You are on page 1of 14

MAKALAH

OTONOMI DAERAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah Hukum Ekonomi Syariah

Disusun Oleh: Kelompok IX

Nama

: Dafriani Dewi Rahayu Intan Syafitri Semester : I-A Jurusan : Muamalat Dosen Pembimbing Nur Lela, S.Sos

BADAN LAYANAN UMUM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MANDAILING NATAL (BLU-STAIM) PANYABUNGAN
TAHUN AKADEMIK 2013/2014

KATA PENGANTAR Assalmualaikum WR.WB Puji dan syukur saya panjatknan kehadirat ALLAH SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan Tugas Makalah OTONOMI DAERAH ini. Shalawat dan salam saya panjatkan kepada junjunaan alam semesta yaitu Nabi besar Muhammad SAW, kepada sahabat sahabatnya dan sampai pada kita sebagai umat-Nya Saya ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terlibat atas pembuatannya makalah ini, buat sahabat sahabat saya, terutama buat kedua orang tua saya yang selalu memberikan motifasi yang sangat luar biasa yang bisa buat saya semua lebih giat untuk belajar, buat dosen dosen terutama buat Yth. Ibu Nur Lela Yang telah memberikan begitu banyak pelajaran. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas kuliah Otonomi Derah. Yang saya sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Dan penuh dengan kesabaran terutama pertolongan dari Allah SWT. Akhirnya makalah ini dapat saya selesaikan. Saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan saya, karna saya masih dalam tahap pembelajaran. saya sangat berharap makalah ini bermanfaat bagi saya pribadi khususnya bagi semua pihak pada umumnya.

Apabila ada keritik dan saran yang bersifat membangun terciptanya makalah ini saya terima dengan lapang dada. Wassalamualaikum WR.WB Panyabungan, Oktober 2013 Penyusun
i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................................

i ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latang Belakang ............................................................................................... B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 1 1

BAB II PEMBAHASAN A. Arti Otonomi Daerah ....................................................................................... B. Tujuan dan Alasan Otonomi Daerah ............................................................ C. Model Desentralisasi ........................................................................................ D. Dampak Positif dan Negatif Otonomi Daerah ............................................. E. Daya Tarik Otonomi Daerah........................................................................... F. Pusat dan Daerah dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 ................... 2 3 4 5 7 7

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................................................... B. Saran .................................................................................................................. 10 10

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................

11

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latang Belakang Kebijakan memberikan wewenang terhadap daerah otonom, telah berlangsung sejak masa Khulafaur Rasyidin. Khalifah Umar bin Khattab telah mencetuskan pemerintahan untuk provinsi, yang dalam hal ini dipimpin Gubernur. Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah, dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan kearifan lokal. Urgensi otonomi daerah harus ada terhadap kemajuan sebuah negara. Termasuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang dalam konteks wilayah NKRI terbentang luas, harus adanya perwakilan untuk mengatur, mengelola, mensejahterakan, dan menjaga kedaulatan NKRI.

B. Rumusan Masalah 1. Arti Otonomi Daerah 2. Tujuan dan Alasan Otonomi Daerah 3. Model Desentralisasi 4. Dampak Positif dan Negatif Otonomi Daerah 5. Daya Tarik Otonomi Daerah 6. Pusat dan Daerah dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999

BAB II PEMBAHASAN

A. Arti Otonomi Daerah Pengertian otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai mandiri. Sedangkan dalam makna yang lebih luas diartikan sebagai berdaya. Otonomi daerah dengan demikian berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.1 Menurut pendapat yang lain, bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2 Salah satu aspek penting otonomi daerah adalah pemberdayaan masyarakat sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan, penggerakkan, dan pengawasan dalam pengelolaan pemerintahan daerah dalam penggunaan sumber daya pengelola dan memberikan pelayanan prima kepada publik. Uraian diatas menunjukkan peranan administrasi negara dalam penyelengaraan otonomi daerah. Kebutuhan akan pentingnya administrasi negara terutama posisinya dalam penyelenggaraan otonomi daerah menjadi penting pada saat kita memasuki otonomi daerah yang dicanangkan pada tanggal 1 Januari 2001. Sehingga otonomi daerah semakin dituntut dalam pelayanan kepada masyarakat dan kesejahteraan umum.3

A. Ubedilah,dkk, Demokrasi,HAM,dan Masyarakat Madani, (Jakarta : Indonesia Center for Civic Education, 2000), hlm.170 2 Prof. Drs. HAW Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2002),hlm. 76 3 Prof. Drs. HAW Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2005),hlm. 7

B. Tujuan dan Alasan Otonomi Daerah Tujuan desentralisasi sebagaimana dikemukakan oleh Eko Prasodjo dkk, terdiri dari tujuan yang bersifat politis terkait erat dengan perwujudan demokrasi lokal dan penguatan partisipasi masyarakat, dan tujuan yang bersifat administratif terkait erat dengan penciptaan efesiensi dan efektivitas dalam pemerintahan dan pembangunan. 4 Perjalanan desentralisasi tidak dapat dilepaskan dari proses bertumbuhnya negara, pertama, istilah desentralisasi telah muncul kepermukaan sebagai paradigma baru dalam kebijakan administrasi pembangunan sejak dasawarsa 1970-an. Kedua, di Indonesia pada pra kemerdekaan, penjajah telah menerapkan desentralisasi yang bersifat sentralistis, birokritis, feodalistis untuk kepentingan mereka. Pada masa penjajah Belanda menyusun suatu hierarki Pangreh Praja Bumiputra, dan Pangreh Praja Eropa yang harus tunduk kepada Gubernur Jenderal. Dikeluarkannya Decentralisatie Wet 1903,yang ditindaklanjuti dengan

Bestuurshervorming Wet 1922, menetapkan daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri sekaligus membagi daerah-daerah otonom yang dikuasai Belanda menjadi gewest (identik provinsi), regentschap (kabupaten), dan staatsgemeente (kotamadya). Penjajah jepang pada dasarnya melanjutkan sistem penjajah Belanda. Ketiga, sejak pemerintahan Republik Indonesia, beberapa undang-undang tentang pemerintahan daerah telah ditetapkan dan silih berganti. Tahun 1959 berlaku de facto federalism, yaitu lemahnya kekuatan pusat atas daerah seiring dengan turunnya efektivitas kekuasaan pusat dan menjamurnya gerakan separatisme. Dekrit 5 Juli 1959 menandai sentralisasi sepenuhnya ditangan pusat hingga tahun 1966.
5

Ada beberapa alasan mengapa Indonesia membutuhkan desentralisasi. Pertama, kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini sangat terpusat di Jakarta (Jakarta-centris). Sementara itu, pembangunan di beberapa wilayah lain dilalaikan. Kedua, pembagian kekayaan secara tidak adil dan merata. Daerah-daerah yang memiliki sumber kekayaan melimpah, seperti Sumatera, Irian Jaya (Papua), Kalimantan, dan Sulawesi ternyata tidak menerima perolehan dana yang patut dari pemerintah pusat. Ketiga, kesenjangan sosial (dalam makna seluas-luasnya) antara satu daerah dengan daerah lain sangat mencolok. 6

A. Ubedilah,dkk, Op.Cit, hlm. 181 Mudrajad Kuncoro, Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang, (Jakarat : Erlangga, 2004), hlm.3 6 A. Ubedilah,dkk, Op.Cit hlm.171
5

C. Model Desentralisasi Rondinelli membedakan empat bentuk desentralisasi, yaitu 1) Deconcentration, 2) delegation to semi-autonomous and parastatal agencies, 3) devolution to local governments, 4) nongovernments institutions (privatization). Dalam konteks Indonesia dikenal bentuk tugas pembantuan. 1. Dekonsentrasi Deconcentration atau dekonsentrasi, hanya berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat kepada perwakilannya yang ada di daerah, tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan. Dekonsentrasi ini dapat ditempuh dengan dua cara : pertama, transfer kewajiban dan bantuan keuangan dari pemerintah pusat kepada propinsi, distrik dan unit administrasi lokal. Kedua, koordinasi unit-unit pada level sub-nasional atau melalui intensif dan pengaturan perjanjian (kontrak) di antara pemerintah pusat dan daerah serta unit-unit tersebut. 2. Delegasi Delegation to semi-autonomous and parastatal agencies adalah perlimpahan pengambilan keputusan dan kewenangan manajerial untuk melakukan tugas-tugas khusus kepada suatu organisasi yang tidak secara langsung berada di bawah pengawasan pemerintah pusat. Di beberapa negara berkembang, bentuk delegasi ini dilaksanakan dengan memberikan tanggung jawab kepada korporasi publik, agen-agen pembangunan regional, pemegang otoritas fungsi-fungsi khusus, unit implementasi proyek yang bersifat semi otonomi dan beberapa organisasi lainnya. 3. Devolusi Devolusi adalah kondisi dimana pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintahan diluar pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu, untuk dilaksanakan secara mandiri. Salah satu contoh devolusi adalah di Sudan yang mana komisi provinsi dan DPRD provinsi mempunyai kewajiban hampir seluruh fungsi-fungsi publik kecuali keamanan nasional, pos komunikasi, urusan luar negeri, perbankan, dan peradilan. 4

4. Privatisasi Privatisasi adalah suatu tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah kepada badan-badan sukarela, swasta, dan swadaya masyarakat, tetapi dapat pula merupakan peleburan badan pemerintah menjadi badan usaha swasta. Melalui privatisasi pemerintahan menyerahkan tanggung jawab fungsi-fungsi tertentu kepada organisasi nirlaba atau mengizinkan mereka membentuk perusahaan swasta. Misalnya BUMN dan BUMD dilebur menjadi Perusahaan Terbatas (PT). Dalam beberapa hal misalnya pemerintah mentransfer beberapa kegiatan kepada kamar Dagang dan Industri, Koperasi dan Asosiasi lainnya untuk untuk mengeluarkan izin-izin yang semula dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal kegiatan sosial, pemerintah memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam hal seperti pembinaan kesejahteraan keluarga, koperasi petani, dan koperasi nelayan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial, termasuk melatih dan meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat. 5. Tugas Pembantuan Tugas pembantuan (medebewind) merupakan pemberian kemungkinan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih atas untuk meminta bantuan kepada pemerintah daerah yang tingkatannya lebih rendah agar menyelenggarakan tugas atau urusan rumah tangga dari daerah yang tingkatannya lebih atas. Kewenangan yang diberikan kepada daersh adalah kewenangan yang bersifat mengurus, sedangkan kewenangan mengatur tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat/pemerintah atasnya. 7

D. Dampak Positif dan Negatif Otonomi Daerah a. Dampak Positif Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya

A. Ubedilah,dkk, Op.Cit hlm.177-181

sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata. Dengan melakukan otonomi daerah maka kebijakan-kebijakan pemerintah akan lebih tepat sasaran, hal tersebut dikarenakan pemerintah daerah cenderung lebih mengerti keadaan dan situasi daerahnya, serta potensi-potensi yang ada di daerahnya dari pada pemerintah pusat. Contoh di Maluku dan Papua program beras miskin yang dicanangkan pemerintah pusat tidak begitu efektif, hal tersebut karena sebagian penduduk disana tidak bisa menkonsumsi beras, mereka biasa menkonsumsi sagu, maka pemeritah disana hanya mempergunakan dana beras miskin tersebut untuk membagikan sayur, umbi, dan makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat. Selain itu, denga system otonomi daerah pemerintah akan lebih cepat mengambil kebijakan-kebijakan yang dianggap perlu saat itu, tanpa harus melewati prosedur di tingkat pusat.

b.

Dampak Negatif Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagi oknum-oknum di

pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan Negara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang ada kebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkan daerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintah pusat akan lebih sulit mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang dengan sistem. Otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti. Otonomi daerah juga menimbulkan persaingan antar daerah yang terkadang dapat memicu perpecahan. Contohnya jika suatu daerah sedang mengadakan promosi pariwisata, maka daerah lain akan ikut melakukan hal yang sama seakan timbul persaingan bisnis antar daerah. Selain itu otonomi daerah membuat kesenjangan ekonomi yang terlampau jauh antar daerah. Daerah yang kaya akan semakin gencar melakukan pembangunan sedangkan daerah pendapatannya kurang akan tetap begitu-begitu saja tanpa ada pembangunan. Hal ini sudah

sangat mengkhawatirkan karena ini sudah melanggar pancasila sila ke-lima, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

E. Daya Tarik Otonomi Daerah Otonomi daerah membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi daerah untuk mengaktualisasikan segala potensi terbaiknya secara optimal. Dengan demikian, setiap daerah niscaya memiliki satu atau beberapa keunggulan tertentu, relatif terhadap daerah-daerah lainnya. Bahkan, dilihat dari segi potensinya keunggulan tersebut bisa bersifat mutlak misalnya, yang berasal dari aspek lokasi ataupun anugrah sumber (factor endowment). Beberapa prasyarat dibutuhkan untuk menyiapkan daerah-daerah menjadi pelaku aktif di kancah pasar global: i. Terjaminnya pergerakan bebas dari seluruh faktor produksi, barang dan jasa di wilayah Indonesia, kecuali untuk kasus-kasus yang dilandasi oleh argumen non-ekonomi ii. Proses politik yang juga menjamin keotonomian masyarakat lokal melalui partisipasi politik dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak kepada publik. iii. Tegaknya good governance baik di pusat maupun di daerah, sehingga otonomi daerah tidak menciptakan bentuk-bentuk KKN baru. iv. Keterbukaan daerah untuk bekerjasama dengan daerah-daerah lain tetangganya untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya yang ada. v. vi. Fleksibilitas sistem insentif Peran pemerintah daerah lebih sebagai regulator yang bertujuan untuk melindungi kelompok minoritas dan lemah serta menjaga harmoni dengan alam sekitar.

F. Pusat dan Daerah dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Dalam mengaktualisasikan kewenangan mengatur, khususnya dalam menyusun, menetapkan, dan mengesahkan peraturan daerah sejak diberlakukannnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, kewenangan mulai ada pada daerah. Banyak kebijakan bisa diputuskan dengan cepat dan memungkinkan pelayanan berjalan dengan baik.8

Prof. Drs. HAW Widjaja, 2005, Op.Cit, hlm. 27

Hal ini berarti tambahan kekuasaan dan tanggung jawab diserahkan kepada pemerintah daerah, serta membentuk sistem yang lebih terdesentralis dibandingkan dengan sistem dekonsentrasi dan koadministratif di masa lalu (UU No.5/1974 dan UU No.5 1979).9 Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dibentuk berdasarkan atas tuntutan masyarakat akan perlunya daerah mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sebagai dampak negatif dari proses sentralisasi yang terlalu lama di era orde baru. Oleh karena tuntutan begitu mendesak dan harus direspon dalam waktu yang singkat, pihak pemerintah dan DPR-RI menetapkan undang-undang tersebut. Namun sesuai proses yang mendesak, tentu banyak kelemahan. Berikut kelemahan yang dapat diamati adalah : 1. Pembagian Daerah Belum/tidak cukup jelas mengatur pembagian daerah. Apakah didasarkan pada luas wilayah, tingkat pendapatan/penghasilan daerah dan atau budaya masyarakat. 2. Pembentukan dan Susunan Daerah Tidak rinci, hanya didasarkan atas prakarsa dan kehendak masyrakat. Kriteria susunan daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan lain-lain. Kriteria seperti ini, bisa saja menimbulkan ketidakpastian hukum tentang keberadaan suatu daerah. 3. Kewenangan Daerah Kondisi seperti ini akan tetap menempatkan pusat sebagai pihak yang lebih tinggi dari provinsi, kemudian provinsi sebagai pihak yang lebih tinggi dari kabupaten / kota. Sehingga harapan untuk menjadikan titik berat otonomi daerah pada Daerah Tingkat II (kabupaten/kota) tidak tercapai. 4. Tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Belum memberikan kewenangan yang sungguh kepada DPRD sebagai lembaga legislatif dengan tidak jelasnya kedudukan DPRD dalam pengambilan keputusan terhadap masalah-masalah daerah. 5. Tentang Perangkat Daerah

Mudrajad Kuncoro, Op.Cit, hlm.21

Daerah mempunyai wewenang mengankat perangkat daerah, akan tetapi tidak ada kejelasan kewenangan daerah merekrut perangkat daerah di luar struktur pemerintahan sebelumnya (lama). 6. Keuangan Daerah Belum mencerminkan otonomi penuh daerah untuk menentukan jumlah anggaran dan pengaturannya. Masih mengikuti proses sentralisasi. 7. Hubungan Pusat dan Daerah Harus ada batasan yang jelas hubungan antara pusat, provinsi, kabupaten/kota. Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dibentuk dan disusun daerah provinsi, kabupaten dan kota. Masing-masing untuk berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarki satu sama lain.10 Sejalan dengan reformasi, tiga tahun setelah implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dilakukan peninjauan dan revisi terhadap Undang-undang yang berakhir pada lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, yang juga mengatur tentang pemerintah daerah. Menurut Sadu Wasistiono, hal-hal penting yang ada pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah dominasi kembali eksekutif dan dominasinya pengaturan tentang pemilihan kepala daerah yang bobotnya hampir 25% dari keseluruhan isi Undang-undang tersebut (Bab IV Bagian Delapan mulai pasal 56-119).11

10 11

Prof. Drs. HAW Widjaja, Op.Cit, 2002,hlm. 102-104 A. Ubedilah,dkk, Op.Cit, hlm.188

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Berdasarkan penelitian dan pengamatan di lapangan, pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tidak sesuai dengan perkembangan keadaan ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah. Oleh karena itu, disusunlah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti undang-undang tersebut. Sejalan dengan diberlakukannya undang-undang tersebut dan diterapkannya prinsipprinsip otonomi daerah, maka bersamaan dengan itu pula muncul kendala-kendala yang harus diatasi segera dalam tatanan pemerintah daerah.

B. Saran Dari pembahasan di atas dapat kita ketahui bersama, bahwa otonomi daerah mempunyai peran penting terhadap kelangsungan tata negara yang ada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu sudah sepantasnya negara kepulauan seperti indonesia tidak lagi menjalankan sistem pemerintahannya secara terpusat melainkan secara otonomi masing-masing daerah. Namun urusan-urusan kenegaraan yang bersifat nasional harus tetap bersumber dari pusat pemerintahan.

10

DAFTAR PUSTAKA

Ubedilah, A.dkk. 2000. Demokrasi,HAM,dan Masyarakat Madani.Jakarta. Indonesia Center for Civic Education. Widjaja, Prof. Drs. HAW. 2002.Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta.PT Raja Grafindo Persada. Widjaja, Prof. Drs. HAW. 2005.Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. Jakarta.PT Raja Grafindo Persada. Kuncoro, Mudrajad, Ph.D . 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarat.Erlangga.

11

You might also like