You are on page 1of 13

MAKALAH BIOTEKNOLOGI FARMASI

Bakteri Asam Laktat

DISUSUN OLEH :

MOH. FAJRIN

G 701 11 071

CINRA RUSLI

G 701 10 034

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU, 2013

I. Pengertian Dan Sejarah BAL (Bakteri Asam Laktat)


a. Pengertian BAL
Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri yang mampu
mengubah karbohidrat (glukosa) menjadi asam laktat. Efek bakterisidal dari
asam laktat berkaitan dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3 sampai
4,5 sehingga pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri pembusuk akan
terhambat (Amin dan Leksono, 2001). Pada umunya mikroorganisme dapat
tumbuh pada kisaran pH 6-8 (Buckle et al., 1987).
Bakteri asam laktat pada ikan merupakan salah satu bagian dari
bakteri awal. Pertumbuhan bakteri ini dapat menyebabkan gangguan
terhadap bakteri pembusuk dan pathogen (Bromerg, dkk., 2001). Bakteri
yang

termasuk

kelompok

BAL

adalah

Aerococcus,

Allococcus,

Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc,


Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, dan Vagococcus (Ali dan
Radu, 1998).
BAL merupakan kelompok besar bakteri menguntungkan yang
memiliki sifat relatif sama. Saat ini BAL digunakan untuk pengawetan dan
memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan (Chabela, dkk., 2001).
BAL mampu memproduksi asam laktat sebagai produk akhir perombakan
karbohidrat, hidrogen peroksida, dan bakteriosin (Afrianto, dkk., 2006).
Dengan terbentuknya zat antibakteri dan asam maka pertumbuhan bakteri
pathogen seperti Salmonella dan E. coli akan dihambat (Silalahi, 2000).
Efektivitas BAL dalam menghambat bakteri pembusuk dipengaruhi
oleh kepadatan BAL, strain BAL, dan komposisi media (Jeppensen dan
Huss, 1993). Selain itu, produki substansi penghambat dari BAL
dipengaruhi

oleh media pertumbuhan, pH, dan temperature lingkungan

(Ahn dan Stiles, 1990).

b. Sejarah BAL
Sudah sejak lama makanan dan minuman yang dihasilkan secara
fermentasi dengan bakteri asam laktat menjadi bagian dalam menu makanan
sehari-hari di Asia, Afrika, Eropa, Amerika, dan Australia. Bahkan,
beberapa daerah di Indonesia, tanpa disadari, makanan hasil fermentasi
laktat telah lama menjadi bagian dalam menu makanan keseharian
masyarakat. Beberapa contoh jenis makanan tersebut mungkin bukan saja
sudah dikenal, tetapi malah sudah umum disantap. Sebut saja asinan dari
Bogor, ikan bekasam dan tempoyak dari Sumatra dan Kalimantan, kimchi,
acar, salami, bologna (daging), pindang makassar, budu, serta belacan atau
terasi. Bahkan selama pembuatan kecap, tauco, serta terasi, bakteri laktat
banyak dilibatkan. Ada juga yang terbuat dari susu berupa yoghurt, keju,
butter, kefir, dan susu asam. Sedangkan yang terbuat dari biji serealia
seperti beras dan jagung adalah idli dari India, pui dari Hawaii, pulque dari
Meksiko, dan chicha dari Brasil. Bisa disimpulkan, hampir di setiap tempat
dan negara selalu ada jenis makanan dan minuman yang merupakan hasil
fermentasi bakteri laktat.
II. Isolasi BAL
Isolasi bakteri asam laktat dari cumi-cumi kering asin dilakukan dengan
menggunakan metode spread plate. Dua puluh lima (25) gram sampel
diencerkan pada larutan 0.1% pepton steril sebanyak 225 ml dan
dihomogenkan yang selanjutnya dilakukan pengenceran berseri hingga 10-5.
Dari masing-masing pengenceran diambil 0.1 ml dan disebar pada media
selektif untuk BAL, yaitu Glukosa 1%, yeast ekstrak 1%, pepton 0.5% (GYP),
Agar 1.5% dengan penambahan CaCO3 1% dalam 1000 ml aquadest. Kultur
diinkubasi pada suhu 30 C selama 2 3 hari. Masing-masing koloni yang di
sekelilingnya terdapat zona jernih diisolasi dan dilakukan pemurnian dengan

goresan pada media yang sama. Penyimpanan kultur murni dilakukan dengan
pembekuan (suhu 80C) biomassa sel setelah diberi cryoprotectantyaitu
campuran gliserol dan skim milk, masing-masing 10 persen (Rahayu dan
Margino, 1997).
Pengujiannya pada Uji Antagonis terhadap Bakteri Patogen dan
Pembusuk atau (Metode Difusi Sumuran). Dimana aktivitas penghambatan
diujikan pada bakteri patogen Staphylococcus aureus FNCC 004, Salmonella
choleraesius

JCM 3919, Escheriochia coli

FNCC 0091,

Vibrio

parahaemoliticus JCM 2147, Shigella sp., bakteri pembusuk Proteus sp.,


bakteri pembentuk histamin

Morganella morganii NCTC 2815. Pengujian

dilakukan pada kultur bakteri (masa sel + supernatan) dan supernatan netralnya
(hasil sentrifus (pemisahan) kultur bakteri yang ditambah NaOH 0.1 N sampai
pH netral). Masing-masing bakteri patogen dan pembusuk yang ditumbuhkan
pada media nutrien dalam sumuran dituangi 50 l kultur atau supernatan netral
isolat BAL. Kultur BAL yang memberikan zona jernih adalah kultur yang
memiliki daya antagonistik terhadap bakteri yang diuji, sedangkan supernatan
netral yang memberikan zona jernih diduga merupakan supernatan BAL
penghasil antibakteri selain asam. Besar kecilnya zona jernih yang muncul
setara dengan besar kecilnya aktivitas antibakteri yang terdapat pada kultur
atau supernatan netralnya.
III. Produksi BAL Lactobacillus plantarum.
Lactobacillus

plantarum

merupakan

salah

satu

jenis

BAL

homofermentatif dengan temperatur optimal lebih rendah dari 37C (Frazier


dan Westhoff, 1988). L. plantarum berbentuk batang (0,5-1,5 s/d 1,0-10 m)
dan tidak bergerak (non motil). Bakteri ini memiliki sifat katalase negatif,
aerob atau fakultatif anaerob, mampu mencairkan gelatin, cepat mencerna
protein, tidak mereduksi nitrat, toleran terhadap asam, dan mampu
memproduksi asam laktat. Dalam media agar, L. plantarum

membentuk

koloni berukuran 2-3 mm, berwarna putih opaque, conveks, dan dikenal
sebagai bakteri pembentuk asam laktat (Kuswanto dan Sudarmadji, 1988).
L. plantarum mampu merombak senyawa kompleks menjadi senyawa
yang lebih sederhana dengan hasil akhirnya yaitu asam laktat. Menurut Buckle
et al. (1978) asam laktat dapat menghasilkan pH yang rendah pada substrat
sehingga menimbulkan suasana asam. L. plantarum dapat meningkatkan
keasaman sebesar 1,5 sampai 2,0% pada substrat (sarles et al., 1956). Dalam
keadaan asam, L. plantarum memiliki kemampuan untuk menghambat bakteri
pathogen dan bakteri pembusuk (Delgado et al., 2001).
Pertumbuhan L. plantarum dapat menghambat kontaminasi dari
mikrooganisme pathogen dan penghasil racun karena kemampuannya untuk
menghasilkan asam laktat dan menurunkan pH substrat, selain itu BAL dapat
menghasilkan hidrogen peroksida yang dapat berfungsi sebagai antibakteri
(Suriawiria,

1986). L. plantarum juga mempunyai kemampuan untuk

menghasilkan bakteriosin yang berfungsi sebagai zat antibiotik (Jenie dan


Rini,1995).
IV. Pemanfaatan BAL dalam Bidang Bioteknologi
a. Probiotik
Probiotik didefinisikan sebagai kultur tunggal atau campuran dari
bakteri hidup yang dapat diaplikasikan kepada hewan maupun manusia,
dan dapat memberikan keuntungan bagi inangnya dalam meningkatkan
kinerja mikroflora alami tubuh (Irianto, 2007). Bakteri asam laktat (BAL)
dikenal memiliki peran penting pada kehidupan manusia, karena
terlibatnya dalam berbagai makanan fermentasi maupun keberadaanya di
jalur intestin. Kemampuan bakteri ini untuk tumbuh di jalur intestin dapat
digunakan untuk menjaga keseimbangan mikroflora intestin. Sehingga
tubuh tidak mudah terserang infeksi patogen interik. Potensi inilah yang
menjadi alasan bakteri asam laktat, khususnya Lactobacillus digunakan
sebagai agensi probiotik (Rahayu, 2002).

Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa manfaat probiotik


dalam tubuh:
1. Mencegah terjadinya kanker yaitu dengan menghilangkan bahan
prokarsinogen (bahan penyebab kanker) dari tubuh dan mengaktifkan
sistem kekebalan tubuh.
2. Dapat menghasilkan bahan aktif anti tumor.
3. Memproduksi berbagai vitamin [thiamin (B1), riboflavin (B2),
piridoksin (B6), asam folat, sianokobalamin (B12)] yang mudah
diserap ke dalam tubuh.
4. Kemampuannya memproduksi asam laktat dan asam asetat di usus
dapat menekan pertumbuhan bakteri E coli dan Clostridium
perfringenspenyebab radang usus dan menekan bakteri patogen
lainnya, serta mengurangi penyerapan amonia dan amina.
5. Berperan dalam penurunan kadar kolesterol, dimana bifidobakteria
menghasilkan niasin yang memberi kontribusi terhadap penurunan
kolesterol tersebut.
Beberapa strain bakteri asam laktat yang berpotensi sebagai
agensia probiotik adalah Lactobacillus acidophillus, L. reuteri dan L.
casei demikian pula strain dari Bifidobacterium, karena bakteri ini
memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen
enterik. Lactobacillus acidophillus, L. reuteri dan Bifidobacterium
mempunyai kelebihan karena bakteri ini merupakan mikroflora alami
jalur pencernaan sehingga memiliki kemampuan untuk tumbuh di jalur
ini. Beberapa persyaratan yang diperlukan untuk menjadikan strain
bakteri asam laktat sebagai agensia probiotik adalah bahwa strain tersebut
merupakan mikroflora alami jalur pencernaan manusia, tumbuh dan tetap
hidup pada makanan sebelum dikonsumsi, tetap hidup walaupun melewati
jalur pencernaan, memiliki resistensi terhadap asam lambung, beberapa

antibiotik, terhadap lisosim; dapat tumbuh pada intestin dan memiliki


kemampuan menempel pada sel epithel intestin manusia, memberi efek
yang menguntungkan pada usus, memproduksi asam dalam jumlah besar
dan cepat, mampu menghasilkan komponen antimikrobia lain di samping
asam (bakteriosin, hidrogen peroksida, diasetil dan reuterin) yang efektif
menghambat bakteri lain yang tidak dikehendaki, khususnya bakteri
patogen (Rahayu, 2002).
b. Senyawa Peptida Antimikroba
Senyawa peptida antimikroba (Antimicrobial Peptide, AMP)
adalah senyawa dengan bobot molekul rendah baik berupa protein atau
peptida pendek yang memiliki aktivitas menghambat atau membunuh
mikroba (antimikroba) (Marshall, 2002). Senyawa ini dapat dihasilkan
oleh beberapa organisme prokariot seperti bakteri dan oleh organisme
eukariot seperti invertebrata, tumbuhan dan hewan (Hancock et al., 1999).
AMP merupakan molekul kofaktor dalam sistem pertahanan tubuh
dan sistem imunitas terhadap infeksi (Yeaman et al.,2005). Keseimbangan
interaksi elektrostatik dan hidrofobisitas AMP dengan sel targetnya
menjadikan

AMP

bersifat

toksisitas

selektif.

Dengan

demikian

penggunaan AMP dalam pengobatan tidak memberikan efek samping pada


sel hospes (Hancock et al.,1999). AMP membentuk struktur amfifatik
(mengandung bagian hidrofil dan bagian hidrofob) dan bersifat kationik
pada pH fisiologi (Hancock et al.,1999). Senyawa ini memiliki struktur
dan urutan asam amino yang beragam, sehingga efektif dalam mencegah
atau menghambat resistensi (Marshall, 2002). Penggunaan AMP dalam
bidang pengobatan sangat potensial, karena AMP dapat merekonstruksi sel
target dan memiliki kemampuan antimikroba yang lebih kuat dibanding
antibiotik biasa. Senyawa ini dapat (Yeaman et al., 2005) :
1. Meregulasi sel target untuk memodifikasi struktur di luar selnya agar
lebih sensitif terhadap antibiotik.

2. Mengatasi resistensi.
3. Bekerja secara non-kompetitif dengan antibiotik biasa.
c. Bakteriosin
Bakteriosin merupakan senyawa peptida antimikroba yang berasal
dari bakteri Gram positif dan Gram negatif. Bakteriosin dapat bersifat
kationik, anionik dan netral. Senyawa ini disintesis dalam ribosom bakteri
serta memiliki aktivitas bervariasi dalam spektrum antimikroba yang luas
(Hancock et al., 1999) Bakteriosin merupakan peptida ekstraselular
bioaktif atau peptida kompleks yang bakterisida atau bakteriostatik
melawan spesies lain, terutama bakteri dengan strain yang berdekatan.
Akan tetapi, dalam beberapa kasus, bakteriosin juga dapat melawan
bakteri dengan strain yang berjauhan dengan bakteri penghasilnya (Oakey
et al., 2000).
Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri yang paling
banyak menghasilkan bakteriosin. Secara umum, bakteriosin yang
disekresikan oleh BAL yang merupakan peptida kationik kecil dengan 30
sampai 60 residu asam amino dan tahan terhadap pemanasan
(Balasubramanyam et al., 1995). Beberapa bakteriosin dari BAL yang
telah dikarakterisasi adalah Nisin yang dihasilkan dari beberapa strain
Lactococcus lactis, Lactococcus A dan B dari Lactococcus lactis subsp.
cremoris, Pediocin dari

Pediococcus acidilactici, Lactacin dari

Lactobacillus jhonsonii, Lactostrepsin dari Streptococcus cremoris, dan


Curvacin dari Lactobacillus curvatus (Neetles et al., 1993).
Klasifikasi Bakteriosin
Bakteriosin yang diproduksi oleh bakteri asam laktat digolongkan
dalam tiga kelas utama berdasarkan pada karakteristik biokimia dan sifat
genetiknya, yaitu

Kelas I
Bakteriosin kelas ini disebut sebagai Lantibiotik. Peptida pada
bakteriosin ini merupakan peptida berbobot molekul kecil (<5 kDa)
yang dimodifikasi pada fase post-transkripsi dan mengandung satu atau
lebih asam amino seperti lanthionine, E-Methyllanthionine serta residu
dehydroalanine dan dehydrobutyrine

yang didehidrasi. Berdasarkan

gugus fungsional dan strukturalnya, lantibiotik dibagi dalam dua tipe


yaitu tipe A dan B.
1. Lantibiotik tipe A merupakan peptida kationik dan diperpanjang
dengan jembatan

lanthionine.

Peptida ini bekerja

dengan

mengganggu membran sel organisme target (contoh: nisin, subtilin


dan epidermin).
2. Lantibiotik tipe B merupakan peptida berbentuk bulat dan lebih
kecil (sampai 19 residu asam amino). Peptida ini bekerja dengan
mengganggu fungsi enzim organisme target, seperti menghambat
biosintesis dinding sel (contoh: mersasidin, duramisin dan
aktagardin.
Kelas II
Merupakan peptida berbobot molekul kecil (<10 kDa) yang tidak
mengalami modifikasi dan tahan terhadap panas. Bakteriosin kelas ini
membentuk struktur helik (amfipatik) dengan variabel hidrofobisitas
dan struktur

ESheet. Peptida ini stabil dalam pemanasan 100C -

121C. Pengelompokan bakteriosin kelas II meliputi :


1. Kelas IIa : Pediosin, merupakan subkelas paling besar dan paling
banyak dipelajari. Peptida ini memiliki aktivitas anti-listerial yang
kuat dan identitas paling besar dalam sekuensing (40-70%).

2. Kelas IIb : Bakteriosin dua-peptida, Bakteriosin ini membutuhkan


kombinasi dua peptida untuk aktivitas antimikroba penuh. Aktivitas
tersebut tetap ada walaupun digunakan peptida secara terpisah,
tetapi sangat dipengaruhi oleh keberadaan peptida kedua. Kecuali
pada peptida laktokosin G dan laktokosin 705 yang tidak
mempunyai aktivitas antimikroba jika digunakan secara terpisah.
3. Kelas IIc : Bakteriosin yang sec-dependent. Bakteriosin ini akan
menyeberangi membran sitoplasma melalui jalur sekresi

sec-

dependent (contoh: asidosin B, divergisin A, bakteriosin 31,


enterosin P, dan listeriosin 743A).
4. Kelas IId : Bakteriosin tanpa sekuensing utama. Tidak seperti
bakteriosin lain, bakteriosin ini disintesis tanpa terminal N utama
atau sinyal sekuensing. Subkelas ini terdiri dari dua komponen
bakteriosin enterosin L50 dan peptida tunggal enterosin Q, yang
diproduksi oleh Enterococcus faecium L50, dan Aurosin A70 oleh
Staphylococcus aureus A70.
5. Kelas IIe : Bakteriosin dengan peptida siklik. Berbeda dengan
bakteriosin linear, bakteriosin ini menjadi siklik oleh formasi
pengikat peptida kepalaekor. (contoh: AS-48, gasserisin A,
sirkularin A) .
6. Kelas IIf : Bakteriosin lain yang tidak dimodifikasi. Kelompok ini
berisi bakteriosin kelas II lain yang tidak menyerupai struktur dan
motif dari subkelas manapun.
Kelas III
Peptida yang berbobot molekul besar (>30 kDa) dan tidak tahan panas.
Hanya beberapa bakteriosin dari kelas ini yang telah diidentifikasi
(contoh: helvetisinJ, helvetisin V, acidophilusin A, laktasin A dan B).

KESIMPULAN
1. Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah
karbohidrat (glukosa) menjadi asam laktat. Kelompok BAL adalah
Aerococcus, Allococcus, Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus,
Lactococcus, Leuconostoc, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus,
dan Vagococcus.
2. Salah satu bakteri dalam produksi bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus
plantarum, dimana bakteri ini dapat merombak senyawa kompleks menjadi
senyawa yang lebih sederhana dengan hasil akhirnya yaitu asam laktat
3. Pemanfaatan bakteri asam laktat dalam bidang bioteknologi yaitu sebagai
probiotik, pembentukan senyawa peptida antimikroba, dan dalam produksi
bakteriosin.

DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E., E. Liviawaty., dan I. Rostini. 2006. Pemanfaatan Limbah Sayuran
untuk Memproduksi Biomasa Lactobacillus plantarum sebagai Bahan
Edible Coating dalam Meningkatkan Masa Simpan Ikan Segar dan
Olahan. Laporan Akhir. Unpad. 113 hlm.
Ali. G.R.R. and S. Radu. 1998. Isolation and Screening of Bacteriocin Producing
LAB from Tempeh. University of Malaysia.
Bromberg, R., I. Moreno, C.L. Zaganini, R.R Delboni, V.N. Moreira, J. Oliveira,
and A.L.S. Lerayer. 2001. Characterization of Bacteriocin-Producing
Lactic Acid Bacteria Isolated from Meat and Meat Products (abs). IFT
Annual Meeting 2001. New Orleans, Lousiana
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia Press. Jakarta. 365 hlm.
Marshall, D.L., C.R. Kim, dan J.O. Heamsberger. 2002. Extended Shelf-Life of
Catfish Fillets Treated with Sodium Acetate, Monopatassium Phosphate

and Bifidobacteria. Department of Food Science and Technology,


Mississippi State University. Hlm. 21-26.
Rahayu, E.S., dan Margino, S., 1997. Bacteri Asam Laktat : Isolasi dan
Identifikasi. Materi Workshop. Diselenggarakan PAU Pangan dan Gizi,
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta, 13 dan 14 Juni 1997.
Suriawiria, Unus. 1986. Mikrobiologi Masa Depan Penuh Kecerahan Di Dalam
Pembangunan. Kumpulan Beberapa Tulisan dari Unus Suriawiria. Jurusan
Biologi. ITB. Bandung. Hlm. 67-68

You might also like