You are on page 1of 0

1

BAB I
PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Masalah
Pembangunan Nasional yang telah dilakukan selama ini secara
umum telah meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Namun demikian pembangunan tersebut ternyata menimbulkan
kesenjangan perkembangan antarwilayah. Belum meratanya
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah mengakibatkan
tumbuhnya daerah-daerah tertinggal. Karena fokus pembangunan
mengutamakan pembangunan wilayah dan ekonomi yang ramai serta
berada pada jalur distribusi utama maka wilayah yang berada di
pedalaman kurang tersentuh pembangunan secara optimal.
Dengan adanya otonomi daerah diharapkan pengembangan
wilayah di tiap-tiap wilayah dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan
kebutuhan daerah tersebut. Hal ini akan menimbulkan suatu persaingan
antardaerah dalam mewujudkan pembangunan prasarana fisik di
daerahnya masing-masing. Pada akhirnya dengan persaingan ini
pemerintah daerah akan lebih terpacu untuk membangun daerahnya
dengan sebaik mungkin.
Namun dalam pelaksanaannya banyak daerah yang belum
mampu untuk membangun daerahnya secara optimal. Hal ini disebakan
karena posisinya yang berada di pedalaman dan kurang strategis. Mereka
dalam pembangunan jauh tertinggal jika dibandingkan daerah-daerah
yang berada di jalur ramai dan posisi yang strategis. Daerah pedalaman
sangat sulit berkembang karena posisinya yang jauh dari jalur silang
distribusi perdagangan.
Kondisi wilayah-wilayah yang masih relatif belum maju dan
tertinggal sangat membutuhkan intervensi kebijakan pembangunan dari
pemerintah, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan
2

kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Pemerintah dalam rangka
mencapai sasaran meminimalisasi ketimpangan pembangunan
antarwilayah menempuh beberapa kebijakan, antara lain dengan
mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah
strategis dan cepat tumbuh melalui kerjasama antardaerah. Dengan
demikian wilayah-wilayah tertinggal itu terintegrasi dalam suatu sistem
wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis, tanpa mempertimbangan
batas wilayah administrasi, tetapi lebih ditekankan pada pertimbangan
keterkaitan mata-rantai proses industri dan distribusi. Upaya ini dapat
dilakukan melalui pengembangan produk unggulan daerah, serta
mendorong terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan
kerjasama antarsektor, antarpemerintah, dunia usaha, dan masyarakat
dalam mendukung peluang berusaha dan investasi di daerah.
Tercantum dalam Rencana Pembangunan J angka Menengah
Nasional (RPJ MN) 2004-2009 bahwa kebijakan meminimalisasi
ketimpangan pembangunan dilanjutkan dengan melaksanakan suatu
program pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh. Program ini
bertujuan mendorong percepatan pembangunan kawasan-kawasan yang
memiliki potensi agar dapat mengoptimalkan pengembangan potensi
sumber daya alamnya untuk mendukung upaya peningkatan daya saing
kawasan dan produk-produk unggulannya di pasar domestik dan
internasional. Dengan begitu dapat mempercepat pembangunan ekonomi
wilayah, yang pada akhirnya diharapkan pula dapat mendorong dan
mendukung kegiatan ekonomi di wilayah-wilayah tertinggal dalam suatu
sistem kerjasama pengembangan ekonomi.
Dalam rangka mendukung peningkatan daya saing kawasan dan
produk-produk unggulan di pasar regional, nasional, dan global; kegiatan
pokok yang akan dilakukan untuk memfasilitasi pemerintah salah satunya
adalah harus adanya peningkatan kerjasama antarpemerintah daerah
melalui sistem jejaring kerja (networking) yang saling menguntungkan.
Kerjasama ini sangat bermanfaat sebagai sarana saling berbagi
3

pengalaman (sharing of experiences), saling berbagi manfaat (sharing of
benefit), maupun saling berbagi dalam memikul tanggung jawab
pembiayaan pembangunan (sharing of burden) terutama untuk
pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana perekonomian
yang menuntut skala ekonomi tertentu sehingga tidak efisien untuk
dibangun di masing-masing daerah.
Pemerintah pusat juga mendorong dan memotivasi pemerintah
daerah untuk : (a) mengidentifikasi produk-produk ungulan; (b)
pengembangan informasi pasar bagi hasil-hasil produk unggulan; (c)
peningkatan pengetahuan dan kemampuan wirausahaan pelaku ekonomi;
(d) peningkatan akses petani dan pengusaha kecil menengah kepada
sumber-sumber permodalan; (e) perluasan jaringan informasi teknologi
dan pemanfaatan riset dan teknologi yang difokuskan untuk mendukung
produk unggulan; (f) pengembangan kelembagaan pengelolaan
pengembangan usaha. Selain itu juga melaksanakan usaha peningkatan
keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah tertinggal dengan wilayah-wilayah
cepat tumbuh dan strategis, terutama pembangunan sistem jaringan
transportasi antarwilayah.
Mantan Menteri Dalam Negeri, Mohammad Maruf, (pidato
sambutan pada penandatanganan kesepakatan bersama antara
pemerintah daerah provinsi Sumatra Barat, Sumatra Utara, Riau, J ambi
dan Bengkulu) menyatakan bahwa hakikat penyelenggaraan
pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan
dan peran serta masyarakat dalam pembangunan, serta peningkatan
daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan
keadilan. Pemerintah daerah dimungkinkan dapat lebih memaksimalkan
pengelolaan potensi sumber daya alam yang ada yang selanjutnya
diharapkan dapat mendatangkan manfaat yang lebih besar untuk
kepentingan bersama, lebih-lebih apabila dilelola secara bersama-sama
4

dibandingkan dengan dikelola secara sendiri-sendiri.
(www.jambi.go.id.7/8/2006).
Selanjutnya menurut M. Maruf, alasan yang mendasari
dilaksanakan kerjasama antardaerah, yang pertama adalah aspek
kualitatif yang berkaitan dengan kewilayahan. Terabaikannya aspek
pertama ini nampak pada berbagai permasalahan yang muncul
kepermukaan, antara lain ;
1. Terjadinya konflik batas antardaerah, baik antarprovinsi,
kabupaten/kota maupun antara kecamatan dengan
desa/kelurahan. Hal ini berdampak pada kurang harmonisnya
hubungan antardaerah.
2. Terjadinya perebutan sumber daya alam yang terdapat
diwilayah perbatasan antardaerah.
3. Terjadinya tumpang tindih pengeluaran perizinan pengelolaan
sumber daya alam, pengeluaran surat keterangan dan bukti
hak atas tanah yang terdapat diwilayah perbatasan
antardaerah.
4. Terjadinya konflik sosial masyarakat yang mengakibatkan
terganggunya ketertiban umum.
5. Kurang terorganisasinya dalam penanganan bencana,
ketentraman dan ketertiban umum serta penegakan peraturan
perundang-undangan .
Kedua, peran strategis pemerintah daerah dalam mewujudkan
tertib penyelenggaraan pemerintahan, sebagaimana disebutkan dalam
Undang Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
bahwa pemerintah daerah merupakan pemerintahan yang langsung
memberikan pelayanan kepada masyarakat, selanjutnya sesuai dengan
kewenangannya , bahwa pemerintahan daerah yang mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
5

masyarakat. Salah satu bentuk tertib penyelenggaraan fungsi-fungsi
pemerintah daerah antara lain :
1. Adanya keserasian hubungan antarpemerintah daerah.
2. Terwujudnya ketentraman, ketertiban umum, persatuan dan
kesatuan serta terciptanya pola hubungan koordinasi
antarpemerintah daerah sesuai dengan hak, kewajiban serta
kewenangannya masing-masing dalam penyelenggaraan
pemerintahan.
3. Terwujudnya integrasi, sinkronisasi dan sinergi program
pembangunan antarpemerintah daerah.
4. Tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien,
5. Efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.
Dengan adanya kerjasama ini masing-masing pemerintah daerah
ada saling keterikatan untuk melakukan kerjasama diberbagai bidang,
sehingga kesempatan kerjasama di berbagai bidang, sehingga
kesempatan kerjasama ini akan dapat menumbuhkembangkan semangat
untuk berusaha bagi para pengusaha dan bagi masyarakat di daerah
dalam menggali sumber daya daerah dan membangun daerahnya sendiri.
Disisi lain, para investor diharapkan akan menanamkan investasinya
untuk mengembangkan dunia usaha yang dapat meningkatkan
pertumbuhan perekonomian di daerah.
Berdasarkan dinamika pembangunan yang berkembang saat ini,
selaras dengan fenomena otonomi daerah yang sudah digulirkan masing-
masing wilayah berusaha mengejar ketertinggalannya yang juga
diimbangi dengan pemberian kewenangan kepada daerah yang cukup
luas. Namun upaya mengejar ketertinggalan masing-masing daerah
otonom ini (Kabupaten) sering terjadi perbedaan dalam menyikapi
fenomena ketertinggalan yang ada diantara daerah otonom, yang menjadi
sangat kelihatan ketika daerah tersebut berdekatan.
Adanya permasalahan perbedaan sikap dan kepentingan
beberapa daerah ini memunculkan wacana regionalisasi dalam upaya
6

menyatukan sikap untuk pembangunan yang lebih terpadu dan terencana.
Dalam hal ini konsep regionalisasi pengembangan ekonomi
Banjarkebuka (Banjarnegara, Kebumen, Pekalongan) merupakan
konsep untuk menyelesaikan masalah ketertinggalan pada 3 (tiga)
kabupaten dengan membuka akses jalan dari wilayah utara J awa Tengah
menuju ke wilayah selatan J awa Tengah melalui jalur tengah-tengah J awa
Tengah. Konsep ini otomatis akan mempengaruhi semua sektor
perekonomian rakyat di 3 (tiga) kabupaten tersebut.
Secara geografis Kabupaten Banjarnegara, Kebumen dan
Pekalongan merupakan wilayah J awa Tengah bagian tengah yang
mempunyai potensi alam yang menjanjikan dan potensiil untuk
dikembangkan dalam kerangka peningkatan kesejahteraan masyarakat,
pendapatan masyarakat serta pengembangan ekonomi regional wilayah
tengahtengah sebagai jalur regional pengembangan kawasan.
Permasalahan yang dihadapi adalah sulitnya sarana prasarana
transportasi yang menghubungkan 3 (tiga) wilayah tertinggal tersebut
dengan wilayah yang lebih maju karena harus menempuh jalur memutar
sehingga memerlukan biaya yang lebih besar. Luasnya wilayah
menyebabkan distribusi penduduk tidak merata sehingga kepadatan
penduduk relatif rendah dan tersebar. Selain itu kendala dari pemerintah
sendiri adalah belum diprioritaskannya pembangunan di wilayah tertinggal
oleh pemerintah karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan daerah
secara langsung, pembangunan lebih diprioritaskan pada wilayah-wilayah
yang berada di jalur ramai. Maka dapat disimpulkan bahwa dukungan
dalam pengembangan wilayah tertinggal ini masih kurang dan sangat
kecil.
Dalam kerangka pembangunan J awa Tengah yang saat ini masih
memprioritaskan pengembangan Kawasan Pantura dan Kawasan
Selatan-Selatan, maka penanganan Kawasan Tengah-Tengah akan
mampu memberikan dukungan yang signifikan bagi pemerataan dan
keseimbangan pertumbuhan antarwilayah. Potensi Kawasan Tengah-
7

Tengah yang potensial dapat dikembangkan adalah pariwisata,
agroindustri, industri kerajinan, industri makanan khas serta industri jasa.
Kawasan ini merupakan kawasan pengembangan daerah penyangga
kawasan pembangunan Yogyakarta-Surakarta-Semarang (J oglosemar)
dan kawasan kerjasama Banjarnegara-Purbalingga-Banyumas-Cilacap-
Kebumen (Barlingmascakeb) yang secara ekonomis mampu memberikan
konstribusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
pengembangan ekonomi regional.
Penulis ingin meneliti sejauh mana kesiapan pemerintah daerah
Kabupaten Banjarnegara dalam mewujudkan kerjasama antardaerah
dengan melaksanakan program pengembangan wilayah. Dalam penelitian
ini penulis mengambil judul: UPAYA PEMERINTAH DAERAH DALAM
MELAKSANAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN
BANJARNEGARA .

1.2. Permasalahan Penelitian
1.2.1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis mengidentifikasikan
beberapa permasalahan yang dihadapi, antara lain :
1. Belum optimalnya pengembangan wilayah di Kabupaten
Banjarnegara.
2. Belum diprioritaskannya pembangunan di wilayah tengah
Provinsi J awa Tengah oleh pemerintah provinsi.
3. Sulitnya pemasaran produk-produk hasil pertanian dan industri
di wilayah tengah.
4. Potensi ekonomi di wilayah tengah belum diolah secara
optimal.
5. Belum optimalnya dukungan sektor terkait untuk
pengembangan wilayah-wilayah ini.


8


1.2.2. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini penulis memfokuskan
pada upaya pengembangan wilayah fisik yang dilaksanakan oleh
pemerintah daerah di Kabupaten Banjarnegara.

1.2.3. Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang ingin diambil penulis yaitu :
1. Apa langkah-langkah yang dilaksanakan oleh Pemerintah
Kabupaten Banjarnegara dalam melaksanakan
pengembangan wilayah?
2. Bagaimana tingkat keberhasilan program pengembangan
wlayah tersebut?
3. Apa saja dampak pelaksanaan pengembangan wilayah di
Kabupaten Banjarnegara?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1. Tujuan
Tujuan penulis mengadakan penelitian ini, antara lain :
1. Mengetahui langkah-langkah yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Kabupaten Banjarnegara dalam melaksanakan
pengembangan wilayah?
2. Mengetahui tingkat keberhasilan program pengembangan
wlayah tersebut?
3. Mengetahui dampak pelaksanaan pengembangan wilayah di
Kabupaten Banjarnegara?




9

1.3.2. Kegunaan
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang
cukup besar terutama apabila ditinjau dari dua dimensi kegunaan
penelitian yaitu kegunaan teoritis dan kegunaan praktis.
1. Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis bertujuan agar melalui penelitian ini diperoleh
suatu manfaat teoritis menyangkut pembangunan
perekonomian melalui kerjasama antardaerah.
2. Kegunaan Praktis
Memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah daerah
terutama Bupati Banjarnegara dalam rangka menyiapkan
langkah-langkah yang harus ditempuh dalam melaksanakan
program kerjasama antardaerah















10

BAB II
PENDEKATAN MASALAH



2.1. Tinjauan Secara Teoritis
2.1.1. Pengertian Upaya
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mendengar kata
upaya yang oleh kebanyakan orang diartikan sebagai usaha yang
dilakukan seseorang untuk mewujudkan tujuan ataupun maksud dari apa
yang dikerjakan. Upaya merupakan sesuatu yang dilakukan oleh
seseorang mengenai hal-hal yang bertujuan untuk mengadakan
pembinaan sehingga informasi itu dapat diterima oleh seseorang atau
badan dalam rangka meningkatkan sumber daya yang dimiliki. Untuk lebih
jelasnya penulis mengambil beberapa pengertian dari beberapa sumber
yaitu:
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka
(1988:995) dijelaskan bahwa upaya merupakan usaha, akal, ikhtiar untuk
mencapai sesuatu maksud dan memecahkan persoalan, mencari jalan
keluar. Menurut Depdikbud dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
(1989:98) dijelaskan bahwa upaya merupakan suatu usaha atau ikhtiar
yang dilakukan untuk mencapai suatu maksud, atau sasaran dalam
memecahkan suatu persoalan. Definisi upaya menurut Poerwadarminta
(1999 : 1132/1133) mengandung pengertian suatu usaha, akal, ikhtiar
untuk mencapai suatu maksud. sedangkan mengupayakan adalah
mencari akal (jalan) dan lain-lain.
Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa pengertian upaya
juga dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan secara sadar dan
terencana oleh setiap individu, masyarakat, dan pemerintah untuk
mencapai hasil yang optimal dan memuaskan sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Dapat pula dikatakan bahwa upaya
merupakan suatu pola perilaku yang dilakukan oleh
11

seseorang/sekelompok orang yang melaksanakan suatu usaha sesuai
dengan fungsi dan tugasnya yang telah ditetapkan suatu berpedoman
pada tujuan utama.
Dalam penelitian ini, pemerintah Kabupaten Banjarnegara
melakukan suatu upaya dalam melaksanakan pengembangan wilayah,
dengan maksud dan tujuan yang akan dicapai berkaitan dengan penataan
wilayah itu sendiri. Dalam hal ini penataan wilayah adalah unsur dasar
yang memungkinkan suatu daerah meningkatkan perokonomiannya demi
kesejahteraan masyarakat.

2.1.2. Program Pengembangan Wilayah
Wilayah dalam Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur yang terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
Program Pengembangan Wilayah dalam Rencana Pembangunan
J angka Menengah Nasional (RPJ MN) 2004-2009 adalah program yang
bertujuan mendorong percepatan pembangunan kawasan-kawasan
potensial agar dapat mengoptimalkan pengembangan potensi sumber
daya alamnya untuk mendukung upaya peningkatan daya saing kawasan
dan produk-produk unggulannya di pasar domestik dan internasional,
sehingga dapat mempercepat pembangunan ekonomi wilayah, yang pada
akhirnya diharapkan pula dapat mendorong dan mendukung kegiatan
ekonomi di wilayah-wilayah tertinggal dalam suatu sistem wilayah
pengembangan ekonomi. Selain itu program ini juga ditujukan untuk
mendorong dan meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan
masyarakat di wilayah tertinggal yang tersebar di seluruh Nusantara,
termasuk di wilayah-wilayah yang dihuni komunitas adat terpencil.




12

2.2. Tinjauan Secara Normatif
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974, tentang Pengairan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980, tentang J alan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984, tentang Perindustrian
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, tentang Konservasi
Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990, tentang Kepariwisataan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992, tentang Lalu-Lintas dan
Angkutan J alan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, tentang Kehutanan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan
Daerah
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2004, tentang Sistem
Perencanaan pembangunan J angka Panjang 2005-2025
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985, tentang J alan
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985, tentang
Perlindungan Hutan
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987, tentang
Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang Pekerjaan
Umum Kepada Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991, tentang Sungai
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997, tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional
13

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, tentang Analisis
Dampak Lingkungan
Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2000, tentang Irigasi
Peraturan Daerah Provinsi J awa Tengah Nomor 1 Tahun 2002
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi J awa Tengah
Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 1 Tahun 2002
tentang Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Kabupaten
Banjarnegara Tahun 2001-2005
Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 10 Tahun
2002 tentang Rencana Strategis Kabupaten Banjarnegara
Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 22 Tahun
2002 tentang Pembentukan dan Penetapan Wilayah Kecamatan
Di Kabupaten Banjarnegara
Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 1 tahun 2004
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banjarnegara
















14

BAB III
METODE PENELITIAN



3.1. Desain Penelitian
Nazir (1998:99) menyatakan, Desain penelitian adalah semua
proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian.
Lebih lanjut Nasution (1996:40) menyatakan bahwa desain penelitian
merupakan rencana tentang cara mengumpulkan data dan menganalisis
data agar dapat dilaksanakan secara ekonomis serta sesuai dengan
tujuan penelitian itu.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka yang dimaksud
dengan desain penelitian adalah merupakan suatu proses pengumpulan
dan analisis data yang berguna untuk memberi pegangan yang jelas
dalam menentukan batas-batas penelitian yang berkaitan dengan tujuan
penelitian.
Penulisan laporan akhir ini menggunakan metode penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif bersifat memaparkan situasi atau peristiwa.
Penelitian ini tidak menguji hipotesa ataupun membuat prediksi. Penelitian
ini menggunakan metode deskriptif untuk mendapatkan data yang
kemudian diarahkan kepada upaya pemecahan masalah yang didukung
oleh data yang telah dikumpulkan.
Usman dan Akbar (1998:4) menyatakan, penelitian deskriptif
bermaksud membuat penginderaan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu. Kemudian
ditambahkan oleh Nazir (1998:83) di dalam bukunya Metode Penelitian
mengatakan bahwa :
Deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu kelompok
manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran
ataupun suatu kelas peristiwa pada saat sekarang. Tujuan dari
penelitian deskriptif adalah untuk membuat suatu deskripsi,
gambaran ataupun lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
15

mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena-
fenomena yang diselidiki.

Sedangkan Mardalis (1995:26) mengemukakan bahwa :
Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa
yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya
mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan
kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Dengan kata
lain penelitian deskriptif ini bertujuan untuk memperoleh informasi-
informasi mengenai keadaan saat ini dan melihat kaitan-kaitan
antara variabel-variabel yang ada. Penelitian ini tidak menguji
hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa, melainkan hanya
mendeskripsikan informasi-informasi apa adanya sesuai dengan
variabel yang diteliti. Penelitian semacam ini sering dilakukan oleh
pejabat-pejabat guna mengambil kebijakan atau keputusan untuk
tindakan-tindakan dalam melakukan tugasnya.

Menurut Soehartono (1999:35) dalam bukunya Metode Penelitian
Sosial mengemukakan bahwa penelitian tersebut meliputi :
1. Penelitian yang menggambarkan suatu karakteristik suatu
masyarakat atau suatu kelompok tertentu.
2. Penelitian yang menggambarkan penggunaan fasilitas
masyarakat misalnya untuk menggambarkan siapa saja yang
memanfaatkan gelanggang remaja atau suatu karang taruna
tertentu dan bagaimana karakteristik mereka.
3. Penelitian yang memperkirakan proporsi orang yang
mempunyai pendapat, sikap atau bertingkah laku tertentu.
4. Penelitian yang berusaha untuk melakukan suatu ramalan.
5. Penelitian yang mencari hubungan antara dua variable atau
lebih.

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa metode
penelitian deskriptif adalah suatu metode yang menggambarkan keadaan-
keadaan atau gejala-gejala dari obyek penelitian yang disusun secara
sistematis sesuai dengan teori yang ada untuk menarik kesimpulan dalam
upaya memecahkan masalah.
Metode penelitian kualitatif (Sugiyono, 2006:9) adalah Metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan
untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya
adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai sarana instrument
16

kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan),
analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna dari pada generalisasi.
Disamping itu penulis juga menggunakan pendekatan induktif.
Asyari (1983:28) mengemukakan bahwa metode induksi memberikan cara
agar manusia dalam memecahkan suatu problematika, mulai dari mencari
fakta-fakta yang nyata dan murni dari pengalaman dalam masyarakat, dan
dari fakta-fakta ditarik kesimpulan yang bersifat umum.
Hal senada juga diungkapkan oleh Hadi (1991:42), pendekatan
induktif yaitu berangkat dari fakta-fakta khusus, peristiwa-peristiwa yang
kongkret kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa yang khusus ditarik
kesimpulan generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat umum.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, penulis mengambil
kesimpulan bahwa metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan
induktif merupakan suatu usaha untuk menggambarkan suatu keadaan
atau gejala-gejala dari objek penelitian yang disusun secara sistematis
sesuai dengan teori yang ada dan menarik suatu kesimpulan yang bersifat
umum, sehingga dapat dirumuskan suatu masalah penelitian secara tepat
untuk diuji dalam penelitian lebih lanjut.

3.2. Populasi dan Sampel
3.2.1. Populasi
Arikunto (1998:115) Populasi adalah keseluruhan subyek
penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada
dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian
populasi. Sedangkan pengertian populasi menurut Sugiyono (1998:57)
adalah :
Wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subyek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diutamakan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi bukan hanya orang,tetapi juga benda-benda alam
lainnya, dan populasi bukan hanya sekedar jumlah yang ada pada
17

obyek atau subyek yang dipelajari akan tetapi meliputi seluruh
karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.

Menurut riset karangan Komarudin dalam analisis Mardalis
(1995:53) yang dimaksudkan dengan populasi adalah : Semua individu
yang menjadi sumber pengambilan sampel yang kenyataannya populasi
itu adalah sekumpulan kasus yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang
berkaitan dengan masalah penelitian. Kasus-kasus tersebut dapat berupa
orang, barang, binatang, hal atau peristiwa.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, oleh karena penelitian
dilakukan di Kabupaten Banjarnegara maka yang menjadi populasinya
adalah Pemerintah Kabupaten Banjarnegara yang terdiri atas Kepala
Daerah beserta perangkatnya, Kepala Bapeda dan perangkatnya serta
Sekretariat DPRD Kabupaten Banjarnegara.

3.2.2. Sampel
Pada dasarnya tidak semua yang ada harus diteliti dengan kata
lain penelitian dapat mengambil sampel yang dianggap dapat mewakili
populasi, tentang berapa persen populasi yang diambil dari suatu populasi
sebenarnya tidak ada pedoman yang mutlak, sehingga dalam
menentukan besarnya sampel saling berbeda tergantung pada
kekhususan populasi yang akan diteliti.
Pengertian sampel menurut Mardalis (1995:5) adalah: Sampel
berarti contoh yaitu sebagian dari seluruh individu yang menjadi obyek
penelitian. Tujuan penentuan sampel ini untuk memperoleh keterangan
mengenai obyek penelitian dengan cara mengamati hanya sebagian dari
populasi suatu reduksi terhadap jumlah obyek penelitian. Sedangkan
Arikunto (1996:104) menyatakan bahwa sampel adalah sebagian atau
wakil dari populasi yang diteliti.
Hal senada dikemukakan oleh Sugiyono (1998:457) bahwa
sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
18

populasi tersebut. Sedangkan menurut Sudjana (1995:73)
mengemukakan :
Beberapa jenis sampel terdiri dari :
1. Probability samples terdiri dari :
a. Sampel acak (random sampling), biasa ditempuh melalui
undian, tabel bilangan random, atau dengan acak sistematis
(systematic random).
b. Stratified random, dilakukan dengan cara membuat lapisan-
lapisan (strata), kemudian dari setiap lapisan diambil
sejumlah subyek secara acak. J umlah subyek dari setiap
lapisan (strata) adalah sampel penelitian.
c. Sampel kelompok atau cluster samples, yakni sampel dalam
bentuk kelompok, bukan individu. Misalnya kelas siswa, RT.
Dalam cluster samples, nilai sampel adalah rata-rata
kelompoknya bukan nilai individu unsur sampel.
d. Multi-stage sample, yakni mengambil sampel dengan
menempuh beberapa tahapan sehingga memudahkan
peneliti menetapkan jumlah unsur sampel. Biasanya random
dilakukan pada setiap tahapan.
2. Non-Probability Samples terdiri dari :
a. Accidental samples, yakni pengambilan unsur sampel secara
sembarangan sampai terpenuhi jumlah yang diinginkan.
b. Quota sample, yakni seperti accidental samples, tetapi
dibuat dahulu lapisan-lapisan sampel.
c. Purposive sample, yakni pengambilan unsur sample atas
dasar tujuan tertentu sehingga memenuhi keinginan dan
kepentingan peneliti.

Sesuai dengan tujuan penulisan, penulis menggunakan teknik
purposive sample, yaitu teknik penarikan sampel yang bertujuan untuk
dilakukan dengan sengaja.
Adapun dasar penulis mengambil teknik purposive sample adalah:
1. Sampel merupakan perangkat Pemerintahan Daerah
Kabupaten Banjarnegara yang terkait dengan pelaksanaan
Program Pengembangan Wilayah.
2. Sampel merupakan figur pelaksana karena harus memimpin
langsung dan membawa misi bagi keberhasilan pelaksanaan
Program Pengembangan Wilayah di Pemerintah Kabupaten
Banjarnegara.
19

3. Sampel merupakan pembuat dan pelaksana kebijakan Program
Pengembangan Wilayah.
Sehubungan dengan hal itu penulis menetapkan sampel dalam
penelitian ini adalah :
1. Bupati Banjarnegara 1
2. Wakil Bupati Banjarnegara 1
3. Sekretariat Daerah Banjarnegara 4
4. Kepala Badan Perencanaan Daerah 1
5. Kepala Dinas 1
6. Kabag Tata Usaha 1
7. Kabid Ekonomi dan Sosial Budaya 1
8. Kabid Kimpraswil dan SDA 1
9. Kabid Litbang, Evaluasi dan Pelaporan 1
10. Kasubbag Program dan Kepegawaian 1
11. Kasubbag Umum dan Keuangan 1
12. Kasubbid Ekonomi 1
13. Kasubbid Sosial Budaya 1
14. Kasubbid Kimpraswil 1
15. Kasubbid SDA 1
16. Kasubbid Litbang 1
17. Kasubbid Evaluasi dan Pelaporan 1
18. Sekretariat DPRD 2
Total 22
J adi secara keseluruhan sampel yang diambil dalam penelitian ini
adalah 22 (dua puluh dua) orang yang berasal dari semua dinas/lembaga
teknis daerah serta pemerintah daerah baik Kepala daerah beserta
perangkat daerah maupun DPRD yang tekait dengan pelaksanaan
program pengembangan wilayah.



20

3.3. Variabel Penelitian
Variabel dapat diartikan sebagai gejala yang bervariasi. Gejala
adalah sebagai objek penelitian itu sendiri, sehingga dapat disimpulkan
bahwa variabel penelitian adalah objek penelitian yang bervariasi.

Tabel 3.1.
Variabel Penelitian

Variabel
Sub
variabel/dimensi
Indikator
Upaya Pemerintah
Daerah Dalam
Melaksanakan
Pengembangan Wilayah
di Kabupaten
Banjarnegara
Pengembangan
Wilayah
Penataan Kawasan
Pengembangan
Pusat Pusat
Produksi
Pengembangan
J aringan
Transportasi
Pengembangan
Fasilitas Utilitas
Lingkungan
Pengembangan
Kawasan Prioritas
Sumber : RTRW Kabupaten Banjarnegara Tahun 2003

3.4. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
3.4.1. Sumber Data
Adapun sumber data menurut Arikunto (1998:144),
mengemukakan :
Sumber data adalah subyek darimana data yang diperoleh. Untuk
mempermudah mengidentifikasi sumber data, perlu
diklasifikasikan menjadi tiga dengan huruf depan p singkatan dari
Bahasa Inggris, yaitu :
21

1. Person, sumber data berupa orang, yaitu sumber data yang
bisa memberikan data berupa jawaban melalui wawancara atau
jawaban tertulis melalui angket.
2. Place, sumber data berupa tempat, yaitu berupa sumber data
yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak.
3. Paper, sumber data berupa simbol, yaitu sumber data yang
menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar atau
simbol-simbol lain.

Musa dan Nurfitri (1998:39), Data Primer adalah: Data yang
dikumpulkan dari tangan pertama dan diolah oleh suatu organisasi dan
perorangan. Sedangkan menurut Moleong (2001:112): Kata-kata dan
tindakan orang-orang yang diamati dan diwawancarai merupakan sumber
utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui
perekaman video/audio tape, pengambilan foto, atau film.
Musa dan Nurfitri (1998:39), Data Sekunder adalah: Data yang
diperoleh dari suatu organisasi atau perusahaan yang berasal dari pihak
lain yang telah mengumpulkan dan mengolahnya. Data sekunder
diperoleh secara tidak langsung dari objek yang diteliti.
Penulis dalam melakukan penelitian ini mengidentifikasikan dua
jenis data, yaitu:
1. Data primer, antara lain:
a. Informan, yaitu orang-orang yang memberikan data berupa
kata-kata yang berkaitan serta mengetahui dan mengerti
masalah yang sedang diteliti.
b. Perpustakaan sebagai sumber data dalam bentuk buku-
buku, diktat, serta peraturan pemerintah baik berupa
undang-undang atau peraturan lainnya.
c. Arsip sebagai sumber data dalam bentuk dokumen-
dokumen, peta dan naskah penting lainnya.
2. Data sekunder, yaitu sumber data yang berfungsi sebagai
pelengkap yang biasa diperoleh dari berbagai sumber, seperti
arsip-arsip serta dokumen yang menunjang penelitian.

22

3.4.2. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi
tentang keadaan sebenarnya dilapangan. Menurut Nazir (1998:22),
Pengumpulan data merupakan suatu proses pengadaan data primer
untuk keperluan penelitian. Untuk memperoleh data serta informasi yang
relevan dengan fokus penelitian, maka penulis menggunakan teknik
pengumpulan data yang berupa: wawancara dan dokumentasi.
1. Wawancara
Nazir (1999:234), Wawancara yaitu:
Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan
cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau
pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan
menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan
wawancara).
Arikunto (1998:145), menyatakan, Wawancara atau kuesioner
lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk
memperoleh informasi dari terwawancara. Wawancara ini dimaksudkan
untuk memperoleh informasi secara langsung dari responden, dengan
daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Wawancara ini
dilakukan secara mendalam yang bersifat terarah dan tidak terarah. Untuk
wawancara tidak terarah dilakukan secara bebas kepada responden
dalam memberikan keterangan umum dan tidak terduga yang tidak
diketahui bila ditanyakan dengan wawancara tercatat.
2. Dokumentasi
Arikunto (2002 :135), Dokumentasi adalah metode yang
dilaksanakan oleh peneliti untuk menyelidiki benda-benda tertulis seperti
buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat,
catatan harian dan sebagainya. Dokumentasi yaitu pengumpulan data
yang dilakukan dengan melihat dokumen atau catatan-catatan dalam
bentuk apapun yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Berupa catatan,
buku, surat dan per-Undang Undangan yang ada relevansinya dengan
masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
23

3.5. Teknis Analisis Data
Analisis data menurut Nazir (1988:405) adalah :
Merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah
karena dengan analisislah data tersebut dapat diberi arti dan
makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian
beberapa tingkatan kegiatan perlu dilakukan , antara lain
memeriksa data mentah sekali lagi, membuatnya dalam bentuk
tabel yang berguna, baik secara manual, ataupun menggunakan
komputer.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian menurut Marzuki
(1995:87) adalah
dapat secara non statistik dan secara statistik. Dalam penelitian
ini analisis data yang digunakan analisis non statistik (bukan uji
korelasi) yang dilakukan dengan membaca tabel-tabel, grafik-
grafik atau angka-angka yang tersedia kemudian dilakukan uraian
dan penafsiran.
Kendatipun demikian peneliti dalam proses analisanya tidak
berarti tidak menggunakan angka-angka dan perhitungan, namun tidak
berkaitan dengan ilmu statistik murni, hanya statistik deskriptif. Hal
tersebut mengingat di dalam penelitian ini metode yang dipakai adalah
metode penelitian deskriptif, sehingga dalam pengolahan dan analisis
data, lazimnya menggunakan pengolahan statistik yang bersifat deskriptif
(statistic deskriptif). Faisal (1995:20-21).
Statistik deskriptif diartikan oleh Zanten (1994:1) sebagai Bidang
Ilmu Pengetahuan Statistika yang mempelajari tata cara penyusunan dan
penyajian data yang dikumpulkan dalam suatu penelitian.
Dari beberapa pengertian tersebut peneliti mengambil kesimpulan
bahwa melalui analisa data, maka data yang diperoleh, diharapkan akan
memberikan gambaran secara deskriptif. Sehingga mempermudah
interpretasinya dalam rangka memberikan jawaban atas permasalahan
atau sesuatu yang diketahui.
Untuk menyusun data pada fokus tertentu dan pola tertentu sesuai
konteksnya, maka digunakan langkah-langkah atau proses yang ditempuh
dalam penganalisaan data. Langkah-langkah atau proses analisa data
24

yang dimaksudkan sebagaimana yang dikemukakan oleh Moleong
(1995:190) bahwa :
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang
tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari hasil wawancara,
pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan,
dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya
setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, maka langkah berikutnya
adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan
abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman inti,
proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga
tetap berada didalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusun
ke dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian
dikategorikan pada langkah berikutnya. Kategori-kategori itu
dilakukan sambil membuat koding. Tahap akhir dari analisis data
adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan datamulailah kini
tahap penafsiran data.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka peneliti akan
melakukan tahap-tahap atau langkah-langkah analisis data sebagai
berikut :
1. Mereduksi data, yaitu dengan memilah data pokok yang sesuai
dengan fokus penelitian, kemudian mencari tema untuk
memberikan gambaran yang lebih tajam terhadap pengamatan,
serta mempermudah pencarian sewaktu-waktu, atau dengan
kata lain data diklasifikasikan atau dikelompokkan sesuai
dengan masalahnya.
2. Displai data, yaitu data yang diperoleh dibuat dalam bentuk
tabel agar dapat dilihat gambaran secara keseluruhan
selanjutnya untuk mempermudah dalam pengambilan
kesimpulan yang tepat.
3. Pengambilan kesimpulan dan verifikasi, yaitu mencoba menarik
kesimpulan walaupun sementara, kabur dan belum jelas, akan
tetapi sangat mendukung sekali dalam pengambilan
kesimpulan. Verifikasi dilakukan dalam mengumpulkan data
yang baru.

25

3.6. Tempat dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti melaksanakan penelitian di daerah
Kabupaten Banjarnegara Provinsi J awa Tengah, dari tanggal 2 J anuari
2008 sampai dengan 2 Februari 2008. Seperti tabel berikut :

Tabel 3.2
Jadwal Kegiatan Penelitian dan Penyusunan
Laporan Akhir Wasana Praja Tahun Akademik 2006/2007

Sumber : Bidang Pengajaran Institut Pemerintahan Dalam Negeri Tahun 2007
keterangan :
: Pelaksanaan
Waktu Kegiatan Penelitian Laporan Akhir
2007 2008 No Kegiatan
Nov Des Jan Feb Mar Apr
1 2 3 4 5 6 7 8
1.
Rancangan
Proposal

2.
Pengajuan
Proposal

3.
Penelitian
Lapangan dan
Pengumpulan
Data

4.
Pengolahan
Data dan
Penyusunan
Laporan Akhir

5.
Pengajuan
dan
Bimbingan
Laporan Akhir

6.
Pengumpulan
Laporan Akhir
Ujian Lisan
Komprehensif

You might also like