You are on page 1of 8

Laporan Pendahuluan Pengkajian Fungsi Berkemih dan Eliminasi Urine dan Fekal

Eliminasi urine tergantung kepada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal harus mampu untuk mengekskresikan berbagai produk limbah makanan dan metabolisme dalam jumlah yang dapat dietrima serta tidak dieliminasi oleh organ lain. Semua organ sistem perkemihan harus utuh dan berfungsi supaya urine berhasil dikeluarkan dengan baik. Tujuan: Untuk mengetahui prosedur pengkajian fisik dari eliminasi urin dan fekal. PENGKAJIAN URINE Pengkajian urine dilakukan dengan mengukur asupan cairan dan haluaran urine serta mengobservasi karakteristik urine klien. Pengkajian Fisik Organ yang ditinjau meliputi kulit, ginjal, kandung kemih, dan uretra. Kulit : Masalah eliminasi urin berkaitan dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Perawat mengkaji status hidrasi klien dengan mengkaji status hidrasi klien dengan mengkaji turgor kulit dan mukosa mulut. Ginjal : Apabila ginjal terinfeksi atau mengalami peradangan, biasanya akan timbul nyeri di daerah pinggul. Adanya nyeri tekan di daerah pinggul saat dilakukan perkusi sudut kostovertebra (sudut yang dibentuk oleh tulang belakang dan tulang rusuk 12). Pemeriksaan secara auskultasi juga dilakukan untuk mendeteksi adanya bunyi bruit di arteri ginjal (bunyi yang duhasilkan dari perputaran aliran darah yang melalui arteri yang sempit). Pemeriksaan palpasi dilakukan saar pemeriksaan abdomen untuk mengetahui posisi, bentuk, dan ukuran ginjal. Kandung Kemih : Pada inspeksi, dapat terlihat adanya pemebngkakan atau lekukan konveks pada abdomen bagian bawah. Pada palpasi, kandung kemih dalam keadaan normal teraba lunak dan bundar. Pada perkusi, kandung kemih yang penuh dapat menimbulkan bunyi perkusi tumpul. Uretra : Untuk memeriksa genitalia wanita, posisi dorsal rekumben memungkinkan genitalia terlihat secara menyeluruh. Dalam keadaan normal, meatus berwarna merah muda dan tampak sebagai lubang kecil di bawah klitoris dan diatas orifisium vagina, serta tidak ada

rabas yang keluar dari meatus. Sedangkan pada meatus pria normal merupakan suatu lubang kecil di ujung penis.

Pengkajian Karakterisitik Urin Inspeksi warna, kejernihan, dan bau urine. Warna. Warna urin normal bervariasi dari warna pucat, agak kekuningan sampai kuningcokelat (seperti warna madu), tergantung pada kepekatan urin. Perdarahan dari ginjal atau ureter menyebabkan warna urin menjadi gelap; perdarahan dari kandung kemih atau uretra menyebabkan warna urin menjadi merah terang. Kejernihan. Urin yang normal tampak transparan saat dikeluarkan. Urin yang baru dikeluarkan oleh klien yang menderita penyakit ginjal dapat tampak keruh atau berbusa akibat tingginya konsentrasi protein. Urin juga akan tampak pekat dan keruh akibat adanya bakteri. Bau. Urin memiliki bau yang khusus. Semakinpekat warna urin, semakin kuat baunya.

Pemeriksaan Urine Perawat sering mengumpulkan spesimen urin untuk pemeriksaan laboratorium. Perawat mengumpulkan spesimen urine secara acak, pengeluaran spesimen bersih atau spesimen yang diambil dari aliran pertengahan (midstream) saat bekemih, spesimen steril, dan spesimen urin pada waktu tertentu. 1. Spesimen acak Spesimen urine rutin yang diambil secara acak dapat dikumpulkan dari urine klien saat berkemih secara alami atau dari kateter Foley atau kantung pengumpul urine pada klien yang menjalani diversi urinarius. Spesimen harus bersih tidak perlu steril. Spesimen yang diambil secara acak digunakan untuk pemeriksaan urinalisis atau mengukur berat jenis, pH, atau kadar glukosa dalam urine secara spesifik. Langkah-langkah: a. Sebelum berkemih klien meminum segelas cairan 30 menit sebelum prosedur dilakukan. b. Klien berkemih ke dalam wadah urine yang bersih, urinal, atau pispot sebanyak 120 ml.

c. Setelah spesimen dikumpulkan, perawat memasang tutup dengan ketat pada wadah spesimen. d. Bersihkan setiap urin yang mengenai bagian luar wadah. e. Meletakan wadah di dalam kantung plastik f. Kirim spesimen yang sudah diberi label ke laboratorium.

2. Spesimen midstream atau pengeluaran bersih Alat yang diperlukan:


y y y y y y y y

Sabun, lap basah, handuk Gulungan kapas steril atau bantalan kassa ukuran 2x2 Larutan antiseptik Air steril Wadah spesimen steril Sarung tanagn steril dan nonsteril Pispot Label spesimen yang lengkap

Langkah kerja: a. Berikan klien cairan untuk diminum 30 menit sebelum pengambilan urine b. Berikan privasi pada klien dengan menutup pintu atau gorden yang membatasi tempat tidur c. Berikan sabun, lap basah, dan handuk untuk membersihkan area perineum pada klien atau anggota keluarga d. Kenakan sarung tangan nonsteril dan bantu perawatan perineum pada klien yang tidak dapat berjalan. e. Ganti sarung tangan, bila perlu f. Dengan menggunakan teknik asepsis bedah, persiapkan peralatan steril. Kenakan sarung tanagan steril pada waktu yang tepat. g. Tuangkan antiseptis di atas bola kapas atau bantalan kassa. h. Buka wadah steril dan letakkan tutup, yang bagian dalam nya steril. i. Bantu atau biarkan klien membersihkan perineum dan mengumpulkan spesimen urine nya dengan mandiri.

Pria: Pegang penis dengan satu tangan dan bersihkan ujung penis dengan gerakan memutar dari arah tengah ke luar dengan swab antiseptik. Bersihkan daerah tersebut dengan air steril dan keringkan dengan bantalan kassa. Setelah klien mulai mengeluarkan aliran urine, letakkan wadah pengumpul urine di bawah aliran urine, kumpulkan 30-60 ml Wanita: Buka labia dengan ibu jari dan jari telunjuk dari tangan yang tidak dominan Bersihkan daerah tersebut dengan bola kapas atau kassa, dari bagian depan ke belakang Bersihkan daerah tersebut dengan air steril, dan keringkan dengan kapas. Dengan tetap memisahkan labia, klien harus mulai mengeluarkan urine dan setelah aliran keluar, letakan wadah spesimen di bawah aliran urin dan kumpulkan 30-60ml urine j. Pindahkan wadah spesimen sebelum aliran urin berhenti dan sebelum melepaskan labia atau penis. k. Tutup wadah spesimen dengan aman dan kuat l. Bersihkan urin yang mengenai bagian bagian luar wadah dan letakkan di kantung plastik spesimen. m. Berikan label pada spesimen. n. Lepaskan sarung tangan, buang di wadah yang tepat, cuci tangan. o. Kirim spesimen ke laboratorium. p. Catat tanggal serta waktu pengambilan spesimen.

3. Spesimen steril Metode lain untuk memperoleh spesimen urine yang akan digunakan untuk kultur adalah dengan cara mengambilnya dari kateter menetap. Tindakan ini tidak direkomendasikan lagi karena berisiko tinggi dan menyebabkan infeksi.\

PENGKAJIAN FEKAL

Perawat perlu melakukan pengkajian fisik sistem dan fungsi tubuh yang kemungkinan dipengaruhi oleh adanya masalah eliminasi. 1. Pengkajian mulut meliputi inspeksi gigi, lidah dan gusi klien. 2. Pengkajian abdomen meliputi inspeksi keempat kuadran abdomen untuk melihat warna, bentuk, kesimetrisan dan warna kulit. inspeksi juga mencakup memeriksa adanya adanya masa, gelombang peristaltik, jaringan parut, pola pembuluh darah vena, stoma, dan lesi. 3. Pengkajian rektum meliputi inspeksi daerah disekitar anus untuk melihat adanya lesi, perubahan warna, inflamasi, dan hemoroid. Inspeksi karakteristik feses akan memberikan informasi tentang sifat perubahan eliminasi. Pemeriksaan fisik yang Terfokus pada Evaluasi Fungsi Usus Parameter Mobilitas Strategi pengkajian Pada klien yang dapat berjalan (observasi cara klien berjalan, tetapkan adanya kebutuhan penggunaan peralatan bantuan atau seseorang untuk membantu klien. Pada klien yang menggunakan kursi roda, catat tingkat kebutuhan klien akan bantuan untuk berpindah dari kursi ke commode atau ke kamar mandi. Ketangkasan Melakukan stimulasi secara manual (misalnya memegang sebuah pensil, memutarkan jari telunjuk) Sensasi anorektal Pada klien yang mengalami rembesan feses tanpa merasa ingin defekasi, masukkan keteter urin dengan balon berukuran 30 cc ke dalam rektum; gembungkan balon dengan perlahan dan

instruksikan klien untuk memberitahukan jika ia merasakan distensi rektum. Fungsi sfingter anus Inspeksi anus saat beristirahat. Kemudian lakukan pemeriksaan secara manual sambil meminta klien mengkontraksi dan

merelaksasikan sfingternya yang diikuti dengan valsalva manuver. Ketidakmampuan untuk merasakan distensi rektum,

mengontraksikan anus secara sadar, atau mengeedan merupakan indikasi terjadinya kerusakan fungsi.

Kontraktilitas otot abdomen

Instruksikan klien untuk mengedan. Perikas keberadaan volume dan konsistensi feses di dalam rektum. Keberadaan feses dalam jumlah besar merupakan indikasi penurunan sensasi dan/atau gangguan pada proses pengosongan usus.

Pemeriksaan diagnostik : visualisasi struktur GI dapat dilakukan melalui pendekatan langsung maupun tidak langsung. Visualisasi langsung: instrumen yang dimaksudkan ke dalam mulut (memperlihatkan saluran GI bagian atas atau rektum/ saluran GI bagian bawah). Memungkinkan untuk inspeksi daerah lendir, prmbuluh darah, dan bagian organ tubuh. Endoskop Fiberoptik: merupakan instrumen optik yang dilengkapi dengan lensa pengamat, selang fleksibel yang panjang, dan sebuah sumber cahaya pada bagian ujungnya. Alat ini memungkinkan penampakan struktur pada ujung selang dan pemasukkan instrumen khusus untuk biopsi. Endoskopi atau gastroskopi UGI memungkinkan visualisasi esofagus, lambung, dan duodenum. Melalui sebuah gastroskop kita dapat mengambil spesimen jaringan (biopsi), mengangkat pertumbuhan jaringan yang abnormal (polip), atau sumber-sumber darah samar dari perdarahan. Implikasi keperawatan sebelum tes meliputi hal-hal berikut: 1. Klien menandatangani surat persetujuan tindakan 2. Klien melakukan puasa setelah tengah malam. Tes guaiak (pemeriksaan darah samar di feses): tes laboratorium umum yang dapat dilakukan di rumah atau di samping tempat tidur klien. Tes ini menghitung jumlah darah mikroskopik di dalam feses. Jumlah kehilangan darah lebih dari 50 ml yang berasal dari saluran GI bagian atas dapat disebut melena (darah di dalam feses). Tes guaiak membantu memperlihatkan darah yang tidak terdeteksi secara visual dan juga gangguan perdarahan atau gangguan pada saluran GI yang diketahui menyebabkan perdarahan (mis. Tumor usus, inflamasi usus, atau ulserasi). Mengukur darah samar di dalam feses Alat yang dibutuhkan: a. Lap tisu b. Suplai tes darah samar - Preparat darah samar dari bahan karton

- Aplikator terbuat dari kayu - Larutan developer darah samar c. Sarung tangan sekali pakai

Langkah kerja: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pastikan bahwa restriksi diet atau restriksi obat diikuti Cuci tangan Kenakan sarung tangan sekali pakai Ambil spesimen fese yang tidak terkontaminasi Gunakan ujung aplikator yang terbuat dari kayu untuk memindahkan sebagian feses dari wadah spesimen ke preparat darah samar dari bahan karton Lakukan tes preparat darah samar: a. Buka penutup preparat dan oleskan smear feses yang tipis pada kertas di kotak yang pertama b. Ambil spesimen feses kedua dari feses yang berbeda dan oleskan feses dengan tipis pada kotak kedua c. Tutup penutup preparat slide dan balik preparat ke sisi sebaliknya. Buka penutup karton dan teteskan dua tetes larutan pembentuk darah samar pada setiap kotak kertas guaikolat. d. Baca hasil tes setelah 30-60 detik. Catat perubahan warna. Bungkus aplikator kayu di dalam handuk kertas, lepas sarung tangan, dan buang di wadah yang benar. Cuci tangan Catat hasil tes di dalam catatan klien dan catat karakteristik feses yang tidak biasa.

7. 8. 9.

Pengkajian Karakterisitk Feses Warna : bayi = feses warna kuning, dewasa = cokelat. Pada feses abnormal, warna feses putih atau tanah liat, hitam, merah, dan pucat mengandung lemak. Bau : menyengat karena dipengaruhi oleh tipe makanan. Konsistensi : lunak, berbentuk. Pada abnormal akan tampak cair atau padat. Frekuensi : setiap hari atau 2-3 kali seminggu. Pada feses abnormal, frekuensi eliminasi feses 3 kali sehari atau kurang dari satu kali seminggu. Jumlah : 150 gram per hari. Bentuk : menyerupai diameter rectum. Pada feses abnormal akan terbentuk feses yang sempit seperti pensil. Unsur-unsur : makanan tidak dicerna, bakteri mati, lemak, pigmen empedu, sel -sel yang melapisi mukosa usus, dan air. Pada fese abnormal akan keluar darah, pus, materi asing, lendir, dan cacing.

REFERENSI Potter dan Perry. (2006). Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik Vol.2 Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Smeltzer, S.C. dan Bare, B.G. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Vol.2 Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

You might also like