Professional Documents
Culture Documents
Angiofibroma Nasofaring
Disusun oleh : Hanna Khairat Puti Leviana Fuadi Sazli Kabhithra Thiayagarajan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
paling sering ditemukan pada anak lak-laki prepubertas dan remaja
tumor jinak pembuluh darah di daerah nasofaring yang secara histologik jinak
Angiofibroma nasofaring
definisi, anatomi fisiologi nasofaring, epidemiologi etiologi, klasifikasi, patofisiologi, diagnosis, komplikasi dan tatalaksana dari angiofibroma nasofaring
menambah pengetahuan pembaca pada umumnya dan penulis khususnya mengenai angiofibroma nasofaring.
TINJAUAN PUSTAKA
Angiofibroma nasofaring
suatu tumor jinak nasofaring yang secara histologik jinak
mempunyai kemampuan mendestruksi tulang dan meluas ke jaringan sekitarnya, seperti ke sinus paranasal, pipi, mata dan tengkorak
Anatomi Nasofaring
Nasofaring suatu ruangan yang terletak di belakang rongga hidung di atas tepi bebas palatum mole yang secara anatomis termasuk bagian faring
BATAS NASOFARING
A : dibentuk oleh koana dan batas posterior dari septum nasi Dinding bawah : permukaan atas dari palatum mole & itsmus nasofaringeal
Atap dan dinding posterior Bagian paling atas permukaan yang dari dinding miring dibentuk posterior, tepat di oleh tulang depan dari tulang sfenoid, basal atlas terdapat oksiput dan dua jaringan limfoid tulang servikal yang melekat pada yang paling atas mukosa sampai pada level palatum mole
Tiap dinding lateral nasofaring terdapat muara dari tuba faringotimpanik (tuba eustakhius). Di belakang dan atas dari kartilago tuba terdapat faringeal reses atau fossa Rosenmuller
arteri faringeal ascenden, arteri palatina ascenden dan descenden cabang faringeal arteri sfenopalatina
serabut sensoris saraf glossofaringeus (IX) serabut motoris saraf vagus (X) serabut saraf ganglion servikalis simpatikus
Perdarahan Nasofaring
Persarafan Nasofaring
Pada nasofaring terdapat banyak saluran limfe yang terutama mengalir ke lateral, bermuara di kelenjar retrofaring Krause (kelenjar Rouviere).
Struktur limfoid ini banyak terdapat di dinding lateral terutama disekitar muara tuba eustakius, dinding posterior dan bagian nasofaring di palatum mole.
Struktur limfoid ini merupakan lengkung bagian atas dari cincin Waldeyer.
Epidemiologi
Paling sering ditemukan pada anak lak-laki prepubertas dan remaja, rentang usia 7 sampai 21 tahun
insidens terbanyak antara usia 14-18 tahun. jarang terjadi pada usia diatas 25 tahunJuvenile Nasopharyngeal Angiofibroma hanya 0,05% dari seluruh tumor kepala dan leher
Etiologi
teori jaringan asal
pertumbuhan abnormal jaringan fibrokartilago embrional atau periosteum di daerah oksipitalis os sfenoidalis
ketidakseimbangan hormonal kekurangan hormon androgen dan atau kelebihan hormon estrogen.
Patofisiologi
Tumor pertama kali tumbuh di bawah mukosa di tepi sebelah posterior dan lateral koana di atap nasofaring
Perdarahan tumor berasal dari arteri maksilaris interna dari arteri karotis.
meluas ke arah bawah membentuk tonjolan massa di atap rongga hidung posterior
membesar dan meluas di bawah mukosa, sepanjang atap nasofaring mencapai tepi posterior septum
mendesak dinding posterior dinding maksila. meluas terus akan masuk ke fossa intratemporal lalu menyusuri rahang atas bagian belakang masuk ke jaringan lunak antara otot maseter dan businator
mendorong salah satu atau kedua bola mata timbul proptosis muka kodok dan dapat terjadi gangguan visus.
Perluasan Ke Intrakranial
menyebabkan erosi dasar fossa kranialis medialis melalui sepanjang fisura pterigomaksilaris dan fisura orbitalis superior.
Makroskopis
Angiofibroma nasofaring tampak sebagai massa berlobus-lobus, kenyal, warna kemerahmerahan hingga abu-abu, berkapsul, kadang bertangkai seperti polip
Mikroskopis
Angiofibroma nasofaring terdiri dari komponen pembuluh darah (myofibroblast) di dalam stroma yang terbuat dari fibril kolagen yang halus dan kasar (pseudokapsul). Pada pertumbuhan tumor yang aktif, komponen pembuluh darah menjadi predominan. Dinding pembuluh darah secara umum terdiri dari endothelial tunggal. Dindingnya tipis, kurang serat kolagen elastis. Sel stroma memiliki inti yang besar dan cenderung berada di sekitar pembuluh darah. Ada banyak sel mast dan sedikit sel inflamasi di stroma. Kurangnya lapisan muskular dan tidak adanya kemampuanvasokontriksi berkontribusi menyebabkan perdarahan yang masif
Manifestasi KLinis
Obstruksi nasal dan ingusan (rhinorrhea) gejala yang paling sering terutama pada stadium awal. Sering mimisan (epistaksis) atau keluar darah dari hidung (blood-tinged nasal discharge Sakit kepala
Pembengkakan di wajah (facial swelling) Tuli konduktif (conductive hearing loss) Penglihatan ganda (diplopia) Gangguan penciuman berupa anosmia atau hiposmia Rekuren otitis media, nyeri mata Nyeri telinga (otalgia) Pembengkakan langit-langit mulut (swelling of the palate)
facial swelling
Pemeriksaan Fisik
secara rinoskopi posterior akan terlihat massa tumor (80% kasus) yang konsistensinya kenyal, warnanya bervariasi dari abu-abu sampai merah muda. Bagian tumor yang terlihat di nasofaring biasanya diliputi oleh selaput lendir berwarna keunguan, sedangkan bagian yang meluas ke luar nasofaring berwarna putih atau abu-abu. Pada usia muda warnanya merah muda, pada usia yang lebih tua warnanya kebiruan, karena lebih banyak komponen fibromanya. Mukosanya mengalami hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan adanya ulserasi.
Pemeriksaan Penunjang
Radiologi konvensional (foto kepala potongan anteroposterior, lateral dan posisi Waters) akan terlihat gambaran klasik yang disebut Holman Miller yaitu pendorongan prosesus pterigoideus ke belakang sehingga fisura pterigopalatina melebar (penonjolan anterior dari dinding posterior sinus maksila). Disertai gambaran perselubungan di sinus maksila. Akan terlihat juga adanya massa jaringan lunak di daerah nasofaring yang dapat mengerosi dinding orbita, arkus zigoma, dan tulang di sekitar nasofaring
Pemeriksaan Penunjang
CT scan dengan zat kontras akan tampak secara tepat perluasan massa tumor serta destruksi ke jaringan sekitarnya. Akan terlihat gambaran massa jaringan lunak yang berlobus tanpa kapsul di tengan foramen sfenopalatina (biasanya melebar) dan penonjolan ke anterior dari dinding posterior sinus maksilaris.1
Pemeriksaan Penunjang
MRI dilakukan untuk menentukan batas tumor terutama yang telah meluas ke intra kranial.1 Angiografi arteri karotis eksterna akan memperlihatkan vaskularisasi tumor yang biasanya berasal dari cabang arteri maksila interna homolateral
Staging
Klasifikasi menurut Session (1981): Stadium IA: Tumor terbatas di nares posterior dan atau nasofaringeal voult Stadium IB: Tumor meliputi nares posterior dan atau nasofaringeal voult dengan meluas sedikitnya 1 sinus paranasal Stadium IIA: Tumor meluas sedikit ke fossa pterigomaksila Stadium IIB: Tumor memenuhi fossa pterigomaksila tanpa mengerosi tulang orbita Stadium IIIA: Tumor telah mengerosi dasar tengkorak dan meluas sedikit ke intrakranial Stadium IIIB: Tumor telah meluas ke intrakranial dengan atau tanpa meluas ke sinus kavernosus
Staging
Klasifikasi menurut Fisch (1983): Stadium I: Tumor terbatas di rongga hidung nasofaring tanpa mendestruksi tulang Stadium II: Tumor menginvasi fossa pterigomaksila, sinus paranasal dengan destruksi tulang Stadium III: Tumor menginvasi fossa infratemporal, orbita dengan atau regio paraselar Stadium IV: Tumor menginvasi sinus kavernosus, regio chiasma optik, dan atau fossa pituitary
Staging
Klasifikasi menurut Radkowski (1996):22 Stadium IA: Hanya di hidung atau nasofaring Stadium IB: Perluasan ke salah satu sinus aranasal Stadium IIA: Perluasan minimal ke foramen sfenopalatine, termasuk bagian kecil dari fossa pterigomaksila medial Stadium IIB: Mengisi penuh fossa pterigomaksila dengan HolmanMiller sign, pergantian percabangan lateral atau anterior arteri maksilaris, juga dapat meluas ke superior dengan erosi tulang orbita Stadium IIC: Perluasan dari fossa pterigomaksila ke pipi, fossa temporal, atau posterior dari pterigoid Stadium IIIA: Erosi dasar tengkorak dengan perluasan intrakranial minimal Stadium IIIB: Erosi dasar tengkorak dengan perluasan intrakranial yang luas +/- sinus kavernosus
Diagnosa Banding
Polip nasal Karsinoma nasofaring Rhabdomyosarcoma Inverted papilloma Squamous cell carcinoma Lymphangioma Encephalocoele
TATALAKSANA
embolisasi saja cukup untuk menghentikan perdarahan hidung, atau dapat diikuti dengan pembedahan untuk mengangkat EMBOLISASI tumor.2,6
Operasi
Terdapat berbagai pendekatan operasi dapat dilakukan sesuai dengan lokasi tumor seperti pendekatan fossa infratemporal atau mid-facial degloving.
Yi et al (2013) menerangkan klasifikasi dan pengobatan optional yang disimplifikasikan untuk tatalaksana juvenile nasopharyngeal angiofibroma, adalah seperti berikut4 :
Type III adalah Type II dimana lesi meluas pertumbuhan tumor yang Type I meliputi tumor ke fossa infratemporal, massif di fossa cranial yang terlokalisir di kavum daerah pipi, atau rongga media. Untuk tumor type nasi, paranasal sinus, orbita, dengan extensi III, pengangkatan total nasopharynx, atau fossa fossa cranial medial yang agak sukar.Maka pterygopalatine. minimum tapi dura meter pendekatan kombinasi Pendekatan transnasal harus intak. Kombinasi extracranial dan kavitas dengan bantuan penggunaan transantral- intracranial adalah sering endoskopi adalah sesuai infratemporal fossa-nasal diperlukan. Radiotherapi untuk tipe ini. cavity lebih sesuai untuk berguna untuk tipe ini . tatalaksana bagian intracranial yang residual.
RADIOTERAPI
Hormonal
Penghambat reseptor testosteron flutamide dilaporkan mengurangi tumor stadium I dan II sampai 44%.
Preparat progesteron yaitu dietilstilbestrol sebanyak 5 mg perhari selama sebulan dapat meningkatkan maturasi dan mengurangi vaskularisas
Terapi hormonal merupakan terapi tambahan Menurut hasil penelitian Patterson, estradiol lebih efektif dibandingkan stilbestrol kerana dapat terjadi atrofi testis pada pengggunaan stilbestrol
PROGNOSIS
PROGNOSIS
Embolisasi pre operative menurunkan angka morbiditas dan kekambuhan
KESIMPULAN
Angiofibroma nasofaring adalah tumor jinak pembuluh darah di nasofaring yang secara histologik jinak,secara klinis bersifat ganas,kerana mempunyai kemampuan mendestruksi tulang dan meluas ke jaringan sekitarnya,seperti ke sinus paranasal,pipi,mata dan tengkorak,serta sangat mudah berdarah dan sulit dihentikan.Kasus ini sering terjadi pada laki prapubertas dan remaja Tumor ini jarang ditemukan,frekuensinya 1/50001/60000 dari pasien THT,diperkirakan hanya merupakan 0,05 persen dari tumor leher dan kepala.Tumor ini umumnya terjadi pada laki-laki decade (7-19tahun).Jarang terjadi pada usia lebih dari 25 tahun.
Etiologi tumor ini masih belum jelas,berbagai macam teori ada.Salah satunya adalah teori jaringan asal,yaitu pendapat bahawa tempat pelekatan spesifik angiofibroma adalah di dinding posterolateral atap rongga hidung.Selain itu,factor ketidakseimbangan hormonal yaitu kekurangan androgen dan kelebihan estrogen juga sebagai penyebabnya.Anggapan ini didasarkan juga atas hubungan erat antara tumor dengan jenis kelamin dan umur.
Diagnosis biasanya hanya ditegakkan dengan gambaran klinis.Gejala yang paling sering ditemukan ialah hidung tersumbat yang progresif dan epitaksis berulang yang massif.Kerana sangat mudah berdarah,sebagai pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan radiologik konvensional.CT scan.Untuk menentukan derajat atau stadium tumor umunya saat ini menggunakan klasifikasi Session dan Fisch
Pengobatan pilihan utama ialah tindakan operasi selain terapi hormonal,radioterapi.Pengobatan hormonal diberikan pada pasien dengan stadium I dan II dengan preparat testesteron reseptor bloker (flutamid).Pengobatan radioterapi dapat dilakukan dengan stereotaktik radioterapi (Gama knife) atau jika meluas ke intracranial dengan radioterapi konformal 3 dimensI