You are on page 1of 23

REFERAT

HEMOFILIA

Disusun oleh:
Muhammad Nuruddin bin Derahman
030.08.285
Dokter Pembimbing:
dr.Rudy Ruskawan , Sp.A

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Otorita Batam
Periode 30 September 7 Disember 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN
.
4
ETIOLOGI
...
4
PATOFISIOLOGI
.
5
MANIFESTASI KLINIS
..............

PEMERIKSAAN
.
10
DIAGNOSIS
....

13

DIAGNOSA BANDING
................

14

KOMPLIKASI

14
PENATALAKSANAAN
............
16
PROGNOSA
....
21
PENCEGAHAN
....
22
DAFTAR PUSTAKA
........ 23

PENDAHULUAN
Hemofilia merupakan penyakit gangguan pembekuan darah bawaan yang
pertama dikenal dan sudah banyak diketahui sejak tahun 1911. Pada waktu itu
penyakit hemofilia sudah diketahui sebagai akibat gangguan pembekuan darah
bawaan laki-laki yang diturunkan seorang wanita sehat. (1)
Faktor pembekuan sendiri diperlukan untuk menghentikan perdarahan setelah
terjadi trauma dan juga untuk mencegah terjadinya perdarahan spontan. Seorang
penderita hemofilia tidak memiliki faktor pembekuan yang cukup banyak di dalam
darahnya. (2)
Istilah hemofilia hanya terbatas pada pengertian ada perdarahan masif pada
anak laki-laki dengan masa pembekuan darah yang memanjang. Ternyata definisi dan
batasan ini tidak tepat sehingga mengalami perubahan, ternyata tidak semua penderita
hemofilia disertai masa pembekuan yang memanjang. Hal ini disebabkan karena
pemeriksaan masa pembekuan darah tidak sensitif atau kurang peka. (1)
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, selain hemofilia A yang
disebabkan kekurangan FVIII atau faktor anti hemofilia, pada tahun 1952 ditemukan
hemofilia B yang disebabkan FIX atau faktor Christmas.(1)

ETIOLOGI
Hemofilia A dan hemofilia B disebabkan oleh kerusakan pada pasangan
kromosom. Defek genetik ini berpengaruh pada produksi dan fungsi dari faktor

pembekuan. Semakin sedikit faktor pembekuan tersebut maka semakin berat derajat
hemofili yang diderita. Hemofilia A disebabkan oleh kelainan produksi dari faktor
VIII, sedangkan hemofilia B disebabkan oleh kelainan produksi dari faktor IX. (1,2)
Meskipun hemofilia merupakan penyakit genetik, hemofilia dapat timbul
secara spontan ketika kromosom yang normal mengalami abnormalitas (mutasi) yang
berpengaruh pada gen untuk faktor pembekuan VIII atau IX. Anak yang mewarisi
mutasi tersebut dapat lahir dengan hemofilia atau dapat juga hanya sebagai carrier. (2)

PATOFISIOLOGI
Mekanisme pembekuan normal pada dasarnya dibagi 3 jalur yaitu : (1)
1. Jalur intrinsik, jalur ini dimulai aktivasi F XII sampai terbentuk F X aktif.
2. Jalur ekstrinsik, jalur ini mulai aktivasi F VII sampai terbentuk F X aktif.

3. Jalur bersama (common pathway), jalur ini dimulai dari aktivasi F X sampai
terbentuknya fibrin yang stabil.
Faktor XII
Faktor XI
Faktor IX
Faktor trombosit 3

Tromboplastin
jaringan
Faktor VII
Faktor X
Faktor V
Faktor IV

Intrinsik

Protrombin

Ekstrinsik

Trombin

Bagan. Sistem pembekuan intrinsik dan ekstrinsik.


Semua faktor yang diperlukan dalam sistem pembekuan intrinsik terdapat
dalam darah dalam bentuk inaktif, sedangkan sistem ekstrinsik bergantung kepada
suatu lipoprotein, tromboplastin, atau faktor III, yang dilepaskan dari dalam sel yang
rusak dan hanya memerlukan sebagian faktor pembekuan dari sistem intrinsik.
Tromboplastin jaringan mempunyai dua komponen aktif, suatu enzim yang
mengakibatkan faktor VII dan suatu fosfolipid. Sistem pembekuan ekstrinsik dapat
pula bekerja di dalam pembuluh darah, karena endotelnya mengandung tromboplastin
jaringan. Sistem pembekuan intrinsik mula-mula dipicu melalui aktifasi faktor XII
(Hageman) antara lain oleh sejumlah kecil tromboplastin jaringan, faktor trombosit
(PF3) atau serabut kolagen, sedangkan dalam tabung reaksi sentuhan pada permukaan
asing (gelas). Faktor XIIa (aktif) kemudian mengubah faktor XI menjadi bentuk
aktifnya (XIa) dan selanjutnya mengubah faktor IX (PTC) menjadi faktor Ixa. Faktor
IXa ini bergabung dengan faktor VIIIa (AHG yang diaktifkan oleh trombin) dan
bersama-sama akan mengaktifkan faktor X dengan adanya fosfolipid dan ion Ca+++.

Kemudian faktor Xa mengubah protrombin menjadi trombin dan ini akan mengubah
fibrinogen menjadi fibri monomer yang labil dan akhirnya oleh faktor XIII dan
trombin diubah menjadi fibrin polimer yang stabil.

Faktor VIII adalah glikoprotein yang dibentuk di sel sinusoidal hati. Produksi
FVIII dikode oleh gen yang terletak pada kromosom X. di dalam sirkulasi FVIII akan
membentuk kompleks dengan faktor von Willebrand. Faktor von Willibrand adalah
protein berat molekul besar yang dibentuk di sel endotel dan megakariosit. Fungsinya
sebagai protein pembawa FVIII dan melindunginya dari degradasi proteolisis. Di
samping itu faktor von Willebrand juga berperan pada proses adhesi trombosit. (4)
Faktor VIII berfungsi pada jalur intrinsik sistem koagulasi yaitu sebagai kofaktor
untuk F IXa dalam proses aktivasi F X (lihat skema koagulasi). Pada orang normal
aktifitas faktor VIII berkisar antara 50-150%. Pada hemofilia A, aktifitas F VIII

rendah. Faktor VIII termasuk protein fase akut yaitu protein yang kadarnya
meningkat jika terdapat kerusakan jaringan, peradangan, dan infeksi. Kadar F VIII
yang tinggi merupakan faktor resiko trombosis. Faktor IX adalah faktor pembekuan
yang dibentuk di hati dan memerlukan vitamin K untuk proses pembuatannya. Jika
tidak tersedia cukup vitamin K atau ada antagonis vitamin K, maka yang terbentuk
adalah protein yang mirip F IX tetapi tidak dapat berfungsi. Gen yang mengatur
sintesis F IX juga terletak pada kromosom X. Faktor IX berfungsi pada jalur intrinsik
sistem koagulasi yaitu mengaktifkan faktor X menjadi Xa (lihat skema koagulasi).
Nilai rujukan aktifitas F IX berkisar 50-150%. Aktifitas F IX rendah dijumpai pada
hemofilia A, defisiensi vitamin K, antikoagulan oral, penyakit hati. (2)

MANIFESTASI KLINIS
Beratnya perdarahan pada seorang penderita hemofilia ditentukan oleh kadar
F VIII C di dalam plasma. Berdasarkan kadar FVIII C dan klinik, hemofilia dibagi 3
golongan : (5)
a. Hemofilia berat : kadar F VIII C di dalam plasma < 1%
Perdarahan spontan sering terjadi. Perdarahan pada sendi-sendi (hemarthrosis)
sering terjadi. Perdarahan karena luka atau trauma dapat mengancam jiwa.
b. Hemofilia sedang: kadar F VIII C di dalam plasma 1-5%
Perdarahan serius biasanya terjadi bila ada trauma. Hemarthrosis dapat terjadi
walaupun jarang dan kalau ada biasanya tanpa cacat.
c. Hemofilia ringan : kadar F VIII C di dalam plasma berkisar antara 6-40%

Perdarahan spontan biasanya tidak terjadi. Hemarthrosis tidak ditemukan.


Perdarahan biasanya ditemukan sewaktu operasi berat, atau trauma.

Salah satu gejala khas dari hemofilia adalah hemarthrosis yaitu perdarahan ke
dalam ruang sinovia sendi, misalnya pada sendi lutut. Persendian besar lainnya
seperti lengan dan bahu juga dapat terkena. Perdarahan ini bisa dimulai dengan luka
kecil atau spontan dalam sendi. Darah berasal dari pembuluh darah sinovia, mengalir
dengan cepat mengisi ruangan sendi. Penderita dapat merasakan permulaan
timbulnya perdarahan pada sendi ini karena ada rasa panas. Akibat perdarahan,
timbul rasa sakit yang hebat, menetap disertai dengan spasme otot, dan gerakan sendi
yang terbatas. Karena perdarahan berlanjut, tekanan di dalam ruangan sendi terus
meningkat dan menyebabkan iskemia sinovia dan pembuluh-pembuluh darah
kondral. Keadaan ini merupakan permulaan kerusakan sendi yang permanen. (1,5)
Akibat perdarahan yang berulang pada sendi yang sama, sering terjadi
peradangan dan penebalan jaringan sinovia, kemudian terjadi atropi otot. Keadaan
kontraksi sendi yang stabil ini merupakan predisposisi kerusakan selanjutnya.
Akhirnya kartilago dan substansi tulang hilang. Kista tulang dan kontraktus yang
permanen menyebabkan hilangnya gerakan sendi. Bisa juga terjadi hipertrofi karena
radang sinovia kronik dan menghasilkan pembengkakan sendi yang persisten tanpa
disertai nyeri yang nyata. (3)
Selain hemarthrosis, ada sebuah fenomena perdarahan yang terlambat
(delayed bleeding) yang juga merupakan gejala khas dari hemofilia A. Peristiwa ini
biasanya ditemukan sesudah tindakan ekstraksi gigi. Pada permulaan perdarahan

berhenti dan sesudah beberapa jam sampai beberapa hari kemudian, perdarahan
timbul kembali. Hal ini dapat diterangkan, pada permulaan trombosit dan pembuluh
darah dapat menghentikan perdarahan untuk sementara, tetapi karena jaringan fibrin
tidak ada atau kurang terbentuk untuk menutup luka maka timbul perdarahan
kembali. (4,5)
Perdarahan bawah kulit atau di dalam otot juga merupakan manifestasi
hemofilia yang paling umum. Lesi ini biasanya dimulai sebagai akibat trauma dan
menyebar mengenai satu daerah yang luas dan sering tanpa ada perbedaan warna
kulit diatasnya. Perdarahan jaringan lunak di daerah leher karena trauma kecil bisa
menyebabkan komplikasi yang serius karena jalan napas bisa tertekan; dan bahkan
menyebabkan kematian. Perdarahan di bawah leher ini dapat terjadi sesudah anestesi
mandibular, punksi vena jugular. (1,3,4)

PEMERIKSAAN
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penderita hemofilia
A, dan B, diantaranya : (1,5)

1. Pemeriksaan laboratorium :
a. Screening Test
Tujuan dilakukan screening test adalah untuk mencari kemungkinankemungkinan yang berpotensi untuk menyebabkan terjadinya perdarahan.
Dilakukan pemeriksaan hitung trombosit, masa perdarahan, PT, dan APTT.
Defisiensi protein pada hemofilia A dan hemofilia B menyebabkan terjadinya

10

abnormalitas dari aktifitas partial thromboplastin times (aPTT), dan hasil yang
normal pada masa perdarahan, prothrombin time (PT), dan hitung trombosit.

b. Factor Assays
Pemeriksaan factor assays dilakukan untuk menentukan diagnosis
pasti, memonitor hasil perawatan, dan menguji kualitas dari kriopresipitat
setelah diberikan terapi. Kadar beberapa faktor tersebut berlawanan
dengan kadar dalam plasma dari orang normal yang diperkirakan
mencapai 100-150%

c. Pemeriksaan Inhibitor
Konfirmasi laboratorium untuk penghambat FVIII atau FIX secara
klinis merupakan hal yang penting kalau perdarahan tidak dapat dikontrol
setelah diberikan infus faktor konsentrat yang adekuat selama episode
perdarahan.
o

Untuk

penghambat

autoantibody

dan

alloantibody,

akan

terjadi

perpanjangan aPTT setelah pemberian plasma dalam jangka waktu 1-2


jam.

11

Kalau tidak terkoreksi perpanjangan aPTT, digunakan metode Bethesda


dengan cara titrasi untuk mengetahui konsentrat bilogis faktor
penghambat. Secara konvensional didapatkan lebih dari 0,6 BU untuk
menunjukkan faktor penghambat yang positif, titer kurang dari 5 BU
menunjukkan titer inhibitor yang rendah, dan titer lebih dari 10 BU
menunjukkan titer yang tinggi.

2. Pemeriksaan pencitraan :
Hipertropi sinovial, deposit hemosiderin, fibrosis, dan kerusakan kartilago
yang progresif dengan terbentuknya bone kista dapat diperlihatkan dengan film
konvensional, terutama terdapat pada pasien yang tidak diobati atau diobati
dengan tidak adekuat atau jika sering terjadi perdarahan sendi yang berulang.
Pemeriksaan Ultrasonography digunakan untuk evaluasi sendi yang berkaitan
dengan efusi akut atau kronik. Namun tehnik ini tidak didapat digunakan untuk
evaluasi tulang atau kartilago. MRI digunakan untuk evaluasi kartilago, sinovial
dan hubungan antara sendi.

3. Pemeriksaan histologis
Perdarahan sendi yang berulang dengan pemeriksaan histologis akan
memperlihatkan adanya hipertropi sinovial, deposit hemosiderin, fibrosis dan
kerusakan dari kartilago. Ada beberapa tahapan yang terlihat dari pemeriksaan
histologis untuk menunjukkan adanya artropati hemofilia yang dimulai dengan
adanya edema intraartikular dan periartikular; terjadinya erosi yang luas dari

12

kartilago yang menyebabkan hubungan antara sendi menghilang, terjadi fusi dari
sendi, dan pembentukan fibrosis dan kapsul sendi.

DIAGNOSIS
Diagnosis hemofilia dibuat berdasarkan riwayat perdarahan, gambaran klinik
dan pemeriksaan laboratorium. Pada penderita dengan gejala perdarahan atau riwayat
perdarahan, pemeriksaan laboratorium yang perlu diminta adalah pemeriksaan
penyaring hemostasis yang terdiri atas hitung trombosit, uji pembendungan, masa
perdarahan, PT (prothrombin time masa protrombin plasma), APTT (activated
partial thromboplastin time masa tromboplastin parsial teraktivasi) dan TT
(thrombin time masa trombin). Pada hemofilia A atau B akan dijumpai
pemanjangan APTT sedangkan pemeriksaan hemostasis lain yaitu hitung trombosit,
uji pembendungan, masa perdarahan, PT dan Tt dalam batas normal. Pemanjangan
APTT dengan PT yang normal menunjukkan adanya gangguan pada jalut intrinsik
sistem pembekuan darah. Faktor VIII dan IX berfungsi pada jalur intrinsik sehingga
defisiensi salah satu faktor pembekuan ini akan mengakibatkan pemanjangan APTT
yaitu tes yang menguji jalur intrinsik sistem pembekuan darah. Pemeriksaan factor
assays kemudian dilakukan untuk menentukan diagnosis pasti yaitu dengan
menentukan kadar aktivitas faktor pembekuan didalam plasma bagi menentukan
diagnosis pasti Hemofilia A dan B (1,5)

13

DIAGNOSA BANDING
Untuk membedakan hemofilia A dari hemofilia B atau untuk mengetahui
aktifitas F VIII dan IX perlu dilakukan assay F VIII dan IX. Pada hemofilia A
aktifitas F VIII rendah sedang pada hemofilia B aktifitas F IX rendah. (1,2,3,4,5)
Selain harus dibedakan dari hemofilia B, hemofilia A juga perlu dibedakan
dari penyakit von Willebrand, karena pada penyakit ini juga dapat ditemukan aktifitas
F VIII yang rendah. Penyakit von Willebrand disebabkan oleh defisiensi atau
gangguan fungsi faktor von Willebrand. Jika faktor von Willebrand kurang maka F
VIII juga akan berkurang, karena tidak ada yang melindunginya dari degradasi
proteolitik. Disamping itu defisiensi faktor von Willebrand juga akan menyebabkan
masa perdarahan memanjang karena proses adhesi trombosit terganggu. Pada
penyakit von Willebrand hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan pemanjangan
masa perdarahan, aPTT bisa normal atau memanjang dan aktifitas F VIII bisa normal
atau rendah. Disamping itu akan ditemukan kadar serta fungsi faktor von Willebrand
yang rendah. Sebaliknya pada hemofilia A akan dijumpai masa perdarahan normal,
kadar dan fungsi von Willebrand juga normal. (1,2,4)

KOMPLIKASI
Sebelum penggunaan terapi pengganti diketahui, pasien dengan hemofilia
berat A dan B, memiliki kesempatan hidup yang pendek dan kualitas hidup yang
rendah berkaitan dengan terjadinya artropati hemofilia. Beberapa komplikasi yang
sering terjadi antara lain : (1,3)

14

Sinovitis dapat terjadi setelah terjadinya hemartrosis, dapat terjadi inflamasi pada
sinovial dan menjadi hiperemis. Aktivitas perlu dibatasi sampai pembengkakan
dan peningkatan suhu pada sendi mencapai normal. Pada kasus tertentu dapat
juga diberikan inhibitor cox-2 untuk mengontrol inflamasi dan nyeri.

Chronic hemophilic artropathy dapat terjadi jika terjadinya sinovitis kronis yang
persisten, hemartrosis yang berulang sehingga menyebabkan pembengkakan sendi
yang berterusan dan seterusnya terjadi kerusakan sendi dan berlanjut sehingga
menyebabkan terjadinya deformitas.

Perdarahan intrakranial terjadi pada 2-8% penderita dan hal ini menyebabkan
kematian. Perdarahan lainnya yang dapat timbul terutama pada jaringan lunak
akibat obstruksi saluran napas atau kerusakan organ dalam.

Diperkirakan 30% dari penderita hemofilia akan menghasilkan antibodi terhadap


faktor VIII yang akan menghambat kerjanya.

Komplikasi virus yang timbul antara lain infeksi HIV. Kematian pertama kali
dilaporkan tahun 1980 yang berkaitan dengan hemofilia dan HIV. Rata-rata
serokonversi lebih dari 75% untuk penyakit yang berat, 46% untuk yang moderat,
dan 25% untuk penyakit yang ringan. Pada kasus hemofilia berat, serkonversi
yang diobservasi rata-rata 46%.

Komplikasi lainnya adalah penyakit hepatitis dan sirosis hepatis. Jika ini terjadi
maka angka kematian akan meningkat menjadi 1,2 kali lebih banyak
dibandingkan kematian hemofilia murni.

15

PENATALAKSANAAN
1. Konsentrat F VIII dan FIX dari plasma/ recombinant
a. Konsentrat FVIII
Merupakan pengobatan pilihan bagi hemofilia A. Setiap unit dari
FVIII/kgbb dpat meningkatkan sekitar 2iu/dl FVIII dalam plasma. Masa
paruh dari konsentrat FVIII adalah 8-12 jam. Konsentrat FVIII diberikan
perlahan secara IV dengan kadar tidak melebihi 3ml/menit pada dewasa
dan 100 unit/menit pada anak-anak. Kadar didalam plasma dihitung 15
menit setelah diberikan IV untuk memastikan dosis yang telah diberikan.(5)
Berat badan x (kadar FVIII yang diinginkan (iu/dl)) x 0.5
b. Konsentrat FIX
Merupakan pengobatan pilihan bagi hemofilia B. Setiap unit dari
FIX/kgbb dapat meningkatkan sekitar 1iu/dl FIX dalam plasma. Waktu
paruh dari FIX adalah sekitar 18-24 jam. Konsentrat FIX diberikan
perlahan secara IV dengan kadar tidak melebihi 3ml/menit bagi dewasa
dan 100 unit/menit bagi anak-anak. Kadar didalam plasma dihitung
setelah 15 menit pemberian IV untuk memastikan dosis yang telah
diberikan.(5)
Berat badan x ( kadar FIX yang diinginkan (iu/dl))

2. Komponen plasma lain : Kriopresipitat/ FFP


16

a. Fresh Frozen Plasma


Mengandungi kesemua faktor koagulasi, tetapi kriopresipitat lebih
dipilih untuk pengobatan pasien dengan hemofilia A. 1 ml dari FFP
mengandung 1 unit faktor pembekuan, dan sangat sukar untuk
meningkatkan kadar FVII lebih dari 30iu/dl hanya dengan menggunakan
FFP. Dosis awal dapat diberikan 15-20ml/kgBB.(5)
b. Kriopresipitat
Pengobatan kriopresipitat pada penderita hemofilia disesuaikan dengan
berat ringannya perdarahan. Pada perdarahan ringan bila kadar F VIII
mencapai 30% sudah cukup untuk menghentikan perdarahan. (1)
Perdarahan sedang memerlukan kadar F VIII 50% dan pada perdarahan
berat memerlukan F VIII 100%. Jumlah kriopresipitat yang dibutuhkan dapat
dihitung dengan ketentuan bahwa 1u FVIII/kgBB akan menaikkan kadar F
VIII 2%. Sedangkan untuk F IX, 1 u/kgBB akan menaikkan kadar F IX 1%.
Rata-rata standard orang normal ialah 1 u/ml adalah sama dengan 100%.
Komponen utama krioprisipitat adalah faktor VIII atau anti
hemophylic globulin. Penggunaannya ialah untuk menghentikan perdarahan
karena berkurangnya AHG di dalam darah penderita hemofili A. Faktor VIII
atau AHG ini tidak bersifat genetic marker antigen seperti granulosit,
trombosit atau eritrosit, tetapi pemberian yang berulang-ulang dapat
menimbulkan pembentukan antibodi yang bersifat inhibitor terhadap faktor

17

VIII karena itu pemberiannya tidak dianjurkan sampai dosis maksimal, tetapi
diberikan sesuai dosis optimal untuk suatu keadaan klinis.(1,5)
Setiap kantong krioprisipitat mengandung 150 U faktor VIII,. Cara
pemberian krioprisipitat adalah dengan menyuntikkan intravena langsung
tidak melalui tetesan infus. Komponen tidak tahan pada suhu kamar, jadi
pemberiannya sesegera mungkin setelah komponen mencair. (5)

Pengobatan hemofilia dengan kriopresipitat. (1)


Jenis perdarahan

Kadar faktor yang


diinginkan (%)

Dosis F VIII
(u/kg/bb)

Dosis F IX
(u/kg/bb)

Ringan

30%

Dosis mula tidak


diperlukan
diberikan 15
u/kgBB tiap 12 jam
selama 2-4 hari

Dosis mula 30
u/kgBB seterusnya
10 u/kgBB tiap 12
24 jam selama 2-4
hari

Sedang

50%

Dosis mula 30
u/kgBB dilanjutkan
10-15 u/kgBB tiap
8 jam selama 1-2,
hari, seterusnya
dosis yang sama
tiap 12 jam

Dosis mula 60
u/kgBB seterusnya
10 u/kgBB tiap 12
jam

Berat

100%

Dosis mula 40-50


u/kgBB diteruskan
sesuai dosis sedang

Dosis mula 60
u/kgBB diteruskan
sesuai dosis sedang

18

Obat-obat yang diperlukan pada penderita hemofilia : (1,2,3,4,5)


1. DDAVP
Suatu

hormon

sintesis

anti

diuretik

yaitu

1-deamino-8-D-arginine

vasopressine (DDAVP) dapat menaikkan kadar F VIII C. Merupakan terapi


pilihan pada hemofilia ringan sampai sedang, obat ini menaikkan kadar F VIII C
3-6 kali lipat. Tidak efektif untuk menaikkan kadar FIX plasma. Diberikan pada
hemofilia dan penyakit vol Willebrand dengan dosis 0,2-0,5 ug/kgBB, dan dapat
diberikan secara subkutan, intravena atau nasal. Obat ini dilarutkan dalam 30 cc
garam fisiologis dan diinfus selama 15-20 menit. Dapat diulang dalam beberapa
jam. Infus yang diberikan dengan cepat dapat menimbulkan takikardia dan muka
menjadi merah. Hasil pengobatan sangat bervariasi.

2. EACA dan Tranexamic Acid


Epsilon Amino Caproid Acid (EACA) dan asam traneksamik (Tranexamic
Acid), dapat mengurangi perdarahan pada hemophilia dan sering digunakan pada
prosedur gigi. Obat ini mengahambat aktivasi plasminogen menjadi plasmin. Hal
ini dapat diterangkan karena sifat anti fibrinolisis EACA dan asam traneksamik
menyebabkan fibrin yang sudah terbentuk tidak segera dilisiskan, oleh plasmin.
Dengan dosis 50-100 mg/kgBB intravena atau peroral, segera sebelum tindakan
dimulai, kemudian diulang 3 jam berikutnya, dan seterusnya setiap 6 jam selama
1 minggu berikutnya memberikan hasil yang baik. Juga dapat diberikan dosis 4-5
g tiap 4 jam pada orang dewasa dengan hasil yang baik.(5)
3. Kortikosteroid

19

Pada sinovitis akut yang terjadi sesudah serangan akut hemarthrosis


pemberian kortikosteroid sangat berguna. Kortikosteroid juga diberikan bila
timbul anti koagulan atau reaksi anafilaksis sesudah pemberian kriopresipitat.

4. Analgetik
Bila terjadi suatu rasa sakit yang hebat pada sendi, atau rasa sakit sebab
lainnya, obat analgetik dapat diberikan. Sebaiknya aspirin harus dihindarkan,
begitu pula obat analgetik lainnya yang mengganggu agregasi trombosit.
Sebaiknya OAINS dihindarkan, tetapi terdapat beberapa obat golongan inhibitor
cox-2 yang dapat diberikan contohnya seperti celecoxib, meloxicam.(5)

PROGNOSA
Pemberian profilaktik anti hemofili faktor lebih awal secara dramatis dapat
mengurangi morbiditas dan mortalitas penderita hemofilia A dan B. Angka bertahan

20

hidup penderita dapat mencapai 11 tahun atau kurang tergantung dari beratnya
penyakit dan pengobatan yang diberikan. Prognosis ini akan diperburuk oleh
komplikasi virus yang terjadi selama pemberian terapi pengganti. Demikian juga
halnya jika terjadi perdarahan intrakranial maupun organ vital lainnya.(3)

PENCEGAHAN
Hemofilia tidak dapat dicegah. Namun ada beberapa hal sebagai tindakan
preventif yaitu pencegahan terjadinya perdarahan akibat trauma disamping
pencegahan terhadap terjadinya trauma sendiri. (5)

21

Kalau seseorang mengidap hemofilia maka beberapa hal yang harus


diperhatikan :
-

Pencegahan terhadap penggunakan aspirin dan nonsteroidal anti-inflammatory


drugs (NSAIDs).

Vaksinasi tetap dilakukan pada semua orang termasuk pada bayi, terutama untuk
vaksin hepatitis B.

Tindakan sirkumsisi tidak boleh dilakukan terhadap anak laki-laki. (14,15)


Disamping itu jika diketahui adanya riwayat hemofili dalam keluarga maka

selama masa kehamilan harus diperiksa kemungkinan adanya defek genetik pada ibu
hamil untuk mengetahui adanya carrier pada ibu. Beberapa tindakan yang dapat
dilakukan antara lain amniocentesis dan chorionic villus sampling (CVS), dengan
pemeriksaan ini dapat diketahui adanya defek genetik pada fetus yang menyebabkan
terjadinya hemofilia. Jika diketahui fetus memiliki hemofilia, maka tindakan terpilih
yang dapat dilakukan adalah melakukan terminasi kehamilan, walau ini masih
kontroversial pada beberapa negara terutama untuk kehamilan trimester II dan III.
Jika ibu tetap menginginkan untuk melanjutkan kehamilannya maka harus diberikan
penjelasan mengenai keadaan bayinya nanti dan tindakan persalinan yang akan
dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

22

1.

Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton, Hereditary Clotting Factor Deficiencies.


Nelson Textbook of pediatrics. 18th edition, Saunders. Philadelphia, 2007:
Chapter 476.

2.

Professor Parveen K. Dr Michael C.,Inherited Coagulation Disorder, Kumar and


Clarks Clinical Medicine, Saunders, London, 2009 : page 438-440

3.

Atul B.M, A.V Hoffbrand, Disorders of coagulation, Hematology at a Glance,


Blackwell Science, 2000 : page 86-87

4.

Kumar , Abas , Fausto, Hemophilia, Robbins Pathological Basis of Disease, 7th


ed, Elsevier Saunders, London, 2005 : page 654-656

5.

World Federation of Hemophilia, Guidelines For The Management of


Hemophilia, 2nd ed, Blackwell, London, 2012 : chapter 1.1

23

You might also like