You are on page 1of 7

PENUGASAN UJIAN PRAKTIK KLINIK PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Destiana Puspasari, 0906564076

Jenis pemeriksaan gula darah Gula darah puasa (GDP) / fasting blood sugar (FBS) / fasting plasma glucose - Pemeriksaan gula darah puasa digunakan untuk mengukur level glukosa plasma setelah puasa dalam waktu sekurang-kurangnya dalam 8 jam. Tujuan pemeriksaan gula darah puasa yaitu untuk skrining diabetes mellitus atau pre-diabetes atau mendeteksi gangguan metabolisme glukosa, memonitor efektifitas terapi obat atau diet klien dengan diabetes mellitus, serta untuk memonitor kondisi hiperglikemia atau hipoglikemia (Smeltzer, et al., 2010). - Nilai rujukan Dewasa: serum atau plasma 70-110 mg/dL (setelah sekurang-kurangnya puasa dalam waktu 8 jam), darah lengkap : 60-100 mg/dL (Cavanaugh, 2003; Smeltzer, et al., 2010) Lansia: serum: 70-120 mg/dL

- Nilai kritis (Smeltzer, et al., 2010): Wanita dan anak-anak: kurang dari 40 mg/dl (mungkin menyebabkan kerusakan otak) Laki-laki: kurang dari 50 mg/dl (mungkin menyebabkan kerusakan otak) Semua pasien: lebih dari 400 mg/dl (mungkin menyebabkan koma) - Temuan abnormal: Gula darah antara 100-125 mg/dL mengindikasikan fase pre-diabetes (Leeuwen & Poelhuis-Leth, 2009). Gula darah puasa lebih besar dari 125 mg/dL dapat mengindikasikan diabetes mellitus (gula darah puasa 126 mg/dL atau lebih yang dilakukan dalam 2 kali pemeriksaan atau lebih) (Cavanaugh, 2003; Leeuwen & Poelhuis-Leth, 2009; Smeltzer, et al., 2010; Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010). Untuk mengkonfirmasi diagnosa bila gula darah rata-rata atau lebih tinggi, dilakukan pemeriksaan gula darah postprandial atau pemeriksaan toleransi glukosa atau keduanya. Gula darah sewaktu atau random plasma glucose Gula darah sewaktu atau random plasma glucose dengan nilai lebih dari 200 mg/dL mengindikasikan diabetes mellitus (Leeuwen & Poelhuis-Leth, 2009; Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010). Nilai normal gula darah sewaktu yaitu kurang dari 200 mg/dL

(Leeuwen & Poelhuis-Leth, 2009). Gula darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2009). Gula darah postprandial (2 jam setelah makan) / PPBS (Postprandial Blood Sugar) Pemeriksaan gula darah 2 jam setelah makan dilakukan untuk menentukan respon klien terhadap intake tinggi karbohidrat 2 jam setelah makan. pada individu normal, gula darah kembali ke level puasa setelah 2 jam. - Nilai rujukan (Cavanaugh, 2003) Dewasa: serum atau plasma <140 mg/dL; darah: <120 mg/dL Lansia: serum atau plasma <140 mg/dL; darah: <160 mg/dL

- Temuan abnormal: Gula darah postprandial lebih dari 200 mg/dL mengindikasikan diabetes mellitus (Cavanaugh, 2003; Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010). Glukosa plasma 2 jam pada TTGO (tes toleransi gula oral) TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2009). Adapun cara pelaksanaan TTGO: 3 hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan Dilakukan pemeriksaan GDP Diberikan glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah 2 jam kemudian Dilakukan pemeriksaan gula darah 3 jam sesduah pemberian beban glukosa

Hasil pemeriksaan TTGO: < 140 mg/dL : normal 140 - <200 mg/dL : toleransi glukosa terganggu > 200 mg/dL : diabetes

Secara ringkas, konsentrasi gula darah sewaktu dan puasa sebaga patokan penyaring dan diagnosis DM yaitu (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2009): Konsentrasi gula darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM Bukan DM Belum pasti DM Plasma vena < 100 100-199 Darah kapiler Plasma Vena Darah kapiler < 90 <100 <90 90-199 100-125 90-99

DM >200 >200 >126 >100

Konsentrasi glukosa darah sewaktu Konsentrasi glukosa darah puasa

Pengaruh diabetes mellitus terhadap cairan tubuh Insufisiensi insulin pada penderita diabetes mellitus menyebabkan pengeluaran volume urin yang berlebihan (poliuria). Diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan sekresi insulin yang normal, namun terjadi penurunan kepekaan sel sasaran terhadap insulin.Penurunan kepekaan sel-sel terhadap insulin menyebabkan penurunan penyerapan glukosa oleh sel yang menyebabkan kondisi hiperglikemia. Kondisi ini disertai dengan peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati. Pengeluaran glukosa oleh hati meningkat karena proses-proses yang menghasilkan glukosa (glikogenolisis dan glukoneogenesis) berlangsung tanpa penurunan insulin. Ketika kadar glukosa darah meninggi ke tingkat pada saat jumlah glukosa yang difiltrasi melebihi kapasitas sel-sel tubulus ginjal melakukan reabsorbsi, glukosa akan timbul di urin atau disebut glukosuria. Glukosa di urin menyebabkan efek osmotik yang menarik air atau H2O yang kemudian menimbulkan diuresis osmotik yang ditandai dengan poliuria (sering berkemih). Cairan yang keluar berlebihan dari tubuh dapat menyebabkan dehidrasi (Sherwood, 2001).

Ketorolac Indikasi : terapi jangka pendek untuk nyeri.

Kontraindikasi: alergi akibat asetosal, ulkus peptik, penyakit CVD, gangguan pembekuan darah, bronkospasme, peyakit ginjal, asma, pasien risiko tinggi perdarahan, kehamilan, laktasi.

Perhatian: penyakit jantung atau pada klien dengan risiko penyakit jantung (dapat meningkatkan risiko kejadian trombotik kardiovaskular yang serius, infark miokard, dan stroke, terutama pada pemakaian jangka panjang); riwayat perdarahan gastrointestinal; kerusakan ginjal.

Efek samping: Sistem saraf pusat: mengantuk, pusing, euforia, sakit kepala. Respirasi: asma, dispnea Kardiovaskular: edema, pallor, vasodilatasi Gastrointestinal: perdarahan gastrointestinal, pengecap abnormal, diare, bibir kering, dispepsia, nyeri gastrointestinal, nausea. Urologi: oliguria, toksisitas ginjal, peningkatan frekuensi berkemih. Dermatologi: dermatitis, sindrom steven-johnson, prurtus, purpura, berkeringat. Hematologi: pemanjangan waktu perdarahan. Lokal: nyeri injeksi

Interaksi obat: warfarin, salisilat, metroteksat, diuretik, penghambat ACE, antiepilepsi. Implikasi keperawatan: o Pasien dengan asma, alergi aspirin, polip merupakan pasien yang berisiko tinggi mengalami reaksi hipersensitivitas. Kaji rinitis, asma, dan urtikaria. o Nyeri: kaji nyeri (catat tipe,lokasi, intensitas) 1-2 jam setelah pemberian obat. o Monitor pemeriksaan laboratorium: evaluasi fungsi hati, dapat mengalami peningkatan AST dan ALT. o Dapat menyebabkan pemanjangan waktu perdarahan, peingkatan BUN, serum kreatinin, dan konsentrasi potasium

Glucophage Komposisi: metformin Indikasi : manajemen diabetes mellitus tipe 2; dapat digunakan bersamaan dengan

diet,insulin, atau sulforinulea hipoglikemik oral. Aksi : menurunkan produksi glukosa hati, menurunkan absorpsi glukosa di usus,

meningkatkan sensitivitas terhadap insulin. Efek terapeutik: mempertahankan glukosa darah normal. Kontraindikasi: hipersensitif, asidosis metabolik, dehidrasi, sepsis, hipoksemia, disfungsi ginjal, CHF. Perhatian: pasien geriatrik, laktasi, dan anak-anak. Efek samping: kembung, diare, nausea, muntah, hipoglikemia, asidosis laktat, penurunan kadar vitamin B12. Implikasi keperawatan:

o Ketika dikombinasikan dengan oral sulfonirulea, observasi tanda dan gejala reaksi hipoglikemik (nyeri perut, berkeringat, lapar, kelemahan, pusing, sakit kepala, tremor, takikardi, ansietas. o Kaji kondisi ketoasidosis dan asidosis laktat. Kaji serum elektrolit, keton, glukosa, pH darah, laktat, piruvat, dan metformin. Jika terdapat asidosis, hentikan penggunaan metformin. o Monitor glukosa darah, vitamin B12, dan fungsi ginjal.

Perhitungan kalori pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 Penatalaksanaan diet bagi penderita ddiabetes yaitu untuk pengendalian asupan kalori total untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang sesuai dan pengendalian glukosa darah. Diet untuk mengendalikan kalori dilakukan dengan menghitung kebutuhan kalori seseorang. Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada atau tidaknya stres akut, dan kegiatan jasmani. Penentuan status gizi dapat menggunakan IMT atau menggunakan rumus Brocca (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2009). Berat badan ideal menurut Broca: Berat badan ideal = {tinggi badan (cm) -100} + 10% (tinggi badan (cm)-100) Penentuan status gizi dihitung dari (BB aktual : BB ideal) x 100 % Nilai standar untuk berat badan ideal: < 90% 90-110% 110-120% >120% : berat badan kurang (underweight) : berat normal : berat lebih (overweight) : obesitas

Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) BMI = BB (kg) TB2 (m) Nilai standar untuk IMT: <18,5 : BB kurang 18,5-22,9: BB normal > 23 : BB lebih 23-24,9 : dengan risiko 25-29,9 : obes I > 30 : obes II

Penentuan kebutuhan kalori per hari:

1. Kebutuhan basal Laki-laki Perempuan : BB ideal x 30 kalori : BB ideaL x 25 kalori

2. Koreksi atau penyesuaian Umur di atas 40 tahun: - 5 % Aktivitas ringan Aktivitas sedang Aktivitas berat BB gemuk BB lebih BB kurang 3. Stres metabolik (infeksi, operasi, stroke, dll) 4. Kehamilan trimester I dan II : + 10-30% : + 300 kalori : +10% : +20% : +30% : - 20% : -10% : +20%

5. Kehamilan trimester III dan menyusui:+ 500 kalori Selain rumus Brocca, perhitungan kalori juga dapat menggunakan rumus Harris Bennedict. Usia, jenis kelamin, tinggi, dan berat badan digunakan dalam rumus Harris-Bennedict untuk menentukan Basal Energy Expenditure yang mencerminkan kebutuhan energi minimal. Faktor aktivitas kemudian dikalikan dengan BEE yang akan menghasilkan jumlah kalori yang dibutuhkan untuk mempertahankan berat badan. Adapun rumus untuk menentukan basal energy expenditure (BEE), yaitu (Strain, Doyle, Ebel, 2010): Rumus Harris-Bennedict: Laki-laki Perempuan : 66,5 + (13,75 x BB dlm kg) + (5,003 x TB dlm cm) (6,8 x usia) : 655 + (9,6 x BB dlm kg) + (1,85 x TB dlm cm) (4,7 x usia) : 10 x BB + 6,25 x TB 5 x usia + 5 : 10 x BB + 6,25 x TB 5 x usia 161

Perhitungan Mifflin-St. Jeor: Laki-laki Perempuan

1. Individu dengan aktivitas minimal atau tanpa aktivitas = BMR x 1,2 2. Individu dengan aktivitas ringan atau olahraga 1-3 hari per minggu = BMR x 1,375 3. Individu dengan aktivitas sedang atau olahraga 3-5 hari per minggu = BMR x 1,55 4. Individu dengan aktivitas berat atau olahraga 6-7 hari per minggu = BMR x 1,725 5. Individu dengan aktivitas sangat berat = BMR x 1,9 Kebutuhan energi tambahan pada keadaan sakit:

Kebutuhan energi harian pada saat sakit biasanya sediit meningkat dibandingkan saat sehat. Untuk pasien yang harus beristirahat di tempat tidur, perkiraan perkiraan energi harus ditambahkan kira-kira 20% dari perkiraan energi saat istirahat atau 30% pada pasien yang bisa berjalan. Penyakit yang berat membutuhkan tambahan suplemen kalori 10% dari BMR yang diperkirakan untuk sakit ringan, 25% untuk sakit sedang, dan 50% untuk sakit berat.

Referensi: Cavanaugh, B. M. (2003). Nurses manual of laboratory and diagnostic test. 4thEd. USA: F.A. Davis Company Deglin, J. H., Vallerand, A. H., & Saanoski, C. A.(2011). Daviss drug guide for nurses. USA: F.A. Davis Company Guthrie, D. W. & Guthrie, R. A. (2009). Management of diabetes mellitus. 6thEd. New York: Spinger Publishing Company Leeuwen, A. M. & Poelhuis-Leth, D. J. (2009). Comprehensive handbook of laboratory and diagnostic tests- with nursing implications. 3th Ed. Philadelphia: F. A. Davis Company Sherwood, L. (2001). Fisiologi manusia: Dari sel ke sistem. Edisi 2. Alih bahasa: Pendit, B. U. Jakarta: EGC Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner & Suddarths textbook of medical-surgical nursing. Philadelphia: : Lippincott Williams & Wilkins Smeltzer, S. C., et al. (2010). Brunner & Suddaths handbook of laboratory and diagnostic tests.Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Strain, G. W., Doyle, R., Ebel, F. (2010). Dietary therapy of diabetes mellitus. New York: Spinger Science+Business Media Sudoyo, A. w., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S.(2009). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi V. Jakarta: interna Publishing Weinger, K. & Carver, C. (2009). Educating your patient with diabetes. New York: Humana Press

You might also like