You are on page 1of 39

TEORI EPISTIMOLOGI KRITISISME DAN RASIONALISME KRITIS

Oleh

SY. JAPAR SADIQ


NIM 80100212177

Latar Belakang Masalah


Dalam sejarah filsafat, terdapat dua macam bentuk pengetahuan yang menjadi pusat perhatian yaitu pengetahuan lewat akal budi dan pengetahuan lewat pancaindera. Sering kedua macam pengetahuan itu saling dipertentangkan. Oleh ahli-ahli pikir Yunani, pengalaman yang berdasarkan pancaindera digambarkan sebagai pengetahuan yang tidak menentu, bahkan meyesatkan. Sedangkan pengetahuan yang berdasarkan akal budi dihormati sebagai pengetahuan sejati.

Filsafat menurut strukturnya terbagi dalam tiga bagian, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. 1. Ontologi dikenal sebagai ilmu yang mempelajari tentang sesuatu yang disebut ada dan umum diketahui. 2. Epistemologi adalah ilmu yang mempelajari tentang cara kerja, struktur, atau mekanisme sesuatu yang ada dan umum tersebut, sedangkan 3. aksiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang pengaruh, akibat, dan atau bentuk akhir dari terciptanya epistemologi.

Secara garis besar dan kronologis, perkembangan aliran dalam filsafat ilmu pengetahuan dapat dibagi kedalam empat aliran, yaitu Rasionalisme, Empirisme, Positivisme, Rasionalisme-Kritis dan Konstruktivisme. Dan pada kesempatan ini, hanya akan membahas tiga aliran dari empat aliran di atas.

Rumusan Masalah
Berdasarkan gambaran pada latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan permasahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Epistemologi Rasionalisme dan siapa tokohnya? 2. Bagaimanakah Epistemologi Rasionalisme-Kritis dan siapa tokohnya?

Defenisi Epistemologi
Efistemologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata episteme (Pengetahuan, ilmu pengetahuan) dan logos (pengetahuan atau informasi)

Secara umum, epistemologi dapat dijelaskan sebagai cabang filsafat yang membahas ruang lingkup dan batas-batas pengetahuan. Menurut Runes, Epistemology is the branch of philosophy which investigates the origin, structure, methods and validity of knowledge. (Epistemologi adalah cabang filsafat yang mana menyelidiki asal, struktur, keabsahan dan metode pengetahuan)

J. F. Ferrier adalah orang yang pertama menggunakan terminologi tersebut untuk membedakan dua cabang filsafat, yakni epistemologi dan ontology. Epistemologi merupakan cabang filsafat yang mengkaji hakikat pengetahuan, khususnya empat pokok persoalan seperti keabsahan, struktur, batas, dan sumber. Epistemologi merupakan cabang filsafat yang mengkaji hakikat pengetahuan, khususnya empat pokok persoalan seperti keabsahan, struktur, batas, dan sumber. Efistemologi dan filsafat ilmu pengetahuan adalah dua cabang filsafat yang mengkaji permasalahan seputar pengetahuan. Epistemologi mengkaji pengetahuan dalam arti yang seluas-luasnya, termasuk pengetahuan sehari-hari. Sedangkan filsafat ilmu pengetahuan mengkaji pengetahuan ilmiah atau sains guna membedakannya dengan pengetahuan sehari-hari.

Epistemologi Rasionalisme
Rasionalisme adalah sebuah paham yang menekankan akal sebagai sumber primer pengetahuan manusia dan pemegang otoritas terakhir bagi penentuan kebenaran. Aliran ini mengidealkan cara kerja deduktif dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Pengetahuan manusia tentang dunia merupakan hasil deduktif dari kebenaran-kebenaran apriori yang diketahui secara jernih dan gamblang oleh akal manusia

Prof. Ali> Abd. Al- Azhi>m dalam bukunya, Falsafatu alMaa>ri>f f>i al-Qura>n al-Kari>m, yang mengatakan Dalam memperoleh ilmu pengetahuan, aliran rasionalisme, hanya mengandalkan kemampuan akal semata. Aliran ini berpendapat, kemampuan indera terbatas sekali. Jika bersandar hanya pada unsur ini (indera), manusia tidak ada bedanya dengan binatang. Bahkan dalam hal tertentu seperti pendengaran, penglihatan, perasaan, dan perabaan, ternyata binatang lebih tajam ketimbang manusia. Adapun fungsi akal adalah membedakan antara yang benar dan tidak. Akal sebagai filter untuk menyaring diterima tidaknya berbagai informasi yang datang melalui indera. Akal inilah sebagai garis pembeda antara manusia dengan binatang.

Adapun sekilas tentang sejarah munculnya aliran ini. Menurut Ahmad Tafsi>r, Kira-kira 1.500 tahun pemikiran manusia mengalami kemandegan atau biasa disebut dengan abad pertengahan. Abad dimana filsafat tidak banyak menghasilkan penemuan, dikarenakan pemikiran dikekang oleh orang-orang Kristen atas nama agama. Akal dikekang dan dikungkung secara keterlaluan oleh otoritas Gereja pada kala itu. Pada akhir periode ini, lahirlah seorang pemikir dengan penuh persiapan melepaskan diri dari situasi ini. Ia melesat lepas dari kungkungan dan kekangan itu, laksana anak panah lepas dari busurnya. Ia meninggalkan zamannya, menghidupkan kembali tradisi Yunani, yakni Rasionalisme. Orang itu digelari Bapak Filsafat Modern.

Beberapa ajaran pokok aliran ini adalah sebagai berikut:


1. Dengan proses pemikiran abstrak dapat mencapai kebenaran fundamental, yang tidak dapat disangkal tentang apa yang ada dan mengenai strukturnya dan tentang alam semesta pada umumnya. 2. Realitas dapat diketahui secara tidak tergantung dari pengamatan, pengamalan, dan penggunaan metode empiris. 3. Pikiran mampu mengetahui beberapa kebenaran tentang realitas yang mendahului pengalaman apapun juga. Kebenaran-kebenaran ini adalah gagasan bawaan dan secara isomorfis cocok dengan realitas. 4. Akal budi adalah sumber utama pengetahuan, dan ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah suatu sistem deduktif yang dapat dipahami secara rasional yang secara tidak langsung berhubungan dengan pengalaman inderawi.

5. Kebenaran tidak diuji dengan prosedur verifikasi-inderawi, tetapi dengan kriteria seperti konsistensi logis. 6. Terdapat metode rasional (deduktif, logis, matematis, inferensial) yang dapat diterapkan pada materi soal pokok apa saja yang dapat memberikan kita penjelasan yang memadai. 7. Kepastian mutlak mengenai hal-hal adalah ideal pengetahuan dan sebagian dapat dicapai dengan pikiran murni. Kepastian mutlak adalah ciri pokok baik dari realitas maupun dari semua pengetahuan yang benar. 8. Hanya kebenaran-kebenaran niscaya dan benar pada dirinya sendiri yang timbul dari akal budi saja yang dikenal sebagai benar, nyata dan pasti. 9. Alam semesta mengikuti hukum-hukum dan rasionalitas logika. Ia adalah suatu sistem yang dirancang secara rasional atau logis yang aturannya sejalan dengan logika. 10. Begitu logika dikuasai, segala sesuatu dalam alam semesta dapat dianggap dideduksi dari prinsip-prinsip atau hukum-hukumnya.

Adapun tokoh aliran ini adalah Rene Descartes (Renatus Cartesius) adalah putra keempat Joachim Descartes, seorang anggota parlemen Kota Britari, Propinsi Renatus di Prancis. Ia dilahirkan pada tanggal 31 Maret 1596 dan meninggal pada tahun 1650 di Swedia.

Bukunya yang terpenting di dalam filsafat murni ialah Discourse de la Method (1637) dan Meditation (1642). Kedua buku ini saling melengkapi satu sama lain, didalam bukunya inilah tertuang metode keraguannya. Descartes mengatakan bahwa pengetahuan yang diturunkan dari abad pertengahan tidak selalu dapat dipercaya, sama halnya dengan Socrates yang juga tidak percaya dengan pandangan umum pada masyarakat Athena pada kala itu. Oleh karena itu, ia menyusun filsafatnya sendiri dan memulai petualangan intelektualnya dengan mengadakan perjalanan keliling Eropa dan hal ini juga pernah dilakukan oleh Socrates dengan mengajak bicara dan bertanya kepada setiap orang yang ditemuinya.

Epistemologi Empirisme
Empirisme barasal dari bahasa Yunani yang berakar kata empeirikos yang berasal dari kata empeiria yang berarti pengalaman inderawi, pengenalan konkret atau keakraban dengan sesuatu. Menurut aliran ini, manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman inderawinya. Karena hanya inderalah satu-satunya instrumen absah yang dapat menghubungkan makhluk hidup dengan alam. Tanpa pancaindera, kemungkinan besar dalam pandangan kita alam tidak ada atau ketidakadaannya masih samar. Jika pancaindera berbuat salah, ia dapat mengetahui kesalahan tersebut dengan cara eksperimetasi dan akal hanya mengikuti. Akal sendiri tidak dapat mengetahui kebenaran tanpa melalui pancaindera bahkan tanpa ini, hakikat tidak dapat diresapi.

Aliran ini lahir untuk mengeritik aliran rasionalisme yang berkembang pada masa itu dengan teorinya tidak ada sesuatu di dalam pikiran kecuali sebelumnya diserap oleh indera.

Sebagai sebuah doktrin, ada dua ciri pokok aliran ini, yakni teori tentang makna dan tentang pengetahuan. Teori makna adalah teori tentang asal pengetahuan atau asal-usul ide atau konsep. Aliran ini dikenal dengan teorinya nihil est intellectu guod non prius fuerit in sensu (tidak ada sesuatu di dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman). Teori ini merupakan tesis Jhon Locke ketika membantah teori ide bawaan kaum rasionalis dengan menyatakan bahwa tatkala orang dilahirkan ke dunia ini, keadaannya kosong. Laksana kertas putih yang belum ada tulisannya dan setiap ada yang diperolehnya mestilah datang melalui pengalaman.

Sedangkan teori pengetahuan adalah teori yang juga menyanggah teori rasionalis yang mengatakan bahwa setiap kejadian itu mempunyai sebab, adanya beberapa prinsip dasar etika,kebenaran-kebenaran itu benar dengan sendirinya, dan sebagainya. Menurut aliran ini, semua kebenaran yang disebutkan oleh aliran rasionalis bersumber dari sebuah observasi.

Adapun tokoh-tokoh dari aliran ini adalah Jhon Locke (1632-1704), David Hume (1711-1776) dan Herbert Spencer (1820-1903). Jhon Locke memperkenalkan teori tabula rasa yang bararti meja lilin. Dalam artian bahwa pada mulanya manusia hampa dari pengetahuan, tidak mengetahui apa-apa, tetapi kemudian dengan berlalunya waktu yang ia hadapi, manusia pun mempunyai pengetahuan. Locke mengatakan bahwa ide manusia pada dasarnya terbagi dua, yakni ide sederhana dan ide kompleks.

Ide sederhana adalah ide yang secara langsung didapatkan melalui pengalaman inderawi. Contoh sederhananya, manusia tahu kalau es itu dengin, karena ia telah menyentuhnya. Manusia mempunyai pengetahuan tentang mobil, jikalau ia telah melihatnya. Sedangkan ide kompleks adalah refleksi terhadap ide-ide sederhana sehingga mampu membentuk pengetahuan tentang dunia. Contohnya, mengapa es mengeluarkan dingin, mengapa mobil bentuknya sedemikian.

Adapun tokoh aliran empirisme yang lain, yakni David Hume. Hume dikenal sebagai seorang filosof empirisme yang ekstrim. Adapun ucapan Hume yang terkenal buanglah buku-buku (yang tak memuat penyelidikan empiris) ke dalam api. Di dalam teorinya Hume melakukan pembedaan antara data-data inderawi (sensasi) dan ide.

Data-data inderawi (Sensasi) merupakan potret yang jauh lebih kuat dari pada ide yang sifatnya samar. Ide harus bisa diasalkan pada kesan inderawi. Sederhananya, isi pikiran manusia tergantung pada aktivitas inderanya.

Hume mengatakan bahwa pikiran manusia bekerja berdasarkan tiga prinsip.

Pertama; prinsip kemiripan yaitu mencari kemiripan antara apa yang ada di benak manusia dengan kenyataan di luar, contohnya: gambar pemandangan alam dengan alam sesungguhnya. Kedua; prinsip kedekatan yakni misalnya, kalau kita memikirkan sebuah rumah, maka berdasarkan prinsip ini, kita juga berpikir tentang jendela, pintu atap, dan sebagainya. Ketiga; prinsip sebab-akibat, yaitu misalnya, jika kita memikirkan luka, kita pasti memikirkan rasa sakit yang diakibatkan oleh luka tersebut.

aliran ini banyak mempunyai kelemahan.

Pertama; indera terbatas. Contohnya, sebuah pesawat yang melintas di atas kita, kelihatannya sangat kecil, akan tetapi jikalau kita menyaksikannya sendiri dari dekat, ternyata ukurannya jauh lebih besar dari apa yang dilihat terdahulu.
Kedua; indera menipu. Ketiga; objek yang menipu. Contohnya, fatamorgana.

Keempat; barasal dari indera dan objek sekaligus. Contohnya, ketika melihat seekor kambing dari depan, hanya mampu melihat kepala kambing dengan sebagian badan di sampingnya, di saat bersamaan seekor kambing itu, memang tidak bisa memperlihatkan badannya secara keseluruhan.

Adapun tokoh perintis aliran epistemologi empirisme adalah John Locke (1632-1704), seorang filosof Inggris. Filsafat Locke dapat dikatakan anti metafisika, ia menerima keraguan yang diajarkan oleh Descartes, tetapi menolak intuisi yang digunakan oleh Descartes. Ia juga menolak deduktif dan menggantinya dengan generalisasi berdasarkan pengalaman.

Mengenai hal ini, dapat dilihat di dalam bukunya Essay Concerning Human Understending yang mengatakan bahwa semua pengetahuan bersumber dari pengalaman, tidak ada ide bawaan atau semacamnya. Adapun argumennya adalah sebagai berikut: a. Dari jalan masuknya pengetahuan kita mengetahui bahwa ide bawaan itu tidak ada. Memang agak umum orang beranggapan bahwa ide bawaan itu ada. Ia itu seperti distempelkan pada jiwa manusia dan jiwa membawanya ke dunia ini. Sebenarnya kenyataan telah cukup menjelaskan kepada kita bagaimana pengetahuan itu datang, yakni melalui daya-daya yang alamiah tanpa bantuan kesan-kesan bawaan dan kita sampai pada keyakinan tanpa suatu pengertian asli. Persetujuan umum adalah argumen yang terkuat. Tidak ada sesuatu yang dapat disetujui oleh umum tentang adanya ide bawaan itu sebagai suatu daya yang inheren. Argumen ini ditarik dari persetujuan umum. Bagaimana kita akan mengatakan ide bawaan itu ada, padahal umum tidak mengakui adanya.

b.

c.
d. e.

Persetujuan membuktikan tidak adanya ide bawaan.


Apa ide bawaan itu sebenarnya tidaklah mungkin diakui dan sekaligus juga tidak diakui adanya. Buktibukti yang mengatakan ada ide bawaan justru saya jadikan alasan untuk mengatakan ia tidak ada. Tidak juga dicetakkan pada jiwa sebab pada anak idiot, ide bawaan, sama-sama berpikir.

Epistemologi Rasionalisme-Kritis
Rasionalisme-kritis merupakan kecenderungan dalam filsafat Eropa dan Amerika yang prinsip-prinsip utamanya dirumuskan oleh Karl Raimund Popper (1902-1994). Karl Raimund Popper lahir di Kota Wina pada tahun 1902. Ia belajar ilmu alam pada Universitas, lalu menjadi guru SMA, sekaligus ia berminat besar akan filsafat.

Bukunya yang terkenal adalah The Logic of Science Discovery yang terbit pada tahun 1959. Ia meninggal pada tanggal 17 September 1994 di London sebagai akibat dari komplikasi penyakit pneumonia dan gagal ginjal.

Aliran ini biasa juga disebut dengan istilah lain, seperti empirisme-kritis, kritisme atau falsifikasionisme

Rasionalisme-kritis menyatakan telah mengembangkan prinsip-prinsip penjelasan rasional tentang pengetahuan, tindakan manusia, gagasan dan lembaga sosial dengan mengeritik dan menyempurnakannya. Dinamai dengan sebutan rasionalismekritis karena Popper kembali menghidupkan aliran rasionalisme, yakni aliran yang mendasarkan penemuan ilmiahnya pada rasio atau akal budi manusia. Bedanya dengan aliran rasionalisme yang sesungguhnya bahwa Popper mengkondisikan ilmu pengetahuan masih terbuka terhadap kritik, masih dapat dibuktikan salah (falsifikasi). Inilah yang menjadi dasar mengapa aliran yang dipelopori oleh Popper ini disebut rasionalisme-kritis.

Rasionalisme-kritis lahir dari sebuah serangan yang dilancarkan oleh Popper terhadap Positivisme yang menganut prinsip verifikasi (pembuktian teori lewat fakta-fakta). Popper menyodorkan sebuah prinsip yakni falsifikasi, yakni pengguguran suatu teori lewat fakta. Artinya, ciri khas pengetahuan ilmiah ialah bahwa dapat dibuktikan salah (it can be falsified)

Beliau mengatakan bahwa ilmu pengetahuan tidak bekerja semata dengan logika induksi. Logika induksi adalah logika penarikan kesimpulan umum melalui pengumpulan fakta-fakta konkrit, akan tetapi logika ini mempunyai kelemahan karena mengabaikan fakta anomali (fakta yang dapat membuktikan sebaliknya). Oleh karena itu, daripada bersusah payah mengumpulkan fakta-fakta yang membenarkan, ilmuan lebih baik menggunakan waktunya mencari fakta anomali. Pendek kata, daripada mengumpulkan sebanyak mungkin angsa berwarna putih, lebih baik mencari satu angsa berwarna hitam guna memfalsifikasi kesimpulan semua angsa berwarna putih.

Positivisme logis yang dikritik oleh Popper, dikembangkan oleh tokoh-tokoh filsafat yang bergabung dalam lingkaran Wina (suatu kelompok yang terdiri dari sarjana-sarjana ilmu-ilmu pasti dan alam di Wina, kelompok ini didirikan oleh Moritz Schlick pada tahun 1924). Anggota-anggotanya antara lain adalah: Moritz Shclick (1882-1936), Hans Hahn (1880-1934), Otto Nuerach (1882-1945), Hans Reichenbach (18911955) dan Victor kraft (1880-1970).

Beberapa pandangan positivisme logis dapat diuraikan antara lain sebagai berikut: a. b. c. Hanya ada satu sumber pengalaman, yaitu pengalaman. Yang dimaksud ialah mengenal data-data inderawi. Berangkat dari pengalaman, dikembangkan metode induksi dalam menyusun suatu ilmu pengetahuan melalui siklus empirisme, yaitu observasi, hukum-hukum empiris, teori dan hipotesa. Selain pengalaman, diakui pula adanya dalil-dalil logika dan matematika yang tidak dihasilkan lewat pengalaman. Dalil-dalil tersebut hanya memuat serentetan subjek-predikat saja, yang berguna untuk mengolah data pengalaman (inderawi) menjadi satu keseluruhan yang meliputi segala data. Memiliki minat besar untuk mencari garis batas atau damarkasi antara pernyataan yang bermakna (meaningful) dan yang tidak bermakna (meaningless). Oleh karena itu, filsafat tradisional haruslah ditolak karena ungkapan-ungkapannya melampaui pengalaman. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai logika, Konsekuensinya, ilmu seharusnya disusun berdasarkan logika formal, sebagaimana halnya yang dilakukan Aristoteles. Tidak ada penemuan (kontext of discovery).Yang ada hanya konteks pengujian dan pembenaran (context of justification).

d.

e. f.

Dengan melihat teori yang diusung oleh kaum positivisme, Popper mulai melakukan kritik terhadapnya, sebagai berikut:
a. Kritik terhadap Induktivisme. Ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh cara kerja positivisme logis menggunakan cara berpikir induktif. Cara berpikir seperti ini berangkat dari Singular Statement sebagai hasil dari observasi pengalaman menuju Universal statement yang berupa hipotesis atau teori. Metode induktif ini secara jelas dapat dilihat pada siklus empirisme sebagaimana terlihat pada gambaran berikut: Menurut klaim dari positivisme logis, metode induktif merupakan logika dalam menemukan ilmu pengetahuan. Dalam kenyataannya, siklus positivisme logis dengan metode induktifnya seperti di atas telah berhasil menambah hasanah ilmu pengetahuan.

Popper melihat adanya kelemahan dalam metode induktif di atas. Menurut argumentasinya, metode induktif tidak dapat dipergunakan untuk menyusun universal statement, karena hakekatnya yang selalu berangkat dari singular statement hasil observasi pengalaman empiris.

b. Falsifikasi Pernyataan dan teori yang diperoleh melalui empiris atau positivisme logis pada akhirnya mutlak disimpulkan apakah pernyataan dan teori tersebut benar atau salah. Artinya, pernyataan dan teori tersebut seharusnya memiliki kesimpulan akhir. Kalau pernyataan dan teori tersebut tidak dapat mencapai tahap ini, maka keduanya tidak berarti sama sekali.

Menurut Popper, ciri khas ilmu pengetahuan adalah falsifiable, artinya harus dapat dibuktikan salah melalui proses falsifikasi. Dengan falsifikasi, ilmu pengetahuan mengalami proses pengurangan kesalahan. Proses falsifikasi inilah yang mengantar ilmu pengetahuan tersebut mendekati kebenaran. Namun tetap memiliki ciri falsifiable. Dengan cara falsifikasilah, hukum-hukum ilmiah berlaku; bahwa bukannya dapat dibenarkan melainkan dapat dibuktikan salah.

You might also like