You are on page 1of 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan tentang kajian hasil penelitian yang diawali dengan studi pendahuluan sebagai dasar penelitian. Hasil penelitian yang disertai dengan pembahasan siklus juga dilaporkan secara berurutan dan sistematis sesuai dengan tujuan penelitian yang dikemukakan di Bab III.

A. Deskripsi Latar 1. Kondisi Umum Lokasi Sekolah Sekolah Dasar Luar Biasa bagian C (SDLB/C) Asih Budi I terletak di jalan Jl. Patra Kuningan XI Ujung, Menteng Dalam Tebet, Jakarta Selatan. Dengan jumlah 33 siswa, laki-laki 19 dan perempuan 14. Tenaga pengajar berjumlah 5 guru semua berlatar belakang pendidikan luar biasa. 1 guru menari, 1 psikolog, 1 terapi wicara. SDLB/C Asih Budi berdiri pada tanggal 28 Desember 1957 dengan badan hukum No. 3592/1.851932. Gambaran umum mengenai karakteristik siswa kelas 3 SDLB/C Asih Budi terdiri dari 8 siswa. 4 perempuan dan 4 laki-laki, berusia sekitar 10-13 tahun dan kecerdasan antara 55-70 Scala Wichsler.1 Kemampuan membaca sama dengan anak SD kelas 1 sedangkan kemampuan menghitung sampai

------, Kuantar Ke Cakrawala Menjadikan Anak Tunagrahita Bagian Dari Masyarakat Inklusif (Jakarta: Jala Permana, 2008), p.6

74

75

30 dapat menjumlah maksimal 15. Kemampuan motorik halus kurang baik, beberapa siswa berbicara dengan lafal yang kurang jelas, namun memahami kalau orang lain bicara. Hampir semua siswa sulit untuk berkonstrasi, perhatian mudah teralih, satu siswa putra selalu asyik dengan dirinya sendiri, teman-temannya tidak mau dekat-dekat, dan satu putri sibuk dengan dunianya sendiri tidak mau bicara dengan orang lain.

2. Kondisi Awal Pembelajaran Sebelum Tindakan Pada awal penelitian, dilakukan asesmen awal yang bertujuan untuk mengetahui kondisi awal pemahaman seks anak. Pada asesmen awal ini data kuantitatif diperoleh dengan menggunakan rating scale. Hasil observasi, selanjutnya dianalisis sesuai dengan kondisi awal yang dimiliki. Ada tiga dimensi yang diobservasi, pertama adalah pemahaman tentang gender terdiri atas 4 item yaitu: dapat membedakan anak laki-laki dan anak perempuan, dapat menyebutkan teman yang berjenis kelamin lakilaki dan perempuan, dapat menunjukkan teman laki-laki dan perempuan. Dimensi pertama ini skor tertinggi yang harus dicapai adalah 16. Hasilnya adalah siswa-siswi SDLB/C Asih Budi I kurang memahami bahwa laki-laki dan perempuan berbeda dengan nilai X = 9,50. Dimensi kedua adalah kemampuan untuk menjaga kebersihan alat genital dan berlaku sopan terdiri atas 5 item yaitu: kemampuan untuk

76

menjaga kebersihan alat genital, dapat membersihkan diri sendiri setelah buang air besar dan kecil, mengetahui akibat yang timbul apabila tidak

membersihkan alat genital setelah buang air besar atau kecil, serta dapat menggunakan alat-alat kebersihan. Aspek kedua dari dimensi kedua adalah berprilaku sopan, yaitu dapat duduk dengan sopan baik di rumah, di sekolah dan di tempat umum lainnya, dapat mengucapkan salam ketika bertemu teman, guru dan orang lain yang dikenal. Pada dimensi kedua ini skor tertinggi yang harus dicapai adalah 20. anak-anak SDLB/C kurang mampu melakukannya namun dapat memahami tata krama yang berlaku di sekolah dan masyarakat, dengan nilai X = 11.87. Dimensi ketiga adalah menjauhkan diri dari tindakan pelecehan seksual, terdiri atas 5 item yaitu dapat mengtakan TIDAK ketika ada yang menyentuh tubuhnya, yang membuka bajunya, ada yang memaksa melakukan sesuatu dan dia tidak suka, serta dapat menceritakan kepada orang tua atau guru tentang kejadian yang telah mereka alami. Kemudian dapat membedakan mana yang dapat dilakukan ditempat tertutup dan mana yang tidak. Dimensi ini skor tertinggi yang harus dicapai adalah 20. Anak-anak Asih Budi I masih belum mampu untuk mengatakan tidak pada orang lain

77

yang menyentuh tubuhnya tapi mereka sudah memahami apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan ditempat terbuka, pada dimensi ini nilai X = 9.31. Total skor pada dimensi pertama, kedua dan ketiga yang harus dicapai adalah 56, dan anak-anak SDLB/C Asih Budi I kelas 3 mendapat nilai X = 30.87, yang artinya masih kurang. Berikut ini adalah tabel penilaian awal pendidikan seks siswa kelas 3 SDLB/C Asih Budi.

Tabel 4. Kemampuan Awal Sebelum Tindakan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Nama LM FS SS IN SA FA AK SP Observasi Awal Pengamat 1 Pengamat 2 22 24 39 39 21 23 14 14 28 29 51 51 39 40 30 30 X 23 39 22 14 28.5 51 39.5 30

Dari asesmen awal dapat diketahui bahwa, pemahaman anak tentang seks mempunyai nilai performan yang kurang, hasil tersebut menunjukkan dari 8 anak hanya 4 diantaranya memiliki kemampuan cukup baik. Reabilitas dilakukan dengan jalan mengkorelasikan hasil pengamatan yang dilakukan oleh dua orang pengamat dengan menggunakan uji non parametrik model Wilcoxon dengan = 0.05, hasilnya rh = 0.995, rt = 0.7067 dengan demikian rhitung lebih besar dari rtabel, maka signifikan, artinya tingkat

78

kepercayaan antar interrater tinggi, dengan demikian dapat dikatakan bahwa, tidak ada perbedaan pendapat antara pengamat 1 dan pengamat 2 mengenai data yang diperoleh karena, itu data memiliki kepercayaan tinggi. (Data terlampir hal 146-147). Diagram 1. Pra penelitian
60 40 20 0 LM FS SS IN SA FA 2224 51 51 2123 28 29 14 14 39 40 30 30

3939

AK

SP

Total Pengamat 1

Total Pengamat 2

Berdasarkan diagram di atas dapat dikatakan hasil asesmen awal pemahaman seks diperoleh data bahwa, kemampuan anak dalam

pemahaman seks, empat anak cukup baik sedangkan empat diantaranya sangat kurang, dengan = 30.87, artinya baru sekitar 55% siswa SDLB/C untuk

Asih Budi I memahami seks. Ini merupakan dasar peneliti memberlakukan siklus pertama.

79

B. Deskripsi Proses dan Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam satu siklus dengan delapan kali pertemuan. Siklus I ini memiliki 4 tahapan yaitu perencanaan tindakan, tindakan, observasi dan refleksi, yang akan diuraikan sebagai berikut: 1. Siklus I Siklus pertama ini dimulai pada tanggal 10 November 2011 dan berakhir pada tanggal 25 November 2011. a. Perencanaan Tindakan Deskripsi awal dalam proses pembelajaran ini meliputi: membedah kurikulum dan menentukan tema pembelajaran dan media yang digunakan, melakukan asesmen awal, dan mempersiapkan format observasi dan mempersipakan alat perekam. Menentukan tujuan khusus berdasarkan kompetensi dasar dan indikator yang tertera dalam kurikulum kelas 3 SLB/C, ditambah dengan pengetahuan peneliti dari referensi. Pembuatan jaring laba-laba dan satuan pembelajaran dibuat berdasarkan Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator, serta mengaitkan tema yang telah dipilih yang berisi: tujuan, materi pembelajaran dengan uraian yang rinci, media yang diperlukan dan penutup. Terdapat tiga dimensi yang diberikan untuk meningkatan pemahaman seks yaitu: kemampuan untuk membedakan jenis kelamin/gender, aspek yang diteliti: dapat membedakan anak laki-laki dan anak perempuan, dapat

80

menyebutkan teman yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, serta dapat menunjukkan teman laki-laki dan perempuan. Dimensi kedua adalah kemampuan untuk menjaga kebersihan alat genital dan berlaku sopan kemampuan untuk menjaga kebersihan alat genital aspek yang diteliti: dapat membersihkan diri sendiri setelah buang air besar dan kecil, mengetahui akibat yang timbul apabila tidak memebersihkan alat genital setelah buang air besar atau kecil, dapat menggunakan alat-alat kebersihan. Masih bagian dari dimensi kedua berprilaku sopan, aspek yang diteliti: dapat duduk dengan sopan baik di rumah, di sekolah dan di tempat umum lainnya, dapat mengucapkan salam ketika bertemu teman, guru dan orang lain yang dikenal. Dimensi yang ketiga adalah menjauhkan diri dari tindakan pelecehan seksual, aspek yang diteliti: dapat mengatakan TIDAK ketika ada yang menyentuh tubuhnya, yang membuka bajunya, yang memakasa melakukan sesuatu dan dia tidak suka, dapat menceritakan kepada orang tua atau guru tentang kejadian yang telah mereka alami. Kemudian dapat membedakan yang mana yang dapat dilakukan ditempat tertutup dan mana yang tidak.

81

Tabel 5. Jadwal Siklus I Pendidikan Seks Untuk Anak Tunagrahita Melalui Model Modifikasi Perilaku
Perte muan ke 1. Tanggal Tema/Sub Tema Tubuhku Kemampuan Yang Diharapkan Media/Alat Catatan Lapangan CL. 1

Kamis 10, November 2011

Kemampuan membedakan jenis kelamin a. menyebutkan ciri anak lakilaki dan anak perempuan b. membedakan anak laki-laki dan anak perempuan c. menyebutkan anak yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan d. menunjukkan teman yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan

Gambar dan mainan anak lakilaki dan perempuan, kertas concorde, lem gambar

2.

Jumat, 11 November 2011

Tubuhku

Kebersihan alat genital: Alat peraga a. menyiram lantai dan sesuai jamban sebelum buang air indikator besar/kecil b. buang air besar/kecil c. cebok, bagi perempuan melap vagina dengan tisu d. siram jambannya e. cuci tangan dengan sabun f. keringkan tangan dengan lap Penyakit yang ditimbukan Alat peraga apabila tidak dibersihkan sesuai a. alat genital akan terasa indikator gatal b. timbul keputihan bagi perempuan c. terkena penyakit kelamin alat-alat kebersihan: a. sabun untuk membersihkan badan b. sampo untuk membersihkan rambut

CL. 2

3.

Sabtu, 12 November 2011

Tubuhku

CL. 3

4.

Kamis, 17 November 2011

Tubuhku

Alat-alat CL. 4 kebersihan : sabun mandi, sabun cuci

82

5.

Jumat, 18 November 2011

Temanku

c. handuk untuk mengeringkan badan d.sikat gigi dan odol untuk membersihkan gigi Duduk sopan dirumah, di sekolah, dan di tempat umum lainnya: a. duduk dengan sopan, kaki tidak naik keatas kursi b. rok dirapikan agar pakaian dalam tidak terlihat orang lain

tangan, tissue, odol, sikat gigi Diri sendiri CL. 5

6.

Sabtu, 19 November 2011

Temanku

Tata krama: a. memberi salam pada guru Diri sendiri saat bertemu b. ucapkan salam ketika bertemu teman c. ucapkan salam ketika bertemu dengan orang yang dikenal Dapat mengatakan Tidak: Buku cerita a. mengatakan tidak ketika ada yang menyentuh tubuhmu misalnya: tangan, payudara, bagian yang sensitive, bagian tubuhmu yang kamu tutupi b. mengatakan tidak ketika ada yang membuka bajumu, kalau dia masih melakukukannya teriak saja c. kalau tidak nyaman berteriak saja Menceritaka kejadian yang Buku cerita telah dialami a. ceritakan pada orang yang lebih dewasa, misalnya guru, orang tua yang kamu percaya tentang kejadian hari itu b. jangan menyalahkan dirimu atas kejadian hari itu c. ciuman, pelukan dapat kamu terima kalau kamu

CL. 6

7.

Kamis, 24 November 2011

CL. 7

83

merasa nyaman. 8. Jumat, 25 November 2012 Kegiatan yang dapat dilakukan Buku cerita ditempat terbuka dan tertutup: a. mandi, pakai baju, buang air besar/kecil harus ditempat tertutup b. anak laki-laki dan perempuan harus menggenakan pakaian dalam, kolor dan kaos dalam. CL. 8

b. Pelaksanaan Tindakan Tindakan pembahasannya: 1) Pertemuan pertama Pertemuan pertama ini adalah mengenai membedakan jenis ini akan dilaksanakan 8 kali pertemuan, berikut

kelamin/gender. Pembelajaran pendidikan seks pada anak tunagrahita ringan kelas 3 SDLB/ C yang dilakukan adalah menyebutkan ciri anak laki-laki dan anak perempuan, membedakan anak laki-laki dan anak perempuan, menyebutkan anak yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, menunjukkan teman yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Kemampuan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman anak

membedakan jenis kelamin/gender dan memberikan kesempatan pada anak untuk semakin memahami bahwa laki-laki dan perempuan berbeda. Karena temanya dalah tubuhku, guru juga mengaitkan dengan pelajaran agama. Setelah menceritakan bahwa anak laki-laki dan perempuan

84

berbeda guru juga menjelaskan bahwa semua anak sama saja memiliki hak dan kewajiban yang sama. Karena pembelajaran secara terpadu dan tema minggu ini adalah tubuhku maka guru juga menjelaskan bahwa yang menciptakan kita adalah Tuhan yang begitu sayang pada kita. Anak-anak begitu senang, dengan suara guru yang lembut membuat anak-anak merasa disayang dan diperhatikan. Pada pertemuan pertama ini peneliti menemukan kegiatan ini berlangsung dengan sangat antusias, terlihat jelas bahwa mereka sudah memahami bahwa laki-laki dan perempuan berbeda, mereka sudah dapat menyebutkan ciri-ciri anak laki-laki dan perempuan. Seorang anak berkata bahwa ibunya adalah seorang perempuan. Kemudian anak-anak dengan semangat menyusun dan menempel puzzle pada kertas concorde,

kegembiraan ditambah dengan bermain Simon Says tentang gender, kalau salah akan dihukum dan yang benar akan mendapat hadiah. Berikut hasil dokumentasi anak dalam melakukan performan

menyusun dan menempel puzzle pada kertas concorde dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

85

Gambar 3. Performan menyusun dan menempel puzzle pada kertas concorde

Berikut ini disajikan data pendukung berupa cuplikan dari CL. 1


Kamis, 10 November 2011 CL.1 Siapa yang tau anak perempuan itu ciri-cirinya apa ya? Bu, rambutnya panjang ya jawab Febri dengan suara yang kurag jelas. Pintar jawab bu guru, apa lagi. Pakai rok kayak Niaiyakan bu jawab Kaspy, pintar apa lagi ya pakai kerudung kayak bu Astri yeyeyyeye jawab Kaspy, Ibnu ahhhahahhah(sambil menundukkan kepala), pakai anting-anting kayak bu Lina, jawan Nia betul bu jawab yang lain. Sekarang kalau ciri-ciri laki-laki apa? Yah itu aku tau jawab Kaspy, pakai celana pendek neh kayak Kaspy pintar, rambutnya pendek kan bu jawab Nia, tiba-tiba Syaidah nyeletuk bau aku ga saut Febri Pingky saut Syaidah dengan senyum. Anak laki-kali bau ga enggak bu karena sudah mandi ia kan bu jawab Kaspy Putra hanya mengeleng-gelengkan kepalanya tanda setuju. Temuan: Kegiatan ini berlangsung dengan sangat antusias, terlihat jelas bahwa mereka sudah memahami bahwa laki-laki dan perempuan berbeda, mereka sudah dapat menyebutkan ciri-ciri anak laki-laki dan perempuan. Seorang anak berkata bahwa ibunya adalah seorang perempuan. Kemudian anak-anak dengan semangat menyusun dan menempel puzzle pada kertas concorde, kegembiraan ditambah dengan bermain Simon Says tentang gender, kalau salah akan dihukum dan yang benar akan mendapat hadiah.

86

2) Pertemuan kedua Pada pertemuan kedua pembelajaran toilet trained, yaitu kebersihan alat genital. Kebersihan alat genital, antara lain: menyiram lantai dan

jamban sebelum buang air besar/kecil, buang air besar/kecil, cebok, bagi perempuan melap vagina dengan tissue, siram jambannya, dan cuci tangan dengan sabun, serta keringkan tangan dengan lap/tissue. Pada kegaiatan ini ditekankan bahwa kebersihan alat genital sangat penting agar terhindar dari penyakit, seperti yang peneliti temukan dalam penelitian ini: Anak-anak melakukan proses pembelajaran dikamar mandi

setelah guru melakukan penjelasan terlebih dahulu.

Gambar 4. Mencuci tangan setelah buang air besar / kecil

Setelah guru menjelaskan langkah langkah membersihkan alat genital guru membawa anak-anak ke toilet dan mereka satu persatu mendapat giliran, karena ada delapan anak, empat laki-laki dan empat perempuan, maka yang pertama mendapat giliran adalah anak perempuan, SA menolak

87

untuk keluar. Dengan sabar guru tetap memotivasi setiap anak agar dapat melakukannya dengan benar.
CL. 2 SS ketika diajak keluar SS hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan mengeluarkan suara uuuuhhhhh..uuuuuhhhmmm. sambil mendorong peneliti. IN awalnya tidak mau namun ketika pembelajaran selesai IN menarik tangan dan mendorong peneliti menuju toilet.

Gambar 5. Sebelah kiri Ibnu dibantu oleh orang tuanya, sebelah kanan Salsa tidak beranjak dari tempat duduknya

Berdasarkan pengamatan peneliti menemukan bahwa siswa dengan gembira belajar hal yang telah mereka lakukan setiap hari terutama karena mereka belajar di luar kelas. Dari 8 anak 6 diantarnya dapat melakukan toilet trained sendiri, tetapi masih ada yang menolak dan minta dibantu oleh orang tuanya Berikut disajikan data pendukung berupa cuplikan CL.2 :
Jumat, 11 November 2011 CL. 2 Kegiatan: Melakukannya sendiri setelah diberikan contoh, setiap anak mendapat giliran. Siram jambannya dulu, setelah bersih baru buang air besar/kecil, jangan lupa tutup pintunya, setelah buang air besar/kecil siram jamban sampai tidak ada lagi kotorannya kemudian cuci tangan pakai sabun, bilas yang bersih dan keringkan dengan lap kering/tissue Temuan:

88

Anak-anak melakukan proses pembelajaran dikamar mandi setelah guru melakukan penjelasan terlebih dahulu. Mereka begitu bersemangat karena belajar di luar kelas. 6 anak sudah bisa memperaktekkan tata cara buang air besar/kecil sendiri, 1 masih dengan bantuan orang tua dan 1 orang duduk diam tidak mau keluar dari kelas.

3) Pertemuan ketiga Pada pertemuan ketiga pembelajaran toilet trained, yang dilakukan adalah: memahamai penyakit yang ditimbulkan apabila tidak dibersihkan, misalnya: alat genital akan terasa gatal, timbul keputihan bagi perempuan, terkena penyakit kelamin, dll.

Gambar 6. Mendengarkan penjelasan guru tentang penyakit yang ditimbulkan apabila tidak membersihkan alat genital setelah buang air besar/kecil

Dalam penelitian ini ditemukan 3 siswa belum dapat memahami penyakit yang ditimbulkan apabila tidak membersihkan alat genital setelah buang air besar. Ini tebukti ketika ditanya guru anak-anak menjawab bahwa penyakit yang ditimbulkan kalau tidak membersihkan alat genital setelah buang air besar/kecil adalah bau. Saat proses pembelajaran berlangsung

89

guru tetap mengawasi setiap anak karena terdapat anak iseng mengganggu temannya. Berikut disajikan data pendukung berupa cuplikan data CL 3:
CL.3 Nah anak-anak kalau kita tidak memberisihkan alat kelamin kita setelah buang air besar atau kecil apa yang terjadi? Siapa yang tau kemudian ada yang angkat tangan, iya Kaspi: bau bu.... yang lain ikut menjawab... benar bu... bau... selain itu, kita akan merasa gatal.. nah kalau gatal kita akan garuk dan akhirnya luka... berdarah ya bu...saut salah satu anak. Guru kemudian melanjutkan, iya.. oleh sebab itu jangan lupa di bersihkan ya... anak-anak serentak menjawab, baik bu guru.

4) Pertemuan keempat Pada pertemuan keempat ini, yang dibahas adalah alat-alat

kebersihan, contohnya: sabun untuk membersihkan badan, sampo untuk membersihkan rambut, handuk untuk mengeringkan badan, sikat gigi dan odol untuk membersihkan gigi. Pada pertemuan ini semakin ditekankan pada anak bahwa ketika membersihkan badan atau mandi harus menggunakan sabun mandi, membersihkan rambut harus menggunakan sampo dan mengeringkan badan harus dengan handuk yang kering. Temuan yang didapat pada tahap ini adalah anak-anak terlihat begitu menikmati proses pendidikan pada pertemuan ini, tidak terlihat wajah lelah pada setiap anak. Dari 8 anak 6 sudah bisa menunjuk, menyebutkan nama alat-alat kebersihan dan kegunaanya. 2 anak hanya bisa menunjukkan belum dapat menyebutkan kegunaannya

90

Gambar 7. Menunjukkan alat-alat kebersihan

Salsa yang selalu menolak untuk melakukan apapun yang diminta bu guru mau melakukan apa yang diinginkan oleh guru dan peneliti.
CL. 4 Peneliti meletakkan semua alat-alat kebersihan tersebut peneliti mengambil plastik putih dan meminta Salsa memasukkan sabun kedalam plastik, kemudian odol dan sikatnya Salsa melakukannya sendiri hebat, tepuk tangan buat Salsa. Semua anak tepuk tangan.

Gambar 8. Salsa memasukkan alat-alat kebersihan kedalam plastik

91

Dalam memberikan pemahaman tentang alat-alat kebersihan, guru membawa contoh alat kebersihan tersebut, agar anak lebih mudah untuk memahaminya bahwa benda-benda yang dijadikan alat peraga oleh guru adalah benda-benda yang mereka lihat dan gunakan setiap hari. Berikut disajikan data pendukung berupa cuplikan CL.4:
Kamis, 17 November 2011 CL. 4 Kegiatan anak: Ayo tunjukkan mana alat untuk membersihkan badan? Beberapa anak langsung berlari menunjuk sabun mandi yang ada di meja guru. Putra ibu minta alat untuk membersihkan gigi dan pastanya Putra langsung berlari dan memberikannya pada ibu guru. Temuan: Anak-anak terlihat begitu menikmati proses pendidikan pada pertemuan ini, tidak terlihat wajah lelah pada setiap anak. Dari 8 anak 6 sudah bisa menunjuk, menyebutkan nama alat-alat kebersihan dan kegunaanya. 2 anak hanya bisa menunjukkan belum dapat menyebutkan kegunaannya.

5) Pertemuan kelima Pada pertemuan kelima ini yang dibahasa adalah duduk sopan di rumah, di sekolah, dan di tempat umum lainnya, misalnya: duduk dengan sopan, kaki tidak naik keatas kursi, rok dirapikan agar pakaian dalam tidak terlihat orang lain dan tata krama, yaitu: memberi salam pada guru saat bertemu, ucapkan salam ketika bertemu teman, ucapkan salam ketika bertemu dengan orang yang dikenal.

92

Pada kegiatan ini ditekankan pada anak agar mampu duduk dengan sopan dimanapun juga dan dapat memberi salam ketika bertemu dengan guru, teman dan orang yang dikenal.

Gambar 9. Tata krama di sekolah

Berdasarkan

penelitian

pada

pertemuan

kelima

ini

peneliti

menemukan bahwa pagi itu 2 anak datang terlambat, dan mereka langsung menyalam guru dan segera minta maaf karena datang terlambat. Secara keseluruhan anak-anak tunagrahita Asih Budi sudah memahami bahwa di masyarakat berlaku nilai-nilai yang harus dipatuhi, dan mereka sudah memahami tata krama yang ada dan juga sudah dapat duduk dengan sopan walaupun hanya bertahan 10 menit. Ketika proses pembelajaran berlangsung guru harus benar-benar memberikan pertanyaan dengan bahasa yang mereka bisa pahami, kekurangan yang mereka miliki tidak menyurutkan niat mereka untuk terus belajar. Pertanyaan yang mudah belum tentu mereka bisa jawab dengan

93

benar oleh sebeb itu dibutuhkan kesabaran tingkat tinggi dalam memberikan pendidikan seks kepada anak-anak ini. Berikut disajikan data pendukung berupa cuplikan CL. 5:
Jumat, 18 November 2011 CL. 5 Anak-anak kalau mau pergi kesekolah harus minta ijin sama orang tua, kemanapun ya harus minta ijin. Kalau mau pergi sekolah bilang apa sama mama atau papanya? Kaspy pergi dulu sekolah ya ma pintar Kaspy. Apa lagi.. dada mama pintar Nia.. kalau ketemua orang yang kita kenal harus disapa ya bilanganya hai atau hello ya ibu kalau datang terlambat bilang apa dong maaf bu saya datang terlambat pintar Febri. Kita ulangi yukbersama-sama: maaf bu saya datang terlambat. Temuan: Pagi itu 2 anak datang terlambat, dan mereka langsung menyalam guru dan segera minta maaf karena datang terlambat. Secara keseluruhan anak-anak tunagrahita Asih Budi sudah memahami bahwa dimasyarakat berlaku nilai-nilai yang harus dipatuhi, dan mereka sudah memahami tata krama yang ada di sekolah.

6) Pertemuan keenam Pada pertemuan keenam, adalah dapat mengatakan Tidak: ketika ada yang menyentuh tubuhmu misalnya: tangan, payudara, bagian yang sensitive, bagian tubuhmu yang kamu tutupi, mengatakan tidak ketika ada yang membuka bajumu, kalau dia masih melakukannya teriak saja. Tujuan dari penelitian ini adalah mampu menjauhkan diri dari tindakan pelecehan seksual oleh sebab itu anak dijarkan untuk memahami bahwa tubuhnya adalah miliknya sendiri. Dari hasil penelitian ditemukan: pada tahap pemahaman untuk menjauhkan diri dari tindakan pelecehan seksual, umumnya mereka sudah

94

memahaminya dan tahu bagaimana cara agar terhindar dari korban pelecehan seksual namun dari 8 anak 2 diantaranya tidak bisa mengatakan tidak, yang mereka lakukan adalah melakukan sesuatu seperti menjauhkan tangan peneliti atau pergi kearah lain. Ini adalah indikasi bahwa anak sudah memahaminya.

Gambar 10. Guru sedang menjelasakan tentang tubuh adalah milik kita pribadi

Anak-anak juga

masih

belum memahami

sepenuhnya

bahwa

tubuhnya adalah miliknya pribadi dan siswa berhak mengatakan tidak ketika ada yang memaksa melakukan sesuatu dan siswa tidak suka. Anak-anak juga pernah mendapatkan ciuman dari teman dan mereka belum memahami apa itu ciuman yang mereka tahu ciuman adalah ketika bibir menempel di pipi, atau pipi menempel dengan pipi. Ini terlihat dari Catatan Lapangan seperti berikut ini:

95

CL. 6 Ibu dia pernah cium aku bu masakia bu.. dia kenain bibirnya ke pipiku, di mana? Di sana lain kali ga boleh ya bilang apa kalau ada yang mau cium dont kiss me pintar ayo sekali lagi kita ucapkan bareng-bareng dont kiss me. Tepuk tangan buat kita semua

Kerja keras mungkin inilah yang dibutuhkan para pendidik anak-anak dengan kebutuhan khusus, dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka guru harus mampu meyakinkan anak bahwa tubuh mereka adalah milik mereka pribadi. Berikut disajikan data pendukung berupa cuplikan CL.6
Sabtu, 19 November 2011 CL. 6 Anak-anak ini sedang belajar bahasa Inggris dan gurunya adalah orang Australia, jadi ketika peneliti mengatakan tidak anak-anak menjawabnya dengan No. ayo anak-anak kalau ada yang mau pegang badan kita dan kita ga suka kalau bagian tersebut misalnya bagian dada dipengan bilang apa? Dont touch me very good. Nah kalau ada yang mau cium kita eh jawab yang lain bilang apa ya? Dont kiss me wow cleaver. Tepuk tangan dong buat anak-anak yang pintar. Temuan: Pada tahap pemahaman untuk menjauhkan diri dari tindakan pelecehan seksual, umumnya mereka sudah memahaminya dan tahu bagaimana cara agar terhindar dari korban pelecehan seksual namun dari 8 anak 2 tidak bisa mengatakan tidak, yang mereka lakukan adalah melakukan sesuatu seperti menjauhkan tangan peneliti atau pergi kearah lain. Ini adalah indikasi bahwa anak sudah memahaminya.

7) Pertemuan ketujuh Pada pertemuan ke tujuh ini yang menjadi topik pembicaraannya adalah menceritaka kejadian yang telah dialami, ceritakan pada orang yang lebih dewasa, misalnya guru, orang tua yang kamu percaya tentang kejadian hari itu, jangan menyalahkan dirimu atas kejadian hari itu, ciuman, pelukan dapat kamu terima kalau kamu merasa nyaman.

96

Gambar 11. Duduk dengan sopan selama proses pembelajaran.

Guru juga berpesan agar mau cerita pada guru di sekolah. Yang terpenting adalah bahwa ada orang lain yang tau keadaan diri kita. Pada saat proses pembelajaran ada dua anak yang belum mampu mengatakan tidak Salsa hanya diam bergeming duduk dikursinya dan Ibnu jalan kesana kemari sambil menoleh kerah jendela. Berikut petikan Catatan Lapangannya:
CL. 7 2 anak tidak bisa mengatakan tidak, yang mereka lakukan adalah menjauhkan tangan peneliti atau pergi kearah lain. Ini adalah indikasi bahwa anak sudah memahaminya.

Guru agak sedikit kesulitan menjelaskan dengan bahasa yang mudah mereka pahami namun akhirnya guru tanggap dan langsung memberikan contoh-contoh yang nyata dalam kehidupan mereka. Dengan penjelasan yang berulang-ulang siswa-siswi bisa memahami apa yang disampaikan guru.

97

Dari hasil penelitian ditemukan: dari 8 anak hanya 5 yang memiliki kemampuan untuk mau bercerita pada orang lain dan umumnya mereka bingung apakah boleh memberitahukan pada guru, dan peneliti menjawab bahwa kalau sudah percaya pada guru tersebut boleh yang penting harus ada yang tau apa yang telah terjadi pada diri anak-anak. Berikut disajikan data pendukung berupa cuplikan CL.7:
Kamis, 24 November 2011 CL. 7 Bu boleh bicara sama pak Azam saja, kenapa karena pak azam kepala sekolah disini iyekan (dengan logat Betawi) sama siapa saja boleh asal kita cerita sama orang yang kita percaya dan apapun yang terjadi sama kita harus ada yang tau ya ohiya..iya jawab anak-anak, aku cerita sama bu Lina aja ya, jawab Kaspy, boleh sama Pak Azam juga kan kata Febri iya boleh, siapa saja yang kita percaya dan sayang sama kita, kita boleh cerita apa saja sama orang tersebut. Mengerti ok bu Temuan: Pertemuan ini membahas tentang mau terbuka dan cerita pada orang yang dipercaya tentang hal-hal yang telah mereka alami, dari 8 anak hanya 5 yang memiliki kemampuan untuk mau bercerita pada orang lain dan umunya mereka bingung apakah boleh memberitahukan pada guru, dan peneliti menjawab bahwa kalau sudah percaya pada guru tersebut boleh yang penting harus ada yang tau apa yang telah terjadi pada diri anak-anak.

8) Pertemuan kedelapan Pada pertemuan kedelapan ini belajar memahami Kegiatan yang dapat dilakukan di tempat terbuka dan tertutup: mandi, pakai baju, buang air besar/kecil harus ditempat tertutup anak laki-laki dan perempuan harus menggenakan pakaian dalam, celana dan kaos dalam.

98

Gambar 12. Leyla tidak bisa duduk dengan sopan selama proses pembelajaran berlangsung

Ketika proses pembelajaran berlangsung Leyla protes, ini bisa dilihat pada catatan lapangan dibawah ini:
CL. 8 Leyla marah membuka roknya kemudian sepatunya dan duduk dilantai, itu adalah bentuk protes dari Leyla karena peneliti tidak berdiri dekat dengannya.

ketika proses pembelajaran berangsung, pemusatan perhatian anak pada kegiatan adalah penting, agar siswa dapat menerima penjelasan dengan bahasa yang mudah mereka pahami. Kasih sayang dan kesabaran sangat membantu proses pembelajaran, karena membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan mengajarkan hal yang sama pada anak normal. Pada akhir pembelajaran guru selalu mengingatkan siswa agar sebelum buang air besar/kecil jambannya harus disiram dulu, cuci tangan dengan sabun, kemudian melapnya dengan lap kering. Guru juga mengingatkan bahwa harus menjaga alat genitalnya tetap bersih karena kalau tidak akan terkena penyakit.

99

Tetap mematuhi tata krama yang ada di sekolah, di rumah, dan dimasyarakat. Jangan mau diajak ketempat sepi oleh siapapun juga, apa lagi yang tidak dikenal, jangan takut mengatakan tidak pada orang lain kalau tidak suka pada apa yang dilakukan terhadap dirimu. Untuk menambah keceriaan selalu ada nyanyi bersama. Para siswa sudah memahami apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan ditempat umum. Dari 8 anak 6 sudah memahaminya dengan baik. Berikut disajikan data pendukung berupa cuplikan CL.8:
Jumat, 25 November 2011 CL. 8 Anak-anak kalau pakai baju di mana? Di kamar bu, kalau mandi, buang air besar atau kecil pintunya ditutup ga? Serentak ditutup kalau ga ditutup kan malu jawab yang lain. Pintar tepuk tangan buat semuanya. Boleh ga buang air kecil atau besar di jalanan? Ga bu jawab Nia harus di kamar mandi yak an bu pinta Nia. Temuan: Hari terkahir pertemuan sangat emosional karena peneliti dan kolaborator sudah mengatakan bahwa ini adalalah hari terakhir bertemu dalam kelas, anak-anak begitu sedih. Namun mereka sudah memahami apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan ditempat umum. Dari 8 anak 6 sudah memahaminya dengan baik.

c. Observasi Tahap observasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana intervensi tindakan yang telah memberikan dampak peningkatan yang diharapkan dalam penelitian tindakan siklus I, atas dasar observasi siklus I ternyata secara umum pendekatan modifikasi perilaku yang diterapkan dalam

100

pembelajaran pada siklus I telah memberikan dampak positif terhadap (1) kemampuan untuk membedakan jenis kelamin/gender, (2) kemampuan untuk menjaga kebersihan alat genital dan berlaku sopan, (3) kemampuan untuk menjauhkan diri dari tindakan pelecehan seskual. Seperti biasa, dalam kegiatan pembelajarannya sebelum dimulai terlebih dahulu dimuai dengan berdoa dan bernyanyi bersama, apresepsi dan kegiatan inti. Pada saat penelitian yang dibantu oleh kolaborator dalam mengaplikasikan instrumen kemampuan pemahaman seks anak tunagrahita ringan, dapat digambarkan bahwa secara kuantitatif telah mencapai hasil yang sangat memuaskan. Hal ini ditandai dengan hasil performan kemampuan pemahaman anak tentang seks dengan nilai rata-rata baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan pemahaman seks anak tunagrahita ringan sehingga tidak memerlukan siklus ke II. Berdasarkan pengelolaan kelas, pada umumnya guru SDLB/C mengelola kelas dan menatanya sesuai dengan kebutuhan anak didiknya. Jumlah anak juga akan sangat berpengaruh pada pengelolaan dan penataan kelas. Jumlah anak SDLB/C Asih Budi I walaupun ideal namun karena mereka adalah anak-anak tunagrahita yang harus mendapatkan perhatian lebih, sehingga perhatian dan konsentrasi guru terganggu. Atas

101

kebijaksanaan kepala sekolah, peneliti diperbolehkan menggunakan ruang terapi, agar anak-anak lebih fokus ketika proses pembelajaran berlangsung. Pelaksanaannya menekankan pada pembelajaran secara bertahap yaitu peneliti menekankan pada aspek (1) kemampuan untuk membedakan jenis kelamin/gender, (2) kemampuan untuk menjaga kebersihan alat genital dan berlaku sopan, (3) kemampuan untuk menjauhkan diri dari tindakan pelecehan seskual. Tema yang diajarkan pada siklus I meliputi tema tubuhku dan temanku dengan indikator difokuskan pada setiap dimensi. Dimensi pertama, kemampuan untuk membedakan jenis kelamin/gender, indikatornya dapat menyebutkan ciri-ciri anak laki-laki dan perempuan, dapat

membedakan teman yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, dapat menyebutkan teman laki-laki dan perempuan, dapat menunjukkan teman lakilaki dan perempuan. Dimensi kedua, kemampuan untuk menjaga kebersihan alat genital dan berlaku sopan, dengan indikator: dapat mebersihkan diri sendiri setelah buang air besar/kecil, dapat mengetahui penyakit yang ditimbulkan apabila tidak dibersihkan, dapat menggunakan alat-alat kebersihan, dapat duduk dengan sopan baik di rumah, di sekolah dan di tempat umum lainnya, dan dapat memberi salam bila bertemu guru, teman, maupun orang yang dikenal.

102

Dimensi ketiga,

kemampuan untuk menjauhkan diri dari tindakan

pelecehan seskual, dengan indikator: dapat mengatakan tidak ketika ada yang menyentuh tubuhnya, dapat mengatakan tidak ketika ada yang membuka bajunya, dapat mengatakan tidak ketika ada orang yang memaksa melakukan sesuatu dan dia tidak suka, dan dapat menceritakan pada guru, orang tua tentang kejadian yang mereka alami dan mereka merasa tidak suka dan tertekan. Metode yang digunakan adalah modifikasi perilaku dengan peraktek langsung atau memberikan pelatihan. Alat-alat yang dipersiapkan dalam pembelajaran adalah yang berhubungan dengan program pendidikan seks, antara lain: gambar anak laki-laki dan perempuan, alat tulis, lem kertas, kertas concorde, alat-alat kebersihan misalnya: sabun mandi, sabun cuci tangan, tissue, odol, sikat gigi, handuk serta media gambar, video yang terkait dengan pendidikan seks. Perubahan pada siswa bertambah, yaitu keinginan untuk berlatih toilet trained sendiri, dan tahu bagaimana caranya menghindar dari tindak pelecehan seksual. Meskipun hasil dari perubahan pemahaman seks belum tinggi namun siswa sudah memaham bagimana caranya terhindar dari korban pelecehan seksual. Sikap siswa yang mau belajar sambil bermain membuat suasana kelas semakin hidup. Kesulitan yang dialami siswa saat toilet trained karena

103

motorik siswa yang perlu dilakukan terapi sendiri. Kesulitan dalam memahami apa itu pelecehan seksual dikarenakan tingkat intelektual yang rendah oleh sebab itu dibutuhkan pengulangan secara terus menerus agar siswa semakin memahaminya. Semangat siswa untuk belajar timbul dan ada perubahan sikap disebabkan oleh siswa senang belajar Siswa senang mengulang kembali pembelajaran karena guru memberi motivasi pada siswa bahwa mereka dapat melakukannya, sehingga timbul kepercayaan diri siswa untuk dapat melindungi dirinya sendiri. 1) Sistem Penilaian Adapun kriteria penilain yang dilakukan untuk setiap dimensi adalah berdasarkan rating scale yang menggunakan 4 elemen yaitu: sangat kurang (1), kurang (2), baik (3), sangat baik (4). Skala ini dapat dijadikan deskripsi kemampuan pemahaman seks anak yang menggambarkan kualitas masing-masing dimensi tersebut.

Table 6. Kriteria Penilaian Dimensi 1, 4 item


No. 1. 2. 3. 4. Range Nilai 4-<6 6 - < 10 10 - < 14 14 16 Kriteria Sangat kurang Kurang Baik Sangat baik

104

Dimensi 2, 5 item No. 1. 2. 3. 4. Range Nilai 5 - < 7,5 7.5 - < 12,5 12.5 - < 17,5 17.5 20 Dimensi 3, 5 item No. 1. 2. 3. 4. Range Nilai 5 - < 7,5 7.5 - < 12,5 12.5 - < 17,5 17.5 20 Total dimensi 1,2,3 14 item No. 1. 2. 3. 4. Range Nilai 14 - < 21 21 - < 35 35 - < 49 49 56 Kriteria Sangat kurang Kurang Baik Sangat baik Kriteria Sangat kurang Kurang Baik Sangat baik Kriteria Sangat kurang Kurang Baik Sangat baik

Hasil kerja dalam hal ini, ditandai dengan skor perfoman kemampuan pemahaman seks anak. sedangkan untuk mengetahui secara operasional kemampuan setiap dimensi adalah skor yang diperoleh melalui tes performan kemampuan pemahaman seks anak (observasi) menggunakan rating scale selama pelaksanaan pembelajaran.

2) Perhitungan Hipotesis Non Parametrik Dengan Menggunakan Model Wilcoxon

105

Motode non parametrik atau motode bebas-sebaran yang tidak mengasumsikan pengetahuan apapun mengenai sebaran populasi yang mendasarinya, kecuali bahwa sebaran itu kontiniu.2 hipotesis statistic H0 = rata-rata sebelum = sesudah H1 = rata-rata sebelum sesudah Hasil dari penelitian ini diperoleh menolak Ho dan menerima H1 menyatakan tidak terdapat penolakan perbedaan antara asesmen pra penelitian dan pasca penelitian artinya terdapat perbedaan antara pra penelitan dan pasca penelitian. (Data terlampir hal 142-145).

Table 7. Hasil Penelitian


Nama Anak 1 Sebelum LM Sesudah 8 Kurang 9 Kurang Dimensi 2 8 Kurang 11 Kurang 3 6 Sangat kurang 8 Kurang 22 Kurang 28 Kurang Total

Sebelum FS Sesudah

14 Baik 16 Baik

12 Kurang 18 Baik

13 Baik 16 Baik

39 Baik 50 Sangat baik

Ronald E. Walpole, Pengatar Statistika Edisi Ke-3 (Jakarta: Garmedia, 1955), p. 427.

106

SS

Sebelum

4 Sangat kurang

12 Kurang

5 Sangat kurang

21 Kurang

Sesudah

7 Kurang

12 Kurang

9 Sangat kurang

29 Kurang

Sebelum IN

4 Sangat kurang

5 Sangat kurang

5 Sangat kurang

14 Sangat kurang

Sesudah

6 Sangat kurang 9 Kurang

11 Sangat kurang 14 Baik

5 Sangat kurang 5 Sangat kurang

22 Kurang 28 Kurang

Sebelum SA

Sesudah

13 Baik 16 Sanga baik 16 Sangat baik 13 Baik

18 Baik 19 Sangat baik 19 Sangat baik 13 Baik

10 Sangat kurang 15 Baik 19 Sangat baik 15 Baik

41 Baik 51 Sangat baik 54 Sangat baik 41 Baik

Sebelum FA Sesudah

Sebelum AK Sesudah

16 Sangat baik 4 Sangat kurang

19 Sangat baik 12 Kurang

19 Sangat baik 8 Kurang

54 Sangat baik 21 Kurang

Sebelum SP

Sesudah

9 Kurang

14 Baik

14 Baik

37 Baik

107

Berdasarkan tabel di atas, nilai rerata anak mengalami peningkatan yaitu dari kondisi awal 4 anak meningkat menjadi 6 dengan demikian penelitian siklus I mengalami peningkatan. Dengan demikian pada siklus I tidak dilakukan revisi karena berdasarkan pengamatan, tujuan dan target pencapaian dari penelitian tindakan ini sudah mencapai target, yaitu secara umum rata-rata anak sudah menunjukkan peningkatan dalam kemampuan pemahaman seks melalui pendidikan seks secara terpadu, dengan model belajar modifikasi perilaku. Kriteria dari keberhasilan tindakan ini adalah dari 8 anak 6 diantaranya telah memahami dengan benar fokus yang dijelaskan dalam pendidikan seks.

d. Refleksi berdasarkan refleksi antara peneliti dan kolaborator terdapat beberapa hal terkait dengan pembelajaran model belajar modifikasi perilaku pada kegiatan yang perlu diperhatikan: 1. Setiap anak adalah unik, sehingga guru dan peneliti harus menggunakan berbagai cara agar siswa tetap fokus pada pembelajaran juga harus membagi dan memberikan perhatian yang merata pada setiap siswa. 2. Guru memiliki keterbatasan dalam penanganan kondisi dan latar belakang siswa yang berbeda-beda. 3. Fokus perhatian dan motivasi sudah optimal

108

4. Keterlibatan siswa untuk memfokuskan perhatian sudah optimal karena siswa sudah akrab melalui penjajakan sebelum penelitian berlangsung. 5. Siswa sangat senang ketika bernyanyi bersama keceriaan bertambah ketika mereka diberi waktu untuk bermain Simon Says. Dalam kegiatan penyajian kependidikan, pendekatan yang peneliti

pilih ternyata mampu memotivasi siswa untuk mau bertanya, dan menjawab serta melakukan semua instruksi peneliti. Model pendekatan modifikasi perilaku, adalah yang paling cocok untuk diterapkan pada anak tunagrahita. Model ini, mampu mendorong semangat dan antusias belajar siswa lebih mandiri dan maksimal. Ini terbukti dari hasil observasi Karena peneliti berperan sebagai guru, dan sebagai fasilitator dalam penyediaan media dan sumber belajar yang menarik sebagian besar hampir semua anak merespon pembelajaran dengan baik. Anak tidak kaku menerima pembelajaran, terjadi keterkaitan dan kebersamaan selama proses pembelajaran berlangsung sampai akhir pembelajaran. Hal ini dapat dijadikan indikasi, bahwa anak sudah dapat memahami mengapa laki-laki dan perempuan berbeda, bagaimana menjaga kebersihan alat genital dan bagaimana berlaku sopan di rumah, di sekolah, dan di tempat umum lainnya, serta bagaimana caranya agar terhindar dari pelecehan seksual. Dengan banyak bukti siswa sudah dapat memahami 3 dimensi yang telah diujikan dengan 14 indikator dengan baik.

109

Meskipun demikian, masih terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam tahap penyajian, terkait model belajar modifikasi perilaku: 1. Ada baiknya, ketika mengajarkan tentang laki-laki dan perempuan, guru laki-laki dan perempuan ada dalam kelas agar terlihat dengan jelas perbedaannya. 2. Guru laki-laki, memberikan pengajaran tentang kebersihan alat genital untuk anak laki-laki, dan guru perempuan untuk anak perempuan. 3. Siswa masih kesulitan dan kurang terbiasa untuk menunggu giliran tampil di depan kelas. Demikian juga setiap akhir pembelajaran peneliti dapat memberikan asesmen atau feedback sebagai alat ukur penguasaan kompetensi anak. Refleksi proses dan hasil akhir kegiatan pembelajaran yang dilakukan peneliti perlu dikembangkan, dan dioptimalkan sebagai saran, dan masukan demi perbaikan kualitas pembelajaran berikutnya. Tidak diperlukan siklus berikutnya karena kriteria dari keberhasilan tindakan ini adalah apabila telah terjadi peningkatan pemahaman anak setelah dilakukan tindakan, dari 8 anak 6 diantaranya telah memahami dengan benar fokus yang dijelaskan dalam pendidikan seks.

110

C. Hasil Pengamatan Terfokus Sikap anak selama penelitian sangat beragam, namun secara garis besar ada 3 sikap anak yang dapat dipantau oleh peneliti yaitu: antusias, biasa-biasa saja dan acuh. Dari 8 anak 5 anak selalu antusias ketika proses pembelajaran berlangsung, anak-anak ini selalu bertanya apakah besok masih belajar bersama peneliti.
CL. 8 Anak-anak ini adalah hari terakhir kita bertemu, tapi jangan sedih ya kalau ketemu ibu Lina di jalan disapa ya baik bu Lina besok datang lagi ya saut Layla.. besok sudah tidak kesini Layla ya sudah minggu depan ya bu kata Kaspy sepertinya anak-anak belum mau berpisah.

Satu anak selalu diam, responnya sangat sedikit walaupun anak tersebut selalu mau apa bila diberi tugas. Satu anak tidak pernah bergerak dari tempat duduknya, selalu diam bergeming, sedangkan satu anak lagi selalu mondar-mandir kelas mengganggu konstrasi siswa yang lain. Terkadang, menarik rambut anak perempuan sampai menagis, dan butuh waktu sekitar 10 menit untuk membujuknya. Setelah diam baru pelajaran bisa dimulai kembali. Tabel 8. Pengamatan Terfokus
No. Nama 1. SS Sikap anak Acuh Selalu sibuk dengan dunianya sendiri Kalau ditanya apa kabar Sa (diam) sa uhhh mencium tangan peneliti dan langsung mendorong tubuh peneliti. Antusias Apa kabar baik bu.. baik bu(tidak ada suara hanya gerak bibir) ketika peneliti mengeluarkan alat peraga dari tas dengan segala

2.

SP

111

3.

SA

4.

LM

5.

AK

6.

FA

7.

FS

8.

IN

keterbatasannya dia bertanya apa yang peneliti bawa. Setelah dijelaskan dia bertanya besok bawa apa lagi, peneliti hanya tersenyum dan menjawab kejutan. Dia mengulang sambil tersenyum kejutan (tanpa suara). Biasa saja Hallo sya apa kabar.. pingky (jawabnya sambil mengedipkan mata) ayo sini selalu menjawab apa bila ditanya namun tidak ada inisiatif untuk bertanya ataupun memulai percakapan. Namun kalau diberi tugas selalu mau mengerjakan. Biasa saja Sama dengan SA, namun LM akan marah kalau tidak ditanya atau diberi perhatian responnya yang paling sering untuk menunjukkan kalau sedang marah adalah duduk dibawah meja, membuka sepatu dan memukul-mukulkan sepatunya kelantai namun kalau diberi perhatian malah sikapnya acuh. Namun hari terakhir LM selalu ingin dekat peneliti seakan tidak mau berpisah. Antusias Ini adalah anak yang pintar, sikap yang selalu ingin tau membuat peneliti dan guru terpacu untuk memberikan pertanyaan yang lebih berat lagi. Ini terlihat dari jawaban-jawaban yang diberikan misalnya kalau adaa yang mau pegang badan kita bilang apa? Dont touch me very good Antusias Diakhir pembelajaran selalu bertanya, besok ibu datag lagi kan? Besok kita belajar lagi kan? Siswa inipun selalu membantu peneliti dalam membereskan alat peraga dan menolong SS dalam melakun tugas yang diberikan. Antusias Sikapnya yang selalu ingin yang pertama selesai atau menjawab menjawab pertayaan membuat suasana kompetisi ada disetiap sesi atau pertemuan, dan tidak lupa bertanya besok masih belajar seperti ini kan? Acuh Terkadang acuh, namun terkadang sikapnya prontal menolak dengan menyuruh peneliti keluar. Mengangkat tas peneliti, uuuhhh..uhhhhh sambil menunjuk ke pintu. Namun setelah 3 kali pertemuan IN menepuk pundak peneliti dan berkata uuuhhh..uuuhhhh sambil tersenyum, ini adalah indikasi kalau IN sudah bisa beradaptasi dengan peneliti.

D. Analisis Data dan Temuan Penelitian 1. Dimensi Kemampuan membedakan gender Seperti yang telah diungkapkan McCary bahwa, pendidikan seks bukanlah dimulai saat anak masuk taman kanak-kanak, namun dimulai ketika

112

anak memulai kontak dengan ibunya sejak sianak keluar dari rahim ibunya. Pedidikan seks dimulai sejak sianak memulai kehidupannya.3 Ketika dilahirkan anak sudah memiliki jenis kalamin yang akan menjadi identitasnya sampai dewasa. Pendidikan seks bertujuan untuk mengenalkan anak tentang jenis kelamin, dan cara menjaganya, baik dari sisi kesehatan dan kebersihan, keamanan serta keselamatan.4 Pada anak SDLB/C Asih Budi I kelas 3, kemampuan untuk membedakan jenis kelamin sudah sangat baik. Siswa sudah mengerti jenis kelamin yang dimilikinya. Mereka juga sudah bisa menyebutkan dan membedakan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan ciri-ciri yang dimilikinya. Tabel 9. Nilai Kemampuan Membedakan Gender
Nama LM FS SS IN SA FA AK SP Dimensi 1 Pra 8 13.5 4 4 9 16 13 8.5 Dimensi 1 Pasca 9.5 15.5 7 6.5 12.5 16 15.5 11

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa setelah diberikan tindakan terjadi peningkatan dengan nilai tertinggi 16 dan nilai terendah 6.5 dengan
3

James Leslie McCary, Sex Education For Parents, Teenager And Young Adult (New York: Van Nostrand Reinhold Company), p. 13. 4 Alyia Andika, Berbicara Seks Bersama Anak (Jogyakarta: Pustaka Angrek, 2010), p. 13.

113

demikian dapat dikatakan telah terjadi peningkatan dari sebelum tindakan dan setelah diberi tindakan. Diagram 2. Pra dan Pasca Penelitian Membedakan Gender
20 15 10 5 0 LM FS SS IN SA FA AK Dimensi 1 Pra Dimensi 1 Pasca

SP

Dari grafik di atas dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan dari pra penelitian dan pasca penelitian. Dari 8 anak 3 anak memperoleh nilai sangat baik, 2 anak memperoleh nilai baik, 2 anak memperoleh nilai kurang, dan 1 anak dengan nilai sangat kurang . Secara keseluruhan diperoleh peningkatan dari pra penelitian sampai pasca penelitian. Penigkatan pada dimensi pertama ini, dapat dilihat dari nilai menjadi = 9.50

= 11.68, atau secara presentase dari 59.3% meningkat menjadi

73% artinya telah terjadi peningkatan yang signifikan dari pra penelitian sampai pasca penelitian. Dengan demikian tidak diperlukan siklus kedua dan kriteria tersebut dapat dikatakan kemampuan untuk membedakan jenis kelamin/gender baik.

114

2. Dimensi Kemampuan menjaga kebersihan alat genital dan berlaku sopan Kebersihan alat genital adalah hal yang sangat mendasar untuk diajarkan, karena kebersihan alat genital akan mempengaruhi kesehatan juga. Alat genital adalah alat reproduksi yang dimiliki oleh setiap individu. Alat genital laki-laki adalah penis dan alat genital perempuan disebut vagina.5 Ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Carroll dan Pandergest bahwa anak mengetahui dia berbeda dengan temannya adalah ketika mereka berada pada tahap toilet trained.6 Mereka mulai bertanya-tanya tentang alat kelamin dan tubuh mereka. Pertanyaannya biasanya seputar mengapa laki-laki dan perempuan memiliki alat kelamin yang berbeda, anak belajar sendiri tentang tubuh mereka dan tingkahlaku yang harus mereka miliki perempuan harus menjadi anak perempuan dan begitu pula sebaliknya.7 kedua alat genital ini laki-laki dan perempuan memiliki bentuk yang berbeda. Bagi anak perempuan karena saluran kencingnya pendek maka kalau buang air kecil duduk, bagi anak laki-laki berdiri dikarenakan saluran kencing yang panjang sehingga memungkinkan untuk berdiri saat buang air

James Leslie McCary, Sex Education For Parents, Teenager And Young Adult (New York: Van Nostrand Reinhold Company), p. 16-17. 6 Guno Asmoro, Sex Education for Kids, ed. Agus Suharto ( Jogyakarta: Kreasi Wacana. 2006), p.37. 7 Janell L. Carroll, Sexuality Now Embracing Diversity. Second Edition (USA: Thomson Wadsworth, 2007), p. 219.

115

kecil. Siswa kelas 3 SDLB/C Asih Budi sudah memahami apa yang harus dilakukan sebelum dan sesudah buang air besar/kecil.

Tabel 10. Nilai Toilet Trained


Nama LM FS SS IN SA FA AK SP Dimensi 2 Pra 8 12.5 12.5 5 13.5 19 13 11.5 Dimensi 2 Pasca 10.5 18 12.5 10.5 18 19 19 15

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa setelah diberikan tindakan terjadi peningkatan dengan nilai tertinggi 19 dan nilai terendah 10.5 dengan demikian dapat dikatakan telah terjadi peningkatan dari sebelum tindakan dan setelah diberi tindakan Diagram 3. Pra dan pasca Penelitian Toilet Trained
20 15 10 5 0 LM FS SS IN SA FA AK SP Dimensi 2 Pra Dimensi 2 Pasca

116

Dari grafik di atas dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan dari pra penelitian sampai pasca penelitian. Dari 8 anak 2 anak memperoleh nilai sangat baik, 3 anak memperoleh nilai baik, dan 3 anak memperoleh nilai kurang. Secara keseluruhan diperoleh peningkatan dari pra penelitian sampai pasca penelitian. Penigkatan pada dimensi pertama ini, dapat dilihat dari nilai X = 11.87 menjadi X = 15.3, atau secara presentase dari 59.3% meningkat menjadi 76.5% artinya telah terjadi peningkatan yang signifikan dari pra penelitian sampai pasca penelitian. Dengan demikian tidak diperlukan siklus kedua dan kriteria tersebut dapat dikatakan kemampuan toilet trained dan tata krama baik.

3. Dimensi Kemampuan menjauhkan diri dari tindakan pelecehan seksual Anak tunagrahita rawan menjadi korban pelecehan seksual dan pemerkosaan. Pelaku menilai korban mudah dibohongi. dan kecil

kemungkinan mengadu kepada orang tua. Sedikitnya dalam seminggu ada dua anak keterbelakangan mental menjadi korban pelecehan seksual.

Mereka mengadu ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)8. Oleh sebab itu sekolah diharapkan, dapat membantu anak-anak tunagrahita memahami tentang hak seksualitasnya melalui pendidikan seks di sekolah.

http://www.vhrmedia.com/Anak-Tunagrahita-Rawan-Pelecehan-Seksual--berita5045.html

117

Ini sesuai dengan apa yang diungkapkan Compos dan Blackburn, bahwa pendidikan seks untuk anak cacat, dibutuhkan apabila masyarakat menginginkan mereka untuk hidup sehat ditengah-tengah masyarakat. Pendidikan seks secara nyata menunjukkan bahwa mereka memiliki hasrat seperti anak-anak lainnya, dan tugas orang tua, guru, untuk mengajarkan mereka bagaimana membina hubungan yang sehat dengan lawan jenis. Ini membuktikan bahwa anak cacat dan normal harus diajarkan pendidikan seks agar mereka mengetahui tentang seksualitas mereka dan bagaimana caranya memenuhi kebutuhan seksualnya.9

Table 11. Menjauhkan diri dari tindak pelecehan seksual


Nama LM FS SS IN SA FA AK SP Dimensi 3 Pra 7 13 5 5 5 16.5 13 10 Dimensi 3 Pasca 9.5 16 10 5 10.5 19.5 20 14.5

Dari tabel di atas dapat disimpulkan, bahwa setelah diberikan tindakan terjadi peningkatan dengan nilai tertinggi 20 dan nilai terendah 5.0 dengan demikian dapat dikatakan telah terjadi peningkatan dari sebelum tindakan dan setelah diberi tindakan.
9

David Compos, Contemporary Education Issue. Sex, Youth, and Sex Education. A Reference Handbook (California: ABC CLIO Inc. 2002), p.201.

118

Diagram 4. Pra dan Pasca Penelitian Menjauhkan diri dari tindak pelecehan seksual

20 15 10 5 0 LM FS SS IN SA FA AK SP Dimensi 3 Pra Dimensi 3 Pasca

Dari grafik di atas dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan dari pra penelitian dan pasca penelitian. Dari 8 anak 2 anak memperoleh nilai sangat baik, 4 anak memperoleh nilai baik, 1 anak memperoleh nilai kurang, dan 1 anak dengan nilai sangat kurang. Secara keseluruhan diperoleh peningkatan dari pra penelitian sampai pasca penelitian. Penigkatan pada dimensi pertama ini, dapat dilihat dari nilai menjadi = 9.31

= 13.12 atau secara presentase dari 46.5% meningkat menjadi

65.6% artinya telah terjadi peningkatan yang signifikan dari pra dan pasca penelitian. Dengan demikian tidak diperlukan siklus kedua dan kriteria tersebut dapat dikatakan kemampuan untuk menjauhkan diri dari tindak pelecehan seksual baik.

119

4. Hasil Keseluruhan Dimensi 1,2 dan 3 Anak tunagrahita begitu antusias ketika mengikuti pendidikan seks selama 1 siklus dengan 8 kali pertemuan.

Table 12. Keseluruhan nilai dimensi 1,2 dan 3


Nama Membedakan Gender Dimensi 1 Dimensi 1 Pra Pasca 8 13.5 4 4 9 16 13 8.5 9.5 15.5 7 6.5 12.5 16 15.5 11 Toilet Trained Dimensi 2 Dimensi 2 Pra Pasca 8 12.5 12.5 5 13.5 19 13 11.5 10.5 18 12.5 10.5 18 19 19 15 Menjauhkan Diri Dari Tindak Pelecehan Seksual Dimensi 3 Dimensi 3 Pra Pasca 7 13 5 5 5 16.5 13 10 9.5 16 10 5 10.5 19.5 20 14.5

LM FS SS IN SA FA AK SP

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan sebelum dan sesudah diberikan tindakan dengan nilai tertinggi 54.5 dan nilai terendah 22.0 maka tidak diperlukan siklus ke II, karena kriteria dari keberhasilan tindakan ini adalah apabila telah terjadi peningkatan pemahaman anak setelah dilakukan tindakan, dari 8 anak 6 diantaranya telah memahami dengan benar fokus yang dijelaskan dalam pendidikan seks.

120

Diagram 5. Hasil Keseluruhan Pra dan Pasca Penelitian


20 15 10 5 0 LM FS SS IN SA FA AK SP Dimensi 1 Pra Dimensi 1 Pasca Dimensi 2 Pra Dimensi 2 Pasca Dimensi 3 Pra Dimensi 3 Pasca

Dari grafik di atas dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan dari pra penelitian dan pasca penelitian. Dari 8 anak 3 anak memperoleh nilai sangat baik, 2 anak memperoleh nilai baik, 2 anak memperoleh nilai kurang, dan 1 anak dengan nilai sangat kurang. Secara keseluruhan diperoleh peningkatan dari pra penelitian dan pasca penelitian. Dengan demikian tidak diperlukan siklus kedua dan kriteria tersebut dapat dikatakan kemampuan untuk membedakan jenis kelamin/gender baik, kemampuan untuk menjaga kebersihan alat genital dan berlaku sopan baik, dan kemampuan menjauhkan diri dari tindakan pelecehan seksual baik. Kemampuan yang harus dimiliki anak agar tidak menjadi korban pelecehan seksual setelah dilakukan tindakan meningkat dari nilai meningkat menjadi = 30.88

= 40.12, secara presentasi dapat disimpulkan dari 55%

121

meningkat menjadi 71.6% yang artinya telah terjadi peningkatan yang signifikan dari pra dan pasca penelitian. Secara statistik dapat disimpulkan telah terjadi peningkatan

pemahaman seks melalui pendekatan secara terpadu di sekolah Asih Budi I, dilihat secara presentase telah terjadi perubahan sebesar 16.6%. Berdasarkan analisis data kualitatif dengan uji data berpasangan, diperoleh dari 8 anak 6 diantaranya sudah memahami dengan baik apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan orang lain terhadap dirinya. Hasil uji perbandingan dari pra penelitian dan pasca penelitian dilakukan untuk mengetahui signifikansi data penelitian ini. Hasil uji perbandingan dengan menggunakan data berpasangan antara pra penelitian dan pasca penelitian terjadi peningkatan dari kurang baik menjadi baik. Selanjutnya setelah melalui proses menghasilkan data berdasarkan coding data dan teori maka di dapat temuan penelitian sebagai berikut (1) menggunakan pendekatan terpadu ternyata tidak sulit, yang dibutuhkan hanyalah keberanian untuk mencoba hal-hal baru, kreatifitas yang tinggi dalam menggunakan media pembelajaran, (2) minat siswa untuk belajar bertambah karena pendidikan seks dilakukan dengan cara yang sangat mudah mereka pahami dengan menggunakan pendekatan model modifikasi perilaku anak dilatih sampai mahir melakukannya, (3) siswa menyadari dengan pendidikan seks mereka dapat menjauhkan diri dari tindak pelecehan

122

seksual, (4) dibutuhkan kesabaran dan dedikasi yang tinggi dari guru dalam memberikan pendidikan seks agar siswa memiliki pengetahuan tentang tubuh dan hak seksualitasnya, (5) dalam memberikan pembelajaran anak harus dibagi berdasarkan gendernya agar lebih mudah memberikan contoh, melatih dan bertukar pendapat.

E. Pembahasan Ada beberapa hal yang telah ditemukan dalam penelitian ini, berikut pembahasannya: a. Pembahasan Temuan Pada umumnya anak-anak sudah memahami bahwa mereka memiliki identitas gender, yaitu laki-laki dan perempuan. Ketika mengajarkan tentang laki-laki dan perempuan, guru laki-laki dan perempuan ada dalam kelas agar terlihat dengan jelas perbedaannya, sebab yang dihadapai adalah anak-anak yang memiliki keterbatasan intelektual sehingga dibutuhkan contoh nyata yang mereka lihat setiap hari. Guru laki-laki harusnya, memberikan pengajaran tentang kebersihan alat genital untuk anak laki-laki dan guru perempuan untuk anak perempuan, ini disebabkan toilet yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin sehingga guru perempuan merasa canggung untuk masuk ketoilet laki-laki, dan guru laki-laki tidak nyaman masuk kedalam toilet perempuan.

123

Pembiasaan kalau datang terlambat minta maaf, dan langsung cium tangan guru adalah bentuk pemahaman anak akan tata krama yang berlaku di sekolah, namun siswa masih kesulitan dan kurang terbiasa untuk menunggu giliran tampil di depan kelas maupun saat toilet trained. Penelitian ini mengalami peningkatan disebabkan cara guru yang begitu sabar dalam mengajar anak-anak. Membelajaran yang tidak hanya dilakukan di dalam kelas juga adalah salah satu pendukung keberhasilan pendidikan seks ini. Guru juga memberikan kesempatan kepada anak, untuk mencoba sampai mereka benar-benar bisa sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Pada setiap akhir pembelajaran, guru dapat memberikan asesmen atau feedback sebagai alat ukur penguasaan kompetensi anak. Refleksi proses dan hasil akhir kegiatan pembelajaran yang dilakukan peneliti, perlu dikembangkan dan dioptimalkan sebagai saran, dan masukan demi perbaikan kualitas pembelajaran berikutnya. Tidak diperlukan siklus

berikutnya, karena kriteria dari keberhasilan tindakan ini adalah dari 8 anak 6 diantaranya telah memahami dengan benar fokus yang dijelaskan dalam pendidikan seks. Setiap akhir pembelajaran selalu ada bernyanyi bersama sehingga keceriaan anak-anak bertambah. Guru memang sudah seharusnya bisa

124

menyanyi agar di dalam kelas tidak sepi sehingga anak-anak selalu merasa senang dengan bernyanyi rasa marah dan kesal bisa hilang. Pada kasus Ibnu dan Salsa, yang masih memiliki nilai kurang itu disebabkan Ibnu tidak mau melakukan apapun yang diminta oleh guru dan peneliti sendiri harus dibantu oleh ibunya dan ini sedikit menyulitkan peneliti. Salsa tidak bergeming dari tempat duduknya diminta apapun Salsa akan menolak dan menjauhkan tangan siapa saja yang mendekat, kalau Salsa merasa tidak tertarik Salsa akan meletakakan kepalanya di atas meja, namun kalau suka Salsa akan mengikuti pembelajaran. Ibnu dan Salsa butuh pendekatan yang khusus dan metode yang berbeda agar mereka mau berpartisipasi dalam setiap pembelajaran yang diberikan. Pendidikan seks harus diberikan secara personal agar biasa lebih fokus.

b. Keterbatasan Penelitian Meskipun penelitian ini telah dirancang atas dasar kajian teori yang relevan, namun masih terdapat beberapa keterbatasan diantaranya: 1. Meskipun secara transferability dalam penelitian ini, telah diupayakan dengan rancangan, dan melakukan tahapan penelitian secara runtut sesuai rujukan teori, dan menyusun laporan dengan deskripsi yang jelas serta komprehensif namun, secara empiris data belum teruji.

125

2. Guru masih belum memahami, bagaimana penelitian tindakan dilakukan karena belum terbiasa melakukan penelitian sambil aplikasinya dalam pembelajaran, disamping masih minimnya

pengetahuan guru untuk melakukan penelitian, dan guru lebih banyak berkecimpung dalam dunia pendidikan. 3. Instrumen yang disusun peneliti atas persetujuan pembimbing masih diupayakan untuk penyempurnaan dan pendalaman lebih lanjut. 4. Penelitian tindakan ini hanya berlangsung I siklus, untuk melihat lebih efektif dan objektif perlu penambahan siklus berikutnya supaya lebih komprehensif, dan optimal atas pencapaian hasil lebih sempurna dapat dipertanggungjawabkan sebagai rujukan. 5. Untuk anak tunagrahita, model belajar modifikasi perilaku adalah yang paling cocok, dan lebih efektif namun anak-anak masih kesulitan untuk memperaktekkan langsung, karena keterbatasan yang mereka miliki.

c. Pemeriksaan Keabsahan Data Penilaian Tindakan Dengan Triangulasi Triangulasi dilakukan, bertujuan menghindari adanya keraguan dan ketidak jelasan informasi yang diperoleh, disamping memanfaatkan

kolaborator, pemeriksaan keabsahaan data penelitian tindakan adalah dengan cara triangulasi yang memanfaatkan penggunaan sumber.

126

Triangulasi adalah cara membandingkan apa yang dikatakan informan atau siswa yang diberikan penelitian dengan pendapat orang lain, misalnya informasi yang diperoleh guru dibandingkan dengan teori yang ada, hasil pendidikan seks yang dilakukan orang lain, dari bulletin, pendapat ahli pendidkan seks, serta pakar pendidikan anak tunagrahita. Dalam

pelaksanaan penelitia ini peneliti telah melakukan wawancara dengan kolaborator dengan rekaman visual pada sumber yang sama, agar didapat kebenaran data. Selaian itu peneliti melakukan triangulasi data yaitu dengan

membandingkan teori yang ada, hasil penelitian dari para ahli. 1) Berdasarkan teori yang ada Dalam memberikan pendidikan seks kepada anak serta kenyataan dengan materi pembelajaran di lapangan sangat terkait, terlebih didukung teori Bruni, bahwa self-help kemampuan yang harus diberikan meliputi membersihkan badan termasuk alat genital, makan dan minum, berpakaian, dan menjaga keselamatan diri.10 Dan juga didukung oleh teori Kim dan Lian bahwa dalam mengembangkan kemampuan sosial dan kepribadian anak tunagrahita meliputi beberapa bidang yang harus dikembangkan agar anak tunagrahita mampu mandiri salah satunya adalah growth and sex education. Anak tunagrahita perlu diajarkan tentang pertumbuhan fisik adanya
10 10

Maryanne Bruni, Fine Motor Skill In Children With Down Syndrome. A Guide For Parents And Professional, (New York, USA, 2000), p. 34

127

perubahan dalam masa pubertas, menjaga kesehatan secara pribadi, kebersihan lingkungan, pendidikan seks, sikap yang baik dalam kehidupan keluarga.11

2) Berdasarkan wawancara Kepala sekolah SDLB/C Asih Budi I menjelaskan bahwa memberikan pelatihan kemampuan menolong diri ada yang harus diperhatikan antara lain proses pelaksanaan pelatihan dengan mengajak siswa langsung melakukan sendiri sehingga praktek langsung dengan guru.12 Pembelajaran harus diberikan secara berulang-ulang, agar siswa tidak lupa, urutannya juga harus jelas agar siswa tidak lupa. Setiap guru menurut beliau harus berjiwa melayani jadi melebihi guru yang ada di sekolah biasa. Kesabaran menjadi nomor satu dalam memberikan pelatihan karena pada saat pelatihan berlangsung sering kali siswa saling berebut minta duluan dan guru harus menenangkannya terlebih dahulu. Pendidikan seks diberikan secara berulang sampai siswa memahami bahwa mereka berhak untuk mengatakan tidak ketika ada yang

menyentuhnya atau melakukan sesuatu dan mereka tidak suka. Perhatian

11

Kim Fong Pooh McBrayer GON John Lian, Special Need Education (Children With Exceptionalities) (The Chinese University: Press hongkong. 2002), p.82. 12 Wawancara, pada tanggal 12 November 2011. Pukul 7.00 - 8.00 WIB

128

siswa juga mudah teralihkan untuk itu perlu adanya penguatan yang dapat memberikan semangat siswa untuk terus berusaha sampai mereka berhasil. Berdasarkan data tersebut di atas peneliti berkesimpulan bahwa teori yang ada dan hasil wawancara dengan kepala sekolah telah mendukung penelitian tindakan yang telah peneliti lakukan.

You might also like