu lebih merupakan suatu interaksi antara kemungkinan kontribusi dari gangguan aktivitas fungsi otak dan dipengaruhi oleh keunikan pengalaman dari lingkungan individu sehingga membentuk suatu bentuk perilaku GPPH yang berbedabeda. 2.1.4 TreatmentGPPH Konsep yang paling penting yang muncul dari berbagai riset mengenai GPPH adalah bahwa belum ada pengobatan yang berhasil diterapkan sendirian. Strategi penanganan tersebut melibatkan aspek farmasi, perilaku, dan metode multimodal. Metode manajemen perilaku bertujuan untuk memodifikasi

22

lingkungan fisik dan sosial anak untuk mendukung perubahan perilaku. Pihak yang dilibatkan biasanya adalah orang tua, guru, dan psikolog. Tipe pendekatan perilaku meliputi training perilaku untuk guru dan orang tua, program yang sistematik untuk anak (penguatan positif dan token economy), terapi perilaku klinis (training pemecahan masalah dan keterampilan sosial), dan tritmen kognitifperilaku/CBT (monitoring diri, selfreinforcement, instruksi verbal untukdirisendiri,dll)(AAP,2001). Sedangkan metode farmasi meliputi penggunaan psikostimulan, antidepresan, obat untuk cemas, antipsikotik, dan stabilisator suasana hati. Penting untuk diperhatikan bahwa penggunaan obatobatan ini harus dibawah pengawasan ketat dokter dan ahli farmasi yang terusmenerus melakukan evaluasi terhadap efektivitas penggunaan dan dampaknya terhadap subjek tertentu. Hal ini karena efek samping utama obatobatan stimulan adalah insomnia, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, terhambatnya penambahan tinggi badan, dan sifat lekas marah. (Anastopoulus, DuPaul, & Barkley,2001:211). Barkley (1995, dalam Martin, 2007:233) menjelaskan bahwa pendekatan medis memang masih dianggap efektif dalam meningkatkan kepatuhan, meningkatkan pekerjaan akademis, dan penyesuaian sosial sebanyak 7095% anakanakdenganGPPH.Namunberbagaipenelitiantelahmenunjukkanbahwa cara terbaik untuk menangani anak dengan GPPH dalam jangka panjang adalah dengan mengkombinasikan beberapa pendekatan dan metode penanganan.

23

PenelitianyangdilakukanNIMHterhadap579anakGPPHmenunjukkanbahwa kombinasi terapi obat dan perilaku lebih efektif dibandingkan jika digunakan sendirisendiri. Ternyata dosis obat yang digunakan lebih rendah jika diikuti dengan terapi perilaku daripada jika diberikan tanpa terapi perilaku. Walaupun demikian tidak ada treatment yang telah terbukti dapat menyembuhkan kondisi GPPH, semuanya hanya meringankan gejala. Oleh karena itu para professional melihat GPPH sebagai ketidakmampuan perkembangan yang membutuhkan perlakuan tertentu dalam jangka panjang (Anastopoulus, DuPaul, & Barkley, 2001:210). 2.1.5 KarakteristikKeluargadenganGPPH Lingkungan dan faktor psikososial seperti keadaan sosialekonomi, perselisihan keluarga, dan tidak berfungsinya hubungan antar orangtua diakui sebagai faktor resiko untuk gangguan perilaku mengganggu pada masa kanak kanak. Adversities juga berperan terhadap proses yang menyebabkan subtipe tertentu dari gangguan perilaku pada masa kanakkanak, yaitu gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktivitas (Sandberg, 2002:367). Telah banyak bukti yang menyatakan bahwa kehadiran anak dengan GPPH berhubungan dengan bermacammacam derajat gangguan di dalam keluarga dan fungsi pernikahan, hubungan orangtuaanak, menurunnya perasaan kompeten sebagai orangtua, meningkatkan stres pengasuhan dan parental psychopathology (Johnston &Mash,2001:183).

24

Isudariinteraksiorangtuaanakdalamkontekssosialdanfaktorkeluarga telahdilaporkanolehberbagaipenelitianberikutini:

1. Relasiorangtuaanak
Carlson et al. (1995, dalam Johnston & Mash, 2001: 191), menggunakan sampelkeluargadenganstatussosioekonomibawahyangdiamatisejakmasa kanakkanak hingga tahun pertama sekolah dasar menemukan bahwa ketidakpekaan ibu dan stimulasi yang berlebihan atau tidak adanya kedekatan fisik selama masa kanakkanak dapat memprediksi perilaku anak yang mudah teralihkan dan hiperaktif. Sedangkan Whitmore, Kramer, and Knutson (1993, dalam Johnston & Mash, 2001:190) yang membandingkan orang dewasa dengan GPPH pada masa kanakkanak terhadap saudara laki laki mereka menemukan bahwa anak GPPH lebih sering dihukum dan lebih sedikit berbagi dengan orangtuanya dibanding saudara laki lakinya. PenelitianpenelitianinimenunjukkanpengaruhorangtuapadaanakGPPH telahditemukansejakusiadinidanmempengaruhiperkembangananakdari waktukewaktu.

2. Gayapengasuhan
Penemuan untuk dua studi epidemiologis di Hongkong (Leung et al., 1996) dan di London Timur (Taylor et al., 1991), mengindikasikan hubungan yang signifikan antara ketidakkonsistenan gaya pengasuhan orangtua dan hiperaktif anak. Hasil yang ditunjukkan dari kedua survey ini adalah terjadi perselisihan paham orangtua mengenai bagaimana cara menangani perilaku

25

anak yang menentang, rendahnya citacita orangtua berkenaan dengan prestasi akademis anak, kurangnya keterlibatan orangtua dalam menarik perhatian anak untuk belajar, dan lebih sedikit kesempatan dan dorongan yang ditawarkan ke anak dengan GPPH. SonugaBarke & Goldfoot (1995 dalam Johnston & Mash, 2001:194) juga melaporkan hal yang senada bahwa ibu dari anak dengan GPPH melihat perilaku anak lebih tidak stabil dan mempunyai harapan yang rendah untuk sukses dalam mengatur perilaku anak mereka dibanding para ibu dari anakanak normal. Perbedaan ini di samping memperlihatkan penggolongan IQ anak, juga memperkirakan ibu yang meremehkan kemampuan anak atau anak yang menunjukkan performanyadibawahpotensinya.

3. Parentalpsychopathology
Hubungan antara penyakit psikiatris orangtua dan berbagai kesulitan perilaku anak, terutama depresi ibu sebagai faktor yang berkontribusi terhadapkesulitaninteraksiantaraorangtuaanak(DowneydanCoyne,1990; Hibbs et al., 1991; Cummings dan Davies, 1994, dalam Sandberg, 2002:376). Banyak faktor yang mempengaruhi hubungan antara depresi ibu dan perilakuanak.Campbelletal.,(1996,dalamSandberg,2002:376)menjelaskan bahwa ibu yang depresi menunjukkan kurang toleransi dengan perilaku anak secara umum, penolakan yang berlebihan, mudah marah, aversiveness, dan kurangnya perilaku positif ketika berinteraksi dengan anak, dibanding ibu yang tidak depresi untuk perilaku yang sama. Anakanak dengan ibu

26

depresi juga menunjukkan kebencian yang lebih ketika berinteraksi dengan ibu dan cenderung bertindak agresif terhadap ibu. Warburton & Reed (1995, dalam Johnston & Mash, 2001:192) menemukan bahwa perbandingan rasio menjadi GPPH secara signifikan meningkat pada keluarga dengan kemalanganpsikososial(sepertipsikopatologiibudanstatussosioekonomi).

4. Perselisihandalampernikahan
Perselisihan dalam pernikahan dapat berfungsi dengan cara yang sama seperti depresi, dalam mengubah persepsi orangtua dan gaya menangani perilaku anak (Jenkins dan Smith, 1991, dalam Sandberg, 2002:377). Kombinasi dari depresi ibu dan perselisihan dalam pernikahan mengakibatkan tingginya tingkat penyimpangan yang dirasakan anak dan terjadi konflik nyata antara orangtuaanak (Campbell et al., 1996; Murray et al., 1996a, dalam Sandberg, 2002:377). Selain itu, interaksi yang saling membenci antara ibuanak juga lebih meningkat di dalam keluarga, dimana ibu juga mengalami interaksi negatif dengan orang dewasa lainnya (seperti pasanganataukeluarga).Olehkarenaitusangatmungkinperselisihandalam pernikahan, depresi ibu, perilaku antisosial orangtua dan agresi pernikahan merupakanhubunganyangsecarasignifikanterdapatdidalamkeluargadari beberapaanakGPPH(Barkleyetal.,1992,dalamSandberg,2002:377).

27

2.2 2.2.1

PelatihanPengasuhanUntukOrangtuayangMemilikiAnakGPPH DasarPemikiranParentTrainingdariBarkley Pendekatan pelatihan untuk orangtua yang menggunakan tehnik

modifikasi perilaku merupakan pendekatan yang berlandaskan model social learning dan secara khas dikenal sebagai parent training. Konsep ini sangat dipengaruhi oleh penelitianpenelitian dari Patterson dan Gullion (1968), Hanf (1969), dan Forehand & McMahon (1981). Menurut Forehand & McMahon (1981, dalam Power et al, 2002:119), secara umum komponen inti dari program parent training adalah: (1) membangun hubungan positif orangtuaanak melalui pengalaman bermain yang mendukung; (2) membuat permintaan agar anak patuh dengan cara yang efektif; (3) menyediakan penguatan yang positif untuk kepatuhan dan untuk perilaku yang bertanggung jawab; dan (4) menggunakan strategihukumansecaraefektif. Barkley pada tahun 1987 merekomendasikan metoda parent training untuk anak usia 412 tahun. Program pelatihan untuk orang tua dengan anak GPPH yang diuraikan oleh Barkley (1987) bersumber dari beberapa pendekatan teoritis dan bukti yang empiris. Diantaranya adalah Forehand et al yang telah berulangkali meneliti anak balita yang dinyatakan memiliki kecendrungan menentang, agresif, dan permasalahan tingkah laku (Forehand & Mcmahon, 1981; Wells & Forehand, 1985, dalam Anastopoulos, DuPaul, & Barkley, 2001:214). Program Forehand ini melatih orang tua dalam menggunakan keterampilan untuk memberikan perhatian yang positif terhadap perilaku yang

28

tepat,danjugamelatihorangtuauntukmenggunakanprosedurreinforcementdan time out. Pandangan teoritis Minuchin & Fishman (1981) mengenai family system theory juga dimasukkan dalam program Barkley dengan populasi anak GPPH. Pandangan ini menjelaskan bahwa memiliki anak GPPH membuat keluarga memiliki peningkatan resiko terganggunya hubungan dalam keluarga, seperti keteganganantaraayahdanibuatauadikdankakak. Program Barkley fokus pada proses sosial di dalam keluarga untuk mengembangkan anak GPPH (Newby et al, 1991). Terdapat dua tujuan utama dalam program Barkley. Tujuan pertama adalah meletakkan pondasi pengetahuan yang akan mendukung dan meningkatkan keterampilan spesifik yang diajarkan. Tujuan kedua adalah untuk memonitor beragam kemampuan yang telah diperoleh orangtua dari keterampilan manajemen anak, yang telah disesuaikandengankebutuhananakanakdenganGPPH. Berdasarkan 2 tujuan tersebut, maka langkah awal untuk memulai program ini adalah orangtua harus diberi serangkaian pengetahuan konseptual yang praktis mengenai GPPH. Kemudian program ini juga ditujukan untuk meningkatkan pemahaman berkenaan dengan prinsip manajemen perilaku, agar dapat meningkatkan pemeliharaan keterampilan sepanjang waktu dan dalam berbagai setting. Berdasarkan pengetahuan tersebut, selanjutnya program ini dirancang untuk mengajarkan orang tua sejumlah strategi untuk berhadapan dengan permasalahan perilaku anak secara efektif. Sejauh ini tujuantujuan tersebutdapatdicapaidandiikutidenganperbaikanperilakuanak.

29

Program parent training dari Barkley dapat diselesaikan dalam 8 12 sesi. Program ini tidak membatasi para ahli untuk melakukan sesi treatment yang persis sama seperti yang di ungkapkan Barkley dan juga mengijinkan para ahli untuk mengambil sesi tertentu yang hanya diperlukan untuk menyempurnakan penguasaanorangtuaberkenaandenganketerampilanmanajemenperilakuyang ditargetkan. Program ini juga dapat dilaksanakan secara individual maupun berkelompok. Program individual membantu orangtua yang mengalami kesulitan untuk berbagi masalah dengan lingkungan atau dengan tingkat intelektualyangtidakterlalubaik.Programindividualinidisusunsesuaikondisi spesifik keluarga dan kondisi anak yang bersangkutan, dan masingmasing sesi biasanya berlangsung selama 1 jam. Sedangkan program kelompok akan memungkinkansetiappesertauntukbelajardarikeluargalainnyayangmemiliki permasalahan serupa dan saling mendukung satu sama lain. Program dalam formatkelompok,biasanyamenggunakanwaktu90menituntuksetiapsesinya. 2.2.2 PrinsipPrinsipPengembanganAnakGPPHdalamParentingProgram Barkley (2005:146154) mengungkapkan 9 prinsip kunci dalam menjalankanparentingprogrambagianakGPPH,yaitu: 1. Prinsip memberikan umpan balik dan konsekuensi dengan segera dan seseringmungkin Prinsip ini mendorong anak GPPH untuk bertahan pada tugas. Ketika berhadapan dengan pekerjaan yang membosankan atau tidak

30

menguntungkan, anakanak dengan GPPH akan merasakan dorongan untuk menemukan hal lain yang dapat mereka lakukan. Jika orangtua ingin anak tetap bertahan pada tugasnya, orangtua harus menyusun umpan balik yang positif dan konsekuensi yang akan membuat tugas tersebut lebih menguntungkan, serta mengganti konsekuensi negatif untuk tindakan yang tidaksesuaisaatanakberhentimengerjakantugas. Umpan balik positif dapat diberikan dalam bentuk ucapan selamat atau pujian, yang dinyatakan dengan jelas dan spesifik bahwa apa yang anak lakukan itu adalah positif. Hal ini juga merupakan bentuk kasih sayang secara fisik. Dalam beberapa peristiwa, umpan balik harus melibatkan penghargaan seperti sistem dimana anak mendapat poin untuk perlakuan khusus. Hal ini karena pujian tidak akan cukup untuk memotivasi anak GPPH untuk tetap bertahan dengan tugas yang diberikan. Apapun jenis umpan balik yang orangtua berikan, akan semakin efektif ketika diberikan dengan segera dan sesering mungkin. Penggunaan prinsip ini memang bisa membuat kesal dan mengganggu anak, serta melelahkan untuk orangtua. Tetapi hal ini perlu dilakukan sebanyak waktu dan energi yang orangtua miliki untuk mengubah beberapa bentuk perilaku yang tidak diinginkan secarasignifikan. 2. Prinsipmenggunakankonsekuensiyangbermakna Anak dengan GPPH memerlukan konsekuensi yang bermakna daripada anakanak normal untuk mendorong anak agar melakukan pekerjaan,

31

mengikuti aturan, atau bersikap baik. Konsekuensi ini meliputi kasih sayang secara fisik, hak istimewa, makanan ringan yang khusus, token atau poin, imbalanmaterial(sepertimainanyangkecilataubarangbarangkoleksi),dan bahkan adakalanya dengan uang. Dalam menggunakan prinsip ini, orangtua harus memperhatikan derajat GPPH anak. Semakin tinggi derajat GPPH maka konsekuensi yang diberikan lebih besar, lebih signifikan, dan kadang kadang konsekuensi materi lebih banyak diberikan untuk mengembangkan danmempertahankanperilakupositifanak. 3. Prinsipmendahulukanpemberianinsentifsebelummenghukum Merupakan hal umum bagi orang tua untuk menggunakan hukuman ketika anakberperilaku yang tidak sesuai atau tidak mematuhi perintah. Hal ini mungkin baik untuk anak tanpa GPPH yang hanya bertingkah kadangkadang dan dapat menurut dengan hukuman ringan yang orangtua berikan. Akan tetapi untuk anak dengan GPPH yang cenderung berperilaku tidak sesuai jauh lebih sering dan menerima banyak konsekuensi negatif, hukuman tidak akan efektif untuk mengubah perilaku. Hukuman biasanya menyebabkan kebencian dan permusuhan pada anak, sehingga akhirnya anak akan menghindari interaksi dengan orangtua. Dalam beberapa kasus anak akan mencoba untuk menemukan caracara melawan balik, membalas dendam, mendapatkan hukuman yang berlebihan. Oleh karena itu sangat penting bagi orangtua untuk mengingatkan diri sendiri mengenai prinsip menggunakan hal positif sebelum menghukum. Hal ini terkait bahwa anak

32

GPPH sering menerima teguran, hukuman, dan penolakan dari orang lain yang tidak memahami ketidakmampuan anak, dan hanya penggunaan penghargaan dan insentif yang dapat mengubah perilaku anak sesuai yang orangtuaharapkan. 4. Prinsippenggunaanintervalwaktu Anak dengan GPPH mengalami keterlambatan dalam perkembangan waktu dan masa depan. Hal ini karena mereka mempunyai permasalahan dalam merespon tuntutan yang melibatkan jadwal dan persiapan untuk masadepan.Merekamemerlukanbeberapaacuaneksternalmengenaijangka waktu yang dibutuhkan dalam mengerjakan tugas. Oleh karena itu lingkungan perlu membantu anak memahami konsep waktu. Misalnya, jika anak diberikan waktu 20 menit untuk membersihkan kamar,

maka orangtua harus mengatur alat pengukur waktu selama 20 menit yang diletakkan di tempat yang mudah terlihat oleh anak. Orangtua dapat menggunakan jam dan alarm untuk mengeksternalisasi interval waktu kepada anak dan memberikan anak cara yang lebih akurat untuk menandai waktuselamamenyelesaikantugas. Untuk tugas yang melibatkan interval waktu lebih panjang (seperti proyek yang ditugaskan kepada anak sebagai PR), orangtua memerlukan jembatan waktu yaitu dengan memecah tugas ke dalam langkahlangkah kecil yang harus dilakukan setiap harinya. Tanpa metoda ini, anak akan

33

meninggalkan pekerjaan yang harus dilaksanakan sampai detikdetik terakhir,dimanasangatmustahiluntukmelakukanpekerjaandenganbaik. 5. Prinsipmengembangkankemampuanmemecahkanmasalah Anak dengan GPPH tidak mampu dalam mengolah informasi, dimana mereka harus berhenti dan berpikir mengenai situasi atau masalah yang terjadi. Mereka menjawab sesuai dorongan hati, tanpa memperhatikan pilihanpilihan yang dapat mereka pertimbangkan. Oleh karena itu penting bagiorangtuauntukmengajarkancaramelihatmasalahsecarasistematisdan terorganisasaisehinggadiperolehalternatifsolusiyanglebihbaik. Misalnya,jikaanakharusmenuliseseisingkatuntuksekolahdaniatidak merespon dengan baik pada tugas ini, maka anak dapat diminta untuk mencatat semua hal yang ada dalam pikirannya dalam waktu yang singkat. Dengan cara ini setiap pikiran akan mudah ditangkap dan anak dapat bermain dengan ideidenya sebagai pengganti informasi mental yang mengalami hambatan. Hal ini cukup efektif dilakukan, apalagi terkait dengan pekerjaan rumah. Jadi setiap kali anak harus melakukan pemecahan masalah, orangtua dapat memikirkan beberapa cara untuk menyelesaikan masalah yang melibatkan hal fisik sehingga anak dapat menyentuh, memanipulasi bagian, bergerak di sekitar, dan menemukan hal baru dari suatu bagian informasi yang mungkin bisa membantu mereka dalam memecahkanmasalah.

34

6. Prinsippentingnyakonsistensi Prinsip ini berkaitan dengan orangtua harus menggunakan strategi yang sama untuk mengelola perilaku anak GPPH. Ada 4 hal yang penting diperhatikan dalam menerapkan strategi yang konsisten, yaitu (1) menjadi konsisten sepanjang waktu, (2) tidak mudah menyerah ketika program perubahan perilaku baru dimulai, (3) merespon dengan cara yang sama ketika settingnya berubah, dan (4) kedua orangtua menggunakan metode yangsama. Aturan yang berubahubah dan juga kehilangan harapan ketika mencoba menetapkan metode baru pengasuhan merupakan tanda kegagalan dalam menghasilkan perubahan perilaku anak yang signifikan. Selain itu, banyak orangtua yang terperangkap hanya dapat mengelola perilaku anak pada setting rumah dan jauh berbeda ketika berada di depan publik. Padahal mencoba untuk memelihara kekonsistenan semampu orangtua, dapat menyatukanperbedaandidalamgayapengasuhan. 7. Prinsipperencanaanmenghadapisituasibermasalah Ketika berada di situasi tertentu dan anak mulai menangis atau merusakkan barangbarang di sekitarnya, maka orangtua akan memberikan ancaman dan berbagai perintah. Orangtua sebenarnya bingung, frustrasi, tidak dapat berpikir tenang, sehingga tidak dapat mengambil solusi dengan tepat. Kecemasan orangtua kemudian meningkat ketika orang lain mulai memperhatikan dan hukuman fisik kepada anak mulai dijalankan (seperti

35

menarik anak keluar dari situasi bermasalah, menutup mulut anak, bahkan memukul). Ada lima langkah sederhana yang dapat dilakukan orangtua sebelum memasuki situasi bermasalah, yaitu: (1) memprediksi di situasi mana anak GPPH cenderung berperilaku tidak sesuai, (2) mempertimbangkan waktu yang terbaik untuk menghadapi perilaku anak, (3) mengembangkan rencana tindakan sebelum memasuki situasi bermasalah, (4) menjelaskan kepada anak mengenai rencana yang telah disusun, dan (5) mengikuti rencana tersebutketikaperilakuyangtidaksesuaimulaimuncul. 8. PrinsipmenerimaberbagaihaldalamperspektifanakGPPH Kadangkadang, ketika berhadapan dengan kesulitan menangani perilaku anak dengan GPPH, orangtua akan kehilangan semua perspektif mengenai keterbatasan anak yang menyebabkan munculnya masalah sehinggaorangtuamenjadimarah,dipermalukan,ataupalingsedikitfrustasi ketika manajemen perilaku yang dicobakan tidak bekerja. Salah satu cara membuat orangtua tenang adalah mencoba untuk mempertahankan beberapa jarak psikologis dari permasalahan anak. Menganggap diri sendiri sebagai orang asing, menjadikan orangtua dapat melihat situasi dengan menyeluruh untuk mengatasi perilaku anak. Hal ini memang sulit, sehingga orangtua harus punya cara untuk mengingatkan diri sendiri mengenai keterbatasan anak, terutama ketika sedang berusaha untuk menghadapi perilakuanakyangmengganggu.

36

9. Prinsipmelatihsikapmemaafkan Memaafkan adalah prinsip yang paling penting, tetapi sering paling sulit untuk diterapkan secara konsisten di dalam kehidupan seharihari. Ada tiga cara untuk memaafkan. Pertama, setiap harinya setelah menidurkan anak atau sebelum orangtua tertidur, manfaatkan sedikit waktu untuk meninjau kembali kejadian hari itu dan maafkan anak untuk pelanggaran yang dilakukannya. Lepaskan kemarahan, kekesalan, kekecewaan, atau emosi lainnyayangsudahmunculhariitukarenakelakuanburukanak.Anaktidak bisamengontrolapayangdialakukandanberhakuntukdimaafkan. Kedua, berkonsentrasi untuk memaafkan orang lain yang telah salah pahamterhadapperilakuanakyangtidaksesuaidanbertindakmenyalahkan ketidakmampuan orangtua menangani perilaku anak. Jangan mengambil tindakan korektif dan menekan anak, tetapi lepaskan sakit hati, kemarahan, dan segala kejadian yang tidak menyenangkan yang telah menimpa Anda sebagai orangtua yang memiliki anak GPPH. Ketiga, orangtua harus belajar untuk berlatih memaafkan diri sendiri atas kesalahan dalam mengelola perilaku anak setiap harinya. Lepaskan evaluasi diri yang akan mengarah ke hal negatif (seperti mengutuk diri, perasaan malu, penghinaan, kebencian, atau kemarahan) menjadi evaluasi yang jujur mengenai pencapaian hari ini dalam menangani perilaku anak, mengidentifikasi area mana yang dapat ditingkatkan, dan membuat suatu komitmen pribadi untuk bekerja keras esokhari.

37

2.2.3

SesiPelaksanaanParentTrainingdariBarkley Sebelum menguraikan secara spesifik masingmasing sesi program

pelatihan ini, penting untuk diingat bahwa banyak sesi dari program ini telah dibahas secara detail oleh para ahli lainnya. Konsekuensinya adalah program ini tidak menyediakan suatu manual teknis dan sebagai gantinya Barkley menyajikan ringkasan deskripsi prosedur pelaksanaan program ini sehingga memberikan pemahaman yang lebih baik dari kerangka kerja yang telah dikemukakannya dalam mengimplementasikan program behavioral parent training.Berikutiniakandijelaskansecaraterperinciprogrampelatihanorangtua berdasarkankerangkakerjaBarkley(2006:463473): 1. SesipemberianinformasimengenaiGPPH Sesi ini merupakan sesi yang paling awal dan bertujuan untuk memperkenalkan orangtua mengenai mekanisme program pelatihan dan untuk memulai proses peningkatan pengetahuan orangtua mengenai GPPH. Sebagian besar sesi ini diberikan dengan format ceramah dan dibantu oleh tayangan presentasi yang telah disiapkan secara spesifik untuk membantu memudahkanperhatianorangtuadanmemahamiinformasiyangdisajikan. Sesi ini dimulai dengan diskusi singkat mengenai bagaimana konseptualisasi diagnostik awal pada anak GPPH dan label yang umumnya orangtua kenali (seperti gangguan konsentrasi, hiperaktivitas, kelainan fungsi otak yang minimal). Selanjutnya pelatih menjelaskan mengenai latar belakang historis, gejala inti dari GPPH, perilaku umum yang diasosiasikan

38

dengan bentuk GPPH, dan pendekatan intervensi multimodal. Presentasi dari semua informasi ini harus sesingkat mungkin supaya orang tua memusatkan perhatian dengan penuh terhadap poin utama. Secara umum setelah pelatih memberikan penjelasan, diikuti oleh sesi diskusi berkaitan dengan pengetahuan orangtua saat ini dan kondisi keluarga dengan anak GPPH. 2. SesiMemahamiHubunganOrangtuaAnak. Tujuan dari sesi ini adalah mengajarkan orang tua mengenai penyebab perilaku anak yang mengganggu, memperbaiki informasi yang salah, mengidentifikasi penyebabnya pada masingmasing keluarga,

menyampaikan halhal yang menyebabkan perilaku mengganggu anak semakin berlanjut (jika memungkinkan), dan membahas prinsipprinsip pengelolaan perilaku melalui model antecedentbehaviorconsequence. Pada sesi ini lebih banyak menekankan pada diskusi yang mendalam dibanding presentasidaripelatih. Materi pada sesi kedua dimulai dengan pelatih memberikan kerangka konseptual untuk memahami interaksi orangtuaanak yang menyimpang dan bagaimana mengelolanya. Pada konteks ini, orang tua disiapkan terhadap empat faktor utama yang dapat berperan dalam kemunculan dan/atau pemeliharaan dari berbagai permasalahan tingkah laku anak, yaitu karakteristik anak, karakteristik orangtua, peristiwa stress yang terjadi pada keluarga,danbagaimanagayapengasuhantertentu(sepertikritikyangkasar

39

atauberlebihan,ketidakkonsistenan)dapatmempersulitmanajemenperilaku padaanakGPPH. Poin dari sesi ini adalah pelatih memberikan gambaran prinsip manajemen perilaku umum melalui model AntecedentBehaviorConsequnce sebagai cara untuk mempersiapkan tehnik perilaku yang spesifik. Gambaran ini diperkenalkan dengan diskusi yang mendalam seperti berbagai jenis penguatan yang positif dan strategi hukuman yang telah orangtua terapkan; kebutuhanuntukmenggunakanberbagaikombinasipemberiankonsekuensi; dankeuntunganpemberiankonsekuensiyangspesifik,segera,dankonsisten. 3. SesiMeningkatkanKeterampilanPositiveAttending Tujuandarisesiiniadalahmengajarkanorangtuakekuatanperhatian positif dalam hubungan antar manusia, meningkatkan metode yang dapat digunakan orangtua dalam memberikan perhatian terhadap perilaku anak, mendorong orangtua untuk menggunakan keterampilan positive attending di rumah, dan meningkatkan hubungan orang tuaanak. Metode yang digunakanpadasesiiniadalahdiskusi,presentasi,danroleplay. Sesi ini dimulai dengan diskusi mengenai pentingnya perhatian yang positif pada individu untuk semua umur dan cara orangtua berinteraksi dengan anak. Kemudian dilanjutkan dengan presentasi materi mengenai keterampilan memberikan perhatian dan waktu khusus. Hal ini berlandaskan bahwa anak dengan GPPH sering terlibat dalam perilaku aversive, sehingga banyak orang tua yang memilih untuk tidak berinteraksi

40

dengan mereka. Ketika terjadi interaksi orangtuaanak, orang tua sering berasumsi bahwa perilaku negatif anak akan muncul dan kemudian gaya pengasuhanorangtuamenjadimemerintah,mengkritik,memaksa,atautidak menyenangkan. Dengan pertimbangan seperti ini, penting untuk adanya waktu yang khusus yaitu ketika orang tua nondirective dan noncorrective. Anak diberikan kesempatan untuk menjadi anak yang baik dengan membantu membangun peluang positif dalam interaksi orangtuaanak. Orangtuayangsudahmencobameluangkanwaktukhusus,sadarbagaimana sulitnya untuk melakukan hal tersebut. Namun ketika sudah di implementasikan dengan baik, prosedur ini akan mengarahkan pada peningkatanketerampilanpositiveattendingdanmenciptakanhubunganyang menyenangkanantaraorangtuaanak. Mulaisesiini,orangtuadiberikanpekerjaanrumahmengenaipraktek keterampilan memberikan perhatian positif dan membuat anak berperilaku baik selama periode waktu bermain khusus. Catat informasi pada periode latihandancobagunakanketerampilanperhatianpositifinipadawaktulain. 4. Sesi Memperluas Keterampilan Positive Attending dan Meningkatkan KepatuhanAnak. Tujuandarisesiiniadalahmengajarkanorangtuauntukmemperpanjang perhatian positif yang telah diberikan, mengajarkan orang tua untuk memberikan perintah yang efektif, mengajarkan orang tua untuk lebih memperhatikan perilaku anak yang nondisruptive, dan meningkatkan

41

pengawasan orangtua. Sesi ini lebih banyak menekankan pada diskusi yang mendalam. Materi dalam sesi ini merupakan materi lanjutan dari sesi sebelumnya. Pelatih mulai dengan mengajarkan cara menggunakan keterampilan positive attending terhadap situasi yang lain, khususnya untuk meningkatkan kemandirian ketika terlibat dalam aktivitas di rumah (seperti bicara di telepon, menyiapkan makan malam, atau mengunjungi tetangga). Kemudian pelatih mendiskusikan dalam situasi mana saja anak menginterupsi kegiatan orangtua dan catat bagaimana perhatian yang anak peroleh saat menunjukkan perilaku mengganggu. Setelah orangtua paham, pelatih membahas materi dari handout mengenai meningkatkan kemandirian bermain dan dilanjutkan dengan memberikan contoh mengenai bagaimana mempraktekkannya. Pada sesi ini orangtua juga dilatih cara memberikan perintah kepada anak, yang meliputi parameter verbal dan nonverbal. Hal ini mencakup: (1) orang tua hanya mengeluarkan perintah yang berdasarkan kejadian, (2) perintah itu merupakan pernyataan langsung dibanding pertanyaan, (3) perintah itu relatif sederhana, (4) Agar tidak terjadi kebingungan, lakukan kontakmatadengananak,dan(5)perintahitudiulangikembalikeorangtua supaya memberi kesempatan untuk memperjelas kesalahpahaman sebelum anakmerespon.

42

Saat sesi ini berakhir, orangtua diberikan pekerjaan rumah untuk melanjutkan periode bermain dalam waktu khusus, mulai memberikan perintahdengan carayangefektif,memanfaatkanperhatianpositifagaranak patuh terhadap perintah dan tugas, melaksanakan praktek periode kepatuhan di rumah dan praktek perhatian positif unttuk kemandirian bermain. 5. Sesimenetapkansistempoin/hometoken Ada tiga tujuan dari sesi ini, yaitu (1) membuat metode yang lebih sistematis, dapat diprediksi, dan memotivasi orang tua untuk memperkuat kepatuhan anak, (2) membuat hak istimewa jika anak bertahan mengerjakan tugas, (3) mengajarkan orang tua mekanisme menyiapkan sistem token atau sistempoindirumah. Pengaturan sistem token di rumah merupakan fokus dari tahapan ini. Sistem poin ini dapat memberikan motivasi eksternal pada anak GPPH untuk melakukan aktivitas yang diperintahkan orangtua. Dengan sistem poin atau token anak dilatih untuk menunda keinginan dan memberikan kesempatan untuk merencanakan. Alasan lainnya untuk menggunakan sistem ini adalah bahwa positive attending dan strategi pengabaian sering tidak cukup untuk mengatur perilaku anak GPPH, yang secara umum memerlukanpenghargaanyangkongkretdanbermakna. Pelatih memulai sesi ini dengan diskusi praktis mengenai program penghargaan yang telah diberikan kepada anak. Diskusi seperti ini dapat

43

membuat

orangtua

waspada

mengenai

bagaimana

mereka

telah

memperlakukan anak dan akhirnya mempermudah pengaturan sistem token di rumah. Kemudian dilanjutkan dengan presentasi materi yang terdapat dalam handout mengenai keuntungan sistem token/poin, penyusunan daftar hak istimewa, penyusunan tugas dan tanggung jawab, penyusunan rentang pemberiantoken/poinuntuksetiaptugas,danpemberianbonusuntukusaha yang ekstra. Pekerjaan rumah untuk sesi ini adalah orangtua diminta untuk membuatsistematurandirumahselama3hariyangakandigunakanselama 8 minggu dan diminta untuk membawa aturan yang telah dibuat pada pertemuanselanjutnya. 6. SesimenggunakanResponseCost Sesi ini dimulai dengan meninjau kembali dengan seksama usaha orangtua untuk menerapkan sistem poin di rumah. Karena masalah pasti muncul, sebagian besar sesi ini disediakan untuk memperjelas kebingungan dan untuk membuat saran yang dapat meningkatkan efektivitas dari sistem poin. Setelahreviewpekerjaanrumah,pelatihmemperkenalkantehnikresponse cost dalam program ini, yaitu mempertimbangkan penggunaan hukuman berupa pengurangan poin ketika anak gagal memenuhi satu atau dua permintaan yang terdapat dalam daftar atau menunjukkan perilaku yang tidak diinginkan. Pada program ini, anak tidak hanya gagal untuk mendapatkan poin tetapi poin yang sebelumnya telah anak dapatkan

44

menjadi hilang. Banyaknya poinpoin yang hilang sama dengan banyaknya jumlahpoinyangakandiperolehketikamematuhiaturan.Padaanakdengan GPPH, penambahan komponen response cost dalam sistem token dapat meningkatkan kepatuhan anak terhadap permintaan orangtua, karena anak mempunyai perangsang tambahan. Penting bagi pelatih untuk

mengingatkan orangtua agar menghindari hukuman berpilin, yaitu sangat banyakpoinyangdiambilsehinggaanakmengalamihutang. Pekerjaan rumah untuk sesi ini adalah orangtua melanjutkan program penguatan perilaku dengan token/poin dan mulai mengambil token/poin untukperilakuanakyangtidaksesuai. 7. SesimenggunakanTimeOut Ada tiga tujuan dalam sesi ini, yaitu (1) mengajarkan orang tua untuk menggunakan time out untuk bentukbentuk ketidaksesuaian perilaku yang lebih serius. (2) menentukan metode cadangan jika anak mencoba untuk melarikan diri dari time out. (3) Memilih satu atau dua perilaku yang tidak sesuaiuntukditimeout. Setelah meninjau kembali penggunaan sistem token di rumah dan penyesuaian lainnya yang dianggap perlu, pelatih mulai mendiskusikan metode time out. Walaupun kebanyakan jenis ketidakpatuhan akan terus berlanjut untuk ditangani melalui response cost, orang tua juga didukung untuk mengidentifikasi satu atau dua perilaku menetap atau perilaku serius yang melanggar aturan (seperti memukul saudara kandung) untuk menjadi

45

targetdaritimeout.Ketikaperilakutelahdiidentifikasi,perhatianselanjutnya difokuskan pada pengajaran mekanisme penerapan prosedur time out dan dilanjutkan dengan diskusi bagaimana reaksi orang tua terhadap metode ini. Seperti sistem token, time out merupakan suatu teknik yang sulit untuk dilakukan.Penggunaannyaharusditerangkansecarahatihatisebelumorang tua diminta untuk mempraktekkannya di rumah. Oleh karena itu sesi terakhirpadaprograminiadalahroleplaymengenaipenerapantimeout. 8. Sesimengelolaperilakuanakdiareapublik Tujuansesiiniadalahmengajarkanorangtuarencanatransisi,meninjau kembalikemampuanorangtuadenganmetodesebelumnyauntukdigunakan di tempat umum, dan membantu orang tua dalam menghadapi reaksi emosional diri sendiri yang dapat mengganggu mengelola anak di tempat umum(jikadiperlukanmelaluiteknikrestrukturisasikognitif). Sesi ini dimulai dengan diskusi mengenai situasi apa saja di area publik dimanaanakseringberperilakutidaksesuai.Catatinformasiyangdiperoleh, untukmembuatrencanaantisipasidantindakanagarorangtualebihproaktif ketika menghadapi perilaku anak yang tidak sesuai saat berada di area publik. Kemudian pelatih memberikan gambaran agar orangtua mempunyai suatu rencana kegiatan sebelum memasuki situasi publik yang diperkirakan akan mengalami masalah dan meninjau kembali metodemetode yang dapat digunakan di area publik. Kesuksesan dari rencana ini adalah anak mempunyai pemahaman bahwa ada aturan dan konsekuensi sebelum

46

memasuki situasi publik. Sebelum menutup sesi ini, orangtua diberi kesempatanuntukmemperjelaskesalahpahamanapapunpadaperilakuanak yangmungkindiakibatkankebingunganataukondisitidakmemperhatikan. 9. IsuSeputarPermasalahandiSekolahdanPersiapanPenutupan Sesi ini ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan orangtua mengenai isu yang berkaitan dengan sekolah anak, untuk mendiskusikan bagaimana cara menangani permasalahan yang mungkin muncul di masa depan, dan bersiapsiap mengakhiri sesi pelatihan ini. Bentuk yang penting dari sesi ini adalah untuk mendiskusikan status sekolah anak saat ini, yang mencakup modifikasiapayangdapatdilakukanolehsekolahketikaberhadapandengan anak GPPH. Hal ini diikuti oleh suatu uraian mengenai sistem hukum anak GPPH dengan sistem sekolah, menekankan pada penempatan anak dalam lingkungan pendidikan yang terbatas, serta bagaimana dan kapan untuk mempertimbangkan pendidikan khusus bagi anak. Dalam sesi ini, orang tua juga dilatih untuk menggunakan sistem kartu laporan di mana konsekuensi di rumah akan digunakan bersama dengan umpan balik seharihari dari guru. Diskusi mengenai apa yang orangtua percaya dapat menjadi masalah bagi mereka di kemudian hari dan bagaimana mereka dapat menangani situasi bermasalah tersebut, juga dibahas dalam program ini. Pelatih melakukan diskusi dengan orangtua mengenai bentukbentuk perilaku yang tidak sesuai pada anak yang belum mereka temukan dan menanyakan

47

kepada masingmasing orangtua untuk menjelaskan bagaimana mereka menggunakan keterampilan yang baru diperoleh untuk mengatur permasalahan ini. Diskusi ini ditutup dengan pemberian informasi kepada orangtua mengenai bagaimana menjalankan pemeriksaan pada diri sendiri untuk memastikan di mana perlu dilakukan penyelarasan keterampilan manajemenperilakuanak. Bagian akhir dari sesi ini digunakan untuk mengakhiri dan/atau pengaturan sesi tambahan. Selain menyepakati tanggal sesi tambahan, diskusi pelatih dengan orang tua juga diperlukan untuk mengetahui apakah ada jenis layanan klinis lainnya yang diperlukan, seperti menambahkan komponen obat atau menjadwalkan kunjungan ke sekolah terkait dengan manajemenkelas. 10. SesiTambahan 1 bulan setelah melaksanakan sesi 9 akan diadakan sesi tambahan. Sasaran dari sesi ini adalah meninjau kembali konsepkonsep yang telah dipelajari (bisa melalui memberikan kembali kuesioner dan self report rating scale kepada orangtua, yang berfungsi sebagai penunjuk perubahan posttreatment yang mungkin terjadi) dan mendiskusikan permasalahan yang munculdalam1bulanterakhir.Tambahanpenjadwalanmungkindiperlukan untuk berhadapan dengan isu yang terus berlanjut, tetapi umumnya 10 sesi cukupuntukmelihatperubahanperilakuyangsignifikanpadaanakGPPH.

48

2.3

TeoriBelajarSosial Teori belajar sosial secara resmi dikembangkan oleh John Dollard &

Robert Miller pada tahun 1941, dalam kemasan konsep Social Learning and Imitation. Teori ini menganut prinsipprinsip belajar seperti: penguatan perilaku, hukuman, penghentian, dan imitasi terhadap model. Buku yang dihasilkan ini mengungkapbagaimanaperilakumodelyangteramatiolehhewandanmanusia, akan dipelajari melalui penguatanpenguatan dari lingkungan. Pada perilaku manusiaterdapatdoronganyangmelatarbelakangi,dansetiaprespondarisuatu organismeakanmenjadistimulusbagiorganismelainnya.Jadi,menurutDollard & Miller belajar imitative adalah kasus khusus dari pengkondisian instrumental (Hergenhahn&Olson,2009:357). Pada masa terakhir ini, mulai muncul serangkaian teori yang didasarkan pada prinsip prinsip belajar sosial, namun menempatkan pula peran variabel kognitif di dalam prosesnya.Hal ini dilakukan untuk menjembatani kenyataan carapandangbehavioristikyangketatsehinggamemposisikanperilakumanusia sebagaireaksisederhanaterhadapstimuluseksternal.Teoriinimengakuiadanya peran kognisi manusia diantara stimulus dan respon, sehingga individu pun dapatmengendalikanresponresponperilakunyaterhadapsuatustimulus. Ada tiga prinsip yang dikemukakan para ahli (Woodward, 1982; Jones, 1989; Perry et al, 1990; CrosbieBrunett & Lewis, 1993, dalam Adella 2007:50), yaitu:

49

Prinsip 1: Konsekuensi konsekuensi terhadap respon, baik berupa penghargaan maupun hukuman akan mempengaruhi sesorang sehingga ia akanmengulangiperilakuspesfikyangsamadisituasiyangjugasama. Prinsip 2: Manusia dapat belajar melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain, dalam rangka mempelajari sesuatu untuk tindakannya kelak. Belajar melalui mengamati orang lain disebut vicarious learning. Konsep vicarious learning tidak termasuk yang diungkap ke permukaan oleh teori belajar klasik. Prinsip 3: Individuindividu adalah sebagian besar menjadi model yang perilakunya diamati oleh orang lain yang mengidentikkan dirinya dengan modeltersebut.Identifikasidenganoranglainmerupakanfungsidariderajat dimana seseorang membayangkan kesamaan dirinya dengan orang lain untuk kemudian menuju ke proses pendekatan secara emosional terhadap orangtersebut. 2.3.1 KonsepBelajarLewatPengamatan Konsep ini dikembangkan oleh Albert Bandura, seorang psikolog klinis dari Universitas Stanford, untuk menjelaskan bagaimana individu belajar dalam setting yang alami/lingkungan sebenarnya. Konsep belajar sosial yang dikemukakan oleh Bandura (1997) menjelaskan bahwa seseorang dapat belajar sesuatu secara tidak langsung yaitu melalui pengamatan terhadap orang lain, di

50

samping belajar melalui pengalaman langsung. Ada dua tahap dalam proses belajarlewatpengamatan,yaitu: 1. Akuisisi Merupakanbelajarmengikutitindakanmodelmelaluipengamatanlangsung, namun pemilihan model dan tindakan yang akan diakusisi tergantung pada vicarious reinforcement yang mengiringinya. Vicarious reinforcement adalah penguatperilakuyangbenarbenarmemotivasipembelajarsehinggatergerak untuk melakukan tindakan yang akan dilakukan model. Dengan kata lain, pada saat model mendapatkan kesempatan ataupun konsekuensi positif yang disukai pula oleh pembelajar, maka pembelajar akan terdorong untuk mengakuisisi tindakan yang sama dengan model. Begitu pula sebaliknya, pada saat model mendapatkan konsekuensi negatif atas tindakannya, yang juga dirasakan tidak menyenangkan oleh pembelajar, maka menurun pula peluang bagi pembelajar untuk mengakuisisi tindakan yang sama dengan model. 2. Performance Yaitu sejauhmana pembelajar dapat menampilkan perilaku yang diharapkan secara mandiri sebagai hasil dari prinsipprinsip operan conditioning seperti pemberianpenguatatauhukumansecaralangsung.Dalamhalinipembelajar telah menetapkan target pencapaian yang bila dipenuhi akan mendatangkan suatukepuasan(motivasiinternal).

51

2.3.2

ProsesBelajarLewatPengamatan Proses belajar melalui pengamatan ditentukan oleh empat proses yang

salingterkait(Bandura,dalamHergenhahn&Olson,2009:363): 1. ProsesPerhatian(AttentionalProcesses). Proses ini terkait dengan kemampuan pembelajar secara selektif mengamati tindakan dan perilakuperilaku yang ada disekitarnya. Seseorang akan belajardariseorangmodelhanyajikamerekamemperhatikandanmengenali aspekaspek terpenting dari perilaku model itu seperti kondisi yang relevan denganpembelajarataupenguatanperilakudimasalalu. 2. ProsesPengingatan(RetentionProcesses). Proses retensi adalah pengkodean simbolik (symbolic coding) dan pengulangan dalam hati (mental rehearsal) terhadap perilaku yang diamati sehingga akan menjadi patokan dalam mengingat kembali saat perilaku tersebutharusditampilkan.Banduraberpendapatbahwainformasidisimpan secara simbolis melalui dua cara yaitu secara imajinatif dan secara verbal. Simbolsimbolyangdisimpansecaraimajinatifadalahgambarantentanghal hal yang dialami model, yang dapat diambil dan dilaksanakan kembali sesudah belajar melalui pengamatan terjadi. Sedangkan simbol verbal memuatsebagianbesarpengetahuanyangdiperolehmelaluikatakata. 3. ProsesReproduksiMotorik(MotoricReproductionProcesses). Proses reproduksi motorik adalah sejauhmana halhal yang telah dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan. Bandura berpendapat bahwa untuk

52

memberikan respon yang tepat, dibutuhkan periode latihan pengulangan kognitif sebelum perilaku pengamat menyamai perilaku model. Selama proses latihan ini individu mengamati perilaku mereka sendiri dan membandingkannya dengan pengalaman model. Setiap ketidaksesuaian antara perilaku individu dengan perilaku model akan menimbulkan tindakan korektif. Proses ini terus berlangsung sampai ada kesesuaian yang memuaskan antara perilaku pengamat dan model. Jadi, retensi simbolis atas pengalaman modelling akan menciptakan lingkaran umpan balik yang dapat dipakai setahap demi setahap untuk menyamakan perilaku seseorang denganperilakumodel. 4. Proses Penguatan dan Motivasi (Reinforcement and Motivational Processes). Proses motivasi, yakni ketika perilaku hasil belajar dimunculkan dalam rangka mencapai target tertentu. Apakah perilaku yang telah dipelajari itu akan ditampilkan atau tidak, tergantung pada apakah perilaku tersebut akan mendapatkan imbalan atau hukuman. Jika terdapat insentif yang positif, maka perilaku yang ditiru itu akan memperoleh lebih banyak perhatian, dipelajaridenganlebihbaik,danditampilkanlebihsering. 2.4 TaksonomiTujuanPembelajaran Bloom (1956:7) membagi aktivitas pembelajaran dalam tiga ranah yaitu ranahkognitif,afektif,danpsikomotorik.

53

a. RanahKognitif Ranah kognitif meliputi pengenalan atau mengingat kembali pengetahuan dan perkembangan kemampuan intelektual. Ada 6 kategori yang termasuk dalam ranah kognitif di mana masingmasing kategori menunjukkan tingkatan,yakni: 1) Pengetahuan, mencakup ingatan akan halhal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Individu dituntut untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep atau fakta atau istilahistilah tanpa harus mengertiataumenggunakannya.Tingkatiniadalahhasilbelajarterendah yangdapatdicapai. 2) Pemahaman, yaitu menunjuk pada pembelajar mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan materi atau ide yang sedang dikomunikasikan. Yang diharapkan dalam tingkatan ini adalah demonstrasifisikdalamsituasiyangspesifik. 3) Penerapan, yaitu menggunakan konsep, prinsip, dan prosedur yang sudahdipelajarikedalamsuatusituasibaru. 4) Analisa, yaitu memerinci konsep kedalam bagianbagian sehingga struktur ide secara keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Pada level ini seseorang diharapkan menunjukkan hubungan antar berbagai alasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atauproseduryangtelahdipelajari.

54

5) Sintesa, yaitu kemampuan mengkombinasikan bagian atau elemen ke dalamsatukesatuan. 6) Penilaian, yaitu membuat penilaian dan keputusan terhadap suatu situasi,materi,metode,berdasarkansuatukriteriatertentu. b. RanahAfektif Ranah afektif menggambarkan perubahan dalam minat, sikap, nilai, dan perkembangan asosiasi dan penyesuaian yang adekuat. Ada 5 tingkatan ranahafektif,yaitu: 1) Memperhatikan yaitu kesediaan atau kemauan untuk mengenal, menerima dan memperhatikan berbagai stimulus. Individu masih bersifat pasif, sekedar keinginan untuk mendengar, dan memfokuskan perhatian. 2) Merespon yaitu keinginan untuk berbuat sesuatu sebagai reaksi terhadap suatu gagasan, benda atau sistem nilai. Individu diharapkan aktif berpartisipasi, memperhatikan, dan berespon terhadap fenomena tertentu. 3) Penghargaan terhadap nilai, yaitu perasaan keyakinan atau anggapan bahwasuatugagasan,bendaataucaraberpikirtertentumempunyainilai. Individu secara konsisten berprilaku sesuai dengan suatu nilai meskipun tidakadapihaklainyangmemintaataumengharuskan.

55

4) Organisasi, mengorganisasikan nilai ke dalam suatu prioritas, menyelesaikankonflikantaranilainilaiyangberbeda. 5) Karakterisasi, yaitu menginternalisasi nilainilai menjadi karakter yang mengontrolperilakunya. c. RanahPsikomotorik Perkembangan kemampuan dalam ranah ini menuntut latihan dan diukur dalam bentuk kecepatan, ketepatan, jarak, prosedur atau teknik pelaksanaan. 5tingkatandalamkategoriiniadalahsebagaiberikut: 1) Meniru, yaitu kemampuan untuk menggunakan petunjuk sensoris untuk mengarahkan aktivitas motorik. Tahap awal dalam mempelajari kemampuanyangkompleksmeliputiimitasidantrialanderror. 2) Manipulasi, yaitu kemampuan untuk melakukan suatu perilaku tanpa bantuan visual. Meliputi suatu kesiapan untuk bertindak, yang meliputi mental,fisik,danemosional. 3) Ketepatan gerakan, yaitu kemampuan untuk melakukan perilaku tanpa menggunakan contoh visual maupun petunjuk tertulis, dan

melakukannyadenganlancar,tepatseimbang,danakurat. 4) Artikulasi, yaitu kemampuan untuk menunjukkan serangkaian gerakan yang akurat, urutan yang benar, dan kecepatan yang tepat. Kecakapan diindikasikan oleh kecepatan, ketepatan, dan tampilan yang sangat terkoordinasikan,tanpapengeluaranenergiyangberlebihan.

56

5) Naturalis, yaitu kemampuan untuk melakukan gerakan tertentu secara spontan atau otomatis. Kemampuan ini terbangun dengan baik dan individu sudah dapat memodifikasi pola gerakan atau menciptakan pola gerakanbaruyangsesuaidengansituasiataumasalahtertentu. 2.5 PengembanganProgramPelatihan Sumantri (2000:2) mengartikan pelatihan sebagai proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para peserta pelatihan akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk tujuan tertentu. Hal ini senada dengan pendapat Good (1973, dalam Marzuki, 1992 : 5) yang menjelaskan pelatihan adalah suatu proses membantu orang lain dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Prosespengembangansuatuprogrampelatihanterdiridari3tahap,yaitu tahap persiapan (preparation), tahap pengembangan (development), dan tahap peningkatan (improvement) yang digambarkan dalam bagan 2.1 berikut ini (Kohls,1995):

57

Bagan2.1 ProsesPengembanganProgramPelatihan

TAHAPPERSIAPAN
1. PenilaianKebutuhan

TAHAP PENGEMBANGAN

Menggali danmenentukankebutuhan subjekpenelitian

3.UjiCobaProgramPelatihan
Mengujidanmengevaluasiketepatan ProgramPelatihanyangtelahdirancang

2. PerancanganProgramPelatihan
PerumusanTujuan PenetapanMetodePelatihan PenetapanMateriPelatuhan PemilihanLokasidanPenataan RuanganPelatihan RancanganProsesEvaluasidanAlat ukur

4. Revisi Program Pelatihan


Melakukanrevisidanmodifikasiguna memperbaikikerkuranganpadahasiluji coba

TAHAPPENINGKATAN
Dimaksudkanuntukmengujiefektivitas programpelatihan.Pelatihandikatakanefektif jikamembawaperubahanyangsamapada setiappelaksanaannya

2.5.1 TahapPersiapan Tahap persiapan terdiri dari dua hal, yaitu pertama dengan menentukan kebutuhan dari subjek pelatihan melalui penilaian kebutuhan. Setelah mendapatkan hasil penilaian kebutuhan maka selanjutnya dapat diturunkan menjadi tujuan dari pelatihan yang akan tertuang dalam tujuan pelatihan secara umum dan secara khusus. Kedua setelah adanya tujuan pelatihan maka berikutnyadapatdilakukanprosesperancanganprogrampelatihantersebut 2.5.1.1 PenilaianKebutuhan Penilaian kebutuhan dilakukan untuk menggali, menentukan, dan mendefinisikan secara tepat kebutuhan yang akan dipenuhi melalui

58

pelatihan. Langkah penilaian kebutuhan ini merupakan landasan yang sangat menentukan pada langkahlangkah berikutnya. Kekurangakuratan atau kesalahan dalam penilaian kebutuhan dapat berakibat fatal pada pelaksanaanpelatihan.Penilaiankebutuhandapatdilakukandengandengan observasi, wawancara, dan kajian literatur untuk menetapkan halhal yang akandiperlukandalamprosespembelajaran 2.5.1.2 PerancanganProgramPelatihan Setelah mendapatkan hasil penilaian dan melakukan analisa terhadap hasil tersebut, maka langkah selanjutnya adalah melakukan perancangan programpelatihanyangterdiridari: 1. TujuanPelatihan Perumusan tujuan pelatihan hendaknya berdasarkan kebutuhan pelatihan yang telah ditentukan. Tujuan dirumuskan dalam bentuk uraian tingkah laku yang diharapkan dan pada kondisi tertentu. Pernyataan tujuan ini akan menjadi standar kinerja yang harus diwujudkan serta merupakan alat untuk mengukur tingkat keberhasilan programpelatihan. 2. MetodePelatihan Metode latihan merupakan cara penyampaian materi kepada peserta dengan menggunakan pendekatan tertentu. Penentuan metode yang tepat dan sesuai dengan karakteristik peserta pelatihan akan berguna

59

untuk mengoptimalkan proses belajar. Pada dasarnya prinsip belajar yang layak dipertimbangkan untuk diterapkan berkisar lima hal yaitu partisipasi, pengulangan, relevansi, pengalihan, dan umpan balik. Dengan prinsip partisipasi pada umumnya proses belajar berlangsung dengan lebih cepat dan pengetahuan yang diperoleh diingat lebih lama. Prinsip pengulangan akan membantu peserta pelatihan untuk mengingat dan memanfaatkan pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki. Prinsip relevansi, yakni kegiatan pembelajaran akan lebih efektif apabila bahan yang dipelajari mempunyai relevansi dan makna kongkrit dengan kebutuhan peserta pelatihan. Prinsip pengalihan dimaksudkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam kegiatan belajar mengajar dengan mudah dapat dialihkan/dipraktekkan pada situasi nyata. Dan prinsip umpan balik akan membangkitkan motivasi peserta pelatihankarenamerekatahukemajuandanperkembanganbelajarnya. 3. MateriPelatihan Materi pada pelatihan harus relevan dengan kebutuhan peserta, yang meliputi instruksi yang disampaikan, konten yang diberikan, dan cara menyampaikankontentersebut. 4. PemilihanLokasidanPenataanRuanganPelatihan Kondisi ruangan latihan yang nyaman tanpa adanya gangguan secara visual (seperti orang mondarmandir) dan gangguan secara audio (seperti suara bising di luar kelas) dapat membantu proses pelatihan

60

menjadi lebih efisien. Kondisi fisik kelas seperti sempitnya ruangan latihan dengan ventilasi yang tidak memadai, pencahayaanyang kurang, suhu udara yang tidak nyaman, dan penataan ruangan dapat menurunkanefisiensidariprosesbelajar(http://www.egyankosh.ac.in). Penataan ruangan pelatihan dalam kelas dapat dibagi menjadi 5 tipe, yaitu traditional classroom (peserta pelatihan duduk berjejer dihadapan pelatihyangberdirididepankelas),chevronclassroom(pesertadanpelatih duduk agak mengarah ke tengah ruangan dengan pelatih tetap di depan kelas), circle classroom (peserta pelatihan duduk melingkar dan pelatih duduk di ujung lingkaran), UShape Classroom (peserta pelatihan duduk dengan posisi membentuk huruf U dan pelatih berdiri di depan kelas), danVShapeclassroom(pesertapelatihandudukdenganposisimembentuk hurufVdanpelatihberdirididepankelas). 2.5.2 TahapPengembangan Tahap pengembangan dimaksudkan untuk menguji coba suatu program pelatihan yang telah dirancang pada tahap persiapan. Hasil dari uji coba kemudian dievaluasi untuk melihat ketepatan dari setiap aspek yang telah dirancang. Pelaksanaan program pelatihan dikatakan berhasil apabila dalam diri peserta pelatihan terjadi suatu proses transformasi pengalaman belajar. Proses transformasiberlangsungdenganbaikapabilaterjadipalingsedikitduahalyaitu peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan perubahan perilaku

61

yang tercermin pada sikap. Selanjutnya untuk mengetahui terjadi tidaknya perubahantersebutdilakukanevaluasiyangdibuatberdasarkantujuanprogram pelatihandanpengembangan. Menurut Craig (1987) kriteria yang efektif dalam mengevaluasi program pelatihan,yaitu: 1. EvaluasiProsesBelajar Proses belajar yang dialami setiap peserta tidaklah kasat mata, namun demikian dapat diukur melalui keberhasilan setiap peserta mencapai tujuan pelatihan. Oleh karena itu, peserta pelatihan dikatakan telah berhasil mencapai tujuan jika terjadinya perubahan dalam sikap / pengetahuan / keterampilan yang dipelajari. Langkahlangkah untuk melakukan evaluasi prosesbelajaradalah(Craig,1987): 1) Proses belajar dari tiap peserta harus diukur sehingga diperoleh hasil bersifatkuantitatif. 2) Pendekatan beforeafter dapat digunakan, agar perubahan yang terjadi padapesertapelatihandapatdiyakinisebagaihasildaripelatihan. 3) Jika dimungkinkan, kelompok kontrol dapat digunakan dan

dibandingkandengankelompokeksperimen 4) Hasil yang diperoleh hendaknya diuji secara statistik agar hasil dapat dipercayadenganderajatkepercayaanyangmemadai. 5) Proses pengetesan dapat menggunakan suatu alat tes yang telah diuji reliabilitasdanvaliditasnya.

62

2.

EvaluasiReaksiPesertaPelatihan Reaksi peserta pelatihan diukur melalui sejauh mana peserta pelatihan merasa puas dengan program pelatihannya. Hal ini harus dilakukan karena kepuasan peserta terhadap proses pelatihan merupakan hal penting dalam mencapai proses belajar yang efektif. Terdapat langkahlangkah yang dapat dijadikan panduan untuk mengevaluasi reaksi peserta pelatihan (Craig, 1987): 1) Menentukan dan menjelaskan hal apa saja yang ingin diketahui oleh pesertapelatihan. 2) Menuliskan halhal yang ingin diketahui pada langkah pertama dalam selembarkertas. 3) Merancang format sedemikian rupa agar reaksi dapat ditabulasi serta dikuantifikasi. 4) Memperoleh reaksi yang jujur dengan membuat lembar evaluasi tidak beridentitas 5) Memberi ruang untuk komentar tambahan dari peserta pelatihan selain darimenjawabpertanyaanpertanyaanyangsudahdirancang. Berdasarkan evaluasi hasil latihan dan reaksi peserta terhadap program

pelatihan maka selanjutnya dapat dilakukan revisi atau modifikasi untuk memperbaiki kekurangan sesuai denganhasil uji coba. Dari Fase pengembangan

63

ini akan diperoleh program pelatihan yang telah diuji coba dan direvisi yang kemudiandapatdiujiefektivitasnyapadafasepeningkatanprogram. 2.5.3 TahapPeningkatanProgram Tahap peningkatan dalam pengembangan suatu program pelatihan terkait dengan proses uji efektivitas program yang telah direvisi pada tahap pengembangan. Suatu program pelatihan dikatakan efektif jika dilakukan uji berulang kali dan tetap membawa perubahan yang sama terhadap subjek pelatihannyasesuaidengantujuanawalyangtelahditetapkan.Ujiefektivitasini dapat menetapkan bahwa suatu program pelatihan adalah program yang baku dansiapdigunakan(Kohls,1995). 2.6 KerangkaPemikiran Gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktivitas (GPPH) adalah keadaan neurologik perilaku dengan gejalagejala yang meliputi kurangnya perhatian (inattentiveness), perilaku impulsif (impulsivity), dan aktivitas yang berlebihan (overactivity) yang tidak sesuai dengan ciriciri tahapan perkembangan anak (Sattler J.M., 2002; Kaplan & Saddock, 2005; Barkley, 2006). Pada umumnya, anak usia sekolah dasar yang di diagnosa banyak mengalami masalahGPPHberusiaantara7sampai10tahun. Pada saat di sekolah, anak GPPH sulit menyelesaikan pekerjaan, cepat bosan terhadap pelajaran atau sulit mendengarkan pelajaran yang diberikan

64

guru di kelas sehingga di kelas sering mengobrol atau sering melamun. Rentang perhatian yang pendek membuat anak ingin cepat selesai bila mengerjakan tugastugas sekolah sehingga dalam mengerjakan soal sering salah, tetapi bukan karena tidak bisa melainkan karena tidak teliti. Akibatnya dalam pelajaran sekolah akan didapatkan nilai mata pelajaran tertentu sangat tinggi tetapi pelajaran lainnya sangat jelek. Nilai pelajaran naik turun drastis. Anak juga kurang mau mendengarkan ketika berinteraksi dengan teman sebaya, gampang emosional, dan sering terlibat pertengkaran. Perilakuperilaku ini dapat mengganggu perkembangan anak dalam hal akademis, fungsi sosial, dan fungsi keluarga(Sanders&Hoath,2002:191). Berkaitan dengan gangguan dalam fungsi keluarga, orangtua yang memiliki anak dengan gangguan GPPH memiliki kesulitan yang lebih besar dibandingkan dengan orangtua yang memiliki anak normal. Persepsi orangtua yang menganggap bahwa anaknya sulit diatur, malas, atau anak nakal yang tidak mau diam mempengaruhi cara orangtua bereaksi terhadap perilaku anak. Orangtua akan memberikan pengasuhan yang berbeda dengan anak lainnya dimana orangtua akan lebih mengontrol terhadap apapun yang anak kerjakan, lebih banyak perintah dan larangan, mudah marah, kurang memberikan perhatian terhadap perilaku anak yang positif, dan sering terpancing untuk memberikan hukuman fisik. Orangtua akan mengembangkan strategi pengasuhan yang memiliki efek berlawanan terhadap apa yang orangtua inginkandalammenanganipermasalahanperilakuanakGPPH.Haliniakhirnya

65

meningkatkanstresorangtua,bahkanpersepsiorangtuaterhadapdirinyasendiri menjadimenurun. Peran dan dukungan orangtua untuk memahami anak GPPH dan memberikan penanganan yang tepat bagi anak sangat diperlukan. Hal ini merupakan bentuk tanggung jawab orang tua dalam pengasuhan anaknya. Penanganan anak yang mengalami GPPH biasanya menggunakan pendekatan multidisipliner. Selain menggunakan pengobatan stimulan, juga digunakan berbagai penanganan secara psikologi seperti pelatihan keterampilan social untuk anak, pelatihan manajemen kelas untuk guru, dan pelatihan manajemen perilaku anak bagi orang tua. Mengingat anak menghabiskan waktunya yang paling banyak bersama dengan orang tua, maka keberhasilan program penanganan anak GPPH tidak lepas dari keterlibatan orang tua, terutama ibu. Dasar pemikirannya adalah para ibu memiliki informasi penting tentang anaknya, memiliki kesediaan waktu, tenaga, dan peran yang relatif lebih besar daripada ayah, sehingga dianggap lebih potensial untuk menjadi pelatih bagi anak. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki oleh ibu mengenai strategi menangani perilaku anak, maka permasalahan perilaku anak dapat diatasi. Oleh karena itu ibu perlu diberi informasi dan pemahaman untuk menangani permasalahan perilaku anak sehingga membantu penanganan yang dilakukan olehprofesional. Orangtua sering mendapatkan informasi berharga mengenai GPPH dan manajemen perilaku dalam konteks evaluasi klinis dan konseling. Kedua bentuk

66

ini bisa sukses dalam mendidik orang tua, tetapi kurang efektif dalam hal biaya dan membutuhkan banyak waktu dibanding menggunakan pendekatan treatmentsecaraspesifik.Programpelatihanpengasuhandalamformatkelompok merupakan salah satu sarana untuk meningkatan pengetahuan orangtua tentang GPPHdancaramenanganiperilakuanakGPPH(Weinberg,1999:911). Cukup banyak program pelatihan pengasuhan yang telah ditawarkan sebagai intervensi untuk menangani anak dengan GPPH. Parent training yang dikemukakan oleh Barkley pada tahun 1987, merupakan salah satu bentuk intervensi psikososial yang telah terbukti efektif untuk mengajarkan tehnik pengasuhan bagi orangtua yang memiliki anak dengan GPPH usia 412 tahun. Penekanan utama dari program yang menggunakan prinsip social learning ini adalah mengajarkan bagaimana cara menerapkan prinsip manajemen perilaku dalam praktek pengasuhan seharihari. Oleh karena itu diperlukan kesediaan orangtua untuk mengikuti kegiatan secara menyeluruh dan diperlukan pula kesadarandalamdiriorangtuabahwakegiatanyangmerekaikutipentinguntuk menangani permasalahan tingkah laku anak. Pelatih hanyalah sebagai pendamping yang membantu dalam mengarahkan proses belajar dan memberikanumpanbalikselamaprosesbelajar. Program pengasuhan dalam penelitian ini terdiri dari 7 sesi yang disajikan dalam format kelompok. Ketujuh sesi tersebut yaitu (1) sesi memberi gambaranmengenaiGPPH,(2)sesimemahamihubunganorangtuaanak,(3)sesi perhatian positif, (4) sesi menggunakan konsekuensi untuk membentuk target

67

perilakuyangbaik,(5)sesipenggunaantimeout,(6)sesimengelolaperilakuanak diareapublik,(7)sesimengetahuiisuseputarpermasalahansekolahanak. Prosesbelajardalampenelitianiniakanditinjaumelaluiprosesperhatian, proses pengingatan, dan proses reproduksi motorik, sebagaimana proses belajar lewat pengamatan yang dikemukakan oleh Bandura. Untuk memenuhi seluruh proses tersebut, diberikan berbagai ragam teknik penyajian. Pada proses perhatian, peserta disajikan berbagai materi melalui teknik dan suasana yang menarik. Mengingat peserta pelatihan adalah para ibu, maka beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan antara lain tema ice breaking, kondisi ruangan, fasilitas, tehnik presentasi, dan ilustrasi yang relevan saat memberikan presentasi. Pada proses pengingatan, peserta dikondisikan agar bersedia mengulangulang materi yang diberikan. Proses ini dikondisikan dalam bentuk penyusunan action plan untuk menentukan target perilaku yang ingin diubah dan memberikan pekerjaan rumah untuk mengetahui tingkat pemahaman ibu. Sedangkan pada proses reproduksi motorik dilakukan uji coba penerapan perilaku baru melalui role play yang disertai pemberian umpan balik langsung danpenerapansecaramandiridirumah. Seluruh kerangka pemikiran diatas dapat dituangkan ke dalam bentuk bagan2.1padahalamanberikutnya:

68

TingkahLakuAnakGPPHUsia79tahun

Akademis

Bagan2.1 KerangkaPemikiran KONDISI AWALDALAM MENANGANI PERMASALAHAN


TINGKAHLAKUANAKGPPH
Pengetahuanyangrelevantentang perkembangandanpengasuhananak GPPHsangatminim

Mudahmogokjikadiajakuntukbelajar, sulitmenyelesaikanpekerjaan,hanyadapat bertahan510menitsaatmengerjakan tugas,dannilaipelajarantidakstabil.

Sosial

ProsesPembelajaran PELATIHANPENGASUHAN

Kurangmaumendengarkanketika berinteraksidengantemansebaya, gampangemosional,danseringterlibat pertengkaran

Gambaran Mengenai ADHD Memahami Hubungan Orangtua-Anak Perhatian Positif

Perhatian
PengenalanMateridi Kelas

PolaPengasuhan

Menggunakan Konsekuensi Menggunakan Time Out Mengelola Perilaku Anak di Area Publik Isu Seputar Permasalahan di Sekolah

Pengingatan
ActionPlan &Pekerjaan Rumah

Persepsi

Anakyangsusahdiatur,anakmalas,atau

anaknakalyangtidakmaudiam.
Respon
Ibubanyakmemberikanperintahdan larangan,kurangmemberikanperhatian terhadapperilakuanakyangpositif,mudah marah,danseringterpancinguntuk memberikanhukumanfisik

ReproduksiMotorik
RolePlay&Feedback

KONDISIAKHIRDALAM MENANGANIPERMASALAHAN TINGKAHLAKUANAKGPPH


Meningkatnyapemahamanpengasuhan padasituasiyangberesikotinggi

69

KONDISIAWAL DALAMMENANGANIPERMASALAHAN TINGKAHLAKUANAKGPPH


Pengetahuanyangrelevantentangperkembangandanpengasuhananak GPPHsangatminim

PELATIHANPENGASUHAN
Sesi 1: Gambaran Mengenai ADHD Sesi 4 Mengelola Perilaku Anak di Area Publik Isu Seputar Permasalahan di Sekolah 1. Perencanaan menghadapi situasi bermasalah 2. Penggunaan Interval Waktu 3. Mengembangkan kemampuan Memecahkan Masalah

2 Umpan balik dan Evaluasi Sesi


Memahami Hubungan Orangtua-Anak Perhatian Positif

1. Menerima berbagai hal dalam perspektif anak GPPH 2. Melatih sikap memaafkan

Umpan balik dan Evaluasi

Sesi 3 Menggunakan konsekuensi Menggunakan Time out

1. Mendahulukan pemberian insentif sebelum menghukum 2. Menggunakan konsekuensi yang bermakna 3. Memberikan umpan balik dan konsekuensi dengan segera dan sesering mungkin

KONDISIAKHIR DALAMMENANGANIPERMASALAHAN TINGKAHLAKUANAKGPPH


Meningkatnyapemahamanpengasuhanpadasituasiyangberesikotinggi

70

Dari landasan teoritis dan kerangka pemikiran diatas muncul beberapa asumsi,yaitu: 1. Gejala perilaku yang dominan pada anak GPPH adalah kurangnya perhatian (inattentiveness), perilaku impulsif (impulsivity), dan aktivitas yang berlebihan (overactivity)yangtidaksesuaidenganciriciritahapanperkembangananak. 2. Lingkunganmemiliki peranyangpentingdalamperkembangananakGPPH. Menggunakan intervensi berbasis keluarga untuk membantu mengatasi berbagaikesulitanmenyesuaikandiridenganGPPHadalahhalyangpenting untukmengoptimalkananakdanorangtua. 3. Pelatihan merupakan salah satu bentuk pilihan pembelajaran yang dapat digunakan untuk pengembangan individu. Jenis pelatihan perilaku bagi orangtua yang berlandaskan proses belajar sosial secara signifikan lebih efektifdalammenanganianakGPPH. 2.7 HipotesisPenelitian Hipotesis penelitian yang dapat ditarik dari landasan teoritis dan kerangkapemikirandiatasadalah: Uji coba program pelatihan pengasuhan yang telah disusun dapat meningkatkan pemahaman ibu dalam menangani permasalahan tingkah laku anak usia 7 9 tahun yang mengalami Gangguan Pemusatan Perhatian disertai Hiperaktivitas(GPPH)

71

BABIII METODEPENELITIAN 3.1 3.1.1 RancanganPenelitian DesainPenelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah quasi experiment, yaitu suatu rancangan penelitian yang digunakan untuk melihat pengaruh dari suatu pemberian perlakuan (treatment) terhadap permasalahan, dimana pada beberapa situasi tidak mungkin dilakukan eksperimen. Quasi experiment dikatakan sebagai pseudo experiment atau desain yang menyerupai eksperimen sebenarnya, termasuk hipotesis sebab akibat dan beberapa jenis pemberian treatment untuk membandingkan dua kondisi atau lebih. Pada quasi experiment dilakukan kontrol terhadap beberapa hal yang dapat mengacaukan penelitian, namun kontrolnya tidak sebanyak pada eksperimen yang sebenarnya. Donald and Campbell (1969, dalam Graziano & Raulin, 2000:219) menyatakan bahwa quasi experiment digunakan ketika kontrolkontrol yang sifatnya murni eksperimen sudah tidak dapatdigunakanlagi.Dalampenelitianinidigunakanrancanganquasiexperiment karena peneliti tidak dapat selalu mengontrol kondisi penerimaan diri ibu terhadap keterbatasan anak. Sedangkan beberapa variabel ekstra yang bisa dikendalikan dalam penelitian ini adalah karakteristik subjek penelitian, setting pelaksanaanpenelitian,sertapenggunaanprosedurpenelitian.

72

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah One Group PreTest PostTest Design. Melalui penggunaan desain ini dapat dilihat adanya perubahan sebagai hasildari perlakuan (treatment) dengan cara membandingkan skor yang diperoleh sebelum pemberian perlakuan dengan skor setelah pemberian perlakuan (Christensen, 2001; Graziano & Raulin, 2000). Alasan penggunaan desain One Group PreTest PostTest Design adalah desain tersebut sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk melihat pengaruh pemberian treatment berupa pelatihan pengasuhan terhadap peningkatan pemahaman ibu dalam menangani permasalahan tingkah laku anak GPPH pada setiap subjek. Setiap subjek penelitian akan menjadi pembanding bagi dirinya sendiri, yaitu dengan membandingkan skor yang dicapai sebelum (prepost) dan setelah mendapatkan perlakuan (posttest) sehingga tergambarkan proses belajar tiap subjek. Untuk jelasnya bagaimana penelitian ini berlangsung dengan menggunakan One Group PreTest PostTest Design dapat dilihat pada gambar dibawahini: Bagan3.1 SkemaRancanganPenelitian O1X O2
(pretreatment) Treatment (posttreatment) HasilnyaDibandingkan

73

Keterangan: O1: Pretreatment.Pengukuranpemahamansubjekdalammenangani permasalahan tingkah laku anak GPPH akan dilaksanakan sebelum sesiperlakuan(treatment)berupapelatihanpengasuhandimulai. X: Perlakuan (treatment). Pelaksanaan pelatihan pengasuhan pada subjek penelitian O2: Posttreatment. Pengukuran pemahaman subjek dalam menangani permasalahantingkahlakuanakGPPHakandilaksanakansetelahsesi perlakuan(treatment)berupapelatihanpengasuhanberakhir. 3.1.2 PengontrolanValiditasdalamDesainPenelitian

3.1.2.1ValiditasInternal Menurut Graziano & Raulin (2000) yang dimaksud dengan validitas internal adalah kepastian bahwa perubahan yang terjadi pada posttreatment merupakanakibatdariadanyapenerapantreatment.Padapenelitianini,validitas internal berkaitan dengan kepastian bahwa peningkatan pemahaman ibu pada posttreatment merupakan akibat pemberian treatment. Untuk mencapai validitas internal, perlu dilakukan kontrol terhadap extraneous variabel, yaitu variabel di luar variabel bebas yang ikut mempengaruhi variabel terikat. Dalam penelitian ini,pengontrolanterhadapextraneousvariabeldapatdilihatpadatabelberikutini:

74

Tabel3.1 Pengontrolanterhadapvaliditasinternal Carapengontrolan Faktorpenentuvaliditasinternal Instrumentation, perubahan pengukuran atau yaitu terjadi Penggunaan metode dan suasana belajar tertentu pelatihan. prosedur penilaian instrumen dalam pelaksanaan proses prosedur instrumen

pengukurandariwaktukewaktu Menetapkan prosedur administrasi dan pengukuran, serta menggunakan alat ukuryangvaliddanreliabel.

Menyetarakan kemampuan pengamat


pendamping (memiliki latar belakang pendidikan yang sama dan dilakukan pelatihanmengenaipengisianalatukur) History, yaitu peristiwaperistiwa Penelitimelakukanpemantauanterhadap penting yang dialami subjek dan kegiatandanperistiwayangdialami dapat mengakibatkan perubahan subjekpenelitian,melalui: padaperilaku.

Observasi perilaku subjek penelitian selamapelatihanberlangsung. Lembartugasyangdiisiolehorangtua Dilakukan uji beda berdasarkan
perhitungan statistik untuk memastikan bahwa perubahan terjadi karena pelatihan,bukankarenaefekyanglain.

MortalityThreat,yaituadanya perubahanjumlahindividu antarapredanposttest.

Membuat kontrak untuk mengikuti pelatihansecaramenyeluruh. Tidak menggunakan data error dalam
perhitungan statistik, yaitu data yang hanyaadadisalahsatutest(baikdatapre ataupun data post) dan data individu yang tidak mengikuti pelatihan secara menyeluruh

75

3.1.1.1 ValiditasEksternal Menurut Christensen (2001) validitas eksternal penelitian berkaitan dengan sejauhmanahasil penelitian dapat digeneralisasikanpada subjek, situasi, dan waktu yang berbeda. Dalam penelitian ini dilakukan pembatasan dalam penarikan kesimpulan, yaitu hanya berlaku secara khusus untuk karakteristik sampel yang digunakan dalam penelitian ini. Hal ini berkaitan dengan tidak adanya randomization dan random sampling, sehingga sampel yang digunakan tidakmewakilipopulasi. 3.2 3.2.1 VariabelPenelitian VariabelBebas Variabelbebaspadapenelitianiniadalahprogrampelatihanpengasuhan. DefinisiKonseptual: Program pelatihan pengasuhan adalah program pendidikan jangka pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang sistematis dan terencana berdasarkanprinsipprinsipparenttrainingdariBarkley. DefinisiOperasional: Suatu rangkaian program kegiatan yang akan diberikan kepada ibu yang memilikianakGPPHselama4kalipertemuandanterdiridari7sesiyaitu(1)sesi memberi gambaran mengenai Gangguan Pemusatan Perhatian disertai Hiperaktivitas, (2) sesi memahami hubungan orangtuaanak, (3) sesi perhatian positif, (4) sesi menggunakan konsekuensi untuk membentuk target perilaku

76

yang baik, (5) sesi penggunaan time out, (6) sesi mengelola perilaku anak di area publik, (7) sesi memahami isu seputar permasalahan sekolah anak. Hasil dari pelaksanaan uji coba program ini akan digunakan untuk merevisi rancangan programpelatihanmanajemenperilakuanak. 3.2.2 VariabelTerikat Variabel terikat dalam penelitian ini, yaitu pemahaman ibu dalam menanganipermasalahantingkahlakuanakGPPH. DefinisiKonseptual: Pemahaman ibu dalam menangani permasalahan tingkah laku anak GPPH adalah kemampuan ibu untuk mengetahui prinsipprinsip penanganan permasalahantingkahlakuanakGPPHdandapatmenggunakanprinsipprinsip tersebut dalam menangani permasalahan tingkah laku anak GPPH. Pemahaman ibu ini terbagi menjadi 2 yaitu, yaitu (1) pengetahuan ibu mengenai GPPH dan manajemen perilaku anak GPPH. (2) Demonstrasi pemahaman ibu dalam menanganipermasalahantingkahlakuanakGPPH. DefinisiOperasional: (1) Sejauhmana pengetahuan ibu dalam memahami prinsipprinsip manajemen perilaku anak GPPH mencakup (1) pengetahuan mengenai GPPH (gejala, karakteristik, penyebab, diagnosis, dan berbagai pendekatan treatment), (2) hubungan antara ibuanak, (3) cara memberikan perhatian positif, (4)

77

mekanisme penetapan sistem token dan cara memberikan hukuman untuk perilakuyangtidakdiinginkan,(5)caramenggunakantimeoutuntukbentuk perilaku buruk yang serius, (6) langkahlangkah untuk mengurangi perilaku anak yang tidak sesuai ketika berada di area publik, (7) isu yang berkaitan dengansekolahanak. (2) Sejauhmana demonstrasi pemahaman yang teramati dalam menangani permasalahan tingkah laku anak GPPH berdasarkan DSM IVTR, yang mencakup (1) cara memberikan perhatian positif sebelum proses belajar dimulai, (2) cara memberikan perintah yang efektif, (3) mekanisme penetapan sistem token, (4) cara memberikan hukuman untuk perilaku yang tidak di inginkan, (5) cara menggunakan time out untuk bentuk perilaku burukyangserius. Adapun penanganan permasalahan tingkah laku anak GPPH berdasarkankriteriaDSMIVTRadalah: 1. Inatensi, antara lain gagal memberikan perhatian terhadap hal rinci atau ceroboh dalam membuat tugas sekolah, sulit mempertahankan perhatian terhadap tugas, terlihat seperti tidak mendengarkan ketika diajak bicara oleh orang lain, tidak dapat mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas sekolah, kesulitan dalam pengaturan tugas, dan perhatiannya mudah teralihkanolehstimulus/rangsanganluar.

78

2. Hiperaktivitas, antara lain merasa gelisah tangan atau kaki saat duduk dan tidak mampu tetap duduk tenang dalam situasi yang menuntut untuk tetap duduk. 3. Impulsivitas, antara lain menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan tersebut selesaidanmelakukaninterupsiataumenyelaoranglainketikaberbicara. 3.3 SubjekPenelitian Subjek penelitian adalah 3 orang ibu yang berada di tempat terapi X di Surakarta.Gambarankarakteristikpesertapelatihanadalahsebagaiberikut: 1. Ibu yang memiliki anak usia 79 tahun yang telah didiagnosa gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktivitas murni (tanpa menunjukkan gangguan perkembangan, kerusakan intelektual, atau gangguan kesehatan lainnya) oleh Psikiater. Pemilihan usia anak 79 tahun karena seringkali GPPH baru terdiagnosa dan disadari oleh orang tua setelah anak mulai memasuki sekolah dasar, dimana anak dituntut berada pada pola perilaku yang terkendali dan pemusatan perhatian yang baik dalam situasi belajar di kelas. 2. Belum pernah mengikuti pelatihan pengasuhan untuk ibu yang memiliki anakGPPH. 3. Latar belakang pendidikan minimal setingkat SMU. Hal ini dikarenakan dengan latar belakang pendidikan tersebut diharapkan memiliki kemampuan berpikir konseptual sekaligus berpikir praktis sehingga lebih

79

4. Bersedia mengikuti seluruh rangkaian program pelatihan dan evaluasinya, yangdibuktikandenganpengisianinformedconsent 3.4

TahapPengembanganProgramPelatihanPengasuhan Proses pengembangan program pelatihan pengasuhan dalam penelitian

ini mencakup 2 tahap, yaitu (1) Tahap persiapan yang terdiri dari asesmen kebutuhan dan perancangan program pelatihan pengasuhan. (2) Tahap pengembangan yang terdiri dari uji coba program, evaluasi hasil uji coba, dan revisiprogrampelatihan.Secararincidapatdilihatpadabagan3.2padahalaman selanjutnya:

80

Bagan3.2 TahapTahapPengembanganProgram PelatihanPengasuhan

TAHAPPERSIAPAN
1. PenilaianKebutuhan

TAHAPPENGEMBANGAN

3.UjiCobaProgramPelatihan
Pengasuhan 4.EvaluasiHasilUjiCoba
Evaluasiselamapelatihan Evaluasi reaksi peserta terhadap materi,pelatih,metode,danmodul

Menggalikebutuhanibuyangmempunyai anakGPPHusia79tahunmengenai treatmentyangsesuai

2. PerancanganProgramPelatihan Pengasuhan
PerumusanTujuan PenetapanMetodePelatihan PenetapanMateriPelatuhan PemilihanLokasidanPenataan RuanganPelatihan RancanganProsesEvaluasidanAlat ukur

5.RevisiProgramPelatihan Pengasuhan
Melakukanrevisidanmodifikasiguna memperbaikikerkuranganberdasarkan hasilujicoba

RancanganProgramPelatihan Pengasuhan

ProgramPelatihanPengasuhan yangTelahdiUjiCoba

TAHAPPENINGKATAN
Mengujiefektivitasprogrampelatihan. Pelatihandikatakanefektifjikamembawa perubahanyangsamapadasetiap pelaksanaannya

3.4.1

TahapPersiapanPelatihanPengasuhan

3.4.1.1 PenilaianKebutuhan(NeedAssessment) Prosespenilaiankebutuhanakandiuraikandalamtabel3.2dibawahini:

81

Tabel3.2 ProsesPenilaianKebutuhan No. Metode Subjek Tujuan Tanggal Pelaksanaan

1.

Mendapatgambaran mengenaikeluhanyang munculdankondisiawal anaksaatdibawake 1orang tempatterapi,program Januari2010 terapis programyangdiberikan untukanakGPPH,dan bagaimanaketerlibatan orangtuadalamproses terapianak. Mendapatgambaran Wawancara mengenaitingkahlaku anak(khususnyatingkah lakudalamsetting 4orangibu belajar)dirumah,cara yangmemiliki ibumengatasimasalah 1. Juni2009 anakGPPH tingkahlakutersebut,dan 2. Januari2010 usia79tahun apasajakemampuan yangdibutuhkanolehibu untukmenangani masalahtingkahlaku anak. Mendapatkandata melaluipengamatan mengenaikemampuan ibumenangani

2.

Observasi

permasalahantingkah lakuanakdalamsetting 3orangibu yangmemiliki belajar.Secaraumumhal


anakGPPH yangdiobservasiadalah usia79tahun bagaimanainteraksiibu dengananak,caraibu memberikanperintahdan apasajayangdilakukan ibudalammenangani perilakuanakyangtidak sesuai.

519Maret 2010

82

3.4.1.2 PerancanganProgramPelatihanPengasuhan Setelah mendapatkan hasil asesmen dan melakukan analisis terhadap hasil tersebut, maka kegiatan selanjutnya adalah melakukan perancangan program pelatihan pengasuhan, yang terdiri dari (1) Penetapan tujuan; (2) Penentuan metode pelatihan; (3) Penyusunan materi; (4) Pemilihan lokasi dan penataan ruangan pelatihan; (5) Perancangan alat ukur; dan (6) Pengukuran validitasdanreliabilitasalatukur. 3.4.1.2.1 PenetapanTujuan Penetapan tujuan umum dan tujuan khusus merupakan dasar dari penyusunan materi dan domain pembelajaran yang ingin dicapai. Maka dari itu, tujuan pelatihan ini terbagi menjadi dua yang disusun berdasarkan urutansesikegiatan,yaitu: 1. TujuanInstruksionalUmum Program pelatihan pengasuhan diharapkan dapat meningkatkan

pengetahuan ibu mengenai GPPH dan memberikan pemahaman mengenai prinsipprinsipdalammenanganipermasalahantingkahlakuanakGPPHusia7 9tahun. 2. TujuanInstruksionalKhusus Tujuan khusus dalam program pelatihan pengasuhan adalah sebagai berikut:

83

a. Memberikan penjelasan yang mendetail mengenai GPPH (gejala, karakteristik,penyebab,diagnosis,danberbagaipendekatantreatment) b. Memberikan gambaran mengenai hubungan antara ibuanak melalui gaya pengasuhandanmodelABC c. Memberikan pemahaman mengenai metode dalam memberikan perhatian positifdancaramemberikanperintahyangefektif. d. Memberikan pemahaman mengenai mekanisme pengaturan sistem token dalammengasuhanakGPPHdancaramemberikanhukumanuntukperilaku yangtidakdiinginkan. e. Memberikan pemahaman mengenai penggunaan time out untuk bentuk perilakuburukyangserius. f. Memberikan gambaran mengenai langkah langkah mengurangi perilaku anakyangtidaksesuaiketikaberadadiareapublik. g. Memberikan penjelasan mengenai isu yang berkaitan dengan anak GPPH di sekolah dan penggunaan kartu perilaku harian yang bisa dihubungkan dengansistemtokendirumah. 3.4.1.2.2 PenentuanMetodePelatihan Metode yang digunakan dalam program pelatihan pengasuhan menggunakan proses belajar sosial yang dikemukakan oleh Bandura, yaitu melalui proses perhatian, proses pengingatan, dan proses reproduksi

84

motorik.Halinimeliputipresentasiyangbersifatmendidikmengenaimateri, menggunakantugasyangspesifik,sertabermainperandanumpanbalik. 3.4.1.2.3 PenyusunanMateri Materi dalam pelatihan ini disusun berdasarkan konsep parent training dari Barkley (2006) dan disesuaikan dengan hasil penilaian kebutuhan. Secara rinci materi dalam pelatihan ini akan digambarkan dalam lampiran5(ModulProgramPelatihanPengasuhan). 3.4.1.2.4 PemilihanLokasidanPenataanRuanganPelatihan Pelatihan dilakukan di ruang kelas aktivitas kelompok di tempat terapi XdikotaSurakarta,padahariliburatausetelahselesaikegiatanterapiagartidak terjadi gangguan dari kegiatan lainnya selama proses pelatihan. Alasan peneliti memilih lokasi ini adalah kemudahan subjek penelitian untuk menjangkaunya dan juga kondisi ruangan kelas tersebut cukup memadai dan cukup nyaman dalamhalpencahayaandanventilasisehinggadapatmembantuprosespelatihan menjadilebihefisien. Cara penataan ruangan pelatihan menggunakan UShape Traditional Classroom. Hal ini karena penataan ruangan dengan bentuk U sangat sesuai bagi pelatihan dengan tipe kelompok kecil dan memungkinkan setiap peserta mendapatkan kesempatan yang sama untuk memperhatikan materi dan trainer.

85

Selain itu penataan ruangan seperti ini dapat memungkinkan trainer melihat denganjelasdanmembagiperhatiannyapadasemuapesertapelatihan. 3.4.1.2.5 PerancanganAlatUkur Alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu (1) kuesioner pengetahuan GPPH dan Manajemen Perilaku Anak GPPH, dan (2) panduan observasi demonstrasi pemahaman ibu dalam menangani

permasalahantingkahlakuanakGPPH.
3.4.1.2.5.1 KuesionerPengetahuanGPPHdanManajemenPerilakuGPPH 1) TujuanPengukuran Mengukur pengetahuan ibu mengenai GPPH dan manajemen perilaku GPPH. 2) IndikatorPerilaku Indikator perilaku pada kuesioner ini disusun berdasarkan konsep parenting program untuk anak GPPH dari Barkley (2006), yang akan diuraikan dalam tabel 3.3. Kuesioner ini terdiri dari 36 pertanyaan benar salah untuk menilai (1) pengetahuan ibu mengenai GPPH yang mencakup gejala GPPH, karakteristik, penyebab, diagnosis, treatment, dan perkembangan mengenai GPPH dan (2) pengetahuan manajemen perilaku anak GPPH yang mencakup hubungan ibuanak, perhatian positif, penggunaan konsekuensi,

86

time out, mengelola perilaku anak di area publik, dan permasalahan anak di sekolah. Tabel3.3 KisiKisiKuesionerPengetahuanGPPHdanManajemenPerilakuAnakGPPH NO. DIMENSI INDIKATOR ITEM Memiliki masalah tidur dan sulit makan merupakan salah satu gejala GPPHpadasaatbalita. Pada saat di sekolah anak GPPH sulit menyelesaikan pekerjaan, cepat bosan terhadap pelajaran, dan sulit mendengarkan pelajaran yang diberikangurudikelas. Anak GPPH mengalami kesulitan dalam mengatur tugas dan kegiatan lainnya. Ketidakmampuan mempertahankan perhatian dan gerakan yang tidak dapat di kontrol bukan merupakan karakteristik yang paling mendasar padaanakdenganGPPH. Anak GPPH sering menggerak gerakkan jarijari tangan, kaki, atau menggeliat saat anak seharusnya dudukdengantenang. Anak GPPH dapat bermain atau melakukanaktivitasdengantenang. Anak GPPH tidak merasa kesulitan menunggu gilirannya tiba saat bermainatauberaktivitas. Anak GPPH sering menyela orang lainketikaberbicaraataubermain. Penyumbang utama terjadinya GPPH adalah gen yang diturunkan dariorangtua Gangguan GPPH merupakan kelainan yang berhubungan dengan PERNYATAAN

1 GejalaGPPH 2

4 PENGETAHUAN GPPH Karakteristik GPPH

6 7 8 9 10

Penyebab GPPH

87

11

Diagnosis GPPH

12

13

14

Pendekatan Treatment untukGPPH

15

16

Perkembangan GPPH

17

18 PEMAHAMAN MENGENAI MANAJEMEN PERILAKU ANAKGPPH Perhatian Positif 21 HubunganIbu Anak 20 19

fungsi kerja otak yang kurang optimal. Cukup dengan pemeriksaan fisik untuk mendiagnosis anak mengalamiGPPH. Gejala GPPH muncul dalam waktu sekurangkurangnya 6 bulan sebelumdidiagnosa. Anak yang didiagnosa GPPH mempunyai paling sedikit satu tambahan kelainan gangguan mentalataubelajar. Terapi akan efektif ketika pemberian modifikasi perilaku bersamaandenganpemberianobat. Pemberian obat jenis simultan dalam dosis rendah dan terkontrol dianggapmenimbulkanadiktif. Selain pemberian obat, penanganan yang paling menjanjikan bagi anak anak GPPH mencakup pelatihan bagi orang tua dan perubahan menajemenkelas. Remaja atau dewasa yang mengalami GPPH menunjukkan perasaan rendah diri, yang menyebabkan kegelisahan dan depresi. GPPH dapat sembuh saat anak memasukiusiaremaja Membuat anak merasa bersalah dapat mempermudah manajemen perilakupadaanakGPPH Penting bagi ibu untuk menemukan peristiwa pendahulu yang memicu perilaku nakal anak dan mencari konsekuensi yang efektif untuk mengubahperilaku Kenakalan yang ditunjukkan anak merupakan salah satu cara yang dipelajari untuk mendapatkan perhatianibu

88

22

23

24

25 26 Penggunaan Konsekuensi 27

28

29 TimeOut 30

Meluangkan waktuwaktu pendek setiap hari dimana ibu dan anak salingmemberikanpengertian,akan menghilangkanperilakunakalanak Yang penting dalam memberikan perhatian positif adalah ibu banyak bertanya dan tidak memberikan perintah Konsekuensi adalah sesuatu yang ibulakukanatauibuberikansetelah respon yang anak berikan, baik dengan penguatan positif (hadiah) ataupenguatannegatif(hukuman) Konsekuensi pada anak GPPH sebaiknya diberikan secara langsungdanseseringmungkin Kritik dan konsekuensi yang negatif dapatmelatihanakmenjadipenurut Cara untuk menghapus perilaku anak yang tidak sesuai adalah dengan memberikan hadiah tertentu berupa benda atau penguat simbolik lain yang bernilai ekonomis sesuai dengan persetujuanbersama Memberikan denda dengan mengurangi atau memperkecil hadiah yang akan diberikan bila perilaku yang ditampilkan anak ternyata tidak sesuai dengan harapan, bukan merupakan hukumanbagianakGPPH Perilakuperilaku seperti marah yang meledakledak, menggigit, memukul atau melempar barang barang, dapat dikendalikan dengan timeout(waktumenyendiri) Prinsip pelaksanaan time out adalah konsistensi yang tinggi agar anak memahami bahwa orang tua memegang kendali dan hukuman iniseriusadanya

89

31

Mengelola PerilakuAnak diareapublik

32

33

34

Permasalahan Anakdi Sekolah

35

36

Tidak penting untuk mengimbangi penerapan time out dengan pemberian pujian atau hadiah, saat anakmampuberperilakubaik Kunci untuk mengelola anak GPPH di tempat umum adalah menetapkan rencana dan memastikan anak memahami rencana tersebut sebelum pergi ke tempatumum Memberikan kegiatan yang berkaitan dengan tujuan perjalanan, dapatmeningkatkanhiperaktifanak Tidak ada siswa dengan GPPH yang mengulang kelas atau dikeluarkan dari sekolah karena hambatan perilaku yang dialami olehanak. Menempatkan anak GPPH di dekat jendela, pintu terbuka atau gambar/lukisan yang warnanya cerah akan meningkatkan konsentrasianakdisekolah Memberikan instruksi secara lisan dan tulisan, serta menyediakan alat bantu visual adalah caracara untuk membantu anak fokus dan mengingat bagian penting dari pelajaran

3)

CaraPengisian Cara pengisiannya adalah dengan memberikan tanda silang (X) pada kotak B bila pernyataan dianggap benar dan memberikan tanda silang (X) pada kotakSbilapernyataannyadianggapsalah.

4)

CaraPenilaian Nilai akan diberikan hanya untuk pemilihan jawaban yang tepat pada setiap nomor soal, dengan ketentuan bahwa nilai 1 diberikan jika

90

jawaban subjek sesuai dengan kunci jawaban dan nilai 0 akan akan diberikan jika jawaban subjek tidak sesuai dengan kunci jawaban. Mengingat seluruh soal pada kuesioner ini berjumlah 36, maka skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 36 dan skor terendah adalah 0. Adapun kunci jawaban untuk kuesioner ini diuraikan dalam tabel 3.4 berikutini: Tabel3.4 KunciJawabanKuesionerPengetahuanGPPH&Manajemen PerilakuGPPH No. Item 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Jawaban Benar Benar Benar Salah Benar Salah Salah Benar Benar Benar Salah Benar No. Item 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. Jawaban Benar Benar Salah Benar Benar Salah Salah Benar Benar Benar Salah Benar No. Item 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. Benar Salah Benar Salah Benar Benar Salah Benar Salah Salah Salah Benar Jawaban

91

3.4.1.2.5.2 PanduanObservasiDemonstrasiPemahamanIbu 1) TujuanPengukuran Memberikan penilaian terhadap kemampuan untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang telah diperoleh subjek pada sesisesi tertentu selama berlangsungnyapelatihanpengasuhan. 2) Observer Observer yang membantu peneliti dalam melakukan pengukuran demonstrasi pengetahuan ibu adalah mahasiswa Psikologi yang telah lulus Mata Kuliah Psikodiagnostik. Sebelum melakukan penelitian observer akan mendapatkan pelatihan mengenai cara pengisian panduan observasi. Pelatihan ini ditekankan kepada penguasaan materi mengenai anak yang mengalami GPPH, indikator perilaku yang diukur, serta cara pengisian panduanobservasitersebut. 3) IndikatorPerilaku Indikatorperilakupadalembarobservasiinidisusunmengikutilangkah langkah yang terdapat dalam materi program pelatihan pengasuhan yang harus dilakukan ibu untuk menangani permasalahan tingkah laku anak GPPH. Adapun kisikisi panduan observasi demonstrasi pemahamanibudiuraikandalamtabel3.4berikutini:

92

Tabel3.5 KisiKisiPanduanObservasiDemonstrasiPemahamanIbu ASPEK NO PERILAKU Menjelaskan kepada anak bahwa ini adalah waktu khusus antara ibuanak untuk melakukan aktivitas bersamasebelumprosesbelajardimulai. Menjelaskankepadaanakbahwawaktukhususakan berakhir jika ia menunjukkan perilaku yang tidak diinginkansecaraterusmenerus. Menetapkan standar waktu khusus yang akan dilakukanuntukberaktivitasbersama. Menanyakan kepada anak apa yang ingin dia lakukansaatberduadenganibu. Tidak mengontrol atau mengarahkan apa yang seharusnyaanaklakukan. Memberikan pertanyaan hanya saat ibu tidak yakin denganapayanganaklakukan Mencoba bercerita aktivitas yang sedang dilakukan anak dengan perkataan yang bersemangat, sebagai tandaibutertarikdenganyanganaklakukan. Sesekali memberi anak pujian, persetujuan, atau umpanbalikyangpositif. Memalingkan pandangan atau mencari tempat lain selama beberapa saat, jika anak mulai berperilaku nakal. Memberitahukan kepada anak bahwa waktu khusus selesai dan ibu meninggalkan ruangan, jika perilaku yangtidakdiinginkanterusberlanjut. Menerapkan disiplin jika anak menjadi sangat menggangguataukasarsaatberaktivitasbersama. Tidak memberikan arahan atau perintah jika masih ada halhal yang menyebabkan anak teralihkan sepertisuaratelevisi,musik,mainan,dll. Melakukan kontak mata dan saling berhadapan ketikaberbicara Menyatakan perintah secara jelas dan nada suara yangnormal. Tidakmemberikanperintahsebagaipertanyaan

3 4 5 PerhatianPositif 6 7 8 9

10 11 12 Keterampilan Komunikasi 13 14 15

93

16 17 18 19 20 21

22

23 24 25 26 Penggunaan SistemToken 27 28 29 30

31

Hanyamemberikansatuinstruksiyangspesifikpada waktuyangsama. Tidak mengajukan pertanyaan saat anak melaksanakanperintahibu Meminta anak untuk mengulangi atau mengatakan dengancaralainnyaapayangdiperintahkan. Menyediakan instruksi multisensori dengan menggunakan tabel visual tentang langkahlangkah tugasyangdiharapkanuntukdilakukanolehanak. Memberikan batas waktu yang spesifik untuk tugas ataupekerjaanyangharusanaklakukan. Memberikan pujian dan umpan balik positif ketika anak mengikuti arahan dan/atau melakukan pekerjaanyadenganbaik. Menjelaskan kepada anak bahwa ia akan mempunyai kesempatan untuk mendapat hadiah berupa poin jika ia berperilaku baik selama proses belajar. Bersama anak membuat atau memilih bentuk poin yangakandigunakan Menentukan tempat untuk menyimpan poin yang diperoleh. Bersama dengan anak membuat sebuah daftar hak istimewa yang akan diperoleh ketika ia dapat mengumpulkansejumlahpoin Membuat daftar perilaku yang ibu ingin agar ditampilkanolehanakselamaprosesbelajar. Menentukan seberapa banyak poin yang akan diberikan untuk masingmasing perilaku yang telah anaklakukan. Menentukan hadiah khusus jika anak menunjukkan sebagianbesarperilakuyangtelahditetapkan Menjelaskan kepada anak kapan waktu pemberian hadiahkhusustersebut. Menjelaskan kepada anak bahwa ia akan memiliki kesempatan untuk mendapatkan poin bonus ketikapekerjaandilakukandengansikapyangbaik Memastikan kepada anak bahwa poin akan diberikan untuk tugas yang diselesaikan pada permintaan pertama. Jika ibu mengulangi perintah berulangulang, maka anak tidak akan memperoleh poin.

94

32 33

34

35 ResponseCost 36

37

38 39 40 41 42 43 PenerapanTime Out 44 45 46 47 48

49

Memberikan poin secepat mungkin setelah anak selesaimelakukanapayangdiperintahkan. Saat memberikan poin, Ibu tersenyum dan memberikanpujian. Menggunakan aturan 3:1 dalam memberikan denda kepada anak (setiap 3 kali kejadian yang memperoleh pujian dan penghargaan, dapat memberikandendasekaliatasperilakunegatifanak) Menjelaskan kepada anak bahwa poin yang telah ia kumpulkan akan dikurangi ketika ia tidak menunjukkanperilakuyangtelahditetapkan. Menjelaskan kepada anak bahwa banyaknya poin yang hilang sama dengan banyaknya jumlah poin yangakandiperolehketikamematuhiaturan. Jikatugasyangdiperintahkantidakadadalamdaftar tugas, ibu dapat memilih denda yang masuk akal untuk membuat anak melakukan perilaku yang diperintahkan Memilih perilaku menganggu yang spesifik untuk menjaditargettimeout Menentukantempatyangtepatuntuktimeout Menentukan lamanya waktu time out sesuai dengan usiaanak Memilih konsekuensi apabila anak meninggalkan areatimeout. Menjelaskan kepada anak mengenai perilaku menggangguyangakanmembuatnyakenatimeout. Menjelaskankepadaanakprosespelaksanaantime out Menjelaskan kepada anak konsekuensi apabila ia meninggalkanareatimeoutsebelumwaktunya. Menggunakanalatpengukurwaktu Tidak memberikan perhatian ketika anak berada dalamsituasitimeout. Mendendaanak,ketikaia2xberusahameninggalkan kursitimeouttanpaijin. Memberikan konsekuensi logis ketika anak marah danmerusakataumembuatruanganjadiberantakan ketikaiamenjalanitimeout. Setelah anak tenang, mengulangi kembali permintaan/perintah yang telah diberitahukan sebelumnya dan anak harus setuju untuk

95

50

melakukannya. Ketika time out berakhir, mendiskusikan dengan anak mengenai perilaku yang membuat ia di tempatkankedalamtimeout.

4)

ProsedurObservasidanCaraPengisian Observasi dilakukan pada sesisesi yang terdapat metode bermain peran selama berlangsungnya pelatihan pengasuhan. Berikut ini adalah cara pengisian lembar observasi kemampuan ibu pada setting pelatihan pengasuhan:

a. Identitasdiisidenganidentitasibuyangdiobservasi b. Kolom (A) adalah aspek yang harus diobservasi berdasarkan sesi
pelatihan

c. Kolom(B)adalahkolomnomorindikatorperilaku d. Kolom (C) adalah kolom yang berisikan sejumlah indikator perilaku
kemampuan untu mendemonstrasikan pengetahuan ibu pada suatu tahapanpelatihan.

e. Kolom (D) adalah kolom untuk menuliskan muncul tidaknya ciri


perilaku sesuai kolom (C). Dengan demikian dalam kolom hasil observasi akan dituliskan jika perilakunya muncul atau X jika perilakunyatidakmuncul.

f. Kolom (E) untuk menuliskan halhal yang mendukung pernyataan


kolom(C).

96

5)

CaraPenilaian Penilaian dalam lembar observasi ini dilakukan dengan memberikan angka 1 untuk perilaku yang muncul dan angka 0 jika perilakunya tidak muncul. Penilaian dilakukan oleh 2 orang observer dan nilai yang diperoleh dari masingmasingobserver akandiintegrasikanmelaluipaneljudgmentagarjelas prosesperbedaanpemberianskorantarobserver.

3.4.1.2.6 PengukuranValiditasdanReliabilitasAlatUkur 3.4.1.2.6.1 UjiValiditas Proses validasi merujuk pada pengertian apakah pengukuran benar benarmengukurapayangharusdiukur,sehinggasemakintinggivaliditassuatu alat ukur, maka alat ukur tersebut semakin mengenai pada sasarannya atau semakin menunjukkan apa yang seharusnya diukur (Graziano, 1997). Dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian validitas isi (content validity), dimana peneliti ingin melihat apakah alat ukur ini sudah sesuai dapat mengukur representasi isi yang tepat, berkaitan dengan relevansi per aitem maupun secara keseluruhan. Langkah pertama dalam menentukan validitas isi adalah menganalisa bentuk item atau pernyataan pada masingmasing domain dengan meminta pendapat dari ahli dalam bidangnya untuk melihat apakah domain tersebutsudahsesuaidanapakahbenarbenarmengukurapayangakandiukur. Halinimempertimbangkanpenggunaanbahasadalamitemdancontohperilaku yangharusdisesuaikandengansiapayangakanmengisikuesioner.

97

3.4.1.2.6.2 UjiReliabilitas Reliabilitas merupakan terjemahan dari kata reliability yaitu sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Reliabilitas juga menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran relatif sama bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap kondisi yang sama dan dengan alat pengukur yang sama. Relatif sama berarti tetap adanya toleransi terhadap perbedaan kecil diantarahasilbeberapa kalipengukuran.Bilaperbedaanitusangatbesardari waktu ke waktu, maka hasil pengukuran tersebut tidak dapat dipercaya dan dikatakantidakreliabel(Azwar,2005). Uji reliabilitas kuesioner pengetahuan GPPH dan manajemen perilaku anak GPPH akan menggunakan formula KR20 karena alat ukur ini menghasilkan skor dikotomi. Jika koefisien reliabilitas > 0,5 maka memenuhi syarat alat ukur dianggap reliabel. Formula KR20 dirumuskan sebagaiberikut:

KR20 = K P
2

p(1 p) K 1 2 K 1 S x

:Banyaknyaitem :Indekskesukaranitem Setelah mendapatkan tingkat reliabilitas alat ukur, maka langkah

S x :Varianskortes(X)

selanjutnya adalah menentukan apakah reliabilitas untuk alat ukur tersebut sudah cukup atau tidak. Semakin koefisien reliabilitas mendekai angka +1.00 maka semakin baik reliabilitasnya. Secara umum, hasil perhitungan reliabilitas

98

yangkurangdariangka0.60dianggapburuk,yangberada0.70dianggapdapat diterima,danyangberadadiatasangka0.80dianggapbaik(Freidenberg,1995). Uji reliabilitas panduan observasi dilakukan dengan menggunakan teknik Femandes untuk menentukan tingkat toleransi perbedaan hasil pengamatan. Semakin banyak kemiripan hasil penilaian antara satu pengamat dengan pengamat lainnya, maka koefisien reliabilitas yang dihasilkan akan tinggi.RumusFemandestersebutadalahsebagaiberikut: KK KK S N1 N2 =

2S N1 + N 2

:KoefisienKesepakatan :Sepakat,jumlahkodeyangsamauntukobjekyangsama :Jumlahkodeyangdibuatolehpengamat1 :Jumlahkodeyangdibuatolehpengamat2

Fleiss (1981, dalam Umar, 2002:129) mengkategorikan tingkat reliabilitasantarratermenjadiempatkategori,yaitu: Kappa<0.4 :Buruk(bad) :Cukup(fair) :Baik(good) :Istimewa(excellent)

Kappa0.40.60 Kappa0.600.75 Kappa>0.75 3.4.2

TahapPengembanganProgramPelatihanPengasuhan Tahap pengembangan program pelatihan pengasuhan terdiri dari uji

coba program pelatihan pengasuhan, evaluasi hasil pelatihan pengasuhan, dan revisiprogrampelatihanpengasuhan.

99

3.4.2.1 UjiCobaProgramPelatihanPengasuhan Pada sub bab ini akan diuraikan mengenai (1) Penjaringan subjek penelitian,(2)Persiapanpersonilpenelitian,(3)Prosedurpelaksanaanujicoba. 3.4.2.1.1 PenjaringanSubjekpenelitian Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu pemilihan sekelompok subjek didasarkan pada karakteristik penelitian dalam unit populasi. Peneliti mencari di tempat terapi X semua ibu dari anak yang telah didiagnosa GPPH oleh professional, dan saat ini berusia 79 tahun. Kemudian peneliti mengirimkan surat pengantar dari tempat terapi dan dari peneliti, kepada ibu yang memenuhi karakteristik penelitian untuk meminta kesediaannya sebagai subjek penelitian. Surat pengantar dari peneliti berisikan informasi mengenai prosedur penelitian, hak dan kewajiban peserta, manfaat dan resiko keikutsertaan, dan jaminan kerahasiaan informasi. Di samping itu peneliti juga melakukan kontak melalui telepon kepada semua calon subjek dengan tujuan yang sama seperti pengiriman surat. Diharapkan dengan melakukan kontak langsung melalui telepon peneliti dapat menjelaskan secara mendalam mengenai tujuan dan sasaran dari penelitian. Para ibu yang berminat, diminta mengisi informed consent sebagai komitmen untuk mengikuti seluruhrangkaiankegiatanpenelitianinidaritahapawalsampaitahapakhir.

100

3.4.2.1.2 PersiapanPersonilPenelitian Dalam penelitian ini dibutuhkan beberapa personil kegiatan, antara lain: 1. PengamatPendamping Pengamat pendamping adalah orang yang membantu peneliti dalam melakukan observasi terhadap subjek penelitian baik pada saat pengukuran pretest, pelaksanaan treatment, maupun posttest. Pengamat pendamping diperlukan pula sebagai interrater pada saat observasi sehingga data yang dihasilkan akan lebih dapat diandalkan. Sebelum melakukan penelitian, pengamat pendamping akan mendapatkan pelatihan mengenai cara melakukan observasi perilaku saat pretest dan posttest, sehingga masing masing pengamat memiliki kerangka dan batasan yang sama dalam memberikanpenilaian. 2. Trainer Trainer adalah individu yang memberikan materi dalam pelatihan pengasuhan ini. Trainer program pelatihan manajemen perilaku anak ini adalah Ibu Wulan Noviasari, yang berpengalaman sebagai terapis anak berkebutuhan khusus selama 12 tahun, dan berpengalaman dalam melatih cognitivebehavioraltherapypadaorangdewasaselama7tahun.

101

3.4.2.1.3 ProsedurPelaksanaanUjiCoba Program pelatihan pengasuhan terdiri dari 7 sesi yang akan dilaksanakan sebanyak 4 kali pertemuan dan dilakukan secara berkelompok. Pelaksanaannya akan mengacu pada prosedur pelaksanaan pelatihan pengasuhan yang telah disusun pada Modul Program Pelatihan Pengasuhan. Adapun silabus pelatihan terdapat dalam lampiran 2.1 (Silabus Program PelatihanPengasuhan) 3.4.2.2 EvaluasiHasilUjiCobaPelatihanPengasuhan Evaluasi hasil uji coba pelatihan pengasuhan ini terdiri dari dua hal. Evaluasi yang pertama adalah evaluasi mengenai peningkatan pemahaman ibu dalam menangani permasalahan tingkah laku anak GPPH dengan menggunakan pendekatan pretestposttest. Sedangkan evaluasi yang kedua mengenai hasil pelaksanaan uji coba program yang datanya diperoleh dari proses selama pelatihan dan evaluasi reaksi peserta terhadap pelaksanaan program pelatihan pengasuhan ini. Hasil evaluasi ini akan digunakan untuk mengetahui dampak keberhasilan dari program pelatihan yang sudah dilaksanakan dan sebagai landasan dalam melakukan revisi program pelatihan pengasuhan terhadap halhal yang dirasakan masih kurang dan perludiperbaikigunapengembangandikemudianhari.

102

3.4.2.2.1 Peningkatan Pemahaman Ibu Dalam Menangani Permasalahan TingkahLakuAnakGPPH Evaluasi hasil pelatihan ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis penelitian ini yaitu Uji coba program pelatihan pengasuhan yang telah disusun dapat meningkatkan pemahaman ibu dalam menangani permasalahan tingkah laku anak usia 7 9 tahun yang mengalami Gangguan Pemusatan Perhatian disertai Hiperaktivitas (GPPH). Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab 3.2 (VariabelPenelitian),makapengolahandatavariabelterikatakandibagimenjadi dua, yaitu (1) pengetahuan ibu mengenai GPPH dan manajemen perilaku anak GPPH, dan (2) Demonstrasi pemahaman ibu dalam menangani permasalahan tingkahlakuanakGPPH. Pengolahan data dilakukan berdasarkan metode statistik inferensial nonparametrik, yaitu suatu metode pengolahan data yang dapat digunakan untuk melihat pengaruh dari pemberian suatu treatment, dengan uji statistik wilcoxon signedrank test, karena data yang dihasilkan berupa data berpasangan yang berhubungan satu sama lain. Keseluruhan hasil perhitungan pada pre treatment dan posttreatment seluruh subjek penelitian akan diolah dengan menggunakansoftwareSPSSversi17.0 Adapun hipotesis yang ingin diuji melalui uji Wilcoxon signedrank test adalah: 1. Hipotesis 1: Pelatihan pengasuhan berpengaruh terhadap pengetahuan ibu mengenaiGPPHdanmanajemenperilakuanakGPPHusia79tahun

103

Hipotesisstatistiknyaadalah: H0: Tidak terdapat peningkatan pengetahuan ibu mengenai GPPH dan manajemen perilaku anak GPPH usia 7 9 tahun setelah pelatihanpengasuhandiberikan MeposttestMepretest H1: Terdapat peningkatan pengetahuan ibu mengenai GPPH dan manajemen perilaku anak GPPH usia 7 9 tahun setelah pelatihanpengasuhandiberikan Meposttest>Mepretest 2. Hipotesis 2: Pelatihan pengasuhan berpengaruh terhadap demonstrasi pemahaman ibu dalam menangani permasalahan tingkah laku anak GPPH usia79tahun Hipotesisstatistiknyaadalah: H0: Tidak terdapat peningkatan demonstrasi pemahaman ibu dalam menangani permasalahan tingkah laku anak GPPH usia 7 9 tahunsetelahpelatihanpengasuhandiberikan MeposttestMepretest H1: Terdapat peningkatan demonstrasi pemahaman ibu dalam menangani permasalahan tingkah laku anak GPPH usia 7 9 tahunsetelahpelatihanpengasuhandiberikan. Meposttest>Mepretest

104

3.4.2.2.2 EvaluasiHasilPelaksanaanUjiCobaProgram Data evaluasi hasil pelaksanaan uji coba program diperoleh dari proses selama pelatihan dan evaluasi reaksi peserta terhadap pelaksanaan program pelatihan pengasuhan. Panduan evaluasi reaksi peserta terhadap pelaksanaan pelatihan pengasuhan dapat dilihat dalam lampiran 2.2 (Lembar EvaluasiPelatihan). 3.4.2.3RevisiProgramPelatihanPengasuhan Kegiatan selanjutnya dalam tahap pengembangan adalah melakukan revisidan/ataumodifikasiprogrampelatihanpengasuhan.Revisidanmodifikasi dilakukan berdasarkan evaluasi hasil uji coba yang dikaji secara teoritis ataupun praktis untuk memperbaiki kekurangankekurangan pada program pelatihan pengasuhaninidandisesuaikandengantujuanpelatihan.

105

You might also like