You are on page 1of 26

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sel sebagai unit terkecil suatu makhluk hidup secara struktural dan fungsional. Itu berarti sel merupakan penyusun tubuh makhluk hidup. Sel-sel yang tersusun akan membentuk suatu jaringan. Sekumpulan jaringan kemudian akan tersusun menjadi suatu organ. Organ-organ tersebutlah yang kemudian akan tersusun menjadi sistem organ. Sehingga pada tubuh manusia terciptalah satu kesatuan yang kompleks yang bermula dari sel. Di dalam sel terjadi proses biokimia dan fungsi hidup seperti nutrisi dan digesti, adsorpsi, transport, biosintesis, sekresi, respirasi, ekskresi, respon, dan reproduksi. Semuanya itu akan berjalan dengan melibatkan sel dan bagian-bagiannya. Organ-organ yang terbentuk, secara bersama-sama akan menyusun dan menjalankan sistem dengan kompak. Misalnya ginjal. Ginjal merupakan organ ekskresi, yaitu pengeluaran zat sampah sisa metabolisme yang tidak berguna lagi bagi tubuh, khususnya pada vertebrata. Pada manusia, ginjal merupakan dua organ yang berbentuk seperti kacang merah dan terletak di rongga perut. Ginjal kanan lebih rendah dari pada ginjal kiri karena di atas ginjal kanan terdapat hati. Ukurannya sebesar kepalan tangan manusia yang tertutup. Ginjal sebagai organ ekskresi memiliki beberapa fungsi, diantaranya menyaring darah sehingga menghasilkan urin. Proses ini akan berkaitan dengan transport zat yang melalui seluler. Dalam makalah ini, akan dijelaskan sedikit lebih rinci tentang proses tersebut.

BAB II PEMBAHSAN
2.1 Anatomi Fungsional Renal Capsule (Fibrous Capsule) Tiap ginjal dibungkus dalam suatu membran transparan yang berserat yang disebut renal capsule. Membran ini melindungi ginjal dari trauma dan infeksi. Renal capsule tersusun dari serat yang kuat, terutama colagen dan elastin (protein berserat), yang membantu menyokong massa ginjal dan melindungi jaringan vital dari luka. Renal capsule menerima suplai darahnya terutama dari arteri interlobar, suatu pembuluh darah yang merupakan percabangan dari renal arteri utama. Pembuluh darah ini menjalar melalui cortex ginjal dan berujung pada renal capsule. Membrane ini biasanya 2-3 milimeter tebalnya. Renal Capsule melindungi dinding luar dan masuk melalui bagian cekung ginjal yang dikenal dengan sinus. Sinus berisi pembuluh utama yang mengangkut urin dan pembuluh arteri dan venna yang menyuplai jaringan dengan nutrisi dan oksigen. Renal capsule terhubung kepada struktur ini dalam sinus dan melapisi dinding sinus. Pada orang yang normal, renal capsule berwarna merah muda, tembus cahaya, halus, dan mengkilat. Biasanya membran ini mudah dilepas dari jaringan ginjal. Ginjal yang terkena penyakit sering membuat ikatan serat dari jaringan utamanya kepada renal capsule, yang membuat capsule melekat lebih kuat. Sulitnya membuka capsule ini merupakan pertanda bahwa ginjal telah terkena penyakit. Renal Cortex Renal cortex merupakan lapisan terluar ginjal. Lapisan ini terletak diantara renal capsule dan Medulla. Bagian atas nephron, yaitu glomerulus dan Henle's loop berada di lapisan ini. Renal cortex adalah jaringan yang kuat yang melindungi lapisan dalam ginjal. Pada orang dewasa, renal cortex membentuk zona luar yang halus tersambung dengan projectil (kolom kortikal) yang menjulur diantara piramid. Dalam lapisan ini terdapat renal corpusle dan renal tubules kecuali untuk bagian dari Henle's loop yang turun kedalam renal medulla. Renal cortex juga mengandung pembuluh darah dan kortikal pembuluh penampung. Renal Medulla (Renal Pyramids) Renal Medulla berada dibawah Cortex. Bagian ini merupakan area yang berisi 8 sampai 18 bagian berbentuk kerucut yang disebut piramid, yang terbentuk hampir semuanya dari ikatan saluran berukuran mikroskopis. Ujung dari tiap piramid mengarah pada bagian pusat dari
2

ginjal. Saluran ini mengangkut urin dari cortical atau bagian luar ginjal, dimana urin dihasilkan, ke calyces. Calyces merupakan suatu penampung berbentuk cangkir dimana urin terkumpul sebelum mencapai kandung kemih melalui ureter. Ruang diantara piramid diisi oleh cotex dan membentuk struktur yang disebut renal columns. Ujung dari tiap pyramid, yang disebut papilla, menuju pada Calyces di pusat tengah ginjal. Permukaan papilla memiliki penampilan seperti saringan karena banyaknya lubang-lubang kecil tempat dimana tetesan urin lewat. Setiap lubang merupakan ujung dari sebuah saluran yang merupakan bagian dari nephron, yang dinamakan saluran Bellini; dimana semua saluran pengumpul didalam piramid mengarah. Serat otot mengarah dari calyx menuju papilla. Pada saat serat otot pada calyx berkontraksi, urin mengalir melalui saluran Bellini kedalam calyx(calyces). Urin kemudian mengalir ke kandung kemih melalui renal pelvis dan ureter. Renal Pelvis Renal Pelvis berada di tengah tiap ginjal sebagai saluran tempat urin mengalir dari ginjal ke kandung kemih. Bentuk renal pelvis adalah seperti corong yang melengkung di satu sisinya. Renal pelvis hampir seluruhnya dibungkus dalam lekukan dalam pada sisi cekung ginjal, yaitu sinus. Ujung akhir dari pelvis memiliki bentuk seperti cangkir yang disebut calyces. Renal pelvis dilapisi oleh lapisan membran berselaput lendir yang lembab yang hanya beberapa sel tebalnya. Membran ini terkait kepada bungkus yang lebih tebal dari serat otot yang halus, yang dibungkus lagi dengan lapisan jaringan yang terhubung. Membran berselaput lendir pada pelvis ini agak berlipat sehingga terdapat ruang bagi jaringan untuk mengembang ketika urin menggelembungkan pelvis. Serat otot tertata dalam lapisan longitudinal dan melingkar. Kontraksi lapisan otot terjadi dengan gelombang yang bersifat periodik yang disebut gerak peristaltis pelvis. Gerakan ini mendorong urin dari pelvis menuju ureter dan kandung kemih. Dengan adanya pelapis pada pelvis dan ureter yang tidak dapat ditembus oleh substansi normal dalam urin, maka dinding struktur ini tidak menyerap cairan. Vena Renal dan Arteri Renal Dua dari pembuluh darah penting, vena renal dan arteri renal. Dua pembuluh ini merupakan percabangan dari aorta abdominal (bagian abdominal dari arteri utama yang berasal dari jantung) dan masuk kedalam ginjal melalui bagian cekung ginjal. Di bagian dalam pada sisi cekung dari tiap ginjal, terdapat lubang, yang dinamakan hilum, tempat dimana arteri renal masuk. Setelah masuk melalui hilum, arteri renal terbagi menjadi dua cabang besar, dan setiap cabang terbagi menjadi beberapa arteri yang lebih kecil yang membawa darah ke nephron, unit fungsional dari ginjal. Darah yang telah diproses oleh nephron akhirnya
3

mencapai vena renal, yang membawa darah kembali ke cava vena inferior dan ke sisi kanan jantung. Arteri renal mengangkut 1,2 liter darah per menit ke ginjal pada manusia normal, suatu jumlah yang ekuivalen dengan sekitar seperempat dari output jantung. Dengan demikian, jumlah volume darah yang sama dengan darah dalam tubuh manusia normal dewasa, diproses dalam ginjal sebanyak satu dalam setiap empat atau lima menit. Meskipun beberapa kondisi fisik dapat menghambat aliran darah, terdapat mekanisme pengatur-mandiri tertentu yang terdapat pada arteri ginjal yang memungkinkan suatu adaptasi terhadap keadaan yang berbeda.

Ketika tekanan darah tubuh naik atau turun, sensor penerima dari sistem saraf yang terletak dalam otot halus dinding arteri terpengaruh oleh perbedaan tekanan, dan, untuk menghilangkan kenaikan atau penurunan tekanan darah, arteri dapat melebar atau menyempit untuk menjaga jumlah volume aliran darah. Nephron

Fungsi ginjal yang paling penting adalah untuk membuang zat limbah dari darah. Nephrons merupakan unit fungsional dari ginjal dalam menjalankan fungsi ini. Nephron menghasilkan urin dalam proses membuang limbah dan zat-zat berlebihan dari darah. Ada sekitar 1.000.000 nephron dalam tiap ginjal manusia. Struktur luar biasa ini, terletak antara cortex dan medulla. Dibawah pembesaran, nephron terlihat seperti pembuluh atau saluran kusut, namun tiap nephron sebenarnya memiliki susunan yang tertentu sehingga memungkinkan proses penyaringan limbah dalam darah. Tiap nephron pada ginjal mamalia dapat mencapai panjang 30-55 mm. pada satu ujung nefron tertutup, melebar dan melipat membentuk struktur berbentuk cangkir berdinding dua. Struktur ini disebut corpuscular capsule, atau Bowman's Capsule. Capsule ini membungkus glomerulus, struktur utama nefron dalam fungsi penyaringan. Struktur nefron dijelaskan secara detil dibawah ini: 1). Glomerulus Glomerulus adalah filter utama dari nefron dan terletak dalam Bowman's capsule. Glomerulus dan seluruh Bowman's capsule membentuk renal corpuscle, unit filtrasi dasar dari ginjal. Dari Bowman capsule, keluar pembuluh sempit, disebut proximal convoluted tubule.
4

Tubule ini berkelok-kelok sampai berakhir pada saluran pengumpul yang menyalurkan urin ke renal pelvis. Glomerulus adalah suatu jaringan yang terdiri dari pembuluh darah yang luar biasa tipisnya yang disebur kapileri. Glomerulus membentuk saluran berlipat yang sangat banyak tempat lewatnya darah. Glomerulus bersifat semipermeable (dapat ditembus air), memungkinkan air dan larutan limbah tembus dan dikeluarkan dari kapsul Bowman dalam bentuk urin. Darah yang telah disaring keluar dari glomerulus melalui Efferent arteriole untuk menuju ke vena intralobular melalui plexus medullary.Seluruh larutan tersaring dihasilkan oleh glomerulus kemudian masuk ke Bowman's Capsule. Pada saat cairan ini melewati proximal convoluted tubule, sebagian besar air dan garam diserap kembali, sebagian larutan lain diserap seluruhnya, sebagian yang lain hanya sebagian. Glomerulus merupakan suatu bongkahan pembuluh kapiler yang diselubungi oleh kapsul Bowman dalam nefron. Glomerulus memperoleh suplai darah dari afferent arteriole pada sirkulasi renal. Tidak seperti pangkal dari pembuluh kapiler lainnya, glomerulus bermuara pada efferent arteriole dan tidak pada cabang venna. Hambatan yang diberikan oleh arteriole menghasilkan tekanan tinggi dalam glomerulus yang membantu proses ultrafiltrasi dimana cairan dan zat-zat terlarut dalam darah dipaksa keluar dari kapileri ke Kapsul Bowman. Angka yang menunjukkan darah yang dibersihkan oleh seluruh glomeruli dan merupakan ukuran dari fungsi ginjal secara keseluruhan disebut glomerular filtration rate (tingkat penyaringan glomerular). 2) Henle's Loop Loop Henle merupakan bagian dari tubulus renal yang kemudian menjadi sangat sempit yang menjulur jauh kebawah kapsul Bowman dan kemudian naik lagi keatas membentuk huruf U. Di sekeliling Loop Henle dan bagian lain tubulus renal terdapat jaringan kapiler, yang terbentuk dari pembuluh darah kecil yang bercabang dari glomerulus. Cairan yang masuk kedalam loop merupakan larutan yang terdiri dari garam, urea, dan zat lain yang berasal dari glomerulus melalui proximal convoluted tubule. Pada tubulus ini, sebagian besar komponen terlarut yang dibutuhkan tubuh, terutama glukosa, asam amino, dan sodium bikarbonat, diserap kembali kedalam darah. Bagian pertama dari loop, yaitu cabang yang menurun, bersifat dapat ditembus oleh air, dan cairan yang mencapai lekukan dari loop ini jauh lebih banyak mengandung garam dan urea dibandingkan dengan plasma darah. Pada saat cairan mengalir naik kembali melalui pembuluh naik, sodium klorida dikeluarkan dari pembuluh ke jaringan
5

sekelilingnya, dimana konsentrasinya lebih rendah. Pada bagian ketiga dari loop ini, dinding pembuluhnya apabila diperlukan dapat membuang, bahkan dalam keadaan berlawanan dengan gradien konsentratnya, dalam proses aktif yang memerlukan lebih banyak energi. Pada tubuh orang normal, penyerapan kembali garam dari urin hanya dilakukan dalam keadaan konsumsi garam yang rendah. Namun pada saat garam dalam darah tinggi, kelebihan garam ini dibuang. 3) Renal Collecting Tubule (Tubulus Pengumpul) Disebut juga Pembuluh Bellini, suatu pembuluh kecil sempit yang panjang dalam ginjal yang mengumpulkan dan mengangkut urin dari nefron, menuju pembuluh yang lebih besar yang terhubunng dengan calyses ginjal. Cairan yang berasal dari loop Henle masuk kedalam Distal Convoluted Tubule (Tubulus Konvolusi Distal) dimana penyerapan kembali sodium berlanjut sepanjang seluruh tubulus distal. Penyerapan kembali ini tetap terjadi hingga bagian awal dari Tubulus pengumpul ginjal. Setiap tubulus pengumpul memiliki panjang sekitar 20-22 mm dan berdiameter 20-50 micron. Dinding dari tubulus tersusun dari sel dengan proyeksi seperti rambut, lentur seperti cambuk, dalam pembuluh ini. Gerakan dari sel cambuk ini membantu gerakan sekresi sepanjang pembuluh. Pada saat tubulus pengumpul menjadi lebih lebar diameternya, tinggi sel ini meningkat sehingga dinding menjadi lebih tebal. Fungsi dari tubulus pengumpul adalah pengangkutan urin dan penyerapan air. Telah diketahui bahwa jaringan dari medula ginjal atau bagian dalamnya, mengandung konsentrasi sodium yang tinggi. Ketika tubulus pengumpul ini berada pada medula, konsentrasi sodium menyebabkan dikeluarkannya air dari seluruh dinding tubulus keluar ke medulla. Air bercampur diluar diantara sel-sel dinding tubulus sampai konsentrasi sodium seimbang antara didalam tubulus dan diluarnya. Pembuangan air dari larutan dalam tubulus membuat urin menjadi lebih kental dan menghemat badan air dalam tubuh. 2.2 Peredaran Darah Ginjal Arus Darah Ginjal akan mendapat 1,2-1,3 liter darah per menit pada orang dewasa yang sedang istirahat, atau sedikit lebih kecil daripada 25% curah jantung. Karena yang difiltrasi oleh ginjal adalah plasma, maka arus plasma ginjal dapat diukur, yaitu dengan mengetahui jumlah zat yang dieksresi oleh ginjal persatuan waktu dibagi oleh perbedaan kadar zat tersebut di darah

arteri dan vena ginjal selama jumlah sel darah merah tidak berubah saat peredarannya melalui ginjal. Zat apapun yang diekskresi oleh ginjal dapat digunakan bila dapat diukur kadarnya dalam plasma arteri dan vena ginjal serta tidak diubah, disimpan atau dibentuk oleh ginjal dan tidak mempengaruhi arus darah ginjalnya sendiri. Arus plasma ginjal dapat diukur dengan memberi infus asam para-aminohipurat (PAH) dan mengukur kadarnya dalam urin dan plasma. PAH difiltrasi oleh glomerulus dan disekresi oleh sel tubulus sehingga rasio ekstrasinya tinggi.

2.3 Filtrasi Glomerulus Darah yang masuk ke dalam nefron melalui arteriol aferen dan selanjutnya menuju glomerulus akan mengalami filtrasi, tekanan darah pada arteriol aferen relatif cukup tinggi sedangkan pada arteriol eferen relatif lebih rendah, sehingga keadaan ini menimbulkan filtrasi pada glomerulus. Cairan filtrasi dari glomerulus akan masuk menuju tubulus, dari tubulus masuk kedalam ansa henle, tubulus distal, duktus koligentes, pelvis ginjal, ureter, vesica urinaria, dan akhirnya keluar berupa urine. Membran glomerulus mempunyai ciri khas yang berbeda dengan lapisan pembuluh darah lain, yaitu terdiri dari: lapisan endotel kapiler, membrane basalis, lapisan epitel yang melapisi permukaan capsula bowman. Permiabilitas membarana glomerulus 1001000 kali lebih permiabel dibandingkan dengan permiabilitas kapiler pada jaringan lain. Gambar Membran Glomerulus Laju filtrasi glomerulus (GFR= Glomerulus Filtration Rate) dapat diukur dengan menggunakan zat-zat yang dapat difiltrasi glomerulus, akan tetapi tidak disekresi maupu direabsorpsi oleh tubulus. Kemudian jumlah zat yang terdapat dalam urin diukur persatuan waktu dan dibandingkan dengan jumlah zat yang terdapat dalam cairan plasma. Pengaturan GFR (Glomerulus Filtration Rate) Rata-rata GFR normal pada laki-laki sekitar 125 ml/menit. GFR pada wanita lebih rendah dibandingkan pada pria. Factor-faktor yang mempengaruhi besarnya GFR antara lain ukuran anyaman kapiler, permiabilitas kapiler, tekanan hidrostatik, dan tekanan osmotik yang terdapat di dalam atau diluar lumen kapiler.

Proses terjadinya filtrasi tersebut dipengaruhi oleh adanya berbagai tekanan sebagai berikut: a. Tekanan kapiler pada glomerulus 50 mm HG b. Tekanan pada kapsula bowman 10 mmHG c. Tekanan osmotik koloid plasma 25 mmHG Ketiga faktor diatas berperan penting dalam laju peningkatan filtrasi. Semakin tinggi tekanan kapiler pada glomerulus semakin meningkat filtrasi dan sebaliknya semakin tinggi tekanan pada kapsula bowman. serta tekanan osmotik koloid plasma akan menyebabkan semakin rendahnya filtrasi yang terjadi pada glomerulus. Ketiga faktor diatas berperan penting dalam laju peningkatan filtrasi. Semakin tinggi tekanan kapiler pada glomerulus semakin meningkat filtrasi dan sebaliknya semakin tinggi tekanan pada kapsula bowman. serta tekanan osmotik koloid plasma akan menyebabkan semakin rendahnya filtrasi yang terjadi pada glomerulus. Komposisi Filtrat Glomerulus Dalam cairan filtrat tidak ditemukan eritrosit, sedikit mengandung protein (1/200 protein plasma). Jumlah elektrolit dan zat-zat terlarut lainya sama dengan yang terdapat dalam cairan interstitisl pada umunya. Dengan demikian komposisi cairan filtrate glomerulus hampir sama dengan plasma kecuali jumlah protein yang terlarut. Sekitar 99% cairan filtrate tersebut direabsorpsi kembali ke dalam tubulus ginjal. Faktor-faktor a. yang mempengaruhi laju filtrasi glomerulus sebagai berikut:

Tekanan glomerulus: semakin tinggi tekanan glomerulus semakin tinggi laju filtrasi,

semakin tinggi tekanan osmotic koloid plasmasemakin menurun laju filtrasi, dan semakin tinggi tekanan capsula bowman semakin menurun laju filtrasi. b. Aliran darah ginjal, semakin cepat aliran daran ke glomerulus semakin meningkat laju

filtrasi. c. Perubahan arteriol aferen: apabial terjadi vasokontriksi arteriol aferen akan menyebabakan

aliran darah ke glomerulus menurun. Keadaan ini akan menyebabakan laju filtrasi glomerulus menurun begitupun sebaliknya. d. Perubahan arteriol efferent: pada kedaan vasokontriksi arteriol eferen akan terjadi

peningkatan laju filtrasi glomerulus begitupun sebaliknya.


8

2.4

Mekanisme Reabsorpsi dan Sekresi di Tubulus Molekul protein berukuran kecil dan beberapa hormon peptide mengalami reabsorpsi

melalui proses endositosis di tubulus proksimal. Zat-zat lain disekresi atau direbsorpsi di tubulus melalui proses difusi pasif antara sel dan melalui sel oleh difusi fasilitasi menurut tingkat perbedaan tersebut. Perpindahan ini melalui kanal ion, pertukaran ion, kotransport dan pompa ion, yang sebagian besar telah diklon dan pengaturan pembentukannya dipelajari. Fungsi normal kanal ion ini belum jelas diketahui, tetapi kedua protein ini abnormal pada penyakit ginjal polikistik autosomal dominan, yang menyebabkan parenkim ginjal lambat laun diganti dengan kista berisi cairan sampai akhirnya terjadi kegagalan ginjal total. Perlu juga diketahui bahwa epitel kubus, seperti juga usus halus dan kandung empedu, merupakan epitel yang bocor (leaky) sehingga tight junction melewatkan sejumlah air dan elektrolit. Seberapa besar kebocoran melalui jalur paraseluler ini menambah jumlah cairan yang keluar dan masuk tubulus masih diperdebatkan karena sulit untuk diukur, tetapi bukti yang diperoleh cenderung mengatakan cukup berarti. Pengaruh reabsorpsi dan sekresi tubulus pada zat-zat yang mempunyai peran fisiologis penting. 2.5 Reabsorpsi Na+ Reabsorpsi Na+ dan Cl- memegang peran utama dalam metabolisme elektrolit dan cairan tubuh. Selain itu, transport Na+ berlangsung bersama (coupled) dengan transport H+, elektrolit lainnya, glukosa, asam amino, asam organik, fosfat, dan zat lain yang melewati tubulus. Kontransporter dan exchanger yang terdapat di berbagai bagian nefron. Di tubulus proksimal, ansa Henle pars asendens bagian yang tebal, tubulus distal, dan duktus koligentes, proses perpindahan Na+ berlangsung melalui kontranspor atau pertukaran ion dari lumen tubulus ke dalam sel epitel tubulus mengikuti tingkat perbedaan konsentrasi dan listriknya dan kemudian dipompa secara aktif dari sel tubulus ke ruang intersitium. Dengan demikian, Na+ akan ditranspor secara aktif keluar seluruh bagian tubulus ginjal kecuali dari ansa Henle bagian yang tipis. Na+ dipompa ke ruang intersitium oleh pompa Na+ - K+ ATPase. Kerja pompa Na+ yang terdapat dihampir semua sel tubuh. Pompa ini akan mengeluarkan 3 Na+ dan memasukkan 2 K+ ke dalam sel.

Lokasi

Transporter Apikal

Fungsi Reabsorpsi Na+ dan glukosa

Tubulus Proksimal Na+ / KT Pi

Na+ / KT glukosa

Reabsorpsi Na+ dan Pi Reabsorpsi Na+ dan asam amino

KT Na+ asam amino Na+ / KT laktat

Reabsorpsi Na+ dan laktat Reabsorpsi Na+ dan ekstrusi H Reabsorpsi ClKT Na+ , 2Cl- , K+ Reabsorpsi Na+ , Cl- dan K+

Na+ /H+ exchanger Cl- / basa exchanger

Pars asendens bagian tebal Na+ / H+ exchanger Kanal K+

Reabsorpsi Na+ dan ekstrusi H+

Ekstrusi K+ (daur ulang) KT NaCl Reabsorpsi Na+ dan ClReabsorpsi Na+

Tubulus Kontortus Distal Duktus Koligens

Kanal Na+ (ENaC)

Hasil reabsorpsi tubulus proksimal bersifat agak hipertonik, sehingga akan menarik air secara pasif karena perbedaan osmotic yang disebabkan oleh absorpsi air kedalam sel epitel tubulus. Saat ini diketahui bahwa membrane sel epitel tubulus sebelah apical mengandung kanal air yang membantu perpindahan air yang bergerak ke ruang intersel lateral. Na+ dan H2O akan bocor dan kembali ke lumen tubulus melaui hubungan intersel, terutama bila ruang intersel lateral ini melebar. 2.6 Reabsorpsi Glukosa Glukosa, asam amino, dan bikarbonat direabsorpsi bersama-sama dengan Na+ di bagian awal tubulus proksimal. Mendekati akhir tubulus, Na+ akan direabsorpsi bersama-sama dengan Cl-. Glukosa merupakan contoh zat yang direabsorpsi melalui transport aktif sekunder. Laju filtrasi glukosa kira-kira 100 mg/menit (80 mg/dL plasma 125 mL/menit). Hampir semua glukosa direabsorpsi, dan hanya bebarapa milligram saja yang dapat dijumpai di urin 24 jam.
10

Mekanisme Transpor Glukosa Proses reabsorpsi glukosa di ginjal menyarupai proses reabsorpsi glukosa di usus halus. Glukosa dan Na+ akan diikat oleh karier yang sama yaitu SGLT 2 di membrane yang menghadap ke lumen dan glukosa dibawa oleh karier masuk kedalam sel bersamaan dengan masuknya Na+ ke dalam sel mengikuti perbedaan muatan listrik dan kimianya. Na+ kemudian akan dipompa keluar sel ke ruang intersel lateral, sedangkan glukosa diangkut ke luar sel oleh GLUT 2 ke cairan interstisium. Dengan demikian, transport glukosa di ginjal, dan juga usus halus, merupakan contoh transport aktif sekunder. Karier ini berikatan secara spesifik dengan isomer d glukosa, sehingga kecepatan transpor d-glukosa ini jauh lebih tinggi dibandingkan l-glukosa. Seperti juga di usus halus, transpor glukosa di ginjal dapat dihambat oleh florhizin, suatu glukosida yang berasal dari tanaman. Florhizin akan bersaing dengan d-glukosa untuk ikatan dengan simport (karier) ini. 2.7 Ekskresi Air Dalam keadaan normal sebanyak 180 liter cairan difiltrasi oleh glomerulus tiap hari, sedangkan volume urin rata-rata tiap hari sekitar 1 liter. Jumlah zat terlarut yang sama juga dapat diekskresikan per 24 jam dalam urin yang hanya bervolume 500 ml dengan kepekatan 1400mosm/kg, atau dalam urin sebanyak 23,3 liter dan kepekatan yang sangat rendah, yaitu 30 mosm/kg. Nilai-nilai ini menunjukkan 2 hal yang penting: pertama, paling sedikit 87% air difiltrasi akan direabsorpsi, meskipun volume urin 23 liter; kedua, reabsorpsi sisa air yang telah mengalami filtrasi dapat bervariasi tanpa mempengaruhi jumlah total zat terlarut yang diekskresi. Dengan demikian, bila urin pekat, terjadi retensi air dibandingkan zat terlarut; dan bila urin encer, terjadi ekskresi air yang lebih dibandingkan zat terlarut. Kedua hal ini memiliki arti penting dalam konservasi dan pengaturan osmolalitas cairan tubuh. Pengaturan ekskresi air terutama dilakukan oleh hormone vasopressin yang bekerja pada duktus koligentes. 2.8 Pengasaman Urin dan Eksresi Bikarbonat Sekresi H+ Sel tubulus proksimal dan distal, seperti juga sel kelenjar lambung, menyekresi ion hidrogen. Pengasaman juga akan terjadi di duktus koligentes. Reaksi utama untuk sekresi H+ di tubulus proksimal ialah pertukaran Na+ - H+. Pemompaan ke luar Na+ dari sel ke interstisium
11

oleh pompa Na+ - K+ ATPase akan menurunkan Na+ intrasel, dan hal ini menyebabkan Na+ di lumen tubulus masuk ke dalam sel, bersamaan dengan pemompaan H+ ke lumen tubulus. H+ ini berasal dari reaksi disosiasi H2CO3 intrasel dan HCO3- yang terbentuk akan berdifusi ke cairan interstisial. Anhidrase karbonat mengatalis pembentukan H2CO3 dan obat-obat yang menghambat anhidrase karbonat menekan sekresi asam oleh tubulus proksimal serta reaksi yang bergantung padanya. Terdapat beberapa bukti bahwa H+ disekresikan di tubulus proksimal dengan pompa jenis lain, tapi bukti untuk pompa tambahan ini masih kontroversial, dan pada setiap kasus peranannya relatif kecil dibandingkan dengan mekanisme pertukaran Na+ - H+. Hal ini berlawanan dengan yang terjadi di tubulus distal dan duktus koligentes, dimana sekresi H+ relatif tidak bergantung pada Na+ di lumen tubulus. Di bagian tubulus ini, sebagian besar H+ disekresikan melalui pompa proton yang digerakkan oleh ATP. Aldosteron bekerja pada pompa ini untuk meningkatkan sekresi H+ di bagian distal. Sel I di bagian tubulus ginjal ini mensekresikan asam, dan seperti sel parietal di lambung, sel I mengandung banyak anhidrase karbonat dan struktur tubulovesikular. Didapatkan bukti bahwa ATPase yang memindahkan H+ menyebabkan sekresi H+ terletak pada vesikel-vesikel ini ataupun dalam membrane sel luminal, dan bahwa pada asidosis, jumlah pompa H+ meningkat akibat masuknya tubulovesikel ini ke dalam membran sel luminal. Sebagian H+ juga disekresi oleh H+ - K+ ATPase. Sel-sel ini juga mengandung Band 3, suatu protein penukar anion, di membrane sel basolateralnya, dan protein ini dapat berfungsi sebagai penukar Cl- - HCO3- bagi pengangkutan HCO3- ke cairan interstisium. H+ di Urin Jumlah asam yang disekresikan bergantung pada peristiwa-peristiwa di urin tubulus selanjutnya. Pada manusia, tingkat perbedaan H+ maksimal yang harus dilawan oleh mekanisme transport untuk dapat menyekresi berhubungan dengan pH urin sekitar 4,5; yaitu kadar H+ dalam urin yang besarnya 1000 kali kadarnya di plasma. Dengan demikian, pH 4,5 merupakan pH pembatas, yang dalam keadaan normal dicapai di duktus koligentes. Sekresi Amonia Reaksi di sel tubulus ginjal menghasilkan H+ dan HCO3-. NH4 berada dalam keseimbangan dengan NH3 + H+ di dalam sel. Namun, NH3 bersifat larut dalam tingkat
12

perbedaan konsentrasinya ke dalam cairan interstisium dan urin tubulus. Reaksi utama yang menghasilkan NH4 dalam sel adalah perubahan glutamine menjadi glutamate. Reaksi ini dikatalis oleh enzim glutaminase, yang banyak terdapat di sel tubulus ginjal. 2.9 Pengisian Vesika Urinaria Dinding ureter terdiri dari otot polos yang tersusun spiral, memanjang, dan melingkar, tetapi batas lapisan yang jelas tidak ditemukan. Kontraksi peristaltik yang teratur timbul 1-5 kali tiap menit akan mendorong urine dari pelvis renis menuju vesika urinaria, dan akan masuk secara periodik sesuai dengan gelombang peristaltik. Ureter menembus dinding vesika secara miring, dan meskipun tidak ada sfingter ureter, kemiringan ureter ini cenderung akan menjepit ureter sehingga ureter tertutup kecuali selama adanya gelombang peristaltic, dan refluks urin dari vesika dapat dicegah. 2.10 Pengosongan Vesika Urinaria Miksi atau berkemih pada dasarnya merupakan refleks spinal yang akan difasilitasi dan dihambat oleh pusat-pusat susunan saraf yang lebih tinggi, seperti defekasi, fasilitasi dan inhibisi bersifat volunteer. Urin yang memasuki vesika tidak begitu meningkatkan tekanan intravesika sampai telah terisi penuh. Selain itu, seperti juga jenis otot polos lainnya, otot vesika memiliki sifat plastis; bila diregang, ketegangan yang mula-mula timbul tidak akan dipertahankan. Selama proses berkemih, otot-otot perineum dan sfingter uretra eksterna berelaksasi; sedangkan otot detrusor berkontraksi; dan urin akan mengalir melalui uretra. Kontraksi otot-otot perineum dan sfingter eksterna dapat dilakuakn secara volunteer, sehingga mencegah urin untuk mengalir melewati uretra atau menghentikan aliran urin saat sedang berkemih. Farmakologi Dasar Obat Diuretik 2.11 Penghambat Carbonic Anhydrase Carbonic anhidrase terdapat daalm banyak tempat di nefron, termasuk membrane luminal dan basolateral dan sitoplasma sel epitel dan sel darah merah dalam sirkulasi ginjal. Lokasi enzim yang menonjol tersebut dalam luminal dari sel tubulus proksimal, tempat enzim tersebut mengkatalisasi dehidrasi H2CO3, suatu tahapan kritis dari reabsorbsi bikarbonat dalam tubulus

13

proksimal. Penghambat carbonic anhydrase menyakat reabsorbsi natrium bikarbonat, menyebabkan dieresis natrium bikarbonat dan penurunan simpanan bikarbonat tubuh total. Penghambat carbonic anhydrase adalah diuretika modern. Penghambat etrsebut adalah derivate sulfonamide tanfa subsitusi dan dikembangkan saat diketahui bahwa bakteriostatika sulfonamide dapat menyebabkan dieresis alkalis dan asidosis metabolic hiperkloremik. Dengan perkembangan obat yang lebih baru, penghambat carbonic anhydrase sekarang jarang digunakan , tetapi masih terdapat beberapa penggunaan khusus yang akan di bahas berikut. Prototipe penghambat carbonic anhydrase adalah acetazolamide. Kimia Struktur acetazolamide ditampilkan dalam kotak penyerta. Kelompok SO2NH2 (sulfonamide) tersebut sangat penting untuk aktivitas diatas. Subsitusi alkyl pada tempat tersebut menyakut secara lengkap efek-efek aktivitas carbonic anhydrase. Farmakokinetika Penghambat aktivitas carbonic anhydrase menekan reabsorsi dengan baik setelah pemberian oral. Peningkatan pH urine karena dieresis bikarbonat terjadi dalam segmen S2 tubulus proksiamal, dan untuk alasan itulah dosis pemberian harus diturunkan pada insufiensi ginjal. Farmakodinamika Penghambat aktivitas carbonic anhydrase menekan reabsorsi bikarbonat secara kuat dalam tubulus proksimal. Pada dosis pemberian maksimal yang aman, 85%dari kapasitas reabsorbsi bikarbonat dari tubulus proksimal superfesial dihambat oleh acetazolamide dengan IC50 yang terjadi (kosentrasi yang dibutuhkan untuk penghambatan sebesar 50%) pada 4 mmol/L. bagaimanapun juga, beberapa bikarbonat masih dapat diabsorbsi dari situs-situs nefron lain oleh mekanisme yang tidak berkaitan dengan carbonic anhydrase. Efek menyelutuh dari pemberian acetazolamide maksimal meliputi sekitar 45% penghambatan dari reabsorbsi bikarbonat dari keseluruhan ginjal.

14

2.12 Diuretika Ansa Diuretika ansa (loop) secara selektif menghambat reabsorpsi NaCl pada cabang meningkat yang tebal dari ansa henle. Mengacu pada besarnya kapasitas absorbs segmen tersebut dan kenyataan bahwa dieresis tidak terbatas oleh perkembangan asidosis, seperti halnya penghambat anhydrase, obat tersebut adalah agen diuretuk yang paling efektif yang tersedia. Kimia Dua prototype obat dari kelompok tersebut adalah furosimide dan ethacrynic acid, seperti penghambat carbonic anhydrase , furosimide, dan bumitanide adalah turunan sulfonamide. Agen tersebut mempunyai sebuah kelompok karboxyl dengan suatu gugus sulfamoyl pada posisi meta ( karbon, C nomor 5). Subsitusi halide atau phenoxy terdapat pada karbon nomor 4, dan suatu subsitusi kelompok amino terdapat pada karbon ke-2 atau ke-3. Torsemide, diuretika ansa yang lebih baru adalah senyawa sulfonamide lain yang bersal dari 4-amino-3-pyridine-sulfonylurea. Ethacrynic acid bukan merupakan turunan sulfonamide- secara kimia berbeda dari furosimide. Ethacrynic acid merupakan suatu turunan phenoxy acetic acid yang mengandung keton terikat dan kelompok methylene. Kelompok methylene tersebut, yang terarsir, membentuk sebuah ikatan dengan kelompok sulfhydril bebas dari systeine. Ikatan cysteine diduga merupakan bentuk aktf dari obat tersebut. Diuretika merkuri organic menghambat transport garam pada cabang meningkat yang tebal. Mereka tidak lagi digunakan karena tksisitas yang tinggi dan hanya kepentingan historis saja. Farmakokinetika Agen-agen ansa tersebut di arbsorbsi dengan cepat. Mereka dieliminasi oleh sekresi ginjal begitu juga oleh filtrasi glomeruler. Arbsopsi torsemide oral lebih cepat (1 jam) daripada furosimide (2-3 jam) dan hamper sebanding dengan pemberian intavena. Respons diuretic sangant cepat pada pemberian injeksi intavena. Masa kerja furosimide biasanya 2-3 jam dan untuk terosimide 4-6 jam. Waktu paruh nya bergantung pada fungsi ginjal. Karena agen ansa bekerja pada sisi luminal tubulus, respons diuretic berkaitan secara positif dengan ekskresi urine. Cacat pada komponen sekresi dari klirens dapat terjadi akibat pemberian bersama dari agen seperti indomethacin dan probenecid, yang menghambat sekresi asam lemah pada tubulus
15

proksimal. Metabolit ethacrynic acid dan furosimide telah teridentifikasi, tetapi belum di ketahui aktivitas diuretucnya. Torsimide paling tidak mempunyai satu metabolit aktif dengan waktu paruh yang diduga lebih panjang daripada senyawa induknya. Farmakodinamika Obat tersebut menghambat system transport gabungan Na+/ K+/ 2Cl- pada membrane luminal cabang meningkat yang tebal pada ansa henle. Dengan menghambat transporter tersebut, diuretika ansa merupakan reabsorbsi NaCl dan juga menurunkan potensial positif-lumen normal yang berasal dari daur ulang K+ . potensial elektris tersebut pada keadaan normal mengerakan reabsorbsi kation divalent ansa. Diuretika ansa, dengan menurunkan potensial positif-lumen, menyababkan suatu peningkatan ekskresi Mg2+ dan Ca2+ . penggunaan dalam jangka panjang dapat menyebabkan hipomagnesia pada beberapa pasien. Karena Ca2+ secara aktif direabsorsi pada tubulus berbelit distal, diuretika ansa umumnya tidak menyebabkan hipokalsemia. Namun, pada kelainan yang menyebabkan hiperkalsimia, ekskresi Ca2+ dapat ditingkatkan dalam jumlah besar dengan memadukan agen ansa dengan infuse garam fisiologis. Efek tersebut sangat berharga untuk penatalaksanaan akut dari hiperkalsimia.

2.13 Thiazide Diuretika thiazide muncul dalam usaha untuk mensintesis lebih banyak penghambat carbonic anhydrase yang kuat. Secara berkesinambungan menjadi jelas bahwa thiazide menghambat transport NaCl yang terjadi di luar efeknya terhadap aktivitas anhydrase dan bahwa obat tersebut bekerja pada transport garam pada tubulus berbelit distalis. Beberapa anggota dari kelompok tersebut mempertahankan aktivitas penghambatan carbonic anhyrase secara bermakna, tetapi efek tersebut tidak berkaitan dengan cara kerja utamanya. Contoh thiazide adalah hydrochlorothiazide. Kimia Obat pad kelompok tersebut secara formal disebut benzothiadiazide, yang lazim disingkat thiazide. Sifat alami dari cincin heterosiklik dan penggantian cincin tersebut dapat beragam di

16

antara kongener, tetapi kesemunya bertahan, seperti lazimnya penghambat carbonic anhydrase, suatu kelompok sulfonamide tanpa subsitusi.

Farmakokinetika Semua thiazide diabsorbsi pada pemberian oral, tetapi terdapat perbedaan dalam metabolismenya. Chlorotiazide, induk dari kelompok tersebut, kurang dapat larut daam lipid, dan harus diberikan pada dosis yang relative besar. Chlortalidone diabsorbsi lambat dan mempunyai masa kerja yang lebih panjang. Walaupun indapamide terutama diekresi oleh system bilear, klirens oleh ginjal dari bentuk aktifnya terjadi dalam jumlah cukup untuk mendapatkan efek diuretiknya pada tubulus berbelit distalis. Semua thiazide diekresi oleh system sekretorik asam organic dabn bersaing pada beberapa hal dengan sekresi uric acid dapat menurun, dengan diikuti peningkatan kadar uric acid serum. Pada steady state, produksi uric acid tidak dipengaruhi oleh thiazide. Farmakodinamika Thiazide menghanmbat reabsorsi NaCl dari sisi luminal sel epitel dalam tubulus berbelit distalis. Di duga terdapat suatu efek ringan pada reabsorbsi NaCl pada bagian akhir tubulus proksimal, tetapi hal tersebut tidak diamati pada tatanan klinik yang umum. Relative hanya sedikit system transport NaCl yang diketahui dapat dihambat oleh thiazide. Seperti telah diuraikan di depan (dalam tubulus berbelit distalis), cara transport merupakan suatu kontrasporter NaCl netral secara elektris yang berbeda dari transporter pada ansa Henle. Terdapat pula proses reabsorbsi aktif untuk Ca2+ pada tubulus berbelit distalis,yang di modulasi oleh hormone paratiroid (PTH). Berlawanan dengan situasi pada ansa Henle; tempat diuretika ansa menghambat reabsorbsi Ca2+, terbukti thiazide meningkatkan reabsorbsi Ca2+ pada tubulus berbelit distalis. Mekanisme terjadinya peningkatan tersebut tidak diketahui, tetapi telah dirumuskan sebagai hasiil dari penurunanan intraseluler Na+ terhadap penyakatan pemasukan Na+ oleh thiazide. Sel Na+ yang lebih rendah diduga kemudian meningkatkan pertukaran Na+ / Ca2+ pada membrane basolateral, meningkatkan reabsorbsi menyeluruh Ca2+. Thiazide sangat jarang menyebabkan hiperkalsimia sebagai hasil dari peningkatan reabsorbsi, mereka dapat
17

membuka selubung terjadinya hiperkalsimia yang berkaitan dengan penyebab lain ( misalnya, hiperparatiroidisme, karsinoma, sarkoidosis). Thiazide telah terbukti bermanfaat pada penatalaksanaan batu ginjal yang disebabkan oleh hiperkalsiuria. Efek thiazide bergabtung pada produksi prostaglandin ginjal. Seperti diuraikan di depan, efek thiazide dapat pula dihambat oleh obat antiinflamasi nonsteroid pada kondisi tertentu. 2.14 Diuretika Hemat-Kalium Anggota dari kelompok tersebut mengantagonisasi efek aldosteron pada korteks tubulus pengumpul dan pada bagian akhir tubulus distal. Penghambatan dapat terjadi dengan antagonusme farmakologis langsung dari reseptor mineralocorticoid (spironolactone) atau dengan penghambatan aliran Na+ melalui kanal ion pada membrane luminal (triamterence, amiloride). Efek hemat-kalium yang lebih kecil kadang terjadi pada obat yang menekan rennin atau angiotensin II (agen antiinflamasi nonsteroid, penyakit beta, penghambat enzim pengonversi [ACE], penghambat reseptor angiostensin). Kimia dan Farmakokinetika Spironolactone adalah satu steroid sintesis yang bekerja sebagai antagonis kompetitif aldosterone. Mula dan lama kerjanya ditentukan oleh kinetic dari respons aldosterone pada jaringan target. Inaktivasi substansial spironolactone terjadi dalam hati. Hasil keseluruhan merupakan mula kerja yang agak lambat, membutuhkan beberapa hari sebelum efek terapeutik lengkap etrcapai. Eplerenone suatu analog spironolactone dengan selektivitas yang lebih besar terhadap reseptor aldosterone sedang teliti. Triamterene dimetabolisme di hati, tetapi ekskresi ginjal adalh jalur utama eliminasi bentuk aktif dan metabolitnya. Sangat sedikit hal yang diketahui tentang efek diuretic dari metabolitnya. Amiloride diekresi tanpa mengalami perubahan dalam urine. Karena triamterence dimetabolime secara luas, waktu-paruhnya lebih pendek sehingga harus diberingkan lebih sering dari pada amiloride.

18

Farmakodinamika Diuretic hemat-kalium menurunkan reabsorbsi Na+ pada tubulus dan duktus pengumpul. Absorpsi Na+ (dan sekresi K+) pada tempat tersebut diregulasi oleh aldosterone. Pada tiap laju penghantarn Na+, laju sekresi K+ di distal secar positif berkaitan denagn kadar aldoseterone. Seperti diuraikan di depan, aldoseterone menigkatkan.aktivitas Na+/ K+ ATPase dan aktvitas kanal Na+ dan K+. Absorbsi Na+ pada tubulus pengumpul menyebabkan potensial elektris negative-lumen, yang menyebabkan peningkatan sekresi K+. Antagonis aldosterone berpengaruh dalam proses tersebut. Efek yang serupa teramati dengan memperhatikan pengelolaan H+ oleh tubulus pengumpul, pada bagian tersebut menjelaskan asidosis metabolic yang terjadi pada penggunaan antagonis aldosterone. Spirolactone mengikat reseptor mineralocorticoid sitoplasmik dan mencegah translokasi kompleks reseptor menuju nucleus. Obat tersebut dapat pula menurunkan pembentukan metabolit aktif aldosterone intraseluler dengan penghambatan aktivitas reduktase. Triamterene dan amiloride tiadk menyakat reseptor aldosterone malah sebaliknya terlibat langsung dengan pemasukan Na+ melalui kanal ion natrium-selektif pada membran apical tubulus pengumpul. Karena sekresi K+yang efektif. 2.15 Kombinasi-kombinasi Diuretika Agen ANSA dan Thiazide Beberapa pasien menjadi refrakter ( sukar di sembuhkan, membandel) terhadap dosis diuretika ansa yang biasa diberikan atau menjadi refrakter setelah respons awal. Karena agen tersebut mempunyai waktu-paruh pendek, keadaan refrakter tersebut diduga terjadi berkaitan dengan interval yang panjang antar dosis pemberian. Retensi Na+ ginjal ditingkatkan selama periode ketika obat sudah tidak aktif lagi aktif. Setelah interval dosis untuk agen diuretika ansa mencapai titik minimal atau pada saat dosis mencapai titik maksimal, penggunaan dua maca obat yang bekerja pada situs nefron yang berbeda mungkin menghasilkan sinergi. Agen ansa thiazide dalam bentuk kombinasi sering mengakibatkan dieresis, ketika tidak satu agenpun bekerja sendiri walaupin pada efektivitas yang minimal. Ada beberapa alasan yang dapat digunakan untuk menjelasakanfenomeba tersebut. Pertama, reabsorbsi garam dan air baik pada cabang meningkat yang tebal atau pada tubulus berbelit distalis dapat menigkat saat yang lain disakat.
19

Penghambatan pada keduanya itulah menghasilkan lebih dari sekedar respons diuretic aditif. Kedua, diuretika thiazide dapat menghasilkan natriuresis ringan pada tubulus proksimal, yang biasanya tertutup oleh peningkatan reabsorpsi pad cabang meningkat yang tebal. Oleh karenanya kombinasi diuretika ansa dan thiazide menumpulkan reabsorbsi Na+, setidaknya pada tingkat tertentu, dari ketiga bagian. Metalazone adalah pilihan yang lazim dari obat yang menyerupai thiazide untuk digunakan pada pengobatan pasien yang refrakter pada agen ansa secara tunggal. Telah dilaporkan bahwa metolazone diduga lebih efektif dari pada thiazide lain pada gagal ginjal, tapi sisi pandang tersebut controversial, dan diduga bahwa anggota lain dari kelompok thiazide seefektif metolazone. Lebih jauh lagi, metolazone hanya tersedia dalam bentuk sediaan oral, sedangkan chlorothiazide dapat diberikan parenteral. Diuretik Hemat-kalium dan Agen Ansa atau Thiazide Sebagian besar pasien yang diberi diuretika ansa atau thiazide mengalami hipokalemia pada beberapa titik terapi mereka. Keadaan tersebut seringkali dapat diatasi dengan pembatsan diet garam, yang akan membatasi penghantaran natrium ke tubulus pengumpul. Ketika hipokalemia tidak dapat diatasi dengan cara tersebut, atau dengan tambahan KCl, penambahan suatu diuretika hemat-kalium dapat menurunkan ekskresi kalium secara bermakna. Pendekatan tersebut secara umum cukup aman, tetapi seyogyanya dihindari penggunaanya pada pasien dengan insufisiensi ginjal, yang dapat menyebabkan hiperkalemia yang membahayakan jiwa sebagai respons dari pemberian diuretika hemat-kalium. Farmakologi klinik agen diuretic Bagian ini membicarakan penggunaan klinea agen diuretic pada keadaan denagan edema dan non edema. Efek dari agen tersebut pada ekskresi elektrolit urine. Keadaan dengan edema Alasan yang paling lazim dari penggunaan diuretika adalah unyuk menurunkan edema perifer atau paru yang terjadi sebagai hasil dari penyakit pada jantung, ginjal atau vaskulatur atau abnormalitas pada tekanan onkotik darah. Retensi garam dan dengan pembentukan edema sering terjadi penurunan penghantaran darah ke ginjal yang di anggap sebagai insufisiensi volume darah
20

arterial efektif. Penggunaan diuretika diharapkan mampu memobilisasi cairan interstisial edema tanpa penurunan volume plasma yang bermakna. Bagaimanapun juga terapi diuretika yang berlebihan pada tatanan tersebut dapat membawa pada gangguan yang lebih lanjut terhadap volume darah arterial efektif dengan penurunan perfusi pada organ vital. Karenanya, pengguaan diuretika untuk memobilisasi edema membuhkan pemantauan yang cermat pada keadann hemodinamika pasien dan suatu pemahaman tentang patofisiologi kondisi yang mendasarinya. Gagal Jantung Kongestif Apabila funsi jantung menurun karena penyakit, perubahan resutn tekanan darah dan peredaran darah diginjal dianggap senbagai hivopolemia, dan menginduksi terjadinya retensi garam dan air. Respons fisiologis pada mulanya memperluas volume intravaskuler dan venous return pada jantung dan diduga dapat memperbaiki curah jantung sebagian untuk menjadi normal. Bila penyakitnya mendasarinya menyebabkan funsi jantung memburuk walaupun terjadinya peningkatan volume plasma, retnsi garamm dan air pada ginjal terus berlangsung, yang kemudian bocor dari vaskulatur dan menjadi endema interstasial atau paru. Pada saat tersebut penggunaan diuretika menjadi penting untuk penurunan akumulasi edema, khusnya yang berada dalam paru penurunan kngesti vascular paru denagn diuretika dapat memperbaiaki oksigenasidan karenanya dapat memperbaiki fungsi miokardium. Edema diakaitkan dengan gagal jantung kongestif yang secara uum diatasi denagn pemberian diuretika ansa. Pada kondisi tertentu, retensi garam dan air dapat sedemikian parah sehingga diperluakn pemberian sedemikian kombinasi thiazide dan diuretika ansa. Penyakit Ginjal Keberagaman penyakit ginjal dapat mempengaruhi peran kritis normal ginjal pada volume homeostasis. Walaupun penyakit ginjal kadang menyebabkan pembuangan garam, sebagian besar penyakt ginjal menyebabkan retensi air dan garam. Saat kehilangan fungsi ginjal parah, agen diuretic membeerikan sedikit manfaat, karena terjadinya penyaringan glomeruler yang insufisien terjadi untuk menjaga suatu respons natiriuretik. Bagaimanapun juga, sejumlah besar pasien dengan insufisiensi ginjal yang lebih ringan dapat diterapi dengan diuretika karena dapt mempertahankan natrium.
21

Banyak penyakit glomeruler primer dan sekunder seperti yang berkaitan denagn diabetes mellitus, erimatosus lupus sistemik, dan kelainan yang melibatkan kerusakan vascular, menyebabka retensi primer air dan garam oleh ginjal. Penyebab retensi natrium tersebut tidak diketahui secara pasti, ettapi diduga melibatkan kelainan regulasi mikrosirkulasi ginjal dan funsi tubulus dengan cara rilis vasokontristor, prostaglandin, cytokine, dan mediator inflamasi lain. Apabila terjadi edema atau hipertensi pada pasien tersebut, terapi diuretika diduga dapat sangat efektif. Jika gagal jantung terjadi secara bersamaan harus dilakukan perinagtan sebelumnaya. Sirosis Hati Penyakit hati serring dikaitkan dengan edema dan aistes bersama dengan peningkatan tekanan hidrostatik portal dan penurunan tekanan onkontik plasma. Mekanisme natrium bersifat kompleks. Mereka diduga melibatkan kombinasi factor, termasuk penurunan perfusi ginjal yang terjadi perubahan vascular sistemik, penurunan volume plasma karena pembentukan asites, dan penurunan onkontik disebabkan oleh hipoalbuminemia. Sebagai tambahan, diduga terdapat retensi natrium primer dari ginjal. Kadar plasma aldosterone biasanya tinggi sebagai respon terhadap penurunan volume sirkulasi efektif. Edema Idiopatik Sindroma yang terjadi hamper semuanya pada wanita, terdiri dari fluktuasi retensi garam dan edema. Walaupun dilakukan penelitian yang mendalam, patofisiologi kelainan masih belum biaberperan pada timbulnya sindroma tersebut. Untuk itulah bila kemungkinan, edema idiopatik seyogyanya dikelola dengan pembatasan garam ringan saja. KEADAAN TANPA EDEMA Hipertensi Telah diketahui sejak lama bahwa kerja vasodilatator ringan dan diuretika thiazide bermanfaat pada pentalaksanaan pada hamper semua pasien dengan hipertensi esensial yang diduga merupakan terapi yang memadai pada hamper dua pertiga kasus. Pembatasan yang moderat terhadap pengaturan pemasukan Na+ dari diet (60-100 meq/hari) telah terbukti mampu menimbulkan efek diuretic pada hipertensi esensial dan memperkecil pembungan K+.

22

Hingga saat ini diuretica thiazide biasanya menjadi obat pertamayang diberikan untuk mengobati pasien dengan hipertensi esensial ringan. Dengan peningkatan pengenalan efek yang tidak diinginkan dari thiazide dan perkembangan anti hipertensi baru, pengunaan thiazide sebagai oabt garis pertama mulai menurun. Diuretika masih memainkan peran penting pada pasien yang membutuhkaan obat ganda untuk mengontrol tekanan darah. Diuretika meningkatkan efikasi pada banyak agen, khususnya penghambat enzim pengubah angiotensin. Pasien yang diterpai denagn vasodilator kuat seperti hydralazine atau minoxidil biasanya membutuhkan diuretika secara bersamaan, karena vasodilatator menyebabkan retensi volume yang bermakna dan kadang edema. Nefrolitiasis Hamper dua pertiga dari batu ginjal mengandung calcium pospat atau calcium oxalate. Banyak pasien seprti itu mengalami kebocoran calcium pada ginjal yang mengakibatkan hiperkalsuria. Keadaan tersebut diatasi denagn diuretika tbiazide, yang dapat meningkatkan reabsorbsi kalsium dalam tubukus berbelit distalis sehngga dapat menurunkan kosentrasi kalsium dalam urine. Asupan garam harus dikurangi pada tatanan demikian, karena diet berlebiahan NaCl dapat menutupi efek hipokasiurik thiazide. Batu kalsium dapat juga disebabkan oleh peningkatan reabsorbsi kalsium pada usus, atau dapat pula terjadi secara idiopatik. Pada situasi tersebut, thiazide juga efektif tetapi harus digunakan sebagai terapi penyerta dengan penurunan asupan kalsium dan cairan lain. Hiperkalsemia Hiperkalsimia dapat merupakan kedaruratan medis. Karena ansa Henle merupakan tempat penting dari reabsorsi kalsium, diuretika ansa dapat jadi cukup efektif untuk meningkatkan dieresis kalsium. Diuretikanansa saja dapat menyebabkan kontraksi volume yang besar. Bila hal tersebut terjadi, diuretika ansa menjadi tidak efektif karena reabsorbsi kalsium pada tubulus proksimal meningkat. Oleh karenanya harus diberikan garam fifiologis bersama diuretika ansa apabila di kehendaki suatu dieresis secara efektif. Pendekatan yang biasanya digunakan adalah pemberian infuse garam fisiologis normal dan pemberian furosimide (80-120 mg) secara intavena. Ketika terjadi dieresis, kecepatan infuse garam fisioogis dapat disesuaikan dengan kecepatan pengeluaran urine untuk mencegah deplesi volume. Dapat ditambahkan kalium pada
23

infuse garam fisiologis dapat di sesuaikan denagn kecepatan pengeluaran urine untuk emncegah deplesi volume. Dapat ditambahkan kalium pada infuse garam fisiologis bila dianggap perlu. Diabetes Insipidus Diuretiak thiazide dapat menurunkan poliuria dan polidipsia pada pasien yang tidak responsive terhadap ADH. Efek yang menguntungkan terjadi dengan cara penurunan voume plasma, denagn etrjadinaya penurunan pada kecepatan penyaringan glomeruler, meningkatkan reabsorbsi proksimal NaCl dan air, dan menurunkan penghantaran cairan kebagian pengenceran. Sehingga volume proksimal produksi pengenceran urine menurun. Efek paradoksal thiazide tersebut dapat menurunkan aliran urine secara bermakna pada pasien poliuri. Diet pembatasan natrium dapat meningkatakan efek thiazide yang menguntungkan pada volume urine tatanan tersebut. Lithium yang digunakan pada pengoabatan ganguuan manik-depresif, merupakan penyabab yang lazim untuk terjadinay diabetes insipidus karena pengaruh obat, dan thiazide tealh di ketahui mampu membantu untuk digunakan dalam pengobatan. Kadar serum Li+ harus dipantau secara seksama pada kondisi tersebut, kerena diuretiak dapat menurunkan klirens ginjal Li+ dan meningkatkan kadar plasma Li+ ke dalam rentang toksik. Poliuria Lithium dapat juga diperbaiki sebagian oleh amiloride, yang diduga meyakat pemaukan Lithium pada sel duktus pengumpul, seperti penyakatan pemasukan Na+.

24

BAB III PENUTUP


Kesimpulan dan Saran Dapat disimpulkan bahwa obat-obat pada ginjal sangat besar manfaatnya bagi seseorang yang menderita penyakit pada bagian ginjalnya, untuk itu menjaga kesehatan itu sangat penting agar hal-hal yang tidak diinginkan pada diri kita semua bisa dihindari. Obat-obat diatas hanya lah sebagai alat bantu, namun pada hakekatnya kita semualah yang harus menjaga diri kita sendiri agar hidup kita bisa berjalan normal, maka dari itu diharapkan kepada semua yang telah pembaca makalah ini dapat lebih intensif menjaga kesahatannya, karena kesehatan itu sangat mahal harganya. Jika keadaan fisik kita udah tak mampu lagi maka akn banyak dana yang dikeluarkan untuk mendapatkan kesehatan itu kembali, yang paling utama selalulah menjaga pola makan kita, karena di era modernisasi ini semua makanan rata-rata banyak menggunakan bahan kimia yag bisa berbahaya buat tubuh kita, maka dari itu jelilah dalam memilih makanan untuk dikosumsi. Semoga bermanfaat ! !

25

DAFTAR PUSTAKA
General Brenner BM (editor) : The Kidney, 5th ed. Saunders, 1996 Ellison DH : Diuretic drugs and the treatment of edema : From clinic to bench and back again. Am J Kidney Dis 1994; 23; 623. Rose BD : Diuretics. Kidney Int 1991; 39: 336. Specific Agents Aiza I, Perez GO, Schiff ER : Management of ascites in patients with chronic liver disease. Am J Gastroenterol 1994; 89: 1949. Ashraf N, Locksley R, Arieff Al : Thiazide-induced hy hyponatremia associated with death or neurologic damage in outpatients. Am J Med 1981: 70: 1163. Baglim A et al : Metabolic adverse reaction to diuretics : Clinical relevancs to elderly patients. Drug Saf 1995; 12: 161. etc

26

You might also like