You are on page 1of 9

PENTINGNYA LANDASAN FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN

Pertanyaan yang timbul yaitu: apakah teori-teori pendidikan dapat atau telah tumbuh sebagai ilmu ataukah hanya sebagian dari cabang filsafat dalam arti filsafat sosial ataupun filsafat kemanusiaan? A. Pengertian Ilmu, Filsafat, dan Filsafat Ilmu I. Ilmu adalah suatu pengetahuan ilmiah yang memiliki syarat-syarat : Dasar Pembenaran yang dapat dibuktikan dengan metode ilmiah dan teru i dengan cara ker a ilmiah !istematik, yaitu terdapatnya sistem yang tersusun dari mulai proses, metode, dan produk yang saling terkait. Intersubyektif, yaitu ter amin keabsahan atau kebenarannya !ifat ilmu yang penting: "ni#ersal : berlaku umum, lintas ruang dan $aktu yang berada di bumi ini %ommunicable : dapat dikomunikasikan dan memberikan pengetahuan baru kepada orang lain Progresif : adanya kema uan, perkembangan, atau peningkatan yang merupakan tuntutan modern Ilmu dari sisi &eyakinan atau Agama Islam : Ilmu Allah meliputi segala sesuatu Perumpamaan tidak terbatasnya ilmu Allah adalah, ika kita hendak menulisnya dengan pena dan tinta. Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan yang ada di bumi. Di sisi Allah kunci-kunci yang ghaib dia mengetahui segala yang tampak, segala sesuatu yang ghaib, dan yang nyata ' elas(, segala yang tersembunyi dan yang nyata, segala yang dirahasiakan, dan yang dilahirkan oleh manusia, yang dahulu dan yang kemudian, yang masuk ke dalam bumi dan yang keluar dari dalam bumi, yang turun dari langit dan yang naik padanya. Ilmu manusia berasal dari Allah dan sangat terbatas. Allah memberi ilmu kepada nabi Adam a.s. dan menga ari manusia apa-apa yang tidak diketahuinya dengan kalam. Ilmu manusia sangat sedikit dan terbatas. )ang diketahui oleh manusia karena kehendak Allah ua. *anusia dilahirkan tanpa ilmu+tidak mengetahui sesuatu pun, diberi-,ya pendengaran agar memperoleh ilmu dengan pengabaran, diberi,ya penglihatan agar memperoleh ilmu dengan melihat kenyataan, dan diberinya hati+akal agar memperoleh ilmu dengan penalaran atau proses memahami. Al--ur.an !umber ilmu pengetahuan. Al -ur.an merupakan sumber ilmu pengetahuan yang mengeluarkan manusia dari kegelapan. Pela arilah alam semesta ini, semua digelar dan dicipta agar dipela ari oleh manusia yang dianugrahi akal budi, namun hanya yang berakal atau yang menggunakan akalnyalah yang dapat menerima pela aran dan ilmu tersebut. Dera at dan keadaan orang yang tidak berilmu /anpa ilmu manusia sering dan suka berdusta terhadap yang lainnya, dengan maksud menyesatkan manusia. Dia akan mengikuti dan menuruti ha$a nafsunya sendiri tanpa kendali. 0a ib kita berpaling dari orang bodoh. Dosa akibat perbuatan yang tidak diketahui 'karena kebodohan( akan diampuni asalkan mau bertobat dan memperbaiki dirinya.&eutamaan dan dera at orang yang berilmu. 1rang berilmu akan takut kepada Allah, mengakui keesaan Allah, dan membenarkan sesuatu yang datang dari-,ya. Pahala yang besar bagi yang berilmu, dan Allah meninggikan dera atnya, 'baik di sisi Allah maupun di hadapan manusia( di antaranya, sebagai tempat bertanya. &e$a iban menuntut ilmu dan menga arkannya.

*enuntut ilmu adalah suatu ke$a iban, menga arkannya kepada orang lain hendaklah dengan elas, dengan terang, dan anganlah menyembunyikan yang benar. 2endaklah menga arkan sesuatu dengan penuh kebi aksanaan 'penuh hikmah(. Di sinilah mulianya tugas pendidik, karena ia mempunyai ke$a iban untuk menga arkan ilmunya kepada anak didiknya dengan penuh hikmah dan keteladanan. 3uru harus dapat membedakan ilmu yang amaliah dan amal yang ilmiah. II. Filsafat adalah cinta akan kebi aksanaan. Filsafat berasal dari kata bahasa )unani philosophia yang terdiri dari dua suku kata yaitu philos yang berarti cinta dan sophos yang berarti kebi aksanaan. Pengertian filsafat secara luas adalah : 4. "saha spekulatif manusia yang sangat rasional, sistematik, konseptual untuk memperoleh pengetahuan selengkap mungkin berdasarkan kaidah ilmiah 5. Ikhtiar atau usaha untuk menentukan batas-batas pengetahuan secara koheren dan menyeluruh '6holistic dan comprehensi#e6( 7. 0acana tempat berlangsungnya penelusuran kristis terhadap berbagai pernyataan dan asumsi yang umumnya merupakan dasar suatu pengetahuan. 8. Dapat dipandang sebagai suatu tubuh pengetahuan yang memperlihatkan apa yang kita lihat dan katakan. Dia harus seiring dan se alan dalam aplikasi dan penerapannya di lapangan. Filsafat men embati cara berfikir secara ontologis, epistemologi dan aksiologi 9 1ntologi : hakikat apa yang dika i 9 :pistemologi : cara mendapatkan pengetahuan yang benar 9 Aksiologi : nilai kegunaan ilmu Filsafat adalah pengetahuan yang mempela ari seluruh fenomena kehidupan manusia secara kritis. Filsafat disebut uga ilmu pengetahuan yg mencari hakekat dari berbagai fenomena kehidupan manusia. Filsafat adalah pengetahuan metodis, sistematis dan koheren tentang seluruh kenyataan 'realitas(. Filsafat merupakan refleksi rasional 'fikir( atas keseluruhan realitas untuk mencapai hakikat '; kebenaran( dan memperoleh hikmat '; kebi aksanaan(. Dalam se arah filsafat )unani, filsafat mencakup seluruh bidang ilmu pengetahuan. <ambat laun banyak ilmu-ilmu khusus yang melepaskan diri dari filsafat. *eskipun demikian, filsafat dan ilmu pengetahuan masih memiliki hubungan dekat. !ebab baik filsafat maupun ilmu pengetahuan samasama pengetahuan yang metodis, sistematis, koheren dan mempunyai obyek material dan formal. ,amun yang membedakan diantara keduanya adalah: filsafat mempela ari seluruh realitas, sedangkan ilmu pengetahuan hanya mempela ari satu realitas atau bidang tertentu. Filsafat adalah induk semua ilmu pengetahuan. Dia memberi sumbangan dan peran sebagai induk yang melahirkan dan membantu mengembangkan ilmu pengetahuan hingga ilmu pengetahuan itu dapat hidup dan berkembang. Filsafat membantu ilmu pengetahuan untuk bersikap rasional dalam mempertanggung a$abkan ilmunya. Pertanggung a$aban secara rasional di sini berarti bah$a setiap langkah langkah harus terbuka terhadap segala pertanyaan dan sangkalan dan harus dipertahankan secara argumentatif, yaitu dengan argumen-argumen yang obyektif 'dapat dimengerti secara intersuyektif(. III. Filsafat Ilmu : 2ampir semua penyakit dan ilmu dapat dipela ari oleh kita. !emua itu berangkat dari filsafat. Filsafat itu ibarat pondasi dalam sebuah bangunan. Filsafat 'mencari kebenaran #ersi manusia( mulanya berasal dari data empiris. Filsafat ilmu adalah ikhtiar manusia untuk memahami pengetahuan agar men adi bi aksana. Dengan filsafat ilmu keabsahan atau cara pandang harus bersifat ilmiah. Filsafat ilmu memperkenalkan kno$ledge dan science yang dapat ditransfer melalui proses pembela aran atau

pendidikan. Filsafat ilmu adalah filsafat yang menelusuri dan menelidiki sedalam dan seluas mungkin segala sesuatu mengenai semua ilmu, terutama hakekatnya, tanpa melupakan metodenya. &erapkali kita lihat ilmu filsafat dipandang sebagai ilmu yang abstrak dan berada di a$ang-a$ang sa a, padahal ilmu filsafat itu dekat dan berada dalam kehidupan kita sehari. =enar, filsafat bersifat tidak konkrit, karena menggunakan metode berpikir sebagai cara pergulatannya dengan realitas hidup kita. Filsafat , philosophy, dalam bahasa Inggeris, atau philosophya dalam )unani mempunyai arti cinta akan kebi aksanaan. Philos 'cinta( atau philia 'persahabatan, tertarik kepada( dan sophos 'kebi aksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi. Dari pengertian tersebut filsafat sebenarnya amat dekat dengan realitas kehidupan kita. "ntuk mengerti apa filsafat itu, orang perlu menggunakan akal budinya untuk merenungkan realitas hidupnya, >apa itu hidup? *engapa saya hidup? Akan kemana saya hidup? /entunya pertanyaan tersebut se atinya muncul alamiah bila akal budi kita dibiarkan beker a. Persoalannya, apakah orang atau peminat filsafat sudah membiarkan akal budinya beker a dengan baik memandang realitas? Aristoteles menyebut manusia sebagai >binatang berpikir6. /api kita para guru menganggapnya sebagai 6*akhluk Allah6 yang berakal dan berbudi serta memiliki akhlak mulia. "ntuk mencapai hal itu diperlukan ilmu yang bernama Ilmu Pendidikan. =. Filsafat Ilmu dan Aplikasinya dalam Pendidikan Aspek filsafat sesungguhnya merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan kiner a dan mutu pendidikan di suatu negara, meskipun bukan satu-satunya determinan. Di samping ka ian filsafat mengenai eksistensi ilmu pendidikan, perumusan dan ke elasan filsafat pendidikan itu sendiri akan menentukan kebi akan dasar pendidikan, dan selan utnya menentukan tingkat kema uan dan perkembangan pendidikan nasional. Atas dasar itu ilmu dan aplikasi pendidikan secara komprehensif membahas berbagai aspek dan persoalan pendidikan teoritis+filosofis, pendidikan praktis, pendidikan disiplin ilmu, dan pendidikan lintas bidang, sangatlah tepat dan strategis. !e umlah ahli mengungkapkan bah$a di tengah kecendrungan pragmatisme dalam dunia pendidikan, ilmu pendidikan merupakan ilmu yang cenderung kurang berkembang. Ilmu pendidikan bukan sa a tidak memiliki daya pikat dan daya tarik yang kuat, tapi uga bersifat konser#atif, statis, kurang menghiraukan aspirasi kema uan, dan semakin terlepas dari konteks budaya masyarakat. Ilmu pendidikan, dengan demikian dianggap mengalami reduksi dan in#olusi. !alah satu akar persoalannya, ilmu pendidikan dianggap tidak didukung oleh body of kno$ledge yang rele#an dengan masyarakat Indonesia, serta tidak dibangun atas dasar pengetahuan yang rele#an dengan perkembangan i$a dan fisik anak-anak Indonesia. Pada sisi lain, falsafah yang mendasari ilmu pendidikan serta kebi akan dasar pendidikan secara umum, pada saat ini dihadapkan pada konteks masyarakat Indonesia yang sedang berubah, suatu masyaerakat reformasi transisional yang diharapkan menu u masyarakat yang se ahtera, berkeadilan, demokrasi, egaliter, menghargai kenyataan pluralitas masyarakat dan sumber daya, otonomi, dsbnya. &enyataan ini merupakan tantangan baru di tengah >keringnya6 ilmu pendidikan. /antangan semacam itu, tentu perlu disikapi oleh para pakar pendidikan dengan upaya menemukan dan merumuskan parameter yang bersifat menyeluruh, untuk membangun ilmu pendidikan sebagai ilmu yang multidimensi baik dari segi filsafat 'epistemologis, aksiologis, dan ontologis(, maupun secara

ilmiah. Dari segi ini, yang diinginkan adalah ilmu pendidikan yang berakar dari konteks budaya dan karakteristik masyarakat Indonesia, dan untuk kebutuhan masyarakat Indonesia yang terus berubah. Alangkah pentingnya kita berteori dalam praktek di lapangan pendidikan karena pendidikan dalam praktek harus dipertanggung a$abkan. /anpa teori dalam arti seperangkat alasan dan rasional yang konsisten dan saling berhubungan maka tindakan-tindakan dalam pendidikan hanya didasarkan atas alasan-alasan yang kebetulan, seketika dan a i mumpung. 2al itu tidak boleh ter adi karena setiap tindakan pendidikan bertu uan menunaikan nilai yang terbaik bagi peserta didik dan pendidik. =ahkan penga aran yang baik sebagai bagian dari pendidikan selain memerlukan proses dan alasan rasional serta intelektual uga ter alin oleh alasan yang bersifat moral. !ebabnya ialah karena unsur manusia yang dididik dan memerlukan pendidikan adalah makhluk manusia yang harus menghayati nilai-nilai agar mampu mendalami nilai-nilai dan menata perilaku serta pribadi sesuai dengan harkat nilai-nilai yang dihayati itu. &ita baru sa a menyaksikan pendidikan di Indonesia gagal dalam praktek berskala makro dan mikro yaitu dalam upaya bersama mendalami, mengamalkan dan menghayati Pancasila. <ihatlah bagaimana usaha nasional besar-besaran selama 5? tahun '4@AB-4@@B( dalam P-A 'Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila( berakhir kita nilai gagal menyatukan bangsa untuk memecahkan masalah nasional suksesi kepresidenan secara damai tahun 4@@B, setelah krisis multidimensional melanda dan memporakporandakan hukum dan perekonomian negara mulai pertengahan tahun 4@@A, bahkan se ak 5A Culi 4@@D sebelum kampanye Pemilu berdarah tahun 4@@A. itu adalah contoh pendidikan dalam skala makro yang dalam teorinya tidak pas dengan Pancasila dalam praktek diluar ruang penataran. *ungkin penatar dan petatar dalam teorinya ber-Pancasila tetapi didalam praktek, sebagian besar telah cenderung menerapkan Pancasila Plus atau Pancasila *inus atau kedua-duanya. Itu sebabnya harus kita putuskan bah$a P-A dan P-8 tidak dapat dipertanggung a$abkan, setidak-tidaknya secara moral dan sosial. *ari kita kembali berprihatin sesuai ucapan Dr. 3unning yang dikutip <ange#eld '4@EE(. >Praktek tanpa teori adalah untuk orang idiot dan gila, sedangkan teori praktek hanya untuk orangorang enius6. Ini berarti bah$a sebaiknya pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mampu bertanggung a$ab secara rasional, sosial dan moral. !ebaliknya apabila pendidikan dalam praktek dipaksakan tanpa teori dan alasan yang memadai maka hasilnya adalah bah$a semua pendidik dan peserta didik akan merugi. &ita merugi karena tidak mampu bertanggung a$ab atas esensi perbuatan masing-masing dan bersama-sama dalam pengamalan Pancasila. Pancasila yang baik dan memadai, konsisten antara pengamalan 'lahiriah( dan penghayatan 'psikologis( dan penataan nilai secara internal. Dalam hal ini kita bukan menyaksikan kegiatan 'praktek( pendidikan tanpa dasar teorinya tetapi suatu praktek pendidikan nasional tanpa suatu teori yang baik. Pendidikan sebagai ge ala sosial dalam kehidupan mempunyai landasan indi#idual, sosial dan kultural. Pada skala mikro pendidikan bagi indi#idu dan kelompok kecil beralngsung dalam skala relatif tebatas seperti antara sesama sahabat, antara seorang guru dengan satu atau sekelompok kecil sis$anya, serta dalam keluarga antara suami dan isteri, antara orang tua dan anak serta anak lainnya. Pendidikan dalam skala mikro diperlukan agar manusia sebagai indi#idu berkembang semua potensinya dalam arti perangkat pemba$aanya yang baik dengan lengkap. *anusia berkembang sebagai indi#idu men adi pribadi yang unik yang bukan duplikat pribadi lain. /idak ada manusia yang diharap mempunyai kepribadian yang sama sekalipun keterampilannya hampir serupa. Dengan adanya indi#idu dan kelompok yang berbeda-beda diharapkan akan mendorong ter adinya perubahan masyarakat dengan kebudayaannya secara progresif. Pada tingkat dan skala mikro pendidikan merupakan ge ala sosial yang mengandalkan interaksi manusia sebagai sesama 'subyek( yang masing-masing bernilai setara. /idak ada perbedaan hakiki dalam nilai orang perorang karena

interaksi antar pribadi 'interpersonal( itu merupakan perluasan dari interaksi internal dari seseorang dengan dirinya sebagai orang lain, atau antara saya sebagai orang kesatu 'yaitu aku( dan saya sebagai orang kedua atau ketiga 'yaitu daku atau-kuF harap bandingkan dengan pandangan orang Inggris antara I G me(. Pada skala makro pendidikan berlangsung dalam ruang lingkup yang besar seperti dalam masyarakat antar desa, antar sekolah, antar kecamatan, antar kota, masyarakat antar suku dan masyarakat antar bangsa. Dalam skala makro masyarakat melaksanakan pendidikan bagi regenerasi sosial yaitu pelimpahan harta budaya dan pelestarian nilai-nilai luhur dari suatu generasi kepada generasi muda dalam kehidupan masyarakat. Diharapkan dengan adanya pendidikan dalam arti luas dan skala makro maka perubahan sosial dan kestabilan masyarakat berangsung dengan baik dan bersama-sama. Pada skala makro ini pendidikan sebagai ge ala sosial sering ter$u ud dalam bentuk komunikasi terutama komunikasi dua arah. Dilihat dari sisi makro, pendidikan meliputi kesamaan arah dalam pikiran dan perasaan yang berakhir dengan tercapainya kemandirian oleh peserta didik. *aka pendidikan dalam skala makro cenderung dinilai bersifat konser#atif dan tradisional karena sering terbatas pada penyampaian bahan a ar kepada peserta didik dan bisa kehilangan ciri interaksi yang afektif. Adanya aspek-aspek lahiriah, psikologis dan rohaniah seperti disebut tadi mengisyaratkan bah$a manusia dalam fenomena 'situasi( pendidikan adalah paduan antara manusia sebagai sebagai fakta dan manusia sebagai nilai. /iap manusia bernilai tertentu yang bersifat luhur sehingga situasi pendidikan memiliki bobot nilai indi#idual, sosial dan bobot moral. Itu sebabnya pendidikan dalam praktek adalah fakta empiris yang syarat nilai berhubung interaksi manusia dalam pendidikan tidak hanya timbal balik dalam arti komunikasi dua arah melainkan harus lebih tinggi mencapai tingkat maniusia$i seperti saya atau sis$a mendidik diri sendiri atas dasar hubungan pribadi dengan pribadi 'higher order interactions( antar indi#idu dan hubungan intrapersonal secara afektif antara saya 'yaitu I( dan diriku 'diri sendiri yaitu my self atau the self(. Adapun manusia sebagai fakta empriris tentu meliputi berbagai #ariabel dan hubungan #ariabel yang terbatas umlahnya dalam telaah deskriptif ilmu-ilmu. !edangkan umlah #ariabelnya amat banyak dan hubungan-hubungan antara #ariabel amat kompleks sifatnya apabila pendidik memelihara kualitas interaksinya dengan peserta didik secra orang perorang 'personal(. Artinya sifat manusia$i dari pendidikan 'manusia dalam pendidikan( harus terpelihara demi kualitas proses dan hasil pendidikan. Pemeliharaan itulah yang menuntut agar pendidik siap untuk bertindak se$aktu-$aktu secara kreatif 'berkiat menciptakan situasi yang pas, apabila perlu. *isalnya atas dasar diagnostik klinis( sekalipun tanpa prognosis yang lengkap namun utamanya berdasarkan sikap afektif bersahabat terhadap terdidik. &reati#itas itu didasarkan kecintaan pendidik terhadap tugas mendidik dan menga ar, itu sebabnya ge ala atau fenomena pendidikan tidak dapat direduksi sebagai ge ala sosial atau ge ala komunikasi timbal balik belaka. Apabila ilmu-ilmu sosial atau beha#ioral mampu menerapkan pendekatan dan metode ilmiah 'Pearson, 4@??( secara termodifikasi dalam telaah manusia melalui ge ala-ge ala sosial, apakah ilmu pendidikan harus bertindak serupa untuk mengatasi ketertinggalan- nya khususnya ditanah air kita? Pendidik memang harus bertindak pada latar mikro termasuk dalam kelas atau di sekolah kecil, mempengaruhi peserta didik dan itu diapresiasi oleh telaah pendidikan berskala mikro, yaitu oleh paedagogik 'teoritis( dan andragogi 'suatu pedagogic praktis(. Itu sebabnya ilmu pendidikan harus lebih inklusif daripada penga aran 'yang makro( lebih utama daripada menga ar dan mendidik. =ahkan kegiatan penga aran disekolah memerlukan perencanaan dalam arti penyusunan persiapan menga ar. Dalam pandangan ilmu pendidikan yang otonom, ruang lingkup penga aran tidak dengan sendirinya mencakup kegiatan mendidik dan menga ar. Atas dasar pokok-pokok pikiran tentang aspek lahiriah, psikologis dan rohaniah dari manusia dalam fenomena pendidikan maka pendidikan dalam praktek haruslah secara lengkap mencakup bimbingan, mendidik, menga ar dan penga aran. Dalam fenomena yang normal peserta didik dapat didorong aga

bela ar aktif melalui bimbingan dan menga ar. /etapi adakalanya dalam situasi kritis sis$a perlu meniru cara guru yang aktif bela ar sendiri. Itu sebabnya perundang-undangan pendidikan kita sebenarnya perlu diluruskan, pada satu sisi agar upaya mendidik ter adi dalam keluarga secara $a ar, disisi lain agar penga aran disekolah meliputi dimensi mendidik dan menga ar. <agi pula bah$a diferensisasi dan fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan perlu ditentukan utamanya harus melakukan penga aran dan mengelola kurikulum formal sebagai aspek spesialisasinya agar beroperasi efisien. !edangkan konsep pendidikan yang uga mencakup program latihan '"". ,o. 5+4@B@ Pasal 4 butir ke-4( adalah suatu konstruk yang amat luas dilihat dari perspektif sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. *aka konsep pendidikan yang memerlukan ilmu dan seni ialah proses atau upaya sadar antar manusia dengan sesama secara beradab, dimana pihak kesatu secara terarah membimbing perkembangan kemampuan dan kepribadian pihak kedua secara manusia$i yaitu orang perorang. Atau bisa diperluas men adi makro sebagai upaya sadar manusia dimana $arga maysrakat yang lebih de$asa dan berbudaya membantu pihak-pihak yang kurang mampu dan kurang de$asa agar bersama-sama mencapai taraf kemampuan dan kede$asaan yang lebih baik 'PheniH, 4@EB:47(, =uller, 4@DB:4?(. Dalam arti ini uga sekolah laboratorium akan memerlukan alinan praktek ilmu dan praktek seni. !ebaliknya butir 4 pasal 4, "" ,o. 5 +4@B@ kiranya kurang tepat sehingga tentu sulit menuntut sis$a ber %=!A padahal guru belum tentu aktif bela ar, mengingat definisi pendidikan yang makro, yaitu : >Pendidikan ialah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, penga aran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang6.'<ihat pula "" !isdiknas 5??7(. &iranya konsep pendidikan yang demikian kurang mampu memberi isi kepada tu uan dan semangat =ab IIII ""D 4@8E yang meru uk bidang pendidikan sebagai amanah untuk me$u udkan keterkaitan erat antara sistem penga aran nasional dengan kebudayaan kebangsaan. &arena itu dalam lingkup pendidikan menurut skala mikro dan abstark yang lebih makro, pendidik harus uga peduli dengan aspek etis 'moral( dan estetis dari pengalamannya berinteraksi dengan peserta didik selain aspek pengetahuan, kebenaran dan perilaku yang disisyaratkan oleh konsep pendidikan menurut undangundang tadi. 2al ini sesuai dengan pandangan &i 2a ar De$antara '4@E?( sebagai berikut >/aman !is$a mengembangkan suatu cara pendidikan yang tersebut didalam Among dan bersemboyan J/ut 0uri 2andayani. 'mengikuti sambil mempengaruhi(. Arti /ut 0uri ialah mengikuti, namun maknanya ialah mengikuti perkembangan sang anak dengan penuh perhatian berdasarkan cinta kasih dan tanpa pamrih, tanpa keinginan menguasai dan memaksa, dan makna 2andayani ialah mempengaruhi dalam arti merangsang, memupuk, membimbing, memberi teladan agar sang anak mengembangkan pribadi masing-masing melalui disiplin pribadi6.Demikian bagi &i 2a ar De$antara pendidikan pada skala mikro tidak terlepas dari pendidikan dalam arti makro, bahkan disipilin pribadi adalah tu uan dan cara dalam mencapai disiplin yang lebih luas. Ini berarti bah$a landasan pendidikan terdapat dalam pendidikan itu sendiri, yaitu faktor manusianya. Dengan demikian landasan-landasan pendidikan tidak mesti dicari diluar fenomena 'ge ala( pendidikan termasuk ilmu-ilmu lain dan atau filsafat tertentu dari budaya barat. 1leh karena itu data ilmu pendidikan tidak tergantung dari studi ilmu psikologi., fisiologi, sosiologi, antropologi ataupun filsafat. <agi pula konsep penga aran 'yang makro( berdasarkan kurikulum formal tidak dengan sendirinya bersifat inklusif dan atau sama dengan menga ar. =ahkan dalam banyak hal penga aran itu tergantung hasilnya dari kualitas guru menga ar dalam kelas masing-masing. !udah barang tentu asas /ut 0uri 2andayani tidak akan men adikan penga aran identik dengan sekedar upaya sadar menyampaikan bahan a ar dikelas kepada rombongan sis$a mengingat guru harus berhamba kepada kepentingan sis$anya. %. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan

"raian diatas mengisyaratkan terhadap dasar-dasar pendidikan bah$a praktek pendidikan sebagai ilmu yang sekedar rangkaian fakta empiris dan eksperimental akan tidak lengkap dan tidak memadai. Fakta pendidikan sebagai ge ala sosial tentu sebatas sosialisasi dan itu sering beraspirasi daya serap kognitif diba$ah 4?? K 'bahkan D? K(. !edangkan pendidikan nilai-nilai akan menuntut sis$a menyerap dan meresapi penghayatan 4?? K melampaui tu uan-tu uan sosialisasi, mencapai internaliasasi 'mikro( dan hendaknya uga enkulturasi 'makro(. Itulah perbedaan esensial antara pendidikan 'yang men alin aspek kognitif dengan aspek afektif( dan kegiatan menga ar yang paling-paling men alin aspek kognitif dan psikomotor. Dalam praktek e#aluasinya kegiatan penga aran sering terbatas targetnya pada aspek kognitif. Itu sebabnya diperlukan perbedaan ruang lingkup dalam teori antara penga aran dengan menga ar dan mendidik. Adapun ketercapaian untuk daya serap internal mencapai 4?? K diperlukn tolong menolong antara sesama manusia. Dalam hal ini tidak ada orang yang selalu sempurna melainkan bisa ter adi kemerosotan yang harus diimbangi dengan penyegaran dan kontrol sosial. Itulah segi interdependensi manusia dalam fenomena pendidikan yang memerlukan kontrol sosial apabila hendak mencegah penurunan pengamalan nilai dan norma diba$ah 4??K. Dalam bahasa Agama disebut 62ablumminnnaas6 Pedagogik sebagai ilmu murni menelaah fenomena pendidikan. Celaslah bah$a telaah lengkap atas tindakan manusia dalam fenomena pendidikan melampaui ka$asan ilmiah dan memerlukan analisis yang mandiri atas data pedagogik 'pendidikan anak( dan data andragogi 'Pendidikan orang de$asa(. Adapun data itu mencakup fakta 'das sein( dan nilai 'das sollen( serta alinan antara keduanya. Data faktual tidak berasal dari ilmu lain tetapi dari ob ek yang dihadapi 'fenomena( yang ditelaah Ilmu$an itu 'pedagogik dan andragogi( secara empiris. =egitu pula data nilai 'yang normati#e( tidak berasal dari filsafat tertentu melainkan dari pengalaman atas manusia secara hakiki. Itu sebabnya pedagogi dan andragogi memerlukan alinan antara telaah ilmiah dan telaah filsafah. /etapi tidak berarti bah$a filsafat men adi ilmu dasar karena ilmu pendidikan tidak menganut aliran atau suatu filsafat tertentu. !ebaliknya ilmu pendidikan khususnya pedagogik 'teoritis( adalah ilmu yang menyusun teori dan konsep yang praktis serta positif sebab setiap pendidik tidak boleh ragu-ragu atau menyerah kepada keragu-raguan prinsipil. 2al ini serupa dengan ilmu praktis lainnya yang mikro dan makro. !eperti kedokteran, ekonomi, politik dan hukum. 1leh karena itu pedagogik 'dan telaah pendidikan mikro( serta pedagogik praktis dan andragogi 'dan telaah pendidikan makro( bukanlah filsafat pendidikan yang terbatas menggunakan atau menerapkan telaah aliran filsafat normati#e yang bersumber dari filsafat tertentu. )ang lebih diperlukan ialah penerapan metode filsafah yang radikal dalam menelaah hakikat peserta didik sebagai manusia seutuhnya.Implikasinya elas bah$a batang tubuh 'body of kno$ledge( ilmu pendidikan haruslah sekurang-kurangnya secara mikro mencakup : L Melasi sesama manusia sebagai pendidik dengan terdidik 'person to person relation-ship( L Pentingnya ilmu pendidikan mempergunakan metode fenomenologi secara kualitatif. L 1rang de$asa yang berperan sebagai pendidik 'educator( L &eberadaan anak manusia sebagai terdidik 'learner, student( L *emikiki /u un pendidikan yang elas 'educational aims and ob ecti#es( L /indakan dan proses pendidikan 'educati#e process(, dan L <ingkungan dan lembaga pendidikan 'educational institution( L *engacu kepada /u uan pendidikan nasional yaitu men adikan manusia Indonesia yang beriman, bertak$a dan berakhlak mulia. Itulah lingkup pendidikan yang mikroskopis sebagai hasil telaah ilmu murni ilmu pendidikan dalam arti pedagogik 'teoritis dan sistematis(. *engingat pendidikan uga dilakukan dalam arti luas dan makroskopis di berbagai lembaga pendidikan formal dan non-formal, tentu petugas tenaga pendidik di lapangan memerlukan masukan yang berlaku umum berupa rencana pela aran atau konsep program kurikulum untuk lembaga yang se enis. 1leh karena itu selain pedagogik praktis yang menelaah ragam

pendidikan di berbagai lingkungan dan lembaga formal, informal dan non-formal pendidikan luar sekolah dalam arti terbatas, dengan begitu, batang tubuh diatas tadi diperlukn lingkupannya sehingga meliputi: 9 &onteks sosial budaya 'socio cultural conteHs and education( 9 Filsafat pendidikan 'preskriptif( dan se arah pendidikan 'deskriptif( 9 /eori, pengembangan dan pembinaan kurikulum, serta cabang ilmu pendidikan lainnya yang bersifat preskriptif. 9 =erbagai studi empirik tentang fenomena pendidikan 9 =erbagai studi pendidikan aplikatif 'terapan( khususnya mengenai penga aran termasuk pengembangan specific content pedagogy. 9 !edangkan telaah lingkup yang makro dan meso dari pendidikan, merupakan bidang telaah utama yang memperbedakan antara ob ek formal dari pedagogik dari ilmu pendidikan lainnya. &arena pedagogik tidak langsung membicarakan perbedaan antara pendidikan informal dalam keluarga dan dalam kelompok kecil lainnya, dengan pendidikan formal 'dan non formal( dalam masyarakat dan negara, maka hal itu men adi tugas dari andragogi dan cabang-cabang lain yang rele#an dari ilmu pendidikan. 9 Itu sebabnya dalam pedagogik terdapat pembicaraan tentang faktor pendidikan yang meliputi : 'a( tu uan hidup, 'b( landasan falsafah dan yuridis pendidikan, 'c( pengelolaan pendidikan, 'd( teori dan pengembangan kurikulum, 'e( penga aran dalam arti pembela aran 'instruction( yaitu pelaksanaan kurikulum dalam arti luas di lembaga formal dan non formal terkait. =idang masalah yang ditelaah oleh teori pendidikan sebagai ilmu ialah sekitar manusia dan sesamanya yang memiliki kesamaan dan keragaman di dalam fenomena pendidikan. )ang men adi inti ilmu pendidikan teoritis ialah Pedagogik sebagai ilmu mendidik yaitu mengenai tealaah 'atau studi( pendidikan anak oleh orang de$asa. Pedagogik teoritis selalu bersifat sistematis karena harus lengkap problematik dan pembahasannya. /etapi pendidikan 'atau pedagogi( diperlukan uga oleh semua orang termasuk orang de$asa dan lan ut usia. &arena itu selain cabang pedagogik teoritis sistematis uga terdapat cabang-cabang pedagogik praktis, diantaranya pendidikan formal di sekolah, pendidikan informal dalam keluarga, andragogi 'pendidikan orang de$asa( dan gerogogi 'pendidikan orang lansia(, serta pendidikan non-formal sebagai pelengkap pendidikan en ang sekolah dan pendidikan orang de$asa.Di dalam menelaah manusia yang berinteraksi di dalam fenomena pendidikan, ilmu pendidikan khususnya pedagogic merupakan satu-satunya bidang ilmu yang menelaah interaksi itu secara utuh yang bersifat antar dan inter-pribadi. "ntunglah ada ilmu lain yang melakukan telaah atas perilaku manusia sebagai indi#idu. =egitu uga halnya atas telaah interaksi sosial, telaah perilaku kelompok dalam masyarakat, telaah nilai dan norma sebagai isi kebudayaaan, dan seterusnya. Ilmuilmu yang melakukan telaah demikian di adikan berfungsi sebagai ilmu bantu bagi ilmu pendidikan. Diantara ilmu bantu yang penting bagi pedagogic dan androgogi ialah : biologi, psikologi, sosiologi, antropologi budaya, se arah dan fenomenologi 'filsafah(. a. Pendekatan fenomenologi dalam menelaah ge ala pendidikan Pedagogik tidak menggunakan metode deduktif spekulatif dalam in#estigasinya berdasarkan pen abaran pendirian dasar-dasar filosofis. Pedagogik adalah ilmu pendidikan yang bersifat teoritis dan bukan pedagogik yang filosofis. Pedagogik melakukan telaah fenomenologis atas fenomena yang bersifat empiris sekalipun bernuansa normati#e. !eperti dikatakan <ange#eld '4@EE( Pedagogik mempergunakan pendekatan fenomenologis secara kualitatif dalam metode penelitiannya : Pedagogik bersifat filosofis dan empiris. =erfikir filosofis pada satu sisi dan di pihak lain pengalaman dan penyelidikan empiris ber alan bersama-sama. 2ubungan-hubungan dan ge ala yang menun ukkan ciri-ciri pokok dari ob eknya ada yang memaksa menun uk ke konsekunsi yang filosofis, adapula yang memaksakaan konsekunsi yang empiris karena data yang faktual. Pedagogik me$u udkan teori tindakan yang didahului dan diikuti oleh berfikir filosofis. Dalam berfikir filosofis tentang data

normati#e pedagogic didahului dan diikuti oleh oleh pengalaman dan penyelesaikan empiris atas fenomena pendidikan. Itulah fenomena atau ge ala pendidikan secara mikro yang menurut <ange#ald mengandung keenam komponen yng men adi inti dari batang tubuh pedagogik. b. &ontribusi ilmu-ilmu bantu terhadap pedagogik Ilmu pendidikan khususnya pedagogik dan androgogi tidak menggunakan metoda deskriptifeksperimental karena manfaatnya terbatas pada pemahaman atas perubahan perilaku sis$a. !edangkan prediksi dan kontrol yang eksperimental diterapkan dan itupun manfaatnya terbatas sekali. Cadi kurang bermanfaat apabila ilmu pendidikan mempergunakan metode deskriptif-eksperimental terhadap perubahan-perubahan didalam pendidikan secara kuantitatif. !ebaliknya pedagogik dan androgogi harus men adi ilmu otonom yang menerapkan metode fenomenologi secara kualitatif. *aksudnya ialah agar dapat memperoleh data yang tidak normati#e 'data factual( dalam umlah seperlunya dari ilmu biologi, psikologi dan ilmu-ilmu sosial. /etapi ilmu pendidikan harus sedapat mungkin melakukan pengumpulan datanya sendiri langsung dari fenomena pendidikan, baik oleh partisipan-pengamat 'ilmu$an( ataupun oleh pendidik sendiri yang uga biasa melakukan analisis apabila situasi itu memaksanya harus bertindak kreatif. /entu sa a untuk itu diperlukan prasyarat penguasaan atas sekurang-kurangnya satu ilmu bantu dan atau filsafat umum. Penulis *akalah &elompok !5 /eknologi Pendidikan : 0i aya &usumah, Mosiman, !usun !uliharti, )uyun )unand, dan DAF/AM M:F:M:,!I =ogdan G =iklen '4@B5( -ualitati#e Mesearch For :ducation. =oston *A: Allyn =acon%ampbell G !tanley '4@D7( :Hperimental G -uasi-:Hperimental Design for Mesearch. %hicago : Mand *c,ellyDeese, C '4@AB( /he !cientific =asis of the Art of /eaching. ,e$ )ork : %olombia "ni#ersity-/eachers %ollege Press3ordon, /homas '4@A8( /eacher :ffecti#eness /raining. ,): Peter h. 0ydenpub2enderson, !NP '4@E8( Introduction to Philosophy of :ducation.%hicago : "ni#. of %hicago Press 2idayat !yarief '4@@A( /antangan P3MI dalam Pendidikan ,asional. *akalah pada !emiloka ,asional "nicef-P3MI. Cakarta: *aret,4@@A 2ighet, 3 'l@E8(, !eni *endidik 'ter emahan Cilid I dan II(, P/.Pembangunan Cu un !. !uriasumantri '4@B5(, Filsafat Ilmu !ebuah Pengantar *odern. Cakarta &emeny,C3, 'l@E@(, A Philosopher <ooks at !cience, ,e$ 2ersey, ,C: )ale "ni#.Press &i 2a ar De$antara, 'l@E?(, Dasar-dasar Perguruan /aman !is$a, DI):*a elis <uhur &i !uratman, 'l@B5(, !istem Among !ebagai !arana Pendidikam *oral Pancasila, Cakarta:Depdikbud &uhn, /s, 'l@D@(, /he !tructure of !cientific Me#olution, %hicago:%hicago "ni#.<ange#eld, *C, 'l@EE(, Pedagogik /eoritis !istematis 'ter emahan(, =andung, Cemmars <iem / ong /iat, 'l@DB(, Fisafat Pendidikan dan Pedagogik, =andung, Curusan F!P FIP I&IP=andung Maka Coni /.'l@AA(, Permbaharauan Profesional /enaga &ependidikan: Permasalahan dan &emungkinan Pendekatan, Cakarta, Depdikbud

You might also like