You are on page 1of 44

BAB I LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS Nama Umur Jenis Kelamin Alamat : Sdr. T M : 19 tahun : Laki-laki : Dusun Ngambak RT 05/02 Kel. Ngambakrejo Kec. Tanggungharjo Kab. Grobogan Pekerjaan Agama Tgl masuk RS Bangsal No.CM : Buruh : Islam : 23 Oktober 2013 : Kenanga Ruang 3 : 431454

II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesis pada hari ke-3 dirawat di RS pukul 16.00 di Bangsal Kenanga Kamar 3.2 A. Keluhan Utama : Sakit di pergelangan tangan kiri bawah

B. Keluhan Tambahan : Pergelangan tangan kiri bawah tidak bisa digerakkan B. Riwayat Penyakit Sekarang : Lokasi Onset Kualitas Kuantitas Kronologis : Pergelangan tangan kiri bawah : 60 jam yang lalu : Sakit dan tidak bisa digerakkan : terus menerus setiap hari :

60 jam yang lalu, pasien mengalami kecelakaan lalu lintas di daerah Brangsong. Pasien menggunakan sepeda motor, posisi sebagai

pembonceng. Sebelumnya pasien melakukan pesta minuman keras bersama rekan-rekannya di daerah Kaliwungu kemudian melanjutkan perjalanan ke arah Kendal kota. Pasien membonceng temannya yang juga dalam pengaruh alkohol. Ketika sampai di daerah Brangsong, ada sebuah truk yang akan menyeberang dari arah kanan, tetapi pengendara motor kaget dan dalam kondisi tidak seimbang membanting setir ke kiri, hingga motor

jatuh ke kiri dan terseret. Pasien sebagai pembonceng jatuh dalam posisi lengan kiri jatuh terlebih dahulu menahan badan, kemudian muka juga jatuh menyentuh aspal. Pingsan (-). pukul 04.00 tanggal 23 Oktober 2013 ( 1 jam setelah kejadian) pasien datang ke IGD dengan diantar polisi. Pasien dalam kondisi sadar , lengan kiri bawah dan tangan kiri terasa sakit dan tidak bisa digerakkan, luka di daerah wajah, pusing, mual (-), muntah (-). Faktor modifikasi : sakit berkurang bila lengan kiri diistirahatkan Keluhan lain : sakit kepala

C. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat trauma Riwayat Hipertensi Riwayat Alergi Obat dan Makanan Riwayat DM : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat trauma Riwayat Hipertensi Riwayat Alergi Obat dan Makanan Riwayat DM : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

F. Riwayat Pribadi, Sosial dan Ekonomi Pasien baru 3 bulan bekerja sebagai buruh pabrik. Pasien tinggal di kost bersama teman kerja di daerah Mangkang. Biaya pengobatan ditanggung oleh Jamkesmas.

III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Kesadaran GCS Status gizi Tanda vital : Baik : Composmentis : 15 : Normoweight

T N R t

: 110/70 mmHg : 80 x/menit (regular, isi dan tegangan cukup) : 20 x/menit (reguler) : 36,3 C (per axiller)

Status generalis 1. Kulit 2. Kepala 3. Wajah : sawo matang, turgor kulit (N) : bentuk mesocephal, luka (-) : luka lecet (+) di pipi kanan, luka robek (+) di pipi kiri, bengkak (+) di pipi kanan, darah (-) 4. Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (diameter 3mm/3mm), reflek cahaya (+/+) 5. Telinga 6. Hidung 7. Mulut 8. Leher : Discharge (-/-) : septum deviasi (-), discharge (-/-) : Normal, sianosis (-) : simetris, deviasi trachea (-), pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (-). 9. Thoraks : normochest, simetris, pembesaran kelenjar getah bening aksilla (-) COR Inspeksi Palpasi : ictus cordis tidak tampak : ictus cordis teraba di SIC V, 2 cm ke medial linea midclavicularis sinistra, pulsus para sternal (-), pulsus epigastrium (-) Perkusi : batas jantung

kiri bawah : SIC V, 2 cm medial linea midclavicularis sinistra kiri atas : SIC II linea sternalis sinistra

kanan atas : SIC II linea sternalis dextra pinggang jantung : SIC III linea parasternalis sinistra Kesan : konfigurasi jantung dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi Jantung I-II reguler, bising (-) PULMO Depan Belakang

I : Statis : normochest (+/+), simetris I : Statis : normochest (+/+), simetris kanan kiri, retraksi (-/-) Dinamis : pergerakan paru kanan kiri, retraksi (-/-) Dinamis : pergerakan paru

simetris, retraksi (-/-)

simetris, retraksi (-/-)

Pa : Statis : simetris, sela iga tidak Pa : Statis : simetris, sela iga tidak melebar, tidak ada yang tertinggal, retraksi (-/-) Dinamis : pergerakan paru melebar, tidak ada yang

tertinggal, retraksi (-/-) Dinamis : pergerakan paru

simetris, sela iga tidak melebar, tidak ada yang tertinggal, retraksi (-/-) Stem fremitus kanan=kiri Pe : sonor / sonor seluruh lapang paru

simetris, sela iga tidak melebar, tidak ada yang tertinggal, retraksi (-/-) Stem fremitus kanan=kiri Pe : sonor/sonor seluruh lapang paru

Aus: Suara dasar vesikuler (+/+), Aus: Suara dasar vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-) ronki (-/-), wheezing (-/-)

10. Punggung : kifosis (-), lordosis (-), nyeri ketok costovertebra (-) 11. Abdomen Inspeksi : Normal, meteorismus (-), massa (-) Palpasi Perkusi : Supel, nyeri tekan (-) : timpani di semua lapang abdomen

Auskultasi: bising usus (+) normal 12. Ekstremitas Superior Akral dingin Edema Capilary refill Jejas (-/-) (/+) <2 (-/+) Inferior (-/-) (-/-) <2 (-/-)

IV. STATUS LOKALIS Regio Facialis Inspeksi : Tampak luka lecet di Buccal dexter, ukuran 7 cm x 3 cm, merah (+), bengkak (+), darah (-)

Tampak luka jahitan di Buccal sinister , ukuran 5 cm x 0,5 cm, warna = kulit sekitar, bengkak (-) Palpasi : suhu teraba normal, sakit saat palpasi (-)

Regio Antebrachii Sinister Look (Inspeksi) : tampak luka lecet di daerah Cubiti, 3 cm x 2 cm, tepi tidak teratur, bone expose (-), warna kemerahan (+), bengkak (+), hematom (-), darah (-), deformitas (+) Feel (Palpasi) : sakit saat palpasi (+), pulsasi a. radialis (+), akral hangat (+), sensasi (+), CRT (<2) Move (Gerakan) : nyeri saat digerakkan (+), kekakuan (+), gerakan aktif dan pasif terhambat (+), tangan posisi pronasi (+), muscle power = 1

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 23-10-2013) Hematologi WBC (H) Lymph# Mid# Gran# (H) Lymph% Mid % Gran%(H) HGB RBC HCT MCV MCH MCHC RDW-CV : 20,7 x 103/l : 1,4 x 103/l : 1,1 x 103/l : 18,2 x 103/l : 6,7% : 5,2% : 88,1% : 14,1 g/dl : 4,18 x 106/l : 39,8 % : 95,3 % : 33,7 pg : 35,4 g/dl : 13,7 % (4,0-11,0) (0,8-4.0) (0,1-1,5) (2,0-7,0) (20,0-40,0) (3,0-15,0) (50,0-70,0) (11,0-16,0) (3,50-5,50) (37,0-54,0) (80,0-100,0) (27,0-34,0) (32,0-36,0) (11,0-16,0)

RDW-SD PLT MPV PDW PCT

: 51,2 fl : 206 x 103/l : 7,2 fl : 15,4 : 0,148 %

(35,0-56,0) (100-300) (6,5-12,0) (9,0-17,0) (0,108-0,282)

Koagulasi PT APTT : 12,1 detik : 31,8 detik (11,3-14,7) (27,4-39,3)

2. Pemeriksaan Radiologi (Tanggal 23-10-2013) a. Foto Antebrachii Sinister proyeksi AP/Lateral

Kesan : Tampak gambaran fraktur di 1/3 distal radius sinister tipe Colles

b. Foto Cranium proyeksi AP/Lateral

VI. ASSESMENT Dx Klinis 1. CKR (Cedera Kepala Ringan) 2. Close Fracture 1/3 distal radius sinister tipe Colles 3. Vulnus ekskoriasi regio Cubiti sinister 4. Vulnus laceratum regio Buccal Sinister 5. Vulnus ekskoriasi regio Buccal dexter

VII.

INITIAL PLAN a. Ip Dx Pemeriksaan hemostasis : PT/PPT, APTT

b. Ip Tx Non medikamentosa : 1. Wound toilet + debridement 2. Hecting Vulnus laceratum regio buccal sinister 3. Pemasangan spalk di region antebrachii sinister Medikamentosa : Inj. Ceftriaxon 2x1 gr Inj. Ketorolac 3x30 mg Inj. ATS 250 IU

c. Ip Operatif Rujuk ke Dokter spesialis bedah d. Ip Monitoring Keadaan umum, tanda vital, perbaikan tanda dan gejala, pola makan, hasil pemeriksaan penunjang, kondisi luka operasi, perbaikan movement. e. Ip Ex Penjelasan mengenai penyakit dan prognosisnya, minum obat teratur, makanan tinggi protein, vitamin dan mineral, menjaga kebersihan luka, cukup istirahat, tenangkan pikiran dan menahan emosi, mengikuti fisioterapi teratur.

VIII.

PROGNOSIS Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad sanam : dubia ad bonam

BAB II

Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Kinesiologi Antebrakhii Distal Bagian antebrakhii distal sering disebut pergelangan tangan, batas atasnya kira-kira 1,5-2 inchi distal radius. Pada tempat ini ditemukan bagian distal tulang radius yang relatif lemah karena tempat persambungan antara tulang kortikal dan tulang spongiosa dekat sendi. Dorsal radius bentuknya cembung dengan permukaan beralur-alur untuk tempat lewatnya tendon ekstensor. Bagian volarnya cekung dan ditutupi oleh otot pronator quadratus. Sisi lateral radius distal memanjang ke bawah membentuk prosesus styloideus radius dengan posisi yang lebih rendah dari prosesus styloideus ulna. Bagian ini merupakan tempat insersi otot brakhioradialis. Pada antebrakhii distal ini ditemui 2 sendi yaitu sendi radioulna distal dan sendi radiocarpalia. Kapsul sendi radioulna dan radiocarpalia melekat pada batas permukaan sendi. Kapsul ini tipis dan lemah tapi diperkuat oleh beberapa ligamen antara lain: 1. 2. 3. 4. Ligamentum carpal volar (yang paling kuat) Ligamentum carpal dorsal Ligamentum carpal dorsal dan volar Ligamentum collateral

Radius bagian distal bersendi dengan tulang karpus yaitu tulang lunatum dan navikulare ke arah distal, dan dengan tulang ulna bagian distal ke arah medial. Bagian distal sendi radiokarpal diperkuat dengan simpai di sebelah volar dan dorsal, dan ligament radiokarpal kolateral ulnar dan radial. Antara radius dan ulna selain terdapat ligament dan simpai yang memperkuat hubungan tersebut, terdapat pula diskus artikularis, yang melekat dengan semacam meniskus yang berbentuk segitiga, yang melekat pada ligamen kolateral ulna. Ligamen kolateral ulna bersama dengan meniskus homolognya dan diskus artikularis bersama ligament radioulnar dorsal dan volar, yang kesemuanya menghubungkan radius dan ulna, disebut kompleks rawan fibroid

triangularis (TFCC = triangular fibro cartilage complex) (Sjamsuhidayat & de Jong, 1998).

Gerakan

sendi

radiokarpal

adalah

fleksi

dan

ekstensi

pergelangan tangan serta gerakan deviasi radius dan ulna. Gerakan fleksi dan ekstensi dapat mencapai 90 derajat oleh karena adanya dua sendi yang bergerak yaitu sendi radiolunatum dan sendi lunatum- kapitatum dan sendi lain di korpus. Gerakan pada sendi radioulnar distal adalah gerak rotasi. (Sjamsuhidayat & de Jong, 1998)

Gambar 1a. Sudut normal sendi radiokarpal di bagian ventral (tampak lateral)

Gambar

1b.

Sudut

normal

yang

dibentuk oleh ulna terhadap sendi radiokarpal

Sendi radiokarpal normalnya memiliki sudut 1 - 23 derajat pada bagian palmar (ventral) seperti diperlihatkan pada gambar 1a. Fraktur yang melibatkan angulasi ventral umumnya berhasil baik dalam fungsi, tidak seperti fraktur yang melibatkan angulasi dorsal sendi radiokarpal yang pemulihan fungsinya tidak begitu baik bila reduksinya tidak sempurna. Gambar 1b memperlihatkan sudut normal yang dibentuk tulang ulna terhadap sendi radiokarpal, yaitu 15 - 30 derajat. Evaluasi terhadap angulasi penting dalam perawatan fraktur lengan bawah bagian distal, karena kegagalan atau reduksi inkomplit yang tidak memperhitungkan angulasi akan menyebabkan hambatan pada gerakan tangan oleh ulna.

(Simon & Koenigsknecht, 1987)

2.2 Definisi Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Bila trauma terjadi pada atau dekat persendian, mungkin terdapat fraktur pada tulang disertai dislokasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. Dislokasi adalah keadaan tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan.

Fraktur Colles adalah fraktur radius bagian distal (sampai 1 inchi dari ujung distal) dengan angulasi ke posterior, dislokasi ke posterior, dan deviasi fragmen

distal ke radial; dapat bersifat kominutiva dan dapat disertai fraktur prosesus stiloid ulna. Dislokasi ini menyebabkan bentuk lengan bawah dan tangan bila dilihat dari samping menyerupai bentuk garpu( dinner-fork deformity). Abraham Colles adalah orang yang pertama kali mendeskripsikan fraktur radius distalis pada tahun 1814 dan sekarang dikenal dengan nama fraktur Colles (Armis, 2000). Cedera yang digambarkan oleh Abraham Colles pada tahun 1814 adalah fraktur melintang pada radius tepat di atas pergelangan tangan, dengan pergeseran dorsal fragmen distal. Sejak saat itu fraktur jenis ini diberi nama sebagai fraktur Colles sesuai dengan nama Abraham Colles. Biasanya penderita jatuh terpeleset sedang tangan berusaha menahan badan dalam posisi terbuka dan pronasi. Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal yang akan menyebabkan patah radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari permukaan persendian pergelangan tangan.

Fraktur Colles

2.3 Epidemiologi Fraktur distal radius terutama fraktur Colles lebih sering ditemukan pada wanita, dan jarang ditemui sebelum umur 50 tahun (Clancey, 1984; Cooney, 1982). Secara umum insidennya kira-kira 8 15% dari seluruh fraktur dan diterapi di ruang gawat darurat. Dari suatu survey epidemiologi yang dilakukan di Swedia, didapatkan angka 74,5% dari seluruh fraktur pada lengan bawah merupakan fraktur distal radius (Cooney,1980). Umur di atas 50 tahun pria dan wanita 1 berbanding 5. Sebelum umur 50 tahun, insiden pada pria dan wanita lebih kurang

sama di mana fraktur Colles lebih kurang 60% dari seluruh fraktur radius (Cooney,1980). Sisi kanan lebih sering dari sisi kiri. Angka kejadian rata-rata pertahun 0,98%. Usia terbanyak dikenai adalah antara umur 50 59 tahun (Dias dkk, 1980; Sarmiento dkk, 1980).

2.4 Patofisiologi Trauma yang menyebabkan fraktur di daerah pergelangan tangan biasanya merupakan trauma langsung, yaitu jatuh pada permukaan tangan sebelah volar atau dorsal. Jatuh pada permukaan tangan sebelah volar menyebabkan dislokasi fragmen fraktur sebelah distal ke arah dorsal. Dislokasi ini menyebabkan bentuk lengan bawah dan tangan bila dilihat dari samping menyerupai garpu, seperti yang terjadi pada fraktur Colles.

Umumnya fraktur distal radius terutama fraktur Colles dapat timbul setelah penderita terjatuh dengan tangan posisi terkedang dan meyangga badan (Appley, 1995 ; Salter, 1981). Pada saat terjatuh sebagian energi yang timbul diserap oleh jaringan lunak dan persendian tangan, kemudian baru diteruskan ke distal radius, hingga dapat menimbulkan patah tulang pada daerah yang lemah yaitu antara batas tulang kortikal dan tulang spongiosa. Pada saat jatuh terpeleset, posisi tangan berusaha untuk menahan badan dalam posisi terbuka dan pronasi. Lalu dengan terjadinya benturan yang kuat, gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal dan mungkin

akan

menyebabkan

patah

radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari permukaan persendian pergelangan tangan. Sehingga tulang yang kemungkinan mengalami fraktur pada posisi tersebut adalah radius distal. Dengan posisi tangan pada saat jatuh seperti gambar di atas, maka gaya yang kuat akan berlawanan arah ke daerah pergelangan tangan. Dan seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa yang mungkin mengalami fraktur adalah distal radius sebab dilihat dari struktur jaringannya saja tulang daerah tersebut memang rawan patah.

2.5 Diagnosis Klinis Biasanya penderita mengeluh deformitas pada pergelangan tangan dengan adanya riwayat trauma sebelumnya. Pada penemuan klinis untuk fraktur distal radius terutama fraktur Colles akan memberikan gambaran klinis yang klasik berupa dinner fork deformity atau silver fork deformity, yaitu bagian distal fragmen fraktur beranjak ke arah dorsal dan radial, bagian distal ulna menonjol ke arah volar, sementara tangan biasanya dalam posisi pronasi, dan gerakan aktif pada pergelangan tangan tidak dapat dilakukan. Selain itu juga didapatkan kekakuan, gerakan yang bebas terbatas, dan pembengkakan di daerah yang terkena, nyeri bila pergelangan tangan digerakkan.

A.

KLASIFIKASI FRAKTUR COLLES

Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur ekstensi dari radius distal. Namun yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi oleh Frykman. Berdasarkan sistem ini maka fraktur Colles dibedakan menjadi:

2.6 Pemeriksaan Radiologi

Diagnosis fraktur dengan fragmen terdislokasi tidak menimbulkan kesulitan. Secara klinis dengan mudah dapat dibuat diagnosis patah tulang Colles. Bila fraktur terjadi tanpa dislokasi fragmen patahannya, diagnosis klinis dibuat berdasarkan tanda klinis patah tulang. (Sjamsuhidayat & de Jong, 1998)

Pemeriksaan radiologik juga diperlukan untuk mengetahui derajat remuknya fraktur kominutif dan mengetahui letak persis patahannya (Sjamsuhidayat & de Jong, 1998). Pada gambaran radiologis dapat diklasifikasikan stabil dan instabil. Dikatakan stabil apabila hanya terjadi satu garis patahan, dan instabil bila patahannya kominutif dan crushing dari tulang cancellous.

Bila secara klinis ada atau diduga ada fraktur, maka harus dibuat 2 foto tulang yang bersangkutan. Sebaiknya dibuat foto antero-posterior (AP) dan lateral. Bila kedua proyeksi ini tidak dapat dibuat karena keadaan

pasien yang tidak mengizinkan, maka dibuat 2 proyeksi tegak lurus satu sama lain. Perlu diingat bahwa bila hanya 1 proyeksi yang dibuat, ada kemungkinan fraktur tidak dapat dilihat. Proyeksi tambahan oblik

biasanya juga dibutuhkan untuk menilai trauma pada persendian. Pada fraktur ekstremitas, daerah yang difoto harus cukup luas dengan mencakup setidaknya satu persendian. Namun, pemeriksaan radiologis tulang yang berada di antara dua sendi sebaiknya mencakup

keseluruhan panjang tulang mulai dari persendian proksimal hingga persendian distal tulang tersebut. Untuk melihat fraktur pada tulang radius bagian distal, khususnya fraktur Colles, dibuat foto proyeksi AP dan lateral.

Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan foto Roentgen: Adakah fraktur, dimana lokasinya? Tipe (jenis) fraktur dan kedudukan fragmen Bagaimana struktur tulang: biasa? patologik? Bila dekat/pada persendian:adakah dislokasi?fraktur epifisis?

Pemeriksaan foto Rontgen pada kasus curiga fraktur digunakan untuk: a. Mendiagnosis adanya fraktur dengan memperhatikan lokasinya,

tipe (jenis fraktur), dan kedudukan fragmen. Bila dekat atau pada persendian, maka dapat diperhatikan adanya dislokasi, fraktur epifisis, dan pelebaran sela sendi karena efusi ke dalam rongga sendi. b. Menentukan struktur tulang apakah tulang dasarnya normal atau

patologis. c. Memperlihatkan posisi ujung tulang sebelum dan sesudah terapi

fraktur. Foto roentgen dilakukan segera setelah reposisi untuk menilai kedudukan fragmen. Bila dilakukan reposisi terbuka perlu diperhatikan kedudukan pen intramedular (kadang-kadang pen menembus tulang) ataupun plate and screw(kadang-kadang screw lepas). d. Pemeriksaan periodik untuk menilai penyembuhan fraktur - Pembentukan callus

- Konsolidasi - Remodeling: terutama pada anak-anak - Adanya komplikasi Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan foto

rontgen: 1. 2. 3. 4. Foto tulang apa Jenis tulang (anak/ dewasa) Alignment: Simetris/tidak Bone : Ada fraktur/ tidak

Jika ada: o o o o o o o 5. Jenisnya lokasi fraktur kedudukan fraktur ada callus atau tidak ada komplikasi atau tidak ada reaksi periosteal atau tidak keadaan struktur tulang(korteks dan medulla)

cartilago: o o o Apakah ada dislokasi/tidak Destruksi Bagaimana celah sendinya

6.

Soft Tissue: apakah ada sweeling atau tidak

Colles Fracture-PA Radiograph Radiograph

Colles

Fracture-Lateral

Dinner Fork Deformity

Pemeriksaan CT-Scan Ct-scan bersifat lebih sensitif daripada radiografi konvensional untuk mendeteksi kerusakan tulang karena dapat menampilkan potongan aksial, koronal dan sagital dari objek. Selain itu ct scan digunakan jika ingin memperlihatkan gambaran yang cukup pada sendi radiokarpal dan jaringan lunak, yang tidak dapat dilihat jelas pada radiografi konvensional

CT-Scan

penampang

axial

CT-Scan

penampang

coronal

menunjukkan fraktur kominutif distal os. Radius

menunjukkan fraktur kominutif distal os. Radius

CT-Scan penampang sagital menunjukkan adanya fraktur kominutif os.Radius

MRI (Magnetic Resonance Imaging) MRI digunakan jika ingin melihat lebih jelas jaringan lunak khusunya adanya cedera ligamen dan triangular fibrocartilage complex ( TFCC) atau dapat juga digunakan jika curiga terdapat fraktur yang tidak dapat

diperlihatkan pada radiografi konvensional. MRI tidak rutin digunakan pada evaluasi awal fraktur radius distal akut pada trauma tangan. Namun bagaimanapun, pencitraan ini berguna untuk melilai kelainan tulang, ligamen, dan jaringan lunak yang berkaitan dengan fraktur radius distal. MRI rutin digunakan untuk menilai integritas ligamentum intercarpal, kompleks rawan fibroid triangularis, dan nervus medianus pada carpal tunnel

2.7 Diagnosis Banding 1. Fraktur Smith Fraktur Smith adalah fraktur radius bagian distal dengan angulasi atau dislokasi fragmen distal ke voler. Fraktur Smith

dikenal sebagai kebalikan dari fraktur Colles. Jika fraktur Colles terjadi karena jatuh pada permukaan tangan pada bagian volar, maka fraktur Smith terjadi karena seseorang jatuh pada permukaan tangan bagian dorsal, sehingga terjadi dislokasi fragmen distal ke arah volar. Gambaran klinisnya dikenal sebagai garden spade deformity.

2.

Fraktur Galeazzi Fraktur Galeazzi adalah fraktur sepertiga distal radius dengan dislokasi ulna bagian distal. Terjadinya fraktur ini biasanya akibat trauma langsung sisi lateral ketika jatuh.

3.

Fraktur Barton Fraktur Barton adalah fraktur oblik dari tulang radius distal intraartikuler, dengan patahan distal radius terdislokasi ke arah volar (fraktur Barton volar) atau ke arah dorsal (fraktur Barton dorsal). Fraktur Barton merupakan dislokasi sendi radiocarpal.

DD Fraktur Colles

Definisi Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan (dinner fork deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka yang terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi/supinasi).

Manifestasi Klinis Fraktur metafisis distal

radius dengan jarak 2,5 cm dari permukaan sendi distal radius Dislokasi distalnya Subluksasi radioulnar distal Avulsi prosesus stiloideus ulna Penonjolan dorsal fragmen proksimal, fragmen distal di sisi volar pergelangan, dan deviasi ke radial (garden spade deformity) ke fragmen arah

posterior/dorsal sendi

Fraktur Smith

Fraktur Smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reverse Colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya transversal, kadang-kadang intraartikular.

Fraktur Galeazzi

Fraktur Galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius ulna distal. Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah dalam

Tampak tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal. Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.

posisi pronasi waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi. Fraktur Barton Fraktur oblik dari tulang radius distal intraartikuler, dengan patahan distal terdislokasi ke arah volar atau ke arah dorsal. Fraktur Barton merupakan dislokasi sendi radiocarpal Tangan ini akibat terjatuh dengan tangan terentang

2.8 Penatalaksanaan Fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), fraktur dibebat dalam slab gips yang dibalutkan sekitar dorsum lengan bawah dan pergelangan tangan dan dibalut kuat dalam posisinya. Fraktur yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi. Tangan dipegang dengan erat dan traksi diterapkan di sepanjang tulang itu (kadangkadang dengan ekstensi pergelangan tangan untuk melepaskan fragmen; fragmen distal kemudian didorong ke tempatnya dengan menekan kuat-kuat pada dorsum sambil memanipulasi pergelangan tangan ke dalam fleksi, deviasi ulnar dan pronasi. Posisi kemudian diperiksa dengan sinar X. Kalau posisi memuaskan, dipasang slab gips dorsal, membentang dari tepat di bawah siku sampai leher metakarpal dan 2/3 keliling dari pergelangan tangan itu. Slab ini dipertahankan pada posisinya dengan pembalut kain krep. Posisi deviasi ulnar yang ekstrim harus dihindari; cukup 20 derajat saja pada tiap arah. Lengan tetap ditinggikan selama satu atau dua hari lagi; latihan bahu dan jari segera dimulai setelah pasien sadar. Kalau jari-jari membengkak, mengalami sianosis atau nyeri, harus tidak ada keragu-raguan untuk membuka pembalut.

Reduksi : (a) pelepasan impaksi, (b) pronasi dan pergeseran ke depan, (c) deviasi ulnar. Pembebatan : (d) penggunaan sarung tangan, (b) slab gips yang basah, (f) slab yang dibalutkan dan reduksi dipertahankan hingga gips mengeras

Setelah 7-10 hari dilakukan pengambilan sinar X yang baru; pergeseran ulang sering terjadi dan biasanya diterapi dengan reduksi ulang; sayangnya, sekalipun manipulasi berhasil, pergeseran ulang sering terjadi lagi. Fraktur menyatu dalam 6 minggu dan sekalipun tak ada bukti penyatuan secara radiologi, slab dapat dilepas dengan aman dan diganti dengan pembalut kain krepsementara.

(a) Film pasca reduksi (b) gerakan-gerakan yang perlu dipraktekkan oleh pasien secara teratur

Fraktur kominutif berat dan tak stabil tidak mungkin dipertahankan dengan gips; untuk keadaan ini sebaiknya dilakukan fiksasi luar, dengan pen

proksimal yang mentransfiksi radius dan pen distal, sebaiknya mentransfiksi dasar-dasar metakarpal kedua dan sepertiga. (Apley & Solomon, 1995)

Fraktur Colles, meskipun telah dirawat dengan baik, seringnya tetap menyebabkan komplikasi jangka panjang. Karena itulah hanya fraktur Colles tipe IA atau IB dan tipe IIA yang boleh ditangani oleh dokter IGD. Selebihnya harus dirujuk sebagai kasus darurat dan diserahkan pada ahli orthopedik. Dalam perawatannya, ada 3 hal prinsip yang perlu diketahui, sebagai berikut : Tangan bagian ekstensor memiliki tendensi untuk menyebabkan tarikan dorsal sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran fragmen Angulasi normal sendi radiokarpal bervariasi mulai dari 1 sampai 23 derajat di sebelah palmar, sedangkan angulasi dorsal tidak Angulasi normal sendi radioulnar adalah 15 sampai 30 derajat. Sudut ini dapat dengan mudah dicapai, tapi sulit dipertahankan untuk waktu yang lama sampai terjadi proses penyembuhan kecuali difiksasi. Bila kondisi ini tidak dapat segera dihadapkan pada ahli orthopedik, maka beberapa hal berikut dapat dilakukan : 1. Lakukan tindakan di bawah anestesi regional 2. Reduksi dengan traksi manipulasi. Jari-jari ditempatkan pada Chinese finger traps dan siku dielevasi sebanyak 90 derajat dalam keadaan fleksi. Beban seberat 8-10 pon digantungkan pada siku selama 5-10 menit atau sampai fragmen disimpaksi. 3. Kemudian lakukan penekanan fragmen distal pada sisi volar dengan menggunakan ibu jari, dan sisi dorsal tekanan pada segmen proksimal menggunakan jari-jari lainnya. Bila posisi yang benar telah didapatkan, maka beban dapat diturunkan. 4. Lengan bawah sebaiknya diimobilisasi dalam posisi supinasi atau midposisi terhadap pergelangan tangan sebanyak 15 derajat fleksi dan 20 derajat deviasi ulna. 5. Lengan bawah sebaiknya dibalut dengan selapis Webril diikuti dengan pemasangan anteroposterior long arms splint 6. Lakukan pemeriksaan radiologik pasca reduksi untuk memastikan bahwa

telah tercapai posisi yang benar, dan juga pemeriksaan pada saraf medianusnya 7. Setelah reduksi, tangan harus tetap dalam keadaan terangkat selama 72 jam untuk mengurangi bengkak. Latihan gerak pada jari-jari dan bahu sebaiknya dilakukan sedini mungkin dan pemeriksaan radiologik pada hari ketiga dan dua minggu pasca trauma. Immobilisasi fraktur yang tak bergeser selama 4-6 minggu, sedangkan untuk fraktur yang bergeser membutuhkan waktu 6-12 minggu.

Reduksi pada fraktur Colles

Mobilization Techniques for the Wrist: 1. Wrist Distraction To increase joint play in the radiocarpal and ulnocarpal joints To decrease pain Generally first mobilization treatment

2. Wrist Dorsal Glide Purposes are the same as for distraction, with emphasis on restoring wrist flexion.

3. Dorsal Glide of the Capitae on Lunate Helps restore wrist flexion.

4. Wrist Ventral (Volar) Glide To increase overall movement of the proximal row of carpal bones on the radius and ulna. To improve overall wrist extension.

5. Volar Glide of Scaphoid on Radius To Improve Extension of the wrist.

6. Triquetrium-Ulna Glide To restore wrist extension To release a fixated triquetal-ulnar disc.

7. Wrist Ulnar Glide General Mobilization to restore radial deviation and wrist flexion.

8. Wrist Radial glide General Mobilization to restore ulna deviation and wrist extension

9. Volar and Dorsal Glide of the Radio-Ulnar Joint Volar Glide restores Pronation Dorsal Glide restores Supination

BAB III PEMBAHASAN Sdr. T M umur 19 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas pada tanggal 23 Oktober 2013 pukul 03.00. pasien dalam pengaruh alkohol. Ketika berkendara ada sebuah truk yang akan menyeberang dari arah kanan, tetapi pengendara motor kaget dan dalam kondisi tidak seimbang membanting setir ke kiri, hingga motor jatuh ke kiri dan terseret. Pasien sebagai pembonceng jatuh dalam posisi tangan kiri jatuh terlebih dahulu menahan badan, kemudian muka juga jatuh menyentuh aspal. pasien dalam kondisi sadar, lengan kiri bawah dan tangan kiri terasa sakit dan tidak bisa digerakkan, luka di daerah wajah, pusing, mual (-), muntah (-), terdapat kekakuan dan posisi tetap pronasi di pergelangan tangan kiri bawah. Hal ini sejalan dengan arthokinematic pada fraktur tipe Colles yaitu jatuh terpeleset sedang tangan berusaha menahan badan dalam posisi terbuka dan pronasi. Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal yang akan menyebabkan patah radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari permukaan persendian pergelangan tangan. Pada saat terjatuh sebagian energi yang timbul diserap oleh jaringan lunak dan persendian tangan, kemudian baru diteruskan ke distal radius, hingga dapat menimbulkan patah tulang pada daerah yang lemah yaitu antara batas tulang kortikal dan tulang spongiosa. Pada saat jatuh terpeleset, posisi tangan berusaha untuk menahan badan dalam posisi terbuka dan pronasi. Lalu dengan terjadinya benturan yang kuat, gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal dan mungkin akan menyebabkan patah

radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari permukaan persendian pergelangan tangan. Sehingga tulang yang kemungkinan mengalami fraktur pada posisi tersebut adalah radius distal. Dengan posisi tangan pada saat jatuh seperti gambar di atas, maka gaya yang kuat akan berlawanan arah ke daerah pergelangan tangan. Dan seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa yang mungkin mengalami fraktur adalah distal radius sebab dilihat dari struktur jaringannya saja tulang daerah tersebut memang rawan patah. Pada saat terjatuh sebagian energi yang timbul diserap oleh jaringan lunak dan persendian tangan, kemudian baru diteruskan ke distal radius, hingga dapat menimbulkan patah tulang pada daerah yang lemah yaitu antara batas tulang kortikal dan tulang spongiosa. Pada saat jatuh terpeleset, posisi tangan berusaha untuk menahan badan dalam posisi terbuka dan pronasi. Lalu dengan terjadinya benturan yang kuat, gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal dan mungkin akan menyebabkan patah

radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari permukaan persendian pergelangan tangan. Sehingga tulang yang kemungkinan mengalami fraktur pada posisi tersebut adalah radius distal.

Dengan posisi tangan pada saat jatuh seperti di atas, maka gaya yang kuat akan berlawanan arah ke daerah pergelangan tangan. Dan seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa yang mungkin mengalami fraktur adalah distal radius sebab dilihat dari struktur jaringannya saja tulang daerah tersebut memang rawan patah.

Dari keterangan di atas dapat di tegakkan diagnosa yaitu Close Fracture 1/3 distal radius sinister tipe Colles, Vulnus ekskoriasi regio Cubiti sinister, Vulnus laceratum regio Buccal Sinister, Vulnus ekskoriasi regio Buccal dexter. pada pasien ini dilakukan terapi dibebat dalam slab gips yang dibalutkan sekitar dorsum lengan bawah dan pergelangan tangan dan dibalut kuat dalam posisinya. Kemungkinan penyembuhan akan berlangsung baik apabila pasien menjaga gerak dari tangan kiri, mengkonsumsi makanan bergizi serta kontrol ke dokter spesialis bedah secara rutin. Yang kemudian akan dievaluasi perkembangan penyambungan fraktur tulang dari hasil foto rontgen.

BAB IV KESIMPULAN

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Fraktur Colles adalah fraktur radius bagian distal (sampai 1 inchi dari ujung distal) dengan angulasi ke posterior, dislokasi ke posterior, dan deviasi fragmen Pada saat terjatuh sebagian energi yang timbul diserap oleh jaringan lunak dan persendian tangan, kemudian baru diteruskan ke distal radius, hingga dapat menimbulkan patah tulang pada daerah yang lemah yaitu antara batas tulang kortikal dan tulang spongiosa. Pada saat jatuh terpeleset, posisi tangan berusaha untuk menahan badan dalam posisi terbuka dan pronasi. Lalu dengan terjadinya benturan yang kuat, gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal dan mungkin

akan

menyebabkan

patah

radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari permukaan persendian pergelangan tangan. Sehingga tulang yang kemungkinan mengalami fraktur pada posisi tersebut adalah radius distal.

Pada penemuan klinis untuk fraktur distal radius terutama fraktur Colles akan memberikan gambaran klinis yang klasik berupa dinner fork deformity atau silver fork deformity, yaitu bagian distal fragmen fraktur beranjak ke arah dorsal dan radial, bagian distal ulna menonjol ke arah volar, sementara tangan biasanya dalam posisi pronasi, dan gerakan aktif pada pergelangan tangan tidak dapat dilakukan. Selain itu juga didapatkan kekakuan, gerakan yang bebas terbatas, dan pembengkakan di daerah yang terkena, nyeri bila pergelangan tangan digerakkan. Penatalaksanaan tindakan gawat darurat di praktek umum dapat dilakukan debridement + hecting situasi bila terdapat luka terbuka dengan mempertimbangkan golden periodenya, pemasangan spalk, pemberian analgetik dan hemostatikum. Kemudian dapat dirujuk ke dokter spesialis bedah untuk mendapat penanganan lebih lanjut

BAB V DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah:Sistem Muskuloskeletal. Edisi 2. Jakarta:EGC.2004.Hal 840-70 2. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Jakarta:Balai Penerbit FKUI. 2009. Hal 31-43 3. W. Smith DPT. ATC , SCS , CMT. Wrist, Forearm and Finger Mobilization-Case Studies. Canada. 2010 4. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 2.

Makassar:Bintang Lamumpatue. 2003. Hal 355-419 5. Hartanto, Huriawati,dkk. Kamus kedokteran dorlan. Edisi 29.

Jakarta:EGC.2002.Hal:876-77

44

You might also like