You are on page 1of 18

Pengembangan Wilayah

PEGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS EKONOMIS JAKABARING KOTA PALEMBANG

Program Pascasarjana Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya 2013

Oleh: Farisyah Melladia Utami 03042681318009

PEGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS EKONOMIS JAKABARING KOTA PALEMBANG

1.

PENDAHULUAN Wilayah Jakabaring Kota Palembang merupakan salah satu kawasan yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Wilayah Jakabaring merupakan salah satu daerah yang dapat dijadikan kawasan strategis dalam pertumbuhan ekonomi Kota Palembang. Hal ini bukan tidak beralasan, karena wilayah Jakabaring saat ini telah memiliki fasilitas olahraga dan perkantoran pemerintah. Sehingga kawasan Jakabaring dapat dijadikan proyeksi sebagai pengembangan wilayah pengembangan baru yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut dan sekitarnya.

2.

GEOLOGI LINGKUNGAN PALEMBANG DAN SEKITARNYA Berdasarkan kondisi geologi, Kota Palembang memiliki relief yang beraneka ragam terdiri dari tanah berupa lapisan aluvial dan lempung berpasir. Di bagian selatan kota, batuan berupa pasir lempung yang tembus air, sebelah utara berupa batuan lempung pasir yang kedap air, sedangkan sebelah barat berupa batuan lempung kerikil, pasir lempung yang tembus air hingga kedap air. Dari segi kondisi hidrologi, Kota Palembang terbelah oleh Sungai Musi menjadi dua bagian besar disebut Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Kota

Palembang mempunyai 108 anak sungai. Terdapat 4 sungai besar yang melintasi Kota Palembang. Sungai Musi adalah sungai terbesar dengan lebar rata-rata 504 meter (lebar terpanjang 1.350 meter berada disekitar Pulau Kemaro, dan lebar terpendek 250 meter berlokasi di sekitar Jembatan Musi II). Ketiga sungai besar lainnya adalah Sungai Komering dengan lebar rata-rata 236 meter; Sungai Ogan dengan lebar rata-rata 211 meter, dan Sungai Keramasan dengan lebar rata-rata 103 meter. Disamping sungai-sungai besar tersebut terdapat sungai-sungai kecil

lainnya terletak di Seberang Ilir yang berfungsi sebagai drainase perkotaan (terdapat 68 anak sungai aktif). Sungai-sungai kecil tersebut memiliki lebar berkisar antara 3 20 meter. Pada aliran sungai-sungai tersebut ada yang dibangun kolam retensi, sehingga menjadi bagian dari sempadan sungai. Permukaan air Sungai Musi sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pada musim kemarau terjadi penurunan debit sungai, sehingga permukaan air Sungai Musi mencapai ketinggian yang minimum. Pola aliran sungai di Kota

Palembang dapat digolongkan sebagai pola aliran dendritik, artinya merupakan ranting pohon, di mana dibentuk oleh aliran sungai utama (Sungai Musi) sebagai batang pohon, sedangkan anak-anak sungai sebagai ranting pohonnya. Pola aliran sungai seperti ini mencerminkan bahwa, daerah yang dialiri sungai tersebut memiliki topografi mendatar. Dengan kekerasan batuan relatif sama (uniform) sehingga air permukaan (run off) dapat berkembang secara luas, yang akhirnya akan membentuk pola aliran sungai (river channels) yang menyebar ke daerah tangkapan aliran sungai (catchment area). Keadaan topografi Kota Palembang, pada umumnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 4 12 meter di atas permukaan laut, dengan komposisi: 48% tanah dataran yang tidak tergenang air, 15% tanah tergenang secara musiman dan 35% tanah tergenang terus menerus sepanjang musim. Lokasi daerah yang tertinggi berada di Bukit Seguntang Kecamatan Ilir Barat I, dengan ketinggian sekitar 10 meter dpl. Sedangkan kondisi daerah terendah berada di daerah Sungai Lais, Kecamatan Ilir Timur II. Kota

Palembang dibedakan menjadi daerah dengan topografi mendatar sampai dengan landai, yaitu dengan kemiringan berkisar antara 0 - 3o dan daerah dengan topografi bergelombang dengan kemiringan berkisar antara 210o. Sebagian besar dari wilayah Kota Palembang merupakan dataran rendah yang landai dengan ketinggian tanah rata-rata + 12 meter di atas permukaan laut, sedangkan daerah yang bergelumbang ditemukan di beberapa tempat seperti Kenten, Terdapat perbedaan karakter topografi antara Seberang Ulu dan Seberang Ilir.

Wilayah Seberang Ulu pada umumnya mempunyai topografi yang relatif datar dan sebagian besar dengan tanah asli berada dibawah permukaan air pasang maksimum Sungai Musi ( 3,75 m diatas permukaan laut) kecuali lahan-lahan yang telah dibangun dan akan dibangun dimana permukaan tanah telah mengalami penimbunan dan reklamasi. Dibagian wilayah Seberang Ilir ditemui adanya variasi topografi (ketinggian) dari 4 m sampai 20 m diatas permukaan laut dan ditemui adanya penggunaan-penggunaan mikro dan lembah-lembah yang kontinyu dan tidak terdapat topografi yang terjal. Dengan demikian dari aspek topografi pada prinsipnya tidak ada faktor pembatas untuk pengembangan ruang, baik berupa kemiringan atau kelerengan yang besar.

3.

SIFAT FISIK DAN KETEKNIKAN TANAH DAN BATUAN Formasi batuan di daerah Palembang di dominasi oleh formasi lanau endapan rawa (Qs) dan formasi air benakat (Tma). Dari masing masing formasi tersebut memiliki sifat fisik dan keteknikan tanah dan batuan sebagai berikut: a. Lempung Endapan Rawa (Qs),terdiri dari lempung hingga lanau yang tersebar secara dominan di permukaan, ke arah bawah terdapat lanau hingga lempung mengandung material organik, selanjutnya lempung dengan lensa pasir dan lempung yang lebih konsisten hingga kedalaman lebih kurang 20,00 m (data sondir dan bor tangan). Lempung hingga lanau, ketebalannya antara 2,00 - 3,00m, berwarna kelabu kemerahan hingga kuning kemerahan, sangat lunak-teguh, plastisitas rendah - menengah, di beberapa tempat nilai penetrometer saku (qu) antara 0,75 - 2,25 kg/cm2 dengan nilai tekanan konus (nilai sondir) antara 1,00 - 25,00 kg/cm2. Lanau hingga lempung, ketebalannya antara 3,00 - 6,00 m (data bor tangan) berwarna kelabu kecoklatan hingga kehitaman, mengandung pasir dan material organik, plastisitas rendah, sangat lunak - lunak, nilai tekanan konus (nilai sondir) antara 1,00 - 10,00 kg/cm2. Lempung ketebalannya 1,00 - 4,00 m, berwarna kelabu putih hingga kelabu gelap, plastisitas rendah - sedang, sangat lunak -

lunak, nilai tekanan konus (nilai sondir) antara 5,00 - 15,00 kg/cm2 dan lensa pasir ketebalan 0,50 - 2,00 m, berbutir halus - sedang, sangat lepas -lepas, nilai tekanan konus (nilai sondir) antara 3,00 - 15,00 kg/cm2. Terakhir yang paling bawah adalah lempung dengan ketebalan antara 2,00 sampai lebih dari 5,00 m, berwarna abu-abu, plastisitas sedang - tinggi, teguh - kaku, nilai tekanan konus (nilai sondir) antara 10,00 - 80,00 kg/cm2. Secara umum formasi ini mempunyai tingkat kekuatan tanah dan batuan sangat rendah, penyebarannya paling luas yaitu melampar dari utara hingga tengah dan bagian timur daerah pemetaan. Hasil analisa laboratorium mekanika tanah dari contoh lempung hingga pasir di permukaan pada beberapa lokasi adalah: Gs= 2,616 - 2,685; m= 1,507 - 1,709 g/cm3; Wn= 23,24 - 76,65%; grup simbol CH, SP; c= 0,028 - 0,271 kg/cm2; = 5,93 - 24,68; Cv= 0,00044 0,00067 cm2/det; Cc= 0,074 - 1,280; Cs= 0,009 - 0,195; = 0,80 - 1,50 kg/cm2. b. Batu Lempung dan Serpih Formasi Airbenakat (Tma), Formasi ini didominasi oleh batu lempung berselingan dengan serpih dan lanau yang sebagian bersifat tufaan. Batu lempung melapuk rendah - menengah, berwarna abu-abu kecoklatan hingga putih kemerahan, berlapis tidak jelas, agak keras hingga mudah patah. Lanau melapuk menengah, berwarna coklat kemerahan, agak keras. Serpih melapuk rendah, berlapis baik, berwarna abuabu tua hingga abu-abu kecoklatan, agak keras - keras, terdapat perulangan sisipan tipis batuan terkonkresi (tebal antara 1,00 - 3,00 cm), berwarna merah kehitaman, keras sebagian mudah pecah dan dijumpai jalur urat konkresi yang memotong perlapisan. Secara umum formasi ini mempunyai tingkat kekuatan tanah dan batuan rendah - menengah, penyebarannya di bagian selatan memanjang dari barat ke timur, meliputi daerah sekitar Lubuk Karet, Lubuk Lancang, Talang Rimboalai, Pangkalan Panji, Pulau, Talangbetutu hingga Sukarami. Di bagian atas terdapat tanah penutup berupa lempung hingga lempung lanauan, tebal (data pemboran tangan) antara 0,50 - 2,00 m,

berwarna kuning kecoklatan hingga coklat kemerahan, teguh, plastisitas rendah - sedang, mengandung kerikil terkonkresi, keras, berukuran 0,20 5,00 cm, menyudut tanggung, terdiri dari kayu dan batu, setempat dijumpai sisipan pasir dengan tebal kurang lebih 20,00 cm, berbutir sedang, coklat, padat dan material organik tebal kurang lebih 10,00 cm, berwarna abu-abu kehitaman, agak keras. Di beberapa tempat nilai penetrometer saku (qu) pada lempung lanauan antara 2,25 3,00 kg/cm, nilai tekanan konus (nilai sondir) antara 10,00 35,00 kg/cm. Nilai tekanan konus (nilai sondir) pada batu lempung hingga serpih berkisar antara 30,00 > 150,00 kg/cm. Hasil analisa laboratorium mekanika tanah dari contoh tanah di permukaan pada beberapa lokasi adalah: Gs= 2,611 2,759; m= 1,618 1,817 g/cm3; Wn= 22,77 39,21 %; Grup simbol ML - MH, CH; c= 0,009 0,439 kg/cm; = 10,74 21,10. Pada batu lempung adalah: Gs= 2,649; m= 1,744 g/cm3; Wn= 32,46%; Grup simbol CH; c= 0,081 kg/cm; = 16,53.

4.

JENIS TANAH Tanah merupakan hasil pelapukan yang belum ditransportasi/belum mengalami sedimentasi. Faktor utama yang berpengaruh terhadap erosi tanah adalah jenis tanah, penggunaan lahan dan curah hujan. Jenis tanah alluvial disebut juga sebagai tanah tumbuh tanah endapan, kandungan bahan organiknya rendah, reaksi tanahnya masam sampai netral, struktur tanahnya pejal atau tanpa struktur dan konsistensinya keras waktu kering, teguh waktu lembab. Kandungan unsur haranya relatif kaya dan banyak bergantung pada bahan induknya. Secara keseluruhan tanah alluvial mempunyai sifat fisika kurang baik sampai sedang, sifat kimia sedang sampai baik, sehingga produktivitas tanahnya sedang sampai tinggi. Jenis tanah orgosol disebut juga sebagai tanah gambut tersusun dari timbunan bahan organic dengan ketebalan sangat bervariasi, mulai dari 50 cm sampai 5 meter diatas tanah mineral. Tekstur tanahnya bervariasi, tanpa struktur konsistensi tanahnya lepas, pH

tanahnya sangat masam dan tergenang air sepanjang tahun. Tanah ini tidak begitu potensial bagi pertanian karena sifat kimia dan fisiknya sangat jelek. Jenis tanah gleisol memiliki lapisan bahan organic sangat tipis, tekstur

tanahnya debu sampai liat berdebu, tanpa struktur, konsistensinya plastik sampai agak melekat, reaksi tanahnya sangat masam sampai agak masam (antara 4,5 6,0), kandungan unsur haranya rendah sampai sedang. Secara umum tanah ini memiliki sifat fisika dan kimia yang jelek, sehingga produktivitasnya rendah. Jenis tanah podsolik memiliki solum tanah agak tebal, yaitu 90 180 cm, tekstur tanahnya lempung berliat hingga liat, konsistensinya gembur di bagian atas dan teguh di lapisan bawah. Kandungan bahan organiknya kurang dari 5 %, kandungan unsur hara tanaman rendah, reaksi tanah (pH) sangat rendah sampai rendah (antara 4 4,5). Secara

keseluruhan jenis tanah podsolik memiliki sifat kimia kurang baik dan kurang mantap karena stabilitas agregatifnya kurang, sehingga mudah terkena erosi. Produktivitas tanah ini rendah sampai sedang. Jenis tanah regosol memiliki solum tanah yang tipis (kurang dari 25 cm), struktur tanahnya lepas atau berupa butir tunggal, tekstur tanah berupa pasir sampai lempung pasir, reaksi tanah netral sampai masam, permeabilitas sedang, infiltrasi cepat hingga sangat cepat dan peka terhadap erosi. Produktivitas tanahnya rendah untuk bertekstur pasir dan sedang untuk tekstur lempung berpasir. Lapisan tanah yang terdapat di Kota Palembang berupa tanah lempung, pasir lempung, napal dan napal pasiran. Keadaan stratigrafi wilayah Kota Palembang terbagi atas 3 bagian, yaitu : a. Satuan Aluvial dan Rawa, terdapat di Seberang Ulu dan Rawa-Rawa dibagian Timur dan bagian Barat wilayah Kota Palembang. b. Satuan Palembang Tengah, mempunyai batuan lempung dan lempung pasiran yang kedap air, tersebar dibagian Utara yaitu Kenten, Talang Betutu dan Sungai Ringgit (Kabupaten Banyu Asin). Sedangkan disebelah

Selatan tersebar ke arah Indralaya (Kabupaten Ogal Ilir) dan Gelumbang (Kabupaten Muara Enim). c. Satuan Palembang Bawah, tersebar dibagian dalam Kota Palembang dengan arah memanjang ke Barat daya dan Tenggara merupakan suatu rangkaian antiklin.

5.

HIDROLOGI Data hidrologi digunakan untuk mengetahui besarnya potensi sumber daya air tanah. Dalam hal ini sumberdaya air tanah berupa produktivitas air tanah, kedalaman muka air tanah bebas, serta keberadaan sumber air tanah. Potensi air tanah yang tinggi serta pengambilannya yang mudah (air tanah dangkal) akan menunjang kebutuhan kegiatan yang ada diatasnya (khususnya kebutuhan untuk kegiatan perkotaan). Dengan diketahuinya besar potensi sumberdaya air, maka data hidrologi ini pun dapat digunakan untuk menilai kelayakan permukiman berdasarkan produktivitas akuifer yang terkandung didalamnya. Adanya perbedaan karakter topografi di Kota Palembang (kawasan Seberang Ulu dengan Seberang Ilir) terkait dengan kondisi hidrologi, berupa keadaan anak-anak sungai dalam wilayah. Dibagian wilayah Seberang Ulu terdapat anak-anak sungai yang relatif besar dengan muara pada Sungai Musi. Anakanak Sungai Musi yang relatif besar dan berhulu di Pegunungan Bukit Barisan adalah Sungai Ogan dan Sungai Komering Sedangkan anak-anak Sungai Musi yang relatif kecil adalah Sungai Keramasan yang berhulu di Kabupaten Muara Enim. Selain anak-anak sungai tersebut, terdapat pula anak-anak sungai kecil dan pendek yang bermuara pada Sungai Musi dan berhulu pada wilayah Kota Palembang dan kawasan sekitarnya, seperti Sungai Aur dan Sungai Sriguna. Pada bagian wilayah Seberang Ilir, aliran anak-anak sungai terbagi menjadi 2 (dua) sesuai dengan karakteristik topografi yang ada, berupa adanya punggungan topografi. Pada bagian Selatan punggungan, terdapat anak-anak sungai yang mengalir pada Sungai Musi dan berhulu pada punggungan

topografi. Anak-anak sungai tersebut meliputi Sungai Lambidaro, Sekanak, Buah, Batang, Selincah dan sebagainya. Pada bagian utara punggungan terdapat anak-anak sungai yang mengalir keutara, yang bermuara antara lain ke Sungai Kenten.

6.

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN Berdasarkan kondisi fisik wilayah terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan mengenai daya dukung wilayah Kota Palembang, khususnya untuk menampung berbagai kegiatan. Dari data kemiringan lahan, ternyata wilayah ini sangat potensial untuk dijadikan kawasan budidaya walaupun itu harus dilihat dulu kemampuan tanah di wilayah tersebut. Kemampuan tanah amat ditentukan oleh kedalaman efektif, tekstur tanah, serta jenis tanah yang selanjutnya akan mempengaruhi pemanfaatan atas tanah itu sendiri. Kedalaman efektif tanah merupakan tebalnya lapisan tanah dari permukaan tanah sampai dengan bahan induk atau suatu lapisan dimana perakaran tanah dapat atau mungkin menembusnya. Faktor ini sangat erat kaitannya dengan tingkat perkembangan tanah, tingkat kepekaan erosi, maupun vegetasi yang dapat tumbuh di atasnya. Kedalaman efektif tanah ini juga mempengaruhi pemanfaatannya baik untuk bidang pertanian, maupun bidang non pertanian serta upaya pengelolaannya. Dengan melihat faktor kedalaman tanah efektifnya, maka tanah yang ada di Kota Palembang pada umumnya dapat dimanfaatkan secara intensif untuk kegiatan pertanian, terutama pertanian dengan jenis tanaman berakar cukup dalam seperti tanaman perkebunan. Apabila ditinjau kondisi tekstur tanahnya, wilayah ini cocok untuk pertanian tanaman lahan kering karena dengan sebagian besar tanah bertekstur sedang dan sebagian kecil bertekstur kasar, maka tingkat erosi di wilayah tersebut tidak terlalu besar. Namun ada beberapa kendala yang harus dihadapi oleh kota yang dilalui oleh Sungai Musi yang tergolong sungai besar, kendala tersebut antara lain adalah cukup besarnya persentase luas lahan di Kota Palembang yang berupa rawa.

Kendala lain sering terjadi pada musim kemarau yaitu penurunan debit sungai, sehingga permukaan air Sungai Musi mencapai ketinggian yang minimum. Struktur rawa yang ada di Kota Palembang juga dipengaruhi oleh pasang surut Sungai Musi dan sungai-sungai lain yang bermuara di Sungai Musi.

7.

PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN LAHAN Analisis pola penggunaan lahan dimaksudkan untuk melihat keadaan penggunaan lahan yang ada saat ini dan kecenderungan perubahannya. Hasil analisis ini selanjutnya menjadi dasar untuk kebijaksanaan penataan dan

peruntukan lahan di tahun-tahun mendatang. Analisis ini dikaitkan dengan ketersediaan dan kesesuaian lahan berdasarkan pengamatan terhadap kondisi fisik dasar Kota Palembang. Struktur penggunaan lahan yang sesuai, dapat menjadi arahan penggunaan lahan yang optimal. Hingga tahun 2007, penggunaan lahan di Kota Palembang menunjukkan masih luasnya lahan yang belum diusahakan. Hal ini dipengaruhi oleh tersebarnya kawasan rawa diseluruh kawasan Kota Palembang. Secara keseluruhan kawasan terbangun yang dapat diklasifikasikan sebagai kawasan perkotaan baru menempati lahan seluas 1.134 Ha atau sebesar 9,16 % dari luas kawasan terbangun yang ada di Kota Palembang. Kawasan terbangun yang diklasifikasikan sebagai kawasan perkotaan meliputi kegiatan

perdagangan&jasa, perkantoran dan industri. Dari hal tersebut terlihat bahwa dari keseluruhan kawasan terbangun yang terdapat di Kota Palembang, kawasan permukiman menempati area terluas yaitu mencapai 10.909,40 Ha atau sekitar 88,08 % dari luas total kawasan terbangun (Tabel I). Berdasarkan tabel II, dapat diketahui bahwa wilayah Jakabaring yang teletak di sekitar Kecamatan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II Kota Palembang tidak mengalami transfromasi penggunaan lahan secara signifikan (pada Kecamatan Seberang Ulu I) bahkan tidak mengalami perubahan penggunaan lahan sama sekali (pada Kecamatan Seberang Ulu II), khususnya pada tahun 2008.

Simpangan perubahan guna lahan pada Kecamatan Seberang Ulu I sebesar 0,61%, yang artinya adanya perubahan penggunaan lahan area non terbangun menjadi area terbangun sebesar 0,61%. Hal tersebut menandakan bahwa wilayah tersebut mengalami pertumbuhan fisik (pembangunan).

Tabel II. Simpangan Perubahan Guna Lahan Kota Palembang Tahun 2008
Luas Area No Kecamatan Terbangun 2004 (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Kalidoni Sematang Borang Sako Sukarami Alang-Alang Lebar Ilir Timur I Kemuning Ilir Timur II Ilir Barat I Gandus Kertapati Seberang Ulu I Seberang Ulu II Plaju 46,26 4,24 48,11 35,44 28,45 88,49 91,24 70,09 21,64 8,02 10,09 29,24 62,88 56,87 Luas Area Terbangun 2008 (%) 46,26 6,24 48,11 37,69 31,71 888,49 92,45 70,26 23,63 8,82 10,09 29,85 62,88 57,71 Luas Non Terbangun 2008 (%) 53,74 93,76 51,89 62,31 68,29 11,51 8,76 25,28 76,37 91,18 89,91 70,15 37,12 42,29 Simpangan Luas Area Terbangun (%) 0 2,00 0 2,25 3,26 0 1,21 0,17 1,99 0,8 0 0,61 0 0,84

Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang, 2009

8.

PENGEMBANGAN KAWASAN JAKABARING Bentang alam Kota Palembang merupakan daerah yang memiliki topografi mendatar (kemiringan berkisar antara 0 - 3o) sampai dengan landai (kemiringan berkisar antara 210o). Kawasan topografi pada kawasan

Jakabaring memiliki topografi yang landai, yaitu dengan kemiringan lereng 02%. Dengan kemiringan lereng yang landai tersebut, kawasan Jakabaring sangat

baik untuk digunakan sebagai kawasan perumahan dan pembangunan infra struktur. Keadaan topografi yang landai itu memiliki potensi terhadap genangan banjir dan drainase yang buruk.

Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang, 2012 PETA LERENG KOTA PALEMBANG Kawasan Jakabaring terletak di sekitar Kecamatan Seberang Ulu I dan

Kecamatan Seberang Ulu II. Pada Kawasan tersebut jumlah kepadatan penduduk masih termasuk rendah, sehingga masih memiliki potensi dikembangkan sebagai kawasan perumahan. Kawasan perumahan ini yang akan mendukung perkembangan pembangunan berkelanjutan di kawasan Jakabaring. Selain perkembangan

perumahan, Kawasan Jakabaring dapat dikembangkan menjadi komplek perkantoran pemerintah di Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini dapat di dukung dengan telah

berdirinya terlebih dahulu kegiatan perkantoran pemerintahan antara lain kantor DPRD Kota Palembang, Kantor KPUD Sumatera Selatan, Kantor Imigrasi, Kantor Kejaksaan Negeri, Sriwijaya Promotion Centre, dan Gedung Dekranasda.

Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang, 2012 PETA KEPADATAN PENDUDUK Dengan adanya pengembangan pemanfaatan lahan sebagai tempat perumahan dan pemukiman penduduk di kawasan Jakabaring, maka akan membantu kawasan Jakabaring menjadi salah satu kawasan strategis pertumbuhan ekonomi. Hal ini didukung oleh terdapatnya stadion Jakabaring bertaraf internasional salah satunya. Dengan pengembangan perumahan, tentu saja kebutuhan rumah tangga di kawasan

Jakabaring juga akan meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan ini, daerah kawasan Jakabaring juga dapat dikembangkan untuk pembangunan mall atau supermarket. Dengan adanya pembangunan mall atau supermarket ini juga dapat membantu mengurangi tingkat pengangguran yang ada di Kota Palembang. Dari sisi aspek geologi kawasan Jakabaring sangat cocok untuk dilakukan pembangunan, meskipun resiko terjadi bencana banjir juga mengancam. Dalam penataan kawasan Jakabaring aspek drainase sangat penting untuk di pertimbangkan. Masih banyaknya lahan kosong yang berada di sekitar kawasan Jakabaring, khususnya Kecamatan Seberang Ulu I dan Kecamatan Seberang Ulu II dapat dimanfaatkan dalam pembuatan danau buatan sekaligus taman kota guna membantu dalam proses drainase.

DAFTAR PUSTAKA

Utami, Tri Endah., Darmawan, Alwin,. Hermawan,____. Pemetaan Tematik Geologi Teknik Palembang dan Sekitarnya Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan.

Balai Pendidikan dan Pelatihan, 2008,Perencanaan Tata Ruang Wilayah dan Kota, Yayasan Badan PenerbitPekerjaan Umum, Jakarta.

______. 2012. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang 2012-2032. Bappeda Kota Palembang.

Tabel I. Penggunaan Lahan Kota Palembang 2007

Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang, 2009

You might also like