You are on page 1of 13

Abstrak Dalam tulisan ini akan membahas Pengertian UMKM (Usaha Mikro.

Kecil dan Menengah) dan Batasan Omset UMKM berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu mengacu pada UU No. 9 tahun 1995 dan UU No. 20 Tahun 2008. Dasar ini dipakai oleh Kementrian Koperasi dan UKM, Departemen Perindustrian dan Perdagangan serta Bank Indonesia dalam menetapkan batasan omset untuk kategori Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Jika diperhatikan lebih jauh, batasan omset tidak jauh berbeda untuk masing-masing kategori dari ketiga lembaga pemerintah tersebut Badan Usaha di Indonesia berbentuk Perusahaan Perorangan, Perusahaan Persekutuan (CV, Firma dan Partnership) merupakan badan usaha yang tidak berbadan hukum; Perseroan Terbatas, Yayasan dan Koperasi merupakan Badan Usaha yang berbadan hukum. Dalam Undang-Undang Perpajakan hanya mengenal Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan dimana Perusahaan Perorangan termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi sedangkan CV, Firma, Partnership. Yayasan dan Koperasi termasuk Wajib Pajak Badan. Jenis-jenis usaha UMKM ada di bidang perdagangan seperti penjualan makanan. handphone, computer, camera, furniture; industri kecil seperti industri makanan ringan, kerajinan tangan; dan di bidang jasa seperti jasa catering dan jasa travel. UMKM yang dimiliki perseorangan, maka Wajib Pajak Orang Pribadi ini dikenai Pajak Penghasilan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto untuk peredaran usaha dibawah 600 juta rupiah - 4,8 miliar rupiah. UMKM yang berbentuk CV, Firma dan Perseroan Terbatas , maka Wajib Pajak ini merupakan Wajib Pajak Badan yang akan dikenai tarif pajak untuk peredaran usaha bruto sampai dengan lima puluh milyar rupiah. Dengan penjelasan di atas kita dapat memahami UMKM sebenarnya sudah dikenai pajak. Apabila Direktorat Jenderal Pajak akan mengenakan tarif pajak final 0,5 % untuk usaha mikro dan 1% untuk usaha kecil, diharapkan peraturan tersebut tidak tumpang tindih dengan aturan pajak yang sudah berlaku untuk mereka. Artinya dengan pengenaan pajak final 0,5%-1% untuk UMKM, mereka tidak lagi dikenakan tarif pajak sesuai Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 tahun 2008.

A. Pendahuluan Pengertian UMKM dan Batasan UMKM UMKM singkatan dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Berikut ini pengertian dan batasan usaha yang tergolong UMKM : 1. Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2008 a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atas badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha mikro memiliki kriteria asset maksimal Rp. 50.000.000 dan omset sebesar Rp. 300.000.000. b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan/ bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung/ tidak langsung dari usaha menengah/besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Usaha Kecil memiliki kriteria asset Rp. 50.000.000 - Rp. 500.000.000 dan omset sebesar Rp. 300.000.000 - Rp. 2.500.000.000. c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perseorangan/ badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan/ cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung/tidak langsung dengan usaha kecil/usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih/hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha Menengah memiliki kriteria asset Rp. 500.000.000 Rp. 10.000.000.000 dan omset sebesar Rp. 2.500.000.000 - Rp. 50.000.000.000. 2. Kementrian Koperasi dan UKM Kementrian Koperasi dan UKM menetapkan batasan Usaha Kecil dan Usaha Menengah, yaitu : a. Usaha Kecil memiliki omset kurang dari Rp. 1.000.000.0007 tahun b. Usaha Menengah memiliki omset Rp. 1.000.000.000 - Rp. 50.000.000.000/ tahun

3. Departemen Perindustrian dan Perdagangan Departemen Perindustrian dan Perdagangan menetapkan batasan Usaha Kecfl dan Menengah sesuai Undang-Undang No. 9 Tahun 1995, yaitu : Usaha kecil di bidang Perdagangan dan Industri memiliki asset tetap kurang dari Rp. 200.000.000 dan omset per tahun kurang dari Rp. 1.000.000.000. Industri kecil dan menengah memiliki nilai dengan jamlah Rp. 5.000.000.000. 4. Bank Indonesia. Bank Indonesia juga merujuk pada Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 untuk kategori Usaha Kecil; tetapi untuk Usaha Menengah, Bank hidonesia menentukan sendiri kriteria asset tetapnya, dimana Bank Indonesia membagi Usaha Menengah dalam 2 kategori : a. Usaha menengah untuk industri manufaktur : memiliki asset tetap sejumlah Rp. 200.000.000- Rp. 5.000.000.000; b. Usaha menengah untuk industri non manufaktur: memiliki asset tetap sejumlah Rp. 60.000.000- Rp.200.000.000. investasi sampai

B. Tinjauan Pustaka Setelah kita memahami pengertian dan batasan UMKM berdasaran Undang-Undang yang berlaku di Indonesia dan batasan-batasan yang ditetapkan oleh lembaga-lembaga pemerintah, kita perlu memahami jenis-jenis badan usaha yang ada di Indonesia, pengertian Wajib Pajak menurut peraturan perpajakan di Indonesia dan bagaimana penetapan tarif pajak untuk wajib pajak tersebut 1. Jenis-jenis Badan Usaha Dalam mata kuliah Pengantar Bisnis kita mempelajari bentuk-bentuk badan usaha dan pengertiannya: a. Perusahaan Perorangan Perusahaan Perorangan adalah perusahaan yang dimiliki oleh individu, yang dalam praktiknya merupakan perusahaan keluarga.

b. Perusahaan Perkongsian (CV, Firma, Partnership) Perusahaan yang tidak berbadan hukum, menggabungkan sumber daya yang dimiliki masing-masing pendiri untuk melakukan usaha yang diminati bersama. c. Perusahaan Perseroan Terbatas Intitusi berbadan hukum yang pendiriannya melalui akta notaris, dimana mencantumkan tujuan pendirian, saham yang dikeluarkan dan nama pimpinan yang menjalankan usaha. Batasan Modal untuk pendirian Perseroan Terbatas (PT) menurut UU No. 40 tahun 2007 minimal sebesar Rp. 50.000.000. d. Yayasan Badan usaha yang berbadan hukum yang bukan mencari keuntungan. Contoh : usaha di bidang pendidikan dan rumah sakiL e. Koperasi Badan usaha yang berbadan hukum bertujuan bukan sekadar mencari laba tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Dilihat dari jenis-jenis badan usaha di atas dan batasan mengenai UMKM, kita dapat mengerti bahwa Usaha Kecil merupakan jenis badan usaha perorangan, sedangkan Usaha Kecil dan Usaha Menengah dapat berbentuk Usaha Perorangan, Perkongsian dan Perseroan Terbatas. 2. Pengertian Wajib Pajak meimnit Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 28 Tahun 2007 Wajib Pajak menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 butir 2 dan 3 mengelompokkan 2 kategori : wajib pajak orang pribadi (WP OP) dan wajib pajak badan (WP Badan) Pasal 1 butir 2, "Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan." Pasal 1 butir 3, "Badan adalah sekumpulan orang dan/ atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya. badan usaha

milik Negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organsasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi dan bentuk usaha tetap." Jenis badan usaha perorangan termasuk dalam WP OP, sedangkan perusahaan perkongsian (CV, Firma, Partnership), perusahaan perseroan terbatas, yayasan, koperasi termasuk dalam WP Badan. 3. Jenis-jenis usaha yang tergolong UMKM UMKM dengan batasan kriteria asset Rp. 50.000.000 - Rp. 10.000.000.000 dan batasan omset Rp. 300.000.000 - Rp, 50.000.000.000; dari segi jenis badan usaha dapat kita pahami bahwa Usaha Mikro merupakan badan usaha perorangan dan termasuk dalam Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dalam perlakuan pajaknya; sedangkan Usaha Kecil dan Menengah merupakan badan usaha perorangan, perkongsian (CV, Firma, Partnership)., perusahaan perseroan terbatas. yayasan, koperasi dan dalam perlakuan pajaknya dapat berbentuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dan Wajib Pajak Badan (WP Badan). Apakah jenis usaha yang tergolong UMKM? Di sektor perdagangan, UMKM dapat berupa penjualan makanan, obat, handphone, computer, camera,furniture, dan masih banyak lagi contoh lain.

Gambar 1.1 Perdagangan Handphone Di sektor industri biasanya tergolong industri kecil dapat berupa

industri makanan ringan seperti industry rumah tangga pembuatan pempek. kerupuk, industry pembuatan tabu, tempe, industri pembuatan roti.Contoh lain yaitu industri kerajinan tangan seperti industri pembuatan furniture dan kayu jati, rotan, pembuatan souvenir dan lampu bias.Di sektor jasa, UMKM dapat bempa seperti jasa catering, jasa travel.

Gambar 12. Jasa travel

4. Penetapan Tarif Pajak untuk Wajib Pajak Oraag Pribadi dengan peredaran usaha bruto dibawah Rp. 600.000.000 - Rp. 4.800.000.000 Wajib Pajak Orang Pribadi dengan peredaran usaha bruto dibawah Rp.

600.000.000 tidak wajib menyelenggarakan pembukuan. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Kep-5367PJ./2000 Pasal 1 ayat 3 menjelaskan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi dengan penghasilan usaha dibawah Rp.600.000.000 yang tidak menyelenggarakan pembukuan menggunakan Norma

Penghltungan Penghasilan Netto dalam menghitung penghasilan netto usahanya. Untuk melihat tarif persentase besarnya Norma Penghltungan Penghasilan Netto dapat dilihat di Lampiran Peraturan Direktur Jendral Pajak ini. Berikut cuplikan dari sebagian table Lampiran PER-536/PJ./2000:

62000 106

107

108

109

PERDAGANGAN ECERAN 62200 Perdagangan eceran barang-barang kelontong, supermarket dan wanmg langsam. - Yaitu perdagangan eceran macam-macam basil industri untuk keperluan rumah tangga. kantor, sekolah, maupun keperiuan perorangan seperti toko kdontong, toko serba ada, supermarket dan warung langsam 62310 Perdagangan eceran hasil-hasil pertanian. petemakan, perikanan, kebutanan dan perburuan. - Meliputi usaha perdagangan, eceran basil pertanian, petemakan, perilcanan, kebulanan dan perburuan. 62320 Perdagangan eceran basil industri (bahan) Makanan, minuman dan hasil pengolahan tembakau. - Seperti daging segar ataupun yang diawetkatu susu, buah-buahan, sayur-sayuran dan basil perikanan yang diawetkan, macam-macam minyak makan basil penggilingan biji-bjian keras (beras, kopi, jagung dan sejenisnya). macam-macam tepung gula, dan basil pengolahan gula, teh, es batu, makanan dari kedelai, kerupuk, bumbu masak, macam-macam minuman (keras dan ringan) dan basil pengolahan tembakau (rokok, tembakau shag dan bumbu rokok). 62410 Perdagangan eceran tekstil, pakaian jadi hasil pemintalan, pertenunan, perajutan, hasil pengolahan kulit, termasuk barang keperluan kaki. - Seperti tekstil, pakain jadi, kain batik, macam-macam benang, tali-temali, karpet/ permadani dari bahan tekstil macam-macam hasil perajutan, kulit/ kulit imitasi,

30

25

20

20

15

15

25

20

20

30

25

20

110

62420

barang-barang dari kulit dan barang-barang keperluan kaki. Perdagangan eceran perabotan rumah tangga dan dapur. - Seperti furniture (baik dari kayu, rotan. plastik dan logam), alat-alat perlengkapan dapur. barang-barang pecah belah dan lain sejenisnya.

30

25

20

Untuk memahami cara menghitung tarif pajak bagi Wajib Orang Pribadi yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto dapat memperhatikan contoh berikut ini: Seorang Wajib Pajak bam memiliki usaha sebagai pedagang eceran bahan makanan di Palembang. Penjualan dalam satu bulan diperkirakan sebesar Rp. 40.000.000,00 la kawin dan mempunyai 2 (dua) orang anak. Besamya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang hams dibayar sebagai angsuran dalam tahun berjalan dihitung sebagai berikut: Pedagang eceran bahan makanan. la kawin dan mempunyai 2 (dua) orang anak (Status=K/2). Jumlah peredaran usaha setahun = 12 X Rp. 40.000.000,00 = Rp. 480.000.000 Persentase penghasilan menurut norma Kode 62320= 25% Penghasilan neto setahun = Rp. 480.000.000,00 x 25% Penghasilan Kena Pajak= penghasilan neto dikurangi = Rp. 120.000.000,00 - Rp. 30375.000,00 Pajak Penghasilan yang terutang = 5% X Rp. 50.000.000,00 =15% XRp. 39.625.000,00 Rp. 2.500.000 Rp 5.943.750 = Rp. 8.443.750 = Rp. 703.646 = Rp. 120.000.000 Penghasilan Tidak Kena Pajak = Rp. 89.625.000

Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar per bulan

Aturan batasan peredaran usaha ini ditingkatkan lagi menjadi sampai Rp.4.800.000.000. ArtinyaWajib Pajak Orang Pribadi dengan batasan peredaran usaha sampai dengan Rp. 4.800.000.000 diperbolehkan untuk tidak menyelenggarakan pembukuan dan hanya menyelenggarakan pencatatan, sehingga dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan

Netto untuk menghitung penghasilan neto usahanya, hanya saja Wajib Pajak tersebut harus memberitahukan kepada Direktur Jendral Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan (Pasal 14 Undang Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008).

5. PenetapanTarif Pajak nntak Wajib Pajak Badaa dengan peredaran usaha bruto sampai dengan Rp, 50.000.000.000 UMKM dapat berbentuk perusahaan perkonssian, Perseroan Terbatas dan dikelompokkan sebagai Wajib Pajak Badan dalam memenuhi hak kewajiban perpajakannya. Pasal31E UU PPh No.36 tahun 2008 -Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) vans dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari baaian peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000 (empat milyar delapan ratus jura rupiah). Untuk memahami lebih jelas baaaimana menghitung PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Badan dapat memperhatikan contoh berikut ini: pajak 2012

Peredaran usaha bruto PT. Karunia Abadi dalam tahun

sebesar Rp.30.000.000.000 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 3.000.000.000.


Jumlah Penghasilan Kena Pajak Yang = (Rp.4.800.000.000 : Rp. 30.000.000.000) X Rp.3.000.000.000 Rp. 480.000.000 memperoleh fasilitas

Jumlah Penghasilan yang = Rp. 3.000.000.000 - Rp.480.000.000 memperoleh fasilitas

Rp. 2.520.000.000

PPh yang Terutang = (50% X 25% X Rp. 480.000.000) Rp. = (25% X Rp. 2.520.000.000) Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang

Rp. 60.000.000 Rp. 630.000.000 Rp. 690.000.000

Dari perbitungan diatas maka PTJCarunia Abadi mempunyai kewajiban pajak untuk tahun pajak 2012 sebesar Rp. 690.000.000 dan untuk tahun pajak 2013, besaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPhBadan) sebesar Rp.690.000.000/12 = Rp.57.500.000.

C. Permasalahan 1. UMKM akan dikenai Pajak sebesar 0,5 % dari omset dan bersifat final Pemerintah Tetapkan Paiak Fmal Usaha Mikro (K5% Dari Omzet. Harian Kontan, 6 Februari 2013 JAKARTA. Usaha kecil boleh beriega nari. Mereka akan mendapatkan pengecualian. Pemerintah menetapkan pajak usaha kecil dengan omzet kurang dari Rp 300 juta Cuma 0,5%. Besaran tarif ini lebih rendah ketimbang pajak final usaha kecil dengan omzet di atas Rp. 300 juta hingga Rp 4.8 miliar yakni 1% dari omzet. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Syariefuddin Hasan mengungkapkan hal ini seusai rapat koordinasi di Kantor Menko Perekonomian Selasa (5/2) Lapangan Banteng, Jakarta. Penetapan tarif 0.5% ini cukup adil, karena sebelumnya Kementerian Koperasi dan UKM memmta agar mereka dibebaskan dari pungutan pajak sama sekali atau tarimya 0%. Tapi pengenaan tarif nol persen tidak memenuhi rasa keadilan di masyarakaL Sebab. selama ini pegawai dengan gaji sesuai upah minimum pun sudah memenuhi aturan untuk membayar pajak dengan tarif normal. "Menkeu sudah memutuskan tarif pajak untuk usaha mikro jadinya 0.5% tidak 1% lagi." kata Syariefuddin, Selasa (5/2). Walaupun sudah dikenakan tarif pajak lebih rendah. Syariefuddin menyatakan tetap tidak puas. Menurutnya, pengusaha mikro tidak layak dikenakan pajak UKM tersebut. Terlebih jika memiliki anak buah, maka usaha mi bisa disebut sektor padat karya.

Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat ini menganggap, selama ini pemerintah sudah memberikan banyak subsidi ke sektor mikro seperti penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), pelatihan, dan pendampingan dalam menjalankan usaha. Syarifuddin berpandangan, jika sektor ini tetap dikenakan pajak. hal itu malah akan berbanding terbalik dengan apa yang selama ini telah dilakukan pemerintah. "Apalagi jika dibandingkan dengan investor asing yang masuk dan malah diberi tax holiday. Seharusnya pengusaha mikro juga diberi insentif pajak," ujamya. Namun, hal berbeda justru diungkapkan Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Kismantoro Petrus, yang mengaku belum tahu perbedaan persentase tarif pajak UKM ini. "Saya tidak punya info untuk itu," jelasnya. Sedangkan Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Bambang Brodjonegoro menyebut tarif pajak sebesar 0,5% sudah mempertimbangkan Penghasilan Tidak KenaPajak, sehingga cukup adil. Dengan asumsi laba bersih 15% dari omzet, penghasilan UKM beromzet Rp 300 juta dalam setahun Rp 45 juta. Dengan tarif pajak normal, pajak yang hams dibayar sekitar Rp 2,6 juta. Tapi, dengan tarif pajak final 0,5%, maka UKM hanya membayar pajak Rp 1,5 juta, atau jauh lebih Fendah ketimbang pegawai yang memiliki penghasilan sebesar Rp 3,75 juta sebulan. Dari berita pajak ini kfta membaca bahwa akan ada regulasi baru yang mengatur tarif pajak bagi UKM dimana omset kurang dari Rp. 300.000.000 dikenakan pajak final sebesar 0,5% dan omset di atas Rp. 300.000.000 - Rp. 4.800.000.000 akan dikenakan pajak final sebesar 1 %. 2. Penerapan pajak berganda pada WP yang bergerak di sektor UMKM Kalau kita melihat dari aturan pajak bagi wajib pajak orang pribadi yang hanya menyelenggarakan pencatatan dikenakan norma penghitungan penghasilan neto untuk menghitung penghasilan neto usahanya dan bagi wajib pajak badan yang mempunyai batasan peredaran bruto usaha sampai dengan Rp. 50.000.000.000.00 mendapat fasilitas

Pengurangan tarif sampai dengan 50% (Pasal 31 E UU PPh No. 36 Tahun 2008), maka sebenarnya wajib pajak yang bergerak di sektor UMKM sudah dikenai pajak. Apabila akan dikeluarkan regulasi baru tentang penerapan pajak final kepada sektor UMKM dimana omset kurang dari Rp. 300.000.000,00 dikenakan pajak final sebesar 0.5% dan omset di atas Rp. 300.000.000,00 - Rp. 4.800.000.000..00 akan dikenakan pajak final sebesar 1 %, diharapkan adanya aturan yang jelas apakah tarif itu akan diberlakukan sama baik bagi wajib pajak orang pribadi maupun bagi wajib pajak badan karena masing-masing wajib pajak mempunyai periakuan tarif pajak dan pelaporan pajak yang berbeda. Selain itu, adanya pengenaan tarif pajak final bagi UMKM diharapkan tidak menimbulkan penerapan pajak berganda, artinya wajib pajak sektor UMKM yang sudah dikenai pajak final tidak lagi dikenai pajak penghasilan per bulan yang selama ini berlaku bagi mereka (Pasal 14, Pasal 17, Pasal 31 E UU PPh No. 36 Tahun 2008). 3. Bertambahnya beban bagi sektor UMKM deogan dikenai Pajak Final Jika sektor UMKM akan dikenai Pajak Final dan pengenaan pajak yang selama ini berlaku bagi mereka masih tetap dikenakan, tentunya ini menyebabkan bertambahnya beban bagi mereka. D. Kesimpulan Perlu adanya regulasi yang jelas bagi UMKM mengenai tarif pajak berdasarkan batasan omset, jenis Wajib Pajak, dan jenis usaha Wajib Pajak sehingga tidak terjadi penerapan pajak berganda bagi pelaku usaha UMKM.
1

Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai usaha/pekerjaan bebas berkewajiban

melaporkan SPT Tahunan menggunakan Fonnulir 1770 dan Wajib Pajak Badan bericewajiban melaporkan SPT Tahunan menggunakan Fonnulir 1771.

Daftar Pustaka Riffely Dewi Astuti, SE^ MM. (2009). Pengantar Bisnis. Jakarta : Universitas Terbuka. Harian Kontan (6 Februari 2013). Pemerintah Tetapkan Pajak Final Usaha Mikro 0,5% Dari Omzet. Jakarta. Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Peiseroan Terbalas. Undang Undang Ketentuan Umum dan Tala Cara Peipajakan Nomor 28 Tahun 2007. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha. KeciL Mikro dan Menengah.

You might also like