You are on page 1of 20

Laporan Resmi Praktikum Farmakoterapi Infeksi Dan Tumor Tuberkulosis (TB)

Disusun oleh Kelompok VIII Anggota : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) Ryan Suryanda Putra Seniati Astuti Serimawati Shahibah taqiyyah Shinta Wahyuni Nur aini Dian Widya Sari (050110a055) (050110a057) (050110a058) (050110a059) (050110a060) (050109a046)

Program Studi Ilmu Farmasi Stikes Ngudi Waluyo Ungaran 2013

BAB I PENDAHULUAN

A. Dasar Teori Infeksi saluran nafas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian produktifitas kerja. ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus repiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993). Pneumonia adalah infeksi atau radang yang cukup serius pada paru-paru. Dari jenis-jenis pneumonia itu ada yang spesifik/khusus yang disebut dengan tuberkulosis atau tbc atau Tb, yang disebabkan oleh bakteri tuberkulosa. Penumonia adalah inflasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian cairan di dalam alveoli. Hal ini terjadi terjadi akibat adanya invaksi agen atau infeksius adalah adanya kondisi yang mengganggu tahanan saluran. Trakhabrnkialis, adalah pun beberapa keadaan yang mengganggu mekanisme pertahanan sehingga timbul infeksi paru misalnya, kesadaran menurun, umur tua, trakheastomi, pipa endotrakheal, dan lain-lain. Dengan demikian flora endogen yang menjadi patogen ketika memasuki saluran pernafasan. (Ngasriyal, Perawatan Anak Sakit, 1997) Pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer menjadi "inflame" dan terisi oleh cairan. Pneumonia dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk infeksi oleh bakteria, virus, jamur, atau parasit. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh iritasi kimia atau fisik dari paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker paru-paru atau terlalu banyak minum alkohol. Istilah pneumonia sering dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut yang merupakan penyebabnya yang tersaring, sedangkan pneumonitis sering dipakai untuk proses non infeksi. Diagnosis pneumonia harus didasarkan pada pengertian pathogenesis penyakit hingga diagnosis yang dibuat mencakup bentuk manifestasi, beratnya proses penyakit dan etiologi pneumonia. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobic dan tahan asam ini atau biasa disebut BTA (Basil Tahan Asam), dapat merupakan organism pathogen maupun saprofit. TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas diperantarai sel.

Sel efektor adalah makrofag, dan limfosit (biasanya sel T) adalah sel immunoresponsif. Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suddarth, 2003). Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman mycobacterium tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Mansjoer, 2000). Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suddarth, 2003). Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman mycobacterium tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Mansjoer, 2000). Penyakit ini ditandai dengan gejala utama batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejala tambahan yang sering di jumpai adalah dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas dan nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, malaise, berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman kuman basil tuberkel yang bersal dari orang yang terinfeksi. ISPA merupakan infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Saluran pernapasan meliputi organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan bersifat ringan, misalnya batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Namun demikian jangan dianggap enteng, bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat menyebabkan anak menderita pneumoni yang dapat berujung pada kematian. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya. Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada area pediatri. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin. B. Penggolongan 1. Pneumonia Pada perkembangannya pengelolaan pneumonia dikelompokkan menjadi pneumonia di rumah perawatan (PN) dan pneumonia komunitas (PK) yang

didapat dimasyarakat. Disamping kedua bentuk utama ini terdapat pula pneumonia bentuk khusus yang masih sering dijumpai. 2. Tuberkulosis a. TBC Paru Tuberculosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleora (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC paru dibagi dalam: TBC Paru BTA (+) TBC Paru BTA (-)

b. TBC Ekstra Paru Tuberculosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru misalnya: pleura (selaput paru), selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendihan, kuilit, usus, ginjal, saluran kemih, alat kelamin, dan lainlain. Berdasarkan tingkat kepercayaannya, TBC Ekstra Paru dibagi menjadi 2 yaitu: TBC Ekstra Paru Ringan Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudative unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal. TBC Ekstra Paru Berat Misalnya : Meningitis, Perikarditis, peritonitis, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran Kemih dan alat kelamin. C. Patofisiologi 1. Pneumonia Suatu penyakit infeksi pernapasan dapat terjadi akibat adanya serangan agen infeksius yang bertransmisi atau di tularkan melalui udara. Namun pada kenyataannya tidak semua penyakit pernapasan di sebabkan oleh agen yang bertransmisi denagan cara yang sama. Pada dasarnya agen infeksius memasuki saluran pernapasan melalui berbagai cara seperti inhalasi (melaui udara), hematogen (melaui darah), ataupun dengan aspirasi langsung ke dalam saluran tracheobronchial. Selain itu masuknya mikroorganisme ke dalam saluran pernapasan juga dapat di akibatkan oleh adanya perluasan langsung dari tempat tempat lain di dalam tubuh. Pada kasus pneumonia, mikroorganisme biasanya masuk melalui inhalasi dan aspirasi. Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Sekresi enzim enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme

tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :

a. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari selsel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. b. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. c. Stadium III (3 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. d. Stadium IV (7 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. Penyakit pneumonia sebenarnya merupakan manifestasi dari rendahnya daya tahan tubuh seseorang akibat adanya peningkatan kuman patogen seperti bakteri yang menyerang saluran pernapasan. Selain adanya infeksi kuman dan virus, menurunnya daya tahan tubuh dapat juga di sebabkan karena adanya tindakan

endotracheal dan tracheostomy serta konsumsi obat obatan yang dapat menekan refleks batuk sebagai akibat dari upaya pertahanan saluran pernapasan terhadap serangan kuman dan virus. 2. Tuberkulosis Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli untuk memperbanyak diri, basil juga dipindahkan melalui system limfe dan pembuluh darah ke area paru lain dan bagian tubuh lainnya. Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menelan banyak bakteri, limfosit specific tuberculosis melisis basil dan jaringan normal, sehingga mengakibatkan penumpukkan eksudat dalam alveoli dan menyebabkan bronkopnemonia. Massa jaringan paru/granuloma (gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati) dikelilingi makrofag membentuk dinding protektif. Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa, yang bagian sentralnya disebut komplek Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon inadekuat sistem imun, maupun karena infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke bronki. Bakteri kemudian menyebar di udara, mengakibatkan penyebaran lebih lanjut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak mengakibatkan bronkopnemonia lebih lanjut (Smeltzer, 2001). 3. ISPA Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983). Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974).Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal.Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983).Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk. Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap

infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif.Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi.Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980). Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985). Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah.Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994). Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu: a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apa-apa b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah. c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.Timbul gejala demam dan batuk. d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia. D. Gejala/Manifestasi Klinik 1. Pneumonia Gejala pada pneumonia adalah antara lain : a. Kesulitan dan sakit pada saat bernapas : nyeri pleuritik, nafas dangkal dan mendengkur, tachipnoe.

b. Bunyi nafas di atas area yang mengalami konsolidasi : mengecil, kemudian menjadi hilang, ronchi c. Gerakan dada tidak simetris d. Menggigil dan demam 38,8C sampai 41,1C e. Diaforesis f. Anoreksia g. Malaise h. Batuk kental, produktif : sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan atau berkarat i. Gelisah j. Cyanosis k. Masalah masalah psikososial : disorientasi dan anxietas Kejadian pneumonia pada balita diperlihatkan dengan adanya ciri ciri demam, batuk, pilek, disertai sesak napas dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, serta cyanosis pada infeksi yang berat. Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam terjadi karena gerakan paru yang mengurang akibat infeksi pneumonia yang berat.. pada usia di bawah 3 bulan, kejadian pneumonia di ikuti dengan penyakit pendahulu seperti otitis media, conjuctivitis, laryngitis, dan pharyngitis. Pneumonia berat pada anak umur 2 bulan - <5 tahun di lihat dari adanya kesulitan bernapas dan atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, sedangkan pada anak umur <2 bulan di ikuti dengan adanya napas cepat dan atau terikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Kriteria napas cepat berdasarkan frekwensi pernapasan di bedakan menurut umur anak. Untuk umur kurang dari 2 bulan, di katakan napas cepat, jika frekwensi napas 60x/menit atau lebih, sedangkan untuk umur 2 bulan sampai <12 bulan jika >50x/menit dan umur 12 bulan sampai <5 tahun jika >40x/menit. 2. Tuberkulosis Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik. a. Gejala Sistemik/Utama Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan dan berat badan. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu ( dapat disertai dengan darah). Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

b. Gejala Khusus Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru -paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit diatasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. Pada anak anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang - kejang. 3. ISPA a. Tanda-tanda ISPA Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tandatanda laboratoris. Tanda-tanda klinis : Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak. Tanda-tanda laboratoris : Hypoxemia Hypercapnia dan Acydosis (Metabolik dan atau Respiratorik). Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin. b. Gejala ISPA Gejala dari ISPA Ringan Seseorang dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :

Batuk Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37oC

Gejala dari ISPA Sedang Seseorang dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut : Pernafasan cepat (fast breating) sesuai umur yaitu : untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih dan kelompok umur 2 bulan - <5 tahun : frekuensi nafas 50 kali atau lebih untuk umur 2 <12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan <5 tahun. Suhu lebih dari 390C (diukur dengan termometer) Tenggorokan berwarna merah Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur) Gejala dari ISPA Berat Seseorang dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejal-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut : Bibir atau kulit membiru Anak tidak sadar atau kesadaran menurun Pernafasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba Tenggorokan berwarna merah

BAB II PEMBAHASAN A. Skema Kasus Ny. T usia 30 tahun, BB 40 Kg mempuyai anak 1 tahun dengan BB 15 kg dan masih menyusui, mengeluhkan batuk berdahak yang tak kunjung sembuh dalam 3 minggu. Satu bulan yang lalu, pernah periksa ke dokter dan hasil diagnose menyatakan ISPA, karena tidak kunjung reda batuknya, Ny T memeriksakan ke dokter specialis. Pada saat pemeriksaan, pasien mengeluh nafsu makan menurun, mual , berkeringat dingin baik pagi maupun malam hari. Pasien menggunakan oral kontrasepsi Mycrogynon tablet yang dikonsumsi rutin tiap hari untuk mencegah kehamilan mengingat anaknya baru usia 1 tahun. Dokter menyarankan untuk melakukan pemeriksaan sputum dan foto thorax . Hasil BTA negative tetapi foto thorax menunjukkan infiltrasi. Hasil diagnose dokter, pasien menderita TB ekstra paru ringan. Tugas 1. Bagaimana penatalaksanaan kasus tersebut, gunakan metode SOAP 2. Bagaiamana dengan terapi hormonalnya B. Penyelsaian Kasus 1. Subjektif a. Nama : Ny. T b. Umur : 30 tahun c. Berat Badan : 40 kg d. Keluhan : Batuk berdahak selama 3 minggu 2. Objektif a. BTA negative tetapi foto thorax menunjukkan infiltrasi b. Pernah periksa ke dokter dan hasil diagnose menyatakan ISPA 3. Assesment a. Menggunakan oral kontrasepsi Mycrogynon tablet 4. Planing a. Pemberian rifampisin untuk pengobatan tuberculosis b. Mycrogynon sebagai kontrasepsi hormonal diganti dengan kontrasepsi non hormonal atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mg) Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain untuk mengobati juga untuk mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pada kasus kali ini, pasien mengeluhkan batuk berdahak yang tak kunjung sembuh dalam 3 minggu. Diduga pasien menderita TB ekstra paru ringan. Pasien juga menggunakan kontrasepsi hormonal mengingat anaknya masih berumur satu tahun dan masih menyusui. Ibu menyusui yang sedang sakit TB boleh meminum obat

anti TB karena pengobatan yang tepat merupakan cara yang tepat untuk memutus transmisi kuman TB pada bayi. OAT dan ASI dapat diberikan, walaupun beberapa OAT dapat masuk kedalam asi, namun kadarnya kecil sehingga tidak menyebabkan toksis pada bayi dan ibu. Bila ibu menyusui baru mulai minum OAT sebaiknya memakai masker yang menutupi mulut dan hidung karena penularan dari ibu ke anak bis terjadi saat ibu batuk/bersin. Pengobatan tuberculosis dibagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif ( 2-3 bulan ) dan fase lanjutan ( 4-7 bulan ). Panduan obat terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah rifamphisin. INH, pirasinamid, streptomisin dan etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah kanamisin, kuinolon, makrolide, dan amoksilin + asam klavunalat, derivate rifampisin/ INH. Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel berikut : Rekomendasi dosis ( mg/kg BB) Obat anti TB esensial Aksi Potensi Per hari 5 10 25 15 15 Per minggu 3x 10 10 35 15 30 2x 15 10 50 15 15

Isoniazid (H) Rifamfisin (R) Pirazinamid (P) Steptomisin (S) Etambutol (E)

Bakterisidal Bakterisidal Bakterisidal Bakterisidal Bakteriostatik

Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah

Untuk keperluan pengobatan perlu di buat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberculosis dan berat ringannya penyakit. Hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat penyakit sebelumnya, disamping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang direkomendasikan dikenal sebagai Directly Observed Treatment shortcourse Chemotherapy (DOTS). Strategi DOTS : 1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambilan keputusan dalam penanggulangan TB. 2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut. 3. Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh pengawas menelan obat ( PMO ) khusus 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari. 4. Kesinambungan ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang cukup. 5. Pencatatan dan pelaporan yang baku. Strategi Terapi : Terapi Farmakologi : a. Tahap awal/intensif (2 bulan) : Isoniazid 250 mg/hari , Rifampicin 500 mg/hari, Pirazinamid 750 mg/hari, Etambutol 750 mg/hari

b. Tahap Lanjutan (5 bulan diminum 3x Seminggu) : Isoniazid 750 mg, Rifampicin 500 mg, Pirazinamid 2500 mg. Terapi Non Farmakologi : a. Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi (pukul 6-8 pagi). b. Memperbanyak istirahat (bedrest). c. Diet sehat, dianjurkan mengkonsumsi banyak lemak dan vitamin A untuk membentuk jaringan lemak baru dan meningkatkan sistem imun. d. Menjaga sanitasi/kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal. e. Menjaga sirkulasi udara di dalam rumah agar selalu berganti dengan udara yang baru. f. Berolahraga, seperti jalan santai di pagi hari. Dalam pemberian terapi ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan, sehingga perlu adanya analisis kerasionalan obat agar dalam pemberian obat memenuhi persyaratan 4T 1W yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan waspada terhadap efek samping obat (4T 1W). Berikut ini adalah uraian analisis rasionalitas obat yang digunakan : 1. Tepat Indikasi Nama Obat Isoniazid Indikasi Mekanisme Aksi Keterangan

Untuk terapi semua Menghambat sintesis asam Tepat bentuk aktif, tuberculosis mikolat, komponen indikasi

disebabkan terpenting pada dinding sel

kuman yang peka dan bakteri (Sukandar, 2008). untuk profilaksis orang beresiko tinggi

mendapatkan infeksi. Rifampisin Untuk obat anti Menghambat yang polymerase aktivitas Tepat RNA yang indikasi

tuberculosis dikombinasikan dengan antituberkulosis

tergantung DNA pada selsel yang rentan (Sukandar, lain 2008).

untuk terapi awal dan ulang Pirazinamid Tuberculosis dalam Menjadi asam pirazinat oleh Tepat

kombinasi dengan obat enzim pirazinamidase yang indikasi lain. berasal dari hasil TBC

(Tjay, 2007).

Etambutol

Tuberculosis

dalam Menghambat satu

sintesis Tepat metabolit indikasi

kombinasi dengan obat minimal lain. yang

menyebabkan

kerusakan pada metabolism sel, menghambat

multiplikasi dan kematian sel (Sukandar, 2008). Vitamin B6 neuromuskuler, paralisis neurasthenia. Di dalam hati B6 dengan Tepat

agitantia, bantuan ko-factor riboflavin Indikasi dan magnesium zat diubah aktifnya

menjadi

(piridoksal-5-fosfat (P5P)), zat tersebut berperan

penting sebagai ko-enzim pada metabolism protein dan antara asam-asam lain amino,

pengubahan

triptopan melalui okstriptan menjadi 2007) serotonin (Tjay,

2. Tepat Obat Nama obat Isoniazid Alasan sebagai drug of choice Derivat asam isonikotinat Keterangan

yang Tepat Obat

berkhasiat tuberkulostatis paling kuat terhadap Mycobacterium tuberculosis (dalam fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh pesat. Rifampisin Untuk obat anti tuberculosis yang Tepat Obat dikombinasikan dengan anti

tuberkulosis lain untuk terapi awal dan lanjutan. Maka sangat penting untuk

membasmi semua basil guna mencegah kambuhnya TBC. Pirazinamid Bekerja sebagai bakterisida, sprektrum Tepat Obat kerjanya sangat sempit dan hanya meliputi Mycobacterium tuberculosis dan merupakan pengobatan kombinasi dalam kategori dua. Etambutol Berkhasiat spesifik terhadap Tepat Obat

Mycobacterium tuberculosis. Vitamin B6 untuk menghindari neuritis perifer yang Tepat Obat diakibatkan oleh efek samping INH.

3. Tepat Pasien Nama Obat Isoniazid Penyakit Kontra Indikasi hati yang terhadap Keterangan aktif, Tepat Pasien isoniazid

hipesensitifitas

(Sukandar, 2008). Rifampisin Hipersensitifitas, neuritis optik, Tepat Pasien

kerusakan hati, ikterus. Pirazinamid Gangguan fungsi hati berat, porfiria, Tepat Pasien hipersensitifitas terhadap pirazinamid (Sukandar, 2008) Etambutol Anak dibawah 6 tahun, neuritis optic, Tepat Pasien gangguan visual (Sukandar, 2008) Vitamin B6 Pasien dengan sejarah sensivitas pada Tepat Pasien vitamin, hipersensivitas terhadap

piridoksin, atau komponen lain dalam formulasi.

4. Tepat Dosis Nama Obat Isoniazid Dosis Standar Dosis yang Diberikan awal : Keterangan

300 mg 1x sehari, Tahap

250 Tepat Dosis

atau 900 mg 3x

mg/hari

di

minum

seminggu malam hari. Selama 2 bulan. Tahap Lanjutan :

(Dipiro, 2002)

Isoniazid 750 mg 3 x seminggu. bulan. Selama 5

Rifampisin

600 mg 1x sehari, atau 600 mg 3x

Tahap mg/hari

awal di

500 Tepat Dosis

minum

malam hari. Selama 2 seminggu bulan. Tahap lanjutan : 500 mg 3 x seminggu.

(Dipiro, 2002).

Selama 5 bulan.

Pirazinamid

15-30 mg/kg BB Tahap (maks. 2 gram) mg/hari 1x

awal di

750 Tepat Dosis

minum

sehari malam hari. Selama 2 bulan. Tahap lanjutan : 2500 mg 3 x seminggu.

(Manjoer, 2000) 2535 mg/kg per dose 3x seminggu (Dipiro, 2002). Etambutol 15-30

Selama 5 bulan.

mg/Kg Tahap

awal

750 Tepat Dosis di hari.

(max. 2,5 gram) mg/hari 1x sehari minum

mg/hari malam

(Manjoer, 2000). Vitamin B6

Selama 2 bulan. Tepat Dosis

10-100 mg /hari 100 mg sehari (Tjay, 2007)

5. Waspada Efek Samping Obat

Nama Obat Isoniazid

Efek Samping Obat Kerusakan hati,

Saran B6

neuritis Menambahkan vitamin

perifer, gatal-gatal, ikterus, untuk menghindari neuritis gangguan penglihantan, perifer.

letih, anoreksia (Tjay, 2007) Rifampisin Ikterus, gangguan kerusakan saluran hati, Jika mual atau muntah maka cerna, dapat diatasi dengan

mual, muntah, sakit ulu hati, penggunaan obat pada malam kejang perut, diare, hari sebelum tidur.

gangguan SSP, dan reaksi Jika urine berwarna merah hipersensitifitas 2007). (Tjay, berikan info kepada pasien bahwa efek itu hanya karena warna tablet rifampisin. Dan tidak perlu diobati. Pirazinamid Hepatotoksik, anoreksia, demam Lakukan pemeriksaan kadar hepatomegali, SGPT, SGOT

ikterus, gagal hati, mual, muntah, artralgia, anemia sideroblastik, (Sukandar, 2008) Etambutol Neuritis optic, gout, gatal, Nyeri sendi yang terjadi dapat nyeri sendi (Manjoer, 2000) Vitamin B6 Gangguan lambung diberikan Aspirin. urtikaria

dan Konsultasikan ke dokter.

usus, alergi (Tjay, 2007)

Konsultasi, Informasi dan Edukasi Pasien (KIE) 1. Memberikan informasi tentang obat baik mengenai nama obat, dosis, aturan pakai dan cara penggunaan obat. 2. Memberikan informasi, instruksi, dan peringatan kepada pasien dan keluarganya tentang efek terapi dan efek samping yang mungkin timbul selama pengobatan. 3. Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat TBC harus di minum sampai selesai sesuai dengan kategori penyakit atau sesuai petunjuk dokter/petugas kesehatan lainnya dan diupayakan agar tidak lupa. Bila lupa satu hari, jangan meminum dua kali pada hari berikutnya. 4. Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat harus di minum setiap hari atau sesuai dengan dosis, namun jika lupa segera minum obat jika waktunya

dekat ke waktu minum obat seharusnya. Tetapi jika lewat waktu minum obat sudah jauh, dan dekat ke waktu berikutnya, maka minum obat sesuaikan saja dengan waktu/dosis berikutnya. 5. Memberikan edukasi kepada pasien untuk meminum obat sesuai jadwal yang diberitahukan oleh dokter atau petugas kesehatan lain misalnya pada pagi hari. Adapun kontrasepsi yang digunakan oleh pasien adalah kontrasepsi hormonal monofasik yaitu mycrogynon, dimana kontrasepsi jenis ini kontraindikasi dengan obat-obat TB yang diberikan. Jadi, solusi untuk membuat terapi berhasil dengan tetap menjaga kontrasepsi adalah dengan mengganti jenis kontrasepsi hormonal dengan yang non hormonal atau dapat juga dengan menambah dosis mycrogynon menjadi 50 mcg. Sebab, apabila kontrasepsi hormonal diteruskan akan terjadi interaksi dengan obat- obat TB yang diberikan yang akan menyebabkan efektivitas kontrasepsi berkurang.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Adapun yang menjadi kesimpulan dalam makalah ini yaitu : 1. Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. 2. Agent penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis menyebabkan sejumlah penyakit berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi tersering. Mycobacterium tuberculosis hidup baik pada lingkungan yang lembab akan tetapi tidak tahan terhadap sinar matahari. 3. Pasien diduga menderita Tuberkulosis ekstra paru ringan. 4. Penggunaan kontrasepsi hormonal diganti dengan kontrasepsi non hormonal. 5. Terapi yang diberikan adalah : Terapi Farmakologi : c. Tahap awal/intensif (2 bulan) : Isoniazid 250 mg/hari , Rifampicin 500 mg/hari, Pirazinamid 750 mg/hari, Etambutol 750 mg/hari d. Tahap Lanjutan (5 bulan diminum 3x Seminggu) : Isoniazid 750 mg, Rifampicin 500 mg, Pirazinamid 2500 mg. Terapi Non Farmakologi : g. Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi (pukul 6-8 pagi). h. Memperbanyak istirahat (bedrest). i. Diet sehat, dianjurkan mengkonsumsi banyak lemak dan vitamin A untuk membentuk jaringan lemak baru dan meningkatkan sistem imun. j. Menjaga sanitasi/kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal. k. Menjaga sirkulasi udara di dalam rumah agar selalu berganti dengan udara yang baru. l. Berolahraga, seperti jalan santai di pagi hari. B. Saran Adapun saran yang dapat kami berikan adalah dengan kita telah mengetahui apa itu penyakit Tuberculosis, kita dapat lebih menjaga lagi kesehatan kita yaitu dengan selalu menjaga lingkungan dan kesehatan diri kita sendiri supaya tetap bersih, mengingat bahwa penyakit ini adalah penyakit menular yang sangat berbahaya dan angka kematiannya cukup tinggi.

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi V, Departemen Farmakologi dan Terapetik Fakultas Kedokteran UI, Jakarta

Anonim, 2008, Mims Indonesia, Edisi 8, 196, PT Info Master, Jakarta

Tjay, Toan Hoan., Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting, Edisi 6, Gramedia, Jakarta

Sukandar, E.Y., dkk, 2008, Iso Farmakoterapi, PT ISFI penerbitan, Jakarta

Anonim, 2008, Informasi Spesialite Obat Indonesia, 309, ISFI, Jakarta

Sylvia, A.P., 2003, Patofisiologi, Edisi 6, EGC, Jakarta

Aru, W.S., dkk, 2006, Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 4 jilid III, FKUI, Jakarta

You might also like