You are on page 1of 35

TINJAUAN PUSTAKA

PENATALAKSANAAN SYOK

Oleh: I Made Rika Ermawan Made Adi Suryadarma (0802005036) (0802005070)

Dosen Pembimbing : dr. I G.A. Utara Hartawan, Sp.An

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI LAB/SMF ILMU ANESTESI DAN REANIMASI FK UNUD/RSUP SANGLAH 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Tinjauan Pustaka yang berjudul Penatalaksanaan Syok..Adapun tujuan dari penyusunan tinjauan pustaka ini adalah sebagai salah satu persyaratan dalam rangka menjalani Kepaniteraan Klinik Madya di bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi FK UNUD/RSUP Sanglah. Dalam penyusunan Tinjauan Pustaka ini, penulis banyak mendapat bimbingan, petunjuk, serta dukungan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Prof. Dr. dr. I Made Wiryana,Sp.An-KIC, selaku Kepala Bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi FK UNUD/RSUP Sanglah. 2. dr. I Made Gede Widnyana, Sp.An-KMN, M.Kes selaku Ketua Kordik Dokter Muda Bagian/SMF Ilmu Anestesi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar. 3. dr. I GAG Utara Hartawan, Sp.An, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan nasehat dan bimbingan dalam penyelesaian tinjauan pustaka ini. 4. Dokter Spesialis Anestesi dan Dokter Residen Ilmu Anestesi dan Reanimasi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar yang telah bersedia memberi masukan-masukan dalam menyelesaikan paper ini. 5. Rekan-rekan Dokter Muda yang stase di Bagian/SMF Ilmu Anestesi dan Reanimasi beserta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhir kata, penulis mohon maaf atas ketidaksempurnaan paper ini dan semoga menjadi motivasi bagi penulis untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam membuat karya tulis yang lebih baik di kemudian hari. Penulis berharap semoga paper ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Terima kasih. Denpasar, Oktober 2013

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii

BAB 1

PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 2 2.1 Definisi Syok ....................................................................................................... 2 2.2 Klasifikasi Syok Berdasarkan Etiologi ............................................................... 4 2.3 Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Syok .......................................................... 5 2.4 Pemeriksaan Pasien Syok .................................................................................. 11 2.4.1 Pemeriksaan Fisik ................................................................................... 11 2.4.2 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................... 12 2.5 Penatalaksanaan Syok ....................................................................................... 13 2.5.1 Penatalaksaan Awal Syok Akibat Trauma ................................................ 13 2.5.2 Penatalaksanaan LanjutanPrognosis ......................................................... 15 2.6 Penatalaksanaan Cairan Pada Syok .................................................................... 17 2.6.1 Jenis Cairan dan Pemberian ....................................................................... 19 2.6.2 Monitoring Pasien Syok .............................................................................. 22 2.7 Komplikasi Syok ................................................................................................ 23 2.8 Prognosis Syok ................................................................................................... 26 BAB 3 PENUTUP ........................................................................................................... 27 DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

Syok adalah salah satu sindroma kegawatan yang memerlukan penanganan intensif dan agresif. Setiap aspek syok mulai dari definisi hingga terapi masih kontroversial dan akan terus berubah sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran. Pada awalnya syok dikenal dalam dunia kedokteran digambarkan sebagai a rude unhanging of machinery of life selanjutnya paradigm syok terus berkembang dengan pendekatan dari berbagai macam aspek, yaitu aspek sistem, fungsi, terpadu dan komprehensif, untuk menjadikan manajemen syok sebagai time saving is life saving Banyak definisi Syok mencerminkan beragam kompleksitas yang tidak diketahui secara pasti tentang patofisiologi syok oleh karena mekanisme di tingkat seluler yang senantiasa berubah dengan bertambah majunya informasi. Fakta terkini tentang pokok masalah pada syok adalah semua jenis syok sangat erat kaitannya dengan terjadinya hipoksia sel dan jaringan baik dengan penyebab primer maupun sekunder1. Penanganan pasien syok memerlukan kerjasama multidisiplin berbagai bidang ilmu kedokteran dan multi sektoral. Langkah awal penatalaksanaan syok adalah mengenal diagnosis klinis secara dini, oleh karena manajemen syok harus memperhatikan The Golden Period, yaitu jangka waktu dimana hipoksia sel belum menyebabkan cummulative oxygen deficit melebihi 100-125 ml/kg atau kadar aterial laktat mencapai 100 mg/dl. Secara empiris satu jam pertama sejak onset dari syok adalah batas waktu maksimal untuk mengembalikan sirkulasi yang adekuat kembali. Dua manifestasi klinis yang sering muncul pada syok adalah hipotensi dan asidosis metabolik, tetapi penurunan tekanan sistolik bukanlah indikator utama syok, sebab patokan tersebut akan menjadikan keterlambatan diagnosis. Setelah dapat menguasai life support measure yang meliputi Airway-Breathing-Circulation dan

Brain Support, langkah penting selanjutnya adalah mengatasi kausal syok dengan terapi definitif yang tepat.1,2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Syok Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk kebutuhan organ-organ di dalam tubuh. Syok juga didefinisikan sebagai gangguan sirkulasi yang mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah yang bersirkulasi secara efektif. Pada hewan yang mengalami syok terjadi penurunan perfusi jaringan,

terhambatnya pengiriman oksigen, dan kekacauan metabolisme sel sehingga produksi energy oleh sel tidak memadai. Apabila sel tidak dapat menghasilkan energi secara adekuat, maka sel tidak akan berfungsi dengan baik sehingga pada gilirannya akan menimbulkan disfungsi dan kegagalan berbagai organ, akhirnya dapat menimbulkan kematian1,2. Pada syok yang kurang parah, kompensasi tubuh dapat berupa peningkatan laju jantung dan konstriksi pembuluh darah perifer (keduanya secara refleks), sehingga hal tersebut dapat memelihara tahanan perifer dan aliran darah ke organ-organ vital. Ketika syok bertambah parah, kompensasi ini akan gagal 2. 1. Tahap Nonprogresif / Tahap Kompensasi Pada tahap ini, mekanisme kompensasi yang normal pada akhirnya akan menimbulkan pemulihan sempurna tanpa dibantu terapi dari luar. Faktor faktor yang dapat menyebabkan pasien pulih merupakan mekanisme pengaturan umpan balik negatif yang berusaha mengembalikan curah jantung dan tekanan arteri ke nilai yang normal. Faktor faktor tersebut adalah :

Refleks baroreseptor rangsangan simpatis pada sirkulasi Respon iskemik sistem saraf pusat Pembalikan proses stress relaksasi sistem sirkulasi pembuluh darah berkontraksi sehingga volume darah dapat memenuhi sirkulasi secara adekuat.

Pembentukan angiotensin oleh ginjal konstriksi arteri perifer retensi air dan natrium oleh ginjal. Pembentukan vasopressin oleh kelenjar hipofisis posterior konstriksi arteri dan vena perifer. Mekanisme kompensasi yang mengembalikan volume darah ke normal absorpsi cairan oleh traktus intestinal, retensi air dan garam ginjal, dan peningkatan rasa haus. 3

2. Tahap progresif / tahap dekompensasi Tahapan progresif ditandai oleh hipoperfusi jaringan dan awal manifestasi dari memburuknya ketidakseimbangan sirkulasi dan metabolik. 4 3. Tahap irreversible Tahap ini muncul setelah mengalami jejas sel dan jaringan yang berat (terjadi kerusakan multiorgan). Selain itu, cadangan phosphate berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama pada jantung dan hepar tubuh kehabisan energi. Pada tahap ini syok telah berkembang menjadi tambah parah sehingga semua bentuk terapi tidak mampu lagi menolong pasien. 3 2.2. Klasifikasi Syok Berdasarkan Etiologi Etiologi spesifik dari syok tidak diketahui, tetapi syok dapat terjadi karena stres yang serius, misalnya karena trauma yang hebat, kegagalan jantung, perdarahan, terbakar, anestesi, infeksi berat, obstruksi intestinal, anemia, dehidrasi, anafilaksis, dan intoksikasi. 1. Syok hipovolemik / oligemik Hipovolemia berarti berkurangnya volume darah. Pendarahan adalah penyebab paling sering dari syok hipovolemia. Pendarahan akan menurunkan tekanan pengisian sirkulasi dan akibatnya menurunkan aliran balik vena, curah jantung menurun dibawah normal dan menimbulkan syok3.Syok hipovolemia juga dapat disebabkan karena kehilangan plasma pada obstruksi usus halus dan pasien yang mengalami luka bakar hebat 3. 2. Syok kardiogenik Syok kardiogenik disebabkan karena disfungsi dari miokardial atau gagalnya jantung untuk mengalirkan darah.3 Dapat terjadi dari trauma tumpul jantung, temponade jantung, emboli udara, atau infark akibat trauma yang agak jarang terjadi .5 3. Syok obstruktif ekstrakardiak Kegagalan perfusi dan suplai oksigen berkaitan dengan terganggunya mekanisme aliran balik darah oleh karena meningkatnya tekanan intrathorakal atau terganggunya aliran keluar arterial jantung (emboli pulmoner, emboli udara, diseksi aorta, hipertensi pulmoner, tamponade

perikardial, perikarditis konstriktif) ataupun keduanya oleh karena obstruksi mekanis 4. Syok distributif a. Syok Septik Syok septik atau dulunya dikenal dengan keracunan darah diakibatkan karena infeksi bakteri yang menyebar luas ke banyak daerah tubuh, penyebarannya melalui darah dan menyebabkan kerusakan jaringan yang luas.3 Syok septik akibat trauma jarang terjadi. Namun apabila kedatangan penderita ke fasilitas

kegawadaruratan tertunda untuk beberapa jam, masalah ini mungkin terjadi kematian.5 b. Syok Neurogenik Syok neurogenik disebabkan karena hilangnya tonus vasomotor secara tiba-tiba di seluruh tubuh.dan menyebabkan dilatasi vena yang sangat besar. Dilatasi vena akan mengakibatkan pengumpulan darah di vena dan mengurangi tekanan pengisian sistemik rata-rata.3 Penyebabnya antara lain anastesi umum yang dalam, anastesi spinal, atau karena kerusakan otak.3 Kerusakan otak dapat disebabkan karena cidera intrakranial akibat trauma. Trauma pada tulang belakang memungkinkan terjadinya hipotensi akibat hilangnya tonus simpatik kapiler.5 c. Syok Anafilaktik dan Syok Histamin Syok ini disebabkan oleh suatu reaksi antigen-antibodi dimana hasil akhirnya akan menghasilkan histamin atau bahan seperti histamin. Histamin ini akan menyebabkan : Dilatasi Vena, mengakibatkan penurunan aliran balik vena secara nyata. Dilatasi Arteriol, mengakibatkan tekanan arteri menurun. cairan dan protein ke dalam jaringan secara cepat.3 Meningkatkan permeabilitas kapiler, menyebabkan kehilangan

2.3.Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Syok

Tanda klinik syok bervariasi tergantung pada penyebabnya. Secara umum, tanda kliniknya dapat berupa apatis, lemah, membrana mukosa pucat, kualitas pulsus jelek, respirasi cepat, temperatur tubuh rendah, tekanan darah rendah, capillary refill time lambat, takikardia atau bradikardia (kucing), oliguria, dan hemokonsentrasi (kecuali pada hemoragi). Tekanan arteri rendah, membrana mukosa pucat, capiilarity refill time (CRT) lambat (>2 detik), temperatur rektal rendah atau normal, takipnea, dan ekstremitas terasa dingin merupakan tanda klinik syok kardiogenik dan hipovolemik. Untuk membedakan syok kardiogenik dengan syok hipovolemik. 1. Syok Hipovolemik a. Patofisiologi Jika terjadi perdarahan, hal ini akan menurunkan tekanan pengisisan pembuluh darah rata-rata sehingga menurunkan aliran darah balik ke jantung yang akhirnya menurunkan curah jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada organ : Mikrosirkulasi Ketika curah jantung menurun, maka tahanan vascular sistemik berusaha meningkatkkan tekanan sistemik untuk mencukupi perfusi ke jantung dan otak melebihi organ lain, khususnya GIT. Disaat MAP jatuh 60 mmHg, aliran ke organ akan menurun drastis sehingga fungsi sel di semua organ terganggu. Neuroendokrin Jika terjadi hipovolemia, hipotensi dan hipoksia, hal ini akan dideteksi oleh baroreseptor dan kemoreseptor tubuh yang memberikan respon autonom tubuh seperti : aktivitas parasimpatis ke jantung heart rate aktivitas simpatis ke jantung kontraktilitas jantung simpatis ke vena vasokonstriksi venous return simpatis ke arteriol resistensi perifer total

Kardiovaskular

Hipovolemik pengisian ventrikel cardiac output. Peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat, namun memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung. Gastrointestinal Penurunan aliran darah ke GIT peningkatan absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati vasodilatasi dan peningkatan metabolisme depresi jantung. Ginjal Aliran darah ke ginjal kurang tahanan arteriol aferen meningkat mengurangi laju filtrasi glomerulus dengan aldosteron dan vasopressin produksi urin menurun. 2 b. Manifestasi klinis : Hipovolemia ringan ( 20% volume darah) takikardi ringan dengan sedikit gejala yang tampak Hipovelemia sedang (20-40% dari volume darah) pasien cemas, takikardi jelas nampak. TD bisa normal saat berbaring namun dapat ditemukan hipotensi ortostatik. Hipovolemia berat gejala klasik syok akan muncul, TD menurun drastis dan tidak stabil meski berbaring, takikardi hebat, oliguria, agitasi atau bingung.2

c. Manifestasi umum syok hipovolemik :


Kecemasan atau agitasi Kulit teraba dingin Kebingungan Output urin menurun sampai tidak ada Kelelahan pale skin color Nafas cepat Berkeringat dingin Penurunan kesadaran hingga pingsan.6

2. Syok Kardiogenik a. Patofisiologi Paradigma lama yang mendasari syok kardiogenik depresi kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah jantung, TD rendah, insufisiensi koroner penurunan kontraktilitas dan curah jantung. Penelitian menunjukkan adanya pelepasan sitokin setelah infark miokard. Pada pasien IM, diduga aktivasi sitokin inflamasi yang mengakibatkan peninggian kadar iNOS, NO dan peroksinitrit, dimana semuanya mempunyai efek buruk multiple antara lain : Inhibisi langsung kontraktilitas miokard Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik Efek terhadap metabolism glukosa Efek proinflamasi Penurunan responsivitas katekolamin Merangsang vasodilatasi sistemik.2 Pasien IMA nyeri dada akut dan memiliki riwayat PJK sebelumnya. Pasien dengan aritmia mengeluh adanya palpitasi, presinkop, sinkop atau merasa irama jantung berhenti sejenak pasien merasa letargi akibat berkurangnya perfusi ke system saraf pusat. Tekanan darah sistolik turun sampai < 90 mmHg bahkan sampai 80 mmHg Denyut jantung meningkat dan rapid pulse akibat stimulasi simpatis Frekuensi pernapasan meningkat (rapid breathing) akibat kongesti paru Pemeriksaan dada menunjukkan ronki Peningkatan distensi vena-vena di leher Irama gallop disfungsi ventrikel kiri. 2 Pasien berkeringat banyak kulit basah

b. Manifestasi klinis :

Kulit dingin Penurunan status mental : kehilangan kemampuan konsentrasi dan kehilangan kesiagaan Koma 7

3. Syok Septik a. Patofisiologi

b. Manifestasi umum syok septic : Demam, menggigil, nyeri otot gejala infeksi yang identik pada syok septik Takikardi Takipnea (alkalosis respiratorik), hipoksemia Ekstremitas dingin Kepala terasa ringan TD rendah terutama saat berdiri

Palpitasi Produksi urin menurun bahkan tidak ada Agitasi, letargi, atau kebingungan Skin rash or discoloration Proteinuria Leukositosis, Eosinopenia Hipoferemia, iritabilitas, lemah, fungsi hati abnormal ringan, hiperglikemia pada DM Pada keadaan sepsis berat : hipotermia, syok, asidosis laktat, sindrom gagal napas dewasa, azotemia, oliguria, leukopenia, trombositopenia, anemia, koma, peradarahan saluran pencernaan bagian atas, hipoglikemia.2

4. Syok Anafilaksis a. Patofofisiologi Syok ini disebabkan karena masuknya antigen yang sangat sensitif untuk seseorang ke dalam sirkulasi sehingga menyebabkan suatu reaksi antigen-antibodi. Efek utamanya ialah, basofil dalam darah dan sel mast dalam jaringan prekapiler melepaskan histamine, histamin tersebut menyebabkan : Kenaikan kapasitas vascular akibat dilatasi vena penurunan venous return secara nyata Dilatasi arteriol tekanan arteri menjadi sangat menurun Meningkatnya permeabilitas vascular hilangnya cairan dan protein kedalam ruang jaringan secara cepat. Hasil akhirya merupakan suatu penurunan yang luar biasa pada aliran balik vena menimbulkan syok serius.2 Gejala dan tanda anafilaksis berdasarkan organ sasaran. Sistem Umum prodromal Gejala dan tanda Lesu, lemah, rasa tak enak yang sukar dilukiskan, rasa tak enak di dada dan perut, rasa gatal di hidung dan palatum

Pernapasan Hidung Laring Hidung gatal, bersin dan tersumbat Rasa tercekik, suara serak. Sesak napas, stridor, edema, spasme Lidah Bronkus Kardiovaskular Edema Batuk, sesak, mengi, spasme Pingsan, sinkop, palpitasi, takikardia, hipotensi syok, aritmia. Pada EKG gelombang T datar, terbalik, atau tanda-tanda infark miokard Gasrointestinal Disfagia, mual, muntah, kolik, diare yang kadang disertai darah, peristaltik usus meninggi Kulit Mata SSP Urtikaria, angiodema di bibir, muka atau ekstremitas Gatal, lakrimasi Gelisah, kejang

(Sumber:Sudoyo, AW et al. 2006). 5. Syok neurogenik a. Patofisiologi Hilangnya tonus vasomotor penurunan venous tone (dilatasi vena) penumpukan darah di vena Reaksi vasovagal berlebihan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus perfusi ke otak berkurang Rangsangan parasimpatis ke jantung memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Contoh : gangguan emosional pingsan Obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler dan menekan tonus venomotor Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop.2 b. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis hampir sama dengan syok pada umumnya, tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda : Tekanan darah turun Nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) Kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia Pusing Pingsan.2

2.4. Pemeriksaan Pasien Syok 2.4.1 Pemeriksaan Fisik Vital sign o Resting takikardi (<90/mnt). o Bradikardi pada perdarahan akut. Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronki. Pasien dengan infark ventrikel kanan atau pasien dengan keadaan hipovolemik yang menurut studi sangat kecil kemungkinannya menyebabkan kongesti paru. o Hipotensi pada posisi supinasi Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan tekanan darah sistolik yang menurun sampai < 90 mmHg, bahkan dapat turun sampai <80 mmHg pada pasien yang tidak memperoleh pengobatan adekuat. Denyut jantung biasanya cenderung meningkat sebagai stimulasi simpatis, demikian pula dengan frekuensi pernapasan yang biasanya meningkat sebagai akibat dari kongesti paru. 2,8 Inspeksi o Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingin, lembab, pucat, dan vena kulit kolaps o Tanda-tanda dehidrasi seperti, Turunnya turgor jaringan mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta bola mata cekung. 3,8

2.4.2 Pemeriksaan Penunjang a. Elektrokardiografi (EKG) : Gambaran rekaman elektrokardiografi dapat membantu untuk menentukan etiologi dari syok (kardiogenik). Misalnya pada infark miokard akut akan terlihat gambarannya dari rekaman tersebut. Demikian pula bila lokasi infark terjadi pada ventrikel kanan maka akan terlihat proses di sadapan jantung sebelah kanan (misalnya elevasi ST di sandapan V4R). Begitu pula bila gangguan irama atau aritmia sebagai etiologi terjadinya syok kardiogenik, maka dapat dilihat melalui rekaman aktivitas listrik jantung tersebut.2,6 b. Foto Roentgen Dada Pada foto polos dada akan terlihat kardiomegali dan tanda-tanda kongesti paru atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi komplikasi defek septal ventrikel atau regurgitasi mitral akibat infark miokard akut, akan tampak gambaran kongesti paru yang tidak disertai kardiomegali, terutama pada onset infark yang pertama kali. Gambaran kongesti paru menunjukkan kecil kemungkinan terdapat gagal ventrikel kanan yang dominan atau keadaan hipovolemia.2,4 c. Ekokardiografi Modalitas pemeriksaan yang non-invasif ini sangat banyak membantu dalam membuat diagnosis dan mencari etiologi dari syok kardiogenik. Pemeriksaan ini relatif cepat, aman dan dapat dilakukan secara langsung di tempat tidur pasien (bedside). Keterangan yang diharapkan dapat diperoleh dari pemeriksaan ini antara lain : penilaian fungsi ventrikel kanan dan kiri (global maupun segmental), fungsi katup-katup jantung (stenosis atau regurgitasi), tekanan ventrikel kanan dan deteksi adanya shunt (misalnya pada defek septal ventrikel dengan shunt dari kiri ke kanan), efusi perikardial atau tamponade.2,7 d. Pemantauan Hemodinamik Penggunaan kateter Swan-Ganz untuk mengukur tekanan arteri pulmonal dan tekanan baji pembuluh kapiler paru sangat berguna, khususnya untuk memastikan diagnosis dan etiologi syok kardiogenik, serta sebagai indikator evaluasi terapi yang diberikan. Pasien syok kardiogenik akibat gagal ventrikel

kin yang berat, akan terjadi peningkatan tekanan baji paru. Bila pada pengukuran ditemukan tekanan baji pembuluh darah paru lebih dari 18 mmHg pada pasien infark miokard akut menunjukkan bahwa volume intravaskular pasien tersebut cukup adekuat. Pasien dengan gagal ventrikel kanan atau hipovolemia yang signifikan, akan menunjukkan tekanan baji pembuluh paru yang normal atau lebih rendah. Pemantauan parameter hemodinamik juga membutuhkan perhitungan afterload (resistensi vaskular sistemik). Minimalisasi afterload sangat diperlukan, karena bila terjadi peningkatan afterload akan menimbulkan efek penurunan kontraktilitas yang akan menghasilkan penurunan curah jantung. 2 e. Saturasi oksigen Pemantauan saturasi Oksigen sangat bermanfaat dan dapat dilakukan pemasangan kateter Swan-Ganz yang juga dapat mendeteksi adanya VSD. Bila darah yang kaya oksigen dariLV ke RV maka akan terjadi saturasi oksigen yang step-up bila dibandingkan dengan saturasi oksigen vena dari vena cava dan arteri pulmonal.2,9 f. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Laboratorium bertujuan untuk menentukan kadar hemoglobin dan nilai hematokrit Nilai hematokrit akan rendah jika pasien mengalami perdarahan lambat atau resusitasi cairan telah diberikan,. nilai hematokrit menjadi tinggi jika hipovolemia karena

kehilangan volume cairan tubuh tanpa hilangnya sel darah merah seperti pada emesis, diare, luka bakar, fistula, hingga

mengakibatkan cairan intravaskuler menjadi pekat (konsentarted) dan kental. 8

2.5.Penatalaksanaan Syok Tujuan penanganan syok tahap awal adalah mengembalikan perfusi dan oksigenasi jaringan dengan mengembalikan volume dan tekanan darah. Pada syok tahap lebih lanjut, pengembalian perfusi jaringan saja biasanya tidak cukup untuk menghentikan perkembangan peradangan sehingga perlu

dilakukan upaya menghilangkan faktor toksik yang terutama disebabkan oleh bakteri. Pemberian oksigen merupakan penanganan yang sangat umum, tanpa memperhatikan penyebab syok. Terapi lainnya tergantung pada penyebab syok. Terapi cairan merupakan terapi yang paling penting terhadap pasien yang mengalami syok hipovolemik dan distributif. Pemberian cairan secara IV akan memperbaiki volume darah yang bersirkulai, menurunkan viskositas darah, dan meningkatkan aliran darah vena, sehingga membantu memperbaiki curah jantung. 2.5.1 Penatalaksaan Awal Syok Akibat Trauma a. Pemeriksaan Jasmani Pemeriksaan jasmani diarahkan pada diagnosis cedera yang mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat kesadaran. 5 Airway dan Breathing Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%. Sirkulasi-Kontrol Perdarahan Termasuk dalam prioritas adalah menghentikan perdarahan yang jelas terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka di permukaan tubuh biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsungpada tempat perdarahan. PASG (Pneumatic Anti Shock Garment) dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau ekstremitas bawah, namun tidak boleh mengganggu resusitasi cairan yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal. Disability-Pemeriksaan Neurologis Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan tingkat kesadaran, peregerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik.

Exposure-Pemeriksaan Lengkap Langkah selanjutnya yaitu menelanjangi penderita dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari kaki. Namun di sini diperhatikan agar tak terjadi hipotermia. Pemakaian penghangat cairan maupun cara-cara penghangatan internal maupun eksternal sangat bermanfaat dalam mencegah hipotermia.

Dilatasi Lambung-Dekompresi Keadaan ini biasanya terjadi pada penderita trauma khususnya anakanak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung. Distensi lambung membuat terapi syok menjadi sangat sulit. Dekompensasi lambung dilakukan dilakukan dengan memasukkan selang pipa ke dalam perut melalui hidung atau mulut dan

memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun keadaan ini masih mungkin terjadi aspirasi. b. Akses Pembuluh Darah Harus segera didapatkan akses pembuluh darah. Ini paling baik dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimum 16 Gauge) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral.3Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan bawah atau pembuluh darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkinkan penggunaan pembuluh darah perifer, maka digunakan akses pembuluh darah sentral. 3,5 Jika kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan crossmatch, pemeriksaan laboratorium yang sesuai,

pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada wanita usia subur. Analisis gas darah arteri juga dilakukan pada saat ini.5 c. Terapi Awal Cairan Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk mengisi resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi intravascular dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vascular dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruang interstitial dan intravascular. Larutan Ringer Laktat adalah larutan cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis

adalah pilihan kedua, namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis hiperkhloremik dan kemungkinan bertambah besar jika fungsi ginjalnya kurang baik.5 Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan cepat sebagai bolus. Dosis awal adalah 1 sampai 2 L pada dewasa dan 20 mL/kg pada anak. Ini sering membutuhkan penambahan pemasangan alat pompa infuse. 5 2.5.2 Penatalaksanaan Lanjutan Pada dasarnya, tujuan penanganan syok adalah; a. Mempertahankan tekanan arterial rerata (mean) di atas 60 mmHg (pada orang dewasa normal) . Tujuannya untuk menjamin perfusi yang memadai pada organ-organ vital. b. Mempertahankan aliran darah pada organ-organ yang paling sering mengalami kerusakan akibat syok, misalnya, ginjal, hepar, SSP, serta paru-paru c. Mempertahankan kadar laktat arterial di bawah 22mmol/L. 9

Terapi dilakukan setelah melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang tersebut di atas selesai dan bila keadaan syok berat atau progresif. Bila keadaan pasien telah stabil, pemeriksaan konvensional yang lebih komprehensif. Evaluasi respons terhadap intervensi terapeutik inisial. Syok harus ditangani di unit perawatan intensif dan harus dipantau terusmenerus dengan monitoring EKG serta pemasangan kateter arteri yang dibiarkan di tempatnya untuk mengukur tekanan sistolik, dan tekanan arteri rata-rata pada setiap denyut jantung. Pada kasus syok yang tidak bisa dipulihkan dengan cepat, harus dilakukan pengukuran serial tekanan pengisian ventrikel kiri serta kanan dan pengukuran curah jantung. Pengukuran yang sering terhadap gas darah arterial (PO2, PCO2, dan pH), kadar elektrolit, darah lengkap dan berbagai parameter pembekuan untuk memantau kemajuan pasien dan menilai efek terapi. Pengukuran kadar kalsium dan fosfor serum, tergantung pada keadaan klinis dan kebutuhan yang dirasakan untuk menilai respon terhadap terapi.

Pada syok kardiogenik, terapi cairan yang terlalu cepat dapat berakibat fatal karena akan meningkatkan beban kerja jantung dan selanjutnya membahayakan sirkulasi. Terapi syok kardiogenik tergantung pada penyebabnya. Jika syok disebabkan oleh kontraktilitas miokardium yang jelek, disarankan penanganan dengan beta-agonist. Dobutamin merupakan betaagonist yang mampu meningkatkan curah jantung dan penghantaran oksigen, tanpa menyebabkan vasokonstriksi, merupakan obat yang paling umum digunakan untuk meningkatkan fungsi jantung. Jika hewan sedang diberikan obat yang menekan miokardium (misalnya anestesia), maka pemberian obat tersebut harus dihentikan.

Perikardiosentesis harus dilakukan jika efusi perikardium cukup banyak dan menyebabkan tamponad. Pada syok distributif apabila hipotensi tetap terjadi walaupun telah dilakukan terapi cairan yang cukup maka dibutuhkan pemberian vasopresor. Oleh karena curah jantung dan tahanan pembuluh darah sistemik mempengaruhi penghantaran oksigen ke jaringan, maka pada pasien hipotensi harus dilakukan terapi untuk memaksimalkan fungsi jantung dengan terapi cairan dan obat inotropik, dan/atau memodifikasi tonus pembuluh darah dengan agen vasopresor. Penggunaan

glukokortikoid untuk menangani syok masih kontroversial. Namun apabila digunakan, glukokortikoid harus digunakan pada penanganan awal dan tidak diulang penggunaannya. Prednisolon direkomendasikan pada dosis 22-24 mg/kg secara IV. Glukokortikoid kerja cepat (rapidacting glucocorticoid) yang lain yang tersedia dalam bentuk parenteral adalah deksametason sodium fosfat, direkomendasikan pada dosis 2-4 mg/kg secara IV. Syok septik sering kali berkaitan dengan bakteri gram negatif, dan antibiotik yang cocok untuk itu misalnya sepalosporin atau

aminoglikosida dan penisilin. Apabila menggunakan aminoglikosida, hewan harus dalam kondisi hidrasi yang baik, karena aminoglikosida dapat mengakibatkan nefrotoksik. Hewan yang sedang mendapatkan penanganan syok harus terus dimonitor. Dua faktor yang sangat penting

untuk dimonitor adalah tekanan dan volume darah. Sebagai petunjuk dalam pemberian terapi dapat digunakan parameter kardiovaskuler (kecepatan denyut jantung, warna membrane mukosa, kualitas pulsus, CRT, tekanan vena sentral), kecepatan pernapasan, temperatur, hematokrit, dan pengeluaran urin. Untuk mengevaluasi terapi cairan pada syok karena perdarahan sangat penting dilakukan pengukuran PCV (packed cell volume) dan TS (total solid). Tekanan gas dalam darah sangat penting dalam penentuan dan memonitor keseimbangan asambasa.

2.6. Penatalaksanaan Cairan Pada pasien Syok Pada semua bentuk syok, menejemen jalan nafas dan pernafasan untuk memastikan oksigenasi pasien adalah baik, kemudian restorasi cepat dengan infus cairan. Pilihan petama adalah kristaloid (Ringer laktat/Ringer asetat) diisusul darah pada syok perdarahan. Pada Syok hipovolemik, infus cepat kristaloid untuk ekspansi volume intravaskuler melalui kanula vena besar (dapat lebih satu tempat) atau melalui vena sentral. Pada perdarahan maka dapat diberikan 3-4 kali dari jumlah perdarahan. Setelah pemberian 3 liter disusul dengan transfusi darah. Secara bersamaan sumber perdarahan harus dikontrol Karena tujuan terapi ini adalah mengganti cairan tubuh yang hilang secepat mungkin sebelum terjadinya end-organ failure, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah memasang kanul intravena ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk melakukan pemeriksaan laboratorium (croosmatch, hemoglobin, hematocrit, thrombosit, elektrolit, creatinin, analisis gas darah dan pH, laktat, parameter koagulasi, transamine, albumin). Nilai kebutuhan oksigen, intubasi, atau ventilasi (PO2> 60 mmHg dan saturasi oksigen > 90%).11 Resusitasi cairan dilakukan dengan perbandingan kristaloid dan koloid sebesar 3:1. Bila kehilangan darah>25% maka perlu diberikan eritrosit konsentrat, sementara kehilangan darah > 60% maka perlu juga diberikan fresh frozen plasma (setelah 1 jam pemberian konsentrasi

eritrosit atau lebih cepat jika fungsi hati terganggu).

11

Adapun indikasi

transfusi darah atau komponen darah pada syok hipovolemik yaitu: Tabel 4. Indikasi Transfusi Komponen Darah9 Kompone n Packed RBC Mengganti Oxygen-carrying capacity Platelets Trombositopenia dengan perdarahan Fresh plasma frozen Koagulopati 6 IV Crycoprecipitate Koagulopati dengan fibrinogen 10 -20 unit IV 10 IV 2unit 6unit Indikasi sis 24 unitIV Do

Berbagai

larutan

parenteral

telah

dikembangkan

menurut

kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien. Terdapat beberapa jenis cairan resusitasi yaitu cairan koloid, kristaloid dan darah.10 Koloid merupakan cairan dengan tekanan osmotik yang lebih tinggi dibandingkan plasma (cairan hiperonkotik). Hipertonik dan hiperonkotik adalah cairan plasma expander karena kemampuan untuk memindahkan cairan intrselular dan interstisial selama resusitasi dan dengan cepat menggantikan volume plasma (seperti albumin, dextran, dan starch). Cairan kristaloid adalah cairan yang mengandung air, elektrolit dan atau gula dengan berbagai campuran. Cairan ini bisa

isotonik, hipotonik, dan hipertonik terhadap cairan plasma. Sedangkan cairan koloid yaitu cairan yang Berat Molekulnya tinggi.

2.6.1 Jenis Cairan dan Pemberian 2.6.1.1 Jenis Jenis Cairan Kristaloid: a. Cairan Hipotonik Cairan ini didistribusikan ke ekstraseluler dan intraseluluer. Oleh karena itu penggunaannya ditujukan kepada kehilangan cairan intraseluler seperti pada dehidrasi kronik dan pada kelainan keseimbangan elektrolit terutama pada keadaan hipernatremi yang disebabkan oleh kehilangan cairan pada diabetes insipidus. Cairan ini tidak dapat digunakan sebagai cairan resusitasi pada kegawatan (dextrosa 5%).12 b. Cairan Isotonik Cairan isotonik terdiri dari cairan garam faali (NaCl 0,9%), ringer laktat dan plasmalyte. Ketiga jenis cairan ini efektif untuk meningkatkan isi intravaskuler yang adekuat dan diperlukan jumlah cairan ini 4x lebih besar dari kehilangannya. Cairan ini cukup efektif sebagai cairan resusitasi dan waktu yang diperlukan relatif lebih pendek dibanding dengan cairan koloid.12 c. Cairan Hipertonik Cairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler utama. Oleh karena itu pemberian natrium hipertonik akan menarik cairan intraseluler ke dalam ekstraseluler. Peristiwa ini dikenal dengan infus internal. Disamping itu cairan natrium hipertonik mempunyai efek inotropik positif antara lain memvasodilatasi pembuluh darah paru dan sistemik. Cairan ini bermanfaat untuk luka bakar karena dapat mengurangi edema pada luka bakar, edema perifer dan mengurangi jumlah cairan yang dibutuhkan, contohnya NaCl 3%.12

Beberapa contoh cairan kristaloid :

a. Ringer Laktat (RL) Larutan yang mengandung konsentrasi Natrium 130 mEq/L, Kalium 4 mEq/l, Klorida 109mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Laktat 28 mEq/L. Laktat pada larutan ini dimetabolisme didalam hati dan sebagian kecil metabolisme juga terjadi dalam ginjal. Metabolisme ini akan terganggu pada penyakit yang menyebabkan gangguan fungsi hati. Laktat dimetabolisme menjadi piruvat kemudian dikonversi menjadi CO2 dan H2O (80% dikatalisis oleh enzim piruvat dehidrogenase) atau glukosa (20% dikatalisis oleh piruvat karboksilase). Kedua proses ini akan membentuk HCO3. Sejauh ini Ringer Laktat masih merupakan terapi pilihan karena komposisi elektrolitnya lebih mendekati komposisi elektrolit plasma. Cairan ini digunakan untuk mengatasi kehilangan cairan ekstra seluler yang akut. Cairan ini diberikan pada dehidrasi berat karena diare murni dan demam berdarah dengue. Pada keadaan syok, dehidrasi atau DSS pemberiannya bisa diguyur.12 b. Ringer Asetat Cairan ini mengandung Natrium 130 mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalium 4 mEq/l, Kalsium 3mEq/l dan Asetat 28 mEq/l. Cairan ini lebih cepat mengoreksi keadaan asidosis metabolik dibandingkan Ringer Laktat, karena asetat dimetabolisir di dalam otot, sedangkan laktat didalam hati. Laju metabolisme asetat 250 400 mEq/jam, sedangkan laktat 100 mEq/jam. Asetat akan dimetabolisme menjadi bikarbonat dengan cara asetat bergabung dengan ko-enzim A untuk membentuk asetil ko-A., reaksi ini dikatalisis oleh asetil ko-A sintetase dan mengkonsumsi ion hidrogen dalam prosesnya. Cairan ini bisa mengganti pemakaian Ringer Laktat. Glukosa 5%, 10% dan 20% Larutan yang berisi Dextrosa 50 gr/liter , 100 gr/liter , 200 gr/liter. Glukosa 5% digunakan pada keadaan gagal jantung sedangkan Glukosa 10% dan 20% digunakan pada keadaan hipoglikemi, gagal ginjal akut dengan anuria dan gagal ginjal akut dengan oliguria.12 c. NaCl 0,9%

Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154 mEq/L Klorida, yang digunakan sebagai cairan pengganti dan dianjurkan sebagai awal untuk penatalaksanaan hipovolemia yang disertai dengan

hiponatremia, hipokloremia atau alkalosis metabolik. Cairan ini digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan kardiogenik juga pada sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium seperti asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikaldan luka bakar. Pada anak dan bayi sakit penggunaan NaCl biasanya dikombinasikan dengancairan lain, seperti NaCl 0,9% dengan Glukosa 5%. 12 2.6.1.2 Jenis-Jenis Cairan Koloid a. Albumin. Terdiri dari 2 jenis yaitu: Albumin endogen. Albumin endogen merupakan protein utama yang dihasilkan dihasilkan di hati. Albumin merupakan protein serum utama dan berperan 80% terhadap tekanan onkotik plasma. Penurunan kadar Albumin 50% akan menurunkan 1/3 tekanan onkotik plasmanya. Albumin eksogen. Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum albumin, albumin eksogen yang diproduksi berasal dari serum manusia dan albumin eksogen yang dimurnikan (Purified protein fraction) dibuat dari plasma manusia yang dimurnikan. Albumin ini tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam fisiologis. Albumin 25% bila diberikan intravaskuler akan meningkatkan isi intravaskuler mendekati 5x jumlah yang diberikan. Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan onkotik plasma. Peningkatan ini menyebabkan translokasi cairan intersisial ke intravaskuler sepanjang jumlah cairan intersisial mencukupi. Komplikasi albumin adalah hipokalsemia yang dapat menyebabkan depresi

fungsimiokardium, reaksi alegi terutama pada jenis yang dibuat dari fraksi protein yang dimurnikan. Hal ini karena faktor aktivator prekalkrein yang cukup tinggi dan disamping itu harganya pun lebih

mahal dibanding dengan kristaloid. Larutan ini digunakan pada sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom.12 b. HES (Hidroxy Ethyl Starch). Merupakan senyawa kimia sintetis yang menyerupai glikogen. Cairan ini mengandung partikel dengan BM beragam dan merupakan campuran yang sangat heterogen. Tersedia dalam bentuk larutan 6% dalam garam fisiologis. Tekanan onkotiknya adalah 30 mmHg dan osmolaritasnya 310mosm/l. HES dibentuk dari hidroksilasi aminopektin, salah satu cabang polimer glukosa. Pada penelitian klinis dilaporkan bahwa HES merupakan volume ekspander yang cukup efektif. Efek intravaskulernya dapat berlangsung 3-24 jam. Pengikatan cairan intravasuler melebihi jumlah cairan yang diberikan oleh karena tekanan onkotiknya yang lebih tinggi. Komplikasi yang dijumpai adalah adanya gangguan mekanisme pembekuan darah. Hal initerjadi bila dosisnya melebihi 20ml/ kgBB/ hari.12 c. Dextran. Merupakan campuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam ukuran dan berat molekul. Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc mesenteriodes yang dikembangbiakkan di mediasucrose. BM bervariasi dari beberapa ribu sampai jutaan Dalton.Ada 2 jenis dextran yaitu dextran 40 dan 70. dextran 70 mempunyai BM 70.000 (25.000-125.000). Sediaannya terdapat dalam konsentrasi 6% dalam garam fisiologis. Dextran ini lebih lambat dieksresikan dibandingkan dextran 40. Oleh karena itu dextran 70 lebih efektif sebagai volume ekspander dan merupakan pilihan terbaik dibadingkan dengan dextran 40. Dextran 40 mempunyai BM 40.000 tersedia dalam konsentrasi 10% dalam garam fisiologis atau glukosa 5%. Molekul kecil ini difiltrasi cepat oleh ginjal dan dapat memberikan efek diuretik ringan. Sebagian kecil dapat menembus membran kapiler dan masuk ke ruang intertisial dan sebagian lagi melalui sistim limfatik kembali ke intravaskuler. Pemberian dextran untuk resusitasi cairan pada syok dan kegawatan menghasilkan perubahan hemodinamik berupa peningkatan transpor oksigen. Cairan ini

digunakan pada penyakit sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom. Komplikasi antara lain payah ginjal akut, reaksi anafilaktik dan gangguan pembekuan darah.12 d. Gelatin. Cairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada orang dewasa. Terdapat 2 bentuk sediaan yaitu:1.Modified Fluid Gelatin (MFG) 2. Urea Bridged Gelatin (UBG). Kedua cairan ini punya BM 35.000. Kedua jenis gelatin ini punya efek volume expander yang baik pada kegawatan. Komplikasi yang sering terjadi adalah reaksi anafilaksis. Cairan ini digunakan sebagai cairan rumatan pada penyakit bronkopneumonia, status asmatikus dan bronkiolitis. 2.6.2 Monitoring Pasien Syok Pemantauan yang dibutuhkan pada syok meliputi monitor rutin ataupun non-rutin untuk mengevaluasi hemodinamik, respirasi dan metabolik, serebral .Tak ada parameter klinis yang spesifik pada syok. Monitor Hemodinamik dapat berupa monitor non invasif maupun invasif. Invasif terutama diperlukan pada pemberian agen vasoaktif guna resusitasi atau terapi suportif kardiovaskuler.11

a. Kardiovaskuler Penilaian Klinis : Tekanan darah kontinyu, Nadi (amplitude dan ritme), perfusi perifer Monitoring noninvasif : Suhu, EKG, Ekokardiografi Monitoring invasif : Tekanan darah intraarteri, CVP, produksi urin, kateterisasi arterial b. Respirasi Penilaian Klinis : Laju, pola dan ritme nafas Monitor : Pulse oksimetri, kapnografi, x-foto thorax, analisa Gas darah, spirometri c.Metabolik Hematologi : Darah rutin, darah serial (3-4jam pertama), faktor koagulasi dan gangguan pembekuan

Biokimia : Urin rutin & sedimen, asam-basa, laktat darah, ureum/kreatinin, elektrolit darah, gula darah, ensim jantung, test fungsi hati

Mikrobiologi : Kultur darah (urin, sputum, LCS), sensitifitas test

d. Serebral : Glasgow Coma Scale, CT-Scan, EEG, Neuroimaging (MRI)

2.7 Komplikasi Syok Selain bertambahnya kerja miokardium dan kebutuhan terhadap oksigen, terjadi beberapa perubahan lain. Metabolisme anaerob diinduksi oleh syok sehingga miokardium tidak dapat mempertahankan cadangan fosfat berenergi tinggi (ATP) dalam kadar normal, dan kontraktilitas ventrikel akan makin terganggu. Hipoksia dan asidosis menghambat pembentukan energi dan mendorong berlanjutnya kerusakan sel-sel miokardium. Kedua faktor ini juga menggeser kurva fungsi ventrikel ke bawah dan ke kanan yang akan semakin menekan kontraktilitas dan dapat berakibat gangguan sebagai berikut :8 2.7.1 Gangguan Ginjal Perfusi ginjal yang menurun mengakibatkan anuria dengan keluaran urin kurang dari 20 ml/jam. Dengan semakin berkurangnya curah jantung, biasanya disertai dengan berkurangnya keluaran urin. Retensi

kompensatorik natrium dan air menyebabkan berkurangnya kadar natrium urin. Sejalan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus, terjadi peningkatan BUN dan kreatinin. Bila hipotensi berat dan

berkepanjangan, dapat terjadi nekrosis tubular akut yang kemudian disusul gagal ginjal akut. 8 Insufisiensi ginjal akut Aliran darah rendah pada glomelurus menyebabkan anoksi pada tubulus ginjal dan perubahan susunan sel-sel nephron. Penyebabnya mungkin yaitu endotoksin ( syok septik), mioglobin ( trauma otot), atau asidosis. Volume urin kurang dari 350 ml/ hari dengan riwayat keadaan aliran rendah, harus membuat pengamat waspada akan adanya insufisiensi

ginjal. Sedimen urina menunjukkan silinder tubular, granular atau eritrosit. 8 2.7.2 Gangguan pernafasan Gangguan pernapasan terjadi akibat syok. Komplikasi yang mematikan adalah gagal napas berat. Kongesti paru dan edema intraalveolar akan mengakibatkan hipoksia dan menurunnya gas darah arteri. Selain itu, dapat terjadi atelektasis dan infeksi paru. Faktor-faktor ini memicu terjadinya syok paru-paru, yang sekarang sering disebut sebagai sindrom gawat napas dewasa. Takipnea, dispnea, dan ronki basah dapat ditemukan, demikian juga gejala-gejala yang dijelaskan sebelumnya sebagai manifestasi gagal jantung ke belakang. 8 Sindroma gawat pernapasan dewasa(ARDS) Dapat timbul pada setiap tipe aliran rendah dan pada dasarnya merupakan sindroma kebocoran kapiler vaskular pulmonalis. penyebab

utama permeabilitas ini: Volume resusitasi berlebihan menaikkan tekanan hidrostatik pada pada pembuluh darah dan mendorong plasma ke membrana vaskular alveolus, sehingga mengganggu difusi oksigen Permeabilitas kapiler dapat terjadi karena reaksi komplemen terhadap endotoksin pada septikemia. Penyebab lain yaitu toksin yang terhirup seperti oksigen, asap, dan bahan kimia erosif, emboli lemak dan gangguan hematologi, transfusi darah yang besar dan pintas kardiopulmoner yang lama. 8

2.7.3 Gangguan Fungsi Hati Syok berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan fungsi sel hati. Kerusakan sel dapat terlokalisir pada zona-zona nekrosis yang terisolasi, atau dapat terjadi nekrosis hati masif dengan syok berat. Gangguan fungsi hati dapat nyata dan biasanya bermanifestasi sebagai peningkatan enzim-enzim hati, AST dan alanin aminotransferase (ALT, dulu disebut SGPT). Hipoksia hati juga merupakan mekanisme etiologi yang mengawali komplikasi-komplikasi ini. 8

2.7.4 Gangguan Saluran Cerna Iskemia saluran cerna yang berkepanjangan umumnya mengakibatkan nekrosis hemoragik pada usus besar. Cedera usus besar dapat memperberat syok melalui penimbunan cairan pada usus dan absorpsi bakteri dan endotoksin ke dalam sirkulasi. Penurunan motilitas saluran cerna hampir selalu ditemukan pada keadaan syok. 8 2.7.5 Koagulasi Intravaskular Diseminata (Dic) Dalam keadaan normal, aliran darah otak biasanya menunjukkan autoregulasi yang baik, yaitu dengan berdilatasi sebagai respons terhadap berkurangnya aliran darah atau iskemia. Namun, pengaturan aliran darah otak ternyata tidak mampu mempertahankan aliran dan perfusi yang memadai bila MAP di bawah 60 mm Hg. Selama hipotensi berat dapat dijumpai gejala defisit neurologik. Kelainan ini biasanya tidak berlangsung terus jika pasien pulih dari syok, kecuali jika disertai gangguan serebrovaskular. 8 Selama syok yang berkelanjutan, dapat terjadi penggumpalan komponen-komponen sel intravaskular sistem hematologik, yang akan meningkatkan tahanan pembuluh darah perifer lebih lanjut. Koagulasi intravaskular difus (DIC) dapat terjadi selama syok, yang akan memperburuk keadaan klinis. 8 Sindrom ini terjadi sebagai komplikasi dari semua tipe syok sirkulasi. Sindrom ini dibagi menjadi tahap: Koagulopati konsumsi Koagulopati primer Koagulopati dilusi Reaksi abnormal sistem fibrinolitik yang mengontrol pembekuan darah. Bila perdarahan sangat hebat, pembentukan trombin sangat meningkat dan trombin memungkinkan koagulasi. Sebagian besar protein koagulasi disintesis di dalam hati. Bila fungsi terganggu, pembentukan protein pembekuan darah ini kalah cepat dengan konsumsinya, sehingga menimbulkan koagulopati konsumsi. 8

2.8 Prognosis Syok Pengaruh sistemik dari syok akhirnya akan membuat syok menjadi ireversibel. Beberapa organ terserang cepat dan lebih nyata daripada yang lain. Seperti telah diketahui, miokardium akan menderita kerusakan yang paling dini pada keadaan syok.4 Syok dapat diobati jika penatalaksaanan dilakukan dengan cepat. Jika penanganan yang terlambat dapat mengakibatkan adanya banyak gejala-gejala yang dapat megakibatkan terjadinya penurunan cairan plasma dalam tubuh yang dapat mengakibatkan kematian. 4 Prognosis berbeda-beda sesuai asal dan lama syok terjadi. Oleh karena itu, 80% pasien usia muda (meskipun tidak sehat) dengan syok hipovolemik berhasil bertahan hidup melalui penatalaksanaan yang tepat, sementara syok kardiogenik yang disertai infark miokard luas atau syok gram negatif menimbulkan angka kematian sebesar 75%, meskipun dengan perawatan yang tercanggih. 4

BAB III PENUTUP Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk kebutuhan organ-organ di dalam tubuh. Syok diklasifikasikan berdasarkan etiologi dibagi menjadi syok hipovolemik, syok kardiogenik,

syok obstruktif dan syok distributif. Tanda klinik syok bervariasi tergantung pada penyebabnya. Secara umum, tanda kliniknya dapat berupa apatis, lemah, membrana mukosa pucat, kualitas pulsus jelek, respirasi cepat, temperatur tubuh rendah, tekanan darah rendah, capillary refill time lambat, takikardia atau bradikardia (kucing), oliguria, dan hemokonsentrasi (kecuali pada hemoragi). Tekanan arteri rendah, membrana mukosa pucat, capiilarity refill time (CRT) lambat (>2 detik), temperatur rektal rendah atau normal, takipnea, dan ekstremitas terasa dingin Syok hipovolemik adalah Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh hilangnya sirkulasi volume intravaskuler sebesar >2025% sebagai akibat dari perdarahan akut, dehidrasi, kehilangan cairan pada ruang ketiga atau akibat sekunder dilatasi arteri dan vena. Syok Kardiogenik Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh adanya kerusakan primer fungsi atau kapasitas pompa jantung untuk mencukupi volume jantung semenit, berkaitan dengan terganggunya preload, afterload, kontraktilitas, frekuensi ataupun ritme jantung. Syok Distributif Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh menurunnya tonus vaskuler mengakibatkan vasodilatasi arterial,

penumpukan vena dan redistribusi aliran darah. Syok Obstruktif Kegagalan perfusi dan suplai oksigen berkaitan dengan terganggunya mekanisme aliran balik darah. Berdasarkan etiologi tersebut baik mekanisme, gejala dan penatalaksanaannya memiliki karakteristik masing-masing sesuai dengan penyebabnya. Oleh karena itu penting halnya kita mengetahui perbedaan dan mengenal berbagai jenis syok yang dapat terjadi. Tujuan utama pengelolaan syok adalah mencapai normalisasi parameter hemodinamik melalui resusitasi dengan tujuan akhir adalah meningkatkan hantaran dan penggunaan oksigen oleh jaringan dan sel.. Pengelolaan syok sesuai dengan kaidah dan dilanjutkan dengan dengan titik penekanan terapi pada karakteristik klinis masing-masing syok.

Pengaruh sistemik dari syok akhirnya akan membuat syok menjadi ireversibel. Beberapa organ terserang cepat dan lebih nyata daripada yang lain. Syok dapat diobati jika penatalaksaanan dilakukan dengan cepat. Jika penanganan yang terlambat dapat mengakibatkan adanya banyak gejala-gejala yang dapat megakibatkan terjadinya penurunan cairan plasma dalam tubuh yang dapat mengakibatkan kematian, Prognosis berbeda-beda sesuai asal dan lama syok terjadi

DAFTAR PUSTAKA 1. Candido K.D., 2006, Physiologic and P h a r m a c o l o g i c B a s e s o f Anesthesia,Edited by Williams & Wilkins, Pennsylvania, p.255267 2. (Sudoyo, AW et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV 2006, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 3. Guyton Hall, 2007, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit buku Kedokteran. Jakarta.EGC 4. Robbins, 2007. Buku Ajar Patologi jilid 2. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta EGC 5. ATLS, 2007. Advance trauma and live support: shock management. 325:262-266 6. Jacob, 2010. Pathogenesis of sepsis: new concepts and implication for future treatment. BMJ 2003;325:262-266. Available at:

http://www.bmj.com 7. Berger, 2010. Cardiogenic shock: Diagnostic and treatment. 1st ed. Softcover of orig. ed. 2002. Humana Press Inc. 8. (Price, 2006) Shock in Emergency Medicine : Concepts and Clinical Practice.Mosby 9. Braunwald, 2001. Cardiovascular emergencies. In Proceedings of the SCIVAC Congress. Rimini, Italy. 10. Sibuea, W. H., M. M. Panggabean, dan S. P. Gultom. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka Cipta. 11. Kirby, R. 2007. Shock and shock resuscitation. In Proceedings of the Societa Culturale Italiana Veterinari Per Animali Da Compagnia Congress. Rimini, Italy. 12. Alderson P, Schierhout G, Roberts I, Bunn F.2000. Colloids versus crystalloids for fluid resuscitation in critically ill patients. Cochrane Database Syst.

You might also like