You are on page 1of 6

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap tahun banyak keluarga yang merasa tertekan, karena anakanaknya mengalami masa pubertas sebelum waktunya, ditambah lagi terpaan media yang begitu hebat, membuat anak-anak tidak memiliki pilihan lain selain menerimanya, beragam informasi yang diterima anak saat ini, harus dilawan dengan informasi yang benar, dan ini adalah tanggungjawab orang tua dan pendidik memberikan mereka pendidikan tentang tubuh mereka, tentang hak dan keinginan mereka dalam memiliki teman dekat. Orang tua memberikan pendidikan seks kepada anaknya itu sangat penting sekali, apa lagi kalau anak itu memiliki keterbelakangan mental. Anak yang memiliki keterbelakangan mentalpun memiliki hak1, seperti halnya semua hak, membawa serta tanggung jawab yang harus dipikul bukan hanya untuk anak namun juga orang tua, pengasuh dan pendidik. Walaupun pada dasarnya, setiap orang wajib mampu mengurus kehidupannya sendiri untuk tidak menjadi beban tanggungan orang lain.2 Menyiapkan anak tunagrahita

1 2

Hak adalah segala sesuatu yang didapat atau diterima. BKKBN, Masalah Kependudukan Di Indonesia (Jakarta: Lembaga Keluarga Berencana ABRI dan BKKBN, 1984), p.22.

untuk kemungkinan dewasa, dengan banyak pilihan dan tanggung jawab, tentunya merupakan tantangan terbesar yang dihadapi orang tua.3 Pemerintah telah menetapkan, keputusan yang dapat dijadikan pengangan bagi para pendidik anak berkelainan mental untuk menggunakan istilah tunagrahita sebagaimana tertuang dalam PP No. 72 Tahun 1991 dikatakan bahwa anak-anak di bawah kelompok normal, baik perkembangan sosial maupun kecerdasannya disebut anak keterbelakangan mental istilah resminya disebut tunagrahita.4 Untuk selanjutnya penulis akan mengunakan tunagrahita5 dalam tulisan ini. Anak-anak tunagrahita memang berbeda, namun bukan berarti mereka harus dibeda-bedakan. Masalah pendidikan seks adalah masalah yang serius saat ini, karena kekurangan yang mereka miliki membuat mereka rentan terhadap tindak pelecehan seksual hingga perkosaan. Anak tunagrahita tidak mengerti tentang tubuhnya oleh sebab itu dibutuhkan sebuah strategi untuk mengajarkan pendidikan seks bagi anak-anak tunagrahita ringan.
3

Lisa Kupper, Lana Amber and Carol Valdivieso, Sex Education for those with Disabilities; preventing sexual abuse: Sexulity Education for Children and Youth with Disabilities (http://www.cdadc.com/ds/sed.htm). Lihat juga Bicara Seks Bersama Anak by Alya Andika, Jogyakarta: Pustaka Angrek, 2010. 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 72 Tahun 1991 Tentang Pendidikan Luar Biasa. (www.hukumonline.com) 5 Tunagrahita sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut: 1) Lemah pikiran (Feeble Minded), 2) Terbelakang mental (Mentally Retarded), 3) Bodoh atau dungu (Idiot) 4) Pandir (Imbecile), 4) Tolol (Moron), 5) Oligofrenia (Oligophrenia), 5) Mampu Didik (Educable), 6) Mampu Latih (Trainable), 7) Ketergantungan penuh (Totally Dependent) atau Butuh Rawat, 8) Mental Subnormal, 9) Defisit Mental, 10) Defisit Kognitif, 11) Cacat Mental, 12) Defisiensi Mental, 14) Gangguan Intelektual. (http://id.wikipedia.org/wiki/Tunagrahita)

Secara alami pertumbuhan manusia adalah pada satu titik tertentu, anak akan bertanggung jawab atas kehidupan mereka sendiri, termasuk tubuh mereka. Banyak orang tua tidak merasa nyaman apabila membahas masalah seks kepada anak-anaknya, terlepas dari anaknya normal atau cacat, terlepas dari budaya mereka, latar belakangan pendidikan, keyakinan dan pengalaman hidup. Bagi orang tua yang anaknya tunagrahita setiap tahun kegelisahan dan keraguan meningkat.6 Masalah seksual sesungguhnya sangat perlu dan penting untuk diketahui, tidak hanya orang dewasa namun juga untuk anak usia dini. Jika diibaratkan anak adalah kertas putih, terserah bagaimana orang tua atau pendidik di sekitarnya hendak menulis jika tulisan dalam kertas putih itu benar, maka benar juga pemahamannya. Namun jika tulisannya salah pemahamannya tentu saja salah.7 Anak tidak mendapat pendidikan yang baik diusianya yang masih terhitung dini. Begitu pentingnya masalah tersebut sehingga sudah seharusnya anak usia dini diberikan pendidikan seksual secara benar. Atas dasar itulah peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai pendidikan seks pada anak usia dini. Pendidikan yang seperti apa yang dilaksanakan dan strategi guru dalam merealisasikan pendidikan seks

Lisa Kupper, Lana Amber and Carol Valdivieso, Sex Education for those with Disabilities; preventing sexual abuse: Sexulity Education for Children and Youth with Disabilities, p.1. (http://www.cdadc.com/ds/sed.htm) 7 Guno Asmoro, Sex Educaton For Kids (Jogyakarta: Kreasi Wacana, 2006), p.4.

tersebut kepada anak usia dini khususnya anak tunagrahita ringan agar mereka dapat memahami seksualitas mereka dengan baik dan benar. Fokus penelitian adalah pendidikan seks untuk anak tunagrahita ringan melalui model modifikasi perilaku, maka sekolah yang dipilih adalah SDLB/C Asih Budi I Jakarta Selatan, dengan pertimbangan khusus bahwa SDLB/C Asih Budi I sudah berdiri sejak 28 Desember 1957, dan Yayasan Asih Budi telah menandatangani nota kesepakatan kerjasama (Memorendum of Understanding) dengan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dengan menjadikan SDLB/C Asih Budi sebagai Lab School ketungrahitaan UNJ. Berkaitan dengan masalah yang telah diidentifikasi, ternyata cukup banyak masalah yang muncul, untuk itu dalam penelitian ini akan dibatasi permasalahannya. Pertimbangan lain dalam membatasi permasalahan adalah kemampuan, dana, tenaga dan waktu. Area yang terkait dengan penelitian ini, adalah anak tunagrahita ringan kelas 3 SDLB/C Asih Budi I Jakarta Selatan. Penelitian ini menjelaskan diajarkan pada anak tunagrahita ringan,

proses pendidikan seks yang melalui model modifikasi perilaku.

B. FOKUS PENELITIAN Fokus utama dalam penelitian ini, adalah penerapan pendidikan seks secara terpadu dalam meningkatkan rasa mawas diri anak usia dini tunagrahita ringan melalui model modifikasi perlaku di SDLB/C Asih Budi I

Jakarta. Penerapan pendidikan seks secara terpadu dipilih sebagai metode yang digunakan untuk mengajarkan pendidikan seks adalah dengan alasan bahwa di kelas 1 sampai kelas 3 metode pembelajarannya berdasarkan Tema, sehingga pendidikan seks secara terpadu melalui model modifikasi perilaku cocok digunakan.

C. PERUMUSAN MASALAH 1. Apakah terjadi peningkatan pemahaman tentang seks, setelah diberikan pendidikan seks, melalui model belajar modifikasi perilaku? 2. Bagaimanakah proses pembelajaran pendidikan seks untuk anak tunagrahita ringan kelas 3 SDLB/C menggunakan model modifikasi perilaku? Asih Budi I Jakarta, dengan

D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini bermanfaat baik secara akademis maupun praktis, yaitu: 1. Manfaat Akademis : Manfaat akademis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: a. Melalui penelitian ini, peneliti ingin memberikan gambaran tentang pendidikan seks dengan menggunakan model modifikasi perilaku di SDLB/C, sehingga guru dapat melaksanakannya di kelas. b. Untuk melengkapi penelitian mengenai pendidikan seks untuk anak tunagrahita terkait dengan model modifikasi perilaku.

2. Manfaat praktis Adapun manfaat praktis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: a. Untuk dapat digunakan sebagai salah satu landasan bagi para peneliti berikutnya, yang tertarik untuk meneliti masalah yang sama. b. Dapat dijadikan bahan masukan bagi guru SDLB/C Asih Budi I Jakarta, dalam mengajarkan pendidikan seks dengan model modifikasi perilaku.

You might also like