You are on page 1of 14

Karakteristik islam

OLEH KELOMPOK 3

1. Mat sudi 2. Danu himawan 3. 4. 5. FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS TANJUNGPURA ANGKATAN 2013

FAKULTAS TEKNIK UNUVERSITAS TANJUNGPURA ANGKATAN 2013

1. ISLAM AGAMA FITRAH


Secara bahasa, fitrah artinya al khilqah yaitu keadaan asal ketika seorang manusia diciptakan oleh Allah (lihat Lisaanul Arab 5/56, Al Qamus Al Muhith 1/881). Dan ketahuilah, yang dimaksud dengan agama yang fitrah ialah Islam. Setiap manusia lahir dalam keadaan berislam, sebagaimana sabda Nabi Shallallahualaihi Wasallam: Setiap manusia yang lahir, mereka lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani (HR. Bukhari-Muslim) Allah Taala berfirman:

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas)

fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. Ar Ruum: 30)
CUKUP

Seoang ulama pakar tafsir, Imam Ibnu Katsir, menjelaskan ayat ini: Maksudnya adalah tegakkan wajahmu dan teruslah berpegang pada apa yang disyariatkan Allah kepadamu, yaitu berupa agama Nabi Ibrahim yang hanif, yang merupakan pedoman hidup bagimu. Yang Allah telah sempurnakan agama ini dengan puncak kesempurnaan. Dengan itu berarti engkau masih berada pada fitrahmu yang salimah (lurus dan benar). Sebagaimana ketika Allah ciptakan para makhluk dalam keadaan itu. Yaitu Allah menciptakan para makhluk dalam keaadan mengenal-Nya, mentauhidkan-Nya dan mengakui tidak ada yang berhak disembah selain Allah (Tafsir Ibnu Katsir, 6/313) Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: Islam adalah agama yang fitrah yang pasti akan diterima oleh semua orang yang memiliki fitrah yang salimah. Artinya orang yang memiliki jiwa yang bersih sebagaimana ketika ia diciptakan pasti akan menerima ajaran-ajaran Islam dengan lapang dada.

Setelah kita paham bahwa sesungguhnya agama yang sesuai dengan fitrah manusia itu adalah agama Islam dan manusia sesungguhnya terlahir dalam keadaan Islam yang murni, maka kini kita perlu ketahui apa itu Islam.

2. ISLAM AGAMA TAUHID


Tauhid adalah pernyataan / pengakuan bahwa Allah SWT itu ESA. Mempelajari tauhid bagi setiap muslim hukumnya wajib menurut ulama. Sesuai dengan firman Allah dalam surat ayat 1-4. Ajaran Tauhid tidak hanya wajib dipelajari tetapi diyakini dan dihayati dengan benar. Ajaran tauhid ini sangat positif bagi hidup dan kehidupan, sebab tauhid mengandung sifat-sifat : 1.Melepaskan jiwa dari kegoncangan dan kekacauan yang dapat membawanya ke dalam kesesatan. 2.Sebagai sumber dan motivator berbuat kebajikan dan keutamaan. 3. Membimbing umat ke jalan yang benar dan mendorongnya menjalankan ibadah dengan ikhlas. 4. Membawa umat kepada keseimbangan dan kesempurnaan hidup lahir dan bathin. Ajaran tauhid ini juga di turunkan oleh Allah SWT kepada Nabi dan Rasul- Rasul sebelum Rasulullah SAW sebagai mana dengan diturunkan kitab-kitab sebelum AlQur'An.

3. ISLAM AGAMA KEBENARAN

Jika seorang ditanya: buktikan bahwa islam itu benar ! Bagaimana kita menjawabnya? Bagi orang yang sejak lahir dalam lingkungan islam, mungkin sudah yakin akan kebenaran islam tetapi bagi orang yang sejak lahir dididik dengan ajaran selain islam dan belum memahami islam yang benar tentu belum yakin akan kebenaran islam apalagi jika islam yang dilihatnya adalah yang sudah menyimpang dari awalnya. Ada orang yang hanya butuh satu bukti untuk meyakini kebenaran islam, ada orang yang butuh banyak bukti, ada yang telah ditunjukkan hampir semua

bukti namun tidak mau mengikuti, tergantung ketulusannya dalam menerima petunjuk kebenaran. Ada orang yang masuk islam karena melihat kejelasan konsep ketuhanan dalam islam. Ada yang masuk islam karena melihat salah satu mukjizat sains dari AlQur`an. Ada yang masuk islam karena melihat keindahan salah satu ajaran islam. Ada yang masuk islam karena melihat keseluruhan ajaran islam yang indah dan sempurna. Beberapa garis besar: 1. Sesuai fitrah manusia/ alami. Mengajarkan kebenaran dan kebaikan yang lengkap, sempurna, menyeluruh dan indah. Melarang segala kejahatan. 2. Al Quran sebagai mukjizat: 1) Keindahan sastranya. 2) Isinya yang tidak saling bertentangan. 3) Kebenaran berita-berita yang dikabarkannya. 4) Mukjizat sains bagi kita yang hidup di zaman sains. 5) Banyaknya para penghafal Al Quran hingga sekarang. 3. Terjaganya keotentikannya. Jika kita ingin menelusuri keotentikan ajaran islam hingga kita benar-benar yakin bahwa itu adalah islam yang diajarkan dan dipraktekkan oleh nabi, niscaya kita dapat melakukannya. Point pertama belum tentu kita lihat jika mengacu pada islam yang dipraktekkan beberapa banyak umat islam pada zaman ini tetapi kita harus mengacu pada islam yang asli, yang belum dirubah-rubah, belum ditambah-tambahi atau dikurangkurangi. Jika kita telah memahami ajaran islam yang asli niscaya kita akan memahami point pertama di atas, tentunya dengan bimbingan para ulama yang konsisten dalam menjaga keaslian ajaran islam. Beberapa point di atas hanya beberapa garis besarnya, sedangkan untuk menjelaskan secara lengkap akan sangat panjang sebagaimana menjelaskan keseluruhan ajaran islam yang murni dan menjelaskan kesalahan ajaran menyimpang yang mengatasnamakan islam. Namun akan kita coba membahasnya secara ringkas.

4. ISLAM AGAMA UNIVERSAL

Tiada Kami mengutus Engkau (Muhammad), melainkan untuk seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.S. Saba[34] : 28) Islam merupakan agama universal, ajarannya mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia yang berlaku di setiap tempat dan masa. Islam merupakan agama yang memiliki keseimbangan orientasi hidup, yaitu kehidupan dunia dan akhirat. Penamaan Islam sebagai agama, langsung diberikan oleh Allah melalui wahyu-NYA (Al-Quran). Sementara itu, pemberian nama agama lain yang berkembang di dunia senantiasa diidentifikasikan kepada orang atau tokoh yang membawa ajaran tersebut, atau daerah tempat agama itu lahir. Universalisme Islam terintegritas dan terkodifikasi dalam akidah, syariah, dan akhlak. Antara satu dan yang lainnya terdapat nisbat atau hubungan yang saling berkaitan dan kesemuanya berfokus dan menuju pada keesaan Allah atau bertauhid. Ajaran tauhid inilah yang menjadi inti, awal, dan akhir dari seluruh ajaran Islam[ 1]. Islam itu sendiri, secara totalitas, merupakan suatu keyakinan bahwa nilai-nilai ajarannya adalah benar dan bersifat mutlak karena bersumber dari Yang Mahamutlak. Dengan demikian, segala yang diperintahkan dan diizinkan-Nya adalah suatu kebenaran, sedangkan segala sesuatu yang dilarang-Nya adalah kebatilan. Di samping itu, Islam merupakan hukum atau undang-undang (syariah) yang mengatur tata cara manusia dalam berhubungan dengan Allah (vertikal) dan hubungan antarsesama manusia (horizontal). Di dalamnya mencakup dua bidang pembahasan, yaitu pertama bidang ibadah mahdah yang meliputi tata cara shalat, puasa, zakat, dan haji. Kedua, bidang ibadah ghair mahdah yang meliputi muamalat, munakahat, siyasat, jinayat, dan sebagainya. Sebagai standar dan ukuran dalam pelaksanaannya merujuk pada hukum yang lima yang disebut Ahkam Al-Khamsah, yaitu, wajib, haram, mubah, mandhub, dan makruh. Penerapan kelima hukum tersebut dalam kehidupan sehari-hari memiliki variasi dan pelaksanaannya bersifat fleksible melalui ijtihad yang disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan zaman. Aspek syariah ini disosialisasikan oleh aspek akhlak yang meliputi cara, tata kelakuan, dan kebiasaan dalam bersosialisasi dan berinteraksi, baik yang berhubungan dengan ekonomi, politik, berkeluarga, bertetangga, dan sebagainya.

Ketiga aspek tersebut dalam operasionalnya bersumber kepada Al-Quran dan Sunnah Rasul. Dua pokok inilah yang mengatur kehidupan manusia dengan cermat, baik yang berhubungan dengan Allah, maupun yang berhubungan dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Kemudian dilakukan ijtihad untuk menetapkan hukum bagi persoalan-persoalan yang tidak terdapat secara eksplisit dalam AlQuran dan sunnah Rasul, sebagai hasil ketetapan para ulama yang dikodifikasi dalam ilmu fiqih. Seluruh ajaran tersebut, baik akidah maupun syariah dan akhlak, bertujuan membebaskan manusia dari berbagai belenggu penyakit mental-spiritual dan stagnasi berpikir, serta mengatur tingkah laku perbuatan manusia secara tertib agar tidak terjerumus ke lembah kehinaan dan keterbelakangan, sehingga tercapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Sinkronitas dan integritas dari ketiga aspek tersebut, terlihat universalisme dan universalitas Islam dengan misinya sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia. Atas dasar itulah, muncul diktum Islam sebagai agama yang sempurna. Kesempurnaannya terlihat dalam ajaran-ajarannya yang bersifat universal dan fleksible (luas dan luwes) serta mengharuskan terciptanya keseimbangan hidup antara duniawi dan ukhrawi, jasmani dan rohani. Sebab, kehidupan duniawi yang baik harus dijadikan media untuk mencapai kehidupan rohani yang baik. Sebaliknya, kehidupan rohani yang baik harus dijadikan media untuk memenuhi kehidupan jasmani yang baik, legal, dan halal serta di bawah ridha Allah. Oleh karena itu, Islam merupakan kekuatan hidup yang dinamis, juga merupakan suatu kode yang sesuai dan berdampingan dengan tabiat alam, dan merupakan kode yang meliputi segala aspek kehidupan insani. Salah satu ciri yang menonjol dalam konsep Islam adalah adanya prinsip keseimbangan (Yin-Yang) dan keharmonisan hidup. Islam adalah agama lahir dan batin, serta agama dunia dan akhirat. Keharmonisan ini karena Islam sesuai dengan bentuk dan jenis penciptaan alam raya yang menggambarkan keseimbangan, seperti yang diungkapkan Al-Quran dengan istilah Fithrah karena sifat fithrah itu sendiri adalah seimbang atau harmoni. Langit dan bumi adalah ciptaan Allah yang seimbang sehingga dapat terjadi harmoni di alam raya, seperti matahari, bulan, planet-planet yang menjadikan bumi berputar secara teratur dan melahirkan iklim dan cuaca yang seimbang sehingga layak dihuni manusia. Keseimbangan ini merupakan ciri fithrah Allah pada umumnya. Demikian pula dengan fithrah manusia yang seimbang antara fisik dan jiwa, lahir dan batin, akal

dan hati, sebagaimana dalam alam, ada langit dan bumi, siang dan malam, dan sebagainya. Kelestarian alam dan manusia juga terletak pada keseimbangan. Bumi akan tetap ada apabila antara daratan dan lautan, dataran rendah dan gununggunung tetap seimbang. Keseimbangan di bumi akan menyeimbangkan pula daya tarik menariknya dengan planet-planet lain sehingga tidak terjadi benturan yang dapat menghancurkan segalanya. Demikian pula, keseimbangan pada diri manusia. Manusia akan tetap terjaga kesehatannya apabila terjaga keseimbangannya antara bekerja dan istirahat, lahir dan batin, akal dan hati, bekerja dan ibadah, dunia dan akhirat[ 2].

Keseimbangan dan keharmonisan ajaran Islam mengandung implikasi bahwa Islam selalu berada pada garis tengah, tidak ekstrim pada salah satu pandangan, tidak materialistis, dan tidak pula sosialis. Islam memandang hidup secara utuh dan seimbang antara realita dan idealita. Kehadiran Islam menjadikan umatnya sebagai saksi yang berada di garis tengah terhadap seluruh realitas kehidupan. Berbeda dengan agama lainnya yang memisahkan hidup manusia secara tegas bahwa agama hanya berkaitan dengan masalah penyembahan saja. Islam tidak hanya mengetengahkan urusan individu penganutnya, melainkan juga urusan masyarakat, negara, bahkan hubungan antarbangsa. Islam tidak membedakan ras, suku, dan bangsa. Ia diturunkan Allah untuk seluruh manusia dari bangsa dan golongan mana pun. Orang-orang Barat sering kali menyamakan Islam dengan Arab, seolah-olah Islam itu sama dengan Arab. Padahal keterkaitan Islam dengan Arab hanya terbatas pada sejarah dan bahasa, yaitu Nabi Muhammad SAW., pembawanya, dari Arab dan Al-Quran sebagai kitab sucinya diturunkan Allah dalam bahasa Arab. Di luar itu, Islam tidak identik dengan Arab. Ajaran Islam mendorong lahirnya umat multiras, etnik, dan golongan, tetapi memiliki satu kebanggaan yang menyatukan semuanya. Ikatan yang memperkokoh kesatuan dirinya adalah tauhid. Oleh karena itu, perbedaan-perbedaan yang ada di antara mereka jika mereka konsisten tidak akan melahirkan perpecahan. Islam mengembangkan kesatuan dan kesamaan, baik kesetaraan gender maupun ras dan etnik. Oleh karena itu, Islam sangat membenci diskriminasi gender dan diskriminasi rasial. Konsep persamaan yang terkandung dalam ajaran Islam melahirkan sikap saling menghargai (demokrasi) yang menjadi salah satu ciri umat Islam. Menghargai orang lain, baik fisik, kondisi maupun pendapatnya juga

merupakan salah satu ciri dari demokrasi. Saling menghargai dalam tatanan umat Islam merupakan suatu keharusan yang menjadi ciri dalam komunikasi seharihari. Umat Islam bukanlah kelompok yang tertutup (ekslusif), tetapi kelompok yang sangat terbuka terhadap pihak lain bahkan terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar sepanjang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Ajaran Islam sangat adaptif terhadap budaya masyarakat, bahkan pada waktu tertentu dapat mengadopsi nilai-nilai budaya (urf) sebagai bagian dari ajaran Islam. Dengan demikian, umat Islam merupakan masyarakat yang terbuka dan dinamis serta selalu berorientasi pada masa depan yang lebih baik tanpa meninggalkan nilainilai dasar yang menjadi dasar pijakannya. Agama Islam adalah agama yang menebarkan perdamaian, persaudaraan, dan persamaan. Oleh karena itu, hal-hal yang dapat menjadi pemicu lahirnya ketidakstabilan dan permusuhan antar manusia harus dihindari. Salah satu yang tidak diperkenankan dalam ajaran Islam adalah pemaksaan satu kelompok kepada kelompok lain. Agama bagi Islam adalah keyakinan yang harus datang dari kesadaran diri terhadap eksistensi dan kekuasaan Tuhan. Apa yang baik dan buruk sudah sangat jelas diperlihatkan Allah dalam ayat-ayat-NYA, baik yang tersurat dalam Al-Quran maupun yang tersirat dalam alam ciptaan Tuhan. Manusia tinggal melihat, memahami, mempercayai dan meyakininya melalui proses berpikir yang benar. Islam mendorong umatnya untuk bekerjasama dalam berbagai segi kehidupan dengan siapa saja, termasuk dengan umat beragama lain sepanjang kerja sama dilakukan untuk kebaikan. Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang harus berusaha untuk saling menguntungkan dan tidak melanggar hukum. Umat Islam dituntut untuk melakukannya dengan baik dan adil.

5. ISLAM AGAMA FLEKSIBEL

Ajaran Islam luwes, tidak kaku (rigid). Ia memberi keleluasaan kepada pemeluknya, khsusunya para ulama, untuk mengambil hukum bagi perkara-perkara baru, yang tidak muncul pada masa Rasulullah Muhammad

Saw, baik menyangkut benda maupun perbuatan, yang sebelumnya belum ditetapkan. Hal itu karena Islam datang untuk memecahkan segala perkara yang ada hingga Hari Akhir. Dengan keluasannya tersebut, Islam bisa memecahkan masalah-masalah baru yang senantiasa terus berkembang. Sebagai contoh, jika ada seorang Muslim yang bertanya apa hukumnya menggunakan kendaraan seperti roket, kapal laut, atau kapal selam, pastilah akan ditemukan jawabannya. Dalam al-Quran dinyatakan,

"Dia menundukkan untukmu apa-apa yang di langit dan di bumi semuanya (sebagai Rahmat daripada-Nya)" (Q.S. A-Jatsiyyah:13).

Demikian pula dengan bagaimana hukum pemilikan senjata nuklir bagi kaum Muslimin (daulah Islam) bisa dikaji berdasarkan firman Allah SWT,

"Dan siapkan untuk menghadapi mereka (kaum kuffar, musuh-musuhmu) kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah dan musuhmu..." (Q.S. A-Anfal:60). 'Illat hukum yang bisa diambil dari ayat tersebut, kaum Muslimin

dalam menghadapi musuh-musuh Allah harus bersiap semaksimal mungkin hingga bisa menggetarkan mereka. Kalau dulu kuda yang ditambatkan bisa menggetarkan musuh, sekarang nuklir merupakan senjata yang paling ampuh untuk menakuti musuh. Dari sana diambil hukum boleh (mubah) kaum Muslimin memiliki nuklir untuk menakuti musuh Allah. Dengan keluasaan hukum syariat ini, tuduhan bahwa syariat Islam ketinggalan zaman dan tidak bisa memecahkan masalah kekinian adalah tidak beralasan sama sekali bahkan menyesatkan. Dalam Islam ada syariat yang telah ditetapkan dan ada suatu jalan terbuka (pintu ijtihad).

Untuk tiap orang dari kamu, Kami telah menciptakan satu syariat dan satu jalan terbuka (Q.S. 5:48). Wallahu a'lam.*
6. ISLAM AGAMA SEMPURNA

Agama Islam sudah sempurna, tidak boleh ditambah dan dikurangi. Kewajiban umat Islam adalah ittiba.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agama-mu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu [Al-Maaidah: 3] Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah (wafat th. 774 H) menjelaskan, Ini merupakan nikmat Allah Azza wa Jalla terbesar yang diberikan kepada umat ini, tatkala Allah menyempurnakan agama mereka. Sehingga, mereka tidak memerlukan agama lain dan tidak pula Nabi lain selain Nabi mereka, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla menjadikan beliau sebagai penutup para Nabi dan mengutusnya kepada seluruh manusia dan jin. Sehingga, tidak ada yang halal kecuali yang beliau halalkan, tidak ada yang haram kecuali yang diharamkannya, dan tidak ada agama kecuali yang disyariatkannya. Semua yang dikabarkannya adalah haq, benar, dan tidak ada kebohongan, serta tidak ada pertentangan sama sekali. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:

Dan telah sempurna kalimat Rabb-mu (Al-Quran), (sebagai kalimat) yang benar dan adil [Al-Anaam: 115] Maksudnya benar dalam kabar yang disampaikan, dan adil dalam seluruh perintah dan larangan. Setelah agama disempurnakan bagi mereka, maka sempurnalah nikmat yang diberikan kepada mereka. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla berfirman:

Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu [Al-Maaidah: 3] Maka ridhailah Islam untuk diri kalian, karena ia merupakan agama yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla. Karena-nya Allah mengutus Rasul yang paling utama dan karenanya pula Allah menurunkan Kitab yang paling mulia (Al-Qur-an).

Mengenai firman-Nya: al-yauma akmaltu lakum diinakum Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu. Ali bin Abi Thalhah berkata, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, Maksudnya adalah Islam. Allah telah mengabarkan NabiNya Shallallahu alaihi wa sallam dan orang-orang yang beriman bahwa Allah telah menyempurnakan keimanan kepada mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan penambahan sama sekali. Dan Allah Azza wa Jalla telah menyempurnakan Islam sehingga Allah tidak akan pernah menguranginya, bahkan Allah telah meridhainya, sehingga Allah tidak akan memurkainya, selamanya. Asbath mengatakan, dari as-Suddi, Ayat ini turun pada hari Arafah, dan setelah itu tidak ada lagi ayat yang turun, yang menyangkut halal dan haram. Kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam kembali dan setelah itu beliau wafat. Ibnu Jarir dan beberapa ulama lainnya mengatakan, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam meninggal dunia setelah hari Arafah, yaitu setelah 81 hari. Keduanya telah diriwayatkan Ibnu Jarir. Selanjutnya ia menceritakan, Sufyan bin Waki menceritakan kepada kami, Ibnu Fudhail menceritakan kepada kami, dari Harun bin Antarah, dari ayahnya, ia berkata, Ketika turun ayat: al-yauma akmaltu lakum diinakum Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu. Yaitu pada haji akbar (besar), maka Umar Radhiyallahu anhu menangis, lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bertanya, Apa yang menyebabkan engkau menangis? Umar Radhiyallahu anhu menjawab, Aku menangis disebabkan selama ini kita berada dalam penambahan agama kita. Tetapi jika telah sempurna, maka tidak ada sesuatu yang sempurna melainkan akan berkurang. Kemudian beliau Shallallahu allahi wa sallam bersabda, Engkau benar. Pengertian tersebut diperkuat oleh sebuah hadits yang menegaskan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Artinya : Sesungguhnya Islam bermula dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing sebagaimana permulaannya, maka berbahagialah orang-orang yang asing.[1] Dari Thariq bin Syihab, ia berkata, Ada seorang Yahudi yang datang kepada Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu, lalu berkata, Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya kalian membaca sebuah ayat dalam kitab kalian. Jika ayat tersebut diturunkan kepada kami, orang-orang Yahudi, niscaya kami akan menjadikan hari itu (hari turunnya ayat itu) sebagai Hari Raya. Ayat yang mana? tanya Umar Radhiyallahu anhu. Orang Yahudi itu berkata, Yaitu firman-Nya:

Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agama-mu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu [Al-Maaidah: 3] Maka Umar Radhiyallahu anhu berkata, Sesungguhnya aku telah mengetahui hari dan tempat ketika ayat itu turun kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Diturunkannya ayat itu kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, yaitu di Arafah pada hari Jumat.[2] 7. ISLAM ILMU PEGETAHUAAN

Agama Islam adalah agama ilmu pengetahuan karena beberapa sebab berikut: 1. Kata Ilmu besrta turunannya paling banyak disebutkan dalam Al-Quran setelah kata Allah 2. Islam merupakan sistem totalitas yang juga meliputi bidang keilmuan. 3. Islam tidak mengenal dikotomisasi ilmu dan agama ( Ibnu Khaldun: Aqliyah & Naqliyah ) 4. Memberikan perintah yang tegas terhadap pencarian ilmu 5. Allah SWT senantiasa mengaitkan tanda-tanda kekuasaan-Nya yang bersifat kauniyah dengan sosok ulul albab Sebagai Seorang Muslim/Muslimah yang baik dan pintar, kita harus menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat. Belajarlah terus sampai mati terutama AlQuran dan Al-Hadis agar diakhirat kelak bisa masuk Surganya Allah SWT. Amiinn Ya Robbal AlamiN 8. ISLAM KEBEBASAN DAN KEMAKMURAN

Banyak manusia yang hidup di dunia ini menginginkan kehidupan yang bebas dan tidak terkekang dengan berbagai aturan. Sampai-sampai karena kuatnya

keinginan ini mereka tidak lagi mengindahkan norma-norma agama, sebab mereka menganggap agama sebagai belenggu semata. Meskipun faktanya, kebebasan yang tanpa batas mustahil terwujud di dunia ini. Karena perbuatan yang dilakukan oleh manusia sering dipengaruhi oleh dorongan hawa nafsu, sehingga ketika seseorang meninggalkan norma-norma agama otomatis dia akan terjerumus mengikuti aturan hawa nafsunya yang dikendalikan oleh setan, dan ini merupakan sumber malapetaka terbesar bagi dirinya. Karena hawa nafsu manusia selalu menggiring kepada keburukan dan kerusakan, sebagaimana firman Allah:

i{
Sesungguhnya nafsu (manusia) itu selalu menyuruh kepada keburukan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabbku (QS Yuusuf:53). Dan firman-Nya

{ }
Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu manusia, maka pasti binasalah langit dan bumi serta semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka peringatan (untuk) mereka (al-Quran) akan tetapi mereka berpaling dari peringatan tersebuat (QS al-Muminuun:71). Juga firman-Nya:

Dan janganlah kamu mengikuti orang yang telah kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami, serta menuruti hawa (nafsu)nya, dan (semua) urusannya menjadi rusak/buruk (QS al-Kahfi:28). 9. ISLAM BERSIFAT GELOBAL

You might also like