You are on page 1of 34

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Higiene Sanitasi Makanan 2.1.1 Pengertian Hygiene adalah kesehatan masyarakat yang khusus meliputi segala usaha untuk melindungi, memelihara, dan mempertinggi derajat kesehatan badan dan jiwa, baik bagi umum maupun perorangan, dengan tujuan memberi dasar-dasar kelanjutan hidup yang sehat serta mempertinggi kesejahteraan dan daya guna peri kehidupan manusia, sedangkan sanitasi adalah usaha pencegahan penyakit untuk melenyapkan atau mengendalikan faktor-faktor lingkungan yang menjadi mata rantai penularan penyakit. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Sedangkan hygiene adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada. (Widyati, 2002) Makanan menurut WHO adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan, dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk pengobatan. Sanitasi makanan adalah suatu usaha pencegahan yang menitikberatkan pada kegiatan dan tindakan yang perlu membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya-bahaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan, mulai dari makanan itu diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, penjualan sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap dikonsumsi oleh masyarakat atau konsumen. Pelaksanaan sanitasi pada setiap rantai pangan merupakan salah satu upaya yang ditetapkan untuk mencapai keamanan pangan. Usaha sanitasi tersebut, meliputi : 1. Keamanan makanan dan minuman yang disediakan 2. Hygiene perorangan praktek-praktek penanganan makanan oleh karyawan yang bersangkutan 3. Keamanan terhadap penyediaan air 4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran 5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama dalam proses pengolahan, penyajian, atau peragaan dan penyimpanannya 6. Pencucian, kebersihan, dan penyimpanan alat-alat atau perlengkapan (Chandra, Budiman, 2007)

Hygiene sanitasi makanan adalah upaya kesehatan dalam memelihara dan melindungi kebersihan makanan, melalui pengendalian faktor lingkungan dari makanan yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit dan atau gangguan kesehatan. Penyehatan makanan adalah uapaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan peralatan atau perlengkapannya, yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit dan atau gangguan kesehatan lainnya (Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1098 tahun 2003).

2.1.2 Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan Dalam pengelolaan makanan ada 7 prinsip yang harus di perhatikan yaitu: a. Upaya Pengamanaan Bahan Makanan Upaya pengamanan bahan makanan merupakan suatu tindakanyang dilakukan untuk menghindarkan bahan makanan maupun pangan dari kemungkinan pencemaran dari bahanbahan yang berbahaya yang meliputi: cemaran biologis, cemaran kimia, dan cemaran fisik serta benda-benda lain yang dapat merugikan, mengganggu dan yang membahayakan bagi kesehatan manusia. Dalam upaya pengamanan bahan makanan diperlukan sanitasi pangan yang baik, dikarenakan sanitasi pangan merupakan suatu upaya pencegahan terhadap kemungkinan tumbuh dan berkembangbiaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, alat dan bangunan yang dapat merusak kandungan pangan itu sendiri. Upaya dalam mengamankan bahan pangan memang perlu diperhatikan oleh berbagai pihak khususnya yang terkait dengan pengelolaan penyediaan bahan pangan. Hal ini dikarenakan pangan yang aman, bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Suatu bahan pangan dikatakan aman jika bahan pangan tersebut mempunyai tingkat kematangan sesuai dengan yang diinginkan, bebas dari pencemaran pada tahapan proses berikutnya, bebas dari adanya perubahan secara fisik atau kimia akibat faktor-faktor dari luar, serta bebas dari mikroorganisme dan parasit penyebab penyakit yang berbahaya bagi kesehatahan, yaitu virus atau racun. Berbagai kerusakan yang bisa timbul karena upaya pengamanan bahan makanan yang tidak sesuai misalnya kerusakan mikrobiologis, kerusakan mekanis, kerusakan fisik, kerusakan fisiologis, kerusakan biologis, dan kerusakan kimiawi.

b. Upaya Pengumpulan Bahan Makanan Dalam upaya pengumpulan bahan makanan perlu diperhatikan mengenai sumber bahan makanan tersebut didapatkan, misalnya dari pertanian, peternakan,maupun distributor. Hal ini perlu diperhatikan dengan tujuan agar bahan makanan yang akan diolah dapat memberikan jaminan kualitas zat gizi tinggi yang terkandung di dalamnya. Dalam mekanisme ini bahan makanan haruslah dalam kondisi baik, tidak rusak dan tidak membusuk.

c. Upaya Pengolahan Bahan Makanan Prinsip pengolahan makanan selain untuk memperbaiki rasa makanan juga untuk membunuh kontaminasi yang ada. Maksud dari pengolahan bahan makanan adalah membunuh atau menghilangkan sebanyak mungkin kontaminan yang ada sehingga makanan cukup aman untuk dikonsumsi. Pengolahan bahan makanan itu sendiri merupakan suatu cara membuat bahan makanan menjadi hidangan yang dapat dimakan dan dicerna, serta membuat bahan makanan menjadi lebih enak dan lezat (Maryati, 2000). Secara umum dapat dikatakan bahwa cara pengolahan yang banyak digunakan dewasa ini tidak banyak menurunkan nilai gizi bahan pangan. Metode pengolahan bahan pangan dewasa ini dikembangkan dengan memakai teknologi canggih yang mampu mempertahankan persentase zat gizi dalam jumlah yang lebih besar .Sedangkan pengolahan dengan pemanasan harus diperhatikan bahwa panas yang diberikan harus cukup untuk membunuh (bakal cacing pita) dengan suhu 600C. Persyaratan peralatan dalam mengolah makanan adalah permukaan alat harus utuh, tidak cacat dan mudah dibersihkan, lapisan permukaan alat tidak mudah larut dalam asam atau basa atau garam yang lazim dipakai dalam proses makanan, apabila alat tersebut kontak dengan makanan maka alat tersebut tidak akan mengeluarkan logam berat beracun berbahaya, tutup wadah harus menutup sempurna, dan kriteria kebersihan ditentukan dengan angka kuman maksimum 100/cm2 permukaan dan bebas dari kuman E.coli (Mukono, 2000). Dalam pengolahan makanan harus diperhatikan sanitasi dan higiene makanan, agar makanan yang disajikan tidak menimbulkan penyakit, karena makanan sangat rentan terhadap kontaminasi penyakit dan racun.

d. Upaya Pengangkutan Makanan

Pengangkutan yang baik agar kualitas makanan tersebut tetap terjaga. Prinsip pengangkutan makanan matang atau siap saji adalah sebagai berikut: Setiap makanan mempunyai wadah masing-masing. Isi makanan tidak terlampau penuh untuk mencegah tumpah. Wadah harus tertutup rapat. Wadah yang dipergunakan harus utuh, kuat dan ukurannya memadai dengan makanan yang ditempatkan dan tidak berkarat atau bocor. Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya dalam keadaan tetap panas 600 C atau tetap dingin 400 C. Wadah selama perjalanan tidak dibuka sampai tempat penyajian. Kendaraan pengangkut disediakan khusus dan tidak bercampur dengan keperluan mengangkut bahan lain.

e. Upaya penyimpanan Makanan Penyimpanan makanan masak dapat digolongkan menjadi dua, yaitu tempat penyimpanan makanan pada suhu biasa dan tempat penyimpanan pada suhu dingin. Makanan yang mudah membusuk sebaiknya disimpan pada suhu dingin yaitu < 40C. Untuk makanan yang disajikan lebih dari 6 jam, disimpan dalam suhu -5 s/d -10C. Makanan yang telah diolah disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan sanitasi, dalam lemari atau alat pendingin. Tidak semua makanan langsung dikonsumsi, tetapi sebagian mungkin disimpan baik dalam skala kecil di rumah maupun dalam skala besar di gudang. Tempat penyimpanan atau gudang harus memenuhi persyaratan sanitasi sebagai berikut: Tempat penyimpanan dibangun sedemikian rupa sehingga binatang seperti tikus atau serangga tidak bersarang. Jika akan menggunakan rak, harus disediakan ruang untuk kolong agar mudah membersihkannya Suhu udara dalam gudang tidak lembab untuk mencegah tumbuhnya jamur Memiliki sirkulasi udara yang cukup Memiliki pencahayaan yang cukup Dinding bagian bawah dari gudang harus di cat putih agar mempermudah melihat jejak tikus (jika ada) Harus terdapat jalan dalam gudang o Jalan utama lebar 160 cm

o Jalan antar lebar blok 80 cm o Jalan antar rak lebar 80 cm o Jalan keliling 40 cm Prinsip dari tehnik penyimpanan makanan terutama ditujukan kepada: Mencegah pertumbuhan dan perkembangan bakteri latent. Mengawetkan makanan dan mengurangi pembusukan. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan makanan adalah: Makanan yang disimpan diberi tutup terutama makanan kaleng, yang telah dibuka atau hasil olahan dari dapur (cooking food). Lantai/meja yang digunakan untuk menyimpan makanan sebelumnya harus dibersihkan. Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air limbah (selokan). Makanan yang disajikan sebelum diolah (timun, tomat) harus dicuci dengan air hangat lebih dahulu. Makanan yang dipak dengan karton jangan disimpan dekat air atau tempat yang basah.

f. Upaya penyajian makanan Saat penyajian makanan yang perlu diperhatikan adalah agar makanan tersebut terhindar dari pencemaran, peralatan yang digunakan dalam kondisi baik dan bersih, petugas yang menyajikan harus sopan serta senantiasa menjaga kesehatan dan kebersihan pakaiannya (Prabu, 2009).

g. Upaya pengemasan makanan Upaya pengemasan makanan dilakukan dengan bahan yang aman, seperti aluminium foil yang tidak mudah berkarat dan bahannya tidak mudah terurai akibat panas. Sehingga tidak terjadi kontaminasi oleh logam berbahaya. Pengemasan merupakan sebuah upaya untuk memberikan semacam wadah bendabenda yang telah ditentukan jumlahnya secara rapi, kuat, dan mampu melindungi isi di dalamnya dari berbagai macam ancaman kerusakan (Amrin, 1999). Pengemasan makanan harus bersifat melindungi. Sebuah kemasan yang baik seyogyanya bisa melindungi atau dapat memberi keselamatan yang optimal pada bendabenda yang dikemas. Dengan pengemasan yang baik diharapkan keutuhan bentuk fisik,

aroma, dan teksturnya bisa dipertahankan ke tangan konsumen. Sebuah kemasan yang sempurna akan terhindar dari kebocoran, tumbuhnya jamur, dan bentuk-bentuk cacat fisik lainnya. Sementara kemasan yang tidak sempurna bisa menyebabkan kerusakan produk. Penjamah makanan adalah seorang tenaga yang menjamah makanan, baik dalam mempersiapkan, mengolah, menyimpan, mengangkut, maupun dalam menyajikan makanan. Persyaratan untuk penjamah makanan adalah kondisi badan sehat dengan surat keterangan dokter, bebas penyakit menular (TBC, tipus, kolera, karier penyakit), dan harus mempunyai buku pemeriksaan kesehatan (Mukono, 2000).

2.1.3 Kontaminasi Makanan Kontaminasi makanan adalah terdapatnya bahan atau organisme berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja. Bahan atau organisme berbahaya tersebut disebut kontaminan. Keberadaan kontaminan tersebut dalam makanan kadang-kadang hanya mengakibatkan penurunan nilai estetis dari makanan, misalnya adanya sehelai rambut pada makanan. Meskipun demikian kontaminan dapat pula menimbulkan efek yang lebih merugikan antara lain sakit dan perlakuan akut, sakit kronis, bahkan kematian bagi orang yang mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi (Purnawijayanti, 2001). Macam kontaminan yang sering terdapat dalam makanan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu kontaminan biologis, kimiawi, dan kontaminan fisik. a. Kontaminan Biologis Kontaminan biologis adalah organisme hidup yang menimbulkan kontaminasi dalam makanan. Organisme hidup yang sering menjadi kontaminan atau pencemar bervariasi, mulai dari yang berukuran cukup besar seperti serangga, sampai yang amat kecil seperti mikroorganisme. Mikroorganisme adalah pencemar yang harus diwaspadai, karena keberadaannya dalam makanan sering tidak disadari, sampai menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan. Misalnya, kerusakan makanan atau keracunan makanan. Mikroorganisme yang sering menjadi pencemar bagi makanan adalah bakteri, fungi, parasit, dan virus. b. Kontaminan Kimiawi Kontaminan kimiawi adalah berbagai macam bahan atau unsur kimia yang menimbulkan pencemaran atau kontaminasi pada bahan makanan. Berbagai jenis bahan dan unsur kimia berbahaya dapat berada dalam makanan melalui beberapa cara, antara lain sebagai berikut:

1.

Terlarutnya lapisan alat pengolah, karena digunakan untuk mengolah makanan yang dapat melarutkan zat kimia dalam pelapis. Bahan makanan asam dapat melarutkan tembaga dan bismuth yang terdapat dalam alat pengolah.

2.

Logam yang terakumulasi pada produk perairan, misalnya kerang atau tanaman yang habitat asalnya tercemar

3.

Sisa antibiotic, pupuk, insektisida, pestisida, atau herbisida pada tanaman atau hewan

4.

Bahan pembersih dan atau sanitaiser kimia pada peralatan pengolah makanan yang tidak bersih pembilasannya, atau yang secara tidak sengaja mengkontaminasi makanan karena penyimpanan yang berdekatan

c.

Kontaminan Fisik Kontaminan fisik adalah benda-benda asing yang terdapat dalam makanan, padahal

benda-benda tersebut bukan menjadi bagian dari bahan makanan tersebut. Contohnya, terdapatnya paku, pecahan kaca, serpihan logam, isi staples, lidi, kerikil, rambut, dan bendabenda asing lainnya. Benda-benda ini merupakan kontaminan fisik yang selain menurunkan nilai estetis makanan juga dapat menimbulkan luka serius bila tertelan(Purnawijayanti, 2001)

2.2 Gambaran Umum Daging Sapi 2.2.1 Daging sapi (Bahasa Inggris: beef) adalah jaringan otot yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Di setiap daerah, penggunaan daging ini berbeda-beda tergantung dari cara pengolahannya. Sebagai contoh has luar, daging iga dan T-Bone sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat sebagai bahan pembuatan steak sehingga bagian sapi ini sangat banyak diperdagangkan. Akan tetapi seperti di Indonesia dan di berbagai negara Asia lainnya daging ini banyak digunakan untuk makanan berbumbu dan bersantan seperti sup konro dan rendang. Selain itu ada beberapa bagian daging sapi lain seperti lidah, hati, hidung, jeroan dan buntut hanya digunakan di berbagai negara tertentu sebagai bahan dasar makanan.

2.2.2Persyaratan Daging yang Baik a. Daging Sapi ASUH Direktorat Jenderal Peternakan dalam melindungi dan meningkatkan kesehatan masyarakat guna menjamin ketentraman bathin masyarakat, melakukan rekomendasi sosialisasi ketersediaan daging sapi ASUH (Aman Sehat Utuh dan Halal). Sosialisasi daging sapi ASUH bukan saja diperuntukkan bagi pihak-pihak terkait penanggung jawab ketersediaan daging sapi ASUH di masyarakat dan peternak sapi potong saja tetapi juga sampai di tingkatan konsumen. (Sinar Tani, 2010) Daging sapi harus merupakan hasil pemotongan ternak sapi yang dilakukan secara halal dan baik (halalan thoyyiban) dan harus memenuhi persyaratan hygiene sanitasi dengan hasil produksinya berupa karkas sapi utuh atau potongan potongan karkas sapi yang memenuhi persyaratan daging sapi ASUH. (Sinar Tani, 2010) 1. Aman Daging sapi yang aman adalah daging sapi yang tidak mengandung bibit penyakit (bakteri, kapang, kamir, virus, cacing, parasit), racun (toksin), residu obat dan hormon, cemaran logam berat, cemaran pestisida, cemaran zat berbahaya serta bahan-bahan/unsur-unsur lain yang dapat menyebabkan penyakit dan akan mengganggu kesehatan manusia. 2. Sehat Daging sapi yang sehat yaitu daging sapi tersebut mengandung zat-zat yang berguna bagi kesehatan dan pertumbuhan tubuh. 3. Utuh

Daging sapi yang utuh yaitu daging sapi tersebut merupakan daging sapi secara keseluruhan dan bukan merupakan campuran bagian-bagian hewan lain yang tidak layak dikonsumsi. 4. Halal Daging spi yang halal yaitu daging sapi halal merupakan hasil produksi ternak sapi yang tidak diharamkan dan melakukan penyembelihan ternak sapi sesuai dengan syariat agama Islam. Cara praktis memilih daging sapi yang baik dan asuh ; a. Dengan mata telanjang akan terlihat jelas bagaimana kondisi lingkungan tempat penjualan daging. a. Jika tercium bau busuk yang menusuk hidung artinya pedagang daging tidak menerapkan praktek higenies. b. Jika lingkungannya bersih lihatlah lebih lanjut dari penampilan penjual daging yaitu kumal atau tidak dengan rambut yang gondrong atau tidak. c. Lihat pula peralatan yang digunakan oleh pedagang daging seperti pisau, talenan, sendok garpu daging apakah bersih atau kotor. b. Bila ketiga hal tersebut di atas tidak bermasalah dapat dilanjutkan dengan melihat kualitas dari daging sapi. Daging sapi segar biasanya: kenyal, kesat, padat dan tidak kaku jika ditekan dengan tangan bekas pijatan kembali keposisi semua, berwarna merah cerah dan mengkilap, segar tidak berbau masam/ busuk, dan ketika dimasak daging sapi akan menyusut secara wajar. b. Kriteria Kualitas Daging Kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa factor, baik pada waktu hewan masih hidup maupun setelah dipotong.Faktor penentu kualitas daging pada waktu hewan hidup adalah cara pemeliharaan, yang meliputi : pemberian pakan, tata laksana pemeliharaan, dan perawatan kesehatan.Kualitas daging juga dipengaruhi oleh pengeluaran darah pada waktu hewan dipotong dan kontaminasi sesudah hewan dipotong. (Santoso, 2001) c. Kualitas Daging Yang Baik Kriteria yang dipakai sebagai pedoman untuk menentukan kualitas daging yang layak konsumsi adalah : (Santoso,2001) i. Keempukan daging ditentukan oleh kandungan jaringan ikat. Semakin tua usia hewan susunan jaringan ikat semakin banyak sehingga daging yang dihasilkan

semakin liat. Jika ditekan dengan jari daging yang sehat akan memiliki konsistensi kenyal. ii. Kandungan lemak (marbling) adalah lemak yang terdapat diantara serabut otot (intramuscular). mempertahankan Lemak keutuhan berfungsi daging sebagai pada pembungkus dipanaskan. otot dan

waktu

Marbling

berpengaruh terhadap cita rasa. iii. Warna daging bervariasi tergantung dari jenis hewan secara genetic dan usia, misalkan daging sapi potong lebih gelap daripada daging sapi perah, daging sapi muda lebih pucat daripada daging sapi dewasa. iv. Rasa dan Aroma dipengaruhi oleh jenis pakan. Daging berkualitas baik mempunyai rasa gurih dan aroma yang sedap. v. Kelembaban : Secara normal daging mempunyai permukaan yang relative kering sehingga dapat menahan pertumbuhan mikroorganisme dari luar. Dengan demikian mempengaruhi daya simpan daging tersebut. d. Kriteria Daging Yang Tidak Baik Bau dan rasa tidak normal akan segera tercium sesudah hewan dipotong. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya kelainan sebagai berikut : (Santoso,2001) i. Hewan sakit terutama yang menderita radang bersifat akut pada organ dalam yang akan menghasilkan daging berbau seperti mentega tengik. ii. Hewan dalam pengobatan terutama dengan pengobatan antibiotic akan menghasilkan daging yang berbau obat obatan. iii. Warna daging tidak normal tidak selalu membahayakan kesehatan, namun akan mengurangi selera konsumen. iv. Konsistensi daging tidak normal yang ditandai kekenyalan daging rendah ( jika ditekan dengan jari akan terasa lunak ) dapat mengindikasikan daging tidak sehat, apaila disertai dengan perubahan warna yang tidak normal maka daging tersebut tidak layak dikonsumsi. v. Daging busuk dapat mengganggu kesehatan konsumen karena menyebabkan gangguan saluran pencernaan. Pembusukan dapat terjadi karena penanganan yang kurang baik pada waktu pendinginan, sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat, atau karena terlalu lama dibiarkan ditempat terbuka dalam waktu relative lama pada suhu kamar, sehingga terjadi proses pemecahan protein oleh enzim enzim dalam daging yang menghasilkan amoniak dan asam sulfide. e. Ciri-Ciri Daging Sapi

Daging sapi dipasarkan dalam dua macam jenis yaitu daging sapi dewasa yang dicirikan dengan warna daging merah pucat, berserabut halus dengan sedikit lemak, konsistensi liat dengan bau dan rasa aromatis dan penjualan daging sapi muda yaitu daging anak sapi dengan ciri ciri umumnya warna daging agak pucat, kelabu putih sampai merah pucat dan menjadi tua, terdiri dari serabut serabut halus, konsistensi agak lembek dengan bau dan rasa berbeda dengan daging sapi dewasa. (Santoso, 2001) i. Daging Sapi Muda a. Warna pada umumnya agak pucat, kelabu putih sampai merah pucat dan menjadi tua. b. Terdiri dari serabut serabut halus. c. Konsistensi agak lembek. d. Bau dan rasa berbeda dengan daging sapi dewasa. ii. Daging Sapi Dewasa a. Warna daging merah terang. b. Berserabut halus dengan sedikit lemak. c. Konsistensi liat atau kenyal. d. Bau dan rasa aromatis. e. Bersih tidak ada darah. f. Permukaan mengkilat. f. Daging Sapi Gelonggong a. Warna daging merah pucat. b. Konsistensi daging lembek. c. Permukaan daging basah. d. Biasanya penjual tidak menggantung daging tersebut karena jika digantung akan banyak e. mengeluarkan air sehingga berat daging berkurang.

2.2.3 Nilai Gizi pada Daging Sapi Menurut Lawrie (1991) Daging sebagai sumber protein hewani memiliki nilai hayati (biologicalvalue) yang tinggi, mengandung 19% protein, 5% lemak, 70% air, 3,5% zatzatnon protein dan 2,5% mineral dan bahan-bahan lainnya (Forrest et al. 1992).Komposisi daging menurut Lawrie (1991) terdiri atas 75% air, 18% protein, 3,5%lemak dan 3,5% zat-zat

non protein yang dapat larut. Secara umum, komposisikimia daging terdiri atas 70% air, 20% protein, 9% lemak dan 1% abu. Jumlah ini akan berubah bila hewan digemukkan yang akan menurunkan persentase air dan protein serta meningkatkan persentase lemak. Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino esensial. Asam amino esensial terpenting di dalam otot segar adalah alanin, glisin, asam glutamat, dan histidin. Daging sapi mengandung asam amino leusin, lisin, dan valin yang lebih tinggi daripada daging babi atau domba. Pemanasan dapat mempengaruhi kandungan protein daging. Daging sapi yang dipanaskan pada suhu 70oC akan mengalami pengurangan jumlah lisin menjadi 90 persen, sedangkan pemanasan pada suhu 160oC akan menurunkan jumlah lisin hingga 50 persen. Pengasapan dan penggaraman juga sedikit mengurangi kadar asamamino. Kandungan lemak pada daging menentukan kualitas daging karenalemak menentukan cita rasa dan aroma daging. Keragaman yang nyata pada komposisi lemak terdapat antara jenis ternak memamah biak dan ternak tidak memamah biak adalah karena adanya hidrogenasi oleh mikroorganisme rumen. Lawrie (1991) menyatakan lemak sapi kaya akan asamstearat, asam palmitat dan asam oleat. Komposisi Kimia Retail Cuts Jenis daging Karkas Chuck 8,6 Flank 9,9 Loin 6,7 Rib 7,4 Round 9,5 Rump 6,2 1 55 8 1 69 1 2 320 1 59 3 1 160 1 57 5 2 280 1 61 8 2 290 P rotein 1 r 65 6 1 250 Kadar (persen) Ai emak 1 L Kilokalori (per 100 gram) 220

Sumber: (Diana, 2011)

Komposis Daging Tanpa Lemak dan Berlemak Komposisi (%) Air Protein Lemak lemak 70 20 9 Sumber: (Diana, 2011) 62 17 20 Daging tanpa Daging berlemak

Komposisi Asam Amino dalam Daging K Jenis asam amino esensial %) Arginin ,9 Histidin ,9 Isoleusin ,1 Leusin ,4 Lisin ,4 Metionin ,3 Phenilalanin ,0 Theronin ,0 Thripthopan ,1 1 4 Tirosin 3,2 4 Serin 3,8 2 Prolin 5,4 8 Glisin 8 Asam glutamat 4 7,1 14, 5 Sistin 1,4 2 Asam aspartat 8,8 6 Alanin adar ( Jenis asam amino non esensial %) 6,4 adar ( K

Valin ,7

Sumber: (Diana, 2011)

2.2.4 Keamanan Daging Sapi 2.2.4.1KEAMANAN PANGAN DAGING Terbukanya wawasan dan kesadaran konsumen dan pedagang terhadap pentingnya jaminan keamanan dan mutu pangan asal ternak menyebabkan daging harus memenuhi persyaratan aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Penerapan sistem keamanan pangan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi lapangan. Indonesia telah memiliki UU No. 7/1996 tentang Pangan antara lain mengatur Sistem Keamanan Pangan dan Sistem Kesehatan Hewan Nasional. Proses pengawasan mutu dan keamanan pangan asal ternak dimulai sejak dari kandang, pakan dan obat, budidaya, penanganan sejak penyembelihan, pengolahan, distribusi, penyimpanan, pemasaran hingga ke konsumen (kira-kira 5-6 jam setelah pemotongan). Agar daging tidak rusak dan tetap sehat, maka penanganan saat di rumah potong harus cepat, tepat dan hati-hati mengacu pada Good Handling Practices (GHP). Saat ini masih banyak ditemukan proses penanganan karkas di rumah potong yang belum memenuhi ketentuan GHP. Proses penirisan darah yang kurang sempurna saat penyembelihan sehingga warna daging menjadi kehitam-hitaman dan mudah tercemar mikroba yang menyebabkan masa simpan daging menjadi singkat. Penanganan sejak di rumah potong hingga ke konsumen dapat merubah mutu secara alamiah ataupun akibat tercemar dari lingkungan. Daging sangat sensitif terhadap mikroba pembusuk karena sifat fisikokimianya (water activity, pH, zat gizi/nutrisi) mendukung pertumbuhan mikroba. Sebagian besar mikroba patogen terdapat pada kulit atau permukaan luar daging yang terkontaminasi selama proses penyembelihan. Oleh karena itu, walaupun ternak yang dipotong sehat jika proses penyembelihan tidak memenuhi syarat maka kecenderungan menimbulkan bahaya dan penyakit sangat besar. Sebagai bahan pangan, daging memiliki potensi bahaya yaitu biologi, fisik dan kimia (Nugroho, 2004). Bahaya biologi disebabkan oleh mikroba patogen; bahaya kimia ditimbulkan oleh adanya cemaran residu antibiotik, hormon, pestisida; dan bahaya fisik disebabkan oleh cemaran logam, dan lain-lain. Bahaya-bahaya tersebut dapat terjadi selama

proses pemeliharaan ternak, proses penyediaan sejak penyembelihan hingga cutting dan proses pengolahan menjadi produk olahan. Dari ketiga potensi bahaya, yang berhubungan erat dengan daya simpan daging karena menyebabkan kebusukan dan bahaya pangan adalah adanya cemaran mikroba. Beberapa mikroba patogen yang biasa mencemari daging antara lain Escherichia coli, Salmonella sp. dan Staphylococcus sp. (Mukartini et al., 1995). Penyakit karena bakteri dapat bersifat meracuni (food poisoning), salah satunya disebabkan oleh Staphylococcus (Maruyama and OLeary dalam Nugroho, 2004). Kejadian diare berdarah (haemolytic uremic syndrome/HUS) pada orang yang mengkonsumsi daging yang terkontaminasi E. coli. Salmonella sp. merupakan kontaminan utama pada daging sapi dan unggas segar (Ho et al., 2004), dan beberapa kasus dapat menyebabkan kematian (Haeghebaert et al. dalam Veclerc et al., 2002). Daging mudah sekali mengalami kerusakan oleh mikroba. Kerusakan daging ditandai oleh adanya perubahan bau dan timbulnya lendir yang biasanya terjadi jika jumlah mikroba menjadi jutaan atau ratusan juta sel atau lebih per 1 cm luas permukaan daging. Kerusakan mikroba pada daging terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk dengan tanda-tanda sebagai berikut: a. Pembentukan lendir b. Perubahan warna c. Perubahan bau menjadi busuk karena terjadi pemecahan protein dan terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti ammonia, H2S dan senyawa lain-lain d. Perubahan rasa menjadi asam dan pahit karena pertumbuhan bakteri pembentuk asam dan senyawa pahit e. Terjadi ketengikan yang disebabkan pemecahan atau oksidasi lemak daging 2.2.4.2 PENGAWETAN DAGING Pengawetan daging bertujuan untuk memperpanjang masa simpannya sampai sebelum dikonsumsi. Berdasarkan metode, pengawetan daging dapat dilakukan dengan 3 metode yaitu pengawetan secara fisik, biologi, dan kimia. Pengawetan secara fisik meliputi proses pelayuan (penirisan darah selama 12-24 jam setelah ternak disembelih), pemanasan (proses pengolahan daging untuk menekan/membunuh kuman seperti pasteurisasi, sterilisasi) dan pendinginan (penyimpanan di suhu dingin refrigerator suhu 4-10C, freezer suhu <0C), pengawetan secara biologi melibatkan proses fermentasi menggunakan mikroba seperti pembuatan produk salami, sedangkan pengawetan kimia merupakan pengawetan yang melibatkan bahan kimia.

Pengawetan secara kimia dibedakan menjadi pengawetan menggunakan bahan kimia dari bahan aktif alamiah dan bahan kimia (sintetis). Pengawetan menggunakan bahan aktif alamiah antara lain menggunakan rempah-rempah (bawang putih, kunyit, lengkuas, jahe), metabolit sekunder bakteri (bakteriosin), dan lain-lain yang dilaporkan memiliki daya antibakteri, antimikroba, dan bakterisidal. Pengawetan menggunakan bahan kimia seperti garam dapur, sodium tripolyphosphate (STPP), sodium nitrit, sodium laktat, sodium asetat, sendawa (kalium nitrat, kalsium nitrat, natrium nitrat), gula pasir dan lain-lain dan lain-lain. Dengan jumlah penggunaan yang tepat, pengawetan dengan bahan kimia sangat praktis karena dapat menghambat berkembangbiaknya mikroba jamur, kapang/khamir dan bakteri patogen. Pengawetan daging dengan pemanasan a. Pasteurisasi, yaitu pemanasan menggunakan suhu di bawah suhu didih untuk membunuh kuman/bakteri patogen namun sporanya masih dapat hidup. Ada 3 cara pasteurisasi yaitu: 1) Pasteurisasi lama (Low Temperature Long Time/LTLT). Pemanasan pada suhu yang tidak tinggi (620-65C) dengan waktu yang relatif lama (1/2 -1 jam). 2) Pasteurisasi singkat (High Temperature Short Time/HTST). Pemanasan dilakukan pada suhu tinggi (85o-95C) dengan waktu yang relatif singkat (1-2 menit). 3) Pasteurisasi Ultra High Temperature (UHT). Pemanasan pada suhu tinggi dan segera didinginkan pada suhu 10C. b. Sterilisasi adalah proses pengawetan yang dilakukan dengan pemanasan sampai suhu di atas titik didih, sehingga bakteri dan sporanya mati. Sterilisasi dilakukan dengan cara : 1) UHT yaitu pemanasan sampai suhu 137-140C selama 2-5 detik. 2) Produk dalam kemasan hermetis dipanaskan pada suhu 110-121C selama 20-45 detik. Pengawetan daging dengan bahan kimia a. Bahan aktif alamiah 1) Bawang putih dan bawang bombay, kandungan alisin berguna untuk antimikroba. 2) Kunyit, kandungan kurkumin (golongan fenol) didalamnya memiliki sifat bakterisidal. 3) Lengkuas, senyawa fenolik lengkuas bersifat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. 4) Jahe, senyawa antioksidan didalamnya dapat dimanfaatkan mengawetkan minyak dan lemak.

5) Bakteriosin, merupakan produk ekstraseluler (Jack et al., 1995) yang diproduksi oleh bakteri asam laktat, sebagai protein yang aktif secara biologi atau kompleks protein (agregat protein, protein lipokarbohidrat, glikoprotein) yang disintesa secara ribosomal dan menunjukkan aktivitas antibakteri (Vuyst and Vandamsme, 1994; Ammor et al., 2006). Bakteriosin sebagai biopreservatif pangan harus memenuhi kriteria seperti pengawet atau bahan tambahan pangan lainnya antara lain aman bagi konsumen, memiliki aktivitas bakterisidal terhadap kelompok bakteri gram positif dalam sistem makanan, stabil, terdistribusi secara merata dalam sistem makanan, dan ekonomis. b. Bahan kimia Pengawetan daging dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimia pengawet yang termasuk dalam bahan tambahan pangan (BTP) dalam produk olahan daging. Namun masyarakat dewasa ini ketakutan bila mendengar istilah bahan pengawet atau bahan kimia yang dapat menimbulkan efek negatif bagi tubuh. Bahan tambahan pangan adalah bahan aditif yang mengandung senyawa kimia yang telah diizinkan penggunaannya. Di Indonesia, penggunaan bahan tambahan tersebut diatur pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/MENKES/PER/X/1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/MENKES/PER/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan. Beberapa BTP yang diizinkan antara lain adalah: Garam NaCl (garam dapur), berguna untuk menghambat pertumbuhan khamir/yeast dan jamur. Penggunaan garam dapur berkisar antara 1,5-3%. Sodium tripolyphosphate (STPP), bertujuan menurunkan jumlah bakteri sehingga produk olahan daging dapat tahan lama. Perendaman karkas selama 6 jam dalam larutan disodium fosfat dengan konsentrasi 6,23% dapat meningkatkan masa simpan 1-2 hari. Penggunaan STPP pada produk olahan daging tidak boleh lebih dari 0,5%. Gula pasir, dapat digunakan sebagai pengawet dengan tingkat penggunaan minimal 3% atau disesuaikan dengan jenis produk olahan daging. Sodium nitrit, digunakan dalam campuran curing untuk menghasilkan kestabilan pigmen daging olahan. Jumlah penggunaan tidak boleh lebih dari 156 ppm, kadangkadang dikombinasikan dengan askorbat 550 ppm untuk mencegah pembentukan senyawa karsinogen nitrosamin. Sodium laktat, digunakan untuk mengontrol pertumbuhan patogen. Maksimum penggunaan sodium laktat adalah 2,9%

Sodium asetat, digunakan sebagai agen antimikroba dan flavouring dengan jumlah penggunaan maksimum 0,25%.

Sendawa (kalium nitrat, kalsium nitrat, natrium nitrat), sebagai pengawet daging olahan digunakan dengan konsentrasi 0,1%.

Beberapa bahan kimia yang tidak dapat digunakan (dilarang) digunakan sebagai bahan pengawet antara lain formalin, asam borat, asam salisilat, kalium klorat, kloramfenikol, formalin, dan lain-lain. Bahan pengawet yang dilarang namun sering dijumpai dalam produk makanan diantaranya adalah formalin dan boraks.

a. Ciri daging dan produk daging berformalin dan bahayanya Formalin adalah cairan (dalam suhu ruang) yang tidak berwarna, bau menyengat, mudah larut dalam air dan alkohol, digunakan sebagai pengawet jaringan, desinfektan, pembasmi serangga, industri tekstil dan kayu lapis. Produk yang biasa menggunakan formalin: Bakso: kenyal, awet pada suhu kamar bisa tahan sampai lima hari. Daging ayam: berwarna putih bersih dan tidak mudah busuk atau awet dalam beberapa hari. Deteksi makanan berformalin: tidak ada lalat yang mau hinggap. Jika kadar formalinnya banyak, daging ayam agak sedikit tegang (kaku) dan jika daging ayam dimasukkan ke dalam reagen atau diuji laboratorium, muncul gelembung gas. Perlu curiga bila harga produk sangat murah dan tidak wajar. Bahaya formalin: mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit menelan, mual, muntah dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan , sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal, kejang, tidak sadar hingga koma dan kematian, menyebabkan kanker karena formalin bersifat karsinogenik. Pertolongan yang dapat dilakukan jika keracunan formalin (tertelan) adalah segera hubungi dokter atau dibawa ke rumah sakit. b. Ciri makanan mengandung boraks dan bahayanya Boraks adalah serbuk kristal putih, tidak berbau, larut dalam air, tidak larut alkohol, pH 9,5. Boraks biasa dipakai untuk pengawet kayu, antispetik dan pengontrol kecoa. Produk bakso menjadi lebih kenyal, bila digigit/ditekan akan kembali ke bentuk semula, tahan lama/awet beberapa hari, warna lebih putih, bau tidak alami (ada bau lain yang muncul) dan bila dilemparkan ke lantai akan memantul. Deteksi makanan mengandung boraks hampir sama seperti formalin walaupun cukup sulit menentukannya namun dengan uji laboratotium akan dapat dibuktikan dengan jelas.

Bahaya boraks antara lain merusak kulit, selaput lendir (merah), gangguan pencernaan/usus, muntah, diare, depresi susunan syaraf pusat, bahkan menyebabkan kanker Pengawetan daging melalui pengolahan Pengawetan daging merupakan suatu cara menyimpan daging untuk jangka waktu yang cukup lama agar kualitas maupun kebersihannya tetap terjaga. Tujuan pengawetan adalah menjaga ketahanan terhadap serangan jamur, kapang/khamir, dan bakteri patogen, agar daging tidak mudah rusak. Dalam rangka mempertahankan nilai gizi daging dilakukan upaya pengolahan untuk tujuan pengawetan dan perluasan jangkauan pemasaran. Beberapa cara pengolahan daging yang dapat dilakukan antara lain dengan proses pengeringan (contoh dendeng), pengasapan (contoh daging asap), pengasaman (contoh salami), pemanasan (contoh abon), kombinasi perlakuan-perlakuan tersebut (contoh: sosis, bakso, nugget, kornet, dan lain-lain). Dalam bentuk produk olahan maka daging dapat disimpan lebih lama serta relatif tidak mengalami perubahan mutu dan citarasa spesifik daging. 2.2.5Nilai PH Daging Sapi Nilai PH daging sapi hasil pemotongan berkisar antara 6,7-7,1 sedangkan hasil yang tidak baik untuk kualitas dagingnnya berkisar antara 7,0-7,2. jumlah bakteri daging sapi hasil pemotongan yang baik berkisar antara 57,530 194,240 per gram daging segar, sedangkan jumlah bakteri hasil pemotongan yang tidak memenuhi standart berkisar antara 222.980 268.920 per gram daging segar.

2.2.6 Mikrobiologi Daging Sapi Daging digolongkan bahan makanan mudah rusak (perishable food). Di bagian dalam daging yang berasal dari hewan yang sehat yang dipotong secara higienis tidak ditemukan mikroorganisme. Mikroorganisme pada daging yang berasal dari hewan sehat dan dipotong secara higienis ditemukan pada permukaan daging dan limfonodus. Mikroorganisme dapat ditemukan di bagian dalam daging, jika daging berasal dari hewan sakit (terinfeksi) (Loekman et al. 1991). Sumber kontaminasi daging : 1. Hewan sakit 2. RPH/RPU: kulit, alat, pekerja, udara, isi saluran pencernaan 3. Penanganan setelah pemotongan

Jumlah dan jenis mikroorganisme pada daging tergantung dari metode penanganan daging. Jumlah dan jenis mikroorganisme pada daging menggambarkan sanitasi dan higiene penanganan daging, serta menentukan kualitas dan keamanan daging. Kepentingan mikroorganisme pada daging: 1. Beberapa mikroorganisme bersifat patogen yang menyebabkan gangguan kesehatan pada konsumen 2. Beberapa mikroorganisme sebagai penyebab pembusukan atau kerusakan daging (mikroorganisme pembusuk atau perusak). 3. Beberapa mikroorganisme dijadikan sebagai mikroorganisme indikator

2.2.6.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme Pada Daging 1. Faktor intrinsik (faktor-faktor dalam daging): nutrisi, pH, aktivitas air, ketersediaan oksigen, zat antimikrobial, struktur. 2. Faktor ekstrinsik (faktor-faktor di luar daging): suhu, kelembaban, konsentrasi gas dan pengolahan. 2.2.6.2 Mikroorganisme Pada Daging Sapi 2.2.6.3 Mikroflora Saluran Pencernaan Sejumlah E. coli, Clostridium perfringens, dan streptokoki sudah ditemukan pada hari pertama kelahiran di dalam isi rumen, abomasum, sekum dan bagian saluran pencernaan lain. Hari ke-2 sampai 12, dijumpai laktobasili dalam jumlah banyak di dalam rumen dan usus halus. Salmonella dapat ditemukan dalam rumen, ileum, sekum, rektum, limfoglandula saluran pencernaan (yang berkaitan dengan saluran pencernaan bagian belakang). 1. Mikroflora Pada Kulit Sapi Mikroorganisme yang ditemukan: 1. Mikroflora normal pada kulit: mikrokoki, stafilokoki, kamir 2. Mikroorganisme dari tanah, padang rumput (pastur) dan feses Jenis dan jumlah dipengaruhi oleh faktor lingkungan (musim, kelembaban, suhu) 2 Transportasi Selama transportasi dari peternakan ke RPH, hewan dapat terkontaminasi salmonella yang berasal dari feses. 3 RPH Dan Proses Pemotongan 4 Strandar Operational Procedures (SOP) Pemotongan Hewan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH)

No 1.

Tahap Penerimaan dan penampungan Hewan

Prosedur Operasional Hewan ternak yang baru datang di RPH harus diturunkan dari alat angkut dengan hati-hati dan tidak membuat hewan stress Dilakukan pemeriksaan dokumen (surat kesehatan hewan, surat keterangan asal hewan, surat karantina, dsb) Hewan ternak harus diistirahatkan terlebih dahulu di kandang penampungan minimal 12 jam sebelum di potong Hewan ternak harus dipuasakan tetapi tetap diberi minum 12 jam sebelum dipotong Hewan ternak harus diperiksa kesehatannya sebelum dipotong (pemeriksaan antemortem) Pemeriksaan antemortem dilakukan oleh dokter hewan atau petugas yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan (SK Bupati/Wlikota/Kepala Dinas) Hewan ternak yang dinyatakn sakit atau diduga sakit tidak boleh dipotong atau ditunda pemotongannya, harus segera dipisahkan dan ditempatkan pada kandang isolasi untuk pemeriksaan lebih lanjut Apabila ditemukan penyakit hewan menular dan zoonosis, maka dokter hewan atau petugas yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan harus segera mengambil tindakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan Ruang proses produksi dan peralatan harus dalam kondisi bersih sebelum dilakukan proses penyembelihan atau pemotongan Hewan ternak harus ditimbang sebelum dipotong Hewan ternak harus dibersihkan terlebih dahulu dengan air (disemprot air) sebelum memasuki ruang pemotongan Hewan ternak digiring dari kandang penampungan ruang pemotongan melalui gang way dengan cara yang wajar dan tidak membuat stress Hewan ternak dapat dipingsankan atau tidak dipingsankan sebelum disembelih Apabila dilakukan pemingsanan,maka tata cara pemingsanan harus mengikuti fatwa MUI tentang tata cara pemingsanan hewan yang diperbolehkan. Apabila tidak dilakukan pemingsanan, maka tata cara menjatuhkan harus meminimalkan rasa sakit dan stres(misal menggunakan restraining box) Apabila hewan ternak telah rebah dan diikat (aman),

2.

Pemeriksaan Antemortem

3.

Persiapan Penyembelihan Pemotongan

atau

4.

Penyembeliham

5.

Pengulitan

6.

Pengeluaran jerohan

7.

Pemeriksaan Postmortem

segera dilakukan penyembelihan sesuai dengan syariat islam yaitu memotong bagian ventral leher, dengan menggunakan pisau yang tajam sekali tekan tanpa diangkat sehingga memutuskan saluran makan, nafas, dan pembuluh darah sekaligus. Proses selanjutnya dilakukan setelah hewan ternak benar-benar mati dan pengeluaran darah sempurna. Setelah hewan ternak tidak bergerak lagi, leher dipotong dan kepala dipisahkan dari badan, kemudian kepala digantung untuk dilakukan pemeriksaan selanjutnya. Untuk RPH yang tidak memiliki fasilitas hoist,setelah hewan benar-benartidak bergerak, hewan dipindahkan ke atas keranda/penyangga karkas (cradle) dan siap untuk proses selanjutnya. Sebelum prose pengulitan, harus dilakukan pengikatan pada saluran makanan di leher dan anus, sehingga isi lambung dan feses tidak keluar dan mencemari karkas Pengulitan dilakukan bertahap, diawali membuat irisan panjang pada kulit sepanjang garis dada dan bagian perut. Irisan dilanjutkan sepanjang permukaan dalam(medial) kaki Kulit dipisahkan mulai dari bagian tengah ke punggung Pengulitan harus hati-hati agar tidak terjadi kerusakan pada kulit dan terbuangnya daging. Rongga perut dan rongga dada dibuka dengan membuat irisan sepanjang garis perut dan dada Organ-organ yang ada di rongga perut dan dada dikeluarkan dan dijaga agar rumen dan alat pencernaan lainnya tidak robek. Dilakukan pemisahan antara jerohan merah (hati, jantung, paru-paru, tenggorokan, limpa, ginjal, dan lidah) dan jerohan hijau (lambung, usus, oesophagus dan lemak) Pemeriksaan postmortem dilakukan oleh dokter hewan atau petugas yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan Pemeriksaan postmortem dilakukan terhadap kepala, isi rongga dada dan perut serta karkas. Karkas dan rongga yang dinyatakan ditolak atau dicurigai harus segera dipisahkan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Apabila ditemukan penyakit hewan menular dan

zoonosis, maka dokter hewan/petugas yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan harus segera mengambil tindakan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. 8. Pembelahan Karkas Karkas dibelah dua sepanjang tulang belakang dengan kampak yang tajam atau mesin yang disebut automatic cattle splitter Karkas dapat dibelah dua/empat sesuai dengan kebutuhan 9. Pelayuan Karkas yang telah dipotong/dibelah disimpan ruang yang sejuk(<10 C) dan bersih selama kurang lebih 12 jam Karkas selanjutnya siap diangkut dipasar 10. Pengangkutan karkas Karkas atau daging yang diangkut dengan angkutan khusus daging yang didesain dengan boks tertutup, sehingga dapat mencegah kontaminasi dari luar. Jeroan dan hasil sampingannya diangkut dengan wadah dan atau alat angkut yang terpisah dengan alat angkut karkas/daging Karkas atau daging dan jeroan harus disimpan dalam wadah/ kemasan sebelum disimpan dalam boks alat angkut Untuk menjaga kualitas daging, dianjurkan alat angkut karkas /daging dan jeroan dilengkapi dengan alat pendingin (refrigenerator) Kontaminasi selama proses pemotongan terutama terjadi pada saat proses pengulitan, pemotongan kaki bagian bawah dan pengeluaran jeroan. Pada kulit dapat ditemukan jumlah mikroorganisme (per gram atau per cm2): a. Mesofilik aerobik 106 - 108 b. Psikrotrofik 104 106 c. Enterobacteriaceae 103 106 d. Escherichia coli 101 105 e. Spora Bacillus 105 106 f. Kapang-kamir >103 g. Salmonella bervariasi (400 per cm2; 4000000 per gram)

Rumen dapat mengandung mikroorganisme (per gram): a. Mesofilik aerobik 106 - 108 b. Psikrotrofik 102 105 c. Enterobacteriaceae dan E. coli 103 107

Feses dapat mengandung mikroorganisme (per gram): a. Mesofilik aerobik 108 109 b. Psikrotrofik 102 105 c. Enterobacteriaceae dan E. coli 106 109 d. Clostridium perfringens dan Campylobacter 106 109

Daging dapat tercemar mikroorganisme pada saat pemingsanan secara mekanik (captive bolt pistol yang tercemar) dan penyembelihan oleh pisau tercemar. Pada saat pengulitan dan pemotongan kaki bagian bawah: pencemaran cukup tinggi. Setelah penyayatan kulit dan pemotongan kaki bagian bawah, pada mata pisau dapat ditemukan mikroorganisme: Mesofilik aerobik 107, Spora basilus dan psikrotrofik 105, Enterobacteriaceae 103, Salmonella dapat ditemukan pada tangan pekerja, pisau, apron pekerja yang menguliti hewan. Selama eviserasi (pengeluaran jeroan) dapat terjadi peningkatan pencemaran Salmonella dan Enterobacteriaceae pada karkas. Campylobacter dapat ditemukan pada empedu. Pisau dan tangan yang tercemar oleh mikroorganisme selama proses eviserasi dan pemeriksaan postmortem akan mencemari bagian karkas lain. Proses pencucian karkas setelah eviserasi dapat mempengaruhi keberadaan mikroorganisme pada permukaan karkas. Kadang-kadang jumlah mikroorganisme akan berkurang pada satu bagian/daerah, namun di daerah lain akan tetap atau bahkan bertambah. Hal ini tergantung lama pencucian, suhu air, volume air dan tekanan air, serta sanitaiser yang ditambahkan ke dalam air (klorin atau asam organik). Mikroflora Pada Karkas Mikroorganisme pada karkas setelah proses pemotongan (higienis): ICMSF (1980): Total plate count (TPC) 103 105 bakteri per cm2, Psikrotrofik <>2 cm2, Koliform 101 102 cm2. Tingkat kontaminasi mikroorganisme pada permukaan bagian dalam karkas lebih rendah dibandingkan bagian luar karkas. Grau (1986):, Mesofilik aerobik 103 106 per cm2, Psikrotrofik 0.1 10% dari jumlah mesofilik, Enterobacteriaceae dan E. coli 10 per cm2, Clostridium perfringens dan Campylobacter jejuni dalam jumlah kecil. Fenomena Daging Oplosan Fenomena daging gelonggong yang sejak lama jadi buah bibir masyarakat tidak pernah ada habisnya. Daging gelonggong atau daging sapi gelonggong adalah daging yang diambil dari sapi yang digelonggong dulu sebelum disembelih. Sapi pedaging yang sehat

mula-mula dicekoki dengan air. Air yang diminumkan bukan melalui wadah (bak) yang biasa disediakan sehingga sapi bisa minum seperlunya. Namun sapi dicekoki selang air untuk diberi air terus menerus. Inilah yang dimaksud dengan gelonggong. Bahkan ada pula sapi diperlakukan dengan posisi kedua kaki depannya lebih tinggi dari kaki belakang, dengan maksud agar sapi dapat menampung air yang lebih banyak, akibatnya sapi lebih berat (tambun). Ada kala kejadian sampai sapi mati. Untuk sapi yang masih hidup biasanya didiamkan dulu sekitar 6 jam, baru kemudian disembelih. mengetahui ciri-ciri daging sapi glonggongan: 1. Kondisi daging lembek, daya tahannya kurang dan berwarna merah pucat 2. Biasanya tidak dijual digantung, tetapi diwadahi di dalam baskom, karena air dari daging glonggong yang digantung akan menetes dan akan mengurangi berat daging. 3. Ketika dimasak daging gelonggong akan menyusut hingga 50 % karena banyak airnya. 4. Harga jual daging gelonggong biasanya tidak begitu berbeda dengan daging biasa. Kadang-kadang juga dijual dengan harga lebih murah. Pedagang beralasan, daging tsb berkualitas rendah, dan seribu alasan lainnya. Selain itu juga sempat ditemukan juga daging sapi tiruan yang berasal dari celeng. Dengan demikian konsumen harus mewaspadainya juga. Adapun ciri-ciri daging sapi celeng adalah sebagai berikut: a. Dagingnya berwarna lebih pucat. b. Tekstur seratnya lebih halus. c. Lemaknya lebih tebal. d. Dagingnya lebih banyak mengandung air daripada daging sapi. e. Aroma daging celeng lebih amis daripada aroma daging sapi. f. Harganya lebih murah. Pemahaman arti daging ASUH Direktorat Jenderal Peternakan dalam melindungi dan meningkatkan kesehatan masyarakat guna menjamin ketentraman masyarakat, melakukan rekomendasi sosialisasi ketersediaan daging sapi ASUH (Aman Sehat Utuh dan Halal). Sosialisasi daging sapi ASUH bukan saja diperuntukkan bagi pihak-pihak terkait penanggungjawab ketersediaan daging sapi ASUH di masyarakat dan peternak sapi potong saja tetapi juga sampai di tingkatan konsumen. Daging sapi harus merupakan hasil pemotongan ternak sapi yang dilakukan secara halal dan baik serta harus memenuhi persyaratan hygiene sanitasi dengan hasil produksinya berupa karkas sapi utuh atau potongan potongan karkas sapi yang memenuhi persyaratan daging sapi ASUH. Daging sapi ASUH adalah Aman tidak mengandung bibit penyakit Ini cara sederhana untuk

(bakteri, kapang, kamir, virus, cacing, parasit), racun (toksin), residu obat dan hormon, cemaran logam berat, cemaran pestisida, cemaran zat berbahaya serta bahan-bahan/unsurunsur lain yang dapat menyebabkan penyakit dan akan mengganggu kesehatan manusia. Sehat diartikan mengandung zat-zat yang berguna bagi kesehatan dan pertumbuhan tubuh, Utuh berarti tidak dicampur dengan bagian-bagian lain dari hewan yang tidak layak konsumsi dan halal diartikan sebagai perolehan hasil produksi ternak sapi yang tidak diharamkan sesuai dengan syariat agama Islam. Daging sapi halal merupakan hasil produksi ternak sapi yang tidak diharamkan dan melakukan penyembelihan ternak sapi sesuai dengan syariat agama Islam ( Anonim, 2004). Cara praktis memilih daging sapi yang baik dan asuh ; 1. Dengan mata telanjang akan terlihat jelas bagaimana kondisi lingkungan tempat penjualan daging ; jika tercium bau busuk yang menusuk hidung artinya pedagang daging tidak menerapkan praktek hygiene. Jika lingkungannya bersih maka dilihat lebih lanjut dari penampilan penjual daging yaitu kumal atau tidak dengan rambut yang gondrong atau tidak. Melihat pula peralatan yang digunakan oleh pedagang daging seperti pisau, talenan, sendok garpu daging apakah bersih atau kotor. 2. Bila ketiga hal tersebut di atas tidak bermasalah dapat dilanjutkan dengan melihat kualitas dari daging sapi. Daging sapi segar biasanya: kenyal, kesat, padat dan tidak kaku jika ditekan dengan tangan bekas pijatan kembali keposisi semula. Daging sapi segar berwarna merah cerah dan mengkilap. Daging sapi segar tidak berbau masam/ busuk. Daging sapi segar tidak berlendir, tidak berasa lengket dan terasa basah ditangan. Daging sapi dijual dengan cara digantung, tidak diwadahi. Daging sapi ketika dimasak akan menyusut secara wajar.

2.2.7Mengenal Beda Daging Sapi & Daging Babi Ada beberapa perbedaan mendasar antara daging babi dan sapi. Menurut Dr. Ir. Joko Hermanianto (ahli daging di Dep. Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB), secara kasat mata ada lima aspek yang terlihat berbeda antara daging babi dan sapi yaitu warna, serat daging, tipe lemak, aroma dan tekstur. 1 Warna Daging babi memiliki warna yang lebih pucat dari daging sapi (Gambar 1), warna daging babi mendekati warna daging ayam. Namun perbedaan ini tak dapat dijadikan pegangan, karena warna pada daging babi oplosan biasanya dikamuflase dengan pelumuran darah sapi, walau kamuflase in dapat dihilangkan dengan perendaman dengan air. Selain itu,

ada bagian tertentu dari daging babi yang warnanya mirip sekali dengan daging sapi sehingga sangat sulit membedakannya.

Gambar 7. Perbedaan penampakan warna antara daging sapi dan babi 2 Serat daging Terlihat perbedaan serat daging yang jelas antara kedua daging. Serat-serat daging sapi tampak padat dan garis-garis serat terlihat jelas. Sedangkan pada daging babi, seratseratnya terlihat samar dan sangat renggang. Perbedaan ini semakin jelas ketika kedua daging direnggangkan bersama (Gambar 2).

Gambar 8. Perbedaan penampakan serat antara daging babi dan sapi 3 Penampakkan lemak Perbedaan terdapat pada tingkat keelastisannya. Daging babi memiliki tekstur lemak yang lebih elastis sementara lemak sapi lebih kaku dan berbentuk. Selain itu lemak pada babi sangat basah dan sulit dilepas dari dagingnya sementara lemak daging agak kering dan tampak berserat (Gambar 3). Namun kita harus hati-hati pula bahwa pada bagian tertentu seperti ginjal, penampakkan lemak babi hampir mirip dengan lemak sapi.

Gambar 9. Perbedaan penampakan lemak daging sapi dan babi 4 Tekstur Daging sapi memiliki tekstur yang lebih kaku dan padat dibanding dengan daging babi yang lembek dan mudah diregangkan (Gambar 4). Melalui perbedaan ini sebenarnya ketika kita memegangnya pun sudah terasa perbedaan yang nyata antar keduanya karena terasa sekali daging babi sangat kenyal dan mudah di biye kan. Sementara daging sapi terasa solid dan keras sehingga cukup sulit untuk diregangkan.

Gambar 10. Perbedaan tekstur daging sapi dan babi 5 Aroma Terdapat sedikit perbedaan antara keduanya. Daging babi memiliki aroma khas tersendiri, sementara aroma daging sapi adalah anyir seperti yang telah kita ketahui. Dilihat dari segi bau inilah yang menurut pak Joko sebenarnya senjata paling ampuh untuk membedakan antar kedua daging ini. Karena walaupun warna telah dikamuflase dan dicampur antar keduanya, namun aroma kedua daging ini tetap dapat dibedakan. Sayangnya kemampuan membedakan melalui aromanya ini membutuhkan latihan yang berulang-ulang karena memang perbedaannya tidak terlalu signifikan (Aberle et.al., 2001). Penyimpanan Daging Sapi Daging sangat memenuhi syarat untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkan mikroorgansime, karena mempunyai kadar air atau kelembaban yang tinggi, adanya oksigen, tingkat keasaman dan kebasaan (pH) serta kandungan nutrisi yang tinggi. Karena itu daging

sangat mudah mengalami kerusakan apabila disimpan pada suhu kamar. sel-sel yang terdapat dalam daging mentah masih terus mengalami proses kehidupan, sehingga di dalamnya masih terjadi reaksi-reaksi metabolisme. Kecepatan proses metabolisme tersebut sangat tergantung pada suhu penyimpanan. Semakin rendah suhu semakin lambat proses tersebut berlangsung dan semakin lama daging dapat disimpan. Di samping itu suhu penyimpanan yang rendah juga menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri pembusuk yang terdapat pada permukaan daging.daging segar atau mentah tanpa pendinginan yang disimpan pada suhu kamar (27 0C) hanya dapat bertahan selama 25 jam dan lebih dari itu sudah menunjukkan adanya pembusukan pada daging tersebut. Daging segar dalam suhu kamar hanya mampu bertahan 1 2 hari. Oleh karena itu bila masih ingin disimpan selama 1 minggu maka daging tersebut harus diolah untuk menghasilkan berbagai bentuk baru atau dilakukan pengawetan dengan menggunakan bahan pengawet kimia. Dengan demikian proses kerusakan dapat dihambat dan usia simpan dapat diperpanjang melalui penyimpanan yang sesuai untuk daging olahan, seperti dendeng daging sapi, agar kualitasnya dapat dipertahankan pada penyimpanan suhu kamar. (Anonim, 2011) Penyimpanan bahan makanan merupakan satu dari 7 prinsip higiene dan sanitasi makanan. Penyimpanan bahan makanan yang tidak baik, terutama dalam jumlah yang banyak (untuk katering dan jasa boga) dapat menyebabkan kerusakan bahan makanan tersebut. Adapun tata cara penyimpanan bahan makanan yang baik menurut higiene dan sanitasi makanan adalah sebagai berikut (Prabu, 2009) : a. Suhu penimpanan yang baik Setiap bahan makanan mempunyai spesifikasi dalam penyimpanan tergantung kepada besar dan banyaknya makanan dan tempat penyimpanannya. Sebagian besar dapat dikelompokkan menjadi: 1.

Makanan jenis daging, ikan, udang dan olahannya Menyimpan sampai 3 hari : -50 sampai 00 C Penyimpanan untuk 1 minggu : -190 sampai -50 C Penyimpanan lebih dari 1minggu : dibawah -100 C Makanan jenis telor, susu dan olahannya

2.

Penyimpanan sampai 3 hari : -50 sampai 70 C Penyimpanan untuk 1 minggu : dibawah -50 C

Penyimpanan paling lama untuk 1 minggu : dibawah -50 C Makanan jenis sayuran dan minuman dengan waktu penyimpanan paling lama 1 minggu yaitu 70 sampai 100 C Tepung, biji-bijian dan umbi kering pada suhu kamar (250C).

3. b.

Tata cara Penyimpanan 1. Peralatan penyimpanan a) Penyimpanan suhu rendah dapat berupa: Lemari pendingin yang mampu mencapai suhu 100 150 C untu penyimpanan sayuran, minuman dan buah serta untuk display penjualan makanan da minuman dingin. Lemari es (kulkas) yang mampu mencapai suhu 10 - 40 C dalam keadaanisi bisa digunakan untuk minuma, makanan siap santap dan telor. Lemari es (Freezer) yang dapat mencapai suhu -50 C, dapat digunakan untuk penyimpanan daging, unggas, ikan, dengan waktu tidak lebih dari 3 hari. Kamar beku yang merupakan ruangan khusus untuk menyimpan makanan beku (frozen food) dengan suhu mencapai -200 C untuk menyimpan daging dan makanan beku dalam jangka waktu lama. i. Penyimpanan suhu kamar Untuk makanan kering dan makanan terolahan yang disimpan dalam suhu kamar, maka rang penyimpanan harus diatur sebagai berikut: Makanan diletakkan dalam rak-rak yang tidak menempel pada dinding, lantai dan langit-langit, maksudnya adalah: o Untuk sirkulasi udara agar udara segar dapatsegera masuk keseluruh ruangan o Mencegah kemungkinan jamahan dan tempat persembunyian tikus o Untuk memudahkan pembersihan lantai o Untuk mempermudah dilakukan stok opname

Setiap makanan ditempatkan dalam kelompoknya dan tidak bercampur baur Untuk bahan yang mudah tercecer seperti gula pasir, tepung, ditempatkan dalam wadah penampungan sehigga tidak mengotori lantai

c.

Cara penyimpanan 1. Setiap bahan makanan yan disimpan diatur ketebalannya, maksudnya agar suhu dapat merata keselutuh bagian 2. Setiap bahan makanan ditempatkan secara terpisah menurut jenisnya, dalam wadah (container) masing-masing. Wadah dapat berupa bak, kantong plastik atau lemari yang berbeda. 3. Makanan disimpan didalam ruangan penyimpanan sedemikian hingga terjadi sirkulasi udara dengan baik agar suhu merata keseluruh bagian. Pengisian lemari yang terlalu padat akan mengurangi manfaat penyimpanan karena suhunya tidak sesuai dengan kebutuhan. 4. Penyimpanan didalam lemari es: a) Bahan mentah harus terpisah dari makanan siap santap b) Makanan yang berbau tajam harus ditutup dalam kantong plastik yang rapat dan dipisahkan dari makanan lain, kalau mungin dalam lemari yang berbeda, kalau tidak letaknya harus berjauhan. c) Makanan yang disimpan tidak lebih dari 2 atau 3 hari harus sudah dipergunakan. d) Lemari tidak boleh terlalu sering dibuka, maka dianjurkn lemari untuk keperluan sehari-hari dipisahkan dengan lemari untuk keperluan penyimpanan makanan

2.3Sanitasi Daging Sapi Pengawasan sanitasi dapat dilakukan terhadap: (Candra, 2007) a. Hewan Potong

Pelaksananya adalah dokter hewan yang ditunjuk. Pemeriksaan dilakukan terhadap kelainan- kelainan jyang ditemukan dalam hewan potong. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain : 1. Pemeriksaan antemorten Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengamati ada atau tidaknya gejala penyakit pada hewan yang akan dipotong. Jika hewan tersebut terbukti sakit, pemotongan dilakukan secara terpisah dari pemotongan hewan sehat dan bangkainya dimusnahkan dengan cara dibakar 2. Pemeriksaan postmorten Pada pemeriksaan ini, perhatian difokuskan pada kelenjar- kelenjar tertentu, jantung, ginjal, dan limfa. b. Rumah Potong Daerah yang berpenduduk lebih dari 8000 jiwa harus memiliki minimal satu rumah potong uyang harus memenuhi syarat sanitasi c. Pemasaran Daging Dalam pemsarannya daging dijaga agar jangan sampai terkontaminasi debu dan ditempatkan pada wadah yang tidak terlalu terbuka, selain itu daging juga jangan sering dipegang. Upaya sanitasi juga dilakukan terhadap pasar dan alat- alat yang digunakan 2.3.3 Syarat dan Perlakuan Pada Ternak Sapi Sebelum Disembelih Salah satu tujuan menyembelih/memotong ternak sapi di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) adalah untuk mendapatkan daging sapi yang memnuhi persyaratan dengan kualitas daging yang dihasilkan baik (Abrianto, 2011). Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum penyembelihan agar kualitas daging yang dihasilkan baik antara lain (Abrianto,2011) : 1. Sanitasi Sanitasi pada RPH harus terjamin dengan baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah merancang fasilitas RPH yang mudah dibersihkan. Sarana utama yang harus menjadi perhatian adalah kandang penampungan. Karena ditempat inilah kontaminasi bakteri pathogen umumnya terjadi. Selain itu, kebersihan tubuh ternak juga perlu diperhatikan karena kulit merupakan sumber utama bagi kontaminasi bakteri pada karkas selama proses pemotongan dan pengeluaran isi dalam ternak. Kulit termasuk bulu-bulu merupakan pembawa bermacam mikroorganisme khususnya Escherichia coli, Clostridium perfiringers,

Staphylococcus aureus dan Streptocoques fecaux yang bisa berasal dari bahan feses maupun dari tanah dan air. Kontaminasi bakteri pada karkas dapat terjadi melalui bantuan udara dan kondensasi akibat perbedaan antar temperatur ternak dengan temperatur runagan pemotongan pada saat pengulitan ternak. Kontaminasi juga dapat terjadi akibat kontak anatara tangan pekerja dengan bulu-bulu pada kulit dengan karkas. 2. Keadaan Fisiologis a. Pengaruh pakan sebelum pemotongan Komposisi ransum memperlihatkan pengaruh terhadap : Mikroflora pada saluran pencernaan. Pemberian ransum basal terdiri dari biji-bijian atau gandum yang diperkaya vitamin dan mineral selama beberapa minggu akan menurunkan jumlah bakteri Coli aerogen dan Euterobaceteri pada usus halus. b. Pengaruh pengangkutan sebelum pemotongan Pengangkutan ternak ke rumah potong hewan (RPH) mengakibatkan sejunlah agresi psikis dan fisik luka-luka akibat pukulan tongkat atau tendangan kaki diantara sapi, luka yang diakbiatkan gesekan pada lantai kendaraan, perkelahian antara sapi pada umur dan jenis kelamin yang berbeda, kesulitan metabolime sirkulasi, terutama bila sapi memperoleh pakan yang berarti sebelum pengangkutan. Sejumlah agresi ini akan memberikan konsekuensi terhadap kualitas saniter pada daging. Akibatnya sifat-sifat bakteriside pada darah hanya terjadi pada ternak-ternak yang dipotong dalam kondisi kesehtan yang sempurna selama beberapa jam setelah ternak disembelih. Namun ternak yang disembelih dalam keadaan darurat, karena luka atau kecapaian, mengakibatkan pengeluaran darah yang sangat sering tidak sempurna. Stress yang sangat berarti selama pengangkutan akan meningkatkan infeksi salmonella pada ternak khusunya pada babi. 3. Pengaruh waktu istirahat sebelum pemotongan Kontaminasi pada karkas dapat terjadi melalui tempat istirahat sebelum pemotongan. Untuk itu tempat istirahat tersebut perlu scara teratur dibersihkan dan disinfektan. Tingkat kontaminasi meningkat dengan meningkatnya jumlah salmonella pada tanah dan waktu istirahat yang lebih lama. Kontaminasi yang rendah pada tempat istirahat mengakibatkan kontaminasi salmonella pada 40-60% ternak (dalam feses) sesudah tujuh hari istirahat. Sedang pada kontaminasi tanah yang tinggi (105 Salmonella/gram,

tanah) mengakibatkan kontaminasi pada 90-100% ternak yang dimulai pada hari ke 2 dan ke 3 istirahat dan seterusnya akan semaikn meningkat jumlahnya. Dalam hal ini meminimalkan terjadinya luka memar dan menghindari terjadinya ketegangan sejak ternak diangkut dari peternakan sampai pada saat menurunkan ternak di tempat penampungan atau tempat isitirahat di RPH sebelum pemotongan dilaksanakan. Di beberapa negara waktu istirahat berlangsung selama 24 jam, dimaksudkan selain untuk istirahat juga untuk mengosongkan saluran pencernaan. Istirahat diatas delapan jam dan tidak melebihi 12 jam merupakan kondisi yang baik untuk memulihkan kelelahan ternak yang timbul selama pengangkutan. Istirahat diatsa 12 jam memperlihatkan kecenderungan pH akhir meningkat kembali, ini disebabkan karena selama itu ternak tidak mendapat makan akibatnya ternak kembali mengalami stres dan kelaparan. Selain itu, ternak yang diistirahatkan lebih dari 24 jam, perlu diberikan pakan berupa rumput atau hay berkualitas tinggi dan air minum untuk menurunkan pH akhir otot.

You might also like