You are on page 1of 4

Investasi Sektor Pertanian di Propinsi Jawa Timur1

Iwan Nugroho dan Nuhfil Hanani2

Sejarah menunjukkan bahwa Jawa Timur memiliki kontribusi ekonomi yang


signifikan di negeri ini. Pada masa kolonial, kinerja ekonomi ditampilkan oleh
agribisnis yang berbasis pada tebu, kopi, kakao, teh, kayu, tembakau, hortikultura,
dan tanaman pangan. Pemerintah Belanda berhasil mengambil keuntungan ekonomi
yang signifikan dari onderneming tebu, tembakau, kopi, teh dan kakao. Keunggulan
kinerja agribisnis itu masih berlanjut hingga masa pembangunan orde baru. Hal ini
yang memberi predikat Jawa Timur sebagai lumbung pangan nasional hingga saat
sekarang.
Jawa Timur secara umum memproduksi rata-rata 35 persen tanaman pangan
dan hortikultura nasional. Komoditi perkebunan yang dominan meliputi tebu, kopi,
kakao, dan tembakau. Komoditi perikanan darat dan laut juga signifikan. Propinsi
ini juga memiliki populasi unggas terbesar mencapai 45 persen nasional (data
www.deptan.go.id). Sementara itu, sektor pertanian masih menampung sekitar 40
persen tenaga kerja atau menampung 17 juta jiwa. Mereka akan memperoleh
kenaikan kesejahteraan bila pertumbuhan ekonomi pertanian sedikitnya dua persen
di atas pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk rata-rata provinsi Jawa
Timur sebesar 0.7 persen (Sensus 2000).
Pada saat sekarang dan ke depan, upaya menumbuhkan sektor pertanian secara
berkelanjutan menghadapi tantangan yang berat, yakni implikasi dari mekanisme
pasar (perdagangan bebas) dan semakin menurunnya kemampuan pembiayaan
investasi pemerintah. Tantangan tersebut menuntut suatu strategi atau siasat jitu
untuk menyelesaikannya, yakni (i) pengembangan sistem agribisnis yang ditandai
dengan keterkaitan antara sektor pertanian, manufaktur dan jasa penunjangnya, dan
(ii) akumulasi investasi secara konsisten untuk menghasilkan nilai tambah (PDB)
dan pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan pendapatan petani (Fuglie, 1999).
Agar investasi mengalir efisien dan menimbulkan pengaruh kepada kesejahteraan,
perlu diidentifikasi karakteristik ekonomi setiap komoditi pertanian dalam kaitan hulu,
hilir maupun penunjang. Kerangka berpikir pendekatan agribisnis tersebut
membantu menyediakan alternatif investasi dan penelaahan dalam peran ekonomi
(output, nilai tambah, pendapatan), maupun manfaat sosial (tenaga kerja) secara
bersamaan.
Perhitungan kebutuhan investasi hingga tingkat komoditi dapat menjadi jalan
keluar untuk menjalankan strategi yang telah diuraikan di atas. Hal ini juga relevan
dalam kerangka proses perencanaan pengembangan komoditi wilayah. Hasilnya,
dapat disusun suatu prioritas pengembangan komoditi yang dilandasi alasan-alasan
yang rasional, antara lain keunggulan komparatif wilayah atau faktor-faktor non
ekonomi, sekaligus mengantisipasi keterbatasan pembiayaan pemerintah. Informasi
kebutuhan investasi tingkat komoditi juga berguna bagi swasta yang tertarik
mengembangkan bisnisnya di Jawa Timur.

1
Naskah disajikan pada majalah TEROPONG, Balitbang Provinsi Jatim. 31 (Januari-Februari 2007):
22-25. ISSN 1412-8829
2
Masing-masing adalah dosen Agribisnis, Fakultas Pertanian, pada Universitas Widyagama dan
Brawijaya Malang
2

Kinerja Komoditi
Kinerja ekonomi komoditi pertanian dapat disajikan dalam ukuran absolut dan
relatif. Ukuran absolut menampilkan share komoditi yang paling besar dalam ukuran
output, nilai tambah, ekspor atau pendapatan (Tabel 1). Komoditi padi, buah-
buahan, jagung, kelapa dan tebu merupakan penyumbang pendapatan dan nilai
tambah terbesar. Komoditi tersebut, ditambah sayur-sayuran juga penyumbang
ekspor utama di Jawa Timur. Hal ini menunjukkan bahwa komoditi-komoditi
tersebut memiliki keunggulan komparatif yang tinggi, khususnya padi dan buah-
buahan masing-masing dengan Location Quotient (LQ) sebesar 1.53 dan 1.26 pada
output dan 1.45 dan 1.27 pada nilai tambah. Lebih kauh, komoditi tersebut juga
menghasilkan dampak kesejahteraan yang signifikan bagi pelaku usaha tani Jawa
Timur.

Tabel 1. Share output, ekspor, pendapatan dan nilai tambah lima komoditi
terbesar di Jawa Timur

Output Pendapatan
Komoditi Komoditi
miliar rp persen miliar rp persen

Padi 10414 2.6 Padi 5731 8.6


Pemotongan hewan 8647 2.2 Buah-buahan 2543 3.8
Buah-buahan 6543 1.6 Jagung 1953 2.9
Kelapa 4112 1.0 Kelapa 1826 2.7
Sayur-sayuran 3613 0.9 Tebu 1300 2.0
Ekspor Nilai Tambah
Komoditi Komoditi
miliar rp persen miliar rp persen

Buah-buahan 2314 1.9 Padi 8779 5.2


Jagung 2024 1.7 Buah-buahan 4219 2.5
Padi 1670 1.4 Kelapa 3812 2.2
Tebu 1336 1.1 Jagung 3108 1.8
Sayur-sayuran 1120 0.9 Tebu 1970 1.2
Sumber: Tabel Input output tahun 2000, diolah (Iwan Nugroho dan Nuhfil Hanani, 2006)

Tabel 2. Nilai Pengganda Output, Pendapatan dan Nilai Tambah Sepuluh Komoditi terbesar
di Jawa Timur
Penda- Nilai
No Komoditi Output Komoditi Komoditi
patan Tambah

1 Tebu 2.32 Pemotongan hewan 3.53 Telur 2.41


2 Jagung 2.23 Telur 1.83 Pemotongan hewan 2.17
3 Padi 2.19 Peternakan lainnya 1.80 Teh 1.86
4 Kedelai 2.14 Susu 1.69 Tebu 1.74
5 Ketela pohon 2.06 Kerbau 1.59 Peternakan lainnya 1.68
6 Telur 2.05 Teh 1.55 Susu 1.66
7 Tembakau 2.01 Ketela pohon 1.46 Jagung 1.62
8 Teh 1.98 Karet 1.46 Padi 1.59
9 Kelapa 1.92 Tana perkebunan lain 1.46 Ketela pohon 1.58
10 Perikanan laut 1.81 Tebu 1.45 Sayur-sayuran 1.58
Sumber: Tabel Input output tahun 2000, diolah (Iwan Nugroho dan Nuhfil Hanani, 2006)

Kinerja komoditi dalam ukuran relatif disajikan dalam nilai pengganda komoditi.
Nilai pengganda suatu sektor merupakan ukuran relatif perubahan akibat perubahan
(eksogen) yang terjadi pada permintaan akhir, yakni konsumsi, pengeluaran
pemerintah, investasi dan ekspor. Pengganda output yang relatif tinggi diperlihatkan
oleh komoditi-komoditi tebu, jagung, padi, kedelai dan ketela pohon, masing masing
3

sebesar 2.32, 2.23, 2.19, 2.14 dan 2.06 (Tabel 2). Pengganda tebu sebesar 2.32
bermakna peningkatan permintaan akhir sebesar 1 unit akan meningkatkan 2.32 unit
output. Sementara untuk pengganda pendapatan dan nilai tambah menghasilkan
komoditi-komoditi yang relatif sama, yakni telur, pemotongan hewan (daging), susu,
dan peternakan lainnya.

Kebutuhan Investasi
Kombinasi kriteria absolut (atas dasar share pendapatan, nilai tambah dan
ekspor) dan relatif (atas dasar nilai pengganda), menghasilkan komoditi-komoditi
yang dapat diprioritaskan sebagai berikut (Tabel 3). Prioritas pengembangan
komoditi dikelompokkan menjadi dua. Komoditi yang masuk kelompok 1 dilandasi
pertimbangan memiliki share (output, pendapatan dan nilai tambah) yang signifikan,
termasuk kategori komoditi strategis (termasuk ketergantungan impor tinggi,
menampung tenaga kerja yang signifikan) dan untuk pengembangan
agribisnis/agroindustri. Kelompok 2 dilandasi pertimbangan memiliki share dan nilai
pengganda yang tinggi khususnya dalam nilai tambah dan pendapatan.

Tabel 3. Susunan Prioritas dan Kebutuhan Investasi Pengembangan Komoditi


Pertanian di Jawa Timur
Kebutuhan investasi Lima Kebutuhan investasi Lima
tahun (2006-2010) berdasar tahun (2006-2010) dibanding
PDB
No Sektor/Komoditi ICOR tingkat pertumbuhan PDB 2002 berdasar tingkat
2005
pertumbuhan
0.02 0.04 0.06 0.08 0.02 0.04 0.06 0.08
-----------miliar rupiah--------- --------------persen-------------
Kelompok I 13976 1884 3921 6119 8494 13,5 28,1 43,8 60,8
1 Padi 0.83 10147 877 1825 2848 3953 8.6 18.0 28.1 39.0
2 Tebu 3.03 2116 667 1389 2168 3009 31.5 65.6 102.5 142.2
3 Susu 0.47 405 20 41 64 89 4.9 10.2 15.9 22.1
4 Telur 0.48 439 22 46 71 99 5.0 10.4 16.2 22.5
5 Kedelai 3.29 870 298 620 968 1344 34.2 71.3 111.3 154.4
Kelompok II 14129 541 1126 1758 2440 3,8 8,0 12,4 17,3
1 Buah-buahan 0.11 4897 56 117 182 253 1.1 2.4 3.7 5.2
2 Jagung 0.23 3413 82 170 265 368 2.4 5.0 7.8 10.8
3 Kelapa 0.72 4324 324 674 1053 1461 7.5 15.6 24.4 33.8
4 Sayur-sayuran 0.51 1495 79 165 258 358 5.3 11.0 17.2 23.9
Sumber: Iwan Nugroho dan Nuhfil Hanani (2006)

Pengembangan kelompok komoditi I; yakni padi, tebu, susu, telur dan kedele
pada tingkat pertumbuhan 4 persen membutuhkan investasi lima tahunan sebesar
3.9 triliun rupiah, setara dengan 28.1 persen dari PDRB tahun sekarang. Sementara
untuk mencapai pertumbuhan 8 persen per tahun dibutuhkan investasi sebesar 60.8
persen dari PDRB tahun sekarang. Pengembangan kelompok komoditi II; yakni
buah-buahan, jagung, kelapa dan sayur-sayuran membutuhkan investasi lima
tahunan sebesar 1.13 triliun agar dapat tumbuh sebesar 4 persen, setara dengan 8.0
persen dari PDRB tahun sekarang. Kelompok komoditi kedua ini membutuhkan
investasi sebesar 17.3 persen dari PDRB tahun sekarang agar dapat mencapai
pertumbuhan 8 persen (Tabel 3).
Prioritas pengembangan komoditi berimplikasi penting terhadap dua hal.
Pertama, peran dunia usaha swasta mengembangkan komoditi dalam semua
kelompok semakin penting di masa mendatang. Melalui kemampuan wirausaha dan
manajemen produksi yang efisien, mereka akan memperoleh nilai tambah yang
4

cukup signifikan bagi pengembangan komoditi ke depan. Entrepreneurship


merupakan modal utama dalam kerangka kebijakan pengembangan agribisnis dan
revitalisasi pembangunan pertanian nasional.
Kedua, pengembangan agribisnis komoditi membutuhkan keterkaitan dengan
industri pengolahan. Di Jawa Timur, komoditi tersebut tidak hanya kelompok
tanaman pangan dan perkebunan, tetapi telah bergeser ke peternakan (susu dan
unggas/telur). Komoditi jagung muncul sebagai prioritas sebagai penghasil nilai
tambah. Pengembangan komoditi jagung dalam beberapa tahun terakhir telah
melibatkan bentuk kerjasama yang menguntungkan antara petani dan industri
jagung hibrida. Penyebaran jenis komoditi yang terkait dengan industri pengolahan
memberi peluang peningkatan nilai tambah bagi pengembangan agribisnis.
Menurut Gunawan (2001), dalam subsistem agribisnis produksi, prospek
investasi ada pada produk-produk peternakan, tebu, dan kedele sejalan dengan
susunan komoditi prioritas (Tabel 3). Sementara dalam agribisnis pengolahan
hampir semua komoditi prioritas memiliki prospek yang baik.

Daftar Pustaka
BPS. 2004. Tabel Input-output Jawa Timur 2000. BPS Propinsi Jawa Timur,
Surabaya.
Fuglie, K. O. 1999. Investing in agricultural productivity in Indonesia. Forum Agro
Ekonomi. 19(2): 1-16
Gunawan, M. 2003. Agribusiness Investment Opportunity in Indonesia.
www.deptan.go.id [5 Mei 2003]
Iwan Nugroho dan Nuhfil Hanani. 2006. Analisis ICOR Komoditi untuk Perhitungan
Kebutuhan Investasi Sektor Pertanian. Laporan Penelitian Fundamental, Dirjen
Dikti, Jakarta. Surat Perjanjian No: 226/SP3/PP/DP2M/II/2006 (1 Feb 2006)
[Tidak Dipublikasikan]

You might also like