You are on page 1of 11

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perbincangan mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) di negara tercinta ini terasa makin banyak dipergunjingkan. Hal ini terjadi karena pemahaman terhadap adanya HAM belum memuaskan akibat dari banyaknya tanggapan- tanggapan yang berbeda-beda atau pro kontra antara orang/masyarakat awam dengan kalangan yang mengetahui betul seluk beluk HAM. HAM yang bersifat kodrati dan berlaku universal itu pada hakikatnya berisi ajaran moral yang harus dihormati oleh setiap orang secara individu ataupun kelompok bahkan para penguasa/ pemerintah sekalipun. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan lebih lanjut membahas mengenai kaitan antara pancasila dan hukuman mati, kontroversi hukuman mati, pro dan kontra terhadap hukuman mati, beserta pemecahannya

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu : 1. Apakah kaitan antara hukuman mati dengan Pancasila? 2. Apakah yang menyebabkan seseorang pro terhadap hukuman mati? 3. Apakah yang menyebabkan seseorang kontra terhadap hukuman mati tersebut?

1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui kaitan Pancasila dengan hukuman mati itu sendiri. 2. Untuk mengetahui alasan seseorang pro terhadap hukuman mati. 3. Untuk mengetahui alasan seseorang kontra terhadap hukuman mati tersebut.

1.4 Manfaat Penulisan Makalah ini disusun agar pembaca dapat lebih mengetahui dan ikut memikirkan permasalahanpermasalahan yang menjadi kontroversi yang

mengakibatkan pro kontra dalam masyarakat seperti adanya hukuman mati serta kaitannya dengan Pancasila dan tidak lupa agar tahu pemecahan yang dilakukan dalam menghadapi masalah di atas.

1.5 Metode Penulisan Makalah ini disusun dengan metode browsing melalui internet untuk mencari data-data yang berkaitan dengan judul makalah ini guna menunjang isi penulisan.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori 1. Hukuman Mati dalam Kaitannya dengan Pancasila Walaupun para terpidana mati seperti Amrozy cs yang telah tereksekusi mati baru-baru ini dalam kasus Bom Bali I, 12 Oktober 2002, dan Fabius Tibo, Marinus Riwu, serta Dominggus da Silva yang telah dieksekusi mati dalam kasus kerusuhan di Poso, Sulawesi Tengah, kontroversi mengenai penjatuhan hukuman mati di Indonesia tetap saja masih belum mereda. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), mereka tetap kukuh untuk menolak penjatuhan hukuman mati bagi para terpidana. Karena penjatuhan hukuman mati melanggar prinsip HAM secara universal serta telah melanggar UUD dan Pancasila. Dalam Pancasila terutama sila kemanusiaan yang adil dan beradab, Ketuhanan yang maha Esa, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Seperti yang telah kita ketahui bahwa salah satu hak dasar manusia adalah hak untuk hidup. Hal ini dapat dilihat dalam kasus penjatuhan hukuman mati, di samping diperbolehkan oleh hukum dan mempunyai kekuatan hukum tetap, pelanggaran HAM tetap berlaku di dalamnya. Karena sesungguhnya apabila telah membunuh orang lain berarti telah melanggar hak asasi orang lain untuk hidup. Namun bagi jaksa dan hakim yang menjatuhkan vonis pidana mati beserta para petugas pelaksanaan hukuman mati merupakan pelaksana aturan hukum yang memperbolehkan tersebut. Adanya pro dan kontra dari pelaksanaan hukuman mati ini hanya menambah adanya permasalahan dalam kehidupan masyarakat. Sesungguhnya masalah perdebatan antara yang
3

mempertahankan pidana mati dengan yang menolak pidana mati diantara kelompokkelompok penegak hukum dan agama sudah terjadi semenjak Belanda menjajah Indonesia. Belanda sangat licik memberlakukan hukuman mati tersebut di negara jajahannya yaitu Indonesia, padahal di negaranya sendiri hukuman mati sudah di hapuskan. Bagi yang menolak alasannya, pertama, mati hidup ada di tangan Tuhan, dan kedua karena perikemanusiaan seperti yang tercantum dalam sila Pancasila. Mati hidup itu didasari oleh Pancasila. Dan bagi yang tidak mempertahankan alasannya persatuan dan Keadilan Sosial. Jadi Pancasila bisa digunakan dalam dua sisi.

2. Pro terhadap Hukuman Mati Kitab Undang- undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru tak menghapus sama sekali soal pidana hukuman mati. Dalam pidana pokok memang tercantum soal pidana mati, tapi tercantum di pasal lain. Dengan kata lain, pidana mati itu sebagai perkecualian. Jadi kalau dalam struktur sanksi, pidana mati tidak ada, hanya diatur dalam pasal selanjutnya sebagai tindak pidana perkecualian untuk tindak pidana-tindak pidana yang berat. Tapi pada prinsipnya sama, hanya persoalan filosofi. Jadi di negara Pancasila ini, pidana mati sifatnya esepsional, tapi penerapannya sama saja, hanya lebih sopan. Dari segi politik kebijakan pidana baru tersebut lebih manusiawi. Selain itu, terdapat satu pasal pidana mati bersyarat yang artinya dalam jangka waktu tertentu seseorang yang dijatuhi hukuman mati, akan dievaluasi selama beberapa tahun, terserah lima atau sepuluh tahun. Apabila dia berprilaku yang baik dan positif, bisa diubah menjadi pidana seumur hidup. Ada beberapa agama yang menyetujui hukuman mati dilaksanakan. Salah satunya yaitu Agama Islam. Dimana agama tersebut membenarkan pidana mati. Hanya
4

ditempatkan di luar struktur pidana, diatur sendiri sebagai pidana perkecualian. Masalah pemberlakuan pidana mati di Indonesia di masa depan akan sama seperti di Amerika Serikat. Hak asasi manusia (HAM) sendiri menganjurkan pidana mati dihapuskan. HAM menjamin dipenuhinya hak-hak orang yang dipidana mati. Untuk kedepan, di Indonesia pidana mati ini tetap penting, tapi untuk menjatuhkannya perlu pertimbangan yang serius, misalnya bagi pelaku narkoba yang berat atau orang-orang yang melakukan terorisme, pengeboman yang jatuh banyak korban, itu hukumannya pidana mati. Tapi pidana mati memang meragukan. Sekarang tergantung dari tujuan pemidanaannya. Tujuan pemidanaan itu ada empat. Yang pertama yaitu

memasyarakatkan bagi mereka yang masih bisa dimasyarakatkan. Kedua, mencegah dilakukannya tindak pidana oleh orang lain. Ketiga, menyelesaiakan konflik, artinya supaya masyarakat puas, rasa pembalasannya dipenuhi, konflik tidak terjadi lagi. Dan keempat, membebaskan rasa bersalah. Jadina itu pidana itu tujuannya lebih kepencegahan semata, tetapi apakah akan efektif? Hal itu masih dipertanyakan.

3. Kontra terhadap Hukuman Mati Seperti yang diuraikan di atas dimana ada pro pasti ada kontra. Bagi mereka yang tidak setuju dengan hukuman mati berpendapat bahwa ancaman pidana mati secara historis tidak bersumber pada Pancasila, karena KUHP kita warisan Belanda, bahkan Belanda sendiri termasuk salah satu negara yang menghapuskan hukuman mati. Yang kedua, hukuman mati (pada dasarnya penbunuhan berencana juga) merupakan sesutau yang sangat berbahaya bila yang bersangkutan tidak bersalah. Tidaklah mungkin diadakan suatu perbaikan apapun bila orang sudah dipidana mati. Dan yang
5

ketiga, mereka yang menentang hukuman mati menghargai nilai pribadi, martabat kemanusiaan umumnya dan menghargai suatu pendekatan ilmiah untuk memahami motif-motif yang mendasari setiap tingkah laku manusia. Hasil sejumlah studi tentang kejahatan tidak menunjukkan adanya korelasi antara hukuman mati dengan berkurangnya tingkat kejahatan dan perikemanusiaan.. Dapat dilihat dengan kenyataan yang ada, pelaksanaan hukuman mati tidak dapat mengurangi tingkat kejahatan dan membuat jera para pelaku kejahatan di Indonesia. Contohnya saja dalam kasus kerusuhan di Poso oleh Tibo cs, setelah mereka dieksekusi mati, bukannya membuat jera para pelaku kejahatan tetapi malah semakin lama semakin melonjak. Selain itu, pernyataan lain mengatakan sikap pihak pasca eksekusi yang mengabaikan atau tidak peduli pada permintaan terakhir para korban terkait keyakinan iman mereka, yaitu di doakan di Gereja. Demikian pula penolakan pengiriman jenazah salah seorang korban ke tempat pemakaman yang dimintakan. Penolakan terhadap hukuman mati bukan saja harus didasarkan pada pertimbangan rasional, moral, dan agama, tetapi juga pada nurani kita sebagai manusia yang beradab. Pertimbangan moral bisa sangat subjektif, namun logika masyarakat kiranya tidak mendukung pelaksanaan hukuman mati yang didasarkan pada pengadilan serampanga, petimbangan kebencian dan dendam kesumat, sangat bertentangan dengan akal sehat atau rasio. Pertimbangan moral dan agama, sama sekali tidak diperdulikan sama sekali dalam hukuman mati. Itulah sebabnya hukuman mati harus dihapuskan. Bagi pertimbangn moral, manusia adalah makhluk mulia yang punya hati nurani. Walaupun cenderung berbuat jahat, namun mereka adalah manusia yang menjadi subjek moral, yang kehidupannya harus dihargai dan dihormati.

Dilihat dari sudut pandang moral, hukuman mati harus ditolak karena : pertama, keadilan harus ditegakkan dengan tidak mengakhiri hidup seseorang. Pelaksanaan hukuman mati berarti mengakhiri hidup seseorang sehingga tidak ada kesempatan bagi penjahat untuk memperbaiki perilakunya. Kedua, pelaksanaan hukuman mati bisa diartikan melindungi penjahat yang lain. Dalam kasus seperti yang baru terjadi di Palu, dengan mengakhiri hidup tiga terdakwa, maka pelaku kejahatan disebut-sebut menjadi dalang utama kerusuhan di Poso, justru tidak dikenai hukuman. Maka pelaksanaan hukuman mati sama sekali tidak mencerminkan penegakan keadilan. Ketiga, pelaksanaan hukuman mati sangat bertentangan dengan hakikat manusia sebagai makhluk bermoral. Pelaksanaan hukuman mati seperti tak berperasaan kemanusiaan. Keempat, hukuman mati melakui rasa keadilan masyarakat. Terhadap korban hukuman mati yang tidak sangat jelas kesalahannya, pelaksanaan hukuman mati bertentangan dengan moralitas masyarakat. Ada tiga sikap yang berbeda terhadap hukuman mati. Pertama, penganut paham rehabilitasi. Paham ini menolak sama sekali pelaksanaan hukuman mati, apa pun alasannya. Kalau keadilan dianggap sebagai alasan pelaksanaan hukuman mati, yaitu menghukum orang yang membunuh setimpal dengan kesalahan yang dilakukan. Hal itu bertentangan dengan tujuan keadilan: Bukan untuk menghukum tetapi untuk memperbaharui. Karena itu, hukuman mati dipandang sebagai suatu tindakan tidak adil terhadap penjahat yang justru perlu diberi kesempatan untuk berubah, bertobat dan memperbaiki diri. Yang kedua, penganut paham rekonstruksi yang berpendirian bahwa hukuman mati patut dilakukan bagi penjahat besar. Menurut mereka, keadilan bertujuan untuk membalaskan kesalahan yang dilakukan oleh seorang. Paham ini didasarkan pada lex talionis (hukum balas dendam) klasik yang terdapat hampir dalam semua budaya dan agama klasik yang dikenal dengan hukum : gigi ganti gigi, mata ganti mata.
7

Paham ini berpendirian bahwa masyarakat harus ditata ulang (direkonstruksi) atas dasar hukum agama. Maka paham ini biasa juga disebut sebagai paham teonomist karena mereka mengacu pada hukum Tuhan. Ketiga, penganut paham retribusi. Penganut paham ini berpendirian bahwa tujuan utama hukuman mati adalah menghukum pelaku kejahatan agar orang tersebut tidak lagi melakukan kejahatan dan orang lain menjadi takut dalam melakukan kejahatan yang sama. Penganut paham ini meyakini bahwa Tuhan memberi hak kepada pemerintah untuk melaksanakan keadilan dengan memberlakukan hukuman mati. Karena setiap orang tidak berhak menentukan keadilan sendiri maka pelaksanaan keadilan dilakukan oleh pemerintah, maka pemerintah berhak memberlakukan keadilan dengan melaksanakan hukuman mati bagi penjahat kakap.

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa di Indonesia pro kontra mengenai hukuman mati masih menjadi suatu hal yang marak diperdebatkan karena banyak pendapat-pendrapat yang muncul seiring dengan belum tegaknya pelaksanaan hukum di negara kita ini. Inilah yang mengakibatkan hukuman mati ini menjadi sangat kontroversial di masyarakat. Seperti masalah terpidana hukuman mati Tibo cs maupun Amrozy cs yang ujumg-ujungnya dieksekusi setelah lama dievaluasi selama beberapa tahu yang kesannya sengaja dilakukan untuk mengulur-ngulur waktu merupakan salah satu bentuk aparat pemerintahan kita yang tidak transparan. Sehingga hal ini menimbulkan tanda tanya besar, mengapa aparat pemerintah kita tidak tegas dalam pelaksanaan hukum, apakah ini disengaja atau tidak. Oleh karena itu hukuman mati perlu dikaji ulang oleh aparat penegak hukum di negara kita ini. Dimana dasar negara atau ideologi bangsa kita sendiri adalah Pancasila yang merupakan roh atau jiwa bangsa Indonesia. Sila-silanya yang berisikan Ketuhanan Yang Maha Esa, Keadilan Sosial, dan Perikemanusiaan. Dimana hidup dan mati seseorang tergantung dari kehendak Tuhan. Dari kajian itulah, hukuman mati hendaknya sesuai dengan Pancasila dan tidak lupa sesuai Hak Asasi manusia. Maksudnya tahapan-tahapan putusan seseorang sebelum dikenakan pidana mati sebaiknya sesuai dengan Pancasila dan Hak Asasi manusia yang berlaku di Indonesia.

3.2 Kritik dan Saran Makalah ini penulis susun sifatnya masih sederhana karena keterbatasan sumber yang temukan. Tentu saja dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangankekurangan yang jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, maka penulis mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun. Dan tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih.

10

11

You might also like