You are on page 1of 13

6. http://health.detik.

com/read/2009/09/07/165651/1198534/770/kojungtivitisvernal

DATA PENYAKIT,Deskripsi

Konjungtivitis vernal adalah inflamasi akibat reaksi alergi. Penyakit ini seringkali dialami orang dengan riwayat keluarga yang mengalami alergi. Penyakit ini umum muncul selama musim panas dan semi. Kondisi ini menyebabkan mata menjadi gatal dan mengeluarkan air mata. Permukaan bawah kelopak mata menjadi kasar dan tertutup benjolan dari lendir keputih-putihan. Wilayah di sekitar kornea menjadi kasar dan sembab. Hal ini menyebabkan penglihatan menjadi terganggu. Gejala Gejala umum yang diderita antara lain mata terasa terbakar, sakit ketika melihat cahaya terang. Perawatan Penderita diusahakan untuk menghindari menggosok-gosok karena akan menyebabkan iritasi berlanjut. Bisa juga dengan mengkompres kelopak mata dengan kain bersih dan air dingin. Sumber: medlineplus dan emedici

5 http://selfitridewi.files.wordpress.com/2010/04/struktur-mata.gif

7.http://urangbanua85.blogspot.com/2008/11/reaksi-hipersensitivitas.html
I.REAKSI HIPERSENSITIVITAS Pada dasarnya tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat non-spesifik dan imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral yang secara aktif diperankan oleh sel limfosit B, yang memproduksi 5 macam imunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE) dan sistem imunitas seluler yang dihantarkan oleh sel limfosit T, yang bila mana ketemu dengan antigen lalu mengadakan diferensiasi dan menghasilkan zat limfokin, yang mengatur sel-sel lain untuk menghancurkan antigen tersebut. Bilamana suatu alergen masuk ke tubuh, maka tubuh akan mengadakan respon. Bilamana alergen tersebut hancur, maka ini merupakan hal yang menguntungkan, sehingga yang terjadi ialah keadaan imun. Tetapi, bilamana merugikan, jaringan tubuh menjadi rusak, maka terjadilah reaksi hipersensitivitas atau alergi. Reaksi hipersentsitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut: Tipe I : Reaksi Anafilaksi Di sini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan antibodi, dalam hal ini IgE yang terikat pada sel mast atau sel basofil dengan akibat terlepasnya histamin. Keadaan ini menimbulkan reaksi tipe cepat. Tipe II : reaksi sitotoksik Di sini antigen terikat pada sel sasaran. Antibodi dalam hal ini IgE dan IgM dengan adanya komplemen akan diberikan dengan antigen, sehingga dapat mengakibatkan hancurnya sel tersebut. Reaksi ini merupakan reaksi yang cepat menurut Smolin (1986), reaksi allografi dan ulkus Mooren merupakan reaksi jenis ini. Tipe III : reaksi imun kompleks Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen membentuk kompleks imun. Keadaan ini menimbulkan neurotrophichemotactic factor yang dapat menyebabkan terjadinya peradangan atau kerusakan lokal. Pada umumnya terjadi pada pembuluh darah kecil. Pengejawantahannya di kornea dapat berupa keratitis herpes simpleks, keratitis karena bakteri.(stafilokok, pseudomonas) dan jamur. Reaksi demikian juga terjadi pada keratitis Herpes simpleks. Tipe IV : Reaksi tipe lambat Pada reaksi hipersensitivitas tipe I, II dan III yang berperan adalah antibodi (imunitas humoral), sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah limfosit T atau dikenal sebagai imunitas seluler. Limfosit T peka (sensitized T lymphocyte) bereaksi dengan antigen, dan menyebabkan terlepasnya mediator (limfokin) yang jumpai pada reaksi penolakan pasca keratoplasti, keraton- jungtivitis flikten, keratitis Herpes simpleks dan keratitis diskiformis II.Defisiensi Imun dan Peradangan

Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengindentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit. Serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dari jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Sistem Imun adalah struktur epektif yang menggabungkan spesifisitas dan adaptasi. Kegagalan pertahanan dapat muncul, dan jatuh pada 3 kategori yaitu: Defisiensi Imun, autoimunitas dan Hipersensitivitas. 1. Defisiensi Imun Defisiensi Imun muncul ketika satu atau lebih komponen sistem Imun tidak aktif, kemampuan sistem Imun untuk merespon patogen berkurang pada baik golongan muda dan golonga tua, respon imun berkurang pada usia 50 tahun, respon juga dapat terjadi karena penggunaan Alkohol dan narkoba adalah akibat paling umum dari fungsi imun yang buruk, namun, kekurangan nutrisi adalah akibat paling umum yang menyebabkan difisiensi imun di negara berkembang. Diet kekurangan cukup protein berhubungan dengan gangguan imunitas selular, aktivitas komplemen, fungsi fagosit, konsentrasi antibody, IgA dan produksi sitokin, Defisiensi nutrisi seperti zinc, Selenium, zat besi, tembaga, vitamin A, C, E, B6 dan asam folik (vitamin B9) juga mengurangi respon imun. Difisiensi imun juga dapat didapat dari chronic granulomatus disease (penyakit yang menyebabkan kemampuan fagosit untuk menghancurkan fagosit berkurang), contohnya: Aids dan beberapa tipe kanker. 2. Autoimunitas Respon imun terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun yang disebut autoimunitas. Sistem imun gagal untuk memusnahkan dengan tepat antara diri sendiri dan orang lain yang menyerang dari bagian tubuh. 3. Hipersensitivitas Adalah respon imun yang merusak jaringan tubuh sendiri. Mereka terbagi menjadi 4 kelas (tipe I-IV) yaitu: 1.Reaksi anafilaksi 2.Reaksi sitotoksik 3.reaksi imun kompleks 4.reaksi toep lambat Penyakit Imun

kadang-kadang, akibat defisiensi Sel B atau Sel T, sistem imun gagal mempertahankan tubuh dari serangan, masing-masing infeksi bakteri atau virus, sebaliknya, pada beberapa keadaan sistem imun bereaksi berkelebihan. Seperti pada penyakit otoimun. Penyakit defisiensi imun muncul ketika sistem imun kurang aktif daripada biasanya, menyebabkan munculnya infeksi. Defisiensi imun merupakan penyebab dari penyakit genetika, seperti severe combined immunodeficiency, atau diproduksi oleh farmaseutikal atau infeksi, seperti sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan oleh retrovirus HIV. Penyakit autoimun menyebabkan sistem imun yang hiperaktif menyerang jaringan normal seperti jaringan tersebut merupakan benda asing. Penyakit autoimun yang umum termasuk rheumatoid arthritis, diabetes melitus tipe 1 dan lupus erythematosus. Respon Imun Respon Imun Terbagi menjadi 2 yaitu: 1. Respon nonspesifik yaitu respon imun secara non selektif melawan bahan asing. Ini Adalah pertahanan pertama membentuk sel-sel atipikal (sel asing, mutan atau yang mengalami cidera). Contohnya: peradangan. 2. Respon imun spesifik yaitu suatu mikroba invasif yang masuk, komponen-komponen spesifik sistem imun melakukan persiapan untuk secara selektif menyerang benda asing tersebut. Sistem imun tidak saja mampu mengenali molekul asing sebagai sesuatu yang bermolekul sendiri, sel-sel sistem imun spesifik, yakni limfosit. Peradangan Adalah salah satu dari respon pertama sistem imun terhadap infeksi, adapun gejala dari peradangan adalah kemerahan dan bengkak yang di akibatkan oleh peningkatan aliran darah ke jaringan, peradangan di produksi oleh eikosanoid dan sitokin, yang dikeluarkan oleh sel yang terinfeksi atau terluka. Eikosanoid termasuk prostaglandin yang memproduksi demam dan pembesaran pembuluh darah berkaitan dengan peradangan dan leukotrin yang menarik sel darah putih. III.Pertimbangan Geriatric Kata geriatrics untuk pertama kali diberikan oleh seorang dokter Amerika, Ignaz leo Vaschers pada tahun 1909. geriatric (geriatrics = geriatric medicine) berasal dari kata-kata geros (usia lanjut) dan iateria (mengobati). Geriatri merupakan cabang gerotologi. Gerontology ini dibagi menjadi: A. Biology of aging B. Social gerontology dan C. Geriatric medicine, yang mengupas problem-problem klinis orang-orang usia lanjut: Definisi geriatri medicine yang banyak dipakai adalah sebagai berikut: Geriatrics is the branch of general (internal) medicine concerned with the clinical, preverentive, remedial and social aspects of illiness in the elderly.

Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia. Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososiak yang menyertai kehidupan lansia. Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu: Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a) Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain), b) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menjalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progesif terutama aspek psikologus yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dan sebagainya. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis. Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. Penurunan Kondisi Fisik Penurunan Fungsi dan Poetnsi Seksual Perubahan Aspek Psikososial Perubahan yang Berkaitan Dengan Perkejaan Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat.

10. http://www.umm.edu/ency/article/001390all.htm
Definition of Vernal conjunctivitis:

Vernal conjunctivitis is long-term (chronic) swelling (inflammation) of the outer lining of the eyes due to an allergic reaction. See also:

Allergic conjunctivitis Conjunctivitis

Causes, incidence, and risk factors:

Vernal conjunctivitis often occurs in people with a strong family history of allergies, such as allergic rhinitis, asthma, and eczema. It is most common in young males, and most often occurs during the spring and summer. Symptoms:

Burning eyes Discomfort in bright light (photophobia) Itching eyes The area around the cornea where the white of the eye and the cornea meet (limbus) may become rough and swollen The underside of the eyelids may become rough and covered with bumps and a whitish mucus Watering eyes

Signs and tests: The health care provider will perform an eye exam. Treatment: Avoid rubbing the eyes, because this can irritate them more.Cold compresses (a clean cloth soaked in cold water and then placed over the closed eyes) may be soothing.Lubricating drops may also help soothe the eye.If home-care measures do not help, you may need to be treated by your health care provider. This may include:

Antihistamine or anti-inflammatory drops that are placed into the eye Eye drops that prevent a type of white blood cell called mast cells from releasing histamine (these drops are given together with antihistamines for moderate or severe reactions) Mild steroids that are applied directly to the surface of the eye (for severe reactions)

Expectations (prognosis):

The condition continues over time (is chronic). It gets worse during certain seasons of the year, usually spring and summer. Treatment may provide relief. Complications:

Continuing discomfort Reduced vision Scarring of cornea

4. http://francichandra.wordpress.com/2010/04/07/konjungtivitis-vernal/ KONJUNGTIVITIS VERNAL


Konjungtivitis vernal adalah iritasi bilateral yang terjadi musiman dan berulang pada konjungtiva (selaput mata). Penyakit ini dikenali dari adanya bintil kecil yang biasanya terdapat pada konjungtiva tarsal, dan bintil dapat membesar atau berkembang secara terpisah maupun menyatu pada sekeliling konjungtiva. Bagian yang warnanya putih, tampak berkapur dan mengeras, dikenal sebagai titik-titik Horner-Trantas yang kadangkala tampak pada satu atau lebih daerah sekitar limbus. Gejala yang mendasar adalah rasa gatal; manifestasi lain yang menyertai meliputi: mata berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan perasaan seolah ada benda asing yang masuk. Penyakit ini cukup menyusahkan, muncul berulang, dan sangat membebani aktivitas penderita sehingga menyebabkan ia tidak dapat beraktivitas normal. Terjadinya Penyakit Penyebaran konjungtivitis vernal merata di dunia, terdapat sekitar 0,1% hingga 0,5% pasien dengan masalah tersebut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada iklim panas (misalnya di Italia, Yunani, Israel, dan sebagian Amerika Selatan) daripada iklim dingin (seperti Amerika Serikat, Swedia, Rusia dan Jerman). Penyakit ini tergolong penyakit anak muda, jarang terjadi pada pasien usia di bawah 3 tahun atau di atas 25 tahun. Dari 1000 kasus yang tercatat di literatur, 750 kasus terjadi pada pasien dengan usia 5 hingga 20 tahun. Dalam koleksi kami sendiri terdapat 38 dari 39 pasien yang berusia lebih muda dari 14 tahun, ketika penyakit tersebut berawal. Usia yang paling banyak adalah 5 tahun, dimana lebih banyak anak laki-laki daripada perempuan yang terinfeksi. Beigelman memaparkan 5000 kasus yang dilaporkan dan menemukan bahwa penyakit berpeluang dua kali lipat terjadi pada anak laki-laki. Umumnya terdapat riwayat keluarga yang bersifat alergi atopik (turunan).Kami menemukan bahwa 65% pasien kami yang menderita konjungtivitis vernal memiliki satu atau lebih sanak keluarga setingkat yang memiliki penyakit turunan (misalnya asma, demam rumput, iritasi kulit turunan atau alergi selaput lendir hidung permanen). Penyakit-penyakit turunan ini umumnya ditemukan pada pasien itu sendiri. Dalam koleksi kami, 19 dari 39 pasien memiliki satu atau lebih dari empat penyakit turunan utama. Kurun waktu konjungtivitis vernal rata-rata berkisar 4 sampai 10 tahun. Akan tetapi penyakit ini jarang tinggal menetap pada usia 30an, 40an dan 50an, tetapi infeksinya lebih parah daripada anak-anak. Semua penelitian tentang penyakit ini melaporkan bahwa biasanya kondisi akan memburuk pada musim semi dan musim panas di belahan bumi utara, itulah mengapa dinamakan konjungtivitis vernal (atau musim semi). Di belahan bumi selatan penyakit ini lebih menyerang pada musim gugur dan musim dingin. Akan tetapi, banyak pasien mengalami gejala sepanjang tahun, mungkin disebabkan berbagai sumber alergi yang silih berganti sepanjang tahun.

Gejala Patologis Penelitian terbaik atas patologi konjungtivitis vernal (berdasarkan jaringan yang diawetkan dalam formalin dan terdapat campuran hematoxylin dan eosin) ditulis dalam buku yang komprehensif karya Beigelman. Terdapat dua bentuk penyakit ini, yaitu: 1. palpebral dan limbal, yang perbedaan utamanya terletak pada lokasi. Pada bentuk palpebral, jaringan epitel membesar pada beberapa area dan menular ke area lainnya. Kadangkala, eosinofil (warna kemerahan) tampak kuat di antara sel-sel jaringan epitel. Perubahan yang menonjol dan parah terjadi pada substansi propria (jaringan urat). Pada tahap awal jaringan terinfiltrasi dengan limfosit, sel plasma, eosinofil, dan basofil. Sejalan dengan perkembangan penyakit, semakin banyak sel yang berakumulasi dan kolagen baru terbentuk, sehingga menghasilkan bongkolbongkol besar pada jaringan yang timbul dari lempeng tarsal. Terkait dengan perubahan-perubahan tersebut adalah adanya pembentukan pembuluh darah baru dalam jumlah yang banyak. Peningkatan jumlah kolagen berlangsung cepat dan menyolok. Pada bentuk limbal terdapat perubahan yang sama, yaitu: perkembangbiakan jaringan ikat, peningkatan jumlah kolagen, dan infiltrasi sel plasma, limfosit, eosinofil dan basofil ke dalam stroma.

2.

Penggunaan jaringan yang dilapisi plastik yang ditampilkan melalui mikroskopi cahaya dan elektron dapat memungkinkan beberapa observasi tambahan. Basofil sebagai ciri tetap dari penyakit ini, tampak dalam jaringan epitel sebagaimana juga pada substansi propria. Walaupun sebagian besar sel merupakan komponen normal dari substansi propia, namun tidak terdapat jaringan epitel konjungtiva normal. Pada konjungtivitis vernal, terdapat sebagian besar sel yang secara rutin tampak dalam jaringan epitel. Pengawetan yang lebih baik adalah menggunakan glutaraldehyde, lapisan plastik, dan ditampilkan pada ukuran 1-m sehingga dapat memungkinkan untuk menghitung jumlah sel berdasarkan jenis dan lokasinya. Jumlah rata-rata sel per kubik milimeter tidak melampaui jumlah normal. Diperkirakan bahwa peradangan sel secara maksimum seringkali berada dalam kondisi konjungtiva normal. Jadi, untuk mengakomodasi lebih banyak sel dalam proses peradangan konjungtivitis vernal, maka jaringan akan membesar dengan cara peningkatan jumlah kolagen dan pembuluh darah. Jaringan tarsal atas yang abnormal ditemukan dari empat pasien konjungtivitis vernal yang terkontaminasi dengan zat imun, yaitu: dua dari empat pasien mengandung spesimen IgA-, IgG-, dan IgE- secara berlebih yang akhirnya membentuk sel plasma. Sel-sel tersebut tidak ditemukan pada konjungtiva normal dari dua pasien lainnya. Kandungan IgE pada air mata yang diambil dari sampel serum 11 pasien konjungtivitis vernal dan 10 subjek kontrol telah menemukan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara air mata dengan level kandungan serum pada kedua mata (P<0.05). Kandungan IgE pada air mata diperkirakan muncul dari serum kedua mata, kandungan IgE dalam serum (1031ng/ml) dan pada air mata (130ng/ml) dari pasien konjungtivitis vernal melebihi kandungan IgE dalam serum (201ng/ml) dan pada air mata (61ng/ml) dari orang normal. Butiran antibodi IgE secara spesifik ditemukan pada air mata lebih banyak daripada butiran antibodi pada serum. Selain itu, terdapat 18 dari 30 pasien yang memiliki level antibodi IgG yang signifikan yang menjadi butiran pada air matanya. Orang normal tidak memiliki jenis

antibodi ini pada air matanya maupun serumnya. Hasil pengamatan ini menyimpulkan bahwa baik IgE- dan IgG- akan menjadi perantara mekanisme imun yang terlibat dalam patogenesis konjungtivitis vernal, dimana sistesis lokal antibodi terjadi pada jaringan permukaan mata. Kondisi ini ditemukan negatif pada orang-orang yang memiliki alergi udara, tetapi pada penderita konjungtivitis vernal lebih banyak berhubungan dengan antibodi IgG dan mekanisme lainnya daripada antibodi IgE. Kandungan histamin pada air mata dari sembilan pasien konjungtivitis vernal (38ng/ml) secara signifikan lebih tinggi daripada kandungan histamin air mata pada 13 orang normal (10ng/ml, P<0.05). Hal ini sejalan dengan pengamatan menggunakan mikroskopi elektron yang diperkirakan menemukan tujuh kali lipat lebih banyak sel mastosit dalam substantia propia daripada dengan pengamatan yang menggunakan mikroskopi cahaya. Sejumlah besar sel mastosit ini terdapat pada air mata dengan level histamin yang lebih tinggi. Kikisan konjungtiva pada daerah-daerah yang terinfeksi menunjukkan adanya banyak eosinofil dan butiran eosinofilik. Ditemukan lebih dari dua eosinofil tiap pembesaran 25x dengan sifat khas penyakit (pathognomonic) konjungtivitis vernal. Tidak ditemukan adanya akumulasi eosinofil pada daerah permukaan lain pada level ini. Walaupun secara prinsip konjungtivitis vernal sangat berbeda dengan trakhom dan konjungtivitis demam rumput, namun seringkali gejalanya membingungkan dengan dua penyakit tersebut. Trakhom ditandai dengan banyaknya serabut-serabut sejati yang terpusat, sedangkan pada konjungtivitis vernal jarang tampak serabut sejati. Pada trakhom, eosinofil tidak tampak pada kikisan konjungtiva maupun pada jaringan, sedangkan pada konjungtivitis vernal, eosinofil memenuhi jaringan. Trakhom meninggalkan parut-parut pada tarsal, sedangkan konjungtivitis vernal tidak, kecuali bila terlambat ditangani. Tanda konjungtivitis demam rumput adalah edema, sedangkan tanda konjungtivitis vernal adalah infiltrasi selular. Demam rumput memiliki karakteristik sedikit eosinofil, tidak ada sel mastosit pada jaringan epitel, tidak ada peningkatan sel mastosit pada substantia propria, dan tidak terdapat basofil, sedangkan konjungtivitis vernal memiliki karakteristik adanya tiga serangkai, yaitu: sel mastosit pada jaringan epitel, adanya basofil, dan adanya eosinofil pada jaringan. Patogenesis

Walaupun karakteristik klinis dan patologi konjungtivitis vernal telah digambarkan secara luas, namun patogenesis spesifik masih belum dikenali. Pada contoh hewan, infiltrasi basofil dan eosinofil pada konjungtiva tarsal bagian atas dapat ditimbulkan dengan menginjeksi antigen ke dalam jaringan

8. www.atlasophthalmology.com/atlas

Gambar 3. cobblestone raksasa.

Gambar 2. Giant papil.

9. http://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/cases/70-VernalKeratoconjunctivitis-Atopic-Asthma.htm

Gambar.4. Folikel dan bintik putih pada limbus.

You might also like