You are on page 1of 10

II.

IDENTIFIKASI KESEHATAN

FAKTOR-FAKTOR

YANG

MEMPENGARUHI

A. Faktor perilaku keluarga Faktor perilaku dapat dinilai dari pengetahuan, sikap, dan tindakan pasien serta keluarganya. 1. Pengetahuan pasien terhadap kesehatan Pengetahuan pasien terhadap penyakit yang dideritanya cukup minim karena edukasi serta penyuluhan mengenai penyakit yang diderita pasien cukup kurang dari pelayanan kesehatan setempat. 2. Tingkat pendidikan Meskipun pasien berpendidikan kurang, yaitu hanya tamat SD, pasien sangat menginginkan untuk mengetahui penyakitnya. Pasien segera mencari informasi mengenai penyakit yang dideritanya dan langsung merubah gaya hidupnya menjadi lebih baik dan dapat mengurangi kadar gula dalam tubuhnya yang berlebih tersebut. 3. Sikap tentang sakit Setelah mengetahui penyakit yang dideritanya, pasien merasa drop, dan nafsu makan menurun selama beberapa minggu. 4. Tindakan dalam memperhatikan faktor resiko yang menimbulkan penyakit Pasien gemar makan dengan porsi yang lebih dan tidak suka berolahraga dalam sehari-harinya. 5. Makanan bernutrisi Makanan yang pasien makan sebelum terkena penyakit adalah makanan yang mengandung gula banyak dengan porsi yang lebih, serta gemar meminum minuman yan mengandung banyak gula seperti sirup dalam kemasan botol. 6. Kebiasaan ketika bekerja Pasien bekerja sebagai petani di sawah yang jaraknya cukup dekat dari tempat tinggalnya. Sebelumnya, pasien bekerja di salah satu rumah sakit besar di Purwokerto sebagai (gatau......)

B. Faktor non perilaku Faktor non perilaku dapat dinilai dari lingkungan rumah keluarga, keturunan, dan pelayanan kesehatan. 1. Lingkungan rumah a. Letak rumah berada di sebuah pedesaan yang asri, bentuk bangunan tidak bertingkat, dan kepemilikan rumah merupakan milik sendiri. b. Jumlah penghuni di dalam rumah 6 orang dan memiliki halaman rumah c. Lantai rumah berupa keramik putih, dinding rumah terbuat dari tembok, dan atap rumah terbuat atap, jendela di rumah sebagai ventilasi baik dan cukup. d. Pembagian ruangan rumah terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, 4 kamar tidur, 1 ruang makan, 2 kamar mandi dan 1 dapur yang tidak memiliki atap. e. Penerangan di dalam rumah menggunakan listrik. Ventilasi di rumah cukup dan juga sering dibuka. f. Kebersihan dalam rumah cukup baik, pengelolaan sampah dengan dibakar kemudian dibuan ke tempat pembuangan. Selain itu terdapat 2 kamar mandi yang digunakan 1 keluarga untuk keperluan MCK g. Keadaan sekitar rumah yaitu di lingkungan sekitar rumah terdapat halaman rumah yang beralas semen, terdapat berbagai bunga, serta terdapat pohon rindang. Di dekat rumah, terdapat sungai kecil yan jernih. Di samping rumah, terdapat ranting-ranting pohon yang berserakan. Selain itu, keadaan udara di sekitar rumah masih sangat asri dan segar. 2. Faktor keturunan Tn. Narsim tidak memiliki faktor resiko diabetes mellitus serta hipertensi dari kedua orangtuanya. 3. Pelayanan kesehatan

Jarak pelayanan kesehatan dari tempat tinggal pasien cukup dekat dan terjangkau. Pasien juga mencari pertolongan kesehatan apabila diperlukan. Pasien sudah tidak memiliki asuransi kesehatan sebagai jaminan pelayanan kesehatan karena pasien sudah pensiun. Namun, pasien mengasuransikan jiwa nya kepada salah satu perusahaan asuransi swasta.

III. DIAGNOSIK HOLISTIK DAN PENANGANAN KOMPREHENSIF 1. Diagnostik holistic (Multiaspek) a. Aspek personal Aspek personal terdiri dari keluhan utama, gejala dan tanda serta berisi idea, concern, expectation, dan anxiety. 1) Keluhan Utama: Sakit kepala dan cepat lelah 2) Concern: sakit kepala dan cepat lelah yang mengganggu aktivitas Tn. Narsim 3) Anxiety: Tn. Narsim merasa cemas (blabla gatau harus isi apa so bingung 4) Expectation: Berharap dapat segera beraktivitas kembali tanpa keluhan apapun b. Aspek klinis Aspek ini meninjau pasien dari sisi medis artinya yang berkaitan dengan klinisnya. Aspek kilnis terdiri dari Diagnosis Klinis, Diagnosis Differensial (DD), Penyakit penyerta dan status gizi. 1) Diagnosis :Suspek DM dengan Hipertensi Grade 1 2) DD :

a) (nanti samain sm tinjauan pustaka dari dinda aja yaa biar sama) 3) Penyakit penyerta: Hipertensi 4) RPD : (Datanya di dinda so) c. Aspek faktor risiko internal Faktor resiko internal meliputi kepribadian atau kebiasaan hidup seseorang yang terkait dengan penyakitnya. Hal-hal yang

mempengaruhi faktor resiko internal, antara lain:

1) 2) 3) 4)

Usia : 59 tahun Jenis Kelamin: Laki-laki Nutrisi : Nutrisi Tn. Narsim terlalu banyak mengandung gula. Perilaku Individu/Kebiasaan/Life Style: Tn. Narsim jarang

berolahraga. 5) RPK: Ny. Karsitem tidak memiliki faktor resiko DM dan hipertensi yang diturunkan oleh kedua orang tuanya. d. Aspek faktor risiko eksternal Aspek faktor resiko eksternal berisi faktor-faktor resiko eksternal yang dapat mempengaruhi kondisi sehat-sakit individu, pasien, dan keluarganya. Faktor-faktor tersebut meliputi: 1) Pemicu sosial keluarga Tn. Narsim memiliki hubungan baik dengan keluarganya dan memiliki skor APGAR 8 yang merupakan keluarga sehat sehingga tidak dikatakan faktor resiko. 2) Pendidikan dan pergaulan Pendidikan Tn. Narsim hanya sampai sekolah dasar. Untuk pergaulan Tn. Narsim, beliau menghargai temannya ketika beliau diberi rokok, dan ia menghargai nya dengan mengisap rokok tersebut meski ia merasa langsung pusing setelah menghisapnya. 3) Layanan Kesehatan Layanan Kesehatan terdekat Desa(apa ya namanya), tempat tinggal Bapak Narsim, adalah Puskesmas I Sumbang yang berjarak kurang lebih 6 km. 4) Bangunan tempat tinggal Rumah Tn. Narsim terdiri dari 4 kamar tidur, 2 kamar mandi, ruang makan, dapur, dan ruang keluarga yang tidak bersatu dengan ruang tamu sehingga bisa dikatakan rumah yang sehat. 5) Lingkungan Pemukiman zzzz e. Aspek Skala Skor (Derajat Keparahan Penyakit)

Skala fungsi sosial Ny. Karsitem adalah 3, karena dengan batuk darah, Ny. Karsitem hanya mampu kerja ringan Kemampuan dalam Skala Fungsional Aktivitas Menjalankan Fungsi menjalani kehidupan untuk tidak tergantung pada orang lain Skala 1 Mampu pekerjaan melakukan seperti Perawatan diri, bekerja di dalam dan di luar rumah (mandiri)

sebelum sakit (tidak ada kesulitan) Skala 2 Mampu melakukan

Mulai aktivitas

mengurangi kerja

pekerjaan ringan seharihari di dalam dan di luar rumah (sedikit kesulitan) Skala 3 Mampu perawatan mampu pekerjaan melakuka diri, tetapi

(pekerjaan kantor)

Perawatan

diri

masih

bisa dilakukan, hanya mampu melakukan kerja ringan

melakukan ringan

(beberapa kesulitan) Skala 4 Dalam keadaan tertentu, masih mampu merawat diri, namun sebagian Tidak aktivitas tergantung keluangan melakukan kerja, pada

besar pekerjaan hanya duduk dan berbaring Skala 5 Perawatan diri dilakukan orang lain, tidak mampu berbuat berbaring pasif apa-apa,

Tergantung pada pelaku rawat

Tabel 3. Skala Fungsi Sosial

2. Penanganan Komprehensif a. Personal Care

1) Plan penegakkan diagnosis


a) Anamnesis dan pemeriksaan fisik Diagnosis klinis DM umumnya dipikirkan bila pasien menunjukkan gejala khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan idiopatik. Selain itu, mungkin ditemukannya keluhan lain seperti kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada wanita (Rubenstein, 2007). b) Pemeriksaan glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa Jika pada pasien ditemukan keluhan khas DM, maka pemeriksaan laboratorium glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Selain pemeriksaan glukosa darah sewaktu, pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dL juga bisa digunakan sebagai patokan diagnosis DM (Rubenstein, 2007).

2) Farmakologis
a) Metformin Efek utama metformin adalah menurunkan hepatic glucose output dan menurunkan kadar glukosa puasa. Monoterapi dengan metformin dapat menurunkan A1C sebesar ~ 1,5%. Pada umumnya metformin dapat ditolerir oleh pasien. Efek yang tidak diinginkan yang paling sering dikeluhkan adalah keluhan gastrointestinal. Monoterapi

metformin jarang disertai dengan hipoglikemia; dan metformin dapat digunakan secara aman tanpa menyebabkan hipoglikemia pada prediabetes. Efek nonglikemik yang penting dari metformin adalah tidak menyebabkan penambahan berat badan atau menyebabkan panurunan berat badan sedikit. Disfungsi ginjal merupakan

kontraindikasi untuk pemakaian metformin karena akan meningkatkan risiko asidosis laktik ; komplikasi ini jarang terjaditetapi fatal (Yunir, 2009). b) Sulfonilurea Sulfonilurea menurunkan kadar glukosa darah dengan cara

meningkatkan sekresi insulin.Dari segi efikasinya, sulfonylurea tidak berbeda dengan metformin, yaitu menurunkan A1C ~ 1,5%. Efek yang tidak diinginkan adalah hipoglikemia yang bisa berlangsung lama dan mengancam hidup. Episode hipoglikemia yang berat lebih sering terjadi

pada orang tua. Risiko hipoglikemia lebih besar dengan chlorpropamide dan glibenklamid dibandingkan dengan sulfonylurea generasi kedua yang lain. Sulfonilurea sering menyebabkan penambahan berat badan ~ 2 kg. Kelebihan sulfonylurea dalam memperbaiki kadar glukosa darah sudah maksimal pada setengah dosis maksimal , dan dosis yang lebih tinggi sebaiknya dihindari (Yunir, 2009). c) Glinide Seperti halnya sulfonylurea, glinide menstimulasi sekresi insulin akan tetapi golongan ini memiliki waktu paruh dalam sirkulasi yang lebih pendek dari pada sulfonylurea dan harus diminum dalam frekuensi yang lebih sering. Golongan glinide dapat merunkan A1C sebesar ~ 1,5 % Risiko peningkatan berat badan pada glinide menyerupai sulfonylurea, akan tetapi risiko hipoglikemia nya lebih kecil (Yunir, 2009). d) Penghambat-glukosidase Penghambat -glukosidase bekerja menghambat pemecahan

polisakharida di usus halus sehingga monosakharida yang dapat diabsorpsi berkurang dengan demikian peningkatan kadar glukosa postprandial dihambat.Monoterapi dengan penghambatglukosidase tidak mengakibatkan hipoglikemia. Golongan ini tidak seefektif metformin dan sulfonylurea dalam menurunkan kadar glukosa darah; A1C dapat turun sebesar 0,5 0,8 %. Meningkatnya karbohidrat di colon mengakibatkan meningkatnya produksi gas dan keluhan gastrointestinal. Pada penelitian klinik, 25-45% partisipan

menghentikan pemakaian obat ini karena efek samping tersebut (Yunir, 2009). e) Thiazolidinedione (TZD) TZD bekerja meningkatkan sensitivitas otot, lemak dan hepar terhadap insulin baik endogen maupun exogen. Data mengenai efek TZD dalam menurunkan kadar glukosa darah pada pemakaian monoterapi adalah penurunan A1C sebesar 0,5-1,4 %. Efek samping yang paling sering dikeluhkan adalah penambahan berat badan dan retensi cairan sehingga terjadi edema perifer dan peningkatan kejadian gagal jantung kongestif (Yunir, 2009). f) Insulin

Insulin merupakan obat tertua iuntuk diabetes, paling efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah. Bila digunakan dalam dosis adekuat, insulin dapat menurunkan setiap kadar A1C sampai mendekati target terapeutik. Tidakseperti obat antihiperglikemik lain, insulin tidak memiliki dosis maximal. Terapi insulin berkaitan dengan peningkatan berat badan dan hipoglikemia (Yunir, 2009).

g) Captopril Captopril merupakan obat untuk mengatasi hipertensi 12,5-25 mg diberikan selama 7 hari 1-2 jam sebelum makan (Yunir, 2009).

3) Non Farmakologis a) Banyak berolahraga b) Edukasi pasien tentang diabetes mellitus dan hipertensi c) Kurangi asupan yang banyak mengandung gula d) Kurangi asupan yang banyak mengandung garam e) Hindari merokok f) Hindari meminum minuman bersoda, beralkohol, dan minuman yang mengandung banyak gula g) Ubah gaya hidup yang buruk menjadi gaya hidup yang sehat h) Hindari stress i) Kurangi berat badan apabila pasien obesitas (Yunir, 2009).

4) Preventif a) Perbaiki asupan nutrisi b) Perbaiki gaya hidup sehat c) Mengurangi makanan yang banyak mengandung gula dan garam d) Tingkatkan kondisi imun tubuh

5) Promotif a) Asuransi kesehatan swasta (bener ga?) b) Posling c) Puskesmas d) Rumah sakit

6) Monitoring a) Melakukan kontrol rutin ke dokter sampai dinyatakan sembuh b) Meminum obat sesuai petunjuk dokter c) Diusahakan salah satu dari keluarga bersedia menjadi pengawas minum obat dari pasien agar pasien meminum obat secara teratur. b. Family focused 1) Edukasi faktor resiko eksternal a) Kurangi berat badan b) Kurangi stress c) Hindari makanan yang mengandung kadar gula tinggi d) Hindari makanan yang mengandung kadar Na tinggi

2) Dukungan keluarga terhadap kesembuhan a) Pengawasan minum obat b) Variasi menu makanan meski dengan kadar gula dan Na rendah c) Perhatian dan kasih sayang

3) Edukasi penyakit dan pencegahan a) Penjelasan mengenai DM dan hipertensi b) Penjelasan faktor resiko c) Penjelasan bagaimana upaya pencegahan

4) Lingkungan Benahi rumah agar pasien nyaman tinggal di rumah

c. Community Focused
1) Memberikan penjelasan tentang Diabetes mellitus dan hipertensi kepada tetangga maupun komunitas setempat. 2) Menjelaskan bahwa diabetes mellitus dan hipertensi merupakan penyakit yang dapat diturunkan oleh keluarga.

3) Menjelaskan bahwa kedua penyakit tersebut merupakan penyakit yang dapat timbul dari kesalahan gaya hidup seperti, asupan makanan yang salah, merokok, dam lain-lain.

4) Menghimbau (baku gak sih?) kepada masyarakat agar menerapkan gaya hidup yang sehat untuk mengurangi faktor risiko dari penyakit diabetes mellitus dan hipertensi. DAFTAR PUSTAKA: Rubenstein, D., Wayne D., John B. 2007. Lecture Notes : Kedokteran Klinis Edisi 6. Jakarta: Erlangga. Yunir,E; Suharko Soebandi. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing.

You might also like