You are on page 1of 180

ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

ACQUIRED IMMUNODEFICIENCY SYNDROME


prevention & control

1
Pengembangan Model Pelayanan Kesehatan dalam Pencegahan Infeksi HIV/AIDS
pada Pekerja Remaja (Tahap II)/Suharti Ajik et al.-- Surabaya : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Pelayanan dan Teknologi Kesehatan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 56p.

ABSTRAK :

Penderita HIV/AIDS cenderung meningkat dan bergeser dari usia dewasa ke usia muda
termasuk remaja. Penularan penyakit yang belum ada cara imunisasi dan
pengobatannya ini lebih banyak ditentukan oleh faktor perilaku. Perubahan perilaku
antara lain dapat dilakukan dengan penyuluhan dengan memperhatikan situasi, kondisi,
ciri-ciri sasaran penyuluhan. Masalahnya adalah bagaimana memberikan penyuluhan
HIV/AIDS pada remaja pekerja perusahaan ?.

Pada penelitian tahap I (1998/1999), telah disusun suatu model penyuluhan PMS dan
HIV/AIDS untuk remaja pekerja perusahaan dengan membentuk 10 fasilitator yang
diambil dari remaja pekerja perusahaan itu sendiri yang dilatih terlebih dahulu. Setiap
fasilitator bertanggungjawab memberikan penyuluhan kepada 40 orang teman-
temannya di perusahaan, di luar hari kerja sebanyak 4 kali secara berkelompok.
Manager personalia dan petugas klinik perusahaan bertindak sebagai pembina (faktor
penguat) terjadinya perilaku sehat di kalangan pekerja perusahaan. Pada tahap II ini
adalah intervensi penyuluhan atau penerapan model yang telah disusun pada tahap I.

Penelitian dilakukan di PT. Telaga Mas Mitra Alasindo sebagai daerah studi dan PT.
Flower Indonesia sebagai daerah kontrol di Pasuruan pada tahun 1999/2000. Penelitian
ini merupakan penelitian eksperimen dengan pre post study control group design,
dengan memberikan intervensi penyuluhan PMS dan HIV/AIDS kepada responden
kelompok studi oleh fasilitator sebanyak 4 kali. Jumlah sampel untuk studi dan kontrol
masing-masing 400 remaja yang belum menikah, berusia antara 16-24 tahun, diambil
secara sistematik random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara,
sedang analisis data dilakukan dengan uji t.

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan pengetahuan, sikap, dan perilaku di


daerah studi. Uji t menunjukkan terjadinya peningkatan pengetahuan antara sebelum
dan sesudah intervensi. Terdapat perbedaan sikap dengan p=0,000<0,05 (lebih jelek),
juga terdapat perbedaan perilaku dengan p=0,000<0,05 (lebih baik).

Di daerah kontrol terdapat perbedaan pengetahun, sikap dan perilaku. Uji t


menunjukkan adanya perbedaan pengetahuan antara data awal dan data akhir dengan
p=0,000<0,05 (dengan melihat mean nilai sikap berarti lebih jelek), juga terdapat
perbedaan perilaku, dengan p=0,000< 0,05 (lebih baik).

Antara studi dan kontrol pada post test terdapat perbedaan pengetahuan dengan
p=0,000<0,05 (studi lebih baik dari kontrol). Tidak terdapat perbedaan sikap dengan
p=0,607>0,05, dan tidak terdapat perbedaan perilaku dengan p=0,953>0,05.

1
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Dari penelitian disarankan, untuk meningkatkan pengetahuan HIV/AIDS di lingkungan


pekerja remaja, perusahaan dapat menggunakan fasilitator dari kelompok pekerja itu
sendiri dengan pelatihan terlebih dahulu, untuk memperbaiki pengetahuan sikap dan
perilaku beresiko terhadap penularan penyakit menular seksual dan HIV/AIDS
dibutuhkan waktu yang lebih lama.
BPPK,LYAN
AEDES
2
Efektivitas Permetrin terhadap Larva Aedes aegypti di Laboratorium dan di
Lapangan/Frieda Bolang.-- Jakarta : Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2001.-- 55p.
ABSTRAK :
Permetrin (Piretroid sintetik) merupakan insektisida yang mempunyai daya bunuh tinggi
dan toksisitas yang sangat rendah terhadap mamalia dan organisme nontarget.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa konsentrasi permetrin untuk
membunuh larva Aedes aegypti di laboratorium dan di lapangan, yang nantinya dapat
digunakan sebagai insektisida alternatif untuk pengendalian vektor DBD bila resistensi
temefos terjadi.
Uji efektivitas permetrin terhadap larva Aedes aegypti di laboratorium ditentukan dengan
uji bioassay berdasarkan standar WHO. Konsentrasi permetrin yang diuji 0,01percent
dengan pengenceran 0,02; 0,03; 0,04; 0,05; 0,06; 0,07 mg/ml yang didapat dari
penelitian terdahulu. Uji bioassay dilakukan 3 kali ulangan dengan kontrol. Larva Aedes
aegypti yang diuji adalah larva instar III akhir dan instar IV awal dari hasil kolonisasi di
laboratorium. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam perlakuan dan dicatat jumlah larva
yang mati.
Uji di lapangan dilakukan dalam skala kecil dengan cara meletakkan tempat
perindukkan nyamuk (kendi) secara menyebar indoor dan out-door, nyamuk dibiarkan
bertelur sampai menjadi larva secara alamiah. Konsentrasi permetrin pada uji di
lapangan ditentukan berdasarkan hasil uji bioassay di laboratorium yang menyebabkan
kematian larva 99percent (LC99) yang dikalikan 10, kemudian diamati setelah 24 jam
perlakuan, dan dicatat jumlah larva yang mati. Pengamatan dilakukan tiap 48 jam
sampai kendi-kendi tersebut ditemukan larva.
Hasil uji bioassay di laboratorium menunjukkan konsentrasi yang dapat mematikan larva
sebesar 50percent (LC50) adalah 0,000257 mg/l dan konsentrasi yang mematikan larva
sebesar 99percent (LC99) adalah 0,000667 mg/l. Konsentrasi yang digunakan untuk uji
di lapangan adalah 0,000667 mg/l. Hasil uji efektivitas di lapangan menunjukkan
permetrin masih efektif sampai minggu ke-4 setelah perlakuan.
BIFK
3
Peran Aedes aegypti pada Kasus Beruntun Demam Berdarah Dengue/Demam Dengue
di Dalam Rumah/Sulistiawati.-- Surabaya : Program Pascasarjana Universitas Airlangga,
2000.-- irrp.
ABSTRAK :
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari apakah adanya larva Aedes aegypti dalam
rumah mempengaruhi terjadinya kasus beruntun demam berdarah dengue di rumah.
Penelitian bersifat observasional dan cohort prospektif. Sampel diambil dari penderita

2
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

demam berdarah dengue yang melayani rawat inap mulai akhir Mei sampai Juni 1999
pada 6 rumah sakit dan bertempat tinggal di 9 kecamatan di Surabaya. Selain itu
dilakukan wawancara dengan penderita atau keluarganya untuk mendapatkan
gambaran pengetahuan dan praktek pencegahan demam berdarah dengue serta
pemeriksaan larva di sekitar rumah penderita.

Hasil penelitian ini menunjukkan dari 96 penderita demam berdarah dengue yang terjadi
kasus beruntun demam berdarah dengue di dalam rumahnya sebanyak 29 orang
(30,2percent). Dengan uji Chi-square (α=0,05) tidak ditemukan perbedaan yang
bermakna adanya larva Aedes aegypti dalam rumah pada penderita yang terjadi kasus
beruntun di rumah dengan yang tidak ada kasus beruntun. Selain itu ± 90percent dari
penderita demam berdarah dengue di sekitar rumahnya selalu ditemukan larva Aedes
aegypti (dalam radius 40 meter). Oleh karena itu bila terjadi kasus beruntun di dalam
rumah maka kemungkinan vektornya bisa berasal dari sekitar rumah penderita.

Hasil lain penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara tingkat
pendidikan seseorang dengan pengetahuan tentang demam berdarah dengue, juga
antara praktek pencegahan DBD dengan ditemukannya larva Aedes di dalam rumah.
Ditemukan juga hubungan yang bermakna antara besarnya jumlah anggota keluarga di
rumah dengan terjadinya kasus beruntun DBD. Bahkan dengan uji Armitage
menunjukkan semakin besar jumlah anggota keluarga dalam rumah semakin besar
kemungkinan terjadinya kasus beruntun demam berdarah dengue di rumah. Sedangkan
antara pengetahuan dengan praktek pencegahan DBD di rumah dan antara besarnya
density figure larva Aedes dengan terjadinya ksus beruntun demam berdarah dengue di
dalam rumah tidak ada hubungan yang bermakna.

Disarankan perlunya promosi tentang pengetahuan demam berdarah dengue yang


harus dilakukan secara serentak dan bersama-sama oleh masyarakat.
LYAN,LAEK

AGED
4
Citra Layanan Home Care Lanjut Usia Rumah Sakit Ludira Husada Tama/Evie
Indrasanti.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.--
irrp.

ABSTRAK :

Brand image of medical service ia an important thing for the responsiveness


organization, because good brand image will make a consumer satisfaction. The other
thing is that the brand image is also the important concept in the business and academic
research, because marketer can get superior competitive from the good brand equity.
Besides that the organization will able to understand the real condition, because good
brand image have a great influence to personal behavior.

The aim of the research is to know the brand image of home care service for old people,
measured from the old people self and their family. To measure the strength correlation
between home care service for old people and brand image, and to identify the attribute
of the dominant home care service for old people to make a positive brand image
according to the old patient and family.

3
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

The research is observational research (non experiment) with cross sectional method.
The subject of the research is the member of old patient club in the period of three
months at least, stayed together with their family. The method for collecting data is
questioner by group discussion.

The result of the performance dimensional, trusworthiness, commitment and perceived


value is excellent. The social image dimensional was not be paid attention by the
respondent, but they feel, they get an exclusive service. From the strength
measurement, can be got the product attribute with statistic coefficient regress 0,150
(significance : 0,163), price 0,146 (0,165), place 0,116 (0,326), promotion 0,012 (0,081),
people 0,207 (0,072), processes 0,123 (0,191) and policy business 0,155 (0,223). From
the statistic data can be seen that the people attribute is a dominant in the brand image.
From the regress analysis, there is a correlation between the home care service with
brand image (r=0,693).

The conclusion of the research is that the brand image of home care service for old
people Ludira Husada Tama hospital is good there is strong correlation between home
care service for old people and the brand image. People attribute is a dominant in the
former of brand image home care service for old people.
ABFK

AMOXICILLIN
5
Laporan Hasil Guna Pengobatan Amoksisilin Dibandingkan dengan Eritromisin pada
Penderita Tonsilo-Faringitis Akut/Ani Isnawati.-- Jakarta : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.--
irrp.

ABSTRAK :

Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan effektivitas pengobatan amoksisilin


dibandingkan eritromisin pada penderita tonsilo-faringitis akut. Subyek sampel adalah
penderita tonsilo-faringitis akut pengunjung Puskesmas Kecamatan Campaka Putih dan
Puskesmas Kecamatan Senen Jakarta dan memenuhi kriteria penelitian.

Rancangan penelitian RCT, dimana penempatan sampel dilakukan secara random.


Jumlah sampel 82 orang dan setelah mengalami drop out 8,54percent, maka subyek
yang secara lengkap mengikuti penelitian 75 orang. Penelitian diselesaikan dalam waktu
3 bulan dari bulan September sampai Nopember 1999. Pengobatan dilakukan
pembuatan ganda. Setelah 5 hari pengobatan kesembuhan ditetapkan berdasarkan
evaluasi klinik. Guna mengetahui jenis kuman dan sensitivitas kuman terhadap kedua
obat, sebelum pengobatan dilakukan usap tenggorok.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengobatan kedua antibiotik tidak berbeda


bermakna berdasarkan uji Chi-square dengan tingkat kemaknaan 0,05. Jenis kuman
swab tenggorok terbanyak ditemukan Streptococcus viridans 54,2percent, Branhamella
catarrhalis 22,9percent dan Streptococcus B hemoliticus 6,4percent. Hasil uji Chi-square
sensitivitas kuman terhadap kedua obat didapatkan berbeda bermakna dengan tingkat
kemaknaan 0,05. Sensitivitas kuman amoksisilin 2,28 kali lebih besar dari pada
sensitivitas kuman terhadap eritromisin. Adapun hubungan berbagai variabel prediktor,
ternyata kepatuhan minum obat dan dosis antibiotik mempunyai hubungan bermakna

4
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

dengan kesembuhan. Kepatuhan minum obat OR = 4,979 (CI 95percent = 1,1182-


22,1730) dan dosis antibiotik OR = 5,050 (CI 95percent = 1,3759-18,5333).
BPPK

ANEMIA
6
Faktor Determinan Status Gizi dan Anemia Murid SD di Desa IDT Penerima PMT-AS di
Indonesia/Anies Irawati.-- Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 23p.

ABSTRAK :

Data dasar program makanan tambahan di wilayah luar Jawa Bali dan Jawa Bali
memungkinkan untuk dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui faktor determinan
status gizi dan status anemia. Selain itu untuk mengetahui faktor yang paling berkaitan
dengan status gizi dan status anemia . Untuk itu telah dilakukan analisis bivariat dengan
teknik Kai Kuadrat dan analisis multivariat dengan teknik regresi logistik.

Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor determinan status gizi murid SD di wilayah luar
Jawa Bali adalah kebiasaan jajan makanan tradisional, kebiasaan sarapan pagi yang
terdiri dari makanan pokok dan lauk nabati, pekerjaan dan pendidikan ayah dan ibu
(p<0,05). Faktor determinan status gizi murid SD di wilayah Jawa Bali adalah
pengetahuan murid SD tentang empat sehat lima sempurna, minum obat cacing dan
kebiasaan sarapan dengan bentuk makanan berupa makanan jajanan (p<0,05).

Sedangkan faktor determinan status anemia murid SD di wilayah luar Jawa Bali adalah
minum obat cacing, kebiasaan sarapan dengan makanan pokok dan lauk hewani,
sarapan pada hari PMT dan sarapan pada bukan pada hari PMT (p<0,05). Faktor
determinan status anemia di wilayah Jawa Bali adalah kebiasaan cuci tangan sebelum
makan, kebiasaan sarapan dengan makanan pokok dan lauk hewani dan kebiasaan
sarapan dengan lauk nabati (p<0,05)

Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa faktor yang paling berkaitan dengan
status gizi murid SD di wilayah luar Jawa Bali adalah kebiasaan sarapan dengan
makanan pokok dan lauk nabati (p=0,02) dan faktor yang paling berkaitan dengan status
gizi murid SD di wilayah Jawa Bali adalah kebiasaan sarapan dengan makanan berupa
makanan jajanan (p=0,01). Selanjutnya faktor yang paling berkaitan dengan status
anemia di wilayah luar Jawa Bali dan wilayah Jawa Bali adalah kebiasaan sarapan
dengan makanan pokok dan lauk hewani (p=0,00 dan p=0,00).
BPPK,FGIZ

7
Kebutuhan (Need) Ibu Hamil akan Tablet Besi untuk Pencegahan Anemi/Fitrah
Ernawati.-- Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 29p.

ABSTRAK :

Penelitian ini dilakukan di wilayah Puskesmas Sindang-Barang, Gang Kelor, Tegal


Gundil dan Warung Jambu. Desain penelitian adalah kohort observasional. Responden
adalah ibu hamil pada trimester ke dua dan ke tiga kehamilan yang mendapat

5
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

penyuluhan oleh bidan di Posyandu dan yang tidak mendapat penyuluhan. Data yang
dikumpulkan meliputi keadaan sosial ekonomi, identitas reponden, pengetahuan
responden tentang kurang darah/anemi, manfaat tablet besi, kebutuhan reponden akan
tablet besi, cakupan distribusi, kepatuhan konsumsi tablet besi, kadar hemoglobin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang anemi, penyebab


anemi, konsekuensi anemi pada ibu hamil dan bayinya, meningkat secara bermakna
pada kelompok yang mendapat penyuluhan oleh bidan. Namun kebutuhan ibu hamil
akan tablet besi tidak berbeda antara kelompok yang mendapat dan tidak mendapat
penyuluhan oleh bidan. Hanya 52percent responden dari kelompok yang mendapat
penyuluhan oleh bidan mengkonsumsi semua tablet besi yang diterima. Proporsi anemi
ibu hamil pada penelitian ini masih relatif tinggi yakni 50,1percent.
BPPK,FGIZ

8
Pengaruh Suplementasi Pil Besi Folat dan Pil Vitamin C terhadap Perubahan Kadar
Haemoglobin Anak Sekolah Dasar yang Anemia di Desa Nelayan Kecamatan Rembang
Kota Kabupaten Rembang/Retno Dwi Purwani.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 78p.

ABSTRAK :

Anemia in Indonesian elementary school children still sufficiently high. One of the causes
is the low food consumption and environmental sanitation. The efforts to reduce the
anemia prevalence was by supplementing folic iron and vitamin C tablets.

The objective of this study is to know the supplementation effects in the combination of
folic iron and vitamin C tablets towards the increase of haemoglobin level compared with
the folic iron tablet or vitamin C supplementation.

The study was a randomized placebo controlled trial. The object of the study is the
anemic 6-12 year old elementary school children in the fisherman villages in the
subdistrict of Rembang. The samples are divided into 4 groups : one supplemented with
iron tablets 60 mg iron elemental and folic acid 0,250 mg (n=49), next supplemented
with vitamin C 100 mg (n=46), other with the combination of the folic iron tablets and
vitamin C (n=48) and the last with placebo (n=46). The level of haemoglobin was
measured before and after the supplementation with the cyanmethemoglobin method.
The research has been conducted for three months, from September up to November
2000.

The study showed that the haemoglobin level had significant differences before and after
the supplementation programs. There were statistically significant increases of
haemoglobin level (f=17,568, p=0,000) after the supplementation. The target groups
performed the higher increase of the haemoglobin level than that of the placebo
supplementation only. The one with the folic iron tablets and vitamin c provided the
higher increase, which was statistically significant, than that with the folic iron tablets or
respectively. The supplementation of vitamin C tablets is the same effective as that of
the folic iron tablets in the increasing the haemoglobin level.

The conclusion of this study the supplementation of the folic iron tablets and vitamin C
once a week within three months is able to increase the haemoglobin level higher than

6
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

that of the folic iron tablets or vitamin C respectively to improve the level of their
haemoglobin of the anemic elementary school children.
ABFK

infant
9
Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan dari Tepung Formula Tempe dengan
Fortifikasi Fe terhadap Penambahan Berat Badan dan Kadar Hemoglobin pada Balita
KEP+Anemia di Kecamatan Benowo Kota Surabaya/Rita Ismawati.-- Surabaya :
Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2000.-- irrp.

ABSTRAK :

Kurang Energi Protein (KEP) masih merupakan salah satu masalah gizi utama di
Indonesia, dan merupakan penyakit defisiensi gizi yang paling umum dijumpai di dunia.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan di Puslitbang Gizi Bogor tentang
pemberian makanan tambahan, tepung formula tempe mampu meningkatkan berat
badan, kadar hemoglobin dan status imunitas. Dalam penelitian ini pemberian makanan
tambahan diberikan dalam bentuk kue kering (cookies) yang terbuat dari tepung formula
tempe dengan tepung terigu fortifikasi Fe yang bertujuan untuk meningkatkan berat
badan dan kadar hemoglobin balita KEP + Anemia.

Bentuk design penelitian ini adalah Randomized Pretest–Postest Control Group Design,
yang terdiri dari 3 kelompok yaitu kelompok I dan II merupakan kelompok perlakuan dan
kelompok III merupakan kelompok kontrol. Kelompok I diberikan makanan tambahan
berupa cookies dari tepung formula tempe dengan tepung terigu fortifikasi Fe, kelompok
II diberikan cookies dari tepung terigu yang difortifikasi dengan Fe dan kelompok III
diberikan biskuit Marie sesuai dengan program Dep.Kes. Pemberian makanan
tambahan diberikan seminggu 3 kali yaitu hari Senin, Rabu dan Jum’at selama 3 bulan.

Setelah pemberian makanan tambahan selama 3 bulan terjadi peningkatan berat badan
pada masing-masing kelompok. Rata-rata peningkatan berat badan pada kelompok I
adalah 1,8 kg ± 0,2 ; kelompok II 1,5 kg ± 0,7 dan kelompok III 1,3 kg ± 0,6. Secara
statistik peningkatan berat badan pada tiap kelompok berbeda secara bermakna (p≤0,05
dengan α 0,05), tetapi peningkatan berat badan tersebut tidak berbeda antara kelompok
I, II dan III (p ≥0,005 dengan α = 0,05).

Peningkatan kadar Hb pada kelompok I secara statistik berbeda (p=0,000), dengan


peningkatan rata-rata 2,3 grampercent ± 0,6 begitu juga pada kelompok II juga berbeda
secara bermakna (p=0,002, α=0,05) dengan peningkatan rata-rata 1,3 grampercent ±
0,9, sedangkan pada kelompok III tidak ada perbedaan peningkatan kadar Hb (p=0,051,
α=0,05) dengan peningkatan rata-rata hanya 0,1 gram percent ± 0,2. Peningkatan kadar
Hb antara ketiga kelompok terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,000, α=0,05),
perbedaan yang bermakna terjadi pada kelompok I (cookies tempe + Fe) dengan
kelompok II (cookies Fe), dan kelompok I (cookies tempe + Fe) dengan kelompok III
(Marie Biskuit), begitu juga kelompok II (cookies Fe) dengan kelompok III (Marie Biskuit)
berbeda secara bermakna. Peningkatan kadar Hb dan berat badan yang paling tinggi
terjadi pada kelompok I yaitu kelompok yang diberi makanan tambahan berupa cookies
dari tepung formula tempe dengan tepung terigu fortifikasi Fe.

7
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Hasil uji korelasi pada kelompok I didapatkan ada hubungan yang bermakna antara
asupan zat besi dari makanan tambahan dengan peningkatan kadar Hb (p=0,04 dengan
α=0,05), sedangkan antara asupan energi dari makanan tambahan dengan peningkatan
berat badan tidak ada hubungan yang bermakna (p=0,381 dengan α=0,05). Begitu pula
pada kelompok II dan III ada hubungan yang bermakna antara asupan zat besi dari
makanan tambahan dengan peningkatan kadar Hb (kelompok II p=0,16 dan kelompok III
p=0,012 dengan α=0,05), tetapi tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan
energi dari makanan tambahan dengan peningkatan berat badan (kelompok II p=0,066
dan kelompok III p=0,144 dengan α=0,05).

Dari hasil uji korelasi pada kelompok I, II dan III, tidak adanya hubungan antara asupan
energi dari makanan tambahan terhadap peningkatan berat badan, hal ini kemungkinan
disebabkan karena kontribusi terhadap angka kecukupan gizi yang dianjurkan (RDA)
dari energi masih sedikit (± 15percent RDA), sedangkan asupan zat besi memberikan
kontribusi terhadap angka kecukupan gizi yang dianjurkan (RDA) lebih banyak (±
50percent RDA), dan zat besi yang terdapat dalam makanan tambahan kemungkinan
dapat diserap tubuh dengan baik sehingga asupan zat besi dari makanan tambahan
mempunyai hubungan yang bermakna terhadap peningkatan kadar hemoglobin.
LAEK

ANEMIA, IRON-DEFICIENCY
10
Status Besi Anak Sekolah dan Faktor yang Berhubungan di Dua Sekolah Dasar
Kecamatan Cibubur, Jakarta Timur, Tahun 1999/Inayah Budiasti Sutiko.-- Jakarta :
Program Studi Ilmu Gizi, Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2001.-- 141p.

ABSTRAK :

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui status besi anak usia sekolah dan faktor yang
berhubungan serta hubungan status besi dengan daya konsentrasi belajar. Penelitian
dilakukan di Sekolah Dasar Pekayon 18 dan Jasmin, Kecamatan Cibubur, Jakarta
Timur. Design penelitian cross-sectional, subyek sebanyak 92 orang dipilih secara
purposive.

Data yang dikumpulkan meliputi data umum subyek dan responden/ibu subyek, status
gizi, asupan makan, serta pemeriksaan laboratorium darah dan tinja. Setelah status besi
ditetapkan berdasarkan kadar hemoglobin dan feritin plasma, subyek dibagi secara acak
sederhana (sub sampel) ke dalam dua kelompok, kelompok I dengan status besi normal
dan kelompok II dengan defisiensi besi kemudian terhadap ke dua kelompok dilakukan
pemeriksaan daya konsentrasi belajar. Uji statistik yang digunakan adalah uji
Kolmogorov-Smirnov dengan dua variabel dan uji eksak Fisher.

Hasil penelitian menunjukkan prevalensi anemia ditemukan sebesar 14,1percent dan


defisiensi besi 14,2percent, sebanyak 1,2percent diantaranya menderita anemia
defisiensi besi. Dari penilaian food frequency amount didapatkan 85,9percent subyek
mempunyai asupan besi yang tergolong kurang dan 79,3percent subyek asupan
energinya termasuk kriteria kurang. Data pola makan menunjukkan 50percent subyek
termasuk dalam kriteria kurang. Penilaian terhadap status gizi mendapatkan 7,6percent
subyek mempunyai bentuk tubuh pendek dan 2,2percent subyek tergolong kurus. Tidak

8
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

didapatkan hubungan yang bermakna (p>0,05) antara daya konsentrasi belajar dengan
status besi pada subyek penelitian dan ditemukan pula hubungan yang tidak bermakna
(p>0,05) antara sebagian besar variabel yang diteliti.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah prevalensi anemia 14,1percent dan defisiensi besi
14,2percent sejumlah 1,1percent subyek diantaranya menderita anemia defisiensi besi.
Tidak ditemukan hubungan bermakna (p>0,05) antara status besi dengan daya
konsentrasi belajar.
BIFK

ANTHROPOMETRY
11
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sistem Pelaporan Data Antropometri dalam Kegiatan
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Anak Sekolah Dasar/Erna Liciasari Sofiati et al.--
Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 24p.

ABSTRAK :

Pembinaan dalam bidang kesehatan untuk anak usia sekolah dilakukan melalui Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS) sejak tahun 1992. Salah satu kegiatan UKS yang dilakukan
secara rutin oleh guru adalah pengukuran antropometri, yaitu penimbangan berat
badan dan pengukuran tinggi badan. Hingga saat ini hasil pengukuran antropometri
belum dimanfaatkan oleh pengelola program diberbagai tingkat administratif.

Tujuan penelitian ini adalah menggali informasi mengenai faktor-faktor yang


mempengaruhi sistem pelaporan data antropometri anak sekolah dasar di setiap
lembaga administrasi. Penelitian dilakukan di empat sekolah dasar di Sumatera Barat.
Responden meliputi pengelola UKS di sekolah, di lembaga kesehatan tingkat
kecamatan, dan tim teknis Jaringan Informasi Pangan dan Gizi (JIPG) pada tingkat
kabupaten, propinsi, dan pusat dilakukan dengan cara wawancara dan pengamatan.

Hasil penelitian menunjukkan sekolah yang melaksanakan UKS aktif memiliki sarana
ruangan, buku pedoman, peralatan (KMS, timbangan, pengukur tinggi badan, P3K,
P3P), dan warung sekolah. Sekolah yang memiliki UKS aktif maupun tidak aktif memiliki
tenaga pengelola UKS. Karena perbedaan jarak tempuh dengan Puskesmas
menyebabkan tidak seluruh pengelola UKS dapat dibina. Dana untuk UKS diperoleh dari
iuran BP3. Pada SD yang melakukan kegiatan UKS aktif, data pengukuran BB dan TB
dicatat dan diplotkan ke dalam KMS-AS kemudian hanya disimpan sebagai dokumen
sekolah, tetapi tidak dilaporkan ke institusi yang membinanya (Puskesmas).

Puskesmas melaporkan jumlah cakupan SD yang melakukan kegiatan UKS tiap bulan,
tetapi tidak melakukan pelaporan kegiatan pengukuran antropometri dari sekolah
binaannya secara berkala, kecuali hanya data antropometri murid kelas satu pada awal
tahun pelajaran. Tim teknis JIPG Dati II, Dati I dan Pusat belum memanfaatkan data
antropometri murid SD dari laporan institusi di bawahnya. Untuk kebijakan program
pemantauan status gizi anak SD dapat mengelola dan memanfaatkan potensi data
antropometri yang telah dikumpulkan oleh guru melalui kegiatan UKS secara rutin.
BPPK,FGIZ

9
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

12
Indikator Antropometri Ibu Hamil sebagai Prediktor Berat Badan Waktu Lahir di Wilayah
Cakupan Tablet Besi Rendah di Kabupaten Bantul/Aloysius Pareira.-- Yogyakarta :
Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irrp.

ABSTRAK :

The prevalence of low weight birth in Indonesia is between 10,9percent up to


16,1percent, while in Bantul Regency, Yogyakarta, it shows 4,76percent. The impact of
this prevalence is that the high perinatal and noenatal mortality. An effort to overcome
this case is by having regularly pregnancy examination.

The study was aimed at determining anthropometric indicator of pregnant women that
can be used as predictor indicator of birth weight.

The study was the observational study using longitudinal design. Samples were 220
pregnant women aged 20-28 weeks. They were in 6 sub-districts of Bantul Regency.
The equipments used were microtonize to measure height, MUAC tape to measure mid
upper arms, and balance beam to measure body weight. Data analized by strata
program 6.0 version, and Epi info 6.04 version. The analysis phase were started from
univariat analysis to see the corellation of each variable, multivariate analysis (linear and
logistic regression) to see the influence of each variable, and the last were diagnostic
test and ROC curve to see the maximum value of sensitivity and speciativity.

The result of this study showed that the mid upper arm has the maximum value of
sensitivity and specitifity on two cut off (2500 gr = 128,2percent and 2750 gr
=121,4percent). Body weight and body mass index have the biggest posittive predictive
value (PPV). The positive predictive value (PPV) of body weight (2500 gr = 40percent
and 2750 gr = 60percent), and body mass index (only at the cut off 2750 gr =
71,4percent).

The biggest value of ROC curve are body weight, body, body mass index, and mind
upper arm as follows : (cut off 2500 gr = 0,74, 0,69, 0,68, and cut off 2750 gr = 0,64,
0,65, 0,64), body mass index, body height, and weight gain are the risk factors of birth
weight and OR in the cut off 2500 gr, in sequence they are 9,0, 2,0, and 2.5. While OR
of body mass index and weight gain in the cut off 2750 gr are 1.4 and 2.4.
ABFK

13
Pemanfaatan Data Antropometri Gizi untuk Penentuan Prioritas Sasaran Program
Penanggulangan Kemiskinan/Herman Sudiman.-- Bogor : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 26p.

ABSTRAK :

Selama ini terdapat cukup banyak data antropometri gizi yang belum digunakan secara
optimal dalam mendukung program penanggulangan kemiskinan. Kajian data gizi,
utamanya data antropometri dengan data lainnya seperti data konsumsi pangan, sosial
ekonomi, penerima bantuan tetap dari lembaga keagamaan, keluarga pra sejahtera,
penerima bantuan IDT, dan data lainnya akan dapat membantu penentuan prioritas
sasaran program penanggulangan kemiskinan.

10
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Tujuan penelitian ini mempelajari kesesuaian (agreement) indikator gizi dengan indikator
kemiskinan lain untuk prioritas sasaran program penanggulangan kemiskinan. Penelitian
dilakukan di 4 kabupaten di propinsi Jawa Barat. Di tiap kabupaten dipilih 2 kecamatan
dengan proporsi keluarga miskin tertinggi. Di masing-masing desa terpilih, dipilih secara
acak sederhana 80 keluarga responden.

Data sosial ekonomi, keadaan perumahan, konsumsi pangan dan antropometri didapat
dari keluarga responden tersebut. Data sosial ekonomi dan pola konsumsi pangan
dikumpulkan dengan cara wawancara melalui kunjungan dari rumah ke rumah,
sementara data keadaan rumah dikumpulkan dengan observasi. Data penerima bantuan
dalam rangka program penanggulangan kemiskinan didapatkan dari Kantor Bangdes
dan BKKBN tingkat kecamatan dan diversifikasi dengan data tingkat desa maupun dari
keluarga sampel. Data antropometri (tinggi dan berat badan) diukur dari seluruh anggota
keluarga yang ada di rumah saat dilakukan pengukuran dengan menggunakan
timbangan elektronik “Seca”, sementara tinggi badan diukur dengan alat “microtoise”.

Dilakukan uji untuk mengkonfirmasi penentuan target penanggulangan kemiskinan yang


dilakukan oleh masyarakat dan/atau LSM dengan indikator gizi utamanya indeks
antropometri dengan menggunakan uji kesesuaian (agreement tests), yakni dengan
menghitung koefisien Kappa.

Hasil penelitian ini menunjukkan berdasar pada macam pekerjaan KK, tingkat
pendidikan dan perkiraan pendapatan jelas bahwa keluarga sampel pada umumnya
termasuk keluarga miskin yang layak dijadikan sasaran penerima bantuan program
penanggulangan kemiskinan seperti JPS. Secara umum indikator antropometri
mempunyai kesesuaian yang cukup tinggi untuk menentukan sasaran program
penanggulangan kemiskinan. Indeks massa tubuh kepala keluarga maupun isteri
dengan batas ambang < 18,5 kg/m2 mempunyai nilai kesesuaian yang tinggi untuk
penentuan sasaran penerima program bantuan penanggulangan kemiskinan. Indikator
antropometri anak balita dengan batas ambang <-2 skor Z maupun <-3 skor Z
mempunyai yang tinggi untuk penentuan sasaran program penanggulangan kemiskinan,
kecuali untuk indek BB/TB dengan batas ambang <-3 skor Z.
BPPK,FGIZ

ANTIOXIDANTS
14
Efek Pemberian Antioksidan pada ERG Penderita Pre PDR yang Mendapatkan Terapi
Fotokoagulasi Laser/Donny Aldian.-- Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2001.-- 28p.

ABSTRAK :

Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek pemberian antioksidan pada penderita
retinopati diabetika pasca fotokoagulasi laser dengan melihat terjadinnya perubahan
nilai amplitudo gelombang a dan b pada ERG. Tempat penelitian adalah di Bagian Ilmu
Penyakit Mata FKUI/RS Dr. Cipto Mangunkusumo. Dalam penelitian dilakukan uji klinik
obat 2 sisi tersamar ganda (two armed clinical trial) dengan menggunakan kontrol
(plasebo).

11
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Subyek penelitian adalah penderita secara klinis didiagnosa Pre PDR yang memenuhi
kriteria inklusi. Penentuan untuk mendaptakan antioksidan atau plasebo dilakukan
secara randominasi dengan blok 2 dan bantuan tabel acak. Sampel dibagi dalam 2
kelompok masing-masing kelompok berjumlah 20 mata. Kelompok 1 mendapatkan
antioksidan (Beta carotine 10.000 iu. vit C 250 mg, vit E 200 iu, Zn 20 µg, Se 30 µg) dan
kelompok 2 mendapatkan plasebo (sakarin) masing-masing dikemas dalam kapsul
dengan ukuran dan warna yang sama. Tiap kelompok mendapatkan obat selama 2
minggu sebelum dan sesudah fotokoagulasi laser dengan dosis 1 x/hari. Sebelum
pemberian obat masing-masing kelompok dilakukan pemeriksaan ERG I dan dicatat
amplitudo gelombang a dan b, dan pemeriksaan ERG II dilakukan 2 minggu setelah
fotokoagulasi laser dan dinilai perbedaan selisih (∆) amplitudo gelombang a dan b
selanjutnya dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji non parametik (Man Whitney
U Willcoxon Rank Sum W-test) terhadap masing-masing variabel amplitudo gelombang
a dan b antara kelompok I dan kelompok II.

Fotokoagulasi laser menggunakan sinar argon hijau dengan panjang gelombang 514 nm
dan yang masuk dalam kriteria inklusi penelitian ini adalah jumlah tembakan 200-650
dan ukuran spot 200-500 µm.

Dari penelitian ini didapatkan hasil pada uji kesetaraan karakteristik untuk masing-
masing kelompok cukup memenuhi nilai kesetaraan (p>0,05). Pada uji kesetaraan
amplitudo gelombang a dan b masing-masing kelompok sebelum dilakukan cukup
memenuhi dalam kesetaraan. Pada uji statistik selisih amplitudo gelombang a
didapatkan nilai p=0,256, sedangkan selisih amplitudo gelombang b didapatkan nilai
p=0,665 hal ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna termakna terhadap
perubahan amplitudo gelombang a dan b antara pemberian antioksidan dan plasebo.

Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat efek pemberian antioksidan pada PRE PDR
yang mendapatkan terapi foto koagulasi laser melalui evaluasi hasil pemeriksaan ERG.
BIFK

ANXIETY
15
Relaksasi sebagai Upaya Mengurangi Kecemasan Menghadapi Studi Mahasiswa Akper
Dep. Kes. Magelang/Saseno.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, 2001.-- 100p.

ABSTRAK :

Bases on an implemented survey, it was found that student in the Nursing Academy of
Department of Health Magelang, often complain that their muscle was tense, heart beat
was rapid, difficult to concentrate and worry. This is the result of anxiety and indeed,
one of the ways to decrease the anxiety was by relaxation. This research was aimed to
examine the effectiveness of relaxation in decreaasing the anxiety in facing study. This
study is an experiment study using Randomized Control Group Pre-test Post-test
Design.

The subjects were 79 of third semester whose included in special class in Nursing
Academy of Department of Health Magelang. The were randomly selected and divided
into two groups. The first group had 40 peoples that considered as experiment group,

12
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

and second group had 39 peoples that considered as control group. Instrument being
used was Axiety Scale in Facing Study and Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS). The
analysis being used to test the difference of treatment and control group scores was
SPSS One-Way Student t test with significance level of p=0,05.

The result of this study showed that when the pre-test being done, there was no
difference between mean score of the anxiety in facing study and mean score of the
general anxiety between experimental group and control group. However, when the
post-test being done there was a significant difference between the two groups. After
given relaxation. The anxiety scale in facing study and general anxiety of the
experimental group was lower than control group. Therefore , it can be concluded that
relaxation is very effective in decreasing the anxiety in facing study and general anxiety
that were faced by the college students.
ABFK

APOLIPOPROTEINS B
16
Pengaruh Pemberian Oatmeal terhadap Kadar Apolipoprotein B Plasma Penderita
Hiperkolesterolemia : Peran β dalam Menurunkan Kadar Kolesterol Total, Kolesterol LDL
dan Apolipoprotein B Plasma/Pauline Endang Praptini.-- Jakarta : Program
Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 109p.

ABSTRAK :

Tujuan penelitian ini untuk mengurangi resiko PKV di Indonesia dengan menurunkan
kadar kolesterol dan apolipoprotein B melalui pemberian serat larut β-glukan. Penelitian
dilakukan di P.T. National Gobel, Bogor.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan disain pre dan post test,
dengan subyek penelitian pria, usia ≥ 40 tahun, kadar kolesterol total 220-300 mg/dL,
tidak menderita hipotiroid, gangguan hati, sindroma nefrotik, diabetes melitus dan tidak
mengkonsumsi obat penurun kolesterol. Subyek penelitian diberikan 75 g oatmeal yang
mengandung 3,5 g serat larut β-glukan setiap hari selama 42 hari. Data yang
dikumpulkan meliputi data sosiodemografi, pemeriksaan antrometri, data asupan makan
sebelum dan selama penelitian, pola makan dan pemeriksaan kadar kolesterol total,
kolesterol LDL dan apolipoprotein B plasma sebelum dan sesudah penelitian.

Hasil yang diperoleh adalah data sosiodemografi menunjukkan sebagian besar subyek
mempunyai aktivitas ringan, berpendidikan sedang dan mempunyai penghasilan di atas
garis kemiskinan. Data antropometri menunjukkan IMT dan rasio Ppe/Lpa sebelum dan
sesudah penelitian tidak berbeda bermakna (p>0,05), sedangkan pada Lpa terjadi
penurunan yang bermakna (p<0,05). Penilaian pola makan subyek menunjukkan
sebagian besar mempunyai pola makan yang cukup. Asupan energi dan zat gizi
sebelum dan selama penelitian tidak berbeda bermakna (p>0,05), kecuali asupan serat
yang meningkat bermakna (p<0,05), selama penelitian. Persentase asupan energi dan
zat gizi bila dibandingkan dengan yang dianjurkan, antara lain didapatkan persentase
asupan lemak jenuh lebih dari yang dianjurkan sedangkan asupan serat kurang dari
yang dianjurkan. Hasil pemeriksaan kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan
apolipoprotein B sesudah penelitian menunjukkan penurunan yang bermakna (p< 0,01).

13
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa, kadar kolesterol yang tinggi pada subyek
penelitian kemungkinan disebabkan asupan lemak jenuh yang tinggi dan asupan serat
yang rendah. Pemberian 75 g oatmeal selama 42 hari terbukti dapat menurunkan kadar
kolesterol total, kolesterol LDL dan apolipoprotein B.
BIFK
APOLIPOPROTEINS E
17
Pengaruh Polimorfisme Apolipoprotein E terhadap Pola Lipid Penderita Penyakit
Jantung Koroner di Yogyakarta/Pramudji Hastuti et al.-- Yogyakarta : Kerjasama antara
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dengan Badan Litbang Kesehatan dan
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, 2000.-- 12p.
ABSTRAK :
Faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner meliputi faktor genetik dan faktor
lingkungan. Apolipoprotein E (Apo E) adalah protein plasma yang disintesis di hepar dan
berbagai jaringan perifer. Apo E ini berfungsi sebagai ligan untuk reseptor LDL dan
melalui interaksinya dengan reseptor tersebut, ikut serta dalam transport kolesterol, dan
lipid-lipid lain di antara sel tubuh. Bentuk mutan Apo E yang gagal dalam pengikatannya
pada reseptor LDL, dihubungkan dengan hiperlipoproteinemia tipe III familial, suatu
gangguan genetik yang dikarakterisasi oleh peningkatan kadar kolesterol plasma dan
mempercepat terjadinya penyakit jantung koroner. Populasi yang berbeda, faktor
genetik maupun faktor lingkungan mempengaruhi risiko terjadinya penyakit jantung
koroner yang berlainan.
Sampel penelitian sebanyak 125 orang yang terdiri dari 65 penderita penyakit jantung
koroner (PJK) dan 60 kontrol sehat. Dari 65 PJK terdiri dari 40 laki-laki dan 25
perempuan, sedang 60 kontrol terdiri dari 37 laki-laki dan 23 perempuan. Hasil kimiawi
darah antara penderita PJK dan kontrol terdapat perbedaan bermakna pada kadar Hb
dan hematokrit laki-laki (p<0,1), sedang pada perempuan tidak terdapat perbedaan
bermakna (p<0,1). Sedang profil lipid pada penderita PJK laki-laki maupun perempuan
tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,1). Jika dibandingkan profil lipid antara PJK
dan kontrol kita bandingkan maka terdapat perbedaan bermakna (p<0,1). Jumlah
sampel penderita yang mengalami abnormalitas profil lipid antara penderita PJK lebih
besar dari kontrol. Faktor risiko lain yang mendukung terjadinya PJK yang banyak
adalah hipertensi genotip alel ∈4 lebih besar pada penderita PJK dibanding kontrol.
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat penurunan kimiawi darah penderita PJK
terutama pada laki-laki dan terjadi dislipidemia pada PJK terutama kadar kolesterol total
dan HDL-kolesterol plasma darahnya, didukung faktor resiko lain yiatu adanya
hipertensi. Frekuensi genotip alel ∈4 lebih besar pada penderita PJK dibanding kontrol.
BPPK
ASCORBIC ACID
18
Efek Pemberian Suplementasi Fe dan Vitamin C terhadap Peningkatan Kadar HB dan
Produktivitas Tenaga Kerja Wanita di PT. Sarana Mandiri Kepahiyang Bengkulu/
Yarmani.-- Surabaya : Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2000.-- irr p.
ABSTRAK :

14
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

The objective of this research is going to learn the effects of Fe + vitamin C and Fe
supplementation to increasing of Hb level and productivity in women tea leaf picker in PT
Sarana Mandiri Kepahiyang Bengkulu.

Research samples were tea leaf pickers worker that fulfill certain conditions, the
obtained samples are 60 peoples then divided to three groups. Group I (n=20) get
mebendasol 500 mg, Fe 60 mg and vitamin C 50 mg; group II (n=20) get mebendassol
500 mg, Fe 60 mg and III (n=20) get mebendasol 500 mg and placebo (100 mg amylun).
Mebendasol administration just performed one time a week before supplementation,
whereas Fe + vitamin C and placebo administrate for 2 months with frequency 2 times
for a week.

This study was quasi experimental by using pre-post test control group research design.
Hb level was measured after supplementation by using cyanmetheoglobin method. After
supplementation, Hb level increase in all groups 2,9 gram, 2,3 gram and 0,4 gram. There
respectively significantly increased by using paired t test (p<0,05). Productivity
measurement results after supplementation in group I and group II using t- test occurred
significant productivity increase significantly (p>0,05), but in group III there was no
productivity increase (p>0,05).

Using Anova test after supplementation (Hb level and productivity from that three
groups), there were a significant difference p = 0,000. With LSD test showed there were
differentiation between Fe + vitamin C group and Fe group and placebo group, as well
Fe group with Fe + vitamin C group and placebo group, placebo group with Fe + vitamin
C and Fe group. In group I and group II there was correlation between Hb level and
productivity (p<0,05), but there was t correlation in group III (placebo) (p> 0,05).
LAEK

19
Pengaruh Suplementasi Pil Besi Folat dan Pil Vitamin C terhadap Perubahan Kadar
Haemoglobin Anak Sekolah Dasar yang Anemia di Desa Nelayan Kecamatan Rembang
Kota Kabupaten Rembang/Retno Dwi Purwani.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 78p.

ABSTRAK : Lihat nomor 8

ASTHMA
20
Status Gizi, Status Pertumbuhan, dan Asupan Makanan pada Penderita Asma : Suatu
Penelitian pada Siswa SLTP di Kotamadya Yogyakarta/Elisa.-- Yogyakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2000.-- irrp.

ABSTRAK :

Tujuan penelitian ini untuk mengukur hubungan antara asma dan status gizi, status
pertumbuhan, serta asupan makanan. Rancangan penelitian menggunakan Kohort
prospektif pada anak umur 12-18 tahun. Bertempat di dua puluh delapan Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di Kotamadya Yogyakarta.

15
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Subyek penelitian adalah delapan ratus dua anak yang pernah mengalami gejala asma
dan anak yang bukan penderita sebagai kontrol. Diagnosis asma ditegakkan dengan
menggunakan kuesioner. Subyek dikelompokkan menjadi : 1). Pernah mengalami gejala
asma tetapi tidak mengalaminya dalam 6 bulan terakhir, 2). Mengalami 1 gejala asma
dalam 6 bulan terakhir, 3). Mengalami 2 gejala asma dalam 6 bulan terakhir, 4)
mengalami 3 gejala asma dalam 6 bulan terakhir, 5). Bukan asma. Keluaran utama yang
diukur : skor–Z untuk berat badan dan tinggi badan terhadap umur; indeks massa tubuh
(BMI); serta asupan makanan.

Dari penelitian ini didapatkan 341 subyek yang pernah menderita asma. Dua ratus enam
puluh empat subyek mengalami gejala asma dalam 6 bulan terakhir sedangkan 77
subyek lainnya tidak mengalami gejala asma dalam 6 bulan terakhir; dan 461 subyek
yang bukan asma dijadikan kontrol yang dipilih secara matching berdasarkan umur, jenis
kelamin, dan asal sekolah. Subyek yang memiliki orang tua dengan pendidikan yang
lebih tinggi, lebih berat dan lebih tinggi dibanding kelompok lain (rerata skor –Z -0,9 (SD
1,22) dan –0,8 (SD 1,01), p,0,05 untuk keduanya). Subyek dengan penghasilan
keluarga yang lebih besar memiliki berat badan serta tinggi badan yang lebih baik
dibanding kelompok lain (rerata skor –Z -0,8 (SD 1,12) dan –0,7 (SD 1,05), p,0,05 untuk
keduanya).

Kelompok subyek yang memiliki orang tua dengan pekerjaan honorer, swasta, militer
(ABRI), pegawai negeri sipil (PNS) memiliki berat badan dan tinggi badan yang paling
baik dibanding kelompok lain. Subyek laki-laki lebih tinggi dibanding subyek
perempuan). Semakin tinggi pendidikan ibu dan semakin tinggi penghasilan keluarga
subyek, semakin besar indeks massa tubuhnya. Subyek yang ibunya tidak bekerja
mengalami pertambahan berat badan tertinggi dibanding kelompok lain. Faktor-faktor
sosial ekonomi bervariasi pengaruhnya terhadap asupan makanan subyek. Tidak
didapatkan perbedaan yang bermakna dalam hal status gizi, status pertumbuhan, serta
asupan makanan antar kelompok penelitian berdasarkan kejadian asma.

Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa kejadian asma tidak mempengaruhi status
gizi, status pertumbuhan, dan asupan makanan. Status gizi subyek dipengaruhi oleh
pendidikan dan pekerjaan orang tua, serta penghasilan keluarga. Tidak didapatkan
perbedaan yang bermakna dalam hal status pertumbuhan antar kelompok-kelompok
penelitian.
ABFK

ASTIGMATISM
21
Induksi Astigmatisma Pasca Fakoemulsifikasi Perbandingan antara Insisi 2 dan 3
Bidang di Kornea Temporal 3.2 MM selama 6 Minggu/Pudji Santoso.-- Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 38p.

ABSTRAK :

Berbagai upaya terus dilakukan untuk mendapatkan induksi astigmatisma (IA) yang kecil
dan rehabilitasi visus yang cepat dengan mengubah karakteristik insisi. Penelitian yang
membahas secara khusus hubungan antara insisi 2 dan 3 bidang di kornea temporal
tanpa jahitan terhadap IA yang terjadi masih sedikit. Sampai saat ini belum diketahui
yang mana di antara kedua bentuk insisi tersebut akan menghasilkan astigmatisma
pasca operasi lebih kecil dan stabil.

16
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Tujuan penelitian ini untuk menilai perbedaan antara bentuk insisi 2 dan 3 bidang (IDB
dan ITB) dalam menginduksi astigmatisma menggunakan analisis skalar dan vektor di
kornea temporal 3.2 mm tanpa pelebaran dan jahitan. Subyek adalah penderita katarak
derajat III yang dipisahkan random menjadi 2 kelompok fakoemulsifikasi dengan IDB
dan ITB di kornea temporal 3.2 mm masing-masing 10 mata. Perbandingan rerata kedua
kelompok diamati pada hari ke-1, minggu ke-1, 2, 4 dan 6 pasca operasi menggunakan
uji-t 2 sampel atau uji Mann-Whitney dengan derajat kemaknaan 0,05 tergantung
distribusi sampel.

Hasil dari analisis skalar menunjukkan perbedaan amplitudo IA yang bermakna dimana
ITB menginduksi astigmatisma lebih kecil dibandingkan IDB pada seluruh pengamatan.
Dari analisis vektor menunjukkan bahwa ITB menginduksi astigmatisma lebih kecil
dibanding IDB pada seluruh pengamatan, namun secara statistik tidak bermakna. IA dari
ITB sudah stabil sejak minggu kedua, sedang IDB baru stabil pada minggu keempat.

Kesimpulan yang dapat diambil adalah perbandingan IA antara fakoemulsifikasi insisi 2


dan 3 bidang di kornea temporal 3,2 mm menunjukkan perbedaan yang bermakna
berdasarkan analisis skalar selama 6 minggu pasca operasi, namun dengan analisis
vektor perbedaannya menjadi tidak bermakna. ITB cenderung lebih cepat stabil
sehingga rehabilitasi visus juga dapat segera dilakukan.
BIFK

ATTITUDE
22
Studi Efektivitas Media Booklet tentang Kesehatan Mata pada Perubahan Perilaku Murid
SDN di Kecamatan Gedangan Sidoarjo/Sri Joeda Andajani.-- Surabaya : Program
Pascasarjana Universitas Airlangga, 2000.-- irr p.

ABSTRAK :

Program penanggulangan masalah kesehatan mata sudah berjalan cukup lama yaitu
sejak tahun 1975, namun sampai saat ini pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat
tentang kesehatan mata masih rendah. Hal itu terjadi pada anak-anak di Indonesia yang
mengalami gangguan penglihatan, salah satu faktor pencetusnya adalah kekurangan
vitamin A.

Penelitian quasi-eksperimen dengan pretest-postest control design untuk


membandingkan efektivitas media booklet tentang kesehatan mata dan diskusi
kelompok dengan ceramah tanya jawab (CTJ) cukup signifikan untuk peningkatan
pengetahuan dan sikap murid sekolah dasar. Sedangkan variabel penelitian perubahan
pengetahuan dan sikap tentang kesehatan mata dikendalikan oleh umur (10-13 tahun)
dan jenjang kelas (V dan VI) serta pengalaman murid terhadap kesehatan mata.
Analisis terhadap hasil pemeriksaan mata pada 112 murid, ditemukan 6 murid
(5,36percent) mengalami anomali refraksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa murid sekolah dasar kelas V dan VI berada dalam
kelompok yang rentan terhadap gangguan penglihatan. Dampak intervensi pendidikan
kesehatan mata dengan tujuan memberikan perubahan pengetahuan dan sikap tentang
kesehatan mata pada murid SDN mampu meningkatkan perilaku sehat berkenaan

17
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

dengan gangguan penglihatan. Hal ini erat hubungannya dengan perubahan perilaku
menjaga dan melindungi terhadap kesehatan mata.

Berdasarkan analisis secara kuantitatif intervensi pendidikan kesehatan melalui


pemberian tugas baca booklet dan diskusi kelompok lebih efektif dibandingkan dengan
CTJ dalam peningkatan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan mata (p<0,05).
Dengan demikian gabungan media booklet dan diskusi kelompok mampu dijadikan
media alternatif dalam upaya peningkatan pengetahuan dan sikap untuk perubahan
perilaku sehat murid SD seperti media dan metode lain yang sudah pernah digunakan.
LAEK

BACILLUS THURINGIENSIS
23
Penggunaan 2 Formulasi (Liquid dan Powder) Bacillus thuringiensis H-14 Strain Lokal
dalam Pengendalian Vektor Jentik Nyamuk di Laboratorium/Blondine Ch. P.-- Jakarta :
Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.--
11p.

ABSTRAK :

Penelitian dilakukan di laboratorium PAU, UGM, Yogyakarta dan Balai Penelitian Vektor
dan Reservoar Penyakit, Salatiga. Uji patogenisitas formulasi liquid B. thuringiensis H-
14 dilakukan pada fermentasi 18 jam, 20 jam, 22 jam, 24 jam dan 25 jam dengan tujuan
untuk memperoleh dosis strain lokal yang efektif dalam pengendalian jentik nyamuk
vektor. Uji patogenisitas kedua formulasi terhadap jentik nyamuk vektor dilakukan
menurut prosedur WHO (1989) untuk memperoleh nilai LC50 dan LC90 yang dihitung
dengan analisis probit.

Hasil penghitungan jumlah sel hidup dan jumlah spora hidup formulasi liquid B.
thuringiensis H-14 pada fermentasi 18 jam, 20 jam, 22 jam, 24 jam dan 25 jam berturut-
turut adalah 4,5 x107 sel/ml dan 9,0 x 107 spora/ml. 5,5 x 108 sel/ml dan 8,6 x 108
spora/ml, 10,2 x 108 sel/ml dan 9,0 x 108 spora/ml, 10,0 x 108 sel/ml dan 12,8 x 108
spora/ml, serta 9,2 x 108 sel/ml dan 11,2 x 108 spora/ml. Dosis terkecil strain lokal
formulasi liquid untuk mengendalikan 50percent dan 90percent jentik nyamuk An.
aconitus adalah dosis pada fermentasi 18 jam yaitu 0,002 ml/lt (LC50) dan 0,008 ml/lt
(LC90) pada 24 jam pengujian. Pada 48 jam pengujian, membutuhkan dosis 0,001 ml/lt
(LC50) dan 0,004 ml/lt (LC90). Dosis terbesar adalah pada fermentasi 18 jam, yaitu
0,016 ml/lt (LC50) dan 0,082 ml/lt (LC90) pada 24 jam pengujian serta 0,012 ml.lt dan
0,078 ml/lt pada 48 jam pengujian. Uji patogenisitas formulasi liquid B. thuringienis H-14
strain lokal, pada fermentasi 24 jam, dapat mengendalikan 50percent dan 90percent Cx.
quinquefasciatus pada dosis terkecil, masing-masing adalah 0,001 ml/lt (LC50) dan
0,002 ml/lt (LC90) pada 24 jam pengujian. Pada 48 jam pengujian membutuhkan 0,001
ml/lt (LC50) dan (LC90). Dosis terbesar diperoleh pada fermentasi 22 jam yaitu 0,002
ml/lt (LC50) dan 0,013 ml/lt (LC90) pada 24 jam pengujian serta 0,001 ml/lt (LC50) dan
0,004 ml/lt (LC90) selama 48 jam pengujian.

Jumlah sel hidup dan spora hidup pada formulasi powder B. thuringiensis H-14 strain
lokal adalah 1,43 x 108 sel/gr dan 7,75 x 107 spora/gr. Pada dosis 0,44 mg/lt (LC50)
dan 2,83 mg/lt (LC90), formulasi powder B. thuringienis H-14 strain lokal dapat
mengendalikan 50percent dan 90percent An. aconitus pada 24 jam pengujian.
Sedangkan pada 48 jam pengujian membutuhkan dosis 0,12 mg/lt (LC50 dan 1,98 mg/lt

18
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

(LC90). Sedangkan uji patogenisitas formulasi powder tersebut pada 24 jam pengujian,
dapat mengendalikan 50percent mg/lt (LC90), dosis 0,17 mg/lt (LC50) dan 1,10 mg/lt
(LC90) dibutuhkan pada 48 jam pengujian. Dengan demikian strain lokal B.
thuringiensis H-14 dalam formulasi liquid dan powder, efektif dalam mengendalikan
jentik nyamuk vektor.
BPPK

BALLOON DILATATION
24
Keefektifan Penggunaan Balon Kateter untuk Induksi Persalinan pada Kehamilan
Postterm/Lisnur Saptowati.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, 2001.-- 39p.

ABSTRAK :

The objective of this study is to determine the effectiveness of ballon catheter compared
with intravaginal misoprostol in inducing labor of prolonged pregnancy.

The study design was historical cohort. Data were taken from medical record of patients
receiving baloon catheter and intravaginal misoprostol for inducing labor between the
period of January 1998 to January 2001. Ballon catheter were inserted throughly the
cervical canal beyond the internal or and was filled with 75 ml normal saline. Misoprostol
50 mcg was inserted intravaginally to the posterior fornix every 6 hours. As much as 110
cases meeting criteria for ballooning and 105 cases for misoprostol. Induction was
successful if dilatation reached 3-4 cm or balloons were expelled. The expected outcome
were the success rate of induction and the interval between insertion to active phase.
Data were analysis using SPSS 10.0 version, Chi-square, t-test, Mantel Haenszel, and
logistic regression were used as statistical analysis.

The results of this study showed that there were 110 cases of balloon and 105 cases of
misoprostol meeting study criteria. The success rate for balloon and misoprotol were
89,09percent and 82,85percent respectively, which is neither clinically nor statistically
different (p= 0,19). Interval between insertion to active phase in the balloon and
misoprostol groups were 10.41± 6.60 hours and 10.60 ± 6.67 hours respectively, which
neither clinically nor statiscally different (p=0,84). In the nullipara the success rate of
balloon catheter was 2.32 folds higher compared with misoprostol. Logistic regression
model showed that the success rate of induction was influenced by age of mother.
Interval between insertion to active phase for group of Bishop score ≤4 was 10.90 ± 6.75
hours compared with 6.28 ± 3.03 hours for group of Bishop score >4, and it was highly
significant (p=0,005).

It can be concluded that balloon catheter was the same effective as misoprostol to
induce labor in postterm pregnancy. Balloon catheter was more effective in nullipara and
interval from insertion to active phase was influenced by Bishop score.
ABFK

BETA-THALASSEMIA

25

19
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Kadar Elastase Pankreas 1 Tinja sebagai Petanda Gangguan Fungsi Eksokrin Pankreas
pada Penderita Thalassemia Beta Mayor/Stefanus Lembar.-- Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 88p.

ABSTRAK :

Thalassemia β mayor adalah kelainan genetik yang menyebabkan terjadinya kelainan


kuantitatif pembentukan rantai polipeptida globin β, mengakibatkan eritropoeisis inefektif,
hemolisis dan mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin total. Penderita memerlukan
transfusi darah secara adekuat. Penyulit akibat transfusi berulang antara lain
penimbunan besi yang dapat menimbulkan kerusakan progresif beberapa organ
termasuk pankreas. Sampai saat ini belum ditemukan laporan angka kejadian gangguan
fungsi eksokrin pankreas pada penderita thalassemia β mayor.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan proporsi gangguan fungsi eksokrin pankreas
dan melihat hubungan antara saturasi transferin (ST) dengan kadar elastase pankreas 1
tinja (E1).

Penelitian dilakukan secara potong lintang terhadap 64 orang penderita dan 40 orang
kontrol sehat. Pemeriksaan yang dilakukan adalah aktivitas amilase, lipase, saturasi
transferin dan kadar E1 tinja. Pemeriksaan E1 tinja menggunakan cara ELISA.

Dari penelitian ini didapat nilai rujukan E1 tinja 91,92--609,88 µg/g, proporsi gangguan
fungsi eksokrin pankreas sebesar 20,31percent, membuktikan bahwa aktivitas amilase,
lipase dan E1 tinja penderita lebih rendah secara bermakna dari pada kontrol sehat, dan
tidak menemukan hubungan antara ST dengan aktivitas amilase dan lipase, akan tetapi
terdapat hubungan antara ST dengan kadar E1 tinja (y= -0,02x + 62,9; r=0,53 dan p=
0,000). Hal ini dijelaskan dengan E1 tinja lebih sensitif dan spesifik serta lebih stabil
selama melewati saluran cerna, sehingga dalam jumlah yang sedikit masih dapat
dideteksi di tinja. Nilai ambang ST terendah yang mengarah pada gangguan fungsi
eksokrin pankreas adalah 40,55percent.

Kesimpulan kadar E1 tinja dapat dipergunakan sebagai petanda gangguan fungsi


eksokrin pankreas pada penderita thalassemia β mayor dan disarankan jika nilai
ST>40,55percent sebaiknya dilakukan pemeriksaan kadar E1 tinja.
BIFK

26
Penyakit Talasemia Mayor sebagai Faktor Pencetus Psikopatologi pada Anak dan
Orangtuanya (Suatu Studi Mengenal Pasien Talasemia Mayor yang Berumur antara 1--
17 Tahun Beserta Orangtuanya di Jakarta)/W. Edith Humris-Pleyte.-- Jakarta : Program
Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 156p.

ABSTRAK :

Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari faktor-faktor yang berpengaruh sehingga


pada pasien yang menderita penyakit Talasemia Mayor sering terjadi gangguan
psikopatologis. Juga ingin diketahui secara khusus adalah bagaimana peranan orangtua
dalam menimbulkan gangguan jiwa pada anaknya yang menderita talasemia.

20
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Subyek penelitian meliputi 192 kasus terdiri dari 110 anak laki-laki dan 82 anak
perempuan yang berumur antara 1–17 tahun dan datang berobat jalan pada Unit
Talasemia, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo. Di
samping itu penelitian juga dilakukan terhadap 192 pasang orangtuanya. Tempat
penelitian adalah Unit Talasemia, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPN Cipto
Mangunkusumo.

Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan psikiatrik berpedoman pada wawancara


standar “Pedoman Pembuatan Laporan Psikiatrik” dan kuesioner-kuesioner. Kuesioner
secara khusus dirancang untuk orangtua pasien guna mendapat data demografis dan
memeriksa persepsi orangtua mengenai penyakit talasemia serta kesepakatan antara
orangtua. Di samping itu juga dipakai kuesioner SCL 90 untuk memeriksa terdapatnya
kecenderungan gangguan jiwa pada orangtua.

Hasil penelitian menunjukkan, jumlah kasus talasemia yang menderita gangguan jiwa
adalah 62 orang (32,3percent), ibu yang mempunyai kecenderungan gangguan jiwa
adalah 73 orang (38,0percent) sedangkan ayah adalah 95 orang (49,5percent).
Pemeriksaan klinis psikiatrik yang dilakukan pada 108 ibu menunjukkan bahwa 39
(36,1percent) orang menderita gangguan jiwa sedangkan pada pemeriksaan 104 orang
ayah sebanyak 35 orang (32,7percent) menderita gangguan jiwa. Tidak terdapat
hubungan antara kecenderungan gangguan jiwa pada orangtua dengan gangguan jiwa
pada anaknya. Terdapat hubungan antara gangguan jiwa pada ibu dengan gangguan
jiwa pada anaknya. Persepsi orangtua mengenai penyakit talasemia cukup realistik.
Persepsi ibu mengenai kemampuan anak berhubungan secara negatif dengan
gangguan jiwa pada anaknya. Persepsi orangtua mengenai talasemia sangat
dipengaruhi oleh pendapatan keluarga dan umur anak.

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa, penyakit talasemia mayor merupakan stresor
psikososial yang berat bagi anak maupun orangtuanya sehingga merupakan faktor yang
menentukan timbulnya psikopatologi pada anak dan orangtuanya. Ternyata bahwa
orangtua tidak berperan secara langsung terhadap timbulnya gangguan jiwa pada
anaknya. Ibu memainkan peranan yang lebih besar dalam menimbulkan gangguan jiwa
anaknya.
BIFK

BLOOD PLATELETS
27
Pengaruh Restriksi Kalori Selama Puasa Ramadan terhadap Agregasi Trombosit pada
Laki-laki Sehat/Deden Djatnika.-- Jakarta : Program Studi Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 43p.

ABSTRAK :

Puasa Ramadan merupakan kewajiban bagi orang Islam dan dilaporkan dapat
menurunkan asupan kalori (restriksi kalori). Restriksi kalori terbukti dapat menurunkan
radikal bebas oksidan. Radikal bebas oksidan sendiri dapat menurunkan agregasi
trombosit baik melalui mekanisme NO dan PGI2 maupun protein kinase C. Dengan
demikian rektriksi kalori selama puasa Ramadan diharapkan dapat menurunkan
agregasi trombosit.

21
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Telah dilakukan penelitian prospektif dan experimental self control study terhadap 27
laki-laki sehat dan tidak merokok yang berkunjung ke Poliklinik Geriatri, karyawan laki-
laki di RSCM dan keluarga karyawan laki-laki di RSCM serta staf di lingkungan Penyakit
Dalam FKUI RSCM untuk menilai pengaruh restriksi kalori pada puasa Ramadan
terhadap agregasi trombosit.

Penelitian dilakukan sejak bulan Desember 1999 sampai Januari 2000 dan Nopember
sampai Desember 2000. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dilakukan
anamnesis (keluhan, asupan kalori dengan record dan recall), pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan agregasi trombosit satu minggu sebelum puasa dan setelah 21 hari puasa
Ramadan pada 8-10 jam setelah makan terakhir/sahur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah Ramadan 21 hari didapatkan penurunan


asupan kalori (resktriksi) sebesar 6,7percent. Agregasi trombosit menurun secara
bermakna setelah restriksi kalori (p<0,05), namun restriksi kalori yang berlebihan dapat
menyebabkan agregasi trombosit meningkat kembali. Dari regresi parabolik didapatkan
nilai agregasi normal dicapai pada restriksi sebesar 18,5percent sampai 28,4percent
atau asupan kalori sebesar 72,6percent sampai dengan 81,5percent dari kebutuhan
kalori total. Agregasi terbaik didapatkan pada asupan karbohidrat 54,02-66,02percent
dan penurunan agregasi trombosit tampak pada asupan lemak lebih besar dari
20percent, dan protein > 7percent dari kebutuhan kalori total. Dari penelitian ini
disimpulkan bahwa restriksi kalori dapat menurunkan agregasi trombosit secara
bermakna.
BIFK

BODY HEIGHT
28
Pola Konsumsi Makanan dan Deficiensi Seng (Zn) : Kaitannya dengan Tinggi Badan
pada Anak Sekolah Dasar di Desa Gondok Endemik dan Non Endemik Kabupaten
Malang/Asmika.-- Surabaya : Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2000.-- irrp.

ABSTRAK :

Suatu penelitian komparasi telah dilakukan secara cross-sectional dengan tujuan untuk
mempelajari : 1). Perbedaan kadar seng serum darah dan yodium urine; 2). Perbedaan
pola konsumsi makanan; 3). Hubungan antara pola konsumsi makanan dan defisiensi
seng masing-masing terhadap pertumbuhan tinggi badan dan kejadian GAKY pada
anak sekolah dasar daerah endemik dan non endemik.

Sampel penelitian adalah murid sekolah dasar/M.I. Wachid Hasyim, Desa


Karangnongko, Kecamatan Poncokkusumo (daerah endemik) dan SD Tegalgondo I dan
II, desa Tegalgondo, Kecamatan Karangploso (daerah non endemik) di Kabupaten
Malang. Setelah dilakukan penyaringan secara acak, sebanyak 20 orang dari masing-
masing derah penelitian diteliti mulai bulan Pebruari s.d Juni 1999. Data kualitatif yang
dikumpulkan adalah karakteristik sosial ekonomi keluarga, identitas anak dan pola
konsumsi keluarga, sedangkan data kuantitatif adalah konsumsi zat gizi (energi dan
protein dengan pendekatan DKBM; seng dan yodium dengan perekatan analisis bahan
makanan di laboratorium); status Gizi (TB/U); kadar seng serum; kadar yodium urine;
kandungan seng dan yodium dalam bahan makanan, air dan tanah yang ada di daerah
penelitian.

22
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pangan pokok utama adalah beras, dikonsumsi
paling sedikit 2 kali per hari, sumber protein sebagain besar disumbang dari bahan
makanan nabati tahu dan tempe yang dikonsumsi 3-5 kali per minggu sedangkan
sumber protein hewani jarang dikonsumsi bahkan tidak pernah. Hal ini dikarenakan
tingkat daya beli masyarakat pada umumnya dan terutama keluarga pada daerah
endemik maupun non endemik yang rendah.

Berdasarkan hasil analisis statistik uji independent t-test diperoleh data bahwa sampel di
kedua daerah penelitian : 1). Rata-rata kadar seng serum darah ada perbedaan secara
bermakna (p=0,021); dan rata-rata kadar yodium urine, tidak ada perbedaan secara
bermakna (p=0,0255); 2). Tingkat asupan energi, protein, seng dan yodium tidak ada
perbedaan secara bermakna yaitu untuk energi (p=0,409), protein (p=0,851), seng
(p=0,531), dan yodium (p=0,254); 3). Status gizi dengan melihat nilai Z-Score bahwa
rata-rata status gizi diketahui ada perbedaan secara bermakna (p=0,00), yaitu di daerah
endemik sebesar - 2,99 ± 0,59, sedangkan non endemik sebesar - 2,25 ± 0,64. Dengan
demikian status gizi daerah endemik lebih buruk dari daerah non endemik GAKY.

Pola konsumsi pangan keluarga tampaknya tidak jauh berbeda. Berdasarkan hasil recall
menunjukkan bahwa pangan asal nabati jauh lebih banyak kuantitas dan frekuensi
konsumsinya dibandingkan pangan asal hewani.

Rata-rata kadar seng serum pada daerah endemik 21,04 ± 13,63 ug/dl lebih tinggi dari
pada daerah non endemik sebesar 12,01 ± 0,66 ug/dl, namun kedua daerah penelitian
tergolong defisiensi seng berat karena < 40 ug/dl.

Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson diketahui bahwa sampel di kedua daerah
penelitian : 1). Kadar seng serum tidak ada hubungan secara bermakna dengan tingkat
asupan energi, protein, seng dan yodium yaitu untuk energi (p=0,179), protein
(p=0,157), seng (p=0,361), yodium (p=0,255) di daerah endemik; sedangkan di daerah
non endemik untuk energi (p=0,169), protein (p=0,196), seng (p=0,457) dan yodium (p=
0,976); 2). Kadar seng serum dengan pertumbuhan tinggi badan (TB/U), tidak hubungan
secara bermakna (p=0,05) pada daerah endemik, maupun daerah non endemik GAKY
(p=0,780).

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1). Kadar seng serum ada perbedaan secara
bermakna (p=0,021) antara daerah endemik dan non endemik; sedangkan kadar yodium
urine tidak ada perbedaan secara bermakna (p=0,255); 2). Pola konsumsi pangan
tampaknya tidak jauh berbeda, berdasarkan hasil recall menunjukkan bahwa pangan
asal nabati jauh lebih banyak kuantitas dan frekuensi konsumsinya dibandingkan
pangan asal hewani; 3). Pertumbuhan tinggi badan (TB/U) ada perbedaan secara
bermakna (p=0,00) pada sampel kedua daerah penelitian; 4). Kadar seng serum
dengan asupan energi, protein, seng dan yodium tidak ada hubungan secara bermakna
yaitu energi (p=0,179), protein (p=0,157), seng (p=0,361), yodium (p=0,255) di daerah
endemik; begitu juga di daerah non endemik untuk energi (p= 0,169), protein (p=0,196),
seng (p=0,457) dan yodium (p=0,976); 5). Kadar seng serum dengan pertumbuhan
tinggi badan (TB/U) tidak ada hubungan secara bermakna pada daerah endemik
(p=0,05), maupun non endemik GAKY (p=0,780). Jadi, antara pola konsumsi dengan
tinggi badan tidak ada hubungan, baik di daerah endemik maupun daerah non endemik.
LAEK

BODY WEIGHT

23
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

29
Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan dari Tepung Formula Tempe dengan
Fortifikasi Fe terhadap Penambahan Berat Badan dan Kadar Hemoglobin pada Balita
KEP+Anemia di Kecamatan Benowo Kota Surabaya/Rita Ismawati.-- Surabaya :
Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2000.-- irrp.

ABSTRAK : Lihat nomor 9

BREAST NEOPLASMS
30
Daya Hambat Sari Buah Mengkudu (Morinda citrifolia) terhadap Tumor Kelenjar Susu
Mencit C3H Transplant/Maria Francisca Ham.-- Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2002.-- 51p.

ABSTRAK :

Telah dilakukan penelitian eksperimental in vivo mengenai daya hambat sari buah
mengkudu (Morinda citrifolia) terhadap tumor kelenjar susu mencit C3H transplant.
Digunakan 5 kelompok (masing-masing 7 ulangan) yang terdiri atas 1 kelompok kontrol
dan 4 kelompok uji yang diberikan dosis setara dengan 5 kali, 10 kali, 15 kali dan 20 kali
dosis minimal manusia per oral selama 14 hari. Dosis perlakuan berdasarkan WHO
untuk mencit adalah 17,5 kali dosis manusia. Selanjutnya dicari kemaknaan antara
volume tumor, berat tumor dan nilai AgNOR dari kelompok kontrol dan kelompok uji.

Dengan melakukan analisa varian pada hasil penelitian, dapat dibuktikan bahwa tidak
ada perbedaan bermakna antara volume tumor, berat tumor dan nilai AgNOR, antara
kelompok kontrol dan keempat kelompok uji. Hasil uji kemaknaan menunjukkan hasil
tidak berbeda bermakna (p>0,05) antara volume tumor kelenjar susu mencit C3H
transplant kelompok kontrol dengan volume tumor kelenjar susu mencit C3H transplant
keempat kelompok uji yang diberikan sari buah mengkudu dengan dosis setara 5 kali,
10 kali, 15 kali dan 20 kali dosis minimal manusia per oral selama 14 hari. Demikian pula
hasil uji kemaknaan berat tumor maupun nilai AgNOR kelompok kontrol dengan
keempat kelompok uji yang diberikan sari buah mengkudu adalah tidak berbeda
bermakna (p>0,05).

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak berbeda bermakna (p>0,05) antara
volume tumor kelenjar susu mencit C3H transplant kelompok kontrol dengan keempat
kelompok uji yang diberikan sari buah mengkudu dengan dosis setara 5 kali, 10 kali, 15
kali dan 20 kali dosis minimal manusia per oral selama 14 hari. Demikian pula hasil uji
kemaknaan berat tumor maupun nilai AgNOR kelompok kontrol dengan keempat
kelompok uji yang diberikan sari buah mengkudu adalah tidak berbeda bermakna
(p>0,05). Tidak ditemukan daya hambat sari buah mengkudu dengan dosis setara 5 kali,
10 kali, 15 kali dan 20 kali dosis minimal manusia yang diberikan per oral selama 14 hari
terhadap pertumbuhan tumor kelenjar susu mencit C3H transplant.
BIFK

31

24
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Hubungan antara Derajat Elastosis dengan Status Reseptor Estrogen dan Derajat
Histologik pada Karsinoma Payudara Jenis Duktal Invasif/Ruth Emalian Sembiring.--
Jakarta : Program Studi Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
2001.-- 83p.

ABSTRAK :

Di Indonesia pemeriksaan reseptor estrogen memerlukan biaya relatif mahal. Pada


beberapa penelitian terdahulu diketahui ada hubungan yang bermakna antara derajat
elastosis dengan status reseptor estrogen. Pemeriksaan derajat elastosis selain murah
juga sederhana. Penelitian ini mencoba menganalisa apakah ada hubungan bermakna
antara derajat elastosis dengan status reseptor estrogen dan derajat histologik.
Telah dilakukan penelitian potong lintang terhadap 50 kasus karsinoma payudara duktal
invasif yang diambil dari arsip Bagian Patologi Anatomik Rumah Sakit Kanker Dharmais
(RSKD). Dilakukan pulasan untuk elastosis menggunakan pulasan Elastika Weigert
terhadap 50 kasus KPD duktal invasif. Pulasan imunohistokimia sebelumnya telah
dilakukan di RSKD menggunakan metode streptavidin-biotin. Elastosis dinilai
menggunakan modifikasi kriteria Shivas-Dauglas dan Lundmark, selanjutnya
dikelompokkan atas 2 kelompok yaitu derajat elastosis rendah dan derajat elastosis
tinggi. Dilakukan penilaian ulang reseptor estrogen menggunakan kriteria Nichols dan
penilaian ulang derajat histologik menggunakan metode Elston dan Ellis. Selanjutnya
seluruh data ditabulasi dan dianalisa dengan statistik non parametrik : Chi-square, Tes
Fisher exact, Kolmogorov-Smirnov, Mann-Whitney dan uji korelasi Spearman.
Hasil penelitian menunjukkan, dari 50 kasus karsinoma payudara duktal invasif,
seluruhnya mengandung elastosis dengan derajat yang berbeda. Dua puluh delapan
kasus (56percent) menunjukkan derajat elastosis tinggi dan 22 kasus (44percent)
menunjukkan derajat elastosis rendah. Pengamatan terhadap reseptor estrogen, 22
kasus (44percent) mempunyai reseptor estrogen positif dan 28 kasus (56percent) tidak
mempunyai reseptor estrogen. Penilaian terhadap derajat histologik, 24 kasus
(48percent) menunjukkan derajat histologik III, 20 kasus menunjukkan derajat histologik
II dan 6 kasus (12percent) menunjukkan derajat histologik I. Analisa statistik menujukkan
ada hubungan bermakna antara derajat elastosis dengan status reseptor estrogen,
tumor yang mempunyai derajat elastosis tinggi umumnya, mempunyai reseptor estrogen
positif tetapi tidak didapat hubungan yang bermakna antara derajat elastosis dengan
derajat histologik.
BIFK
BRUGIA
32
Gambaran Reaksi Serum Penderita Filariasis terhadap Komponen Protein Mikrofilaria
Brugia malayi di Daerah Kalimantan Tengah/Harli Novriani; Basundari Sriutami.--
Jakarta : Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, s.a.-- 10p.
ABSTRAK :
Telah diteliti perbandingan daya kenal terhadap protein antigen mikrofilaria dari antibodi
penderita filariasis malayi dengan conjugate IgG dan IgE dengan antigen crude dengan
conjugate IgG yang diperoleh dari 34 serum penderita filariasis malayi di daerah
Kalimantan Tengah. Jenis serum yang diteliti adalah amikrofilaremik, mikrofilaremik dan
elefantiasis. Analisa daya kenal tersebut memakai metode Western blott pada masing-

25
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

masing serum. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa pada semua jenis serum
ternyata antigen terpurifikasi lebih banyak mengenal komponen antigen berberat
molekul tertentu dibandingkan dengan antigen crude.
Rinci : amikrofilaremik dengan antigen purifikasi mengenal komponen berberat molekul
75,70, 48, 45, 35, 33, 25, 20, 15, 10 Kd sedangkan dengan antigen crude 70 dan 38 Kd.
Pada Mikrofilaremik dengan antigen purifikasi mengenal komponen berberat molekul 75,
70, 68, 61, 60, 48, 45, 40, 35, 33, 29, 25, 20, 15, 10 Kd sedangkan antigen crude 75,
70, 68, 54, 45, 40, 38, 33, 20, 8 Kd. Pada elefantiasis dengan antigen purifikasi
mengenal komponen protein berberat molekul 75, 70, 68, 60, 46, 45, 35, 29, 25, 20, 15,
10 Kd sedangkan dengan antigen crude mengenal komponen protein berberat molekul
75, 70, 48, 33, 29, 25, 20, 20, 10 Kd.
Sedangkan daya kenal terhadap komponen protein antigen purifikasi dengan
conjuncgate IgE terhadap sera penderita filariasis malayi pada amikrofilaremik berberat
molekul 54 Kd, mikrofilaremik berberat molekul 54, 48, 45, 20 Kd dan elefantiasis
mengenal komponen protein dengan berat molekul 54, 48, 25, 20, 8, 5 Kd.
BPPK

BRUGIA MALAYI
33
Deteksi DNA Brugia malayi dalam Darah yang Diteteskan pada Kertas Filter dengan
Polymerase Chain Reaction/Tri Handajani.-- Jakarta : Program Pascasarjana Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 75p.
ABSTRAK :
Diagnostik filariasis malayi secara konvensional menggunakan darah malam
mempunyai kendala. Pemeriksaan darah vena siang hari dengan Polymerase Chain
Reaction (PCR) menunjukkan hasil positif (Tuda, 1999), tetapi cara ini mempunyai
kendala di lapangan karena penduduk enggan diambil darah venanya. Untuk mengatasi
kendala tersebut perlu dikembangkan cara diagnosis baru.
Tujuan dari penelitian ini untuk mendeteksi DNA B. malayi pada kertas filter Whatman
dengan menggunakan teknik PCR. Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan
dalam skala laboratorium. Sampel yang digunakan adalah darah manusia sehat dari
daerah non-endemis filariasis dicampur dengan mikrofilaria (mf) B. malayi yang diisolasi
dari cairan intra paeritoneal (IP) gerbil positif filaria. Berbagai konsentrasi pengenceran
mf yang diuji adalah : 1, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 75, 100 mf dalam total volum masing-
masing konsentrasi 60 µ1 campuran darah dan diteteskan pada kertas filter Whatman 3
mm. Dilakukan pula filtrasi cairan IP gerbil untuk membuang semua mikrofilaria yang
ada di dalam cairan, lalu diambil 20 µ1 filtrat tersebut dan dicampur dengan 40 µ1 darah
manusia sehat dari daerah non-endemis filariasis. Kontrol negatif adalah 20 µ1 cairan
NaCl 0,9percent dicampur 40 µ1 darah manusia sehat dari daerah non-endemis
filariasis. Filtrat dan kontrol negatif, masing-masing diteteskan pada kertas filter
Whatman. Setelah dilakukan ekstraksi, sebanyak 2 µ1 supernatan dari tiap-tiap
perlakuan tersebut digunakan untuk PCR. Kontrol positif menggunakan 2 µ1 pBma 68.
Hasil PCR diamati pada elektroferesis, lalu divisualisasi menggunakan transluminator
dengan sinar UV.
Dari penelitian ini terlihat pita DNA dengan panjang 322 bp dan 644 bp (dimer) pada
konsentrasi : 1, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 75, 100 mf/60 µl campuran darah. Teknik PCR
dapat mendektesi adanya DNA B. malayi dalam cairan IP gerbil yang telah difiltrasi.

26
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

BIFK
BURNS
34
Faktor Prognostik Luka Bakar Derajat Sedang dan Berat di RSUPN Dr.
Ciptomangunkusumo Jakarta Tahun 1998 – Mei 2001/Dalima Ari Wahono Astrawinata.-
- Jakarta : Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002.-- 111p.
ABSTRAK :
Banyak faktor mempengaruhi prognosis luka bakar, data di Indonesia belum ada yang
rinci. Dengan mengetahui faktor prognostik terpenting, akan dimungkinkan menetapkan
penatalaksanaan yang tepat. Perbaikan standar penatalaksanaan membawa perbaikan
nyata untuk menekan mortalitas.

Penelitian ini merupakan penelitian kohort historikal dengan subyek penderita luka
bakar rawat inap di RSCM Januari 1998 - Mei 2001. Semua yang memenuhi kriteria
inklusi diambil analisis data dengan survival analysis menggunakan Cox proportional
hazard untuk mencari perhitungan ketahanan hidup.

Hasil penelitian ini menunjukkan, dari 156 penderita didapat angka mortalitas
27,6percent. Penderita terbanyak berusia 19 tahun, laki-laki lebih banyak 1,6 x dari
perempuan. Penyebab tersering api (55,1percent) dan terjadi di rumah (72,4percent).
Ditemukan luka bakar terbanyak derajat 2 (76,9percent) dengan luas terbanyak
27percent, interquartile range 19-43percent. Faktor prognostik terpenting dengan nilai
hazard ratio (HR) dan 95percent confidence (CI) masing-masing adalah syok-SIRS
12,05 (2,36; 60,95), trombositopeni 10,78 (2,23; 52,05), trauma inhalasi 5,20 (2,77;
9,77), syok 4,87 (1,25; 18,98) dan luas >50percent 4,35 (1,22; 15,59).

Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa, penatalaksanaan resusitasi cairan yang
tepat dan resusitasi jalan napas dapat menekan angka mortalitas penderita luka bakar.
Trombositopeni merupakan salah satu petanda awal kemungkinan sepsis/SIRS.
BIFK

CAPTOPRIL
35
Efek Proteksi Kaptopril dan Losartan terhadap Cedera Sel Hati Tikus yang Diinduksi
dengan Parasetamol, CCI4, dan Etanol/Eddy T.M. Gultom.-- Jakarta : Program
Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 46p.

ABSTRAK :

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah obat golongan penghambat SRA
yakni kaptopril dan losartan dapat menghambat cedera sel hati dengan model lain.
Model yang digunakan adalah kerusakan atau cedera sel hati yang diinduksi dengan
parasetamol dosis toksik, CCI4 , dan etanol. Kerusakan sel hati akibat bahan-bahan
hepatotosik tersebut disebabkan oleh metabolit reaktif baik berupa spesies oksigen
reaktif atau spesies radikal bebas, yang merupakan hasil metabolisme dari masing-
masing bahan tersebut.

Untuk mengetahui efek proteksi kaptopril dan losartan dilalukan pengukuran kadar
enzim SGOT dan SGPT, serta pemeriksaan histopatologi jaringan hati. Sedangkan

27
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

untuk mengetahui apakah efek proteksi ini diperantarai oleh sifat antioksidan/antiradikal
kaptopril dan losartan, dilakukan pengukuran kadar MDA hati dan MDA serum.

Penelitian ini menggunakan 54 ekor tikus putih galur Spraque Dawley yang dibagi
menjadi 3 grup secara acak yang masing-masing terdiri dari 18 ekor. Kemudian masing-
masing grup dibagi secara acak menjadi 3 kelompok. Grup P diberi parasetamol dosis
tunggal 2500 mg/kg BB, grup C diberi CCI4 dosis tunggal 2 ml/kg BB. Grup E diberi
etanol dengan konsentrasi bertingkat 35percent, 50percent, 60percent dan 70percent
dengan dosis 10 ml/kgBB/hari mulai dari hari pertama sampai hari ke 4. Setiap grup
terdiri dari kelompok yang tidak diproteksi, kelompok yang diproteksi dengan kaptopril,
dan kelompok yang diproteksi dengan losartan. Dua puluh empat jam setelah perlakuan
terakhir dilakukan laparatomi untuk pengambilan darah dan pengangkatan hati. Darah
diambil untuk pengukuran kadar SGOT, SGPT, dan kadar MDA serum. Hati diangkat
untuk pengukuran kadar MDA hati dan pemeriksaan histopatologi. Data kadar SGOT,
SGPT, dan MDA dianalisis dengan uji statistik ANOVA satu arah dan perbandingan
berganda Tukey. Data histopatologi dianalisis dengan uji perbandingan berganda non
parametrik Krustal-Wallis.

Hasil penelitian ini menunjukkan hasil uji statistik kadar SGOT dan SGPT pada semua
kelompok yang diproteksi dengan kaptopril atau losartan lebih rendah secara bermakna
dibanding dengan kelompok yang tidak diproteksi. Hasil uji statistik tingkat kerusakan
hati pada grup P, kelompok yang diproteksi dengan kaptopril dan losartan lebih rendah
secara bermakna dibanding dengan kelompok yang tidak diproteksi. Hasil uji statistik
tingkat kerusakan hati berupa degenerasi steatosis pada grup C dan grup E, kelompok
yang diproteksi dengan kaptorpil dan losartan lebih rendah secara bermakna dibanding
dengan kelompok yang tidak diproteksi. Tetapi tingkat kerusakan hati berupa degenerasi
nekrosis pada grup C dan grup E tidak terdapat perbedaan, sehingga tidak dilakukan uji
statistik. Hasil uji statistik kadar MDA hati pada semua kelompok yang diproteksi dengan
kaptopril dan losartan lebih rendah secara bermakna dibanding dengan kelompok yang
tidak diproteksi. Perbedaan bermakna kadar MDA serum hanya ditemukan pada grup C,
yaitu kelompok yang diproteksi dengan kaptopril dan posartan lebih rendah secara
bermakna dibanding kelompok yang tidak diproteksi.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, kaptopril dan losartan dapat mencegah
cedera sel hati tikus yang diinduksi dengan parasetamol, CCI4 dan etanol. Mekanisme
kerja obat golongan penghambat SRA dalam mencegah cedera sel diduga selain
karena adanya gugus-SH pada kaptopril, juga melalui hambatan efek farmakodinamik
angiotensin II dalam pembentukan spesies radikal bebas dan derivatnya. Obat golongan
penghambat SRA mempunyai efek antiosidan/antiradikal.
BIFK

CATARACT
36
Kadar Malondialdehid pada Lensa Katarak Senillis Penderita Diabetes Mellitus dan non
Diabetes Mellitus Kajian di RUSP Dr. Sardjito Yogyakarta/Daud Nurul.-- Yogyakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 36p.

ABSTRAK :

28
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Penelitian dari faktor resiko terjadinya katarak di Indonesia relatif sedikit. Malondialdehid
sebagai hasil akhir lipid peroxidase pada asam lemak tak jenuh rantai panjang diduga
sebagai salah satu penyebab katarak.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kadar Malondialdehid pada lensa katarak
senillis penderita diabetes mellitus dan lensa katarak non diabetes mellitus. Subyek
penelitian ini adalah lensa katarak senillies penderita diabetes mellitus dan non mellitus.
Methode yang digunakan ialah cross sectional. Lensa diambil dengan methode operasi
EKEK di rumah sakit Dr. Sardjito Yogyakarta. Kadar malondiladehid diukur dengan
methode Smith di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, data dianalisa menggunakan non parametrik. Lensa katarak penderita
diabetes mellitus berjumlah 55 dan lensa katarak non diabetes mellitus 5.

Hasil penelitian didapatkan rerata kadar Malondialdehid pada lensa penderita diabetes
mellitus lebih tinggi dari pada lensa katarak pada non diabetes mellitus, secara statistik
bermakna (p=0,01). Kadar rerata gula darah pada pasien diabetes mellitus secara
bermakna berbeda dibandingkan dengan pada yang non diabetes mellitus dan secara
statistik bermakna (p=0,03). Perbedaan pekerjaan (p=1,00), umur (p=0,06), suplemen
multivitamin (p=1,00), paparan sinar matahari (p=1,00). Jenis katarak tidak berbeda
bermakna apabila dibandingkan dengan rerata kadar Malondialdehid (p=0,08). Kadar
gula darah diduga sebagai salah satu faktor resiko yang mempengaruhi tingginya kadar
Malondialdehid lensa katarak pada penderita diabetes mellitus.
ABFK

37
Perbedaan Pengaruh Vitamin E Dosis Tinggi dengan Dosis Normal terhadap Kadar
Malondialdehid Lensa Katarak Senilis pada Penderita Miop Aksialis/Yanuarius Priyo
Triyono.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 50p.

ABSTRAK :

Cataract is major cause of blindness in Indonesia. The prevalence of blindness in


Indonesia is 1,5percent, with lens abnormality as a cause of blindness up to
52,0percent. Incidence of blindness due to cataract in development countries varies
from 15percent to 20percent. Senile cataract is one type of cataract in elderlies which
usually appears at age over 40s. The pathology of cataract includes several factors,
however, not all factors are abviously correlated. Deficiency of vitamin A, C and E is one
of the risk factors of cataract. Malondialdehyde (MDA) is a final product of lipid
peroxidation. Cataractous lens contains higher level of MDA than normal lens. Myopic
senile cataractous lens contains higher level of MDA than senile cataractous lens.
Vitamin E serves as an antioxidant. Adequate antioxidant nutrient may prevent or
inhibit the process of change of lens.

The objective of this study was to know whether the administration of high dose of
vitamin E in myopic senile cataract reduced MDA level in the lens, compared with normal
dose of vitamin E administration. The subjects of this study were in/out patients at the
Eye Clinic of Dr. Sardjito General Hopital and dr. Yap Eye Hospital, Yogyakarta ; who
were diagnosed with myopic senile cataract.

The design was randomized clinical trial with double blind method. The patients were
classified into two groups by doble blind method. The first group received vitamin E

29
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

tablet 30 mg/day for 1 month. The second group received vitamin E tablet 100 mg/day
for 1 month. Extracapsular cataract extraction was then performed . The cataract lens
was used as a sample, later it was taken to the biochemical laboratory of Faculty of
Medicine of Gadjah Mada University for MDA level measurement in the lens by Smith
method. The variables used were myopic senile cataract, dose of vitamin E, MDA level
in the lens, age, sex and length of sun exposure. Non parametric Mann-Whitney U test
used to analyze MDA level statistically.

The results of this study showed that the MDA level in both groups was significantly
different (P=0,003). The MDA level in cataractous lens receiving vtiamin E 100 mg/day
was minimum 1,01 nmol/g, maximum 16,13 nmol/g, median 3,0 nmol/g, and mode 1,01
nmol/g. MDA level in cataractous lens receiving vitamin E 30 mg/day was minimum 2,02
nmol/g, maximum 17,29 nmol/g, median 6,14 nmol/g, and mode 2,02 nmol/g.

The analysis could be concluded that the MDA level in myopic senile cataractous lens
receiving vitamin E 100 mg/day for 1 month (median 3,0 nmol/g) was lower than that
receiving vitamin E 30 mg/day for 1 month (median 6,14 nmol/g). High dose of vitamin E
appeared to decrease the MDA level in myopic senile cataractous lens. It showes the
role of vitamin E.
ABFK

CATARACT EXTRACTION
38
Perbandingan Efektivitas dan Keamanan Bahan Viskoelastik Metilselulosa 2,4percent
dan 2percent/Tri Rahayu.-- Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.--
32p.

ABSTRAK :

Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan efektivitas dan keamanan hidroksi
propil metilselulosa 2,4percent dengan hidroksi propil metilselulosa 2percent sebagai
bahan viskoelastik pada tindakan bedah katarak pasien.
Penelitian ini merupakan uji klinik tersamar ganda pada 60 mata (60 pasien) yang
menjalani bedah katarak ekstra kapsular dengan penanaman lensa intra okular. Pasien
dibagi dalam dua kelompok, kelompok A (30 mata) menggunakan hidroksi propil
metilselulosa 2,4percent dan kelompok B (30 mata) menggunakan hidroksi propil
metilselulosa 2percent. Dilakukan penilaian parameter penelitian yaitu tajam penglihatan
dan tekanan bola mata prabedah dan pada hari ke-1 dan ke-7 pasca bedah, sel dan
suar bilik mata depan serta ketebalan kornea pra bedah dan pada hari ke-2 dan ke-8
paska bedah. Selama tindakan bedah dinilai ke dalam bilik mata depan, kemudahan
penanaman lensa intra okular yang dinilai dari waktu penanaman lensa dan kemudahan
penempatan haptik lensa, kemudahan evakuasi bahan viskoelastik, serta jumlah bahan
viskoelastik yang digunakan.
Hasil penelitian ini menunjukkan kedua kelompok penelitian setara dilihat dari segi umur
pasien, tekanan bola mata, sel dan suar bilik mata depan, serta ketebalan kornea pra
bedah. Selama tindakan bedah tampak penanaman lensa lebih mudah pada kelompok
HPMC 2,4percent ditunjukkan dengan waktu penanaman yang lebih singkat,
penempatan haptik lensa yang lebih mudah, dan bilik mata depan lebih dalam
dibandingkan dengan kelompok HPMC 2percent. Kemudahan evakuasi bahan

30
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

viskoelastik kedua kelompok adalah sama. Paska bedah didapatkan tekanan intra
okular hari ke-1 dan ke-7, sel dan suar bilik mata depan hari hari ke-2 dan ke-8, serta
ketebalan kornea hari ke-2 tidak berbeda bermakna. Ketebalan kornea pada hari ke-8
paska bedah pada kelompok HPMC 2,4percent lebih rendah dibandingkan pada
kelompok HPMC 2percent. Tajam penglihatan paska bedah kelompok HPMC 2,4percent
cenderung lebih baik dibandingkan kelompok HPMC 2percent, meskipun perbedaannya
tidak bermakna secara statistik.
Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa, hidroksi propil metilselulosa
2,4percent terbukti lebih efektif dibandingkan hodroksi propil metilselulosa 2percent
pada tindakan bedah katarak ekstra kapsular dengan penanaman lensa intra okular.
Hidroksi proplil metilselulosa 2,4percent terbutki sama amannya dibandingkan dengan
hidroksi propil metilselulosa 2percent pada tindakan bedah katarak ekstra kapsular
dengan penanaman lensa intra okular, bahkan tampak kecenderungan hidroksi propil
metilselulosa 2,4percent melindungi endotel kornea lebih baik dibandingkan hidroksi
propil metilselulosa 2percent.
BIFK

CEREALS
39
Pengaruh Pemberian Oatmeal terhadap Kadar Apolipoprotein B Plasma Penderita
Hiperkolesterolemia : Peran β dalam Menurunkan Kadar Kolesterol Total, Kolesterol LDL
dan Apolipoprotein B Plasma/Pauline Endang Praptini.-- Jakarta : Program
Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 109p.
ABSTRAK : Lihat nomor 16
CEREBROVASCULAR DISORDERS
40
Efektivitas Terapi Latihan Ekstensi Resistif Dibanding Terapi Latihan Ekstensi Balistik
pada Otot Ekstensi Digitorum Tangan Paresis dalam Memperbaiki Fungsi Ekstensi Jari
Tangan Penderita Pasca Strok/M. Iman.-- Jakarta : Program Studi Ilmu Rehabilitasi
Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 40p.

ABSTRAK :
Permasalahan yang sering dijumpai pada penderita strok ialah adanya keterlambatan
pemulihan otot ekstensor digitorum jari tangan paresis. Sehubungan dengan hal
tersebut dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui manfaat terapi latihan
ekstensi resistif dan terapi latihan ekstensi balistik penderita pasca strok dan secara
khusus ingin mengetahui efektivitas terapi latihan ekstensi resistif dibanding terapi
latihan ekstensi balistik tangan paresis penderita pasca strok.
Penelitian ini adalah 28 penderita pasca strok berusia 30-60 tahun dengan diagnosis
hemiparesis pasca strok yang memenuhi kriteria masukan berpartisipasi dalam
penelitian ini. Subyek dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok I diberikan terapi latihan
ekstensi resistif dan kelompok II diberikan terapi latihan ekstensi balistik. Terapi latihan
diberikan 3 kali seminggu selama 2 minggu oleh peneliti. Data sebelum dan sesudah
terapi latihan dicatat dan dianalisa.
Dengan menggunakan uji klinik paralel dilakukan uji statistik t-test dari variabel pra dan
pasca terapi latihan, diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05)
pada jarak papan fikasi dengan ekstensi aktif jari II-V, ekstensi aktif metakarpofalang,

31
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

interfalang proksimal, interfalang distal dan kemampuan menggenggam tangan paresis


pasca strok. Meskipun secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna dari
kedua kelompok terapi latihan dalam kelompok pada kedua kelompok terapi latihan.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan, terapi latihan ekstensi resistif dan terapi latihan
ekstensi balistik sama baiknya dalam meningkatkan fungsi ekstensi otot ekstensor
digitorum tangan paresis, lingkup gerak sendi dan kemampuan menggenggam penderita
pasca strok.
BIFK

41
Fibrilasi Atrium sebagai Faktor Risiko Stroke Anfarik/Ana Budi Rahayu.-- Yogyakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 46p.

ABSTRAK :

Stroke is a major constributor for disability and has been estimated to account for half
the patients hospitalized for acute neurological diseases. Since stroke is frequent and its
impact on treatment and prognossis are limited, the potential to control the disease lies
primary prevention. Atrial fibrillation is an independent risk factor for ischemic stroke.
Therefore, controlling atrial fibrillation would be an important prevention method for the
disease. Purpose of study to evaluate whether atrial fibrillation is related with increased
risk for ischemic stroke.

Seventy seven patients with acute infarct stroke in RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta were
assesed by evaluating the atrial fibrillation, blood pressure, blood triglycerides, glucose
and cholesterol, using a case-control study. Seventy seven nonstroke patients in the
same ward were selected as controls. The diagnosis of stroke was established using
CT-scan and ASGM. Statistical analysis to determine the significance of each variables
was carried out using Mantel-Haenszel methods, while the contribution of studied
variables to incidence of infarct stroke were analyzed using stepwise logistic regression.

Univariate analysis showed that atrial fibrillation (OR 11,34; CI 95percent = 1,335-6,895;
p=0,005), age 55–64 years (OR 3,03; CI 95percent = 1,335-6,895; p=0.007), age ≥ 65
years (OR 4,51; CI 95percent = 2,107--9,670; p=0,000), sistolic hypertension (OR 7, CI
95percent = 3,517-14,603, p=0,000), diastolik hypertension (OR 4,94, CI 95percent
=2,487--9,806; p=0,000), hypertriglyceridemia (OR 3,75, CI 95percent = 1,487–9,455;
p=0,003), histroy of hypertension (OR 3,25, p=0,000), history of diabetes mellitus (OR
3,78; CI 95percent = 1,308-10,9118; p=0,010), history of heart of diseases (OR 2,15, CI
95percent = 1,804--2,561; p = 0,001) and cigarette smoking (OR 4,51, CI 95percent =
2,107-9,669; p=0,000) were significantly correlated with the incidence of ischemic stroke.
Multiple logistic regression test showed that atrial fibrillation (0,007), age 55-64 years
(p=0,001), age ≥ years (p=0,001), sistolic hypertension (p=0,000) and
hypertriglyceridemia (p=0,029) were significantly influence the ischemic stroke.

This study concluded that atrial fibrillation is significantly associated with ischemic stroke.
Other risk factors that significantly correlated of infarct stroke included age, sistolic
hypertension and hypertriglyceridemia.
ABFK

42

32
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Peranan Stroke Iskhemik Akut terhadap Timbulnya Gangguan Fungsi Kognitif di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta/Ismail Setyopranoto.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 57p.

ABSTRAK :

Objective : to investigate role of acute ischaemic stroke towards appear of cognitive


impairment and another factors which role of cognitive impairment. Design study is
cohort prospective. This study were compared among cognitive impairment in patients
acute ischaemic stroke with non stroke. Neurological Ward Sardjito General Hospital
Yogyakarta.

The subject of this study was carried out of new patients acute ischaemic stroke with
consecutive method which care in Neurological Ward. Diagnosis of stroke was used
head of Computed Tomography (CT) Scaning, and as controle was carried out non
stroke. Eligible criteria were all of patients with ischaemic acute stroke, and as exclusion
criteria were the reduction of consciousness, depression and patient who had history of
cognitive impairment. A total of 180 participants, there were consist of 90 subject and 90
controls.

Main Outcome Measures : Diagnosis of cognitive impairment was used Mini Mental
State Examination (MMSE). Patients whose on the MMSE score ≥ 27 were classified as
cognitively normal and ≤ 26 were clasified as cognitively impaired.

Statistical Analysis : Analysis univariable on each risk factors of stroke to obtaint relative
risk, confidence interval 95percent and level of significancy (X2 test) by used Mental
Haenzel. To count of confounding factor, with simultant and as a whole used by
multiple logistic regression.

Result : This study was got consist of 90 cases and 90 controls whose accordance with
eligible criteria. Analysis univariable with Mantel Hanzel on MMSE1 previous of stroke
(RR=1,445; 95percent CI=1,171–1,783, p<0,05), diabetes mellitus (RR=1,519;
95percent CI =1,296-1,781; p<0,05) and and therapeutic window (RR=1,340;
95percent CI = 1,021 – 1,559; p<0,05) with statistical were significant. In the MMSE2
with statisticaly significant there were age (RR=1,399; 95percent CI=1,059-18,49 and
p<0,05), level of education (RR=1,566; 95percent CI=1,062-2,279 and p<0,05),
therapeutic window (RR=1,654; 95percent CI=1,002-1,831 and p<0,05), location of
lession in hemisphere (RR=1,290; 95percent CI=1,017-1,635 and p<0,05) and previous
of stroke (RR=1,439; 95percent CI=1,109-1,867). In the MMSE3 with statisticaly
significant there were age (RR=1,523; 95percent CI=1,111-2,086 and p<0,05), level of
education (RR=1,505; 95percent CI=1,996–2,276 and p<0,05 and therapeutic window
(RR=1,429; 95percent CI=1,015–2,010 and p<0,05). Multiple logistic regression lost
showed that on MMSE1, previous of stroke and therapeutic window with statistical were
significant (p<0,05). In the MMSE2 with statisticaly significant there were level of
education and location of lession in hemisphere (p<0,05). In the MMSE3 all of the
variables there were with statisticaly not significant.

Conclusion : result of this study were proved that differences about significantly between
variables in the MMSE1, MMSE2 and MMSE3. In MMSE1 role toward cognitive
impairment after acute ischaemic stroke were previous of stroke and therapeutic

33
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

window. In MMSE2 there were level of education and location of lession in hemisphere
and in the MMSE3 there were not found variables which role toward cognitive
impairment after acute ischaemic stroke.
ABFK

CESAREAN SECTION
43
Audit Medik dan Keperawatan Bedah Sesar dalam Upaya Peningkatan Kualitas
Pelayanan di Unit Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari/
Marcus Gatot Budi Prihono.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, 2000.-- 106p.

ABSTRAK :

Wonosari General Hospital is a C class state-owned hospital, equiped with 125 beds. In
strategic planning, hospital management has decide obstetric care as superior care. To
improve quality of care, since August 1998 medical and nursing care standard has been
implemented. The objective of this study was to evaluate quality of medical and
cesarean section post operative nursing care, and to know the impact of educational
interventions on quality of medical and cesarean section post operative nursing care.
The research design used in this study was quasi experimental before and after design
without control, in which the post test was done in time series. Educational intervention
was done after the pre test audit that was standard socialization. The population used in
this study was all patients medical records who took cesarean section. There were 17
records in the pre test, and in the post test there were 12 records in December 99,9
records in January 2000 and 11 files in February 2000.
The result of this study showed that educational intervention has impact on quality of
medical and cesarean section post operative nursing care.
ABFK

CHILD BEHAVIOR
44
Perilaku Anak Laki-laki Usia 12 sampai dengan 15 Tahun dalam Bermain Video Game
Play Station di Rental Jalan Godean Kabupaten Sleman Yogyakarta/Indarto AS.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 149p.
ABSTRAK :
Perception of some people in our community considered that video game in rental could
cause various negative problems in children. On the other hand, there are also some
people who have opinion that this modern game brings many advantages for children.
Therefore, what children are experiencing when playing video game in play station rental
need be in-depth examined.
This research was aimed to describe perception, motivation and behavior of children in
playing video game play station in rental as well as health complaint that experienced by
children when playing video game. It was expected that the result of this research could
be a useful information.
Qualitative design with methods of focus group discussion, in depth interview as well as
observation were used to collect the data in the research subject, that were, 12 to 15

34
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

years old boys who ever played or who are playing the video game in rental which is
located in Godean street, Sleman Regency. Furthermore, triangulation was used for data
validity and reliability.

The result of the research showed that play station rental was considered by the
children as a place for game, entertainment and pleasure. Although there are some
weaknesses of the rental, it has a good physical condition, good and pleasure facility as
well as service. Motivation of children to play the video game was stimulated by their
needs of pleasure, friendship, obtaining idea, knowledge and skill in playing. Activity that
was done during playing consists of loading and unloading CD cassette, programming
and arranging strategy to play, having a game, competition and exploration as well as
ensure the collaboration and socialization with friends. The effect of this game was
causing a feeling of pleasure and impression, feeling of direct involvement in the game
as well as causing needs to play continually, desire to mastering the game and desire to
be always the winner. The consequence from the behavior in playing caused complaint
in their eyes, fingers and thumb, as well as back and buttocks.
ABFK

CHILD DEVELOPMENT
45
Indentifikasi Ketahanan Pangan Keluarga Menengah-Bawah dalam Menjamin Kualitas
Tumbuh-Kembang Anak Baduta pada Masa Krisis Ekonomi/Nurfi Afriansyah.-- Bogor :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2000.-- irrp.

ABSTRAK :

Di dalam menyikapi kondisi kesulitan dalam menghadapi krisis ekonomi setiap keluarga
terutama yang memiliki anak baduta (bawah dua tahun), dituntut untuk mampu membuat
langkah-langkah prioritas pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Penelitian ini bertujuan menggali informasi tentang potensi ketahanan pangan (sosial
ekonomi) keluarga menengah-bawah dalam masa krisis ekonomi kaitannya dengan
pemberian prioritas pemeliharaan tumbuh-kembang anak baduta. Dengan
menggunakan desain cross-sectional, penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sidoarjo,
Jawa Timur, wilayah yang tergolong kategori tidak tahan pangan. Sejumlah 270
keluarga berpenghasilan rendah yang mempunyai anak baduta dipilih sebagai subjek
penelitian.

Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar KK (41,7percent) dan ibu anak baduta
(43,9percent) berjenjang pendidikan tamat SD. Mayoritas KK (33,2percent) bekerja
sebagai buruh pabrik, termasuk karyawan swasta (3,7percent); persentase KK yang
tidak bekerja atau terkena PHK ada 1,9percent. Sementara kebanyakan ibu anak
baduta (70,9percent) berstatus tak bekerja atau ibu rumah tangga. Panas, batuk, pilek
adalah penyakit yang paling banyak diderita anak baduta dari berbagai keluarga
menengah-bawah. Keadaan gizi-kurang dan gizi-buruk terbanyak ditemukan pada anak
baduta keluarga buruh tani (48,8percent).
BPPK,FGIZ

46

35
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Pola Konsumsi Pangan dan Pertumbuhan Anak Usia Sekolah Dasar pada Periode Krisis
Ekonomi di Pedesaan Bogor, Jawa Barat/Hermina et al.-- Bogor : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 29p.

ABSTRAK :

Telah dilakukan penelitian mengenai pola konsumsi pangan dan pertumbuhan murid SD
di pedesaan Bogor (desa IDT) pada periode krisis ekonomi. Tujuan penelitian adalah
menganalisis pola konsumsi pangan dan pertumbuhan murid SD kelas 1, 2, 3 (usia 6-9
tahun) di desa pada periode krisis ekonomi.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 1999 sampai bulan Pebruari 2000 didua SD IDT
desa Pasir Gaok (Bantar Kambing) Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Reponden
adalah murid SD kelas 1, 2, 3 (n=60) beserta ibu mereka (n=60). Jumlah murid dienam
kelas didua SD yang diamati pertumbuhan melalui pengukuran antropometri adalah
sebanyak 223 orang murid.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola konsumsi pangan murid SD kurang beragam
jika dilihat dari konsumsi makanannya sehari hari terutama konsumsi sayuran dan
protein hewani. Rata-rata konsumsi energi sebesar 56,4percent AKG dan rata-rata
konsumsi protein sebesar 60,8percent AKG (angka kecukupan gizi) yang dianjurkan.
Pola pertumbuhan murid SD dilihat dari rata-rata persentase berat badan menurut umur
(BB/U) menunjukkan adanya kecenderungan menurun pada bulan ke 3 dan 6.
Sedangkan jika dilihat dari rata-rata berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
cenderung menurun pada bulan ke 6. Rata-rata persentase BB/U pada awal penelitian
adalah sebesar 78,3percent standar baku NCHS dan menurun menjadi 76,9percent
pada akhir penelitian (6 bulan). Kesimpulan penelitian adalah pola konsumsi pangan
murid SD tidak seimbang menurut kuantitas dan kualitas gizinya. Pola pertumbuhan
murid SD dilihat dari rata-rata persentase BB/U cenderung menurun selama 6 bulan
pengamatan.
BPPK,FGIZ

47
Pola Pemberian Makan Anak (6-18 bulan) dan Hubungannya dengan Pertumbuhan dan
Perkembangan Anak pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin/Vita Kartika M. et al.--
Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 32p.

ABSTRAK :

Telah dilakukan penelitian tentang pemberian makanan anak umur 6-18 bulan dan
hubungannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak pada keluarga miskin di
Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh pola pemberian makan anak baduta
dalam kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak pada ke dua kelompok
keluarga tersebut. Sampel dipilih secara purposive sebanyak 55 anak dari keluarga
miskin dan 36 anak dari keluarga tidak miskin (total sampel ada 91 anak). Data
dianalisis secara statistik dengan program SPSS. Analisa data dilakukan secara
deskriptif.

36
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Terdapat 44 anak (80percent) dari 55 anak keluarga miskin yang mempunyai pola
makan karbohidrat saja (KH) dan 11 anak yang lain (20percent) mempunyai pola makan
lengkap. Sedangkan dari 36 anak keluarga miskin, sebagian besar mempunyai pola
makan lengkap, yaitu sebanyak 30 anak (83percent), dan hanya 6 (17percent) yang
mempunyai pola makan KH saja. Dari 55 sampel keluarga miskin tersebut ternyata
terdiri dari 15 anak yang berstatus gizi kurang dan 40 anak yang berstatus gizi baik. Dari
15 anak yang berstatus gizi kurang tersebut, sebagian besar mempunyai pola makan
KH saja yaitu sebanyak 10 anak (66,7percent). Sedangkan pada keluarga miskin pada
awal kegiatan terdapat 40 anak yang berstatus gizi baik yang ternyata ada 34 anak
(85percent) yang mempunyai pola makan KH, dan 6 anak (15percent) yang mempunyai
pola makan lengkap.

Terdapat perbedaan nyata pertumbuhan dan pola makan anak antara keluarga yang
miskin dan tidak miskin pada taraf 5percent yaitu sebesar 0,359. Ada 28 anak yang
terlambat perkembangannya pada awal penelitian, yaitu 25 anak dari keluarga miskin
dan 3 anak dari keluarga tidak miskin, namun jumlah tersebut menjadi 22 anak pada
akhir penelitian yang semuanya berasal dari keluarga tidak miskin. Sedangkan 3 anak
keluarga tidak miskin yang terlambat perkembangan motoriknya ternyata pada akhirnya
dapat menjadi normal. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan yang nyata antara
perkembangan motorik dan pola makan anak pada keluarga miskin dan tidak miskin
baik pada awal dan akhir penelitian.
BPPK,FGIZ

CHOLESTEROL
48
Pengaruh Sumber Serat terhadap Penurunan Berat Badan dan Kolesterol pada Orang
Kegemukan/Astuti Lamid.-- Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 8p.

ABSTRAK :

Peningkatan prevalensi kegemukan (gizi lebih) pada orang dewasa di perkotaan


mempunyai dampak dalam peningkatan resiko penyakit kardivaskuler diantaranya
meningkatnya lipida darah (kolesterol, LDL dan HDL) serta penyakit degeneratif yang
lain.

Tujuan penelitian ini untuk melihat pengaruh pemberian makanan suplemen dari sumber
serat yang berbeda yaitu dari “rumput laut” dan serat komersial dalam menurunkan berat
badan dan kolesterol darah pada orang dewasa kegemukan. Sampel penelitian ini
adalah wanita dewasa yang merupakan sampel penelitian “Validitas beberapa indikator
antropometri dalam menentukan status kegemukan pada orang dewasa tahun
1997/1998”. Sampel yang memenuhi kriteria BMI >25 dan bersedia berpartisipasi
sebanyak 26 orang, kemudahan sampel dikelompokkan 13 orang dewasa mendapat
suplementasi rumput laut dan 13 orang lainnya mendapat suplementasi serat komersial.
Masing-masing suplementasi mengandung serat laut 2 gram yang diberikan setiap hari
dalam waktu 6 minggu. Data yang dikumpulkan pada awal dan akhir penelitian adalah
berat badan, tinggi badan, kolesterol darah, tekanan darah, kebiasaan makan dan
compliance dari kedua suplementasi tersebut.
Hasil menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan penurunan berat badan dan kolesterol
pada kedua kelompok (p>0,05). Peningkatan tekanan darah terjadi pada kelompok serat

37
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

komersial yaitu pada awal penelitian 1 orang menderita hipertensi dan pada akhir
penelitian menjadi 5 orang. Sedangkan pada kelompok rumput laut tidak terjadi
peningkatan tekanan darah. Manfaat yang dirasakan kedua kelompok selama diberikan
suplementasi adalah buang air dan kencing menjadi lancar. Selain merasakan manfaat
mengkonsumsi suplementasi masih terjadi keluhan-keluhan seperti rasa mual, alergi
dan pusing-pusing selama pemberian suplementasi pada kedua kelompok. Selama
diberi suplementasi sebanyak 92percent sampel pada kelompok rumput laut mempunyai
kebiasaan makan ngemil ≤1x per hari sedangkan pada kelompok komersial 76percent,
kebiasaan ini berbeda dibandingkan dengan keadaan sebelum diberi suplementasi.
Sedangkan frekuensi makan setiap hari pada kedua kelompok hampir keseluruhannya
2-3 sehari hal ini tidak berbeda dengan keadaan sebelum diberi suplementasi.
BPPK,FGIZ
COLLAGEN
49
Ekspresi Kolagen IV Membran Basal Epitel Permukaan Endometrium Pengguna
Norplant/Lia Damayanti.-- Jakarta : Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2001.-- 61p.
ABSTRAK :

Perubahan yang terjadi pada endometrium akibat penggunaan kontrasepsi yang


mengandung progestin hingga kini masih belum dieksplorasi lebih jauh, sehingga
mekanisme perdarahan abnormal yang dialami para pemakaiannya masih belum jelas
diketahui. Untuk itu telah dilakukan penelitian yang melihat ekspresi (intensitas pulasan
dan kontinuitas) kolagen IV membran basal epitel permukaan endometrium pengguna
Norplant secara imunohistokimia.

Tujuh belas jaringan endometrium pengguna Norplant hasil biopsi didapatkan dari
Klinik Raden Saleh Jakarta, sedangkan 12 endometrium normal didapatkan dari Monash
Medical Centre, Victoria, Australia. Penelitian difokuskan pada 3 kelompok subyek, yaitu
kelompok normal, kelompok Light Bleeders dan kelompok Heavy Bleeders.

Dikemukakan hipotesis bahwa terdapat perbedaan ekspresi kolagen IV membran basal


epitel permukaan antara endometrium normal dengan pengguna Norplant. Analisis
statistik dengan uji Chi Kuadrat dan uji korelasi Spearmen dilakukan untuk menentukan
ada atau tidaknya perbedaan ekspresi kolagen IV dan hubungan di antara kelompok-
kelompok tersebut di atas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolagen IV membran basal epitel permukaan


diekspresikan sepanjang siklus menstruasi endometrium normal intensitas pulasan kuat
di sepanjang fase proliferasi awal hingga fase sekresi pertengahan dan menurun pada
fase sekresi akhir dengan kontinuitas dipertahankan di sepanjang waktu tersebut. Tidak
terdapat perbedaan intensitas pulasan kolagen IV antara endometrium normal dengan
pengguna Norplant, tetapi endometrium pengguna Norplant tampak mengalami
diskontinuitas (p=0,011) dengan kecenderungan diskonstinuitas terjadi pada kelompok
Norplant yang mengalami perdarahan ringan (Light Bleeders) (p=0,059). Tidak
terdapat hubungan antara lama pemakaian Norplant dengan intensitas pulasan dan
kontinuitas membran basal epitel permukaan endometrium.
BIFK

38
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

COMMUNITY HEALTH CENTERS


50
Analisis Mutu Pelayanan ANC di Puskesmas dan Bidan Praktek Swasta di Kota
Pekalongan/Dwi Hari Wibawa.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, 2000.-- 18p.

ABSTRAK :

This study was aimed for assessing : (1) service quality of antenatal care at community
health centers and private midwives, based on the midwives level of compliance to the
antenatal care standard and level of satisfaction of antenatal patients; (2) whether there
was any difference between antenatal care quality of midwives in the community health
centers and private ones, by comparing the level of midwives compliance to service
standard and level of antenatal patiens satisfaction; (3) reasons antenatal patiens
choosing antenatal care place, in Pekalongan.

This was a cross-sectional study. The subjects were midwives in the community health
care centers and private midwives, as well as pregnant mother. The samples were 10
midwives in the community health centers, 10 private midwives, 70 antenatal patiens in
the community health centers, and 70 antenatal patients of private midwive in
Pekalongan. The antenatal care visiting list and questionnaires were used in this study,
white the results were analyzed using statistical t-test.

The results showed that : (1) the level of compliance of antenatal service standard
among midwive in the community health centers and private midwive was good; (2) the
level of satisfaction for antenatal care among pregnant mothers in both the community
health centers and private midwives was very satisfactory; (3) most pregnant mothers
choosing antenatal care in the community health centers said that the service was good;
while the pregnant mothers chose private midwive as the locations were near or
reachable ; (4) there was no significant difference of the level of compliance to antenatal
service standard between midwive in the community health centers and private midwive;
and (5) there was significant difference between satisfaction of antenatal patiens in the
community health centers and that of antenatal patients of private midwive, the
difference was in the aspects of assurance and empathy dimensions of antenatal care.
ABFK

51
Evaluasi Kinerja Puskesmas di Jawa Tengah Pasca Pelatihan Kinerja/Rasa Harbakti.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irrp.

ABSTRAK :

Evaluation of post-training performance is a stage of activity in the community health


center’s performance training cycle held by Bapelkes Salaman. This study was aimed at
gaining information about level of success of the training program by identifying the
achievement of the performance training.

This was a field study using quasy-experimental approach with pre-test and post-test
control group design. The subjects were ex-participants of performance training and the
community health center’s staff who had not attended the training. Their characteristics
were treated the same as control variables. Analysis units were individual and

39
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

community health centers. Variables in this study were performance training as the
independent variable, as the dependent variables (community health center’s
performance its efficiency, effectiveness, and patients satisfaction), control variables
(management environment : leadership, effectiveness team, supervision).

The results showed that : (1) This training improved knowledge, motivation,
effectiveness team, and supervision, (2) Both community health centers that attending
and those that not attending the training, showed differences in knowledge, motivation,
leadership, and supervision, but there was no difference in attitude and leadership, (3)
In terms of efficiency and effectiveness of the KIA program, both community health
centers showed differences, (4) In terms of patients satisfaction, both community health
centers did not showed differences.

This study recommended that : (1) this training need with facilitator psychological
background to improve attitude skill, (2) Quality assurance needs to be added in the
curriculum to improve the compentency of the trainers in providing excellent service, (3)
A pilot study using revised model of performance training is needed, (4) The District
Health Office should invollve in monitoring and supervision.
ABFK

52
Evaluasi Pengaruh Pelaksanaan Quality Assurance terhadap Kinerja Puskesmas di
Kota Padang Panjang/Irwan Yuliadi.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada, 2001.-- irrp.

ABSTRAK :

This was a study on evaluation of the effect of quality assurance program on the
performance of community health centers. This study was held in Padang Panjang from
July to September 2000. Using Balance Score Card approach, this study was aimed at
evaluating the results of quality assurance applied in the community health centers and
finding out factors influencing the performance of community health centers at the time
the quality assurance program was held.

This study was conducted using ex post (prospective) approach and was compared
retrospectively to find out the effect of quality assurance program on the performance of
community health centers. Materials for this study included primary and secondary data
obtained qualitatively and quantitatively. The study was conducted by way of observation
checklist, questionnaire, in depth interview and observing related reports and other
documents. Data analysis was conducted descriptively.

The result showed that quality assurance program had not increased the performance of
community health centers. From the human resources learning, especially the number of
training provided for staff of the community health centers, it seemed that the number of
training was many, but lack of planning and poor supervision so that the staff lack of
commitment toward the quality of health service. Seen from the perspective of service,
prospective and retrospective aspects, the compliance rate tended to be poor. Staff did
not comply with the list of visit and rate from 69,3percent to 72,8percent, which
decreased from good to average. Seen from the patient satisfaction level, patients were

40
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

still dissatisfied with the medical equipment, staff skills and counseling, and waiting time
in the registration unit. Seen from the financial perspective, the financial performance
was still poor, as there was no increase in income during the quality assurance
application. Factors affecting the performance of community health centers in the quality
assurance program included commitment, leadership, leadership autonomy, and staff
involvement in team work. Besides, the most influential factor was unclear compensation
for the staff.
ABFK

53
Evaluasi Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas/Lestari Handayani et
al.-- Surabaya : Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Teknologi Kesehatan,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- irr p.

ABSTRAK :

Sistem pencatatan dan pelaporan di puskesmas merupakan salah satu kegiatan di


puskesmas yang selama ini dirasakan membebani petugas puskesmas oleh karena
berbagai alasan. Oleh karena itu dilakukan suatu studi deskriptif untuk mengkaji
pelaksanaan sistem pencatatan dan pelaporan di puskesmas agar dapat memberikan
gambaran nyata keadaan tersebut dan diharapkan dapat dimanfaatkan untuk perbaikan.

Dilakukan penelitian didua puskesmas di kabupaten Blitar yaitu puskesmas Nglegok


(dengan pelayanan rawat inap) dan Wlingi (tanpa pelayanan rawat inap) pada tahun
2000. Dilakukan pengumpulan data berupa lama waktu efektif yang digunakan untuk
kegiatan pencatatan dan pelaporan, jenis dokumen pencatatan dan pelaporan serta alur
pengumpulan data serta hambatan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut melalui
wawancara terhadap petugas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban kerja pencatatan dan pelaporan menyita
hampir 30percent jam kerja efektif petugas puskesmas dan terinventarisir 127 jenis
pencatatan dan 88 jenis pelaporan. Alur pengumpulan data diperoleh dari setiap desa
yang kemudian direkap di tingkat puskesmas. Sebagian besar data di tingkat
puskesmas diperoleh dari bidan desa. Hambatan yang dirasakan adalah sangat banyak
jenis pencatatan dan pelaporan, adanya tumpang tindih serta tidak konsistensinya
pelaporan. Tugas rangkap pencapaian, target program, tidak terpenuhi sarana,
merupakan beberapa kendala pelaksanaan kegiatan pencatatan pelaporan. Disarankan
agar format pencatatan dan pelaporan dapat disederhanakan dengan memperhitungkan
kepentingan puskesmas maupun tingkat yang lebih tinggi.
BPPK,LYAN

54
Pendekatan Model Lisrel dan Analisis Struktur Kovarian dalam Pemodelan Variabel-
variabel Laten/Nana Sumarna.-- Surabaya : Program Pascasarjana Universitas
Airlangga, 2000.-- irrp.

ABSTRAK :

Aplikasi statistik (regresi dan analisis faktor) tidak mampu memberikan hasil yang
optimal karena melibatkan variabel-variabel laten sebagai suatu “utuhan obyek” (entity)
yang tak teramati dan diduga melandasi variabel-variabel amatan. Melalui LISREL maka

41
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

akan diperoleh suatu pemodelan struktural yang mencakup variabel-variabel laten,


memperkirakan relasi-relasi dan efek-efeknya sertra pengujian secara keseluruhan
struktur tersebut sedangkan analisis struktur kovarian merupakan suatu perpaduan
antara analisis faktor dan regressi ganda. Kekuatan analisis ini adalah memungkinkan
penaksiran efek-efek variabel laten, antara variabel laten yang satu dengan variabel
laten lainnya serta antara variabel laten dengan variabel teramati.

Penelitian terapan ini menggunakan variabel laten peran serta masyarakat dan
penampilan kerja puskesmas dengan melalui metode stratified dan metode simple
random sampling diperoleh jumlah sampel sebesar 54 puskesmas dari 130 buah
puskesmas di Propinsi Sulawesi Tenggara. Proses pengolahan data dimulai dengan
pembuatan model kausal melalui diagram jalur, membuat persamaan pengukuran dan
persamaan struktural dalam model LISREL, memilih jenis matriks yang akan digunakan
dalam program LISREL yaitu matriks korelasi atau matriks kovarian, menaksir
parameter- parameter dalam persamaan pengukuran dan persamaan struktural, menguji
kongruensi model terhadap data (goodness–of-fit) dan memberikan interpretasi
terhadap model.

Melalui analisis matriks korelasi dan menggunakan metode maksimum likelihood


diperoleh taksiran nilai lamda dan delta yang signifikan dalam model pengukuran,
kecuali pada nilai delta untuk indikator kegiatan dalam submodel 1a dan sub model 1b.
Tingkat kecocokan yang diperoleh sub model 1b cukup baik dengan nilai x2 =38,219
(p=0,284) dan sub model 1a relatif lebih rendah dengan nilai x2 = 47,766 (p=0,0589).
Sedangkan kualitas hubungan antara indikator dan variabel latennya dalam dua model
tersebut belum mampu memberikan hasil yang optimal karena reliabilitas (R2) relatif
rendah untuk masing-masing persamaan pengukuran yang terbentuk.

Dalam model LISREL penuh dalam variabel laten, digunakan matriks kovarians sebagai
bahan analisisnya menunjukkan nilai x2 = 44,227 (p=0,112) untuk sub model 1a dan
nilai x 2 = 40,122 (p=0,0217) sub model 1b serta berdasarkan standar residu yang relatif
kecil < 2,58 pada masing-masing model yang menggambarkan tingkat kecocokan dan
ketelitian parameter yang sangat baik. Adanya pengaruh positif peran serta masyarakat
terhadap penampilan kerja puskesmas sesuai pada persamaan struktural yaitu nilai
gamma sebesar 0,46 dan 0,66, namun kontribusinya relatif kecil yaitu sebesar
21,4percent untuk sub model 1a dan 44,5 percent untuk sub model 1b. Sedangkan efek
tak langsung dari peran serta masyarakat terhadap seluruh indikator dari variabel
penampilan kerja puskesmas yaitu mempunyai nilai yang relatif rendah berkisar antara
10percent-35percent. Implikasinya menggambarkan kurangnya peranan peran serta
masyarakat dan kerja sama lintas sektoral dalam setiap pelaksanaan pelayanan
kesehatan dasar yang ada di puskesmas.
LAEK

55
Penilaian Kinerja Rawat Jalan Tiga Puskesmas di Kota Palu dengan Menggunakan
Balanced Score Card/Nita Damayanti.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada, 2001.-- irrp.

ABSTRAK :

Puskesmas is Public Health Care Center giving health care services directly to the
community. The presence complaint by the patients and the families to the services,

42
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

either directly or indirectly is conveyed by newspaper, the Regional People


Representative (DPRD II) or directly to the Health Office of Palu city. Along with the
enforcement of the Regulation Number 22/1999 and Regulation Number 25/1999, it is
necessary to know how the Palu city puskesmas performance measured by BCS
(balanced score card) consisting : 1) learning and development/HRD; commitment, job
satisfaction and training; 2) performance process; 3) patients satisfaction; 4) financial
performance.

The research was held cross sectionally, with the respondents as many 94 officers in
the puskesmas, there were 348 out-patients visiting the puskesmas. The research
instruments used in this case were quetionnaire, checklist, in-depth interview and
secondary data. This research used qualitative and quantitative methods.

The research result showed the presence of each perspective and the three puskesmas.
For the perspective of learning and development/HRD of the commitment indicator
thoroughly (three puskesmas) have lower commitment, whereas based on the three
puskesmas, puskesmas Singgani has the higher commitment. The indicator of
performance satisfaction throughly shows high, whereas the three puskesmas,
puskesmas Kamonji has the higher performance satisfaction.

For this training, the three puskesmas have got the same training and the puskesmas
need technical training for the polyclinic/guiding officers. For this process perspective,
the indicator of job process/level of officers obedience as a whole including into the
category of fair, whereas among the three puskesmas, the puskesmas Duyu has got
the good obedience. For the customers perpective, the indicator of patients satisfaction
as a whole shows the satisfaction, whereas the three puskesmas, the puskesmas Duyu
show satisfied. For the financial perspective the financial performance indicator such as
the whole income of the health care activities in the puskesmas can be improved more.
ABFK

56
Perencanaan Kebutuhan Tenaga Puskesmas Studi Kasus di Dinas Kesehatan Kota
Surakarta/Siti Wahyuningsih.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, 2001.-- irr p.

ABSTRAK :

Human resuorce in health care organizations need proper attention and management,
especially in the development of profesionalism and skills in achieving desirable
performance. Human resource planning and allocation are expected to improve health
services to the community. In general, this study is aimed at estimating of the staffing
needs of Puskesmas at district health office of Surakarta.

This study is a case study, based on qualitative data, collected : 1) to estimate staffing
needs of Puskesmas using DSP Dep.Kes. 1999, DSP PMPK-UGM and central Java
Provincial Health Office 1999, and indicators of staffing need; 2) to understand
responses of the heads of Puskesmas in focus group discussion; 3) to know the views
of the head of the district administration and personnel affairs of district health office of
Surakarta, and the heads departement of Pemda Surakarta.

43
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

The results of the study indicated that Puskesmas is generally understaffed, although
different estimation approaches led to different results. The heads of Puskesmas
prefered DSP produced by PMPK-UGM and Central Java Provincial Health Office.

This study concludes that the human resources at Puskesmas are still inadequate so
that they need to be strengthened. The DSP instruments resulting from the cooperation
between PMPK-UGM and Central Java Provincial Health Office are considered
appropriate for the heads of Puskesmas to calculate the number of staff however
improvement and simplication are still required, and the availability of software should be
considered to simplify the work.
ABFK

COMMUNITY HEALTH NURSING


57
Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Perawat dalam Melaksanakan
Perawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas, Kabupaten Dati II Semarang/Asaat
Pitoyo.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 124p.

ABSTRAK :

The aim of this research was to know the performance of the community health centre
nurse in the region II of Semarang in giving community health care and the relationship
between internal factors (ability, experience, working load, motivation) and external
factors (working situation, supervision, leadership style, compensation system with the
performance of the community health centre nurse. The background of this research
were the promotive health paradigm and the preventive that more can do though
community health centre, and base on the sight of writer that in many community health
centre did not apply nursing care management as the concept.

This research was an observational research with cross sectional frame, its population
were all nurses who worked in community health centre at region II of Semarang, there
were 24 community health centres with 29 people as respondents. The data was
analysed by descriptive and analytic to know the relationship between internal and
external factors with the nurse performance used product moment correlation test
through SPSS program 6,0 for windows. To know the opinion of the respondent to the
nurse performance in applying duty and to know the opinion of the head of community
health centre to the application of community health care was done group discussion to
10 community health centre nurses and 10 head of community health centres.

The result of descriptive research showed that the most nurse performance in giving
health community care was low. Internal factor with the nurse performance showed
positive relation R=0,609 and p=0,001. External factor with the nurse performance had
positve relation R=0,565 and p=0,001. Internal and external factors with the nurse
performance had positive relation r=0,718 and p=0,001. The factor that had relation to
the nurse performance were, ability and significant relation r=350 and p=0,0044, training
had significant relation r=0,365 and p=0,0015, motivation had significant relation r=0,298
and p=0,0099, leadership style had significant relation r=0,389 and p=0,0035
compensation system had significant relation r=0,245 and p=0,0254. Conclusion, most
of the performance of the community health centre nurse in the region II of Semarang in
giving community health care was low.

44
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

ABFK

COMMUNITY HEALTH SERVICES


58
Penerapan Model Upaya Peningkatan Utilisasi Polindes di Daerah Terpencil (Tahap
III)/Ristrini et al.-- Surabaya : Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan
Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 82p.

ABSTRAK :

Peningkatan utilisasi polindes dan bidan di desa, khususnya di daerah terpencil harus
menjadi prioritas utama dalam upaya pemerataan pelayanan kesehatan dan akselerasi
penurunan kematian ibu bersalin.

Secara umum tujuan penelitian ini adalah menerapkan model upaya peningkatan
utilisasi polindes dan bidan desa di daerah terpencil melalui intervensi terpadu dan
komprehensif. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, tahap III merupakan evaluasi
outcome dari intervensi model polindes di daerah terpencil pegunungan dan evaluasi
output di daerah terpencil kepulauan. Outcome dari pelayanan kesehatan maternal di
daerah terpencil pegunungan diukur dengan indikator kualitas pelayanan tingkat
kepuasan dan perubahan perilaku menurut perspektif konsumen (ibu bersalin). Untuk
daerah terpencil kepulauan output diukur dari jumlah kunjungan polindes serta pendapat
lintas sektor terhadap pelayanan polindes.

Penelitian ini dilakukan di Jawa Timur (Kabupaten Pacitan dan Ponorogo) dan Nusa
Tenggara Barat (Kabupaten Sumbawa dan Lombok Timur) yang merupakan daerah
terpencil pengunungan. Sedangkan daerah terpencil kepulauan dipilih Kabupaten
Kupang (NTT) yakni di Kepulauan Rote. Pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara langsung dengan ibu bersalin, dukun dan lintas sektor, kuesioner untuk
bidan di desa dan pencatatan dari laporan tentang perubahan kunjungan dan rujukan
selama dua tahun yakni 1998 dan 1999. Model yang dikembangkan berupa peningkatan
peran serta lintas sektor (Pamong) dalam deteksi risiko pada kehamilan, pemberdayaan
dukun bayi melalui kerjasama tugas dan “reward” pada pertolongan persalinan serta
keterlibatan masyarakat dalam rujukan kebidanan dan mobilisasi dana untuk mengatasi
pembiayaan dalam rujukan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model yang dikembangkan secara keseluruhan
dapat diterapkan kecuali model untuk mobilisasi dana dari masyarakat. Hal tersebut
disebabkan karena adanya krisis moneter yang memperburuk keadaan ekonomi
masyarakat di daerah terpencil dan datangnya program JPS yang membebaskan
penduduk miskin untuk berkunjung ke puskesmas, polindes dan pertolongan bidan di
desa dalam kaitannya dengan kehamilan dan persalinannya.
Hasil evaluasi outcome menunjukkan bahwa kualitas pelayanan polindes masih belum
memenuhi harapan konsumen. Hampir seluruh variabel dimensi kualitas (bukti fisik,
kehandalan, daya tanggap, jaminan, empati) menunjukkan perbedaan yang bermakna
(p<0,05) antara harapan dan kinerja. Kesenjangan antara harapan dan persepsi terjadi
di Kabupaten Ponorogo dan Lombok Timur sedangkan kesenjangan yang terbesar
terjadi di Kabupaten Sumbawa.
Kesenjangan daya tanggap dan bukti fisik merupakan variabel yang menunjukkan
harapan tinggi dari konsumen (ibu bersalin). Kepuasan bidan di desa terhadap status
profesional dan peningkatan karier menunjukkan kesenjangan yang sangat tinggi antara

45
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

harapan dan kenyataan. Kepuasan bidan di desa dalam kaitannya dengan kerjasama
dan kebijakan di polindes dan puskesmas menunjukkan tingkat kepuasan yang cukup
tinggi. Sedangkan kepuasan dalam hal penghasilan dan “reward” nampaknya masih
jauh dari harapan bidan di desa. Perubahan perilaku konsumen (ibu bersalin) yang
tergambar dalam dimenasi kesetiaan, pindah, membayar lebih, tanggapan ke luar dan
tanggapan ke dalam menunjukkan bahwa ibu bersalin memberikan citra,
merekomendasi dan menyakinkan relasi untuk tetap menggunakan jasa pelayanan
polindes.
Disimpulkan bahwa model ini dapat diterapkan dan menghasilkan perubahan yang
positif pada polindes daerah terpencil pegunungan, tetapi tidak untuk polindes terpencil
kapulauan. Untuk itu perlu dibuat terobosan baru untuk menerapkan model khusus
polindes terpencil kepulauan.
BPPK,LYAN
COMPUTER SYSTEMS
59
Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan Sistem Informasi Manajemen
Berbasis Komputer di Puskesmas : Studi di Kota Probolinggo/Ratna Dwi Wulandari.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irr p.
ABSTRAK :

To ensure the availability of quality information, computer-based management


information systems have been developed in community health centers. Unfortunately,
the implementation of the systems often fail. Therefore, this study was aimed at
analyzing the threat and opportunity in development computer-based management
information systems in community health centers so that improvement could be done.

This was a descriptive survey using a cross-sectional apporach, and was conducted in
five community health centers in Probolinggo. The subjects of the study were head and
staff of each center. Computers in the community health centers had been used for
managing data of personnel, supplies, finance, patients, demography, and other main
activities. This programs used were mostly foxpro-based. The program were first
launched by the provincial health department, and the emphasis was on data entry.
However, in their development several community health centers began to modify them
to wider need of management information systems.

Unfortunately, nor all centers were capable of development this sort of computerization.
In some centers, the information could fulfill the management needs, especially in terms
of planning and evaluation. The supporting factors in the centers were positive
perception and behavior of staff. Positive perception of the heads of the centers, and
computer sufficiency. Meanwhile the negative factors or threats included poor aducation
and lack of standard operating procedure in the centers. Therefore, factors differentiating
the level of computer application among community health centers were staff knowledge
and skills, the education, behavior, knowledge and skills of the head of the centers, the
number of computers, the availabiltiy of computer program and finance.

The attempt to develop computer-based management information systems in the


community health centers include introduction and reorientation of the objecttive,
improvement of skills of the staff and heads, improvement of managerial aspects,
availability of new computers, planning arrangement, improvement of management
information components from input, processing, output as well as the feedback.

46
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

ABFK

CONJUNCTIVITIS, ALLERGIC
60
Perbandingan Efek Sodium Cromoglycate 2percent dan Lodoxamide 0,1percent pada
Penderita Konjungtivitis Vernal (Tinjauan atas Kadar Histamin, Histaminase Air Mata,
Perbaikan Gejala Klinis dan Efek Samping Obat)/Saptono Argo Morosidi.-- Jakarta :
Program Studi Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.--
47p.

ABSTRAK :

Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai efek stabilitas sel mast Sodium cromoglycate
2percent dan Lodoxamide 0,1percent melalui pengukuran kadar histamin, aktivitas
histaminase air mata, perbaikan gejala klinis dan efek samping obat penderita
konjungtivis vernal (KV).

Desain penelitian ini adalah prospektif, tersamar ganda, uji klinis, randominasi. Sampel
penelitian ini adalah lima puluh delapan mata dari 29 pasien dengan usia 9 sampai 20
tahun yang di diagnosis konjungtivitis vernal aktif, serta bebas dasri pengobatan dengan
obat golongan stabilisator sel mast, antihistamin dan steroid topikal maupun sistemik
minimal selama 2 minggu. Pasien dikeluarkan dari penelitian bila tidak memenuhi jadwal
pemeriksaan yang ditetapkan peneliti.

Pasien dibagi dalam 2 grup yang sebanding, yaitu grup A dan grup B. Grup A diberikan
obat Sodium cromoglycate 2percent dan grup B Lodoxamide 0,1percent sebanyak 4 kali
dalam satu hari 2 tetes, selama 4 minggu. Kadar histamin dan aktivitas histaminase
diukur dari air mata penderita KV pada awal penelitian, minggu ke II, III dan akhir
penelitian. Gejala dan tanda klinis dicatat setiap minggu, selama penelitian berlangsung.
Histamin dan aktivitas histaminase diukur berdasarkan modifikasi metoda Abelson.
Analisis statistik dilakukan di dalam dan di antara ke dua grup tersebut dengan uji t.

Hasil penelitian ini menunjukkan penurunan kadar histamin pada grup A sebanding
dengan grup B, baik dalam pengukuran setiap kali pemeriksaan maupun perbandingan
antara awal dan akhir penelitian. Aktivitas histaminase grup A meningkat pada
perbandingan awal dan akhir penelitian, demikian juga halnya dengan grup B, walaupun
pada pertengahan penelitian kedua grup menampakkan penaikan dan penurunan. Grup
B tampak memberikan efek perbaikan klinis lebih cepat dan lebih poten dari grup A.
Tidak didapatkan tanda-tanda efek samping pada pemakaian kedua obat tersebut
selama penelitian berlangsung.

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah Lodoxamide mempunyai efek
stabilisasi sel Mast yang sama baiknya dengan Sodium cromoglycate. Lodoxamide
mempunyai efek lebih cepat dan lebih poten pada perbaikan gejala klinis dibanding
Sodium cromoglycate. Kedua obat tersebut aman digunakan pada penderita
konjungtivitas vernal.
BIFK

CONSUMER PARTICIPATION
61

47
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Keterpaduan Peranan Dokter Kecil dan Ibu Rumah Tangga dalam Pemberantasan
Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Tegalrejo, Kotamadya
Yogyakarta/Lagiono.-- Yogyakarta : Porgram Pascasarjana Universitas Gadjah Mada,
2000.-- 90p.

ABSTRAK :

Dengue Hemorrhagic Fever mosquito pest control is one of quite efficient ways in
prevention if community implements it continually once week. Family that plays a role
as potential target and the combination of role between family members and practice of
3M periodically were expected to be able to press on mosquito house index.

This study was aimed to investigate the relationship between integrity of junior doctor
and housewife role in social intervention for the environmental control of dengue
hemorrhage fever with a periodical observation of 3M activities in house. The subjects
of this study were housewife of 67 families who had children and layed a role as junior
doctor and live in Tegalrejo sub district, Yogyakrta minicipality.

This study was descriptive study and use cross sectional approach. In addition,
purposive sampling with total sample was also used. Furthermore, chi-square tests was
used to investigate the significant and level of relationship between independent and
dependent variables.

The analysis result of relationship role integrity toward M1, M2 and M3 showed that X2
value continually 7,002; 8,307 and 6,612 with respectively p. coeff. 0,030; 0,032 and
0,037 (<0,05) and c. coeff. is between 0,30 to 0,32. The realization of integration level
between role of junior doctor and house wife in social intervention for the environmental
control of dengue hemorrhage fever has correlation with increasing of observation
periodically of 3M activities in house.
ABFK

62
Pendekatan Model Lisrel dan Analisis Struktur Kovarian dalam Pemodelan Variabel-
variabel Laten/Nana Sumarna.-- Surabaya : Program Pascasarjana Universitas
Airlangga, 2000.-- irrp.

ABSTRAK : Lihat nomor 54

63
Penelitian Pengobatan Penderita TB Paru dengan Memberdayakan Tenaga Anggota
Keluarga di Kabupaten Tangerang/Bambang Sukana et al.-- Jakarta : Pusat Penelitian
Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 48p.

ABSTRAK :

Pengobatan TB paru melalui strategi DOTS masih menjadi kendala karena kurangnya
tenaga pengawas minum obat dari tenaga kesehatan. Untuk itu perlu dicari tenaga lain
yang dapat bertugas menjadi tenaga pengawas minum obat. Alternatif yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pemanfaatan anggota keluarga sebagai tenaga pengawas
minum obat.

48
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui angka ketaatan/keteraturan minum obat


penderita TB paru yang diawasi oleh anggota keluarga dan tanpa diawasi oleh anggota
keluarga. Penelitian dilakukan di lima puskesmas Kabupaten Tangerang dengan desain
penelitian kohor prospektif dan jumlah sampel 84 orang. Penemuan penderita dilakukan
secara pasif di puskesmas dengan kriteria BTA positif kategori 1. Penderita TB paru
yang bersedia ikut penelitian dibagi dua kelompok, kelompok pertama dengan
pemanfaatan anggota keluarga sebagai tenaga pengawas minum obat dan kelompok
kedua tanpa pemanfaatan tenaga pengawas minum obat.

Intervensi yang dilakukan terhadap penderita ialah dengan pemberian penyuluhan


pengobatan TB paru secara intensif dan pemberian buku panduan pada kedua
kelompok tersebut. Sebelum dilakukan intervensi dilakukan wawancara untuk
mengetahui keadaan karakteristik, sosial ekonomi dan pengetahuan penderita tentang
pengobatan TB paru. Kegiatan monitoring ketaatan/keteraturan minum obat dilakukan
setiap 2 minggu sekali oleh team peneliti dan petugas dinas kesehatan. Setelah dua
bulan akhir pengobatan dan lima serta enam bulan akhir pengobatan dilakukan
pemeriksaan dahak penderita (BTA) di laboratorium puskesmas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka ketaatan/keteraturan minum obat penderita


TB paru yang diawasi oleh anggota keluarga 97,73percent dan yang tanpa diawasi oleh
anggota keluarga 85percent. Angka konversi dahak BTA negatif pada dua bulan akhir
pengobatan untuk penderita yang diawasi anggota keluarga 81,8percent dan yang tanpa
diawasi oleh anggota keluarga 62,5percent, sedangkan pada lima dan enam bulan akhir
pengobatan menunjukkan hasil 100percent.

Dapat disimpulkan bahwa angka ketaatan/keteraturan minum obat penderita TB paru


yang diawasi oleh anggota keluarga lebih baik dibandingkan tanpa diawasi oleh anggota
keluarga. Angka kesembuhan yang dicapai telah melampaui angka kesembuhan
nasional (> 85percent).
BPPK
CONSUMER SATISFACTION
64
Kepuasan Pelanggan terhadap Pelayanan di Bapelkes Daerah Propinsi Bengkulu/
Yandrizal.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irr p.
ABSTRAK :
Bapelkes Bengkulu has several functional, two of which are providing dormitory and food
services. Based on the evaluation held in every activity, clients were still not satisfied
with the services at Bapelkes. Bapelkes should improve customer satisfaction so that
they will continue to be interested in using Bapelkes’s services. The study was to find out
whether there was a relationship between customer satisfaction and interest to revisit
Bapelkes.
The aim of this study was to find out the relationship between clients satisfaction and
interest to return; satisfaction according to clients characteristics; the number of clients
interested to return and reasons to return. The benefit of this study was to suggest
improving customer satisfaction.
This study was a non-experimental, cross-sectional study using customers as the
analysis units. The predictors were customers satisfaction toward dormitory and food
services. The criterion was interest to revisit Bapelkes. The tools used were
questionnaires consisting of five parts intrerval scale. Those five parts were; client

49
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

characteristics; dormitory service; food service; total service; and interest to revisit
Bapelkes. Data were gathered from 22 April until 14 June 2001. Before gathering data,
reliability and validity tests on questionnaire were conducted. There were 223 subjects
and 203, one-way Anova, partial correlation and descriptive analysis.
The results showed that there was a relationship between customer satisfaction and
dormitory and food service and revisit to Bapelkes (p<0,05), there was no difference of
satisfaction between male and female, age differences, and kinds of jobs (p>0,05), the
level of high school and university showed significant difference (p<0,05), the interest of
revisiting Bapelkes (86,70percent), and interest to recommend friends and family to
makes benefits of Bapelkes (82,25percent). The main reasons why a customer revisit
Bapelkes included comfort, quietness, satisfying service, and strategic place. In
conclusion, there was a relationship between customer satisfaction and dormitory and
food services but there was no relationship between customer satisfaction and
characteristics except for the level of education.
ABFK
CONTRACEPTIVE AGENTS, FEMALE
65
Ekspresi Kolagen IV Membran Basal Epitel Permukaan Endometrium Pengguna
Norplant/Lia Damayanti.-- Jakarta : Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2001.-- 61p.

ABSTRAK : Lihat nomor 49

COST-BENEFIT ANALYSIS
66
Analisis Biaya Satuan Sectio Caesaria dengan Metode Activity Based Costing (ABC)
dan Double Distribution (DD) sebagai Dasar Penetapan Tarif di RSUD A.W. Sjahranie/
Esty Indriyanti.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.--
86p.

ABSTRAK :

A.W. Sjahranie has become a self-funded hospital based on the decree of Domestic
Affairs Minister No. 900-1101, October 16, 1997. Based on this case, the hospital should
change its financial management system.

The aim of this study was to calculate the unit cost for sectio caesaria; to evaluate the
current cost pattern; and to learn the ideas of the decision makers concerning with
costing. This was a case study of unit cost analysis using quantitative data including
financial record and medical records available from the obstetricians and midwives. The
qualitative study was also applied to complement the study results by way of depth
interviews with the subjects who were several decision makers.

This study was a calculation of both activity-based costing (ABC) and double distribution
(DD) methods implemented into the cost of general operation or the cost of package
based on the diagnosis by calculating the type of operation. The current costing
calculation was not wholly from the index method but from the modified method by
calculating the unit cost so that effective hospital service cost of operation such as sectio
caesar would not be far different from the calculation using DD and ABC systems,
although it was still higher. Most of the decision makers agreed with the new costing

50
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

system currently analyzed by the local outhority. This new costing system was not far
different from and was still higher than both calculation methods, in which when using
DD, the cost was 1,4percent higher and when using ABC, the cost was 15,4percent
higher.

It could be concluded that the hospital remains using the local authority’s regulation
costing method. With the new costing system, the hopital would get higher profit from
each service including the class-3 inpatient installation service. The unit cost calculation
using DD and ABC could only be applied in the package costing system based on the
operational diagnosis. The follow-up of the application of this system is suggested.
ABFK

CROMOLYN SODIUM
67
Efek Pemberian Sodium Cromoglycate 2percent Topikal dan Deksametason 0,1percent
Topikal terhadap Aktivitas Enzim Heksosaminidase pada Pterygium Inflamasi/Eko
Firdianto Karim.-- Jakarta : Program Studi Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2001.-- 49p.

ABSTRAK :

Tujuan penelitian ini adalah menilai efek Sodium Cromoglycate 2percent topikal
dibandingkan Deksametason 0,1percent topikal terhadap aktivitas enzim
heksosaminidase air mata pterygium inflamasi.

Penelitian ini merupakan penelitian prospektif analitik yang bersifat uji klinis tersamar
ganda. Enam puluh mata dari 42 penderita pterygium inflamasi diikut sertakan dalam
penelitian ini. Dilalukan pengukuran aktivitas enzim heksosaminidase air mata penderita
pterygium inflamasi sebelum dan sesudah pemberian Sodium Cromoglycate 2 percent
topikal dan Deksametason 0,1percent topikal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas enzim heksosaminidase setelah
pemberian Sodium Cromoglycate 2percent (31,57 U/1 ± 11,82) lebih rendah
dibandingkan keadaan awal (41,76 U/1 ± 11,69) dan bermakna secara statistik
(p=0,000). Sedangkan setelah pemberian Deksametason 0,1percent (32,93 U/1 ±
17,20) didapatkan hasil yang lebih rendah dibandingkan keadaan awal (32,60 U/1 ±
15,19), tetapi tidak didapatkan perbedaan yang bermakna secara statistik (p = 0,089).
Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa, Deksametason 0,1percent topikal dan
Sodium Cromoglycate 2percent topikal dapat menurunkan aktivitas enzim
heksosaminidase air mata penderita pterygium inflamasi. Sodium Comoglycate 2percent
topikal lebih dibandingkan Deksametason 0,1percent topikal dalam menurunkan
aktivitas enzim heksosaminidase.
BIFK

68
Perbandingan Efek Sodium Cromoglycate 2percent dan Lodoxamide 0,1percent pada
Penderita Konjungtivitis Vernal (Tinjauan atas Kadar Histamin, Histaminase Air Mata,
Perbaikan Gejala Klinis dan Efek Samping Obat)/Saptono Argo Morosidi.-- Jakarta :
Program Studi Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.--
47p.

51
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

ABSTRAK : Lihat nomor 60


DENGUE
69
Keterpaduan Peranan Dokter Kecil dan Ibu Rumah Tangga dalam Pemberantasan
Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Tegalrejo, Kotamadya
Yogyakarta/Lagiono.-- Yogyakarta : Porgram Pascasarjana Universitas Gadjah Mada,
2000.-- 90p.
ABSTRAK : Lihat nomor 61
70
Peran Aedes aegypti pada Kasus Beruntun Demam Berdarah Dengue/Demam Dengue
di Dalam Rumah/Sulistiawati.-- Surabaya : Program Pascasarjana Universitas Airlangga,
2000.-- irrp.
ABSTRAK : Lihat nomor 3

prevention & control


71
Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis Masyarakat
dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat/Paiman Suparmanto et al.--
Surabaya : Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan dan Teknologi Kesehatan,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- irrp.

ABSTRAK :
Telah dilakukan penelitian penanggulangan DBD dengan tujuan untuk mempelajari
upaya meningkatkan pencegahan berkembangnya penyakit DBD berbasis pada
masyarakat dengan penyuluhan kesehatan. Rancangan penelitian yang digunakan
adalah quasi experiment pre-post test dengan menggunakan kontrol yang intervensinya
dilakukan selama dua bulan dengan sampel masing-masing daerah studi dan kontrol
100 keluarga pada masing-masing dua desa di kota Blitar. Intervensi dalam penelitian ini
adalah penyuluhan dilaksanakan oleh kader-kader DBD yang diambil dari masing-
masing RW pada dua desa studi dan dilatih tentang cara penyuluhan kelompok dan
materi penyakit DBD. Di samping itu setiap keluarga diberi lefleat serta stiker tentang
DBD.

Dari hasil uji beda antara dua daerah penelitian diperoleh kesimpulan bahwa
karakteristik tingkat umur sampel penelitian pada dua daerah penelitian sebagian besar
berumur 40 tahun ke bawah, dengan tingkat pendidikan 50percent tamat SD dan
50percent tamat SLTP ke atas. Sedangkan jenis pekerjaan sampai penelitian baik pada
daerah studi dan kontrol sangat bervariasi dan berbeda bermakna. Selanjutnya menurut
jawaban sampel penelitian bahwa sumber informasi terbanyak tentang DBD diperoleh
melalui TV dan kemudian berasal dari tetangga merupakan persentasi yang cukup
besar dan tidak bermakna berbeda antara dua daerah penelitian.

Dari hasil uji beda terhadap tingkat pengetahuan sampel tentang DBD pada awal tidak
berbeda bermakna dan sangat rendah pada kedua daerah, sedangkan pada akhir
penelitian tingkat di daerah studi lebih tinggi dibandingkan dengan daerah kontrol.
Tingkat perilaku yang sebagian besar dilakukan sampel keluarga adalah melakukan 3M
dan memelihara ikan dalam penanggulangan berkembangnya penyakit DBD.
Sedangkan secara keseluruhan nilai perilaku dalam penanggulangan DBD pada daerah

52
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

studi dan kontrol tidak berbeda bermakna, dan keduanya mengalami peningkatan
secara bermakna dari penelitian awal dan akhir pada masing-masing daerah penelitian.
Dalam masa intervensi dua bulan terakhir dari sampel keluarga yang mengikuti
penyuluhan relatif kecil persentasinya, tetapi pada daerah studi terjadi peningkatan
kesertaan sampel keluarga dalam penyuluhan tentang DBD.
BPPK,LYAN

DENTAL SERVICE, HOSPITAL


72
Perumusan Strategi Pemasaran Instalasi Gigi Mulut Rumah Sakit Umum Daerah Dokter
Soetomo melalui Pendekatan Analisis SWOT/Setya Haksama.-- Surabaya : Program
Pascasarjana Universitas Airlangga, 2000.-- irr p.

ABSTRAK :

Penelitian ini merupakan riset pemasaran yang mengukur kekuatan, kelemahan,


peluang dan ancaman di Instalasi Gigi dan Mulut RSUD Dr. Soetomo, yang akan
digunakan sebagai bahan perumusan strategi pemasaran yang berdasarkan marketing
mix 7P. Variable yang dianalisis adalah : sumber daya manusia, teknologi dan fasilitas,
kekuatan keuangan, aspek marketing mix 7P, peluang pasar, pesaing, kebijakan
kesehatan, dan situasi ekonomi.

Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 15 Mei sampai dengan 15 Juli 2000. Sumber
data untuk variabel sumber daya manusia, teknologi dan fasilitas, kekuatan keuangan,
aspek marketing mix selain unsur people, pesaing, kebijakan kesehatan, dan situasi
ekonomi berasal dan dokumen data sekunder dan pengamatan peneliti. Sedangkan
aspek marketing mix unsur people dan peluang pasar menggunakan instrumen
kuesioner dengan wawancara langsung kepada seluruh provider yang bekerja di
Instalasi Gigi dan Mulut RSUD Dr. Soetomo sebanyak 23 orang, dan sumber data
peluang pasar berasal dari pasien sebanyak 202 pasien.

Hasil analisis faktor internal Instalasi Gigi dan Mulut RSUD Dr. Soetomo menunjukkan
kekuatan pada variabel sumber daya manusia adalah jumlah petugas kebersihan; pada
variabel teknologi dan fasilitas meliputi peralatan pelayanan medis, bahan dan obat
kedokteran gigi, dan peralatan penunjang non medis; variabel kekuatan keuangan
adalah kemampuan keuangan untuk kegiatan operasional; variabel marketing mix, pada
unsur product meliputi pelayanan medik dasar, pelayanan spesialistik, dan pelayanan
administrasi; unsur price adalah daftar tarif; unsur place adalah lokasi RSUD Dr.
Soetomo dan akses kemudahan transportasi; semua hasil instrumen kuesioner dan
wawancara pada unsur people; dan unsur process meliputi pelaksanaan prosedur
ketetapan dan manajemen umum.

Sedangkan hasil analisis faktor internal Instalasi Gigi dan Mulut RSUD Dr. Soetomo
menunjukkan kelemahan pada variabel sumber daya manusia yang meliputi jumlah
dokter gigi umum, dokter gigi plus, jumlah dan kualitas dokter gigi spesialis, jumlah
perawat gigi, teknisi gigi, dan petugas administrasi; untuk variabel teknologi dan fasilitas
meliputi peralatan penunjang medis dan fasilitas luas gedung; untuk variabel kekuatan
keuangan meliputi cashflow per bulan; untuk variabel marketing mix, yang terdiri dari
unsur product meliputi laboratorium teknisi gigi; unsur price meliputi tarif diskon; unsur
place meliputi letak Instalasi Gigi dan Mulut RSUD Dr. Soetomo; unsur promotion

53
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

meliputi kegiatan promosi rutin dan non rutin; process adalah program penjagaan mutu,
dan unsur provision of customer services adalah program orientasi konsumen.

Hasil analisis faktor eksternal Instalasi Gigi dan Mulut RSUD Dr. Soetomo menunjukkan
peluang pada variabel peluang pasar yang meliputi lokasi tempat tinggal pasien, sumber
biaya pasien, kebiasan berobat, sumber informasi, kesan terhadap jenis dan tempat
pelayanan, kesan terhadap kepuasan, dan kesan terhadap waktu tunggu; dan variabel
kebijakan kesehatan. Sedangkan hasil analisis faktor eksternal Instalasi Gigi dan Mulut
RSUD Dr. Soetomo menunjukkan ancaman pada variabel peluang pasar yang meliputi
status pasien, status kasus, dan perbandingan pelayanan medik dasar dengan
pelayanan spesialistik; variabel pesaing meliputi seluruh sub variabel yang diteliti; dan
variabel situasi ekonomi.

Dari hasil penghitungan factor-faktor tersebut didapatkan posisi Instalasi Gigi dan Mulut
RSUD Dr. Soetomo terletak pada posisi WO (weakness, opportunity) atau pada grafik
SWOT terletak pada sisi kuadran kiri atas, yang berarti ada kelemahan internal
meskipun terdapat peluang eksternal.

Tujuan utama dalam grand strategi yang dicanangkan adalah peningkatan ke arah
pelayanan spesialistik yang terfokus pada produk pelayanan yang dapat diunggulkan
dengan biaya yang terjangkau. Instalasi Gigi dan Mulut menjadikan pusat rujukan dan
pusat unggulan, membentuk aliansi kerjasama strategis pelayanan kesehatan gigi dan
mulut dengan Klinik Gigi FKG Unair. Dari hal tersebut di atas, kemudian dirumuskan
suatu strategi yang berdasarkan pada konsep Michael Porter, dengan melakukan
pemilihan strategi dalam upaya merebut peluang pasar, yakni dengan cost leadership,
diferensiasi, dan fokus. Pada penelitian ini strategi yang digunakan adalah ditujukan
pada focus (segmen pasar). Strategi pemasaran yang ditetapkan adalah taktik
marketing mix sederhana dengan memperhatikan fokus isu strategi utama dengan
menanggulangi kelemahan, melalui upaya peningkatan sumber daya organisasi yang
merupakan kelemahan berdasarkan hasil penelitian dan membentuk aliansi kerjasama
dengan mitra dari FKG Unair.
Perumusan strategi pemasarannya sebagai berikut, (1) Unsur produk adalah dengan
menambah sumber daya, peralatan, dan meningkatkan pelayanan, (2) Unsur price
adalah dengan melakukan penghitungan unit cost dan mempertahankan tarif yang ada,
(3) Unsur place adalah dengan memperbaiki jalur tangga untuk jalan alternatif, (4) Unsur
promotion adalah dengan membuat poster, brosur, seminar, pengabdian masyarakat,
dan mengisi kolom surat kabar, (5) Unsur people adalah dengan meningkatkan
hubungan kerja antar sejawat melalui peningkatan karir dan pembagian beban
pekerjaan secara adil dan merata, (6) Unsur process adalah dengan melengkapi dan
membuat prosedur ketetapan yang belum ada, dan (7) Unsur provision of customer
services adalah dengan melaksanakan survei pasar terhadap kebutuhan dan keinginan
pasien, serta melakukan observasi pesaing.
Dalam menentukan prioritas hasil perumusan strategi pemasaran tersebut di atas yang
akan dilaksanakan disarankan untuk melakukan studi kelayakan terlebih dahulu dengan
mempertimbangkan kerjasama dengan FKG Unair.
LAEK
DERMATITIS, ATOPIC
73

54
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

The Water Content of the Stratum Corneum in Non-Eczematous Skin of Patients with
Atopic Dermatitis/Myrna Safrida; Saut Sahat Pohan.-- Surabaya : Medical Faculty of
Airlangga University/Dr. Soetomo Hospital, 1999.-- irr p.
ABSTRAK :
There has been a common assumption that the non-eczematous skin of patients with
atopic dermatitis (AD) tends to be dry and slightly scaly. In patients with AD there is an
early defect in the skin barrier function even in non-eczematous skin of normal
appearance. The absolute amount of water within the stratum corneum (SC) is of
importance both for the barrier properties and for the clinical appearance of the skin. The
assesment of skin moisture, i.e. the hydration state (water content) of the stratum
corneum was measured with a capacitance meter (Corneometer).
The aim of the study was to determine water content differences between the non-
eczematous skin in patients with AD and healthy non-atopic subjects. Measurement of
the water content of the SC was made on the non-eczematous skin of the left flex or side
of the forearm in 22 AD patients, and 22 age-sex-matched healthy non-atopic control
subjects, using Corneometer CM 825. Water content in patients with an AD was
significantly lower than controls (p<0,05). The stratum corneum at the time of disease
was found to have lower water content than at the time of remission (p<0,05). The
finding of decreased skin capacitance in patients with AD suggest that AD patients may
have an abnormality of barrier properties resulting in a defective barrier.
LAEK
DEXAMETHASONE
74
Efek Pemberian Sodium Cromoglycate 2percent Topikal dan Deksametason 0,1percent
Topikal terhadap Aktivitas Enzim Heksosaminidase pada Pterygium Inflamasi/Eko
Firdianto Karim.-- Jakarta : Program Studi Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2001.-- 49p.
ABSTRAK : Lihat nomor 67
DIABETES MELLITUS
75
Kadar Malondialdehid pada Lensa Katarak Senillis Penderita Diabetes Mellitus dan non
Diabetes Mellitus Kajian di RUSP Dr. Sardjito Yogyakarta/Daud Nurul.-- Yogyakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 36p.

ABSTRAK : Lihat nomor 36

DIABETIC RETINOPATHY
76
Efek Pemberian Antioksidan pada ERG Penderita Pre PDR yang Mendapatkan Terapi
Fotokoagulasi Laser/Donny Aldian.-- Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2001.-- 28p.

ABSTRAK : Lihat nomor 14

DIARRHEA
77
Pengaruh Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Tradisional terhadap
Kejadian ISPA, Diare dan Status Gizi Bayi pada 4 (Empat) Bulan Pertama

55
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Kehidupannya/Suyatno.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah


Mada, 2000.-- 104p.

ABSTRAK :

Introduction of early supplementation feeding is the preferred practices in the rural


community, especially traditional infant feeding practices. The practices can affect the
infant health seriously, because their gastrointestinal tract has not ready to receive it and
also the risk of bacterial contamination, finally it can affect on the infant morbidity and
nutritional status.

The study was conducted (1) to identify the factors which influence early traditional
infant feeding practices, (2) to examine the effect of traditional infant feeding practices
on Acute Respiratory Infections (ARI) and diarrhea of infant in their first 4 month and (3)
to examine the effect of traditional infant feeding practices on nutritional status infant in
their first 4 months.

The study was cohort design. The exposure group was infant who were exposed by
traditional infant feeding and outcome was diarrhoeal and ARI diseases, and nutritional
status (z-score W/A). Observation was be done to 157 infant during their first 4 months
of life. Body weight data were collected every month, data of morbidity and infant feeding
practices were collected every two weeks.

The result of the study showed that in the first 1 month of infant life there were
19,7percent infant who were given traditional infant feeding, in the first 2 moths
25,5percent, in the first 3 months 32,5percent, and in the first 4 months 38,2percent.
Introduction of early traditional infant feeding in the low family income was greater 2,38
time than the average or high family income (CI : 1,12-5,12), and women who had
sources of health information from non-health agents introducing of traditional infant
feeding greather 4,12 time than women who had sources of health information from
health agents (CI : 1,19-8,95) in the first 4 months of infant life. Overall, early traditional
infant feeding practices affected significantly on episode of diarrhea, but did not affect
significantly on duration of diarrhea, or on duration and episode of ARI. With a
stratification on age, early traditional infant feeding practices affected significantly on
episode and duration of ARI in the first 1 month. Traditional infant feeding practices did
not affect significantly on the nutritional status of infant, but episode of diarrhea affected
significantly.

The conclusions of this study is low family income and mother who had sources of health
information from non-health agents was associated with early traditional infant feeding
practices. Introduction of traditional infant feeding did not affect on nutritional status of
infant directly in their first 4 months of life. But introduction of traditional infant feeding in
the first 4 months of infant life could be increasing episode of diarrhea. Increasing
episode of diarrhea had a negatively affected on nutritional status of infant in their first 4
months of life.
ABFK

DISEASE
78

56
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Estimasi Beban Penyakit dengan Pendekatan DALY di Jawa Timur/Didik Budijanto et


al.-- Surabaya : Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan dan Teknologi
Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- irr p.

ABSTRAK :

Besarnya indikator beberapa kematian telah digunakan untuk mengukur besarnya


masalah kesehatan, misalnya PYLL, Excess Prematur Death, IMR dll. Hanya saja dalam
perhitungan indikator tersebut belum memperhitungkan hilangnya kesehatan karena
penyebab yang tidak fatal atau hilangnya kesehatan yang mendahului kematian. Seperti
nyeri dan ketidakmampuan atau akibat dari suatu penyakit. Atas dasar masalah di atas
maka dilakukan perhitungan beban penyakit di Jawa Timur dengan menggunakan
pengukuran DALY (Disability Ajusted Life Year) karena di Jawa Timur belum pernah
dilakukan hal seperti di atas.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis beban penyakit di Propinsi Jawa Timur,
berdasarkan jenis kelamin, umur dan penyakit. Metode yang dipakai dalam
melaksanakan penelitian ini adalah dengan memanfaatkan data sekunder dari instansi-
instansi BPS (Biro Pusat Statistik), dan beberapa rumah sakit di 3 Dati II yaitu : RS. Haji
Surabaya, RSUD Madiun dan RS Syaiful Anwar Malang. Data yang diambil dalam
penelusuran tersebut adalah : data demografi seperti polpulasi dan angka kematian
penduduk Jawa Timur menurut golongan umur dan jenis kelamin. Kemudian juga
dilakukan pengumpulan data epidemiologis seperti insiden rate, case fatality rate.
Analisis data dilalukan secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan proporsi penduduk laki-laki dan


wanita pada masing-masing kelompok umur tidak berbeda (relatif sama). Sedangkan
jika dilihat angka mortalitas (/1000), perbandingan laki-laki dan wanita pada masing-
masing usia, terjadi pada kelompok usia 45–59 th dan > 60 th. Pada kelompok usia 45–
59 th, angka kematian lebih banyak terjadi pada laki-laki (0,0024) dibandingkan wanita
(0,0015). Demikian pula kelompok usia >60 th. Sedangkan jumlah kematian akibat
penyakit menular, maternal, perinatal dan nutrisi cenderung lebih banyak terjadi pada
laki-laki (39,00) dari pada wanita (25,00) dan pada penyebab penyakit tidak menular
relatif tidak jauh berbeda, dimana laki-laki (56,00) dan wanita (51,00). Hanya saja pada
penyebab injuri, kelompok wanita yang lebih besar (wanita = 3,00 dan laki-laki = 0,00).
Selanjutnya untuk total DALYs lost, pada penyakit menular, maternal, perinatal dan
nutrisi, kelompok wanita lebih besar (358,21) dibandingkan kelompok laki-laki (314,26).
Untuk kelompok laki-laki paling besar terjadi pada kelompok umur 15–44 th, demikian
pula pada kelompok wanita. Sedangkan pada penyakit tidak menular kelompok wanita
juga lebih besar (1.585,11) dibandingkan laki-laki (968,92) dan tersebar pada kelompok
usia 15–44 th.

Dari hasil di atas dapat dikatakan bahwa wanita lebih besar total DALYs lost-nya
dibandingkan dengan laki-laki dan kelompok usia yang terbesar DALYs lost -nya adalah
kelompok usia 15–44 tahun yang merupakan kelompok usia produktif.
BPPK,LYAN

DNA, HELMINTH
79

57
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Deteksi DNA Brugia malayi dalam Darah yang Diteteskan pada Kertas Filter dengan
Polymerase Chain Reaction/Tri Handajani.-- Jakarta : Program Pascasarjana Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 75p.

ABSTRAK : Lihat nomor 33

EATING
80
Pengaruh Electro Convulsive Therapy terhadap Asupan Makanan dan Status Gizi
Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang/R. Soeprijono Winardi et al.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 103p.

ABSTRAK :

Electro convulsive therapy (ECT) has been the best therapy for schizophrenia patients.
However, little was know about how along it’s effects to increase the food consumption
per treatment and the nutritional status of the schizophrenia patients care in hospital.
This study investigated the effects of ECT on food consumption and nutritional status
change of the schizophrenia hospital inpatients.

The study design was quasi experimental with two groups pre and post test (n=105).
Food consumption was measured when the patients entered and after being given first,
second and third ECT treatment with weighing method. Nutritional status was measured
when the patients entered and left the hospital with antropometric method by Body Mass
Index. The parametric satistical analysis was used to examine the pre and post
differences of mean foods consumption. Nutrition status prevalence were examined with
non parametric analysis. The both variables were compared within and between groups.

The results of this study showed that there were significant (p<0,05) differences on food
consumption significant (p<0,05) on both groups. However, the increasing mean of food
consumption of the ECT groups were higher significantly (p<0,05) than without ECT
groups. The effects of ECT on nutritional status were not significant (p>0,05) between
and within groups.

The conclusions of this study was the ECT effects on the food consumption of
schizophrenia inpatient was seen from the increasing changes of total food intake, and
body mass index before and after treatments, but none for the nutritionals status.
ABFK

81
Pengaruh Konseling Gizi Kepada Ibu terhadap Pola Konsumsi Makanan dan Status Gizi
Anak Balitanya di Kabupaten Tabanan, Bali/I Gusti Agung Ari Widarti.-- Yogyakarta :
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 112p.

ABSTRAK :

Poor nutrition among under five years old children accurred as a direct result of poor
food consumption. The level of education and knowledge of nutrition of mothers is one
of the indirect caused of poor nutrition among those children. The role of mother is very
important in controlling in growth and development of children health in general and in

58
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

the family, where the mother decides the types and quality and quantity of food,
especially for under fives. Through nutrition counseling, mothers are expected to have
better knowledge of nutrition, that is the basic of changing toward healthy food pattern to
improve the quality and quantity of food consumed among under fives.

The aimed of the study is to find out the effect of nutrition counseling to the mothers on
food consumption pattern and nutrition status of the children. This study especially
pattern and nutritional status among the children between counseling and non-
counseling groups.

A quasi-experimental study using control group time series design approach. The
subjects were children aged 12 to 60 months who were malnourished (n=95) in Tabanan
Regency, Bali. They were divided into nutrition counseling treatment group and non-
counseling group. The data included knowledge of nutrition obtained through interviews
using questionnaires, children consumption using recall method and nutrition status
based on the weight for age index of percent median WHO-NCHS. Data were processed
using SPSS, SPS-2000 and Food Processor II.

The result showed that there was significant difference (p=0,000) on nutrition knowledge
between mothers of the counseling group and non-counseling group. In average the
energy consumption before treatment between the counseling and non-counseling
groups were 44,06percent and 38,44percent. Protein consumption were 67,08percent
and 54,31percent respectively after the treatment, the consumption of energy and
protein increased until 54,90percent and 80,45percent for counseling group, while the
non-counseling group was 39,38 percent and 57,75percent.

Mother’s knowledge of nutrition that attended counseling was better that of the mothers
who did not. The consumption of energy and protein of children whose mothers attended
counseling was higher that mother did not. The changing of nutritional status change
existed more in the counseling group than the non-counseling.
ABFK

82
Status Gizi, Pertumbuhan dan Asupan Makanan Penderita Infeksi Tuberkulosis Siswa
Sekolah Dasar di Kodya Yogyakarta/Aimarosa.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 56p.

ABSTRAK :

One of the tuberculosis symptoms is failure to thrive and the body weight is not
adequately increased. Malnutrition occurs because of decreasing in food intake and
increasing in nutritional catabolism. It may affect the specific and non-specific immune
system, and subsequently it may worsen the infection, reactivate the latent infection and
previous infection.

The aim of this study was to verify the effects of tuberculosis infection on nutritional
status, growth and food intake, and also personal factors associated with nutritional
status, growth and food intake in elementary school children in Yogyakarta Municipality.

59
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

This study was held in May 1998 to September 1999. The sample was 1102 children
comprised of 28 elementary school in Yogyakarta Municipality elected by population
proportional random sampling. All of the children had undergone BCG test evaluated for
7 days after BCG treatment, and then they also underwent a chest x-ray examination.
BCG test was positive if there was the indurations ≥ 10 mm (if there was no previous
BDG scar) and the indurations ≥ 8 mm (if there was previous BCG scar). A child was
diagnosed as tuberculosis infection if both BCG test and chest x-ray examination was
positive. Determination of nutritional status was based on weight and height by age and
weight by height and the result was converted to Z-Score according to WHO-NCHS
standard. Growth status was an increase in Z-Score mean of weight by age. The “three
day food record” measured food intake quantitatively method obtained 3 times by 2-3
months intervals.

There was a significant relationship between tuberculosis infection and growth status.
There was no significant relationship between tuberculosis infection and nutritional
status and food intake. There was a significant relationship between nutritional status
and parents education, occupation and family income. There was a relationship between
fat, protein, Ca, vitamin B and C intake and father’s education; fat, vitamin A and B
intake and mother’s occupation; protein, fat, vitamin A and B intake and father’s
occupation; protein intake and mother’s occupation and sex. There was no significant
relationship between family income and food intake.
ABFK

83
Status Gizi, Status Pertumbuhan, dan Asupan Makanan pada Penderita Asma : Suatu
Penelitian pada Siswa SLTP di Kotamadya Yogyakarta/Elisa.-- Yogyakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2000.-- irrp.

ABSTRAK : Lihat nomor 20

ECLAMPSIA
84
Penilaian Hasil Laboratorium sebagai Faktor Prognosis Kematian Maternal pada
Preeklamsia/Eklamsia : Angka Trombosit, Aspartat Aminotransferase dan Kreatinin/
Muzayanah.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irrp.

ABSTRAK :

Preeklamsia/eklamsia (PE/E) adalah salah satu penyebab utama kematian maternal


yang sulit dicegah, kecuali kalau faktor prognosis dapat diidentifikasi dan dimengerti.
Beberapa faktor prognosis tersebut adalah angka trombosit (AT), aspartat
aminotransferase (AST) dan kadar kreatinin (KK) yang diukur secara laboratorium.
Penentuan faktor prognosis ini penting agar kehamilan dapat diakhiri pada saat yang
tepat.

60
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Tujuan penelitian untuk menentukan batas nilai ambang AT, AST dan KK yang
berpengaruh terhadap kematian maternal pada PE/E dan mengetahui pengaruh AT,
AST dan KK yang terukur terhadap kematian maternal. Rancangan penelitian : Kajian
historical cohort.

Data diambil dari rekam medik RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, periode 1997 sampai
2000. Pasien dengan diagnosis PE/E yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dibagi
dalam dua kelompok yaitu kelompok dengan faktor risiko apabila nilai laboratorium di
bawah atau di atas ambang tertentu dan kelompok tanpa faktor risiko apabila di atas
atau di bawah nilai ambang. AT, AST dan KK diukur sesuai standar laboratorium rumah
sakit. Cut off point dianalisis dengan Visual Fox Pro dan Microsoft Excel. Data lain diolah
dengan SPSS versi 10.0. Chi-square test dan binary logistic regression digunakan untuk
analisis statistik.

Hasil selama periode 4 tahun ditemukan 11 kematian maternal dari 354 kasus PE/E
atau angka kematian sebesar 3,11percent. Nilai ambang batas untuk AT, AST dan KK
masing-masing adalah 140.000/µL, 35 U/L dan 1,9 mg/dL. AT≤ 140.000/µL
meningkatkan angka kematian maternal 9,51 kali (95percent C/2,88-31,41). AST ≥
35U/L dan KK≥1,9 mg/dL masing-masing meningkatkan angka kematian maternal 4,71
kali (95percent C/1,27–17,43) dan 11,99 kali (95percent C/3,96-36,35).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah cut off point untuk AT,AST dan KK pada PE/E
masing-masing adalah 140.000/µL, 35 U/L dan 1,9 mg/dL. Nilai AT di bawah ambang
dan nilai lain di atas batas ambang meningkatkan risiko kematian maternal secara
bermakna.
ABFK
EDUCATION
85
Hubungan Manajemen Pelatihan dan Penerapan Tindak Lanjut Pelatihan Menurut
Persepsi Peserta Pelatihan Bimbingan Teknis di Jawa Tengah/Sri Soenaryati.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 98p.
ABSTRAK :
The Ministry of Health Central Java Office has undertaken a variety of training, in order
to improve the knowledge and skills of its health personnel. One of them was technical
guidance/assistance training. This training needs to be evaluated to find out whether or
not it has met its expected goals. The aim of this study was to examine how training
result are applied in work places and how training management influence the application
of training based on the trainee’s perception.

The subjects of this study were health personnel from the Central Java Province and 34
districts who received technical guidance/assistance training. Multiple regressions were
used to analyze questionnaire responses (89,5percent) response rates.

Training results were applied completely, mostly, partly, and not at all according to
42percent, 29percent, 16,6percent, and 12,4percent respectively of the subjects.
Training management contributed 19,7percent to the application of training in work
places. Of the three training management factors, training factors contributed
12,3percent, internal organization factor contributed 15,7percent, and participant factors
did not contribute significantly.

61
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

ABFK

EFFICIENCY
86
Efek Pemberian Suplementasi Fe dan Vitamin C terhadap Peningkatan Kadar HB dan
Produktivitas Tenaga Kerja Wanita di PT. Sarana Mandiri Kepahiyang Bengkulu/
Yarmani.-- Surabaya : Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2000.-- irr p.

ABSTRAK : Lihat nomor 18

87
Pengaruh Kualitas Fisik Pekerja, Kualitas Lingkungan Kerja dan Kualitas Produktifitas
Kerja/Adi Heru Sutomo.-- Surabaya : Program Pascasarjana Universitas Airlangga,
2001.-- 156p.

ABSTRAK :

The aim of the research was to investigate that the individual productivity was influenced
by implant and out plant factors. The specific objectives of this research were to
investigate the influence of indoor environment, physical condition and transportation to
the individual productivity.

The age and educational background of research subjects varied, and so did the length
of working hours of workers. Almost all of the labours grew up and lived in Kediri, East
Java. The total number is 455 labours, consisting of women from the area around
municipality of Kediri. A cross sectional design was applied in this research. Data
regarding the influence of independent variables (physical condition of labour, indoor air
quality, and transportation) on dependent variables (Individual productivity of labour)
were collected by mean of questionnaire, and by conducting physical and environment
examination. The data were analyzed using Pat Analysis and Regression Analysis.

The result showed that there were relationships between productivity and physical
condition of labour, productivity and environment (social, housing and indoor), also
between productivity and transportation.

The results of the statistical analysis showed that (speed/hours) had a positive and
significant relationship to the labour productivity, and similarly the transportation variable
also had a positive and significant relationship to the environment quality. According to
the conclusion above, there were potential variables, which have, significant contribution
to the labour productivity, which needed to be, investigated in the future research.
LAEK

ELECTROCONVULSIVE THERAPY
88
Pengaruh Electro Convulsive Therapy terhadap Asupan Makanan dan Status Gizi
Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang/R. Soeprijono Winardi et al.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 103p.

ABSTRAK : Lihat nomor 80

62
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

EMERGENCY SERVICE, HOSPITAL


89
Development Quality Performance Framework and Indicators in Emergency Department
Dr. Saiful Anwar General Hospital/Viera Wardhani.-- Yogyakarta : The Graduate
Program in Public Health Gadjah Mada University, 2001.-- irrp.

ABSTRAK :

As the highest referral centers for emergency services in Malang, the Emergency
Department (ED) in Saiful Anwar General Hospital (SAGH) has to provide a work
classes quality. The result from the past three basic programs in quality improvement
was unsatisfactory, showed by no significant mortality decrease and significant amount
of preventable death (26,4percent). Therefore the organization performance framework
and indicator was needed to improve the quality of health service.

A study using action research was conducted to develop the ED performance framework
and to understand the problem during the process. The framework was development
through two-stage in-depth interview with four respondents, i.e. ED nurse physician, ED
manager and hospital manager followed by group discussion with 10 respondents.
Researcher played as participant observer during the process. The indicators
development phase was conducted through in-depth interview, literature review, two
stages group discussion and structured interview on database content, collection
analysis and reporting.

The study proposed four key perspectives for ED performance framework in logical
order. The basic perspective is faculty expertise and community awareness. The next
perspectives in strengthen education and training program in emergency service and
increase faculty specialties, which needed to develop the third perspective, i.e. quality in
emergency service supported by effective pre-hospital triage to obtain continuous
funding support. These three perspectives are the link achieves the top perspective,
organization vision, i.e. recognized emergency center.

Ten indicators were recommended: ambulance response time, survival rate from out-of-
hospital cardiac arrest, emergency death audit, preventable death, emergency waiting
time, proportion of emergency case having pre-hospital first live saving, number of nurse
completed basic emergency skill course, number of physician completed certified
emergency course, time for completing laboratory examination and specialist
consultation time. During the process nurses was considered as positive key players in
the whole process. The most restraining forces are the different interest between parties
and resistant to measure, while the forces is the understanding development during the
process.

The basic perspective in ED performance framework is community awareness and


faculty expertise as basis perspective, with quality in emergency service meaning prompt
and timely treatment and efficient use of resources supported by effective pre-hospital
triage as the main process perspective to obtain the top perspective an excellent
emergency service center.
ABFK

EMPLOYEE PERFORMANCE APPRAISAL


90

63
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Perawat dalam Melaksanakan


Perawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas di Kabupaten Dati II Semarang/Asaat
Pitoyo.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 124p.

ABSTRAK : Lihat nomor 57

91
Analisis Kinerja Pengurus Unit Pengelola Sarana pada Pascakonstruksi Proyek
Penyediaan Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan (PABPL) di Kabupaten Bolaang
Mongondow/Prayit Susilo Aji.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, 2001.-- 154p.

ABSTRAK :

After the safe water supply and family toilet construction project most Unit Pengelola
Sarana (UPS) did not carry out activities according to the working guidelines, so that the
number of functional facilities decreased. As a result, the coverage of safe water family
toilet utilization was below the expected target. The purpose of the study was to know
the performance of personnel responsible for UPS safe water and environmental
sanitation at the district of Bolaang Mongondow and relationship between external
factors (supervision, coworkers, job compensation and work agreement) and internal
factors (work capability and motivation) and be the performance of the managers, to
identify the dominant factors related to the performance of the managers.

The research was an observational research with cross sectional design. The
populations were all UPS managers at the district of Bolaang Mongondow. The subjects
were 175 respondents. The data was analyzed descriptively and statistically. Correlation
testing of product moment was used to know the relationship between internal and
external factors and the performance. Simple and multiple regressions were used to
know the relationship between internal and external factors and their sub variables and
be performance. One-way ANOVA test was used to know the differences of the
performance between group jobs in UPS. Focus discussion was done with 16
respondents, 4 head of LKMD and 4 kepala desa to know managers point of view
towards their performance in performing the duties.

The result of descriptive analysis showed that the performance of the UPS managers
were low. The relationship between internal factors and the performance showed
positive significant correlation with R=0,797; R Square=0,635; p=0,001. The relationship
between external factors and the performance showed positive correlation with R=0,845;
R Square = 0,715; p=0,001. The external factors showed close significant relationship
level with the performance. Sub variables i.e. work capability, motivation, supervision,
coworkers, job compensation and work agreement had significant relationship with the
performance. The dominant sub variables related to the performance was work
agreement, supervision, job compensation and motivation because it showed close
significant relationship level and had contributed to predict the performance of the UPS
managers (Adjusted R Square = 0,742). The group jobs performance differences in UPS
showed significant correlation that was Bendahara and Kasi Teknis were low with the
KPH and Secretaries group jobs.
ABFK

92

64
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Hubungan Faktor-faktor Internal dan Eksternal dengan Kinerja Petugas Kantor


Kesehatan Pelabuhan Tanjung Priok/Nikie Maya Dewi.-- Yogyakarta : Program
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irr p.

ABSTRAK :

The objectives of the research are to evaluate the performance of Port Health staffs at
Tanjung Priok, and to analyze the internal and external determinants of the work
performance. Based on preliminary interviews and observations it was found that some
of the staff did not complete reports, did not understand the role and function of a Port
Health staff, and that the report s were provided by the users.

The design of the study was cross sectional, involving 53 staffs of Tanjung Priok Port
Health Office as study sample. The dependent variable was staff performance,
measured based on the activity processes. The independent variable consisted of
internal factors (length of employment training, worked load and motivation) and external
factors (supervision, leadership style, work climate and compensation system). Data
collection was carried out using questionnaire, and structured as well as unstructured
interviews with 6 staffs. Descriptive and inferential statistics, correlation and multiple
regressions, were run in SPSS 6,0 for windows.

The result of the study suggested that 52,80percent of the staff showed low
performance, while 47,20percent had high performance. The results of multiple
regression analysis indicated that supervision produced significant negative effect on
performance (regression coefficient = - 0,3068; p=0,04). Other internal and external
variable did not show significant effects.

It is concluded that the higher supervision, the lower performance of Port Health Office
staffs at Tanjung Priok. Further studies are required using a better measure of
performance and preferably to evaluate an intervention to improve performance.
ABFK

93
Pendekatan Model Lisrel dan Analisis Struktur Kovarian dalam Pemodelan Variabel–
variabel Laten/Nana Sumarna.-- Surabaya : Program Pascasarjana Universitas
Airlangga, 2000.-- irrp.

ABSTRAK : Lihat nomor 54


94
Studi Kasus Penggunaan Indikator Kinerja di Berbagai Organisasi Pelayanan Kesehatan
Pemerintah/Agustian Ipa.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, 2000.-- 118p.

ABSTRAK :

This study was based on the fact that government’s health service organizations (HSOs)
are relatively hard to do performance evaluation, as there are no complete and clear
performance indicators. As the consequence, the accountable measurement of
performance is not an easy job to do. This study was aimed to study the currently used
performance indicators at various HSOs.

65
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

This study was a case study research. The subjects were 8 HSOs representing various
types of HSOs from bureaucratic to cooperate organizations. The respondents were
directors of the organizations. The locations of the study were 5 HSOs in Bantul, 2 HSOs
in Yogyakarta, and 1 in Magelang. The currently used performance indicators were
compared to several indicators developed on four aspects of balanced score card (BSC).

The results showed that the bureaucratic organization had no clear and complete
performance indicators as the result of inadequate strategic planning so that their
visions, missions, and objectives were unclear. The bureaucratic organization had not
yet prepared for developing and applying the BSC indicators. Meanwhile the corporation
health service organizations had clear and complete performance indicators, and were
relatively ready to develop and apply the performance indicator based on BSC.

In order have sound performance accountability indicators, attempts to plan for clear and
complete performance indicators are needed to improve the quality of care, to satisfy the
community needs.
ABFK

ENDOMETRIUM
95
Ekspresi Kolagen IV Membran Basal Epitel Permukaan Endometrium Pengguna
Norplant/Lia Damayanti.-- Jakarta : Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2001.-- 61p.

ABSTRAK : Lihat nomor 49

ENDOTHELIUM
96
Pengaruh Exercise Berat pada Fungsi Endotel Pembuluh Darah/Agus Harsoyo.--
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 43p.

ABSTRAK :

Penelitian ini bertujuan mengetahui efek exercise reguler dengan intensitas berat/latihan
dasar militer reguler selama 10 minggu, apakah akan mempengaruhi perubahan fungsi
sel endotel pembuluh darah dengan parameter FMD arteri brakialis.

Penelitian ini dilakukan di RS Jantung Harapan Kita Jakarta dengan subyek 22 laki-laki
muda sehat, tanpa faktor risiko klasik aterosklerosis. Terhadap subyek dilakukan
pengukuran diameter dan kecepatan aliran darah arteri brakialis (saat istirahat dan
hiperemi reaktif) sebelum dan sesudah exercise reguler dengan intensitas berat/latihan
dasar militer reguler (exercise isometrik lebih dominan) selama 10 minggu, dengan
menggunakan scan duplek ultrasonografi perifer.

Dari penelitian ini, didapatkan peningkatan FMD arteri brakialis yang tidak signifikan
(5,05percent ± 3,99percent vs 9,0 ± 8,03percent, p=0,0053), terdapat penurunan
diameter arteri brakialis signifikan (4,83 mm ± 0,59 mm vs 4,55 mm ± 0,546 mm,
p=0,004). Sebagai predikat kuat pada FMD arteri brakialis yaitu kolesterol LDL (p=0,013)
dan kolesterol total (p=0,018), sedangkan umur muda tidak merupakan prediktor FMD
arteri brakialis.

66
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Dari hasil di atas dapat disimpulkan, bahwa exercise reguler dengan intensitas
berat/latihan dasar militer reguler (exercise isometrik lebih dominan) selama 10 minggu,
meningkatkan FMD arteri brakialis yang tidak signifikan.
BIFK

ENTERALNUTRITION
97
Pengaruh Pemberian Nutrisi Enteral Dini terhadap Status Protein Penderita Luka Bakar
di Unit Luka Bakar RSUPN Cipto Mangunkusumo Tahun 1999–2000/Fiastuti
Witjaksono.-- Jakarta : Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2001.-- 88p.

ABSTRAK :
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian nutrisi enteral dini (NED)
terhadap status protein penderita luka bakar derajat II, 20–60percent dari luas
permukaan tubuh (LPT) dan/atau derajat III ≥10 LPT usia 18–60 tahun. Bertempat di
Unit Luka Bakar RSUPNCM.
Penelitian ini merupakan suatu uji klinik dengan randominasi yang telah disetujui oleh
panitia tetap penilai etik penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dua
puluh subyek yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan dibagi 2 kelompok
secara randominasi blok. Sepuluh subyek perlakuan diberi NED mulai ≤ 8 jam pasca
luka bakar, sedangkan 10 subyek kontrol diberi nutrisi enteral/oral 24 jam pasca luka
bakar. Pengamatan dilakukan selama 12 hari. Status protein ditetapkan dengan
pemeriksaan albumin dan prealbumin serum serta nitrogen urea urin (NUU). Sampel
darah untuk pemeriksaan albumin dan prealbumin diambil hari ke-1, 7, dan 12 . Urin
tampung 24 jam untuk pemeriksaan NUU diambil hari ke-3, 7 dan 12. Uji statistik yang
digunakan adalah uji t untuk data berdistribusi normal dan uji Mann Whitney U untuk
data berdistribusi tidak normal, batas kemaknaan yang digunakan sebesar 5percent.
Hasil penelitian ini menunjukkan pemberian NED tidak menunjukkan perbedaan
bermakna terhadap status protein antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol,
tetapi pada kelompok perlakuan didapatkan peningkatan kadar prealbumin dan
gambaran penurunan kadar NUU yang lebih tajam. Dari penelitian ini dapat disimpulkan
NED mempunyai kecenderungan dapat memperbaiki status protein walaupun belum
dapat dibuktikan secara statistik.
BIFK

ENVIRONMENTAL HEALTH
98
Permukiman Berkepadatan Tinggi dan Resiko Kesehatan (Studi Kasus Perbaikan
Permukiman Berkepadatan Tinggi, Peran Serta Masyarakat dan Resiko Kesehatan di
Kota Surabaya)/R. Eddy Indrayana.-- Surabaya : Program Pascasarjana Universitas
Airlangga, 2000.-- irr p.

ABSTRAK :

The study examined health problems, particularly the level of morbidity, in density
populated areas, inhabited by lower income people that have been improved by
Kampung Improvement Program (KIP).

67
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

The objective of the study was to examine the influence of settlement improvement
implemented in high-density low-income kampungs inhabited by lower income people in
urban area by introducing participation of the community, that produce positive effects to
the rate of morbidity.

The study used quasi experiment design by taking 710 samples of family heads using
proportional stratified random sampling. Respondents were divided into groups of 350
respondents in Banyu Urip area, 150 in Sombo area, and 210 in Sawah Pulo area. Data
collecting was done using interview with questionnaire. Data was analyzed using
statistical technique with the level of significance of 0,05.

Results showed that, settlement improvement such as KIP influenced the reduction of
the rate of morbidity, particularly URI, diarrhea and skin diseases, in Banyu Urip and
Sawah Pulo areas, where horizontal KIP had been done, as well as Sombo area, where
vertical KIP had been applied. In Banyu Urip, URI and skin diseases decreased
significantly, while diarrhea decreased insignificantly. In Sombo area, diarrhea
decreased significantly, while URI and skin diseases decreased insignificantly. In Sawah
Pulo area, URI and skin diseases decreased significantly, while diarrhea decreased
insignificantly.
Participation of the community in settlement improvement, highly influential to the
development of the settlement by increasing the quantity of facilities and infrastructure
as well as the quality of the facilities. This in turn improved significantly the health
condition.
Both horizontal and vertical (high rise flat) settlement improvement program was
influential to the decrease of the rate of morbidity in those three areas. This proved that
high-density settlement is not always at risk to health issue.
LAEK

EOSINOPHILS
99
Eosinofil Usapan Kumosa Hidung Kajian terhadap Validitas sebagai Kriteria Diagnostik
Rinitis Alergi/I Made Arjana.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada, 2001.-- 56p.
ABSTRAK :
In allergic process, particular in rhinitis allergic, leukocyte cells especially eosinophil cells
were migration to the nasal mucosa as a target organ because of eosinophilic
chemotactic mediators released. Nasal eosinophilic cell is a biologic allergy reaction
hallmark, so that it can be used as allergic rhinitis diagnostic criteria, in spite the validity
of examination should be established.

Objective of this study is to determine the validity of eosinophilic nasal swab examination
based on sensitivity and specificity values. Advantage of the study is if validity test in this
study is higher, so it can be used as a diagnostic criteria of allergic rhinitis, especially in
public health center, private practice, also remote hospital which have not additional test.

Study design was diagnostic test in allergic unit of ENT Department of Dr. Sardjito
General Hospital, Yogyakarta. The sixty samples with chronic rhinitis suspected allergy
of inclusions criteria were studies with Hansel method of eosinophilic examination of
nasal swab and skin prick test as a gold standard. In this study positive eosinophil

68
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

decided when nasal swab was detected to contain eosinophil > 10 percent, and ≥ 3 (+)
were confirmed as a positive skin prick test. Statistical analysis: Sensitivity, specificity,
positive predictive value, negative predictive value, accuracy, positive likelihood ratio and
negative likelihood ratio.

The results showed that of sixty samples were obtained sensitivity 77,08percent (CI
95percent: 71,65percent-82,51percent), specificity 83,33percent (CI 95percent:
78,52percent-88,14percent), positive predictive value 94,87percent (CI 95percent:
92,02percent-97,72percent), negative predictive value 47,62percent (CI 95percent:
41,17percent-54,07percent), accuracy 78,33percent (CI 95percent: 73,81percent-
83,65percent), positive likelihood ratio 4,62 (CI 95percent: 1,91–7,33), negative
likelihood ratio 0,28 (CI 95percent: 0,22–0,34). The study could be concluded that the
eosinophilic nasal swab is a valid in an allergic rhinitis diagnostic criterion.
ABFK

ERYTROMYCIN
100
Laporan Hasil Guna Pengobatan Amoksisilin Dibandingkan dengan Eritromisin pada
Penderita Tonsilo-Faringitis Akut/Ani Isnawati.-- Jakarta : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.--
irrp.

ABSTRAK : Lihat nomor 5

EXERCISE
101
Pengaruh Exercise Anaerob dengan Cara Kontraksi Isometrik Dibanding Exercise
Tanpa Mencapai Fase Anaerob terhadap Tekanan Intraokular pada Penderita
Glaukoma/Abdi Kelana Putra.-- Jakarta : Bagian Ilmu Penyakit Mata, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 35p.

ABSTRAK :

Pengobatan glaukoma yang biasa dilakukan adalah dengan menurunkan tekanan


intraokular. Berbagai macam cara telah dilakukan dan salah satunya adalah exercise.
Telah dilaporkan bahwa exercise anaerob dapat menurunkan tekanan intraokular pada
penderita glaukoma dan orang normal. Pada orang normal exercise anaerob terbukti
dapat menurunkan tekanan intraokular, tetapi penelitian exercise anaerob pada
penderita glaukoma belum dilaporkan.
Penelitian ini bertujuan membandingkan penurunan tekanan intraokular penderita
glaukoma pada kelompok yang melakukan exercise anaerob dengan cara kontraksi
isometrik dan yang melakukan exercise dengan cara yang sama tanpa mencapai fase
anaerob.

Penelitian ini menggunakan uji klinik tersamar tunggal, dimana pemeriksa yang
melakukan pengukuran tekanan intraokular tidak mengetahui subyek penelitian
termasuk melakukan exercise anaerob atau yang melakukan exercise tanpa mencapai
fase anaerob.

Penelitian prospektif dilakukan pada 16 penderita glukoma kronis (32 mata) yang
berobat di poliklinik mata RSCM. Tekanan intraokular awal 20–30 mmHg, berumur 40–

69
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

60 tahun. Subyek penelitian mendapat 2 perlakuan yaitu exercise anaerob dan exercise
tanpa mencapai fase anaerob. Perlakuan yang dilakukan pada hari pertama dan kedua
ditentukan sesuai hasil random. Pemeriksaan tekanan intraokular dilakukan sebelum
exercise dan 30 menit setelah exercise. Analisis statistik terhadap hasil penelitian
dilakukan dengan perhitungan statistik uji t tes, uji non parametrik Wilcoxon tes dan uji
non parametrik Mann Whitney tes.

Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara tekanan


intraokular baseline exercise anaerob dan exercise tanpa mencapai fase anaerob. Hal
ini terlibat baik dari kelompok umur ≥ 50 tahun (p=0,09), kelompok umur > 50 tahun
(p=0,12) maupun jenis kelamin laki-laki (p=0,06) dan perempuan (p=0,10). Secara klinis
penurunan tekanan intraokular exercise anaerob lebih besar dari pada exercise tanpa
mencapai fase anaerob dan secara statistik perbedaan bermakna (p=0,01).

Disimpulkan bahwa penurunan tekanan intraokular penderita glaukoma pada kelompok


yang melakukan exercise anaerob dengan cara kontraksi isometrik secara bermakna
lebih besar dari pada yang melakukan exercise tanpa mencapai fase anaerob.
BIFK

102
Pengaruh Exercise Berat pada Fungsi Endotel Pembuluh Darah/Agus Harsoyo.--
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 43p.

ABSTRAK : Lihat nomor 96

103
Pengaruh Senam Aerobik Low Impact dan High Impact terhadap Massa dan Kekuatan
Otot/Selfi Handayani.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.--
68p.

ABSTRAK :

Based on the impact, aerobic dance is divided into low impact and high impact aerobic
dances. Low impact aerobic dances is an exercise in which one foot remains in contact
with the floor all times, whereas high impact aerobic dances in another type where the
two feet always contact with the floor. Thus, its use the different strength to action the
body. The aim of this study is to understand the effects of low impact and high impact
dances on muscle mass and muscle strength and to compare the effect of the dances
on muscle mass and muscle strength.
Sixty females university student of Sport Faculty of Yogyakarta State University, aged
18–21 years were participated in this research. They are divided into 3 groups, namely:
control group, low impact group and high impact group. The groups of low impact-
moderate intensity and high impact-high intensity exercised aerobic dances for 40–50
minutes, three times per week for 8 weeks. Each of the exercises consisted of 10
minutes of warming up, 30 minutes of core training and 10 minutes of cooling down. In
contrast, the control group did not perform anything. Muscle mass is measured
anthropometrical by considering the height, circumference and skin fold of biceps flexed,
forearm maximum, mid thigh and calf maximum. Mantiegka formula (1921) is then
employed. The strength measurement using different dynamometer was carried out to
know and to evaluate left hand grip strength, right hand grip strength, and leg strength

70
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

and back strength. Data was collected every 2 weeks, from the week before training to
the 8th week.

After the training period there was a significant increase in muscle mass at low impact
group (p<0,05) and at high impact group (p<0,01) on the 8th week. The muscle strength
had significant increase in shoulder strength (p<0,01), leg strength (p<0,01) and back
strength (p<0,01) on the 6th week, whereas right hand grip strength increased on the 8th
week (p<0,01). Statistically, there is difference between muscle mass at low impact and
high impact group, but there is no difference among muscle strength.

In conclusion, there were significant increases on muscle mass and muscle strength due
to the low impact and high impact aerobic dancing except the left hand grip strength.
The increasing of muscle mass at high impact group (9,15percent) is greater than of
muscle mass at low impact group (4,37percent). There is no difference among the
effects of aerobic dances on muscle strength.
ABFK

104
Pengaruh Suplementasi Fe terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin dan Kapasitas
Aerobik pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta
Angkatan Tahun 1999–2000/Moch. Noerhadi.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 81p.

ABSTRAK :

Low level of hemoglobin would affect physical fitness especially the aerobic capacity
level. Many athletes with low aerobic capacity as a result of low hemoglobin level, which
was less than suggested hemoglobin level for sport achievement 14 gr percent for
female and 15 gr percent for male. The study was conducted to examine the effect of Fe
supplementation on hemoglobin concentration and aerobic capacity.

The study was randomized, placebo–controlled trial. The subjects consisted of 94


students of FIK UNY in Yogyakarta, 1999–2000, divided into two groups, with 47
students each. One group received Fe supplementation while the other received
placebo. Both groups were given either Fe capsules or placebos three times a week
within six weeks. Hemoglobin concentration and maximum VO2 measured at the start
and the end of Fe supplementation.

The result of this study showed that on average increase of hemoglobin level and
maximum VO2 for the Fe supplement group was higher than the placebo group
(p=0,000). Giving Fe supplementation could improve hemoglobin level significantly
(t=4,949: p=0,000). For the males Fe supplementation improved hemoglobin level
significantly (t = -2,541: p=0,013). There was no significantly difference for maximum
VO2 value between supplementation group and placebo group.

It could be concluded that Fe supplement could improve significantly the hemoglobin


concentration but no significantly for aerobic capacity on FIK UNY students. On males,
the aerobic capacity was significantly higher among supplemented students than among
students receiving placebo.
ABFK

71
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

105
Tes Kesamaptaan Jasmani TNI-POLRI dan Parameter Latihan Berlebihan sebagai
Pemantau Kesehatan dan Kesamaptaan Siswa Bintara Pelatihan Dasar Bhayangkara di
Sekolah Polisi Wanita Tahun 2000/Leny Pintowari Widajat.-- Jakarta : Program
Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Olahraga, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2001.-- 108 p.

ABSTRAK :

Pelatihan dasar Bhayangkara pada siswa bintara polwan selama 2 bulan diharapkan
dapat membentuk fisik yang sehat dan samapta, namun data morbiditas 5 tahun
menunjukkan bahwa telah terjadi gangguan haid (oligomenore dan amenore 80percent),
cedera muskuloskeletal (67percent), infeksi saluran pernapasan atas (34percent),
demam yang tidak diketahui sebabnya (11percent) dll. Gambaran morbiditas tersebut
mengisyaratkan terjadinya latihan berlebihan (overtraining).

Penelitian ini bertujuan untuk menilai efek pelatihan terhadap kesehatan dan
kesamaptaan melalui uji kinerja fisik/tes kesamaptaan jasmani TNI-POLRI dan
parameter latihan berlebihan yaitu : frekuensi nadi pagi, tekanan darah, gangguan haid,
perubaan indeks massa tubuh dan persen lemak tubuh, cedera muskuloskeletal,
modifikasi skala psikologik latihan berlebihan, hemoglobin dan proteinuria. Tujuan
selanjutnya ialah mendapatkan hubungan antara hasil tes kesamaptaan jasmani TNI-
POLRI dan parameter latihan berlebihan.

Metode penelitian ini adalah studi longitudinal dengan rancangan sebelum dan setelah
(one group pre dan post pest), dengan subyek penelitian 82 orang yang dipilih secara
multistage cluster sampling dengan random number dalam cluster. Subyek diamati
selama 9 minggu melalui penilaian harian dan mingguan (minggu pertama, ke lima dan
ke sembilan).

Hasil penelitian menunjukkan pada minggu ke sembilan terjadi penurunan hasil tes
kesamaptaan jasmani TNI-POLRI (9,72percent) dibanding minggu ke lima. Selain itu
juga terjadi penurunan frekuensi nadi pagi dan tekanan darah, terdapat gangguan haid
terumata amennore, penurunan indeks massa tubuh dan persen lemak tubuh,
peningkatan cedera muskuloskeletal dan hasil midifikasi skala psikologik latihan
berlebihan. Analisis selanjutnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara hasil
tes kesamaptaan jasmani TNI-POLRI dengan frekuensi nadi pagi (r=0,454; p<0,01),
tekanan darah (r sistolik = 0,409; p<0,05 dan r diastolik = 0,476; p <0,01) dan modifikasi
skala psikologik latihan berlebihan (r= -0,409; p<0,01, serta terdapat perbedaan hasil tes
kesamaptaan jasmani pada kelompok yang mengalami cedera muskuloskeletal
(p=0,000).

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, terjadi sindroma latihan berlebihan jenis
parasimpatis selama pelatihan dasar Bhayangkara yang dapat diketahui melalui hasil
tes kesamaptaan jasmani TNI-POLRI dan beberapa parameter latihan berlebihan
tertentu.
BIFK

EXERCISE THERAPY
106

72
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Efektivitas Terapi Latihan Ekstensi Resistif Dibanding Terapi Latihan Ekstensi Balistik
pada Otot Ekstensi Digitorum Tangan Paresis dalam Memperbaiki Fungsi Ekstensi Jari
Tangan Penderita Pasca Strok/M. Iman.-- Jakarta : Program Studi Ilmu Rehabilitasi
Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 40p.

ABSTRAK : Lihat nomor 40

EYE
107
Studi Efektivitas Media Booklet tentang Kesehatan Mata pada Perubahan Perilaku Murid
SDN di Kecamatan Gedangan Sidoarjo/Sri Joeda Andajani.-- Surabaya : Program
Pascasarjana Universitas Airlangga, 2000.-- irr p.

ABSTRAK : Lihat nomor 22

FAMILY
108
Hubungan antara Psikopatologi dan Relasi Keluarga dengan Derajat Keparahan
Penyalahgunaan Zat pada Remaja/Gerald Mario Semen.-- Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 83p.

ABSTRAK :

Penyalahgunaan zat adalah masalah nasional saat ini dan telah dihubungkan dengan
kejahatan, pengangguran, kesehatan dan ekonomi. Penyalahgunaan zat dimulai
kebanyakan pada usia remaja. Data-data di RS Ketergantungan Obat Jakarta
menunjukkan bahwa jumlah remaja penderita penyalahgunaan obat dalam tahun-tahun
terakhir makin meningkat.

Penyebab penyalahgunaan zat adalah multifaktorial. Adanya psikopatologi dan relasi


keluarga yang buruk diketahui berperan terhadap terjadinya penyalahgunaan zat,
sedangkan derajat keparahannya memiliki tingkat yang berbeda.

Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran psikopatologi, relasi keluarga dan
derajat keparahan pada remaja penderita penyalahgunaan zat serta mengukur
hubungan antara psikopatologi, relasi keluarga dengan derajat keparahan
penyalahgunaan zat pada remaja.

Telah dilakukan penelitian cross sectional terhadap 104 remaja penderita


penyalahgunaan zat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat selama bulan Oktober hingga
Desember 2000. Beberapa instrumen yang dipakai adalah Symptom Check List (SCL)-
90, Family Adaptibility and Cohension Evaluation Scale (FACES) III dan Kuesioner
Penyalahgunaan Obat (KPO). Data yang diperoleh diolah dengan Fischer Exact Test
dan Regresi Logistik dengan bantuan program komputer SPSS versi 10.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa psikopatologi memiliki hubungan yang


bermakna dengan keparahan penyalahgunaan zat pada remaja. Sedangkan relasi
keluarga dan keparahan penyalahgunaan zat pada remaja tidak memiliki hubungan
yang bermakna. Remaja dengan psikopatologi memiliki peluang enam belas kali
dibandingkan remaja tanpa psikopatologi untuk mengalami keparahan dalam
penyalahgunaan zat.

73
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

BIFK

FAMILY PLANNING
109
Determinan Kemandirian Peserta KB di Kabupaten Purworejo/Harjono.-- Yogyakarta :
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 64p.

ABSTRAK :

Nowadays, self-reliance family planning is still a condition and behavior manner that
needs to be struggle for. The success of self-reliance family planning program has a
close relationship with social culture influence, the role of family planning/health officer,
information about the self-reliance family planning, which all of these have significant
influence toward the self-reliance of a person who involve in family planning program.

General objective of this research was to investigate factors that influence the self-
reliance of a person who involve in family planning program. On the other hand, specific
objective of this research was to investigate the influence of mothers, education, family’s
expenditure, the number of alive children, the ease of service, and suggestion from an
officer toward the self-reliance of family planning.

This research was using survey method with cross sectional research design a
combination of qualitative and quantitative researches, and clarified with descriptive
analytic. The location of this research was in Purworejo Regency, Central of Java
Province. In addition, there were 264 respondents who were chosen from “Eligible
Couple”, and paid service fee and contraception equipment of family planning. These
respondents’ chosen from 4 sub districts that were included in research
area/LPKG/Faculty of Medicine-Gadjah Mada University Yogyakarta-Kutoarjo,
Purworejo, Banyuurip and Butuh Regencies. Data was collected with interview by using
closed questioner and qualitative data with Focus Group Discussion (FGD). The used
analysis consists of unvaried, bivariate and multivariate analysis. Moreover, chi-square
was used to examine the relationship between independent and dependent variables,
and logistic regression model used to examine the most influenced variable.

After passing various analyses, there were four factors that had significant influence with
the self-reliance of family planning: 1). Mothers education with RR 0,63 95percent CI
0,47–0,84; 2). Families expenditure with RR 0,61 95percent CI 0,44–0,85; 3). The
number of children with RR 1,59 95percent CI 1,21–2,10; and 4). The ease of service
with RR 0,67 95percent CI 0,49–0,90. Nevertheless, there was no significant
relationship between suggestion from family planning officer and the self-reliance of
family planning. In addition, after having multivariate analysis, it was found that mothers
education and income were no longer had significant influence (p>0,05) toward family
planning self-reliance, and yet the number of children who are still alive and the case in
service showed significant statistic influence (p<0,05).
ABFK

FASTING
110
Pengaruh Restriksi Kalori selama Puasa Ramadan terhadap Agregasi Trombosit pada
Laki-laki Sehat/Deden Djatnika.-- Jakarta : Program Studi Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 43p.

74
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

ABSTRAK : Lihat nomor 27

FATTY ACIDS, OMEGA-3


111
Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit sebagai Sumber Penghasil Asam Lemak Omega-3/
Erwin Affandi.-- Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 28p.

ABSTRAK :

Asam lemak omega-3 berasal dari hewan dan tumbuhan yang hidup di laut. Penelitian
terdahulu pada ampas tahu dengan lemak 2,3 gram/100 gram dapat meningkatkan
lemak sekitar 40percent melalui proses fermentasi. Ampas kelapa sawit merupakan
limbah yang berlimpah dari industri minyak kelapa sawit.

Berdasarkan hasil analisa zat gizi, ampas tersebut mengandung lemak sebesar
5,56percent. Bioteknologi berusaha untuk meningkatkan asam lemak omega-3 melalui
bioproses dan biokonversi. Kapang genus Rhizopus yang digunakan pada fermentasi
tempe tradisional dapat meghasilkan asam lemak rantai panjang. Kemudian kapang
Rhizopus oligosporus melalui proses fermentasi padat dan cair dapat meningkatkan
asam lemak omega-3. Melalui rekayasa C/N rasio dengan memperpanjang rantai
karbon diharapkan dapat meningkatkan produksi asam lemak.

Tujuan penelitian untuk memanfaatkan limbah hasil pertanian ampas sawit yang
berlimpah untuk menghasilkan asam lemak omega-3 melalui proses fermentasi untuk
meningkatkan mutu gizi makanan.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobilogi Puslitbang Gizi Bogor. Sampel


berasal dari pabrik minyak sawit di Lampung Utara. Dengan mengambil beberapa batch
produksi pada hari yang berbeda dan diaduk sampai rata. Kemudian memformulasi C/N
rasio menjadi 5 dan 50 dengan menambah sumber Nitrogen (urea) dan karbon
(sukrosa). Kontrol penelitian adalah ampas + air sebelum dan sesudah fermentasi,
sedangkan perlakuan adalah C/N rasio 5 (ampas + urea + air) dan C/N rasio (50 ampas
+ sukrosa + air). Fermentasi dilakukan dengan cara padat (3 hari) dan cair (7 hari)
dengan menambahkan 0,5percent suspensi Roligosprus. Hasil fermentasi dilakukan
analisa prosimat : air–abu (AOAC), protein (Kjeldahl), lemak (Soxhlet), dan karbohidrat
(by different); Vitamin : B1 (kimia enzim), B2, B12 dan Asam Folat (Mikro-Difco); dan
asam lemak dengan metoda GC (Gas Chromatography).

Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan kapang ‘ baik ’ pada substrat ampas dan
ampas + sukrosa, dan ‘ tidak baik ’ pada substrat ampas + urea. Kadar air menurun
antara 3.56–29,05percent, dan sebaliknya kadar abu meningkat antara 1,73–
44,87percent. Analisa zat gizi utama : kadar lemak sebagian besar menurun antara
22,49–162,5percent, kecuali fermentasi padat ampas-gula yang meningkat 119,08
percent. Ini terjadi sebaliknya dengan kadar karbohidrat yang mengikat antara 13,41–
61,05percent, kecuali substrat padat ampas-gula yang menurun 78,82percent,
sedangkan kadar protein meningkat antara 6,57–101,11percent. Analisa vitamin B pada
semua substrat meningkat, kecuali vitamin B1 menurun dan B12 tidak terdeteksi pada
substrat cair. Vitamin B1 menurun antara 15,49-88,37percent dan vitamin B2 meningkat
antara 7,69–56,88percent. Vitamin B12 meningkat antara 9,20–26,23percent dan asam

75
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

folat meningkat antara 4,21–88,39percent. Analisa asam lemak dapat dibagi 2, yaitu
asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh.

Secara keseluruhan asam lemak jenuh persentasinya menurun, kecuali yang berantai
karbon panjang stearic 18 : 0, sedangkan pada fermentasi cair pada asam lemak jenuh
myristic 14 : 0, palmitic 16 : 0, dan stearic 18 : 0. Asam lemak tidak jenuh hampir
seluruhnya meningkat, kecuali pada substrat cair palmitoleic 16 : 1 tidak terbentuk asam
lemak. Khusus untuk asam lemak omega-3 asam linolenic hampir pada semua substrat
baik padat maupun cair meningkat sebesar 2,5–103percent dan yang paling tinggi
peningkatan adalah substrat ampas-gula baik padat atau cair meningkat sekitar
100percent. Kemudian asam oleic 18 : 1 substrat padat meningkat 3,5 kali.

Kesimpulan substrat padat ampas-gula (C/N 50) meningkatkan lemak 82,39percent dan
protein 32,92percent. Semua substrat (padat/cair) dapat menghasilkan asam lemak
omega-3. Substrat terbaik ampas-gula dalam menghasilkan asam lemak omega-3
mencapai 100percent. Fermentasi dapat menurunkan asam lemak jenuh dan
meningkatkan asam lemak tidak jenuh. Peningkatan asam oleat (18:1) mencapai 3,5
kali. Substrat padat lebih baik menghasilkan asam lemak, memperpanjang rantai karbon
dapat membentuk asam lemak rantai panjang. Vitamin B1 menurun, B2 dan asam folat
meningkat, sedangkan B12 peningkatannya sangat kecil.
BPPK,FGIZ

112
Perubahan Profil Asam Lemak Omega-3 pada Lemuru (Sardinella longiceps) dan Nila
Merah (Oreochromis sp.) karena Proses Perubusan dan Penggorengan/Wahyu
Sulistyowati.-- Surabaya : Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2001.-- irr p.

ABSTRAK :

Produk hasil perikanan merupakan sumber PUFA dan PUFA omega-3 terbaik di antara
pangan hewani lain. Namun demikian rantai panjang dari PUFA dan omega-3
menyebabkannya rentan terhadap suhu pemanasan yang tinggi selama pengolahan.
Maka perlu diketahui perubahan profil asam lemak yang terjadi setelah proses
perebusan dan penggorengan supaya bisa dicari solusi bagaimana menghambat
penurunan PUFA tersebut.

Dengan menggunakan metode eksperimen, rancangan acak lengkap faktorial 2x3,


dibandingkan perubahan profil asam lemak yang terjadi pada ikan yang diambil secara
simple random sampling antara nila hasil budidaya air tawar dan lemuru dari laut
dengan perlakuan segar, direbus dan digoreng. Data dianalisis dengan analisis varians
dan dilanjutkan ke LSD bila diperlukan.

Dari analisis profil asam lemak didapatkan bahwa persentase asam lemak nila lebih
rendah secara nyata dibanding lemuru untuk semua jenis asam lemak, hal mana lebih
disebabkan oleh total lemak nila yang lebih rendah dari lemuru. Ikan yang direbus
memiliki prosentase PUFA omega-3 dan lemak yang tidak berbeda nyata dengan ikan
segar, bahkan kandungan PUFA dan PUFA omega-6 meningkat nyata setelah direbus.
Terjadinya pemekatan konsentrasi bahan tidak menguap selama proses perebusan
berpengaruh terhadap peningkatan tersebut di samping hasil ini menunjukkan bahwa
rantai PUFA ikan masih cukup stabil pada suhu perebusan 98–1000 C. Baru pada suhu
penggorengan 145–1680C terjadi perubahan nyata pada semua jenis asam lemak

76
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

dimana PUFA, PUFA omega-3 dan PUFA omega-6 mengalami penurunan, sedang SFA
mengalami peningkatan. Penurunan tertinggi terjadi pada PUFA omega-3 yaitu
mencapai 50percent dari keadaan segar.

Terbukti bahwa oksidasi thermal telah memecah rantai PUFA menjadi asam-asam
lemak berantai lebih pendek. Penyerapan minyak goreng yang kaya SFA ke ikan
memberikan kontribusi rantai medium yang tidak membahayakan kesehatan.
Didapatkan pula bahwa rasio omega-6/omega-3 masih di bawah 4 untuk semua
perlakuan dan interaksi perlakuan. Lemuru yang direbus secara deskriptif menunjukkan
nilai PUFA, omega-3 dan omega-6 tertinggi.

Dengan demikian terbukti bahwa terdapat perbedaan profil asam lemak antara nila dan
lemuru, dan antara ikan segar dengan ikan goreng. Sedang pada ikan rebus kandungan
PUFA, omega-3 dan omega-6 masih dapat dipertahankan sehingga menjadi pilihan
terbaik untuk dikonsumsi, walau masih perlu penelitian lebih lanjut terhadap aspek
pengemasan pindang ikan supaya tak perlu digoreng dulu sebelum dikonsumsi.
LAEK

FERMENTATION
113
Uji Manfaat dan Makanan Hasil Fermentasi Sari Pisang/Suryana Purawisastra.-- Bogor :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2000.-- 42p.

ABSTRAK :

Pisang busuk umumnya mengeluarkan cairan yang banyak mengandung glukosa,


karena aktivitas enzim pektolitik amilase. Glukosa mudah dimanfaatkan oleh
mikroorganisme, diantaranya adalah khamir Rhodotorula glutinis. Khamir ini
menghasilkan asam lemak linoleat dan linolenat, senyawa ergosterol (pro-vitamin D3),
dan pigmen karotenoida.

Tujuan penelitian ini untuk menguji keamanan produk fermentasi sari pisang dengan
khamir Rhodotorula glutinis pada hewan percobaan, kemudian menguji daya terimanya.
Jenis pisang yang digunakan adalah semua jenis pisang. Biakan khamir Rhodotorula
glutinis yang digunakan pada proses fermentasi adalah dalam bentuk suspensi sel
khamir. Komposisi medium yang dicoba pada fermentasi ada 5 jenis medium yang
berbeda komposisinya untuk memperoleh produk fermentasi yang optimal.

Hasil fermentasi diuji keamanannya pada tikus putih. Selain sari pisang hasil fermentasi,
juga diuji sari pisang utuh, medium sari pisang optimal tanpa fermentasi, dan inokullum
khamir Rhodotorula glutinis. Pengujian dilakukan selama satu bulan. Setelah diketahui
dari hasil hewan percobaan bahwa produk ferementasi sari pisang tidak ditemukan efek
negatif, kemudian dilakukan uji penerimaan. Makanan yang diuji adalah dalam bentuk
minuman, diuji oleh 30 panelis di Puslitbang Gizi, meliputi rasa, aroma, warna, dan
kesan di mulut, serta nilai total penerimaan, tingkat kesukaan dalam bentuk nilai.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa tikus memperlihatkan perbedaan kanaikkan berat


badan yang nyata dibandingkan dengan kelompok kontrol. Demikian juga dengan berat
organ. Perbedaan kenaikkan berat badan ini tampaknya berhubungan dengan jumlah
ransum yang dikonsumsi, tetapi perbedaan ini tidak nyata. Sedangkan hasil

77
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

pengamatan terhadap perkembangan fisik, tidak diketemukan kelainan antara kelompok


perlakuan dan kelompok kontrol. Hasil uji penerimaan menunjukkan total penerimaan
sari pisang hasil fermentasi terbanyak pada tingkat agak suka (40percent), 26,7percent
sangat suka, 20percent suka, 6,7percent biasa saja, 6,7percent tidak suka, dan
0percent sangat tidak suka.

Dari hasil di atas dapat disimpulkan, produk fermentasi sari pisang menggunakan khamir
Rhodotorula glutinis secara umum tidak memperlihatkan efek negatif, kecuali penurunan
berat badan. Disarankan untuk dilakukan uji toksisitas secara mendalam.
BPPK,FGIZ

FINANCIAL MANAGEMENT, HOSPITAL


114
Analisis Biaya Satuan Sectio Caesaria dengan Metode Activity Based Costing (ABC)
dan Double Distribution (DD) sebagai Dasar Penetapan Tarif di RSUD A.W. Sjahranie/
Esty Indriyanti.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.--
86p.

ABSTRAK : Lihat nomor 66

FISHES
115
Perubahan Profil Asam Lemak Omega-3 pada Lemuru (Sardinella longiceps) dan Nila
Merah (Oreochromis sp.) karena Proses Pereusan dan Penggorengan/Wahyu
Sulistyowati.--Surabaya : Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2001.-- irr p.

ABSTRAK : Lihat nomor 112

116
Penentuan Sisa Makanan Pasien Rawat Inap dengan Metode Taksiran Visual Comstock
di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta/Rini Murwani.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 68p.

ABSTRAK :

Groups or individual commonly uses plate waste data for evaluating effectiveness of
food service and adequacy of dietary intake. The most commonly used method of
assessing plate waste is actual physical weighing of returned edible food items. A visual
method of assessing plate waste has been proposed as less time consuming and more
efficient method.

The objective of this study was to quantify the magnitude the accuracy (bias and the
imprecision) of visual estimates used the 6-point Comstock scale. The cross sectional
study was performed for 3 months, and the study sample was individual food serving.
Dietitians using the 6-point Comstock scale carried out collection data of plate waste.
Product-moment correlation coefficients were calculated to examine the associations
between estimated and actual weights, and paired t-tests were used to determine
whether those bias values were significantly different from zero.

The results showed that the correlation between the converted visual estimates of waste
and weight waste were positive and very high, averaging 0,93 (range 0,91 to 0,95).

78
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

There was no statistical significant difference (p>0,05) between amount of bias in the
converted visual estimates, with actual being by an average of 0,5 g (range 0,32 to
0,63). The imprecision of the visual estimated averaged 1,81 g (range 0,11 to 1,24).

The conclusions of this study was the correlations between the converted visual
estimates of waste and weighed waste are positive and very high, therefore the visual
estimates of plate waste can be used for as substitute of food weighing.
ABFK

FOOD, FORTIFIED
117
Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan dari Tepung Formula Tempe dengan
Fortifikasi Fe terhadap Penambahan Berat Badan dan Kadar Hemoglobin pada Balita
KEP+Anemia di Kecamatan Benowo Kota Surabaya/Rita Ismawati.-- Surabaya :
Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2000.-- irrp.

ABSTRAK : Lihat nomor 9

FOOD HABITS
118
Pengembangan Kebiasaan Makan yang Baik pada Usia Bawah Tiga Tahun (Batita)
melalui Posyandu/Trintrin Tjukarni et al.-- Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan
Gizi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 44p.

ABSTRAK :

Pedoman yang memuat pengetahuan serta cara-cara penyiapan makanan untuk balita
yang dapat disampaikan secara operasional di Posyandu sangat diperlukan untuk
meningkatkan pengetahuan gizi ibu. Hal ini dapat membantu pembentukan kebiasaan
makan anak secara dini, sehingga anak dapat tumbuh kembang dengan optimal untuk
menghasilkan sumberdaya manusia yang lebih baik di masa yang akan datang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perubahan perilaku ibu dalam memberikan
makanan yang bergizi kepada anak usia balita melalui penyuluhan gizi. Disain penelitian
adalah kuasi-eksperimen non-randomized pre-test dan post-test dengan grup kontrol.
Pada responden di kelompok perlakuan diberikan intervensi penyuluhan gizi dengan
disertai uji-coba buku pedoman pemberian makan pada balita. Penelitian dilakukan di
Kotamadya Bogor yaitu di Posyandu Wijaya Kusumah (RW 08) Kelurahan Kebon Pedes
Tanah Sereal) dan di Posyandu Mawar (RW 09) dan Anggrek (RW 10) keduanya di
Kelurahan Ciwaringin, Bogor Tengah. Responden penelitian adalah ibu-ibu pengguna
Posyandu yang mempunyai anak usia 12-35 bulan (balita). Jumlah responden yang
mengikuti penelitian secara lengkap sebanyak 23 ibu di kelompok perlakuan dan 20 ibu
di kelompok kontrol.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyuluhan gizi disertai dengan pemberian
buku Pedoman Pemberian Makan pada Balita dapat meningkatkan pengetahuan gizi ibu
serta praktek pemberian makan pada anak balitanya. Pada akhir penelitian terdapat
peningkatan pengetahuan ibu pada kelompok perlakuan, yaitu jumlah ibu yang tahu
tentang gizi umum meningkat dari 17,4percent menjadi 73,9percent; ibu yang tahu cara
pemberian makanan pada anak balita meningkat dari 43,5percent menjadi 87,0percent;
dan yang tahu cara pemberian makanan pada bayi meningkat dari 13,0percent menjadi

79
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

43,5percent. Pada kelompok kontrol terdapat juga peningkatan jumlah ibu yang tahu
tentang hal tersebut, dalam jumlah yang lebih kecil. Jumlah ibu yang tahu tentang gizi
umum pada kelompok kontrol meningkat dari 15percent menjadi 50percent; ibu yang
tahu cara pemberian makan anak balita tidak ada peningkatan yaitu tetap berjumlah
50percent, dan ibu yang tahu tentang cara pemberian makan pada bayi meningkat dari
10percent menjadi 20 percent.

Pada akhir penelitian terdapat peningkatan frekuensi konsumsi bahan makanan sumber
protein dan sayur-sayuran pada kelompok perlakuan, sedangkan pada kelompok kontrol
tidak terdapat peningkatan. Pada akhir penelitian terdapat peningkatan status gizi anak,
yaitu jumlah anak dengan status gizi baik meningkat dari 56,5percent menjadi
60,9percent, sedangkan pada kelompok kontrol malah terjadi penurunan status gizi,
yaitu anak dengan status gizi baik menurun dari 85percent menjadi 75percent. Pada
kedua kelompok tidak terdapat anak dengan status gizi lebih.
BPPK,FGIZ

119
Pola Pemberian Makan Anak (6-18 bulan) dan Hubungannya dengan Pertumbuhan dan
Perkembangan Anak pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin/Vita Kartika M. et al.--
Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 32p.

ABSTRAK : Lihat nomor 47

FOOD SERVICE, HOSPITAL


120
Pengaruh Pelatihan Asuhan Gizi dalam Meningkatkan Kinerja Ahli Gizi terhadap
Pelayanan Gizi Ruang Rawat Inap di RSUD Dr. Soetomo Surabaya/Indrawati Nurlela.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irr p.

ABSTRAK :

The global market competition should be anticipated by health care professional,


including dietitian. Dietitian work for inpatient is one of hospital nutrition department
staffs, which have to provide for inpatient. They are expected to make a better image of
nutrition department in the hospital. Therefore training is needed to improve dietitian
performance in achieving a professional work standard.

The objectives of this research to study the association between the nutrition training
and dietitian performance. This research is a pre-experimental with before-after design
without control group. Subjects: 15 inpatient dietitians, and 90 inpatients in Dr. Soetomo
hospital Surabaya. Data were collected through observation and assessment using
questionnaires and checklist. T-test, chi-square and regression analyzing was used to
analyze the data on knowledge, attitude, compliance, service output and patient
satisfaction.

This research found that there were improvements in knowledge (5,33 point; p<0,05),
and attitude (9,54 point; p<0,05) after the training. There were also improvements on
dietitian performance, as seen for compliance (50,42 point; p<0,05 in the first month,
56,16 point; p<0,05 in the second month, 54,11 point; p<0,05 in the third month). It was

80
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

found improvements on service output (12,86 point; p<0,05 in the first month, 12,40
point; p<0,05 in the second month 11,06 point; p<0,05 in the third month). There were no
differences on patient satisfaction, except on vegetables eaten for lunch (p=0,028),
vegetables eaten for dinner (p=0,040) and fruit eaten for lunch (p=0,015).

It can be concluded that there were improvements on dietitian’s knowledge, attitude,


compliance and service output, but there was no differences on patient satisfaction after
the training.
ABFK

FOOD SERVICES
121
Pengaruh Penggunaan Menu Pilihan Berdasarkan Kesukaan Makan terhadap Tingkat
Kepuasan Pasien Paviliun RSUD Dr. Moewardi Surakarta/Budiyanti Wiboworini.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.--102p.

ABSTRAK :

Nowadays people do not only need the availability of health services. Quality of health
service is a demand. To win the competition among hospitals, a manager must consider
patient’s satisfaction. One of the hospital services that could raise patient satisfaction is
food service. Considering patient’s food preferences is one of the efforts in order to
increase patient’s satisfaction of food services. Study was conducted to examine the
effect of the choice menu usage based on food preferences toward patient’s satisfaction
and their plate waste.

The study was held on 2 stages, the first was a cross sectional survey to examine the
patient’s food preferences. The second stage was a quasi experiment using a pretest-
posttest controlled group design. Subjects were the patients of RSUD Dr. Moewardi
Surakarta with certain criteria. One hundred and one subjects were examined during the
first stage by purposive sampling. During the second stage we offered alternative menu
based on the first stage results as treatment. Sixty-four subjects divided into 2 groups:
controlled group and treatment group to compare the patient’s satisfaction and their
plate waste. The plate waste was measured by weighing, and patient’s satisfaction was
examined using a questionnaire.

From the first stage of the survey, most of patients who were interviewed could receive
the foods offered. As alternative menu, offered “mie rebus” and “nasi goreng”. During
the second stage, the best consumption was animal protein (consumed more than
75percent by 86,3percent of patients), and the worst was vegetables (only 15percent).
There were no differences of food acceptability between treatment group and controlled
group. Generally patient’s satisfaction was high (>69percent), but plate waste of rice or
the substitute was still high (>29percent). There were no differences of patient’s
satisfaction degree and their plate waste before and after treatment.
ABFK

FRUIT
122

81
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Uji Manfaat dan Makanan Hasil Fermentasi Sari Pisang/Suryana Purawisastra.-- Bogor :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2000.-- 42p.

ABSTRAK : Lihat nomor 113

GLAUCOMA
123
Pengaruh Exercise Anaerob dengan Cara Kontraksi Isometrik Dibanding Exercise
Tanpa Mencapai Fase Anaerob terhadap Tekanan Intraokular pada Penderita
Glaukoma/Abdi Kelana Putra.-- Jakarta : Bagian Ilmu Penyakit Mata, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 35p.

ABSTRAK : Lihat nomor 101

GOITER
124
Pola Konsumsi Makanan dan Deficiensi Seng (Zn) : Kaitannya dengan Tinggi Badan
pada Anak Sekolah Dasar di Desa Gondok Endemik dan Non Endemik Kabupaten
Malang/Asmika.-- Surabaya : Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2000.-- irrp.

ABSTRAK : Lihat nomor 28

GROWTH
125
Konseling Gigi dan Kesehatan untuk Pertumbuhan dan Perkembangan Motorik Kasar
Anak Kurang Gizi Penderita ISFA di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah/Heryudarini
Harahap.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 94p.

ABSTRAK :

Children malnutrition most likely results from poor quantity and quality of food and high
infection. The acute respiratory infection (ARI) is still the main infection in malnourished
children. They have relationship with the parent ability for buying food, food pattern,
health behavior, and sanitation. Part of these factors can be changed with nutrition and
health counseling.

The study was conducted to examine the effect of nutrition and health counseling on
consumption, growth and gross motor development of malnourished children with ARI.

The study was quasy experimental with time series design. The subjects were
malnourished children based on weihgt/age or length/age, we come to community health
services (Puskesmas), were diagnosed had ARI. Two Puskesmas was selected based
on the prevalence of ARI at Kebumen, then puskesmas were randomized by nutrition
counseling or not. Mothers or caretakers were asked to come to puskesmas for 5 times
during 2 months. The first was when the child had diagnosed ill. The second and third
visited was 1 week 2 weeks after the first visited. The fourth and the fifth was one and 2
months after the first visited. The food consumption, weight, and gross motor,
development were carried out each visited.

82
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

The result showed that the calorie consumption of ≤12 months old children whose
mother received counseling 10,1percent higher than the children whose mother didn’t
receive counseling. No significant effect of counseling for protein consumption of ≤12
months old children and no significant effect of counseling for calorie and protein
consumption of >12 months old children. Children whose mother received counseling
had 0,152 standard deviation was higher than children whose mother didn’t receive
counseling. The counseling also had positive significant effect to gross motor
development. The number of children whose mother received counseling that moved to
higher gross motor development after counseling larger than the number of children
whose mother didn’t received counseling.
ABFK

126
Status Gizi, Pertumbuhan dan Asupan Makanan Penderita Infeksi Tuberkulosis Siswa
Sekolah Dasar di Kodya Yogyakarta/Aimarosa.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 56p.

ABSTRAK : Lihat nomor 82

127
Status Gizi, Status Pertumbuhan, dan Asupan Makanan pada Penderita Asma : Suatu
Penelitian pada Siswa SLTP di Kotamadya Yogyakarta/Elisa.-- Yogyakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2000.-- irrp.

ABSTRAK : Lihat nomor 20

HANTAVIRUS
128
Penelitian Infeksi Hantavirus Penyebab Haemorrhagic Fever with Renal Syndrome
(HFRS) di Beberapa Kota Pelabuhan Laut di Indonesia (Tahap I)/Ima Nurisa Ibrahim et
al.-- Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi Kesehatan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- irr p.

ABSTRAK :

Penelitian infeksi Hantavirus penyebab demam berdarah dengan sindrom renal


(haemorrhagic fever with renal syndrome = HFRS) dilakukan di derah perimeter dan
pemukiman di daerah buffer Pelabuhan Makasar, Propinsi Sulawesi Selatan serta di
daerah perimeter Pelabuhan Sekupang dan Batu Ampar dan daerah pemukiman
semipermanen, Tiban Lama dan daerah hutan/kebun di antara kedua pelabuhan
tersebut di Pulau Batam, Propinsi Riau pada bulan September sampai dengan
Desember 1999.

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari gambaran epidemiologi penyakit HFRS


secara komprehensif, menyeluruh dan mendalam dan menentukan model upaya
penanggulangan masalah yang akan muncul. Di daerah buffer Pelabuhan Makasar
diamati sebanyak 95 rumah dan 191 orang responden penghuni rumah diwawancarai
menggunakan kuesioner terstruktur serta didapat 214 contoh serum darah vena
penduduk.

83
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Hasil wawancara memperlihatkan 92,1percent penduduk berpendidikan sekolah dasar


atau lebih tinggi. Mata pencaharian mereka beragam (55,5percent) yaitu sebagai
pedagang, nelayan, pegawai pelabuhan, buruh pabrik dan sisanya tidak mempunyai
pekerjaan tetap (44,5percent). Umumnya penduduk mengetahui adanya penyakit
bersumber hewan atau tikus (75 percent). Sebagian besar rumah (80,8percent) memiliki
tanda-tanda kehidupan tikus di dalam rumah dan 75,8percent di luar rumah. Hewan
ternak dan hewan peliharaan lainnya sangat jarang ditemui hanya terlihat beberapa
ayam dan kucing berkeliaran dan pada sebuah rumah terlihat burung di dalam sangkar.

Sebanyak 204 ekor rodensia (tikus dan mencit) dan insektivora (cecurut) liar yang terdiri
dari 3 spesies tikus yaitu Rattus exulans, Rattus makassarius, dan satu spesies mencit
Mus musculus serta satu spesies cecurut yaitu Suncus murinus berhasil ditangkap di
perumahan di daerah buffer pelabuhan maupun di perkantoran di daerah perimeter
pelabuhan dengan keberhasilan penangkapan cukup tinggi yaitu antara 8,8percent-
9,1percent. Spesies tikus dan cecurut ini lebih dikenal sebagai reservoir penyakit
demam berdarah Korea. Berbagai ektoparasitnya juga ditemukan seperti pinjal yang
dikenal sebagai vektor penyakit pes dan murine typhus menginfestasi 67,1 percent
hewan dengan indeks pinjal 0,5–1,1. Tungau menginfestasi 27,5 percent hewan,
sedangkan chigger (gurem) yang dikenal sebagai vektor penyakit scrub typhus
ditemukan menginfestasi 10,7 percent hewan.

Di daerah pemukiman Tiban Lama yang terletak di antara Pelabuhan Sekupang dan
Batu Ampar di Pulau Batam diamati sebanyak 90 rumah dan 202 orang responden
penghuni rumah diwawancarai menggunakan kuesioner terstruktur serta didapat 140
contoh serum darah vena penduduk.

Hasil wawancara memperlihatkan 88,1percent penduduk berpendidikan sekolah dasar


atau lebih tinggi. Mata pencaharian mereka umumnya buruh pabrik (56,4percent)
sebagian pedagang, nelayan, pegawai pelabuhan (14,9percent) dan sisanya tidak
mempunyai pekerjaan tetap (28,7percent). Hanya 43percent penduduk mengetahui
adanya penyakit bersumber hewan atau tikus. Sebagian besar rumah (77,8percent)
memiliki tanda-tanda kehidupan tikus di dalam rumah dan 71percent di luar rumah.
Sebanyak 36percent penduduk memiliki hewan pelihara yang sebagian besar burung
(70percent), kucing (34percent) dan anjing (6percent). Sebanyak 185 ekor rodensia
(tikus) liar yang terdiri dari 4 spesies yaitu Rattus exulans, Rattus norvegivus, Rattus
rattus diardii, dan Rattus whitheadi berhasil ditangkap di daerah perimeter Pelabuhan
Sakupang dan Batu Ampar serta daerah pemukiman Tiban Lam di antara kedua
pelabuhan tersebut dan daerah hutan di sebuah bukit di dekat Pelabuhan Sekupang
dengan keberhasilan penangkapan cukup tinggi yaitu antara 0,3percent - 8,6percent.
Selain R. whiteheadi semua spesies tikus tersebut telah dikenal sebagai reservoir
penyakit demam berdarah Korea.

Berbagai ektoparasitnya ditemukan seperti pinjal yang dikenal sebagai vektor penyakit
pes dan murine typhus menginfestasi 2,2percent hewan dengan Indeks Pinjal 1,0--7,0.
Tungau menginfestasi 13,9percent hewan, sedangkan chigger (gurem) yang dikenal
sebagai vektor penyakit scrub typhus ditemukan menginfestasi 1,1percent hewan.
BPPK

HEALTH EDUCATION
129

84
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Pengaruh Pelatihan Asuhan Gizi dalam Meningkatkan Kinerja Ahli Gizi terhadap
Pelayanan Gizi Ruang Rawat Inap di RSUD Dr. Soetomo Surabaya/Indrawati Nurlela.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irr p.

ABSTRAK : Lihat nomor 120

130
Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis Masyarakat
dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat/Paiman Suparmanto et al.--
Surabaya : Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan dan Teknologi Kesehatan,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- irrp.

ABSTRAK : Lihat nomor 71

131
Pengaruh Pendidikan Gizi tentang Garam Beryodium terhadap Pengetahuan, Sikap dan
Penggunaan Garam Beryodium Berkualitas di Daerah Gondok Endemik di Propinsi
Bali/Anak Agung Gde Raka Kayanaya.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 107p.

ABSTRAK :

Goiter that is now called IDD (Iodine Deficiency Disorder) or Indonesian is GAKY
(Gangguan Akibat Kekurangan Yodium) is a disease causing big health problem in
community. The effects were not only cretine and goiter, but also IQ of the children that
is 10-13,5 points lower than normal children. One of the methods to prevent and cure
goiter was by giving iodine salt. This program has been done by the Indonesian Health
Department since 1975 but the results were not the same as expected. In Bali the
households consuming iodine salt was only 32,6percent, while in the minimum national
level was 65,18percent. Karangasem one of the regencies categorized as heavy
endemic consumed only 20,6percent.

This study was aimed at learning the differences of knowledge, attitude and use quality
of iodine salt before and after nutrition education given to the treatment and control
groups. This study took place in Bebandem Sub-District, Karangasem Regency, Bali and
was located in two village Jungutan (treatment group) and Bungaya Kangin (control
group). In the village of treatment group nutrition education about iodine salt was given
by ways of public lectures, question and answer, slide and VCD about IDD show, iodine
salt samples and billboards. This was a quasi-experimental study pretest and posttest
with control group design (Cook and Campbell, 1979). The population were housewives
of whom the husbands as a substitute generation and they do not use iodine’s salt, were
able to read and write, age ≤ 45 years, and elementary school education. The samples
were 34 housewives. To find out the differences of variables t-test was applied with CIF
95percent (α=0,05).

The results showed that there was significant difference of knowledge about iodine salt
before and after the nutrition education between treatment and control groups. There
was not significant difference of attitude toward iodine salt between treatment and
control groups. There was significant difference of see and quality of iodine salt before
and after nutrition education between treatment and control groups. The nutrition
education about iodine salt was given by ways of public lectures, question and answer,

85
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

slide and VCD about goiter show, iodine salt samples and billboards can be able on
knowledge and use iodine salt quality of housewives at endemic goiter.
ABFK

132
Pengaruh Pendidikan Gizi pada Suami terhadap Kepatuhan Minum Pil Besi dan Kadar
Haemoglobin (Hb) Ibu Hamil di Wilayah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2000/Muhammad Dawah Jamil.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irr p.

ABSTRAK :

Anemia in Indonesia was still prevalent, base WHO criteria were high 40percent anemia
prevalent in category high. Schultink, 1993 was explaining high anemia prevalent in
Indonesia caused poor compliance consumption iron pill. Triratnawati, 1998, base
research in Purworejo, Jawa Tengah was explaining, necessary participations husband
in prevent wife health with by means of attentive iron pill consumption. Increase
comprehension place directly opposite anemia and iron pill, husband more pay attention
iron consumption with the result that increase compliance iron pill consumption and level
hemoglobin and decrease prevalent anemia pregnancy.

The objective of this study was conducted to examine the effect nutritional education in
husband place directly opposite anemia and iron pill increase knowledge attitude, and
practice nutritional husband compliance iron pill consumption pregnancy, and level
hemoglobin.

The study was a quasy-experiment with pre-test control design. Studies located take in
Bantul District, Yogyakarta Province with embrace iron pills above district (69,7percent)
was Bantul, and Pajangan, Bantul sub district was treatment groups. Pundong and
Bambanglipuro, Bantul sub district was control groups. Subject was husband with
pregnant 20--28 weeks gestation lives together every day. In pre studies measure
knowledge, attitude, and practice nutritional husband in treatment groups with
questionnaire, and level hemoglobin pregnant in treatment and control groups with cyan
met-hemoglobin methods. Nutritional education give in-group and two weeks later
repeatedly visited home base nutritional education procedure. In lasted studies
measured knowledge, attitude, and practice nutritional husband compliance pills
consumption, and level hemoglobin in 36-weeks gestation.

The results showed that nutritional education treatment in treatment groups increase
knowledge, attitude, and practice nutritional husband average in succession
20,85percent, 14,78percent, and 27,53percent. Base multivariate analysis nutritional
education increases 24-point knowledge, 15-point attitude, and 29-point practice
nutritional. Compliance pills consumption pregnant in treatment groups higher
39,86percent consideration control groups with average percentage pill consumption
15,93percent higher. Base multivariate analysis nutritional educational give effect 16
point more high compliance pills consumption pregnant. Increase level hemoglobin not
difference in treatment groups and control groups. Base multivariate analysis nutritional
education gives effect increase level hemoglobin 1,3 point.

The conclusion of this study was nutritional education be able increase knowledge,
attitude, and practice nutritional husband. Compliance pills consumption pregnant more

86
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

high in treatment group consideration control groups. Nutritional education be able


increase level hemoglobin grow up 1,3-point.
ABFK

133
Peranan Pendidikan Kesehatan pada Ibu terhadap Reinfeksi Penyakit Cacing pada
Anak Usia Sekolah Dasar/Dwi Astuti.--Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada, 2001.-- irr p.

ABSTRAK :

Intestinal helminthiasis is still considered by villagers in Indonesia as common child


disease. Parents do not know well that intestinal helminthiasis may have bad effect on
child health. Unhealthy attitude of children results in high prevalence rate intestinal
helminthiasis. The types of intestinal helminthes generally found in children are Ascaris
lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus and Ancylostoma duodenale.
Based on the mode the transmission this species is called soil-transmitted helminthes.
Health education for mothers is expected to change the behavior of mothers and
children, so that the number of intestinal helminthes may decrease or may be prevented.

The methods were quantitative study of non-randomized group using pre-test and post-
test design. The subjects were 151 mothers consisting of 80 mothers in the treatment
group and 71 mothers on control group. The data were gathered using questionnaires;
while statistical test was conducted using student t-test in SPSS program in find out the
improvement knowledge, attitude and behavior.
Result showed that health education on intestinal helminthiasis could improve
knowledge, attitude and behavior of mothers in preventing intestinal helminthiasis
reinfection. Conclusions health education on intestinal helminthiasis could improve
knowledge, attitude and behavior of mothers to prevent intestinal helminthiasis
reinfection among elementary school children.
ABFK

HEALTH PERSONNEL
134
Analisis Kebutuhan Tenaga Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Palu Propinsi Sulawesi
Tengah/Anwar Lanasi.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada,
2001.-- irr p.
ABSTRAK :

The development of human resource as an integral part of the health development is


directed to fulfill the needs of amount and kind of health qualified labors in meeting all
kinds of the needs of health service. This research aims to know the needs of health
labors and their quantity in quality in the Health Office of Palu City. The Health Office of
Palu City has no clear pattern to be used in calculating in analyzing the needs of labors.

This research includes the explorative descriptive research and qualitative approach, for
finding and obtaining the information for analysis of labor need in the Health Office of
Palu City. The ability possessed presently, was compared in setting the labor analysis of
each working units correlating with the description and specification of job in the Health
Office of Palu City. The kind of data used in this research was primary and secondary

87
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

ones. The primary data were obtained through holding questionnaire, interviews and
observation, while the secondary data were obtained through tracking official notes
(document) and literature study and the regulation.

The research result shows that setting of planning strategic health labors was not done
well so the needs analysis of labor quantitatively and qualitatively is difficult to plan well.
The need of labors proposed by the Health Office of Palu City was only temporary need
(short run). Then the total health care for preserving health service, especially those
working at the Implementing Units of Official Technique (General Hospital and
Community Health Center) are still lacking.
ABFK

135
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Drop Out Kader Posyandu di Kecamatan
Mrebat dan Kecamatan Purbalingga/Yakobus Yuwono.-- Yogyakarta : Program
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 140p.

ABSTRAK :

Posyandu is a village health post designed to provide primary health service and family
planning. The role of cadre is highly important factor to conserve posyandu activities,
therefore, it is necessary to reduce dropouts rate. And in Sub-district of Purbalingga in
1999, the percentage in active cadres as way 49,9percent and Sub-district of Mrebet as
much as 44,8percent. The prevalence of cadre drops out and what factor is unknown.
This study was conducted to describe the prevalence of drop out cadre and factors most
dominantly affecting it.

Design of this study was a case control study. Qualitative study consisting of focus group
discussion (FGD) and in-depth interview was also done to support the study. Cases
were all drop out cadres living in Purbalingga and Mrebat sub-district regency of
Purbalingga while controls were cadre who where still active living in Purbalingga and
Mrebet sub-district, regency of Purbalingga. Subjects of this study consist of 59 cases
and 72 controls.

Result of the study was the prevalence drops out of posyandu cadre in sub-districts of
Mrebet and Purbalingga was 25,8percent. Based on multiple logistic regression models
showed that the older cadres, higher risk of drop out (p<0,05). The longer cadre, the
lower risk of drop out (p<0,05), and the presence of reward/compensation for cadres will
reduce risk of drop out (p<0,05). While, health personnel guidance, village personnel
visit, key persons subsidy, and family relationship were not significant (p<0,05) toward
the occurrence of drop out. Result of qualitative study showed that the health personnel
role. Village personnel role, and key person are poor; in fact they are extremely
necessary.
This study concluded that the absence compensation, age of the cadre of > 50 old, and
duration of cadre <10 years were the most important risk factor associated with drop out.
ABFK

136

88
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Perencanaan Kebutuhan Tenaga Puskesmas Studi Kasus di Dinas Kesehatan Kota


Surakarta/Siti Wahyuningsih.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, 2001.-- irr p.
ABSTRAK : Lihat nomor 56
HEALTH POLICY
137
Prospek Penerapan Kebijakan Desentralisasi pada Kantor Kesehatan Pelabuhan
Cilacap/Liesay Hans.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada,
2001.-- irr p.
ABSTRAK :
The purpose of the research is to know Cilacap Port Health Office, and what factors are
supporting or restricting decentralization policy should adopt weather decentralization.
The factors, which plays important role in decentralization policy in human and non-
human resources. According to Indonesian Law No. 22, 1999, health affairs become the
responsibility of the Regency Autonomy. However, according to Government Regulation
No. 25, 2000, quarantine is still under the responsibility of the Port Health Office as a
Central Government Regulation No. 25, 2000, quarantine is still under the responsibility
of the Port Health Office as a Central Government authority. In this study, the
perceptions of all Port Health Officers in Indonesia, and the special case, Cilacap Port
Health Office were studies.
This research is a case study to describe weather the officials and stakeholders at
Cilacap Port Health Office prefer decentralization is applied or the policy remains
decentralization of the National Ministry of Health to the local office. Interviews were
conducted to Cilacap Port Health Officer and politicians at House of Representative,
officials on Board of Planning and Development of Cilacap Regency and Cilacap Health
Service with unstructured questioners. The survey was conducted to Port Health Officers
in Indonesia.
The result of the study showed that resources were lacking to support the autonomy of
the Cilacap Port Health Office. Decentralization is not preferable policy. It is therefore
suggested that decentralization of Cilacap Port Health Office should not be
implemented.
ABFK
HEALTH SERVICES
138
Analisis Mutu Pelayanan ANC di Puskesmas dan Bidan Praktek Swasta di Kota
Pekalongan/Dwi Hari Wibawa.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, 2000.-- 18p.

ABSTRAK : Lihat nomor 50


139
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Pusat
Jakarta dan Sanatorium Dharmawangsa dalam Pemilihan Jalur Pelayanan Kesehatan
Pertama Kali dan Keterlambatan Kontak ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Jiwa/Dharmady Agus.-- Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.--
94p.

ABSTRAK :

89
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Skizofrenia merupakan gangguan psikiatrik yang paling banyak menimbulkan masalah


baik medik, psikologik, maupun sosial yang dapat menimbulkan disfungsi sosial,
pekerjaan, maupun perawatan diri. Pengobatan psikiatri modern dan sistem pelayanan
kesehatan untuk pasien gangguan mental di Indonesia sudah lebih baik, tetapi pasien
dan keluarga belum memanfaatkannya dengan optimal.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran umum pola-pola perilaku
pencarian jalur pelayanan kesehatan pasien skizofrenia dan keluarganya dan hal-hal
yang melatarbelakanginya, sekaligus untuk mengetahui faktor penentu utama yang
mempengaruhi pasien skizofrenia dalam pemilihan jalur pelayanan kesehatan pertama
kali dan keterlambatan kontak ke fasilitas pelayanan kesehatan jiwa.

Bahan dan metode yang dipakai adalah hasil kuesioner 100 subyek skizofrenia yang
mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan jalur pelayanan kesehatan
pertama kali dan keterlambatan kontak ke fasilitas pelayanan kesehatan jiwa, yang
kemudian diuji dengan Fisher’s Exact Test, t-test for Equality of Means dan Regresi
Logistik.

Hasil analisis regresi logistik menunjukkan : Faktor umur dan suku bangsa dari individu
skizofrenia; sikap terhadap pelayanan kesehatan dari pembuat keputusan utama dan
persepsi terhadap jenis awitan skizofrenia mempengaruhi pemilihan jalur pelayanan
kesehatan jiwa pertama kali, sedangkan faktor pekerjaan dari individu skizofrenia; sikap
terhadap pelayanan kesehatan dari pembuat keputusan utama; jarak ke fasilitas
pelayanan kesehatan jiwa terdekat dan persepsi terhadap jenis awitan skizofrenia
mempengaruhi keterlambatan kontak ke fasilitas pelayanan kesehatan jiwa.

Kesimpulan : Individu skizofrenia dengan onset umur yang tinggi saat menderita
skizofrenia kemungkinannya akan lebih memilih jalur pelayanan kesehatan jiwa pertama
kali sebesar 1.1 kali dibandingkan dengan individu skizofrenia dengan onset umur yang
rendah saat menderita skizofrenia.
BIFK

140
Mutu Pelayanan Bapelkes Abepura-Irian Jaya menurut Persepsi Pelanggan dan
Linatih/Hizkia Daundy.-- Yogyakarta : Program Psacasarjana Universitas Gadjah Mada,
2001.-- irr p.

ABSTRAK :

The purpose of this study on the one hand is to know the quality of service of Abepura
health Training Office (Bapelkes Abepura), according to the customers and the trainee’s
perception. On the other hand, this study will expose correlation of the quality of service
and the satisfaction of participants.

This study is a non-experimental cross sectional design, it used a quantitative research


design primaries data was gathered by survey with questionnaire guide. The secondary
was obtained from the document, such as activities account and the archives.
Thereafter, the data was processed and analyzed with statistical testing especially. The
Mann-Whitney, to know the correlation of the trainees and the customer’s perception and
the quality of service of Bapelkes Abepura.

90
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

There were 118 trainees and 15 customers that used Abepura Health Training Office.
The trainees consisted of 51 or 45,3percent males, and 65 or 54,7percent females
(26,7percent). According to the natives, the trainees consisted of 31 or 26,3percent
seashore Papua, 21 or 17,8percent swamp Papua, 13 or 11,0percent river Papua, 22 or
18,6percent mountain Papua and 31 or 26,3percent non Papua. The customers
consisted of 1 or 6,7percent seashore Papua, 3 or 20,0percent swamp Papua and 11 or
73,3percent non-Papua.

The result of Mann-Whitney test of customers and trainees perception to the quality of
service are 3,52 and 3,4 (mean rank). It’s all means that the trainees and the customers
have not yet contented with the quality of service. There were no difference of
perception between the trainees and customers about the quality of service and there
satisfaction. Upgrading the quality of service is important in making positive and good
perception and giving to the trainees and the customers.
ABFK

HEALTH SERVICES FOR THE AGED


141
Pengembangan Model Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Terpadu/Agus Suwandono et
al.-- Surabaya : Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- irr p.

ABSTRAK :

Pada usia lanjut terjadi perubahan biologis karena proses ketuaan dimana fungsi organ
akan berkurang sehingga timbul banyak masalah kesehatan seperti penyakit jantung
dan pembuluh darah, gangguan muskuloskeletal, penyakit infeksi TBC, ISFA, mata, gizi
gangguan endoktrin, gangguan psikososial, dan berbagai akibat dari pengaruh
lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pendidikan. Oleh karena itu diperlukan pembinaan
usia lanjut yang terpadu dan berkesinambungan baik berupa upaya preventif, kuratif,
maupun rehabilitatif dengan memperhatikan faktor lingkungan sosial budaya serta
potensi yang ada dalam masyarakat, sehingga kesehatan usia lanjut dapat terpelihara
dengan baik dan sumber daya usia lanjut dapat berfungsi sebagai aset yang bermanfaat
bagi pembangunan bangsa.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu, dengan rancangan pre test-
post test non-randomized control; dengan dilakukan ujicoba model pembinaan
kesehatan Usila terpadu di daerah studi dan membandingkannya dengan daerah
kontrol. Penelitian terdiri dari tiga tahap, dimana tahap pertama dibuat rancangan model.
Sebagai daerah penelitian dipilih Jawa Timur (Kab. Mojokerto, Kab. Jombang dan
Kodya Malang), dan Jawa Tengah (Kab. Semarang, Kab. Kendal, dan Kodya Salatiga).
Dari masing-masing Dati II dipilih 3 Puskesmas sebagai daerah intervensi dan 3
Puskesmas kontrol. Dengan demikian puskesmas intervensi dan kontrol masing-masing
berjumlah 18.

Populasi penelitian terdiri dari provider lintas program petugas Dati I, II, rumah sakit dan
Puskesmas; provider lintas sektoral terkait, organisasi sosial/masyarakat, tokoh
masyarakat, kader kesehatan, keluarga Usila, dan penduduk usia lanjut. Pengumpulan
data dilakukan dengan cara wawancara, diskusi kelompok terarah dan observasi;
sedangkan analisa dilakukan secara deskriptif.

91
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Pada penelitian tahap sebelumnya diperoleh hasil bahwa pengetahuan petugas


kesehatan tentang pembinaan kesehatan Usila sebagian besar masih kurang
(51,88percent) demikian pula pengetahuan kader Usila juga masih kurang
(79,4percent). Dalam penelitian awal tersebut dikumpulkan pula informasi dasar tentang
kesehatan Usila, pelayanan kesehatan yang ada, kerjasama lintas sektor dan
peranserta masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut kemudian dikembangkan
draft model pembinaan kesehatan usila. Di dalam model pembinaan kesehatan Usila ini
dikembangkan buku pegangan (modul) untuk petugas kesehatan Usila dan kader Usila.
Pada tahap kedua dilakukan penerapan model pembinaan kesehatan Usila tersebut di
daerah studi. Penerapan dilakukan melalui pelatihan penggunaan modul diserta dengan
pemantauan untuk mengidentifikasi hambatan dan upaya penanganannya.

BPPK,LYAN

HEALTH SURVEYS
142
Kajian Persiapan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001/Agus Suprapto; Cholis
Bachroen; Didik Budijanto.-- Surabaya : Pusat Penelitian dan Pengembangan
Pelayanan Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 23p.

ABSTRAK :

Sejak tahun 1992 SKRT sudah berintegrasi dengan Susenas, tahun 1995 SKRT
berintegrasi dengan Susenas dan SDKI. Dengan integrasi ini masih didapatkan data
yang tumpang tindih dan informasinya belum optimal. Beberapa informasi yang tumpah
tindih, menghasilkan angka yang sangat berbeda sehingga membingungkan pemakai
data, dan dinilai kurang efisien. Untuk menghemat biaya dan menghindarkan kerancuan
informasi akibat angka yang sangat berbeda, akan dilakukan penataan kembali secara
spesifik substansi dari materi-materi yang akan dikumpulkan oleh masing-masing survei.

Metoda pertama, dilakukan review substansi data yang telah dikumpulkan dan diolah
pada SKRT 1992 dan 1995 (follow up ibu hamil, morbiditas dan mortalitas), Susenas
1992, 1995, 1998 dan SDKI 1991, 1994 1997. Kedua, lokakarya dengan pengambil
keputusan dan pembuat program untuk mendapatkan masukan dalam rangka
penyempurnaan substansi.

Hasil pendekatan pelaksanaan SKRT 2001 akan tetap berprinsip pada integrasi dengan
Susenas/SDKI dan networking antara Departemen Kesehatan dengan Biro Pusat
Statistik (BPS), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Pusat-
pusat Penelitian Universitas.

Untuk menghindari pengumpulan data yang tumpang tindih, informasi kesehatan


dikelompokkan :

1. Data yang memerlukan pemeriksaan, pengukuran atau otopsi verbal akan dilakukan
oleh tenaga kesehatan SKRT
2. Informasi mengenai mortalitas dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan anak akan
dikumpulkan oleh SDKI
3. Susenas akan mengumpulkan informasi kesehatan umum lainnya yang belum
tercakup dalam point 1 dan 2 di atas.

92
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Pengumpulan data akan dilakukan oleh tenaga dari Dati I dan Dati II. Semua data yang
dikumpulkan akan direkam dalam komputer di masing-masing Dati I dan Dati II.
Selanjutnya akan dilakukan pelatihan tenaga peneliti di Dati I dan II sehingga
diharapkan setiap daerah mampu melakukan survei dan mengolah datanya sendiri.

Saran : kegiatan persiapan SKRT atau dengan sebutan Surkesnas (Survei Kesehatan
Nasional) yang terintegrasi dengan Susenas dan SDKI 2001 yang bersifat program
oriented, dengan cara pengumpulan data kesehatan dari masyarakat, maka perlu
diperhatikan keterlibatan pengambil keputusan program dalam mengembangkan
substansinya dan beberapa bagian dari pelaksanaan survei.
BPPK,LYAN

HEARING DISORDERS
143
Analisis Paparan Kebisingan Implusif dan Kontinyu terhadap Gangguan Pendengaran
Pekerja (Studi di Industri Kompor dan Bengkel Las Malang)/I. Parsaoran Tamba.--
Surabaya : Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2000.-- irr p.

ABSTRAK :

Penelitian ini bertitik tolak dari hasil pengamatan terhadap sekelompok pengrajin kompor
di Desa Tamanharjo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang dan pekerja bengkel las
jalan Bengawan Solo Malang yang melakukan pekerjaan dengan tidak menggunakan
alat pelindung telinga, padahal lingkungan kerja mereka sangat bising.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kebisingan implusif dan tingkat
kebisingan kontinyu, mempelajari efek kebisingan impulsif dan efek kebisingan kontinyu
terhadap pendengaran, mengetahui hubungan masa kerja dengan gangguan
pendengaran yang ditimbulkan kebisingan impulsif dan kebisingan kontinyu serta
membandingkan gangguan pendengaran akibat kebisingan impulsif dan kebisingan
kontinyu.

Sampel penelitian yang memenuhi kriteria sebesar 18 orang untuk obyek penelitian
bengkel las dan sebesar 26 orang untuk obyek penelitian unit kompor dan jumlah secara
keseluruhan sebesar 44 orang.

Metode penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan pendekatan


secara cross sectional untuk melihat hubungan antara variabel bebas yaitu jenis
kebisingan dan masa kerja dengan variabel terikat yaitu gangguan pendengaran. Data
yang dianalisis berasal dari pengukuran intensitas kebisingan dan hasil pemeriksaan
audiometri. Teknik analisis data dengan menggunakan uji chi kuadrat dan uji regresi
ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kebisingan impulsif masih di bawah ambang
batas dengan intensitas rata-rata terendah antara 94,2--102,9 dB(A) dan intensitas rata-
rata tertinggi 103--111,2 dB(A) dengan jumlah ketukan antara 11.522--27, 360 kali.
Sedangkan jenis kebisingan kontinyu telah melebihi nilai ambang batas dengan
intensitas terendah antara 95,4--100,6 dB(A) dan intensitas rata-rata tertinggi antara
95,9--101,8 dB(A). Dari hasil penelitian juga ditemukan gangguan pendengaran sebesar
3,85percent untuk kebisingan impulsif dan gangguan pendengaran sebesar

93
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

27,78percent untuk kebisingan kontinyu. Juga ditemukan hubungan antara masa kerja
dengan gangguan pendengaran telinga kanan sebesar 0,75 dengan besar pengaruh Y =
6,855 + 2,379 (masa kerja) dan hubungan antara masa kerja dengan gangguan
pendengaran telinga kiri sebesar 0,646 dengan besar pengaruh Y = 9,484 + 1,242
(masa kerja).

Dari hasil penelitian ini disarankan agar instansi yang terkait dapat menbantu unit usaha
kompor dan unit bengkel las untuk melakukan penyuluhan terhadap bahaya penyakit
akibat kerja dan khususnya perlindungan terhadap bahaya kerusakan pendengaran
akibat bising di tempat kerja.
LAEK

HEART DISEASES
144
Pengaruh Polimorfisme Apolipoprotein E terhadap Pola Lipid Penderita Penyakit
Jantung Koroner di Yogyakarta/Pramudji Hastuti et al.-- Yogyakarta : Kerjasama antara
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dengan Badan Litbang Kesehatan dan
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, 2000.-- 12p.

ABSTRAK : Lihat nomor 17

HELMINTHIASIS
145
Peranan Pendidikan Kesehatan pada Ibu terhadap Reinfeksi Penyakit Cacing pada
Anak Usia Sekolah Dasar/Dwi Astuti.--Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada, 2001.-- irr p.

ABSTRAK : Lihat nomor 133

HEMODIALYSIS
146
Pengaruh Konseling Gizi dengan Buklet terhadap Konsumsi Makanan dan Status Gizi
Penderita Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta/
Susetyowati.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.--
85p.

ABSTRAK :

Protein energy malnutrition is present in a large proportion of patients with maintenance


hemodialisis (HD). Attempts to increase dietary intake are by nutrition intervention or
dietary counseling. The study thought to determine the effectiveness of nutrition
counseling with booklet on improving nutritional status in patients receiving
hemodialysis.

Randomized control trial design was used. This was undertaken in Hemodialysis Unit
General Hospital Sardjito, Yogyakarta, from August to December 2000. Seventy-one
patients receiving hemodialysis participated. The experimental group consisted of 36
participants who underwent HD in Tuesday and Wednesday night. The control group
consisted of 35 control participants from a different days (Monday and Wednesday
morning). The experimental group took part in the nutrition-counseling program (booklet
and follow up). The control group did not participate in the program, but received

94
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

nutrition counseling with leaflet. Dietary intake, body weight, mid upper arm
circumference (MUAC) and serum albumin were monitoring during pretreatment and
post treatment.

The results showed that dietary intake, body weight, MUAC, serum albumin decreased
in the control group. Calorie intake and protein increased by 0,49 kcal/kg of body
weight/day and 0,02 g protein/kg of body weight/day in the experimental group (p=0,5).
Body weight and MUAC increased by 0,53 kg and 0,29 cm in the experimental group
(p<05). Serum albumin increased by 0,089 g/dl in the experimental group (p<05).

These results suggest that nutrition counseling is effective in affecting dietary intake,
body weight, MUAC and serum albumin levels among patients with end-stage renal
disease who receive hemodialysis.
ABFK

HEMOGLOBINS
147
Efek Pemberian Suplementasi Fe dan Vitamin C terhadap Peningkatan Kadar HB dan
Produktivitas Tenaga Kerja Wanita di PT. Sarana Mandiri Kepahiyang Bengkulu/
Yarmani.-- Surabaya : Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2000.-- irr p.

ABSTRAK : Lihat nomor 18

148
Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan dari Tepung Formula Tempe dengan
Fortifikasi Fe terhadap Penambahan Berat Badan dan Kadar Hemoglobin pada Balita
KEP+Anemia di Kecamatan Benowo Kota Surabaya/Rita Ismawati.-- Surabaya :
Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2000.-- irrp.

ABSTRAK : Lihat nomor 9

149
Pengaruh Pendidikan Gizi pada Suami terhadap Kepatuhan Minum Pil Besi dan Kadar
Haemoglobin (Hb) Ibu Hamil di Wilayah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2000/Muhammad Dawah Jamil.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irr p.

ABSTRAK : Lihat nomor 132

150
Pengaruh Supervisi Bidan di Desa terhadap Kepatuhan Minum Tablet Besi dan
Perubahan Kadar Hemoglobin Ibu Hamil di Kabupaten Bantul/Anastasia Nuniek
Susetyowati.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.--
irr p.

ABSTRAK :

Iron tablet dietary supplementation program have been implemented in Indonesia since
1970’s, but prevalence of anemia among pregnant women is still high. The national

95
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

policy provided 90 iron tablets to approximately 50 to 60 percent of the pregnant women.


The coverage of antenatal care has almost reached the goal, but the motivation to treat
anemia through a community health center or an integrated health service post was still
lacking.

The study was conducted to get information about midwife supervision effects on
compliance of iron tablet consumptions and hemoglobin concentration alteration in
pregnant women.

The study was a pre-post test Quasi Experimental with a control group. Subjects were
pregnant women of 20--28 weeks gestation 8 g/dl--15-g/dl-hemoglobin concentration in
sub district of Kasihan Pundong and Bambanglipuro, Bantul District, Yogyakarta
Province. Group 1 with midwife supervisions activity twice per month (n=56) and group 1
as a control group (n=65). Hemoglobin concentrations of the subjects were measured at
the beginning of the study and at about 3 months after the study when pregnant women
age of gestation was 36 weeks. The compliance of iron tablet consumptions was
counted once per month for the period of study. Hemoglobin concentration was
determined by the cyanmethemoglobin method. Changes in hemoglobin concentrations
within subjects between the start and the end of the study were tested with paired/tests,
and t-test for subjects between groups. Effects of midwife supervision activities and the
compliance of iron tablet consumptions and the alteration of hemoglobin concentrations
were tested with linear multiple regression using Strata programmed.

There was hemoglobin concentrations improvement for both groups in this study. The
compliances of iron tablet consumptions was 15,05percent higher in-group with midwife
supervision activities than control group (t=2,773; p=0,007). The alteration of hemoglobin
concentrations was 0,66 g/dl higher in-group with midwife supervision activities than
control group (t=2,020; p=0,046). A significant effects existed (t=2,020; p=0,046 )
between midwife supervision with information activities and the increased of compliance
of iron tablet consumptions, and hemoglobin concentration alteration (t=8,969;
p=0,0001) in both group. Midwife supervision with information activities increased the
compliance of iron tablet consumptions and hemoglobin concentration alteration.
ABFK

151
Pengaruh Suplementasi Fe terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin dan Kapasitas
Aerobik pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta
Angkatan Tahun 1999-2000/Moch. Noerhadi.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 81p.

ABSTRAK : Lihat nomor 104

152
Pengaruh Suplementasi Pil Besi Folat dan Pil Vitamin C terhadap Perubahan Kadar
Haemoglobin Anak Sekolah Dasar yang Anemia di Desa Nelayan Kecamatan Rembang
Kota Kabupaten Rembang/Retno Dwi Purwani.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 78p.

ABSTRAK : Lihat nomor 8

96
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

HEMORRHAGIC FEVERS, VIRAL


153
Penelitian Infeksi Hantavirus Penyebab Haemorrhagic Fever with Renal Syndrome
(HFRS) di Beberapa Kota Pelabuhan Laut di Indonesia (Tahap I)/Ima Nurisa Ibrahim et
al.-- Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi Kesehatan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- irr p.

ABSTRAK : Lihat nomor 128

HEPARIN, LOW-MOLECULAR-WEIGHT
154
Terapi Low Molecular Weight Heparin (LMWH) pada Oklusi Vena Retina/Rosdeni Arifin.-
- Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 50p.

ABSTRAK :

Trombosis dikenal sebagai dasar patogenesis oklusi vena retina (OVR). Adanya
trombosis vena retina dapat diketahui dari funduskopi dan angiografi fluoresin. Selain
itu, adanya gangguan hemostatik ditunjukkan oleh penurunan kadar protrombin di dalam
plasma dan nilai international normalized ration (INR). Prinsip penatalaksanaan pada
OVR adalah memperbaiki sirkulasi darah dengan cara mencegah pembentukan trombus
dan meningkatkan fibrinolisis. LMWH subkutan sebagai antikoagulan mempunyai
peranan pada kedua cara tersebut, sedangkan warfarin hanya mampu mencegah
koagulasi material-material darah yang akan terjadi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai efektivitas terapi LMWH terhadap perbaikan
abnormalitas vaskular penderita oklusi vena retina (OVR). Penelitian ini merupakan uji
klinis prospektif, secara random. Subyek penelitian dibagi menjadi kelompok penerima
LMWH subkutan untuk 10 hari dan tumpang tindih dengan warfarin pada hari ke
delapan serta kelompok penerima menerima warfarin sejak hari pertama terapi.
Pemeriksaan hemostatik dan angiografi fluoresin dilakukan pada kedua kelompok.
Efektivitas terapi dinilai pada hari ke 19 dengan survival analysis dan Cox Regression.

Hasil penelitian ini menunjukkan efektivitas terapi LMWH ditemukan 11 kali lebih baik
dari warfarin dengan 95percent Cl bermakna. Kesimpulan dari penelitian ini adalah
terapi LMWH menunjukkan peranan di dalam mencegah koagulasi dan meningkatkan
fibrinolisis pada OVR.
BIFK

HEXOSAMINIDASES
155
Efek Pemberian Sodium Cromoglycate 2percent Topikal dan Deksametason 0,1percent
Topikal terhadap Aktivitas Enzim Heksosaminidase pada Pterygium Inflamasi/Eko
Firdianto Karim.-- Jakarta : Program Studi Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2001.-- 49p.

ABSTRAK : Lihat nomor 67

97
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

HIV INFECTION
prevention & control
156
Pengembangan Model Pelayanan Kesehatan dalam Pencegahan Infeksi HIV/AIDS
pada Pekerja Remaja (Tahap II)/Suharti Ajik et al.-- Surabaya : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Pelayanan dan Teknologi Kesehatan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 56p.

ABSTRAK : Lihat nomor 1

HOME CARE SERVICES


157
Citra Layanan Home Care Lanjut Usia Rumah Sakit Ludira Husada Tama/Evie
Indrasanti.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.--
irrp.

ABSTRAK : Lihat nomor 4

HONEY
158
Potensi Madu sebagai Alternatif dalam Upaya Perbaikan Status Gizi Anak Balita di Klinik
Gizi/Yekti Widodo.-- Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 40p.

ABSTRAK :

Penelitian potensi madu sebagai alternatif dalam upaya memperbaiki status gizi anak
balita yang menderita gizi kurang, telah dilakukan di wilayah Kota Madya Bogor.
Sampel penelitian ini adalah anak balita yang berumur 13 sampai 36 bulan dan
menderita gizi kurang (<80percent baku NCHS). Jumlah sampel sebanyak 64 anak
balita yang dikelompokkan menjadi dua kelompok, terdiri dari 31 sampel kelompok
perlakuan (diberi suplemen madu sebanyak 20 gram per hari) dan 33 sampel kelompok
kontrol (diberi sirop 20 gram per hari), dimana intervensi dilakukan selama 2 bulan.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kombinasi pengobatan, pemberian


vitamin C dan B kompleks, serta pemberian madu kepada anak balita yang menderita
gizi kurang dapat menurunkan tingkat morbiditas anak. Hal ini tampak dengan adanya
penurunan yang signifikan tingkat morbiditas anak terhadap penyakit panas dan pilek.
Penurunan tingkat morbiditas terhadap penyakit panas dan pilek selain karena pengaruh
pengobatan, pemberian vitamin C dan vitamin B kompleks, diduga juga karena adanya
peningkatan status imunitas anak, sehingga anak tidak rentan terhadap penyakit
tersebut.

Kombinasi pemberian vitamin B kompleks, vitamin C, dan madu kepada anak yang
menderita gizi kurang dapat pula meningkatkan nafsu makan. Hal ini tampak dari
proporsi sampel yang mempunyai nafsu makan baik, meningkat sebanyak 60percent.
Proporsi sampel yang mempunyai porsi makan banyak, meningkat sebanyak 50
percent, dan proporsi sampel yang frekuensi makannya bertambah meningkat sebanyak
31percent. Perbaikan nafsu makan, porsi, dan frekuensi makan anak pada akhirnya
akan meningkatkan konsumsi zat gizi terutama energi dan protein. Hal tersebut selain
karena pengaruh vitamin B kompleks diduga juga karena madu mempunyai kadar gula

98
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

dan levulosa yang tinggi sehingga mudah diserap oleh usus bersama zat organik lain
sehingga dapat berfungsi sebagai stimulan bagi pencernaan dan memperbaiki nafsu
makan.

Pemberian madu pada anak yang menderita gizi kurang belum mampu meningkatkan
berat badan anak secara nyata (signifikan). Hal ini diduga karena tingkat konsumsi zat
gizi terutama energi dan protein masih rendah, yaitu di bawah kecukupan yang
dianjurkan. Bahkan rata-rata tingkat konsumsi energi masih di bawah 70percent dari
angka kecukupan, artinya masih di bawah kebutuhan basal metabolisme, sehingga
semua konsumsi energi digunakan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Rendahnya tingkat konsumsi energi dan protein tersebut menyebabkan pertambahan
berat badan selama masa intervensi belum mampu meningkatkan status gizi anak
berdasarkan berat badan menurut umur.
BPPK,FGIZ

HOSPITALIZATION
159
Hubungan Persepsi Mutu dan Pemanfaatan Rawat Inap bagi Pasien Peserta Askes di
RUSD Jenderal Achmad Yani Metro/Relliyani.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 73p.

ABSTRAK :

The Central Lampung District Government owns the Achmad Yani Metro General
Hospital. This is a type C hospital that became a swadana (self-financing) unit 1996.
The purpose of this study was to examine the relationship of inpatient class utilization
and perception of inpatient, health center, and Askes (Health Insurance Scheme for
Public Servants) services quality of Askes patients. This study also explored the extend
to which Askes patients characteristics (i.e. age, education, gender, distance, and
payment perception) influenced the relationship.

The study design was cross-sectional and the study subjects were Askes patients who
used the Achmad Yani Metro General Hospital inpatient facility (150 patients), referred
by the health centers to the General Hospital (131 patients) and used the inpatient
facility of a private hospital (10 patients). A purposive random sampling technique was
used to select the subjects and a log regression statistical technique was used to
analyze the data.

The study results showed that the Achmad Yani Metro General Hospital inpatient class
utilization by Askes patients was correlated with patient perception of hospital facility
quality (OR=1,8872). This correlation was strengthened by age and education
(OR=2,1330). Inpatient class utilization was also correlated with patient perception of
hospital environment quality (OR=1.2260), which was strengthened, by gender, tariff,
and education (OR=1,2937). Patient’s perception of health center services quality was
strongly correlated (OR=1,1806) with inpatient class utilization of the Achmad Yani Metro
General Hospital.
ABFK

HOSPITALS
160

99
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Analisis Pemanfaatan Rumah Sakit Dr. Achmad Mohctar Bukittinggi oleh Masyarakat
Payakumbuh dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya/Suir Syam.-- Yogyakarta :
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 71p.

ABSTRAK :

A Dr. Adnaan W.D. Payakumbuh local hospital is C-class hospital that belongs to
Payakumbuh local government in West Sumatra Province. In this hospital, the
organizational was not optimum. It was indicated by BOR more than Dr. Adaan W.D.
Hospital income that was low. Beside that, there was opinion from part of the society (for
about 20 patients/day) that choose Achmad Muchtar Bukittinggi more than Dr. Adnaan
W.D. hospital as the first choice when they were sick.

This study examined factors that influenced Payakumbuh society interest in choosing
hospital when they were sick. This study was aimed to suggest the owner and the
director toward issues that can solve the problem in hospital in order to improve hospital
service that society required.

This was non experimental study that separated into 2 sub study; 1) to show that from
385 Payakumbuh society who came to Achmad Mochtar hospital, it was found that
medically they could be cared in Dr. Adnaan W.D. Payakumbuh hospital, 67percent of
them were referral patient from Dr. Adnaan W.D. Payakumbuh hospital, primary health
services, and from practice doctor while 33percent of them came by themselves. The
class of care they chosen was 68,01percent in VIP to second class, while 32,99percent
of them choose third class of hospital. The problem above caused Dr. Adnaan W.D.
Payakumbuh hospital lost about Rp. 30.600.000,- of their income and got Rp.
3.130.150,- of their advantage because the hospital did not have to subside the society
that was cared in third level. The reason why patient choose Achmad Muchtar hospital
was showed in sub study. 2). Focus Group Discussion was used to find factors that
influenced the reason of society to choose Achmad Muhtar hospital than Dr. Adnaan
W.D. Payakumbuh hospital, that were completeness of room of care facilities, attitude,
performance, and skill of staff in hospital.

This study suggested to Payahkumbuh local government and the director of Dr. Adnaan
W.D. hospital to complete the facility in the room of care, like VIP class and the major
class, beside another facilities. The attitudes, performance, and skill of staff in hospital
should be improved more.
ABFK

161
Determinan Pemilihan Rumah Sakit sebagai Tempat Persalinan di Kabupaten Bantul,
Yogyakarta/Niken Nawangsih.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, 2001.-- 97p.

ABSTRAK :

100
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

In Bantul, Yogyakarta the maternal mortality rate is still high, while the utility of hospital
and other health services for delivering baby are remain low. This is the reason why the
author would like to investigate factors related to that condition.

The aim of this study is to know the factors that related to utilization of maternal health
services in public (RSUD Kabupaten Bantul) and private hospital (RSKIA PKU
Muhammadiyah Bantul).

The factors had been studied in this study are age, parity, level of education, number of
child services, waiting time, interpersonal relationship, quality of service perception,
income, tariff perception distance, healthy performance and ache perception.

The study design was analytical descriptive with cross-sectional approach. The
population was patients who admitted to the both hospitals for delivery. There were 178
subjects been examined. Among those 178 patients, 90 patients were allocated in
RSUD while the tests were in RSKIA PKU. Data were analyzed using univariat and
multivariate backward logistic regression analysis.

In the univariat analysis this study found that the distance the equipment and
interpersonal relationship significantly different in both hospital with the results are
p<0,05 & t = 2.052; p<0,001 & x2=14,576; p<0,001 & x2=16,772 respectively with
the trends to be more associated to RSUD. While for educational and economical level
significantly different in both hospital with the trends to be more associated to RSKIA
(p<0,001 & x2=21,969; p<0,05 & t=2.604 respectively). After multivariate analyzes
there was only the equipment (Exp. B=2.028) and interpersonal relationship (Exp. B =
0.274) remain significant independently.

It could be concluded that the equipment is the most prominent factor related to delivery
services in the private and government hospitals. While the interpersonal relationship is
the subsequent factor.

By this investigation, the author suggests to consider the factors related to delivery
services as the considerations in deciding market share, the employee, tariff, infestations
and collaborations.
ABFK

162
Evaluasi Efektivitas Pemasaran di Rumah Sakit Panti Waluyo, Solo/Tonggo Soebroto.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 61p.

ABSTRAK :

Hospitals undergo change that were formerly social-based became social-business


activities at present. As a result of financial difficulty of donors as well as of rapid
technological development so that the hospital operation requires high cost. Therefore,
hospitals need to be managed professionally. Here the role of marketing is very
important and it should always be relevant to the current condition.

Panti Waluyo hospital is a private hospital with 114 beds and YAKKUM social institution
runs its management. This study was conducted to evaluate effectiveness of marketing

101
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

in Panti Waluyo hospital so that it could provide inputs for the hospital management in
deciding its marketing system.

This study was conducted at Panti Waluyo hospital using Kotler – model questionnaire.
Primary data were obtained using questionnaires while secondary data were obtained
from the medical records. Data were analyzed using Kotler’s criteria, namely, answers of
the questionnaires graded between 0 to 30 and the grades showed the marketing
effectiveness.

The result included five attributes such as customer philosophy, integrated marketing
organization, adequate marketing information, strategic orientation and operational
efficiency. The result showed that the marketing effectiveness at Panti Waluyo hospital
was still poor as seen from the questionnaires answers that in average were scored 11
in the medium category.
ABFK

163
Hubungan Kualitas Pelayanan Administrasi dan Manajemen terhadap Hasil Akreditasi
Rumah Sakit untuk 5 (lima) Kegiatan Pelayanan di Propinsi Jawa Tengah/Masaah
Amatyah.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irr p.

ABSTRAK :

Hospital accreditation is an acceptance by the government or institution requested by


the government that has fulfilled the standard. One of the reasons why hospitals in
Indonesia need accreditation is the low quality as seen from the number of complaints
from the community as they are dissatisfied with the service provided by the hospitals.
For the hospitals, the standard applied as a reference consists of 20 services as
approach in the decree KepMenKes No. 436, 1993. In the beginning, accreditation is
only applied to 5 services, i.e. administration and management, medical service,
intensive care, nursing and medical record.

This study was aimed at analyzing factors influencing the relationship between
administration and management toward the success and program of hospital
accreditation in Central Java in receiving the accreditation status. This study was
conducted as a descriptive and cross-sectional study to find out information of the total
value given by the survey team as an indicator whether the hospital pass or fail after the
accreditation survey.

Equipment used in this study was secondary data including instrument of survey reports
from the team observation and visit, sampling, and interviews conducted with the
hospital accreditation commission and other surveyors.

The results using descriptive analysis showed that good administration and management
would affect other services accreditation for hospital. As an example, among 43
hospitals accredited, 3 hospitals failed in the preliminary accreditation in 1995/1996 were
hospitals getting grade of more than 75percent or more for management and
administration service.

102
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

In conclusion, management and administration service have several dominant roles and
affect other services in the success of the hospital to get an accreditation status either
pass or fail.
ABFK

HOUSING
164
Permukiman Berkepadatan Tinggi dan Risiko Kesehatan (Studi Kasus Perbaikan
Permukiman Berkepadatan Tinggi, Peran Serta Masyarakat dan Risiko Kesehatan di
Kota Surabaya)/R. Eddy Indrayana.-- Surabaya : Program Pascasarjana Universitas
Airlangga, 2000.-- irr p.

ABSTRAK : Lihat nomor 98

HYPERCHOLESTEROLEMIA
165
Pengaruh Pemberian Oatmeal terhadap Kadar Apolipoprotein B Plasma Penderita
Hiperkolesterolemia : Peran β dalam Menurunkan Kadar Kolesterol Total, Kolesterol LDL
dan Apolipoprotein B Plasma/Pauline Endang Praptini.-- Jakarta : Program
Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 109p.

ABSTRAK : Lihat nomor 16

HYPOGLYCEMIC AGENTS
166
Penyediaan Granul Ekstrak Sambiloto sebagai Fitofarmaka Antidiabetik Oral/Lucie
Widowati.-- Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 39p.

ABSTRAK :

Telah dilakukan penelitian untuk membuktikan khasiat kemampuan menurunkan kadar


gula darah ekstrak etanol 70percent herba sambiloto pada tikus putih dengan 2 metode
yaitu uji toleransi beban glukosa dan uji diabetes aloksan, disertai uji standarisasi
simplisia dan ekstraknya.

Standarisasi simplisia dilakukan sesuai pedoman pada Materia Medika Indonesia (MMI)
dengan gambaran kromatografi lapis tipis ekstraknya. Siplisia herba sambiloto yang
digunakan memenuhi standar MMI dan pada ekstrak 70percent etanol ditemukan
kandungan alkaloid, saponin serta sterol/triterpen.

Pada uji toleransi glukosa, beban glukosa diberikan 2g/kg dd. secara oral. Kelompok
perlakuan adalah kontrol, dosis 100, 300 dan 1000 mg/200g bb. dan kelompok
pembanding gliklazid dosis 7,2 mg/kg bb. Secara statistik terdapat perbedaan bermakna
antara kelompok kontrol dan kelompok pembanding, sedangkan kelompok bahan uji
tidak berbeda nyata. Ekstrak sambiloto dengan pemberian satu kali tidak mempunyai
potensi menurunkan kadar gula darah tikus.

Pada uji diabetes aloksan, sebagai diabetogen digunakan aloksan tetrahidrat dosis 125
mg/kg bb. Dilakukan uji selama 7 hari berturut-turut pada kelompok akuades (kontrol),
ekstrak sambiloto dosis 500, 1000 dan 2000 mg/kg bb. dan kelompok gliklazid dosis

103
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

1,44 mg.kg bb. (pembanding). Secara statistik terdapat perbedaan sangat nyata (p 0,01)
pada semua dosis perlakuan dengan kelompok kontrol. Bila dibandingkan dengan
gliklazid, kelompok dosis 1000 dan 2000 mg/200g bb. dapat menurunkan kadar gula
darah sebesar 19,8 dan 28,7 percent.
BPPK

IMMUNIZATION
167
Perbedaan Titer Antitoksin Tetanus Anak Wanita Kelas VI SD di Desa Risiko Tinggi dan
Non Risiko Tinggi Tetanus Neonatorum yang Belum dan Sudah di Immunisasi TT pada
Waktu Bulan Immunisasi Anak Sekolah di Kabupaten Tapin Tahun 1999/Humam Arifin.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 76p.

ABSTRAK :
Tetanus neonatorum was still a public health problem in the developing countries,
including Indonesia. Since 1984, Toxoid Tetanus immunization was given to girls, i.e.
grade-six female students and the brides. Since 1996, the immunization program had
introduced 5-dose TT, beginning from 15 to 39 females with high risk of tetanus
neonatorum and it was extended to school children and TT immunization for pregnant
mothers. The Rescheduling of the immunization program for school children was begun
on November 14, 1997 that was later called as school children immunization month.

The antitoxin level considered as preventing from tetanus was >0,01 u/ml. Basic data on
the immunity status against tetanus at the age of 10--13 years old and antibody
measurement had not been conducted after the immunization month.
This study was aimed at learning the difference of antitoxin tetanus among female
school children grade 6 both in the high-risk villages and non-high-risk village, those who
were and were not immunized.
The study was conducted using cross-sectional, observational method and was done at
several village covered by Salam Babars community health centers and Banua Padang
in Tapin district. The subjects were female school children grade 6. Blood samples were
2 cc, and then antitoxin titer was measured. The toxin was measured by way of passive
hemaglutination assay (PHA), conducted by the Center of Diseases Control Research
and Development, NIHRD Jakarta.
The result of the study showed that there was difference between antitoxin titer and
immunity level toward tetanus among female school children in the high-risk village and
non-high-risk villages, between those immunized and not immunized at the time of
immunization for school children (p<0,05).

It was not surprising that anti-tetanus antibody titer was higher among the immunized.
However, it is interesting that the girls who lived in high-risk area showed lower response
(p<0,05) to immunization than those who lived in low risk area.
ABFK

INFANT, LOW BIRTH WEIGHT


168

104
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Studi Penanggulangan Gizi dan Kesehatan Anak Balita Lahir BBLR oleh Keluarga di
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat/Adhi Dharmawan Tato.-- Bogor : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 14p.

ABSTRAK :

Masalah gizi ditemukan pada segmen masyarakat yang tergolong rentan, yaitu ibu
hamil, ibu meneteki, bayi dan anak balita. Masalah berat badan lahir rendah (BBLR)
merupakan salah satu masalah yang mendapat perhatian khusus, karena BBLR dapat
menyebabkan anak bersangkutan mengalami gangguan perkembangan fisik, dan
mental pada masa mendatang.

Penelitian dilakukan di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, untuk mempelajari


penanggulangan gizi dan kesehatan anak balita yang BBLR oleh keluarga. Sampel
penelitian adalah keluarga yang mempunyai anak balita BBLR yang berumur 0--59
bulan.

Hasil penelitian menunjukkkan bahwa status gizi menjadi baik (56,2percent), kurang
(34,4percent) dan buruk (9,4percent). Pemberian makanan tambahan diberikan kepada
anak balita mulai berumur 0--3 bulan (ASI + pisang), 4--6 bulan (ASI, bubur, pisang), 7--
9 bulan (ASI, bubur nasi, sayur, pisang), 10--12 bulan (nasi, sayur, lauk). Di atas 12
bulan makan anak sama dengan orang dewasa.
BPPK,FGIZ

INFANT MORTALITY
169
Morbiditas dan Mortalitas Perinatal pada Penanganan Kehamilan Postterm secara Aktif
dan Konservatif/Roy Lukas Sondakh.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada, 2000.-- 48p.

ABSTRAK :

A post term pregnancy management is controversial problems. The active management


causes an increasing morbidity to the mothers, while the passive management would
cause an increasing mortality and morbidity to the infant. So, it needs an accurate,
effective, and efficient way to the post term pregnancy management. From this research
expected to have an accurate post term pregnancy management.

The study population was the patients who delivered at Department of Obstetric and
Gynecology Sardjito Hospital on period 1990–1997 and analyzed by cross sectional
way.

There were 1056 cases fulfill with inclusion criteria (single pregnancy, head presentation,
life fetus) and exclusion criteria (KRT, congenital anomaly and complication on delivery).
There were 49 cases treated with active treatments and used to be examination
subjects, while the control were taken from the conservative treatments. The control
decided in random from the rest of sample population.

Main outcome measured were, prenatal morbidity risk caused by asphyxia (Apgar score
1st minute and 5th minutes < 6) and prenatal mortality risk were the infants death until
the age of infants 1 week.

105
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

The results showed that the prenatal morbidity risk was lower for the post term
pregnancy with actively management than conservative managed. This was appropriate
with multivariate test for asphyxia risk with one minute (exp. B=0,0918, p=0,0000) and
for asphyxia risk fifth minutes (exp. B=0,3534, p=0l07). The prenatal mortality risk was
increasing in significantly for post term pregnancy with active management than
conservative management (exp. B=1,8236, p=0,5338).
The conclusion of this study was the prenatal morbidity risks were decreased on active
management of post term pregnancy, but the mortality risks were not decreased.
ABFK
INFERTILITY
170
Pengembangan Kayu Secang (Caesalpinia sappan L) sebagai Fitofarmaka Antifertilitas :
Judul Tahap III Uji Toksisitas Sub Kronik pada Hewan Non Rodent, Uji Toksisitas
Reproduksi, Mutagenik dan Pengembangan Sediaan/Yun Astuti Nugroho et al.--
Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 38p.
ABSTRAK :

Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) dari beberapa hasil penelitian dapat dipakai
sebagai bahan kontrasepsi pria dengan sasaran menghambat spermatogenesis dan
sistem hormon, tidak memperlihatkan efek toksik berdasarkan hasil penelitian toksisitas
akut pada mencit dan toksisitas sub kronis pada tikus putih. Untuk memperkuat hasil
penelitian tersebut telah dilakukan “Uji Toksisitas Sub Kronik pada Hewan Non Rodent,
Toksisitas Reproduksi , Uji Mutagenik dan Pengembangan Sediaan”.

Uji toksisitas sub kronik, toksisitas reproduksi dan mutagenik menggunakan metode
WHO Ansel (1989) dan Collet (1990). Pada pengukuran bobot badan, pemberian
ekstrak kayu secang dosis 875 mg/ek. Selama 3 bulan terlihat adanya kenaikan bobot
badan yang signifikan (p=0,05). Hasil pemeriksaan hematologi darah dan biokimia
darah, pemberian ekstrak kayu secang selama 3 bulan secara oral rata-rata
memberikan gambaran adanya perbedaan untuk jumlah sel darah merah dan sel darah
putih, tapi perbedaannya tidak bermakna (p>0,05). Hasil toksisitas reproduksi tidak
memperlihatkan efek toksik pada kehamilan, fetus hasil perkawinannya, perkembangan
jaringan lunak. Tidak menunjukkan aktifitas mutagenik yang dapat menyebabkan
terjadinya mutasi gen pada bakteri Salmonella typhimurium galur TA 98; TA 100; TA
1535; TA 1537 dan WP2uvr.

Kesimpulan : ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan L) tidak memperlihatkan efek


toksik berdasarkan uji toksisitas reproduksi dengan hewan coba tikus putih, uji
mutagenik. Berdasarkan uji toksisitas sub kronik pada Macaca fascicularia L, jumlah sel
darah merah menurun dan sel darah putih mengalami kenaikan. Hasil histologi
pemberian ekstrak kayu secang dosis 875 mg/ek. Selama 3 bulan tidak memperlihatkan
adanya kelainan untuk organ hati, ginjal, limpa.
BPPK

INFERTILITY, MALE
therapy
171

106
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Studi Protokol Penatalaksanaan dan Efektivitas Pengobatan Infertilitas Pria/


Aucky Hinting et al.-- Surabaya : Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan
Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 66p.

ABSTRAK :

Masalah infertilitas pria merupakan masalah yang menunjukkan peningkatan dalam


dekade terakhir ini. Observasi di beberapa negara menunjukkan gejala penurunan
jumlah dan kualitas sperma yang cukup menyolok di antara pria dewasa muda. Oleh
karena itu diperlukan usaha-usaha pencegahan dan penatalaksanaan infertilitas pria.
Pendekatan klinis pada pemeriksaan dan penatalaksanaan infertilitas pria sangat
bervariasi tergantung dari ketersediaan ahli dan sarana.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan cara penatalaksanaan masalah infertilitas


pria secara efektif dan efisien berdasarkan evidence based medicine. Secara khusus
penelitian ini bertujuan untuk menguji aplikasi protokol penatalaksanaan infertilitas pria,
mengetahui prevalensi diagnosis penyebab infertilitas pria, mengetahui hubungan
antara profil karakteristik sperma, profil hormon dan kelainan klinis, serta mendapatkan
pilihan penanganan infertilitas pria yang efektif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa protokol penatalaksanaan infertilitas pria sesuai
petunjuk WHO dapat diaplikasikan dengan memuaskan setelah dilakukan
penyederhanaan. Riwayat penyakit yang mungkin mengganggu fertilitas yang menonjol
adalah infeksi saluran kemih, penyakit hubungan seksual dan penyakit sistemik. Faktor
lain yang mungkin mempengaruhi fertilitas pria yang menonjol adalah merokok.
Gangguan fungsi seksual bukan merupakan faktor penyebab yang menonjol pada
infertilitas pria. Kelainan uro-genital yang menonjol ditemukan pada pria infertil adalah
varikokel, abnormalitas konsistensi testis dan penebalan epididimis.

Hasil analisis semen menunjukkan kelainan konsentrasi yang paling menonjol, disusul
dengan kelainan morfologi dan mortalitas. Di antara diagnosis penyebab yang diketahui
adalah varikokel dan infeksi kelenjar seks asesoris. Di antara profil hormon reproduksi,
hormon FSH berkorelasi secara bermakna dengan semua parameter utama sperma.

Volume testis total berkorelasi bermakna dengan seluruh parameter utama sperma dan
profil hormon kecuali prolaktin. Konsentrasi sperma, kadar hormon LH, FSH dan
testosteron berbeda secara bermakna antara kelompok subyek dengan faktor penyebab
dibandingkan tanpa faktor penyebab (idiopatik). Pengobatan kausal, merupakan pilihan
penanganan infertilitas yang harus didahulukan. Namun, sebagian besar penyebab
infertilitas pria sudah dalam keadaan untreatable. Sebab sistemik, kelainan kongenital
dan oligozoosperma idiopatik menghasilkan angka kehamilan yang sangat rendah.
Sedangkan sebab endokrin, azoosperma idiopatik dan obstruktif tidak dapat
menghasilkan kehamilan dengan pengobatan kausal maupun empiris ICSI dan
PESA/TESE merupakan pengobatan yang efektif dan efisien pada kelainan-kelainan
infertilitas pria berat.
BPPK,LYAN

INFORMATION SYSTEMS
172

107
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Pemerosesan dan Penampilan Secara Otomatis Informasi Kesehatan Ibu dan Anak di
Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes/Gunawan Setyadi.-- Yogyakarta : Program
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irr p.

ABSTRAK :

Data routinely collected from recording and reporting in Primary Health Care Centers
have been accumulated monthly in district health office, however these service based
data are not used to support decision making. This study is mean to develop a prototype
system, which will support decision making in maternal and child health program base
on routinely collected data.

This is a non-experimental study, although the responses to the prototype developed in


the study were evaluated. The prototype was designed to present information derived
from antenatal, natal, and neonatal database maintained in Brebes District Health Office.
Beta testing of the prototype was done at Computing and statistics Laboratory,
Department of Public Health, Faculty of Medicine, Gadjah Mada University. Responses
to the prototype were evaluated thought in-depth interviews with the head of Brebes
District Office and his staff.

This study showed that respondents were familiar with the basic software to display
information (MS Power Point), however not all respondents were able to operate the
software. The information, which took the forms of maps, figures and statistics help the
district health personal to monitor changes, evaluate program performance, allocate
resources and their strategic decision-making processes in maternal and child health.

Conclusion: the prototype of decision support system for maternal and child health
rapidly displayed information derived form maternal and child health database called
SP3 (reporting and recording system at primary health care center).
ABFK

INPATIENT
173
Analisis Sistem Rekam Medis Pasien Rawat Inap di RSUD Dokter Soedarso Pontianak/
Suhali.-- Surabaya : Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2001.-- irr p.

ABSTRAK :

The objective of this research was to analyze the medical records standard operational
procedure (SOP), level of knowledge awareness, performance and officer’s difficulty
infilling the medical records SOP completely, clearly and correctly used to make a
recommendation in increasing the medical records performance (filling quality).

This research employed a field observational method using cross-sectional approach. By


use of cluster purposive sampling the sample consisted of 126 people. The variables
included level of completeness and clarity of medical records SOP content, level of
knowledge and awareness of officer, level of performance and some difficulties that the
officer encountered in filling the medical records, as well as medical records quality.
Instrument the research used were including questionnaire and checklist. The research
was undertaken in RSUD dokter Soedarso Pontianak (Regional Hospital). This took a

108
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

time about two months (June-July 2000). Data analysis was performed in descriptive
fashion using frequency distribution table.

The results showed that: (1) Level of completeness and clarity of medical records SOP
were not adequate resulting from absence of SOP in some medical record forms. In
addition, each item of medical records that should be given a detailed information about
who and how to fill the medical records, but such information was not available, (2)
knowledge the officer had about medical records was good enough, (3) level of
awareness was not good since some medical officers generally didn’t follow the SOP
because such medical records SOP was not socialized in reasonable form, (4)
performance of medical records filling was not good resulting from some mistakes in
recording or writing patient’s name that didn’t follow the correct way, the medical officers
usually only record the positive side of physical examination, so that they rate records
negative side of such examination, disease diagnose (and its treatment) was written
down in Latin Language (medical language). The diagnose should be recorded in
English in comply with International Classification of Disease (ICD). Other mistakes
included, generally, the discharge resume was recorded after the patient’s discharge
from hospital. Correction of some mistakes in writing or recording in medical records
generally used tip-ex. Although deletion of writing with any technique must be avoided,
(5) the major difficulties the medical officers encountered in filling the medical records in
complete, manner were that distribution of medical record forms didn’t run smoothly and
they had adequate time to fill the medical records completely, clearly and correctly.

On the basis of the results above, there were some suggestion: (1) It is necessary to
revise the medical records SOP, (2) Level of officer’s awareness and their responsibility
in filling the medical records should be increased, (3) a close attention should be given
to distribution of medical record forms that didn’t operate well, and (4) periodic meeting
should be held (in form of discussion and participation) among the medical records
officer medical and paramedical officer and director c.q. the medical records committee
or other people involved in this matter.
LAEK

174
Hubungan Persepsi Mutu dan Pemanfaatan Rawat Inap bagi Pasien Peserta Askes di
RUSD Jenderal Achmad Yani Metro/Relliyani.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 73p.

ABSTRAK : Lihat nomor 159

INSECTICIDES
175
Efektivitas Permetrin terhadap Larva Aedes aegypti di Laboratorium dan di
Lapangan/Frieda Bolang.-- Jakarta : Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2001.-- 55p.

ABSTRAK : Lihat nomor 2

109
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

INSURANCE, HEALTH
176
Evaluasi Pengaruh Pelaksanaan Quality Assurance terhadap Kinerja Puskesmas di
Kota Padang Panjang/Irwan Yuliadi.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada, 2001.-- irrp.

ABSTRAK : Lihat nomor 52

177
Hubungan Persepsi Mutu dan Pemanfaatan Rawat Inap bagi Pasien Peserta Askes di
RUSD Jenderal Achmad Yani Metro/Relliyani.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 73p.

ABSTRAK : Lihat nomor 159

178
Perbedaan Kepuasan Pasien Pengguna Kartu Sehat dan Askes terhadap Pelayanan
Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Sleman/Poernomo Ismoe Kartiko.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 87p.

ABSTRAK :

Customer satisfaction of health services should be fully met by hospitals in order to show
its service quality, including those who use health card in which all fees was paid by
government as third party. Health card was the root of managed care system for the
poor. Health care and health insurance have the same manner in financing health
services in hospital. That is third party as the payer.

The study was aimed to explore the differences of patient’s satisfaction level as the
holder of health card and customer of health insurance toward health service in
Community Hospital of Sleman.

The subject of the study was 47 in-patients in IIIrd class that divided into 22 health
cardholders and 25 health insurance patients by non-probability sampling. Several
questionnaires of expectation and perception differential was distributed to respondents.
SPSS was used to estimate the expectation and perception differential (gap analysis).
Hypothesis analyzed by independent t-test sample method between health cardholder
and health insurance patient was conducted in order to find the difference of each quality
dimension.

The result of the study showed that: 1). Health card holder were generally more satisfied
toward inpatient service in Local Hospital of Sleman compared to health service
customer; 2). The difference satisfaction of hospital service is reflected from
responsiveness and empathy dimension. Health cardholder feels that the service they
accepted is more satisfied than what they used to percept. On the hand customer of
health insurance expected to be served faster and cared more; 3). No significance
difference between health cardholder and health insurance in tangibles, reliability, and
assurance dimension. As a whole, health cardholder and health insurance expected to
perform better hospital and staffs, who should be more capable and reliable.
ABFK

110
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

179
Studi Penerapan Model Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Jaring
Perlindungan Sosial Bidang Kesehatan (JPKM-JPSBK) bagi Keluarga Miskin dan Non
Miskin di Kabupaten/Kota (Tahap 1)/Agus Suwandono et al.-- Surabaya : Pusat
Penelitian dan Pengembangan Pelayanan dan Teknologi Kesehatan, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- irr p.

ABSTRAK :

Sebagai salah satu isu strategis untuk mewujudkan Indonesia Sehat tahun 2010 JPKM
merupakan langkah strategis dalam sistem pembiayaan yang bersifat pra upaya. JPKM
pada dasarnya merupakan penataan sub sistem pembiayaan kesehatan dalam bentuk
mobilisasi sumber dana masyarakat, yang merupakan wujud konkrit dari peran serta
masyarakat. Operasional JPKM-JPSBK yang melibatkan kelompok non Gakin banyak
menemui hambatan dalam penyelenggaraannya, karena model yang dilaksanakan
belum teruji. Disadari bahwa penyelenggaraan JPKM yang berfokus pada keluarga
miskin dalam jangka panjang akan sangat mengganggu kelangsungannya.

Sasaran umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan model program
JPKM-JPSBK bagi keluarga miskin (Gakin) dan non Gakin di kabupaten/kota,
khususnya yang meliputi aspek kepesertaan, pengeloaan, pembiayaan, pemantauan
dan evaluasi dari penyelenggaraan JPKM-JPSBK dan mengembangkan sistem
informasi manajemen dalam rangka mendukung penyelenggaraannya.

Lokasi penelitian meliputi Kab. Lumajang, Tuban dan Ponorogo (Jatim), Kab. Gowa,
Pangkep dan Bulukumba (Sulsel) serta Lombok Barat, Tengah dan Timur (NTB).
Masing-masing kabupaten dipilih 2 wilayah puskesmas yang menerapkan 2 model PPK
yaitu PPK oleh puskesmas dan PPK oleh puskesmas dan dokter praktek swasta.
Kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara, yaitu focus group
discussion (FGD), wawancara yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner, dan
pencatatan, yang dilakukan terhadap data sekunder yang ada di Bapel, Bapim dan PPK.
Data yang telah dikumpulkan diolah dan dianalisis secara deskriptif sebagai langkah
untuk menyusun dan menerapkan model penyelenggaraan JPKM-JPSBK di masing-
masing propinsi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja Bapel tidak berkaitan dengan bentuk Bapel.
Pimpinan dan staf Bapel kurang mempunyai jiwa kewirausahaan sehingga kesulitan
dalam merekrut peserta. Pelatihan bagi karyawan puskesmas sebagai PPK masih
kurang dan komitmen terhadap program JPKM masih rendah. Perlakuan pelayanan
kesehatan puskesmas untuk peserta JPKM dan bukan peserta adalah sama, sehingga
tidak merasakan nilai plus dari keikutsertaannya dalam JPKM. Tarif yang berlaku di
puskesmas belum dirubah, dan besarnya premi yang harus dibayar peserta lebih besar
dari tarif yang berlaku, sehingga masyarakat kurang berminat pada program JPKM
Semesta.

Kontrak kerjasama antara Bapel dengan PPK belum diperbarui dan masih
menggunakan kontrak program JPKM-JPSBK. Prioritas sosialisasi untuk
pengembangan awal JPKM Semesta yang seharusnya lebih ditujukan pada kelompok
masyarakat tertentu (closed community) tidak dilakukan, dan lebih banyak ditujukan
kepada aparat desa. Pendapat dari karyawan tentang bentuk PPK yang tepat adalah
puskesmas dan dokter praktek privat. RS diharapkan masih sebagai jaringan dari PPK

111
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

dan bukan sebagai PPK tersendiri. Iuran JPKM Semesta sebagian besar berkisar antara
Rp. 1000,- s.d Rp. 3000,- per peserta/bulan, dan sebagian besar menyatakan memilih
JPKM Semesta bila program JPKM-JPSBK dihentikan. Iuran dikumpulkan melalui
kolektor atau motivator lapangan, dan mereka menyatakan bahwa organisasi
kemasyarakatan, keagamaan dan karyawan perusahaan merupakan pasar yang
potensial untuk pengembangan JPKM Semesta. Bapim dan Bapel yakin bahwa JPKM
akan “sustainable” dan mempunyai prospek berkembang yang baik, asal
pengelolaannya profesional dan terdapat UU yang mewajibkannya.

Model JPKM Semesta merupakan pengembangan dari JPKM-JPSBK dengan


melibatkan peserta non Gakin untuk pengembangannya. Fungsi Bapel sama seperti
pada JPKM-JPSBKS sedangkan fungsi PPK merupakan “gete keeper” sehingga
mencegah terjadinya “over utilization”. Lembaga perwalian bukan sebagai pengawas
penggunaan dana, tetapi lebih banyak pada pengendali dan penyeimbang antara
kebutuhan peserta dengan kemampuan Bapel menyediakan pelayanan kesehatan,
serta pengendali mutu yang diberikan kepada peserta.

Untuk itu langkah yang harus segera diambil adalah mengimplementasikan model JPKM
Semesta dengan melakukan restrukturisasi Bapel, memperbaiki kontrak, dan
membangun komitmen untuk menyamakan visi, misi dan tujuan penyelenggaraan JPKM
Semesta. Diharapkan dengan model JPKM Semesta akan lebih mampu meningkatkan
kepesertaan JPKM Semesta khususnya dari kelompok non Gakin.
BPPK,LYAN

INTRAOCULAR PRESSURE
180
Pengaruh Pemberian Lidokain 1,5 mg/kgbb Intravena terhadap Tekanan Intraokuler
Selama Laringoskopi Intubasi/Uud Saputro.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 50p.

ABSTRAK :

The aimed of this study is to compare the effect of lidocaine 1,5 mg/kg body weight
intravenously, and the effect of Na Cl 0,15 ml/kg body weight intravenously 3 minute
before tracheal intubations on intraocular pressure.

The method of this study is double blind randomized clinical trial study. Non eye surgery
patient who underwent elective operation and performed under general anesthesia with
tracheal intubations in Central Operating theatre of Sardjito General Hospital
Yogyakarta.

The subject were thirty patients male and female, ages between 18--50 years old,
physical status ASA I-II. Subjects were divided into two groups, each group consist of 15
patients. The group A was administered lidocaine 1,5 mg/kg body weight intravenously
and group B was administered NaCl 0,9percent 0,15 ml/kg body weight intravenously 3
minute before tracheal intubated. Both of groups were administered midazolam 0,05
mg/kg body weight as premedication, propofol 2 mg/kg body weight for induction and
facilitated Rocuronium bromide 0,6 mg/kg body weight for intubations and maintenance
by O2 - N2O-Enflurane 1 vo 1percent. The monitoring of intraocular pressure (IOP), blood
pressure and heart rate observed before induction and then 1 minute, 5 minutes and 10
minutes after intubations.

112
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Intraocular pressure (IOP), blood pressure and heart rate before induction and then 1
minute, 5 minutes and 10 minutes after intubations. In lidocain group reflect that IOP
after tracheal intubations getting decreased 3,27-18,38percent after intubations however
NaCl group IOP getting increased 0,16-35,08percent (p<0,05). Lidocaine 1,5 mg/kg body
weight 3 minutes before tracheal intubations leads decreasing IOP after tracheal
intubations.
ABFK

INTUBATION
181
Perbandingan Kondisi Intubasi antara Rokuronium 0,45 mg/kg bb dan 0,6 mg/kg bb/I
Made Adi Palguna.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada,
2001.-- 32p.

ABSTRAK :

The aimed of this study is to compare the tracheal intubating conditions one minute after
0,45 mg/kg body weight and 0,6 mg/kg body weight of rocuronium. The method of this
study is double blind randomized clinical trial study.

The subject were patients underwent elective surgery under general anesthesia and oral
intubation in operating room of Sardjito Hospital Yogyakarta, 100 patients male and
female, ages between 18--60 years old, physical status ASA I-II. The subject was
divided in two groups A and B, the number of each group is 50 patients. Group A
received rocuronium 0,45 mg/kg body weight and group B received rocuronium 0,6
mg/kg body weight. All groups was premedicated with 0,1 mg/kg body weight intra
muscular of midazolam 30 minutes before induction. Induction performed with propofol 2
mg/kg body weight two minutes after 1.5 mg/kg body weight of fentanyl. Rocuronium will
be administered as a bolus dose within 5 seconds in rapidly running i.v infusion at loss
eyelash reflex. Tracheal intubating conditions were assessed one minute after dose of
rocuronium.

Intubating conditions were assessed using the criteria of Cooper. Good and excellent
intubating conditions 10percent and 90percent in-group A and 6percent and 94percent in
group B respectively. There were no significant differences good and excellent intubating
conditions between the two groups of the patients (p>0,05). There were no significant
differences good and excellent intubating conditions one minute after the administration
of rocuronium 0,45 mg/kg body weight and rocuronium 0,6 mg.kg body weight.
ABFK

IODINE
182
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Timbulnya Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium di Daerah Pantai/Imam Subekti et al.-- Bogor : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 18p.

ABSTRAK :

Hasil survai GAKY 1996--1998 menunjukkan bahwa di beberapa daerah pantai terdapat
prevalensi gondok yang tinggi seperti di Maluku, Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah),

113
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

di Gunung Kidul (Yogyakarta) dan di Karawang (Jawa Barat). Untuk itu telah dilakukan
penelitian yang bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
terjadinya defisiensi yodium di kalangan penduduk yang bertempat tinggal di daerah
pantai. Penelitian ini dilakukan oleh Kanwil Sulawesi Tengah bekerjasama dengan
Puslitbang Gizi Bogor.

Penelitian dilakukan secara cross-sectional di Kecamatan Banggai (endemik berat) dan


Batui (non endemik) di Kabupaten Banggai. Sampel penelitian adalah 30 orang WUS,
30 wanita hamil/menyusui dan 30 anak sekolah dasar. Data yang dikumpulkan meliputi,
pola konsumsi makanan, pengukuran pembesaran kelenjar gondok dengan palpasi,
kadar yodium dalam urine, pengukuran antropometri, kandungan yodium dan
goitrogenik pada berbagai sample makanan, kandungan yodium pada sample air
minum, tanah dan garam konsumsi.

Hasil penelitian menunjukkan desa Tinakin Laut yang pada tahun 1992 termasuk desa
endemik berat ternyata saat studi dilakukan (1999) telah berubah menjadi endemik
sedang (TGR 20percent), sebaliknya de Lamo yang semula desa non endemik menjadi
desa endemik ringan. Berdasarkan pengukuran antropometri TB/U, di desa pantai
Tinakin Laut sekitar 50percent sampel anak SD berstatus gizi kurang. Frekuensi
konsumsi ikan di desa pantai ternyata memang tinggi yaitu 96percent sampel
menyatakan makan ikan hampir setiap hari. Cara pemasakan yang paling sering adalah
dengan cara kuah asam. Ada beberapa jenis umbi-umbian yang biasa dikonsumsi yang
ternyata mengandung HCN cukup tinggi (>30 mg/100 g). Di desa pantai (endemik
sedang), 20percent sampel garam yang diperiksa tidak mengandung yodium, dan
60percent tidak memenuhi syarat (< 40 ppm).

Hasil analisis terhadap beberapa faktor risiko antara lain konsumsi umbi-umbian dan
cara pengolahan ikan ternyata tidak ada hubungan dengan kejadian gondok pada
sampel. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap timbulnya GAKY di daerah
pantai adalah rendahnya kandungan yodium pada air minum (0,89--1,47 ppm). Adanya
faktor konsumsi umbi-umbian yang mengandung goitrogen, cara pengolahan ikan serta
penggunaan garam yang tidak beryodium atau kurang memenuhi syarat berperan
memperberat keadaan.
BPPK,FGIZ

183
Netralisasi Bumbu pada Garam Beryodium/Suryana Purawisastra.-- Bogor : Pusat
Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
2000.-- 26p.

ABSTRAK :

Pembuatan garam beryodium di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1975 dengan
program yodisasi garam. Namun beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa
stabilitas yodium dari garam beryodium menurun ketika dicampur dengan bumbu,
bahkan merosot dratis sampai nol ppm ketika dicapur dengan cabe merah. Penyebab
penurunan stabilitas garam beryodium ini diduga bumbu mengandung senyawa yang
bersifat reduktif terhadap kaliumyodat yang ditambahkan ke dalam garam, sehingga
yodium dari molekul kaliumyodat lepas menjadi yodium bebas. Secara teoritis, sifat
reduktif dari senyawa tersebut dapat diantisipasi dengan penambahan senyawa
penetralisir.

114
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Tujuan penelitian adalah untuk menguji sifat penetralisir dari beberapa bahan kimia yang
digunakan sebagai bahan tambahan untuk makanan (food additive) terhadap sifat
reduktif beberapa jenis bumbu. Bahan kimia yang diuji dalam penelitian ini ada 9 jenis,
yaitu CaCo3, KH2 PO4, MgSO4, Na2 CO3, Na2 HPO4, K-Sitrat, Asam Benzoat, Na-
benzoat, dan Na-heksabenzoat. Pengujian dilakukan terhadap cabe merah, cabe rawit,
ketumbar dan merica. Pengujian dilakukan dengan cara menambahkan larutan bahan
kimia yang diuji ke dalam larutan kaliumyodat yang diketahui konsentrasinya, kemudian
ditambahkan ke dalam ekstrak bumbu. Campuran dikocok, dan yodiumnya dianalisis
dengan cara Yodometri. Hasil analisis dibandingkan dengan kadar yodium yang
seharusnya terkandung dalam campuran tersebut, hasil ini merupakan nilai perolehan
kembali yodium.

Hasil penelitian menunjukkan dari 9 jenis bahan kimia yang diuji yang dapat menetralisir
sifat reduktif cabe merah ada 5 jenis, yaitu Na-benzoat, Na2HPO4, KH2 PO4, NA2CO3 dan
MgSO4 dengan perolehan kembali kaliumyodat masing-masing sebesar 24,5percent;
22,8percent; 10,2percent; 9,3percent dan 7,6percent. Bahan kimia yang dapat
menetralisir sifat reduktif cabe rawit ada 3 jenis, yaitu KH2PO4, Na-benzoat, dan Na2CO3,
dengan peroleh kembali kaliumyodat masing-masing sebesar 16,1percent; 11,8percent
dan 11,0percent. Bahan kimia yang dapat menetralisir sifat reduktif ketumbar dan merica
adalah semua jenis bahan kimia yang diuji, dengan perolehan kembali kaliumyodat yang
merata yaitu antara 8,5 sampai 11,0percent dalam ketumbar, dan antara 9,1 sampai
11,0percent dalam merica.

Kesimpulan yang diperoleh dari 9 jenis bahan kimia yang digunakan sebagai bahan
tambahan untuk makanan yang berpengaruh terhadap stabilitas kaliumyodat dalam
cabe ada 5 jenis, yaitu Na-benzoat, NA2HPO4, KH2PO4, Na2CO3, dan MgSO4. Dengan
hasil perolehan kembali kaliumyodat yang tertinggi sebesar 24,5percent untuk Na-
benzoat, kemudian Na2HPO4 (22,8percent), KH2PO4 (10,2percent), Na2CO3
(9,3percent), dan MgSO4 (7,6percent). Bahan kimia yang berpengaruh terhadap
stabilitas kaliumyodat dalam cabe rawit ternyata lebih sedikit jumlahnya dan lebih rendah
hasil perolehan kembali kaliumyodatnya, yaitu KH2 PO4 (16,1percent), Na-benzoat
(11,8percent), dan Na2CO3 (11,0percent). Semua jenis bahan kimia yang diuji
berpengaruh terhadap stabilitas kaliumyodat dalam ketumbar dan merica, hanya hasil
perolehan kembali kaliumyodatnya sedikit dan merata, yaitu antara 8,5 sampai
11,0percent dalam ketumbar, dan dalam merica perolehan kembali kaliumyodatnya
antara 9,1 sampai 11,0percent.

Saran : Penelitian lanjutan yang dapat dilakukan adalah penelitian penggunakan Na-
benzoat dan Na2HPO4 pada proses yodisasi garam untuk meningkatkan stabilitas
yodium terutama terhadap bumbu.
BPPK,FGIZ

184
Pengaruh Pendidikan Gizi tentang Garam Beryodium terhadap Pengetahuan, Sikap dan
Penggunaan Garam Beryodium Berkualitas di Daerah Gondok Endemik di Propinsi
Bali/Anak Agung Gde Raka Kayanaya.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 107p.

ABSTRAK : Lihat nomor 131

115
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

IRON
185
Analisis Penyebab Rendahnya Cakupan Tablet Besi pada Wanita Hamil di Kabupaten
Maluku Tengah/Semuel Kolulu.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada, 2001.-- 146p.

ABSTRAK :

The purpose of this research is to study the factors influencing the low coverage of ferric
tablet distribution to pregnant women in the district of Center Maluku and analyze
whether or not the low coverage of ferric tablet is due to inadequate system of
management, financial and human resource quality, and the unfavorable facilities and
infrastructures.

The research is non-experimental, observing data by a cross-sectional sampling, namely


by analyzing the inducing factors of the low coverage of the tablet distribution to
pregnant women at the District of Central Maluku viewed from financial, facility,
infrastructure, human resource and management system aspects.

The result of the study reveals that the inducing factors of the low coverage of the tablet
distribution at Central Maluku District are financial, medicinal, facility, technical manual,
planning, and motivational. This is in line with the significantly different statistical
analysis.

The result of the statistical analysis of the factors producing the low coverage of the
tablet shows that finance, medicine, and technical manual have considerable impact on
the low coverage; it can be shown from ANOVA test.

The implementation of ferric tablet distribution to pregnant women at Central Maluku


District is not in line with the technical manual. It can be seen from the utilization of the
existing operational fund for other needs, which do not support the improvement of the
distribution of the tablet; furthermore the number of medicines distributed is a not subject
to the manual because of the insufficiency of distribution and transportation.
ABFK

186
Efek Suplementasi Zn dan Fe pada Status Gizi Anak Stunted Usia 6--24 Bulan di
Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah/Ernawati Nasution.-- Yogyakarta : Program
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 102p.

ABSTRAK :

Micronutrient deficiency remains common in young children especially aged 6-24


months. Iron deficiency has a negative effect on motor and mental development. Zinc
deficiency negatively influences growth and increases the risk of diarrhea and respiratory
infections. Zinc and iron supplementation may improve growth of children.

116
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

The study was a conducted to examine the effect of zinc and iron supplementation on
the nutrition status of stunted children aged 6-24 months.

The study was a randomized, placebo-controlled trial. Stunted children aged 6-24
months of Kebumen District, Central Java were randomly assigned to receive either 20
mg of iron once per week for group I (n=55), 20 mg of iron and 20 mg of zinc once per
week for group II (n=55), 20 mg of zinc once per week for group III (n=55), and placebo
(n=55) for three months. Weight and height measured at the start of the study and every
month during the study period.

The result of the study showed that the mean height for age z-score (HAZ) of children
who received iron and zinc supplementation was higher as compared to those who
received placebo. The height for age z score stunted children increased by 0,14 SD;
0,57 SD; and 0,30 SD for children receiving iron, zinc + iron, zinc respectively. Children
who received zinc + iron had mean height for age z score of 0,57 SD higher than those
who received placebo. There are no significant effect of iron, zinc + iron, and zinc
supplementation on weight for age z-score (WAZ) and Weight for Height z-score (WHZ).

The study concluded that zinc (20 mg) + iron (20 mg) supplementation given once per
week significantly improved Height for Age z score of stunted children.
ABFK

187
Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Praktek Ibu Hamil dengan Kepatuhan Minum
Tablet Besi di Kabupaten Bantul, Yogyakarta/Santo Yoseph Didik Widiyanto.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irr p.

ABSTRAK :

The prevalence of iron deficiency anemia (IDA) in pregnancy continues to be high


(51,3percent) in Indonesia. It has been caused by many factors such as lack of
knowledge, attitudes and practices on pregnant women. Low education level, and poor
compliance to consume iron tablets. The objective of this study is to investigate the
compliance to consume iron tablets during pregnancy in relation with knowledge,
attitudes, practices on pregnant women and education level.

The study was cross sectional design 240 pregnant women with 20-28 weeks gestation
were enrolled to be subject on the study in 6 sub districts (Pundong, Bambang Lipuro,
Bantul, Pajangan, Sewon, Kasihan), in Bantul District, Yogyakarta Regency. The
qualitative design using in-depth interview was conducted to support the study.

The findings showed that the compliance to consume iron tablets on pregnant women
was not related with their knowledge (X2 =0,94, p= > 0,05) and practices (X2 = 0,17,
p>0,05) about anemia and the preventive ness, but related with their attitudes (X2 = 3,64,
p<0,05). A multiple logistic regression analysis on the compliance indicated odds ratio for
attitudes 1,8 (p<0,05), it means that the risk probability to be compliant of the pregnant
women with good attitudes was 1,8 times higher than the pregnant women with not good
attitudes. The in-depth interview to pregnant women shows that anemia is still health
problem. It can be concluded that knowledge, practices on anemia and the

117
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

retentiveness, and education level do not relate with compliance to consume iron tablet,
but the attitudes relate.
ABFK

188
Kebutuhan (Need) Ibu Hamil akan Tablet Besi untuk Pencegahan Anemi/Fitrah
Ernawati.-- Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 29p.

ABSTRAK : Lihat nomor 7

189
Pengaruh Suplementasi Fe terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin dan Kapasitas
Aerobik pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta
Angkatan Tahun 1999--2000/Moch. Noerhadi.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 81p.

ABSTRAK : Lihat nomor 104

190
Pengaruh Supervisi Bidan di Desa terhadap Kepatuhan Minum Tablet Besi dan
Perubahan Kadar Hemoglobin Ibu Hamil di Kabupaten Bantul/Anastasia Nuniek
Susetyowati.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.--
irr p.

ABSTRAK : Lihat nomor 150

191
Pengaruh Suplementasi Pil Besi Folat dan Pil Vitamin C terhadap Perubahan Kadar
Haemoglobin Anak Sekolah Dasar yang Anemia di Desa Nelayan Kecamatan
Rembang Kota Kabupaten Rembang/Retno Dwi Purwani.-- Yogyakarta : Program
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 78p.

ABSTRAK : Lihat nomor 8

192
Pengaruh Suplementasi Tablet Fe dengan Supervisi Suami pada Ibu Hamil terhadap
Umur Kehamilan di Kabupaten Bantul/Dhuto Widagdo.-- Yogyakarta : Program
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 95p.

ABSTRAK :

The high prevalence of pregnant women anemia in Indonesia, it reaches 50-70 percent,
is caused by many factors. First it may be caused by low compliance of iron
supplementation and second, it may be caused by bad distribution of iron
supplementation. This prevalence results some effect: high maternal mortality rate,
neonatal mortality rate, and anemia in infancy, under low productivity. One solution to
overcome this prevalence this namely by giving iron supplementation to pregnant
women with husband’s supervision. This study to examine the relationship between iron
supplementation with husband’s supervision and compliance, Hb value, average of age
gestation.

118
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Study design there was Quasi Experimental Non-Equivalent Control Group Design.
Subjects were pregnant women aged 20-30 weeks whose hemoglobin level ≥ 8 gr/dl till
≤ 15 gr/dl. Subjects were in three sub-districts of Bantul Regency, Special District of
Yogyakarta. Subject were divided into two groups, first group (n=55) received 60 mg iron
supplementation with husband’s supervision and second group (n=65) received 60 mg
iron supplementation without husband’s supervision.

Result: the compliance of first group is higher than second group (x2 = 19,48 p<0,01). In
the first group, iron supplementation is effective to increase Hb level by it is statistically
insignificant (p>0,05). In second group, iron supplementation is also effective to increase
Hb level and it is statistically significant (p<0,05) . The difference of Hb level between two
groups is insignificant. After the predictor variable was controlled using multivariate
regression test, it shows that iron supplementation with husband’s supervision is
effective to increase Hb level 0,8 gr/dl and statistically significant (p<0,05). The gestation
average of two groups is similar, but after predictor variable was controlled using
multivariate test, it shows that iron supplementation with husband’s supervision had one
week gestation longer than those group that are without husband’s supervision.

Conclusion: Iron supplementations with husband’s supervision are effective to lengthen


one-week age gestation.
ABFK

JOB SATISFACTION
193
Hubungan antara Persepsi Karyawan terhadap Kepemimpinan Transformasional
dengan Perilaku Kerja dan Kapuasan Kerja Karyawan di RSUD Dr. M. Haulussy
Ambon/Frona Koedoeboen.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, 2000.-- 68p.

ABSTRAK :

Leadership is an important process in each organization because 535 employees use it


to decide the success of organization in achieving its purposes M. Haulussy Local
Hospital is non-educational B class hospital that consists of 330 beds and supported.
The collecting data of hospital showed that hospital’s performance is decreasing for five
years. This is caused by some big problems related to performance employee’s duty that
could not fulfill society demand and hospital service standard. This condition was
supported by religion unrest. Therefore, it requires leadership pattern to change
employee’s way of view and motivation in realizing the importance of organization
purpose to ensure employee’s welfare in working.

This study was aimed at examining the correlation between perceived transformational
leader behavior of director in Dr. M. Haulussy Local Hospital, Ambon and employee
behavior in performing extra-role performance in order to improve organization
effectiveness and potentially mediated employee job satisfaction.

Samples were 130 employees and their selections were based on Krejcie table by
proportional stratified random sampling method. Data were analyzed by correlation
regression statistic.

119
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

The result of the study showed positive correlation between employee’s perception over
transformational leader behavior of director and employee behavior on extra-role
performance, while mediator potential of employee’s job satisfaction was not significant.
ABFK
194
Hubungan Kepuasan Kerja dan Pertimbangan Keadilan dengan Komitmen
Organisasional Karyawan Puskesmas di Kabupaten Musi Rawas/Tjahjo Kuntjoro.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 95p.

ABSTRAK :

Recently, there appears people’s unsatisfaction to the process of health care service in
the health center, especially about the staff’s discipline in serving daily activities. It can
be seen based on many complaints submitted either directly or indirectly through various
mass media. In the research, it will be discussed about the correlation between job
satisfactions; justice judgments with the organizational commitment belonged to the
community health center staff, and know about the demographic characteristic correlate
to the organization commitment as well.

This non-experimental research held cross-sectionally with the research object is the
community health centers and the staffs as the analysis unit. The questionnaires were
distributed to the 183 staffs in 12 community health centers that represented each sub
district.

Result there is a significant correlation between the job satisfaction and the justice
judgments with organizational commitment of r=0,628. The organizational commitments
have the significant correlation of (r=0,619) and the justice judgments of (r =0,339). The
analysis result shows that the significant correlation between the organizational
commitment and each sub-variable of job satisfaction consisting respond to the work of
(r=0,655), performance appraisal (r=0,496), working condition of (r= 0,49), reward of
(r=0,433) and with sub-variable of justice judgments consisting of the distributive fairness
of (r=0,403), procedural fairness of (r=0,239). The Spearman correlation analysis
between the demographic characteristic factor and the organizational commitment result
the significance to the age of (p=0,576), time of work of (p=0,192), education base of
(p=0,567), and with the independent sample t-test result the significance to the sex of
(p=0,645), and marital status of (p =0,361).

Conclusion: (a) There is a positive significant correlation between the job satisfaction
and the staff organizational commitment; (b) There is a positive correlation between the
justice judgments and the staff organizational commitment; (c) None of the demographic
characteristic factors (age, time of work, education base, sex, and marital status)
correlate to the organizational commitment.
ABFK

KNOWLEDGE, ATTITUDE, PRACTICE


195
Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Praktek Ibu Hamil dengan Kepatuhan Minum
Tablet Besi di Kabupaten Bantul, Yogyakarta/Santo Yoseph Didik Widiyanto.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irr p.

ABSTRAK : Lihat nomor 187

120
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

196
Pengaruh Pendidikan Gizi tentang Garam Beryodium terhadap Pengetahuan, Sikap dan
Penggunaan Garam Beryodium Berkualitas di Daerah Gondok Endemik di Propinsi
Bali/Anak Agung Gde Raka Kayanaya.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 107p.

ABSTRAK : Lihat nomor 131

LABOR
197
Determinan Pemilihan Rumah Sakit sebagai Tempat Persalinan di Kabupaten Bantul,
Yogyakarta/Niken Nawangsih.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, 2001.-- 97p.

ABSTRAK : Lihat nomor 161

LABOR, INDUCED
198
Keefektifan Penggunaan Balon Kateter untuk Induksi Persalinan pada Kehamilan
Postterm/Lisnur Saptowati.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, 2001.-- 39p.

ABSTRAK : Lihat nomor 24

LIDOCAINE
199
Pengaruh Pemberian Lidokain 1,5 mg/kgbb Intravena terhadap Tekanan Intraokuler
Selama Laringoskopi Intubasi/Uud Saputro.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 50p.

ABSTRAK : Lihat nomor 180


LIPIDS
200
Pengaruh Polimorfisme Apolipoprotein E terhadap Pola Lipid Penderita Penyakit
Jantung Koroner di Yogyakarta/Pramudji Hastuti et al.-- Yogyakarta : Kerjasama antara
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dengan Badan Litbang Kesehatan dan
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, 2000.-- 12p.

ABSTRAK : Lihat nomor 17


LORDOSIS
201
Penyembuhan Nyeri Punggung Bawah Mekanik Akut dengan William’s Back Exercise
Ditinjau dari Derajat Lordosis Lumbal/Jony Sieman.-- Jakarta : Program Studi Ilmu
Rahabilitasi Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 52p.

121
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

ABSTRAK :
William’s back exercise sering diresepkan untuk keadaan nyeri punggung bawah
mekanik, sementara beberapa penulis meragukan efikasi program tersebut untuk
pasien-pasien dengan lordosis lumbal berlebihan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara derajat lordosis lumbal
serta derajat sudut diskus lumbosakral dengan efikasi William’s back exercise dan
antara perubahan fleksibilitas sagital trunk dengan penurunan intensitas nyeri. Penelitian
ini menggunakan non probability-consecutive sampling, tiga puluh orang penderita NPB
mekanik akut yang memenuhi kriteria penerimaan yang berobat di Poliklinik Instalasi
Rehabilitasi Medik RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo disertakan dalam program
penelitian ini. Semua peserta mendapat instruksi yang jelas tentang William’s back
exercise, program berlangsung selama 4 minggu. Efikasi program dinilai dengan
penurunan intensitas nyeri (nilai VAS).

Hasil penelitian menunjukkan analisis statistik dengan koefisien korelasi Pearson dua
pihak menunjukkan korelasi yang tidak bermakna antara derajat lordosis lumbal dengan
penurunan intensitas nyeri (r=-0,103, p=0,617). Juga terdapat korelasi yang tidak
bermakna antara derajat sudut diskus lumbosakral dengan penurunan intensitas nyeri
(r=-0,198, p=0,333). Analisis statistik dengan koefisien korelasi Spearman satu pihak
menunjukkan korelasi yang tidak bermakna antara perubahan fleksibilitas sagital trunk
dengan penurunan intensitas nyeri (r = -0,277, p=0,085).

Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara derajat lordosis
lumbal serta sudut diskus lumbosakral dalam penurunan intensitas nyeri dengan
William’s back exercise. Juga tidak terdapat hubungan antara fleksibilitas sagital trunk
dengan penurunan intensitas nyeri.
BIFK

LOW BACK PAIN


202
Penyembuhan Nyeri Punggung Bawah Mekanik Akut dengan William’s Back Exercise
Ditinjau dari Derajat Lordosis Lumbal/Jony Sieman.-- Jakarta : Program Studi Ilmu
Rahabilitasi Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 52p.

ABSTRAK : Lihat nomor 201

LUNG
203
Prevalensi Kelainan Foto Toraks dan Penurunan Faal Paru Pekerja di Lingkungan Kerja
Pabrik Semen/Fordiastiko.-- Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-
- 53p.

ABSTRAK :

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi kelainan foto toraks dan
penurunan faal paru di suatu pabrik semen di Jawa Barat. Kelainan yang didapat
ditekankan pada upaya pencarian responden yang diduga pneumokoniosis. Penelitian
dilakukan pada 191 responden yang diambil secara stratified random sampling, sesuai
dengan area kerja yang terbagi menjadi lima yaitu area bahan baku, ternak, semen,
campuran dan perkantoran. Pemeriksaan dilakukan dengan cara pengisian kuesioner

122
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

menurut ATS di samping itu dilakukan pemeriksaan fisik, foto toraks, kadar debu total
dan debu lingkungan. Untuk pemeriksaan kadar debu total diambil dari beberapa
responden yang mewakili area kerjanya menggunakan personal dust sampler (PDS).

Hasil penelitian ini menunjukkan usia rata-rata 44,9 tahun dengan rentang 31-54 tahun,
sedangkan masa kerja rata-rata 18,7 tahun dengan rentang 10-25 tahun. Prevalensi
merokok sebesar 57,1percent. Kelainan klinis sebesar 4,2percent, terdiri dari batuk
kronik 1,1 percent, dahak kronik 0,5percent, sesak napas 1,6percent, asma 1,1percent.
Prevalensi kelainan faal paru sebesar 26,7percent terdiri dari 7,32 percent kelainan
restriksi dan 19,4percent kelainan obstruksi. Kelainan foto toraks ditemukan sebesar
9,4percent yang terdiri dari 4,8percent di daerah dengan kadar debu >NAB dan
10percent di daerah dengan kadar debu < NAB. Kelainan foto toraks tersebut belum
bisa dikatakan pneumokoniosis tetapi diduga pneumokoniosis. Kelainan faal paru
ditemukan sebesar 26,7percent terdiri dari 28,4percent di daerah dengan kadar debu
>NAB, dan 26,5percent di daerah dengan kadar debu < NAB, secara keseluruhan
didapatkan kelainan restriksi sebesar 7,3percent dan obstruksi sebesar 19,4percent,
kelainan campuran tidak didapatkan. Kadar debu pada umumnya di bawah NAB,
sedangkan area kerja III di atas NAB sebesar 12,517 mg/m3. Penelitian ini tidak
didapatkan hubungan antara prevalensi kelainan klinis, kelainan radiologis, penurunan
faal paru dengan tingkat pajanan.
BIFK

MALARIA
204
Efek Terapeutik Vitamin A dan Seng terhadap Kepadatan Parasit dan Suhu Penderita
Malaria falciparum di Kabupaten Purwokerto/Adwi Budi Satrio.-- Yogyakarta : Program
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- irr p.

ABSTRAK :
Malaria was a most health problem in Purwokerto district, since there were 7 sub
districts of malaria endemic in 1997. Previous showed that vitamin A and zinc lower the
febrile episodes, spleen enlargement, and parasite density of malaria. The aim of this
trial was to assess the effect of vitamin A, zinc, and vitamin A with zinc supplementation
on malaria density and temperature.
The study was a randomized double blind with control trial, performed to 166 malaria
falciparum children aged 6 month-14 years in Pituruh sub district of Purworejo, as the
highest malaria incidence in Central Java, on July 1999. The children who were treated
Fansidar and primakuin were put in four group in 2x2 factorial design, assigned to
receive supplementation either 300.000 U I vitamin A daily for a week (n=42), 35 mg Zn
daily for a week (n=43), and 35 mg Zn daily for a week and 300.000 U.I. vitamin A daily
for a week (n=41) or control (n=40). Malaria parasite density was counted and axilar
temperature was measured on 3rd day, 7th day, 14th day and 28th day after treatment as
the dependent output.
However not significantly the result shower that mean parasite density of vitamin A group
were higher than control. On 3rd day of observation the mean difference of vitamin A has
527,21percent higher than control but not statistically significant (p=0,772). Vitamin A
and zinc supplementation had no consistent effect on parasite density of malaria
falciparum. Vitamin A showed temperature declined effect on 14th day (0,12percent

123
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

lower than control), and 28th day (0,29percent lower) thought was not statistically
significant (p=0,503) on 28th day.
Neither combination of vitamin A and zinc, vitamin A alone, or zinc alone did not
significantly reduce density of malaria and temperature in children with malaria
falciparum, aged 6 months-14 years.
ABFK

prevention & control


205
Faktor Resiko Malaria dan Upaya Penanggulangannya melalui Perawatan Kesehatan
Masyarakat di Kabupaten Sumba Timur/Pius Weraman.-- Yogyakarta : Program
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- irrp.

ABSTRAK :

The preventive action malaria out of Java and Bali is centralized in the east part of
Indonesia including East Nusa Tenggara. This is because Annual Malaria Incidence
(AMI) in 1996 reached 189,17 o/oo while in 1997 increased to 197,5 o/oo PR (parasite
rate) in was 4,41 percent and 1,77 in 1997. In 1998 Malaria in East Sumba Regency
become the top rank disease among other diseases AMI in 1998 was 274 o/oo and 356
o
/oo in 1999. Melolo and Mangili Puskesmas were chose to be the research location
because there place were high incidence areas with AMI perceptively 406,8 o/oo and 384
o
/oo.

This study was aimed to investigate factors that had influence in families with malaria
case in stepa and sabana areas, as well as to make guideline of public health treatment
to be applied by help personnel that were nurse and midwife in Puskesmas, Puskesmas
branch and Polindes that spread out in East Sumba Regency.

This study was divided into two steps. Step one was examining risk factors in malaria by
using case control study with dependent variable of malaria sufferer while independent
variable was environment, behavior or health personnel factors. The next step was
application of public health treatment guideline by nurse and midwife in East Sumba
Regency with quasy experimental design. Dependent variable in this study was
intervention of public health treatment guideline while the independent variable was
steps of treatment process that were observation/try out, planning, implementation and
evaluation.

The result of the first step showed that with univariate, multivariate tests and stratification
of SPSS and Epi programs, there was a significant relationship between environment
human behavior, breeding site, health personnel work productivity that were nurse and
midwife malaria incident in the East Sumba Regency (OR of flooded areas = 13,687 and
OR of going to field without cloth = 8,187, OR of stepa/sabana areas forest = 17,5704,
OR of stall possession = 2,0024, and OR officer = 2,0008). Furthermore, after being
examined with t test in the second step of this study, it was found that there was a
significant relationship between Puskesmas with and without guideline (p=0,00, df = 29,
t=2,697). Based on this study, it can be concluded that to decline the risk factor, a
guideline for in-depth observation and appropriate intervention application forward
malaria incidence in stepa and sabana areas in East Sumba Regency is necessary.

124
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Application of public health treatment process especially in observation, planning,


implementation and evaluation steps had positive influence toward work productivity.
Motivation and incentives that were given to the health personnel that were nurse and
midwife had significant influence in implementing guideline of public health treatment
process or guideline development to all infected and non infected diseases in the field.
ABFK

206
Pengembangan Model Pemberantasan Malaria di Daerah Lombok Nusa Tenggara Barat
(1)/Supratman Sukowati; Enny Wahyu Lestari; Siti Sapardiyah.-- Jakarta : Pusat
Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.--
59p.

ABSTRAK :

Dari bulan Agustus 1999 sampai dengan Desember 2000 telah dilakukan penelitian
pengembangan metode pemberantasan malaria di daerah Lombok, Nusa Tenggara
Barat. Pengumpulan spesimen vektor malaria (dewasa dan larva) di 2 wilayah
penelitian, yaitu Lombok Barat dan Lombok Timur. Pengumpulan spesimen dilakukan 2
kali selama 6 bulan untuk masing-masing daerah penelitian. Survei parasitologi
dilakukan dengan pemeriksaaan darah tepi penduduk di daerah penelitian, dan survei
sosial anthropologi dilakukan wawancara kepada masyarakat di daerah penelitian serta
wawancara mendalam terhadap pejabat di Kanwil dan Dinas Kesehatan serta lintas
sektor dan swasta terkait, petugas kesehatan dan tokoh masyarakat. Tujuan penelitian
ini adalah untuk menemukan metode pemberantasan malaria di daerah Lombok secara
tepat guna.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Lombok barat tertangkap 9 spesies Anopheles,


yaitu An. subpictus, An. vagus, An. econitus, An. minimus, An. indefinites, An.
barbirostris, An. tesselatus, An. kochi dan An. vagus, dan di Lombok Timur ditemukan 6
spesies Anopheles, yaitu An. subpictus, An vagus, An. indefinites, An. sundaicus dan
An. barbirostris vektor malaria yang dominan di Lombok Barat dan Lombok Timur adalah
An. subpictus. An. subpictus dan An sundaicus ditemukan simpatrik di daerah penelitian.
Habitat pradewasa nyamuk An. subpictus dan An. sunndaicus di Lombok Barat adalah
tambak dan di saluran irigasi di sekitar tampak yang banyak ditumbuhi oleh algae, lumut
dan rumput dengan kisaran salinitas 5-10 o/oo; sedangkan di Lombok Timur tempat
perkembangbiakannya adalah laguna yang banyak ditumbuhi oleh algae dan gulma air
yang lain seperti rumput dan eceng gondok dengan kisaran salinitas 10-32o/oo. Dua
spesies tersebut menggigit orang di dalam dan di luar rumah, namun demikian mereka
cenderung lebih bersifat exofagik dan exofilik.

Malariometric survey (MS) menunjukkan bahwa dari pemeriksaan darah di Lombok


Barat dari 225 slides yang diperiksa 2 orang positif (parasite ratenya 0,89percent),
sedangkan di Lombok Timur dari 239 slide tidak ada yang positif (parasite ratenya
0percent). Dari studi sosio-antropologi budaya telah diwawancara responden dari
penduduk di Sekotong, Lombok Barat dan responden dari penduduk di Labuhan Haji,
Lombok Timur, serta dilakukan wawancara mendalam terhadap tokoh formal maupun
informal, petugas kesehatan, dan lintas sektor terkait pengetahuan, sikap dan perilaku
(PSP) masyarakat di daerah penelitian tentang malaria masih belum baik. Secara umum

125
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

masyarakat sudah mengenai gejala malaria, namun pengetahuan tentang nyamuk


penular malaria masih rancu. Sebagian masyarakat masih percaya tahyul, sikap dan
perilaku belum mendukung pemberantasan malaria. Masyarakat masih memerlukan
intervensi tentang PSP malaria secara baik dan benar agar mampu mencari upaya
pengobatan secara tepat guna.
BPPK

therapy
207
Pengaruh Pengawasan Minum Obat terhadap Keberhasilan Pengobatan Malaria di
Kabupaten Jepara/Faroka El Feries.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana, Universitas
Gadjah Mada, 2001.-- irrp.

ABSTRAK :

The regency of Jepara is one of 7 regencies in the province of Central Java that remains
the endemic of malaria shown by the increasing rate of malaria from 0,64 o/oo in 1995 to
3,47 o/oo in 1997 and decreased to 2,57 o/oo in 1998 and 1,12 o/oo in 1999. Malaria cases
mostly were in 3 areas of the community health centers, i.e. Mayong I, Batealit, and
Mlonggo II. The high of incidents malaria in Jepara Regency caused by some factors,
one of that is the procedure using drugs by patient. The community for drink the
antimalaria drugs was minus, generally was not enough so the treatment have been not
finished, in order to obey guaranteed patient need to controlled use drugs. Based on this
fact, evaluation of effectiveness of controlled use drugs without type of malaria treatment
success.

This was an artificial experimental study using intervention of control use drugs using
treated and controlled group. The subjects were falciparum malaria and vivax malaria
victims in the area of community health centers of Mayong I and Batealit that fulfilling the
conclusion and exclusion criteria. The success of treatment was analyzed in the 7th, 14th
, 21st and 28th days for faciparum and the third month for vivax to analysis of proportional
differences of treatment success was done between the two groups using fisher exac
test and SPSS windows’95 program.

The results showed that there was not difference of falciparum malaria treatment
success between under control by drug drink controller and didn’t. There was not
difference of vivax malaria treatment success between under control by controller of
drugs using and didn’t. There was resistance of early P. falciparum R1 to fansidar drugs
4,2 percent on falciparum malaria patient without control by drug drink controller. There
was resistance of early P. vivax R1 to klorokuin 2,1 percent on viavax malaria patient
without control by drug drink controller.
ABFK

MALONDIALDEHYDE
208
Kadar Malondialdehid pada Lensa Katarak Senillis Penderita Diabetes Mellitus dan non
Diabetes Mellitus Kajian di RUSP Dr. Sardjito Yogyakarta/Daud Nurul.-- Yogyakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 36p.

126
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

ABSTRAK : Lihat nomor 36

209
Perbedaan Pengaruh Vitamin E Dosis Tinggi dengan Dosis Normal terhadap Kadar
Malondialdehid Lensa Katarak Senilis pada Penderita Miop Aksialis/Yanuarius Priyo
Triyono.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 50p.

ABSTRAK : Lihat nomor 37

MANAGEMENT INFORMATION SYSTEMS


210
Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan Sistem Informasi Manajemen
Berbasis Komputer di Puskesmas : Studi di Kota Probolinggo/Ratna Dwi Wulandari.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irr p.
ABSTRAK : Lihat nomor 59

211
Studi Pembanding Sistem Informasi Manajemen Program Kesehatan Ibu dan Anak oleh
Bidan di Desa di Puskesmas Salam Kabupaten Magelang dan Puskesmas Tempel I
Kabupaten Sleman/Wally Syamsudin.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada, 2000.-- irrp.
ABSTRAK :
This study aimed at learning the management information system (MIS) for Mother &
Child Health (MCH). Program held in Salam Community Health Center, Magelang
Regency & Temple I Community Health Center, Sleman Regency. It was also aimed at
analyzing the data gathering, processing and presentation of the MCH Program by
midwives, the midwives knowledge of MIS, the differences in deciding the objective and
data processing, and the use of data for planning executing and evaluating MCH data.
There were still, differences in the method of data gathering some were active and other
were inactive in the seeking the data.
This was a comparative case study comparing the MIS for MCH program held in Salam,
and in Tempel I Community Health Centers. A qualitative and quantitative analysis
method was used. The analysis units were 15 midwives collecting, processing, and
presenting data, 11 midwives were working in Salam and 4 others were in Tempel I. The
instruments were questionnaires and document checklists. Depth interviews were
conducted with 2 midwives from Salam and 2 midwives from Tempel I. Samples were
taken purposively from the best and worst performance of midwives of each community
health centers. Data were then analyzed descriptively and qualitatively.
The descriptive analysis showed that the capability level of midwives in Salam & Temple
I was all 100percent good, high motivation 100percent, training was 90.91percent good
in Salam Community Health Center and 75percent was available in Tempel I. In terms of
budget, 54.55percent was available in Salam Community Health Center.
The MIS for MCH program by midwives in Salam and Tempel I community health
centers were still varied, in which the Salam Community Health Center was good
conduct the MIS, while the Tempel I Community Health Center had not yet the
conducted MIS in accordingly to the procedure.
ABFK

127
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

MARKETING OF HEALTH SERVICES


212
Analisis Pemasaran General Check Up pada Detasemen Kesehatan Wilayah 04.04.02
Yogyakarta/Amin Ibrizatun.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, 2000.-- irrp.
ABSTRAK :
This study was performed in 040402 health detachment area that supervised third level
hospital (DKT Hospital), health and logistic administration affairs, and main and
assistance polyclinic has main duty to build and serve preventive and curative health
service in order to increase soldiers and their family’s health.

In order to catch the opportunity to increase performance of 040402-health detachment


area, one basic problem that has to be faced was a marketing strategic that was not
formulated yet. It's supported by a Directorate General of Plan, Finance, and Budget,
Ministry of Defense, No. 03N/1995/DJRA on May 9, 1995 concern on finance
management non APBN resulted from society health service in Ministry of Defense.

This study was aimed to analyze internal and external environment of general check up
service, to find consumer interest in determining customer's choice in using general
check up service and to arrange marketing strategic.

This study was a non-experimental (observation) study that used cross sectional
(survey) with quantitative and qualitative method. Data were collected from primary and
secondary data that were gathered from interview with the Commander of 040402 health
detachment area, Director of DKT Hospital, the head of administration affairs, and the
result of structured questionnaire from general patient in inpatient service and outpatient
service of DKT Hospital and 108 samples that was determined by disproportionate
random sampling method.

The result of the study showed positive interest of patient in using general check up
service, the existing strategy used in this detachment was not adjusted to external and
internal environment, and therefore it needs a supporting aggressive strategy that
focused on narrow market segment.
ABFK

213
Evaluasi Efektivitas Pemasaran di Rumah Sakit Panti Waluyo, Solo/Tonggo Soebroto.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 61p.

ABSTRAK : Lihat nomor 162

MATERNAL HEALTH SERVICES


214
Determinan Pemilihan Rumah Sakit sebagai Tempat Persalinan di Kabupaten Bantul,
Yogyakarta/Niken Nawangsih.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, 2001.-- 97p.

ABSTRAK : Lihat nomor 161

128
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

MATERNAL MORTALITY
215
Penilaian Hasil Laboratorium sebagai Faktor Prognosis Kematian Maternal pada
Preeklamsia/Eklamsia : Angka Trombosit, Aspartat Aminotransferase dan Kreatinin/
Muzayanah.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irrp.

ABSTRAK : Lihat nomor 84

MATERNAL WELFARE
216
Studi Pembanding Sistem Informasi Manajemen Program Kesehatan Ibu dan Anak oleh
Bidan di Desa di Puskesmas Salam Kabupaten Magelang dan Puskesmas Tempel I
Kabupaten Sleman/Wally Syamsudin.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada, 2000.-- irrp.

ABSTRAK : Lihat nomor 211

MEDICAL RECORDS
217
Analisis Sistem Rekam Medis Pasien Rawat Inap di RSUD Dokter Soedarso Pontianak/
Suhali.-- Surabaya : Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2001.-- irr p.

ABSTRAK : Lihat nomor 173

218
Evaluasi Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas/Lestari Handayani et
al.-- Surabaya : Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Teknologi Kesehatan,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- irr p.

ABSTRAK : Lihat nomor 53

219
Harapan dan Persepsi Tenaga Kesehatan terhadap Keputusan Manajemen untuk
Meningkatkan Mutu Rekam Medis di RSM “Dr. Yap” Yogyakarta/I Nyoman Gede
Anom.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irr p.

ABSTRAK :

Involving the role of health personals in the process of decision-making is one effort to
improve medical record quality. This study aimed to accept the inspiration of doctors,
nurses, and medical record staffs as input of reward system and punishment
implementation plan in “Dr. Yap Eye Hospital” in Yogyakarta.

Data of the study were collected by distribution-closed questionnaire to described


expectation and perception of health personals of 14 doctors and 30 paramedics (nurses
and medical record staffs). The study examined the correlation between independent
variables (subject’s characteristic’s and knowledge) and dependent variables
(respondent’s expectation toward reward and punishment, and respondent’s perception

129
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

toward medical record fulfillment) by One Way ANOVA, T-test, Spearmen’ rank and
Pearson’s product moment correlation.

The result showed that most of respondents agreed toward reward system
implementation plan, but it was balanced in punishment system implementation plan. In
the understanding of definition and function of medical record that was clear and
completed, all of respondents stated that they were all understood. Statistically, in the
medical staff group, the result showed significance correlation between doctor’s
knowledge and expectation toward punishment (p<0,005), and doctor’s perception and
expectation toward reward and punishment (p<0,05). On nurses and medical record
staff, it was found that statistically correlation between respondent’s education and their
perception toward medical record fulfillment was significant (p<0,05). Correlation of
perception and expectation were only significant on the expectation of reward (p<0,05).
On other variables, statistically, there were not correlated.
ABFK

220
Identifikasi Data Pasien di RS DATI II Gresik dalam Rangka memperoleh Informasi
untuk Perawatan Lanjutan bagi Pasien Rawat Inap : Mewujudkan Peran Rumah Sakit
dalam Manajemen Rujukan Pasien Rawat Inap/Evie Sopacua et al.-- Jakarta : Pusat
Penelitian dan Pengembangan Pelayanan dan Teknologi Kesehatan, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- irrp.

ABSTRAK :

Penelitian ini mengidentifikasikan data pasien rawat inap yang memperoleh perawatan
lanjutan dan terwujud dengan adanya rujukan balik dari rumah sakit di Puskesmas atau
dokter/bidan praktek sebagai unit primer pengirim atau terdekat. Tujuan khususnya
selain mewujudkan adanya rujukan balik ke unit primer pengirim atau terdekat juga
mempelajari ketepatan rujukan yaitu penggunaan surat pengantar yang jelas dengan
diagnosa yang tertulis dengan jelas. Kemudian dipelajari tanggapan dari pasien dan unit
primer yang dirujuk balik.

Pengumpulan data dengan penelusuran dokumen dan penggunaan data sekunder di


rekam medik, juga dilaksanakan diskusi dan lokakarya untuk sosialisasi pengumpulan
data dasar pasien yang dirujuk balik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa program data dasar dapat disusun dan prosedur
kerja tetap tentang rujukan balik sedang dalam proses tetapi rujukan balik belum
terwujud sehingga ketepatan merujuk dengan surat pengantar dan diagnosa yang jelas
belum terjadi. Kendala adalah bahwa manajer data merupakan tenaga dari rekam medik
yang melakukan pengisian data dua kali untuk dua program data dasar yang berbeda.
Keadaan ini menyita waktu dan tenaga dan dianggap tidak effektif.

Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa tujuan belum terjawab disebabkan kondisi
rumah sakit sendiri dalam merespon apa yang disepakati bersama tim peneliti untuk
dilaksanakan. Antara lain proses penyusunan prosedur kerja tetap untuk rujukan balik
lewat komite medik terkendala oleh kondisi yang ada. Saran agar terus melaksanakan
proses untuk mewujudkan rujukan balik walau penelitian sudah selesai, dan tim peneliti
masih akan terus terlibat untuk menjawab tujuan penelitian yang belum terjawab.

130
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

BPPK

MEDICAL RECORDS SYSTEMS, COMPUTERIZED


221
Perlindungan Sekuriti Komputerisasi Sistem Informasi Rekam Medis di RSUD Bantul/
M.I. Titi Christi Retno Palupi.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana, Universitas Gadjah
Mada, 2000.-- 138p.

ABSTRAK :

This study was aimed to examine directly the security protection in computerization of
information system, in medical record implemented in Bantul local government hospital
that has been accomplished by local area network. Observation and dept interview that
accomplished directly to hospital's staffs and programmers that involved in the
computerization of information system in medical record hopefully will be able to find the
safety standard of computerization of information system in medical record of Bantul
local government hospital toward the violation possibility of law/medical and hospital
ethics.

The result of the study showed that computerization of information system in medical
record that has been arranged and built in this hospital was arranged to be applicable
easily by its user and designed accommodate with the rules and medical ethic in order to
avoid bad effect to all parties (patients, doctors, hospital, and staffs) in hospital, gradual
process in data entry system, authorization and password implication were main point in
implementing computerization of information system in medical record.

The result of the study expected to facilitate in building ideas for all parties involved in
society's services, especially hospitals. Therefore, it is necessary to arrange and build
better computerization of information system in medical record that relate to law system
that provide advantage society, institutions and health provider.
ABFK

MICE
222
Pengaruh Penambahan Asam Salisilat 2percent dan 5percent dalam Salep Mometason
Furoat 0,1percent terhadap Atrofi Kulit dan Indeks Proliferasi Keratinosit Mencit/Aries
Budiarso.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 44p.

ABSTRAK :

The aim of this study were to evaluate the effect of additional salicylic acid 2percent and
5percent into mometasone furoate 0.1percent ointment on mice skin atrophy, and its
effect on keratinocyte proliferation index. This study also to evaluate the difference of ;
its atrophogenicity between combined salicylic acid 2percent + mometasone furoate and
salicylic acid 5percent + mometasone furoate.

One hundred and fifty Swiss mice were shaved on their back skin, divided into five
groups of treatment: Vaseline album, salicylic acid 2 percent, mometasone furoate 0.1
percent, mometasone + salicylic acid 2percent and mometasone furoate + salicylic acid
5percent in ointment base, respectively. These ointments were applied once a day for 14
days. In the 15th day, the skin specimens were taken and prepared for routine histology

131
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

section stained with hematoxyline eosin and silver pitrate colloidal. Measuring and
counting the histology parameter such as did the assessment of atrophogenicity: corneal
layer, basal layer, epidermal and dermal thickness and hair follicle density under light
microscope with micrometer. Counting the mean of 100 keratinocyte nuclear dark spots
did the proliferation index. All of the assessments were done blinded by ignoring the
groups of treatment. Statistical analysis was done by one-way ANOVA.

Result of this study showed that, mometasone furoate 0.1 percent has a greater
atrophogenicity compared with salicylic acid ointment and Vaseline album, but additional
of salicylic acid 2percent or 5percent into mometasone furoate 0.1 percent ointment
does not increase its athrophogenicity on mice skin except for corneal layer thinning.
The combined salicylic acid 5percent + mometasone furoate 0.1percent have a higher
effect on stratum corneum thinning than salicylic acid 2percent + mometasone furoate
0.1 percent.
BPPK

MICROFILARIA
223
Gambaran Reaksi Serum Penderita Filariasis terhadap Komponen Protein Mikrofilaria
Brugia malayi di Daerah Kalimantan Tengah/Harli Novriani; Basundari Sriutami.--
Jakarta : Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, s.a.-- 10p.

ABSTRAK : Lihat nomor 32

MIDWIFERY
224
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Bidan Puskesmas Induk terhadap
Standar Pelayanan Antenatal di Kabupaten Klaten/Retna Sariningdyah.-- Yogyakarta :
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irr p.

ABSTRAK :

The mortality rate of mothers in Indonesia was still high. So many efforts were done to
decrease that mortality rate. One of them was to improve the antenatal service quality.
To support the activity, in 1999, Department of Health, Republic of Indonesia, wrote the
basic standard of antenatal services that consisted of the antenatal service process
guideline and its administration to be conducted by the community health center’s staff.
The compliance of antenatal service according to the guideline showed quality. This
study was aimed at learning the factors related with midwives compliance to the
antenatal service standard.

The study was a non-experimental study using a cross-sectional approach and


quantitative and qualitative methods. It was presented in a descriptive analytic way.
Thirty-four midwives of the main community health center were analyzed. Primary data
were obtained through surveys and structured interviews, while secondary data were
obtained from documents and reports. The independent variables were characteristics
and capability of midwives, motivation, facility, procedure, leadership, supervision, and
workload; while the dependent variables were midwives compliance to the antenatal
service standard.

132
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

The product moment correlation test showed that the factors related with the midwives
compliance to the antenatal service standard were knowledge, facility, and the average
workload of 5 hours per day in Klaten Regency. Factors that did not relate with were
characteristics, capability, motivation, supervision, procedures, and leadership. The
results of multi-regression test showed that knowledge alone or knowledge and
characteristics, training, skills, and motivation affected midwives compliance with the
antenatal service standard; so did facility and workload alone or facility and workload
together with leadership, supervision, and procedures affected midwives compliance
with the antenatal service standard.

All factors were all together affected the midwives compliance with the antenatal service
standard. The level of compliance in the Regency of Klaten was 53,77percent
considered as average. The average compliance with anamnesis identity was
64,54percent; 0bstetric anamnesis was 58,77percent; anamnesis of pregnancy was
48,23percent; general medical check-up 63,76percent; intervention was 81,29percent;
counseling was 24,82percent. In conclusion, the improvement of midwives compliance
with antenatal services according to the Department of Health, 1999, need to improve
the midwives knowledge, facility, and workload for every midwives.
ABFK

225
Studi Pembanding Sistem Informasi Manajemen Program Kesehatan Ibu dan Anak oleh
Bidan di Desa di Puskesmas Salam Kabupaten Magelang dan Puskesmas Tempel I
Kabupaten Sleman/Wally Syamsudin.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada, 2000.-- irrp.

ABSTRAK : Lihat nomor 211

MILK PROTEINS
226
Komponen Bioaktif Protein dalam Susu Kuda Liar/Heru Yuniati.-- Jakarta : Pusat
Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
2000.-- irrp.

ABSTRAK :

Susu kuda liar akhir-akhir ini menjadi sangat popular penggunaannya dan diasumsikan
sebagai obat karena dianggap mempunyai khasiat yang dapat menyembuhkan berbagai
macam penyakit. Sebagai akibatnya harga jual susu kuda liar ini menjadi sangat tinggi,
oleh karena itu timbul pemikiran untuk melakukan penelitian komponen bioaktif protein
dalam susu kuda liar.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi gizi dan komponen bioaktif protein
dari susu kuda liar. Bahan yang digunakan adalah susu kuda liar asal Sumbawa baik
secara langsung dibawa dari Bima maupun dari agen penjualan di Bogor. Analisis
komposisi sample meliputi penentuan kadar protein, lemak, abu, air, pH serta penetapan
komponen bioaktif protein, kadar asam amino dan kadar asam lemak dalam susu kuda.
Analisis dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi Bogor,
Badan Litbang Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

133
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Dari hasil analisis susu kuda liar yang dipasarkan dan susu kuda segar, kadar protein
antara 1.83-1.92, lemak 1.19-1.58, abu 0.38-0.40, dimana kadar zat gizi utama lebih
tinggi susu kuda liar segar. Pada pengukuran pH susu kuda liar segar 4.00 dan susu
kuda di pasaran 3.21. Komposisi asam amino essential (methionin dan sistein) pada
susu kuda liar yang dipasarkan secara keseluruhan lebih baik dibandingkan dengan
susu kuda liar segar, kecuali lysine. Komposisi asam lemak tak jenuh (oleat, linolenat,
dan linoleat) susu kuda liar yang di pasarkan kadarnya lebih tinggi. Berdasarkan
kandungan bioaktif protein, susu kuda liar secara keseluruhan mengandung protein
dengan berat molekul rendah. Berat molekul pada susu kuda segar sekitar 21.000 kD
dan pada susu kuda yang di pasaran sekitar 14.400 kD.

Sebagai kesimpulan bahwa susu kuda liar segar dan susu kuda liar yang dipasarkan
mengandung zat bioaktif protein dengan berat molekul rendah yaitu adanya senyawa
antitripsin dan senyawa lisozim. Kandungan asam amino essential dan asam lemak
tidak jenuh pada susu kuda liar yang di pasaran lebih tinggi, sedangkan zat gizi utama
lebih tinggi pada susu kuda liar segar.

Diperlukan penelitian yang lebih intensif tentang kandungan bahan-bahan penyusun


susu kuda terutama yang berasal dari Sumbawa, kualitas, keamanan serta efek
terapeutiknya.
BPPK, FGIZ

MOSQUITO CONTROL
227
Keterpaduan Peranan Dokter Kecil dan Ibu Rumah Tangga dalam Pemberantasan
Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Tegalrejo, Kotamadya
Yogyakarta/Lagiono.-- Yogyakarta : Porgram Pascasarjana Universitas Gadjah Mada,
2000.-- 90p.

ABSTRAK : Lihat nomor 61

228
Penggunaan 2 Formulasi (Liquid dan Powder) Bacillus thuringiensis H–14 Strain Lokal
dalam Pengendalian Vektor Jentik Nyamuk di Laboratorium/Blondine Ch. P.-- Jakarta :
Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.--
11p.

ABSTRAK : Lihat nomor 23

MUSCLES
229
Pengaruh Senam Aerobik Low Impact dan High Impact terhadap Massa dan Kekuatan
Otot/Selfi Handayani.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.--
68p.

ABSTRAK : Lihat nomor 103

MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS
230

134
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Deteksi Sekaligus Pembedaan Galur secara Langsung dari Spesimen Klinik dan Isolat
Mycobacterium tuberculosis dengan Teknik Spoligotyping/R. Lia Kusumawati.-- Jakarta :
Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 64p.

ABSTRAK :

Salah satu penyebab kegagalan pengendalian tuberkulosis di Indonesia adalah karena


lemahnya deteksi dini kasus infeksi di samping kegagalan terapi kasus yang resisten
terhadap obat anti tuberkulosis dan hambatan dalam melakukan kontrol tuberkulosis.
Dengan ditemukannya teknik molekuler spoligotyping spacer olygonucleotide direct
repeat (DR) pada genon M. tuberculosis complex, dapat dilakukan pembedaan galur-
galur di antara M. tuberculosis complex.

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan deteksi cepat sekaligus dapat membedakan
galur M. tuberculosis langsung dari spesimen klinik tanpa melakukan pembiakan kuman.
Sebanyak 29 sampel klinik bakteri M. tuberculosis, terdiri dari 5 sampel sputum
penderita tuberkulosis dan 24 sampel isolat M. tuberculosis dilakukan pemeriksaan
mikroskopik BTA, pembiakan pada medium Lowenstein-Jensen, uji biokimia, uji
resistensi serta ekstraksi DNA. Sebagai standard digunakan 1 galur M. bovis BCG dari
vaksin BCG. DNA dari sampel isolat diekstraksi dengan fenol-kloroform, DNA dari
sampel sputum dan M. bivis BCG diekstraksi dengan metode Boom.

DNA hasil ekstraksi dibuktikan dengan teknik PCR menggunakan pimer Pt8 dan Pt9
untuk melihat fragmen spesifik DNA M. tuberculosis complex berukuran 541 bp. Pada
teknik spoligotyping, uji PCR dilakukan dengan primer DRa dan DRb berlabel biotin
untuk amplikasi sekwens direct repeat (DR) DNA M. tuberculosis comples. DNA hasil
amplikasi dihibridisasi dengan 1 set pelacak yang terdiri dari 43 jenis oligonukleotida
spacer, menggunakan membran Hybond N+. Deteksi DNA hasil hibridisasi dilakukan
dengan Streptavidin Horseradish Peroksidase dan alat deteksi substrat khemiluminesen
ECL (Amersham) kemudian dipaparkan pada film sinar X (Kodak).

Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 8 sampel klinik dari penderita tuberkulosis
dan 1 sampel M. bovis BCG, telah dianalisis dengan teknik spoligotyping. Hasil
indetifikasi dari 9 sampel yang dihibridisasi menunjukkan 8 pola hibridisasi yang
berbeda, satu di antara isolat MDR yang dianalisis, mempunyai pola hibridisasi yang
identik dengan galur Beijing yang ditemukan luas di Asia Timur dan juga telah
ditemukan di Inggris. Dua sampel sputum dari seorang penderita tuberkulosis yang
dikumpulkan dalam 2 kali pengambilan yang berbeda memberikan pola hibridisasi yang
sama. Teknik spoligotyping dapat diterapkan langsung pada sampel klinik untuk deteksi
cepat infeksi M. tuberculosis sekaligus dapat membedakan galur kuman pada penderita
tuberkulosis, sehingga dapat digunakan untuk diagnosis dan pemantauan penyebaran
kuman penyakit tuberkulosis.
BIFK

MYOPIA
231
Amplitudo Akomodasi pada Berbagai Jenis Miopia/Nugraha Wahyu Cahyana.--
Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 34p.

ABSTRAK :

135
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

It has been discussion among Ophthalmologist whether myopia is caused by hereditary


or environmental factors. The one of the environmental factors is demands of near work.
The myopia may develop in eyes with lower accommodation as an adaptation to reduce
demands of near work.

The objective of this study is to evaluate their differentiations of amplitude of


accommodation in the many types of myopia, and the relation between amplitude of
accommodation with the degree of myopia.

Subject of the study were myopia patients in Eye Polyclinic Dr. Sardjito General Hospital,
Yogyakarta from November 1, 2000 to March 31, 2001 divided in 4 groups i.e. : mild,
moderate, high and progressive myopia. Amplitude of accommodation was examined
with spherical minus method. Sex, age family history, occupation, education level, and
onset of myopia were registered, tabulated and analyzed.

The subject of the study consisted of 64 myopia patients, divided in 4 categories, i.e. : 16
mild myopic patients, 16 moderate myopic patients, 16 high myopic patients and 16
progressive myopic patients. The average amplitude of accommodation in the mild
myopia group was 6,66 ± 1,28 D, moderate myopia group was 5,03 ± 1,117 D, high
myopia group was 3,53 ± 0,59 D, and progressive myopia was 2,89 ± 1,14 D. There was
a significant difference for each group (p<0,001). There was negative significant
correlation (r = -0,758) between amplitude of accommodation with the degree of
myopia.

The conclusion of this study there was difference amplitude of accommodation for each
group of myopia. There were correlations between amplitude of accommodation and the
degree of myopia.
ABFK

NOISE, OCCUPATIONAL
232
Analisis Paparan Kebisingan Implusif dan Kontinyu terhadap Gangguan Pendengaran
Pekerja (Studi di Industri Kompor dan Bengkel Las Malang)/I. Parsaoran Tamba.--
Surabaya : Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2000.-- irr p.

ABSTRAK : Lihat nomor 143

NURSES
233
Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Perawat dalam Melaksanakan
Perawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas di Kabupaten Dati II Semarang/Asaat
Pitoyo.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 124p.

ABSTRAK : Lihat nomor 57

234
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Perawat Menerapkan Standar
Asuhan Keperawatan pada Puskesmas Rawat Inap di Kabupaten Sleman/Achmad Ely.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 119p.

ABSTRAK :

136
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

This study was aimed at learning the nurses compliance in applying the standard of
nursing care in inpatients community health centers in the regency of Sleman; analyzing
the nurses performance; analyzing the relationship between internal and external
factors; analyzing the most related factors; and finding out the patients satisfaction and
interest after receiving nursing care service. The study in one of inpatients community
health centers in Sleman regency showed that the application of standard of nursing
care relevant to the concept was still low.

This was an observational study using cross-sectional approach. The analysis units were
61 respondents who were nurses conducting nursing care. Data were also gathered
from 18 patients answering questionnaires; from observation on 18 patient documents;
from 6 nurses doing implementation, and from interviews with 4 nurses. Data were
analyzed descriptively and statistical test was done using correlation technique, multiple
regression using SPSS 6.0 for windows.
The descriptive analysis showed that the nurses performance was 82.00percent; ability
54.10percent; motivation 60.70percent; workload 93.40percent; work experience about
6-10 years is 50.80percent; training on nursing care 29.50percent; work environment
90.20percent; supervision 54.10percent; leadership style 65.60percent; orientation to
staff, compensation system 57.40percent; patients satisfaction 83.30percent; patients
interest 88.80percent; nursing implementation and behavior 94.40percent; and
implementation and behavior checking compliance 83.30percent. The statistical test
showed that the relationship between internal factors and nurses performace was
medium (r=0.445) and significant (p=0.028). The external factors and nurses
performance was medium (r=0.475) and significant (p=0.005). The external factor, i.e.
supervision variable had the strongest relationship with nurses performance (r=0.748)
and significant (p=0.008)
ABFK
235
Pengaruh Pengarahan Petunjuk Teknis terhadap Perilaku Perawatan dan Komplikasi
Pemasangan Infus di Rumah Sakit Haji Jakarta/Hartati Ramli.-- Yogyakarta : Program
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 88p.
ABSTRAK :
This study was aimed at learning the effect of technical guidance of putting and
maintaining infusion on the nurses, the nurses' behavior and on the complication of
infusion.
The study was a simple experiment using post-test only control group design. The
subjects were 107 nurses working in 8 in-patient rooms and 57 nurses in 4 group study
rooms chosen randomly, receiving the guidance as an study intervention and 50 other
nurses in control-group rooms who did not get any guidance.
The results showed that 1) the technical guidance improved nurses knowledge
significantly (p=0.001), but it did not affect their skill of infusion application (p=0.185) and
it did not improve their skill of infusion maintenance significantly (p=0.000) with the
average score of 33.14 for controlled group and 28.7895 for study group. 2) the nurse’s
education influenced their knowledge with the highest score of 11.4286 for SPK nurses,
followed by diploma nurses (11.3556) and the lowest (9.7692) for midwives. These
scores were statistically significant (p=0.008). 3). The nurses behavior did not influence

137
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

significantly (p=0.9667) the complication of infusion maintenance and application. 4) the


technical guidance did not decrease the complication of infusion application since the
complication in the study-group rooms was not significantly different from that of control
group rooms. 5) It could be concluded that a) the technical guidance did not improve
nurses behavior; the nurses in the study group who had adequate behavior were
38.6percent. b) the technical guidance decrease complication because 17.6percent
happened -in the study group that was lower than the average. c) nurses with adequate
behavior could lower the complication. The rooms with adequate-behavior nurses had
the highest contribution (90.9percent) and those who were in the study group got lower
contribution (11.6percent) from the average (19.3percent).

It could be concluded that technical guidance on the application and


maintenance of infusion should be familiarized so that it could increase the
nurse’s knowledge, improved the nurses' skills, and decreased the complication
of infusion application, although it was not significant statistically.
ABFK
236
Penggunaan Waktu Kerja Perawat Profesional di Instalasi Rawat Inap II Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Sardjito/Arief Setiyoargo.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana,
Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 90 p.

ABSTRAK :

Dr. Sardjito General Hospital is a vertical hospital type B2, which belongs to the Health
Department of Republic Indonesia. This is teaching hospital and center of heath referral
for province of Yogyakarta and Central of Java in the south of area.

The study was aimed to know how do nurses to use their productive of working time on
tasks in the Instalasi Rawat Inap II of Dr. Sardjito General Hospital. The observation
were evaluated the performance appraisal by nurse activities in the direct care services
and nursing process. Work sampling techniques were used in this study; design was an
exploration descriptive study with cross sectional approach.

The result of study showed that nurses used 31,8percent of their working time on direct
patient care, and 28,1percent on indirect patient care. Nursing process activities
accounted for most. Statistic analysis, there was not a significant difference (p<0,05) in
the percentage of time spent in various activities with patients across services, days and
shift.
ABFK

NURSING AUDIT
237
Audit Medik dan Keperawatan Bedah Sesar dalam Upaya Peningkatan Kualitas
Pelayanan di Unit Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah
Wonosari/Marcus Gatot Budi Prihono.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada, 2000.-- 106p.

ABSTRAK : Lihat nomor 43

NURSING CARE
238

138
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Audit Medik dan Keperawatan Bedah Sesar dalam Upaya Peningkatan Kualitas
Pelayanan di Unit Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah
Wonosari/Marcus Gatot Budi Prihono.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada, 2000.-- 106p.

ABSTRAK : Lihat nomor 43

239
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Perawat Menerapkan Standar
Asuhan Keperawatan pada Puskesmas Rawat Inap di Kabupaten Sleman/Achmad Ely.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 119p.

ABSTRAK : Lihat nomor 234

240
Harapan Konsumen terhadap Pelayanan Keperawatan : Penelitian Kualitatif di Rumah
Sakit Dharma Yadnya Denpasar, Bali/Luh Sri Ani.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana,
Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irrp.

ABSTRAK :

Nursing is integral part of hospital services. Currently, their specialists as opposed to


own intention of using the hospital send almost 90percent of consumers. A survey of
patient satisfaction carried out previously showed that 25percent of customers were
dissatisfied with the service quality. In order to improve quality of nursing care, this
study explores consumer expectation toward nursing care in Dharma Yadnya General
Hospital.

This qualitative study used focus group discussion with 86 participants in 8 consumer
groups. The groups were patients in I, Il, and III type of classes; surgery wards, non-
surgery wards, and patients came on their own intention, suggested by specialists, and
non-emergency outpatient clinics.

The result of the discussion showed similar expectation of consumer. The expectation
here can be classified into 5 dimensions: nursing care pleasure, coordination,
responsiveness, professionalism, and nurse emphatic toward non-nursing. Some groups
expected more on nursing care. Consumer expectation had service quality item more
than service quality mentioned by Parasuraman theory. Consumer expectation
emphasized on nursing care professionalism than continued with service pleasure,
coordination, responsiveness, and nurse emphatic. This result of the discussion was
different with the study before that placed emphatic as the most problem continued with
tangibles, assurance, reliability, and responsiveness.

The conclusion of this study is consumer expectation of 8 consumer groups toward


nursing care is similar. Only few groups have different expectation toward general
pattern of consumer expectation of nursing care. The result of consumer expectation has
more items regarded to Parasuraman theory.
ABFK

NURSING SERVICES
241

139
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Harapan Konsumen terhadap Pelayanan Keperawatan : Penelitian Kualitatif di Rumah


Sakit Dharma Yadnya Denpasar, Bali/Luh Sri Ani.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana,
Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irrp.

ABSTRAK : Lihat nomor 240

NUTRITION
242
Studi Penanggulangan Gizi dan Kesehatan Anak Balita Lahir BBLR oleh Keluarga di
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat/Adhi Dharmawan Tato.-- Bogor : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 14p.

ABSTRAK : Lihat nomor 168

NUTRITION DISORDERS
243
Uji Layak Kasus Gizi Buruk sebagai Indikator Kejadian Luar Biasa Kurang Pangan di
Masyarakat/Vita Kartika et al.-- Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 48p.

ABSTRAK :

Sejak akhir tahun 1998, kejadian kasus gizi buruk marasmus (M), kwashiorkor (K), dan
Marasmik-kwashiorkor (MK) telah menjadi topik utama berita kesehatan pada media
massa. Propinsi yang sering diberitakan karena kasus gizi buruknya yang tinggi saat itu
adalah Sumatera Barat dan Jawa Barat, Tengah dan Timur, Selawesi Selatan, dan
Lampung. Kasus gizi buruk dijaring dari laporan anak BGM dari data penimbangan
bulanan anak balita di Posyandu.

Secara umum studi ini ditujukan untuk menguji hubungan kasus gizi-buruk dengan
kejadian kurang pangan di masyarakat. Tujuan secara khusus ialah mempelajari : (1)
hubungan kasus gizi buruk dengan perubahan status gizi balita sekitar tempat tinggal
kasus, (2) hubungan kasus gizi buruk dengan kejadian kurang pangan rumah tangga
miskin di sekitar tempat tinggal kasus, dan (3) mempelajari spesifikasi kasus gizi buruk
yang berkaitan erat dengan kejadian luar biasa kurang pangan.

Kunjungan konfirmasi berjenjang sampai ke lokasi tempat tinggal kasus dilakukan guna
mencek tingkat kebenaran laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten. Data yang
digunakan untuk kunjungan konfirmasi adalah data terbaru hasil bulan penimbangan
balita tahun 1999 dan hasil penimbangan dua bulan terakhir di posyandu.

Studi ini dilakukan di kabupaten Badung, Cianjur, Karawang dan Cirebon, Propinsi Jawa
Barat. Secara purposive (sengaja) dipilih 60 desa yang mempunyai kasus gizi buruk –
marasmus/kwashior berdasarkan data laporan puskesmas, rumah sakit dan atau tempat
pelayanan kesehatan lainnya. Data yang dikumpulkan meliputi : (1) data kasus gizi
buruk, (2) data status gizi balita di Posyandu, (3) data sosial ekonomi rumahtangga , dan
(4) data konsumsi pangan rumah tangga miskin di wilayah posyandu kasus.

Data dikumpulkan oleh peneliti dengan cara wawancara dan pengamatan. Responden
adalah ibu dari kasus atau yang mengasuhnya, ibu dari keluarga miskin, tenaga
pelaksana gizi (TPG) puskesmas dan bidan desa serta ketua kader.

140
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Kesimpulan yang dapat dikemukakan berdasarkan pada hasil pengolahan dan analisis
data yang diperoleh serta bahasanya adalah meskipun terdapat kasus
(maramus/kwashior/marasmik kwashiorkor), masih terdapat 16 desa (3,7percent) yang
pola konsumsinya tetap. Karena itu pola konsumsi makanan tidak dapat digunakan
untuk menkonfirmasi keadaan gizi buruk. Kejadian gizi buruk sudah terjadi jauh sebelum
dilakukan konfirmasi. Kasus gizi buruk sebagian besar ditemukan pada anak usia di
bawah dua tahun yaitu sebesar 72,5percent, diantaranya lebih dari 50percent berusia di
bawah 18 bulan. Konfirmasi terhadap masalah yang berkaitan dengan KLB (kejadian
luar biasa) mengalami kesulitan karena kualitas data yang rendah.

Penggunaan KMS (kartu menuju sehat) dapat menghasilkan kesalahan dalam


menginterpretasikan status gizi anak. Karena pada saat konfirmasi masih ditemukan dua
jenis KMS yang beredar, pengisian KMS oleh kader belum baik dan benar atau tepat,
(petugas tidak mencek ulang kasus yang ditemukan/dilaporkan). Data BGM-SKDM
belum bisa dijadikan sebagai salah satu data alternatif untuk dijadikan sebagai indikator
dalam SKPG (sistem kewaspadaan pangan dan gizi) karena angka yang dilaporkan oleh
kader/puskesmas hingga saat ini masih jauh lebih tinggi dari angka yang sebenarnya
(hasil pengolahan data oleh peneliti menggunakan data berat badan anak dari sumber
data yang sama/bulan penimbangan yang sama).

Saran yang dapat dikemukakan sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan situasi
pangan dan gizi ke depan adalah untuk memastikan/menjamin bahwa anak yang
dilaporkan adalah kasus gizi buruk, maka TPG (tenaga pelaksana gizi) harus segera
mencek kembali anak yang dilaporkan sebagai anak yang BGM tersebut sebelum
membuat laporan ke Dinas Kesehatan Dati II dan Dati I.
BPPK, FGIZ

in infancy and childhood


244
Konseling Gizi dan Kesehatan untuk Pertumbuhan dan Perkembangan Motorik Kasar
Anak Kurang Gizi Penderita ISFA di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah/Heryudarini
Harahap.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 94p.

ABSTRAK : Lihat nomor 125

NUTRITIONAL STATUS
245
Dampak Krisis Ekonomi terhadap Perubahan Status Gizi, Biokimia Gizi dan Pola
Makanan di Masyarakat Pedesaan (Data Tahun 1992 dibandingkan Tahun 1999)/Dewi
Permaesih.-- Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 39p.

ABSTRAK :

Pada tahun 1992 di sebagian besar wilayah Bogor dilakukan pengumpulan data untuk
mendapatkan gambaran masalah gizi di masyarakat yang terdiri dari masalah kurang
vitamin A (KVA), kurang energi protein (KEP) dan masalah anemia, pada kelompok
rentan di masyarakat, yaitu balita, ibu hamil dan menyusui. Dengan terjadinya krisis
ekonomi mereka merupakan kelompok yang harus terlebih dahulu mendapatkan
perhatian. Walaupun data yang ada dikumpulkan sekitar 7 tahun lalu tetapi data ini

141
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

merupakan informasi yang tersedia dan dapat digunakan sebagai data dasar untuk
melihat adanya perubahan yang terjadi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan status prevalensi xeroftalmia pada
balita juga perubahan status vitamin A darah, perubahan status anemi pada balita, ibu
hamil dan ibu menyusui, perubahan KFP pada balita, serta perubahan pola konsumsi
makanan keluarga sampel. Penelitian dilakukan di 10 kecamatan, 29 desa yang telah
diteliti pada tahun 1992. Pengumpulan data dilakukan 2 kali yaitu bulan April dan
Nopember 1999.

Sampel penelitian adalah balita, ibu hamil trimeter II dan III serta ibu menyusui. Data
yang dikumpulkan meliputi identitas responden, antropometri, konsumsi makanan status
anemi dan status vitamin A secara sub sampel. Dalam analisis data yang diperoleh
dibandingkan dengan data tahun 1992.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan kasus xeroftalmia, tetapi masih
ditemukan masalah vitamin A berdasarkan kadar vitamin A serum. Ditemukan sebanyak
6.8percent anak balita dengan kadar serum < 10 ug/dl (kriteria WHO 5percent).
Prevalensi status gizi buruk anak balita cenderung meningkat dibandingkan dengan data
tahun 1992 dari 3,1percent menjadi 4,4percent. Kelompok yang terlihat paling
terpengaruh krisis ekonomi adalah anak balita dengan kelompok umur 0-23 bulan.
Ditemukan kenaikan prevalensi balita “underweigh” yang bermakna (p<0,05). Prevalensi
anemi pada balita meningkat dari 41,7percent pada tahun 1992 menjadi 48,9percent
pada bulan April 1999 dan 49,2percent pada bulan Nopember 1999, secara statitistik
perubahan ini tidak bermakna.

Prevalensi anemia ibu hamil menjadi meningkat dari 55,2percent pada tahun 1992
menjadi 60,2percent pada April 1999 dan menurun kembali menjadi 59,2percent pada
Nopember 1999. Perubahan terjadi karena penyebaran umur kehamilan agak berbeda,
dari data yang ada ditemukan adanya kecenderungan semakin tua kehamilan semakin
rendah kadar Hb-nya. Sebaliknya data berat badan menunjukkan semakin tua
kehamilan semakin naik berat badannya. Terjadinya kenaikan prevalensi anemia pada
ibu menyusui dari 45,9percent tahun 1992 menjadi 48percent bulan April 1999 dan
46,3percent bulan Nopember 1999 perubahan ini secara statistik tidak bermakna.
Prevalensi ibu menyusui dengan IMT 18,5 sebesar 13,3percent lebih sedikit dari tahun
1992 yaitu 14,7percent. Tampaknya ibu menyusui tidak terpengaruh oleh keadaan
krisis. Dari data di atas menunjukkan adanya indikasi pengaruh krisis ekonomi terhadap
pertumbuhan balita umur 0-23 bulan, yang berarti pada saat krisis terjadi berusia antara
0-1 tahun, karena itu kelompok ini perlu mendapat perhatian.
BPPK, FGIZ

246
Faktor Determinan Status Gizi dan Anemia Murid SD di Desa IDT Penerima PMT-AS di
Indonesia/Anies Irawati.-- Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 23p.

ABSTRAK : Lihat nomor 6

247
Penelitian Keadaan Gizi dan Konsumsi Makanan di Desa Tertinggal Wilayah Bogor
Tanggerang dan Bekasi (Botabek) sebagai Dampak Krisis Ekonomi/Djoko Kartono.--

142
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 59p.

ABSTRAK :

Pada akhir tahun 1996 dilakukan pemantauan status gizi (PSG) dan survei komsumsi
gizi (SKG) di seluruh desa di wilayah Jawa Barat. Tidak lama setelah pelaksanaan PSG
dan SKG ini krisis moneter melanda Indonesia dan berlanjut dengan krisis ekonomi
yang cukup parah. Timbul pemikiran untuk memanfaatkan data PSG dan SKG ini dalam
menganalisis dampak krisis ekonomi terhadap status dan konsumsi zat gizi dengan
melakukan survei ulang dan membandingkannya dengan data yang sudah ada.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi keadaan gizi anak balita dan
kosumsi makanan keluarga di desa IDT sebagai dampak krisis ekonomi. Lokasi
penelitian di Kotamadya Bogor, Kabupaten Tanggerang dan Bekasi. Sebanyak 30 desa
di tiap kabupaten dipilih secara acak yaitu 20 desa IDT dan 10 desa Non-IDT. Di setiap
desa dipilih posyandu lokasi PSG dan SKG tahun 1996. Sebanyak 10 rumah tangga
yang mempunyai anak balita dipilih secara acak di posyandu terpilih. Dalam analisis
dibandingkan data SKG dan PSG 1996 dan 1999.

Hasil penelitian menunjukkan PSG : persentase KEP nyata di Tanggerang tidak berbeda
sebelum dan selama krisis tetapi lebih tinggi di Bekasi dan lebih rendah di Bogor :
persentase KEP total lebih rendah di Bekasi selama dibandingkan sebelum krisis. Balita
1999 : keadaan gizi berdasarkan BB/U, TB/U dan BB/TB di Bekasi adalah yang terbaik
di bandingkan Tanggerang dan Bogor ; persentase BB/U kategori KEP di Bekasi paling
rendah yaitu 30percent; persentase kurus di 3 daerah sama yaitu sekitar 40percent;
persentase BB/TB kategori kurus di 3 daerah sama yaitu sekitar 6percent; persentase
TB/U kategori pendek kelompok umur di bawah 36 bulan (7,3percent) lebih tinggi
dibanding umur di atas 36 bulan (3percent).

SKG : konsumsi energi di desa Non-IDT tidak berbeda nyata : konsumsi vitamin A di
desa Non-IDT dan IDT jauh lebih rendah selama krisis dibading sebelum krisis;
kontribusi protein terhadap energi total tidak berbeda antara desa Non-IDT dan IDT
sebelum dan selama krisis ; kontribusi lemak terhadap energi total di desa Non-IDT dan
IDT di Bekasi dan Bogor lebih tinggi sebelum dibandingkan selama krisis tetapi di
Tanggerang lebih rendah ; kotribusi hidrat arang terhadap energi total di desa Non-IDT
di Bekasi tidak berbeda sebelum dan selama krisis tetapi lebih rendah di Tanggerang
dan di Bogor lebih tinggi. Ibu rumah tangga 1999 : konsumsi besi tidak berbeda antara
desa Non-IDT dan IDT yaitu sekitar 15 mg. Anak balita 1999 : konsumsi energi anak
balita tidak berbeda antara desa Non-IDT dan IDT ; konsumsi protein anak balita tidak
berbeda antara desa Non-IDT dan IDT kecuali Bekasi ; konsumsi lemak tidak berbeda di
Tanggerang dan Bogor; persentase gizi lebih di Bekasi, Tanggerang dan Bogor lebih
rendah selama dibandingkan sebelum krisis dan berbeda nyata antara Non-IDT dan IDT
kecuali di Bekasi.

Kesimpulan yang diperoleh krisis ekonomi berdampak negatif baik di desa Non-IDT
maupun IDT. Di desa Non-IDT terjadi penurunan presentase gizi lebih sedangkan di
desa IDT terjadi peningkatan KEP nyata maupun total. Konsumsi energi dan vitamin A di
desa Non-IDT maupun IDT turun selama dibandingkan sebelum krisis.

143
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Disarankan agar prioritas program perbaikan gizi dalam mengatasi dampak krisis
ekonomi perlu ditujukan pada desa IDT tetapi jika krisis terus berlanjut maka desa Non-
IDT juga perlu mendapatkan perhatian.
BPPK, FGIZ

248
Pengaruh Electro Convulsive Therapy terhadap Asupan Makanan dan Status Gizi
Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang/R. Soeprijono Winardi et al.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 103p.

ABSTRAK : Lihat nomor 80

249
Pengaruh Konseling Gizi dengan Buklet terhadap Konsumsi Makanan dan Status Gizi
Penderita Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta/
Susetyowati.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.--
85p.

ABSTRAK : Lihat nomor 146

250
Pengaruh Konseling Gizi Kepada Ibu terhadap Pola Konsumsi Makanan dan Status Gizi
Anak Balitanya di Kabupaten Tabanan, Bali/I Gusti Agung Ari Widarti.-- Yogyakarta :
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 112p.

ABSTRAK : Lihat nomor 81

251
Pengaruh Konseling Gizi terhadap Status Gizi Hamil KEK pada Program JPS-BK di Kota
Palembang, Propinsi Sumatera Selatan/Hana Yuniarti.-- Yogyakarta : Program
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irr p.

ABSTRAK :

The Imperfect of food quality and quantity and also the Ignorance of the nutrition
importance are the cause of the poor nutrition status on the pregnant mothers.
Therefore, the counseling is given in order to deepen the knowledge on nutrition food
program and to raise the weight; moreover it aims to increase the nutrition status of the
pregnant mothers.
The objective of this study is to find the effect of nutrition counseling to the nutrition
status chronic energy malnourished of pregnant mothers. This research used quasi
experimental with pretest-posttest control group design. The subject of the study is the
pregnant mother with arm circumference less than 23,5 cm. The study is held in two
community of public health’s (Puskesmas), this choice is based on the prevalence of the
risk on the pregnant mothers; the rate of the chronic energy malnourished in Palembang

144
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

is higher than any other place. The nutrition counseling is given in one of the chosen
Puskesmas every two weeks for three months. The data is collected from other
activities, for instance, food consumption for six times in every two weeks, the
measurement of weight, and the measurement of arm circumference every month, pre-
test and post-test of knowledge about nutrition.

The final result of research shows that the knowledge of mothers who receive nutrition
counseling is 6,26 higher then those who don’t receive. The energy consumption of
mothers who receive nutrition counseling is 296,58 caloric higher then those who don’t
receive. There is no significant effect of nutrition counseling for protein consumption. The
study also shows the nutrition counseling the raise of weight on the pregnant mother has
4,1 kg higher then those who don’t receive. Mothers who receive this counseling have a
1,58 cm higher arm circumference, than those who receive no counseling.
It can be concluded that there were improvement knowledge, energy consumption, and
weight and arm circumference after nutrition counseling. There was not improvement
protein consumption after nutrition counseling.
ABFK
252
Penyimpangan Positif (Positive Deviance) Status Gizi Anak Balita dan Faktor-faktor
yang Berpengaruh/Sandjaja.-- Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- irrp.

ABSTRAK :

Salah satu akibat langsung dari penurunan daya beli masyarakat akan pangan adalah
meningkatnya prevalensi kurang gizi terutama pada anak balita. Akan tetapi sebagian
anak dalam keluarga tertentu dengan sosial ekonomi rendah mempunyai daya adaptasi
yang tinggi sehingga mampu tumbuh dan kembang. Untuk itu dalam penelitian ini telah
diteliti faktor determinan psikososial dan perilaku yang mempengaruhi penyimpangan
positif tersebut.

Penelitian dilakukan di Kabupaten Sukabumi (Jawa Barat) dan di Gunung Kidul (D.I.
Yogyakarta). Di tiap kabupaten dipilih 5 kecamatan. Sebelum dipilih sampel, dilakukan
penimbangan semua balita (2974 balita) di daerah terpilih. Dari penimbangan tersebut
dipilih 450 balita yang terbagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok status gizi atas,
tengah dan bawah yang didasarkan nilat z-score BB/U tertinggi, menengah dan
terbawah.

Hasil studi menunjukkan bahwa balita di daerah terpilih dengan gizi baik, kurang, buruk
dan buruk sekali masing-masing 73.1percent, 23.3percent, 3.3percent, clan 0.3percent.
Prevalensi gizi baik di Sukabumi sedikit lebih tinggi dibanding di Gunungkidul, tetapi
prevalensi gizi buruk sekali lebih tinggi di Sukabumi. Prevalensi gizi baik anak
perempuan lebih besar dari anak laki-laki, tetapi prevalensi gizi buruk sekali lebih tinggi
pada anak perempuan.

Faktor-faktor positif deviance yang berperan nyata dalam status gizi anak antara lain
adalah faktor ibu, pola asuh anak, keadaan kesehatan anak, dan konsumsi makanan
anak. Faktor ibu yang berperan nyata terhadap resiko kurang gizi adalah berat badan
yang lebih rendah, tinggi badan lebih rendah, clan index masa tubuh yang kurang,
sedangkan yang tidak berperan nyata adalah hemoglobin.

145
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Faktor pola asuh yang berperan antara lain ibu tidak ikut dalam kegiatan organisasi,
kegiatan organisasi jarang diikuti, paparan terhadap media massa surat kabar dan
majalah, jumlah jam terpapar media massa. Sedangkan yang tidak berperan nyata
dalam resiko kurang gizi adalah jumlah organisasi yang diikuti, paparan terhadap TV
dan radio.

Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi kurang berperan nyata dalam resiko gizi
kurang. Pengetahuan yang berperan nyata hanya pengetahuan tentang sumber vitamin
dan mineral, sedangkan yang tidak berperan nyata adalah tentang manfaat oralit,
larutan gula garam, pengetahuan tentang sanitasi lingkungan, pengetahuan gizi tentang
sumber zat tenaga dan pembangun, pengetahuan komposit tentang kesehatan.

Faktor anak yang berperan nyata terhadap resiko kurang gizi adalah riwayat berat
badan lahir yang rendah, adanya penyakit infeksi yaitu batuk, pilek, penyakit kulit dan
tanda-tanda klinis kurang gizi. Sedangkan yang tidak nyata adalah penyakit campak,
suspect KP, bronchitis, penyakit mata, telinga dan lainnya. Kondisi kesehatan anak saat
diperiksa lebih banyak yang sakit pada kelompok status gizi bawah. Resiko kurang gizi
juga lebih tinggi secara nyata bila konsumsi semua zat gizi pada anak lebih rendah.
Riwayat kelahiran juga berperan dalam resiko kurang gizi antara lain tempat lahir dan
penolong persalinan. Sedangkan riwayat pemberian ASI pertama kali tidak berperan
nyata dalam resiko kurang gizi.
BPPK, FGIZ

253
Perubahan Pola Konsumsi Pangan dan Status Gizi Masyarakat di Tiga Daerah (Canjur,
Lampung Selatan, Tanah Datar) Sebelum dan Saat Krisis Ekonomi/Jajah K. Husaini.--
Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 72p.

ABSTRAK :

Pada tahun 1993/1994 telah dilakukan penelitian gizi di tiga daerah yang berbeda suku
dan pola kekerabatan keluarga, yaitu di Cianjur (Jawa Barat), Lampung Selatan
(Lampung), dan Tanah Datar (Sumatra Barat). Penelitian pola konsumsi dan status gizi
dilakukan kembali di daerah dan desa yang sama pada tahun 1999, yaitu pada saat
krisis ekonomi sedang memuncak, dengan tujuan untuk mempelajari dampak krisis
ekonomi terhadap pola konsumsi dan status gizi keluarga di ketiga daerah tersebut.

Pengumpulan data dirancang dalam bentuk metode survei yang bersifat kroseksional
terhadap dua gugus data yaitu pada sebelum dan saat krisis ekonomi. Sebanyak 347
RT yang bermukim di wilayah Posyandu aktif di desa terpilih, dijadikan sampel penelitian
yang ditentukan secara purposif. Besar sampel untuk masing-masing kelompok (hamil,
menyusui, ibu balita) dilakukan secara proposional dan dipilih secara acak sederhana.
Besar sampel di masing-masing daerah adalah 119 RT di Cianjur, 119 RT di Lampung
Selatan, dan 109 RT di Tanah Datar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama krisis terjadi penurunan frekuensi konsumsi
daging, namun sebaliknya terjadi kenaikan frekuensi makan ikan laut/darat, ikan kering
asin dan telor. Hal ini didukung oleh data kualitatif yang menunjukkan bahwa pada
umumnya responden menyatakan selama krisis terjadi perubahan variasi bahan makan

146
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

yang digunakan dalam menu keluarga, mereka cenderung memilih bahan makanan
yang relatif lebih murah. Begitu pula halnya dalam besarnya porsi yang bisa
dihidangkan, sebanyak 57percent-98percent responden menyatakan bahwa pada saat
krisis banyaknya bahan yang dapat dibeli dengan uang yang ada lebih sedikit.

Prevalensi balita yang menderita kurang gizi (KEP ringan + KEP sedang + KEP berat)
pada sebelum dan sewaktu krisis tidak berbeda nyata baik diukur berdasarkan BB/U,
BB/TB, maupun TB/U, walaupun prevalensi kurang gizi secara total tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata, tetapi jumlah anak yang menderita gizi buruk meningkat
pada waktu krisis. Jadi krisis tidak berdampak terhadap prevalensi KEP pada daerah-
daerah yang diteliti, tetapi cenderung berdampak terhadap beratnya (severety) KEP
yang diderita. Kurang energi kronik (KEK) yang diukur berdasarkan IMT (Indeks Masa
Tubuh) pada ibu rumah tangga kurang lebih sama pada sebelum dan sewaktu krisis,
malah di Tanah Datar menunjukkan penurunan prevalensi KEK. Jadi sewaktu krisis,
status gizi ibu rumah tangga tidak lebih buruk dibandingkan dengan sebelumnya. Pada
balita terjadi penurunan prevalensi anemia dari 83,0percent pada sebelum krisis menjadi
59,0percent pada sewaktu krisis. Pada ibu hamil dari 47,2percent menjadi 41,2percent,
ibu menyusui dari 56,0percent menjadi 26,2percent, dan ibu balita dari 51,3percent
menjadi 20,4percent.

Dalam jangka panjang, partisipasi masyarakat dalam program gizi perlu terus
ditingkatkan, di samping itu potensi masyarakat perlu diberdayakan. Di daerah Lampung
Selatan dan Tanah Datar potensi alam berupa lahan pertanian dan pekarangan yang
cukup luas perlu dikembangkan dalam bentuk mix forming disertai membudayakan bibit
unggul untuk tanaman pekarangan dan ternak, sedangkan di daerah Cianjur yang
potensi alamnya terbatas namun mobilitas masyarakat tinggi dan dekat pusat kegiatan
ekonomi, maka usaha yang dapat dijalankan seperti warung dan usaha kecil lainnya
perlu dikembangkan.
BPPK, FGIZ

254
Potensi Madu sebagai Alternatif dalam Upaya Perbaikan Status Gizi Anak Balita di Klinik
Gizi/Yekti Widodo.-- Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 40p.

ABSTRAK : Lihat nomor 158

255
Status Gizi Masyarakat Pedesaan pada Masa Krisis Ekonomi/Dewi Permaesih.-- Bogor :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2000.-- 37p.

ABSTRAK :

Krisis ekonomi yang melanda seluruh negeri berpengaruh pada semua sektor termasuk
sektor kesehatan dan gizi. Balita, ibu hamil dan ibu menyusui merupakan kelompok
rentan di masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran status gizi terutama KEP, vitamin A dan
anemi gizi pada balita dan anemi gizi pada ibu hamil dan ibu menyusui.

147
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Pengumpulan data dilakukan pada bulan April 1999 dan Nopember 1999. Responden
penelitian adalah anak balita, ibu menyusui dan ibu hamil. Data yang dikumpulkan
meliputi status kesehatan secara umum, status vitamin A darah, status gizi dan status
anemi pada anak balita, status anemi pada ibu hamil serta ibu menyusui. Selain itu juga
dilakukan pengumpulan data pendukung lainnya seperti keadaan sosial ekonomi serta
pola konsumsi.

Hasil penelitian menunjukkan tidak ditemukan anak yang menderita xeroftalmia maupun
status vitamin A yang marginal, sedangkan pada pengukuran status gizi dengan
antropometri yang dihitung berdasarkan perubahan berat badan yaitu indeks BB/U pada
pemeriksaan bulan April 1999 ditemukan sebanyak 1,7percent penderita status gizi
buruk dan 2,9percent pada bulan Nopember 1999. Hasil pengukuran dengan indeks
BB/TB penderita gizi buruk pada bulan April 1999 2,1percent dan pada bulan Nopember
1999 2,3percent. Sedangkan pada penggunaan indeks TB/U ditemukan 1,1percent
pada bulan April 1999 dan turun menjadi 0,4percent pada bulan Nopember 1999. Hasil
pemeriksaan kadar hemoglobin dalam darah menunjukkan gambaran perubahan yang
tidak terlalu berarti baik pada balita, ibu hamil maupun menyusui.

Kesimpulan dari hasil penelitian menujukkan krisis moneter memberi gambaran yang
nyata pada perubahan berat badan, karena itu perlu diwaspadai untuk kecukupan
konsumsi pada anak balita.
BPPK, FGIZ

256
Status Gizi, Pertumbuhan dan Asupan Makanan Penderita Infeksi Tuberkulosis Siswa
Sekolah Dasar di Kodya Yogyakarta/Aimarosa.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 56p.
ABSTRAK : Lihat nomor 82
257
Status Gizi, Status Pertumbuhan, dan Asupan Makanan pada Penderita Asma : Suatu
Penelitian pada Siswa SLTP di Kotamadya Yogyakarta/Elisa.-- Yogyakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2000.-- irrp.
ABSTRAK : Lihat nomor 20
in infancy and childhood
258
Efek Suplementasi Zn dan Fe pada Status Gizi Anak Stunted Usia 6-24 Bulan di
Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah/Ernawati Nasution.-- Yogyakarta : Program
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 102p.
ABSTRAK : Lihat nomor 186
259
Pengaruh Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Tradisional terhadap
Kejadian ISPA, Diare dan Status Gizi Bayi pada 4 (empat) Bulan Pertama
Kehidupannya/Suyatno.--Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada,
2000.-- 104p.

ABSTRAK : Lihat nomor 77

148
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

OBESITY
260
Pengaruh Sumber Serat terhadap Penurunan Berat Badan dan Kolesterol pada Orang
Kegemukan/Astuti Lamid.-- Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 8p.
ABSTRAK : Lihat nomor 48

OCCUPATIONAL HEALTH
261
Evaluasi Penggunaan Alat Pelindung Diri Sarung Tangan untuk Pengrajin Sepatu Kulit/
Kusnindar Atmosukarto et al.-- Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi
Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- irrp.
ABSTRAK :
Sebagai kelanjutan penelitian model pelindung jari tangan dan kaki pengrajin sepatu
tahun 1997/1998, yang berhasil didesain alat pelindung diri sarung tangan (APD-ST)
untuk pengrajin sepatu kulit. Selanjutnya diteliti efektivitas penggunaan APD-ST tersebut
untuk mengatasi masalah kecelakaan kerja.

Penelitian dilakukan dengan tipe “before and after study”. Pengumpulan data dilakukan
melalui wawancara, pengukuran fisik lingkungan kerja, observasi dan pemeriksaan
kesehatan responden. Intervensi APD-ST dilaksanakan terhadap 150 responden
pekerja, untuk dievaluasi manfaatnya terhadap pencegahan luka pada kecelakaan kerja.
APD-ST yang diuji ada dua model, yaitu model A berisi rambut logam aluminium 2 gram
dan model B berisi rambut logam aluminium 4 gram.

Pengumpulan data dari 150 responden pada awal intervensi (sebelum intervensi), hanya
dapat diwawancarai 121 responden pada akhir intervensi. Dari 121 responden sebelum
dan sesudah intervensi diketahui bahwa APD-ST dapat mencegah insiden luka sebesar
94,7percent (sebagai penderita) dan sebagai peristiwa 82,9percent APD-ST model A
dapat mencegah luka 10 percent dan APD-ST model B 73,9percent. Semua pemakai
APD-ST yang mengalami kecelakaan, meskipun luka, tetapi sangat ringan dan tetap
kerja.
BPPK

PANCREAS
262
Kadar Elastase Pankreas 1 Tinja sebagai Petanda Gangguan Fungsi Eksokrin Pankreas
pada Penderita Thalassemia Beta Mayor/Stefanus Lembar.-- Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 88p.

ABSTRAK : Lihat nomor 25

PATIENTS
263
Penentuan Sisa Makanan Pasien Rawat Inap dengan Metode Taksiran Visual Comstock
di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta/Rini Murwani.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 68p.

ABSTRAK : Lihat nomor 116

149
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

PATIENT SATISFACTION
264
Pengaruh Penggunaan Menu Pilihan Berdasarkan Kesukaan Makan terhadap Tingkat
Kepuasan Pasien Paviliun RSUD Dr. Moewardi Surakarta/Budiyanti Wiboworini.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.--102p.

ABSTRAK : Lihat nomor 121

265
Perbedaan Kepuasan Pasien Pengguna Kartu Sehat dan Askes terhadap Pelayanan
Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Sleman/Poernomo Ismoe Kartiko.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 87p.

ABSTRAK : Lihat nomor 178

PERINATAL CARE
266
Morbiditas dan Mortalitas Perinatal pada Penanganan Kehamilan Postterm secara Aktif
dan Konservatif/Roy Lukas Sondakh.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada, 2000.-- 48p.

ABSTRAK : Lihat nomor 169

PHACOEMULSIFICATION
267
Induksi Astigmatisma Pasca Fakoemulsifikasi Perbandingan antara Insisi 2 dan 3
Bidang di Kornea Temporal 3.2 MM selama 6 Minggu/Pudji Santoso.-- Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 38p.

ABSTRAK : Lihat nomor 21

PHARYNGITIS
268
Laporan Hasil Guna Pengobatan Amoksisilin Dibandingkan dengan Eritromisin pada
Penderita Tonsilo-Faringitis Akut/Ani Isnawati.-- Jakarta : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.--
irrp.

ABSTRAK : Lihat nomor 5

PHYSICIANS, FAMILY
269
Perspektif Masyarakat Pengguna Program Dokter Keluarga PT. ASKES di Kota dan
Kabupaten Malang/Solehah Catur Rahayu; Setia Pranata; Suhardono.-- Surabaya :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan dan Teknologi Kesehatan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- irrp.

ABSTRAK :

150
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Program dokter keluarga PT. Askes adalah bentuk penyelenggaraan pelayanan


kesehatan yang merupakan alternatif pemberi pelayanan rawat jalan tingkat pertama
(RJTP) seperti yang dilakukan Puskesmas. Di Jawa Timur pelaksanaan RJTP oleh
dokter keluarga dlmulal pada tahun 1991.

Dalam empat tahun perjalanan program dokter keluarga di Jawa Timur, dokter keluarga
diharapkan mampu melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara komprehensif
dan keberadaannya sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat peserta Askes.
Apakah benar demiklan adalah pertanyaan mendasar yang harus dijawab. Studi ini
bertujuan untuk mengungkapkan seberapa jauh utilisasi dokter keluarga oleh peserta.

Studi ini bersifat eksploratif, dilakukan di kota dan Kabupaten Malang yang merupakan
tempat pengembangan awal program dokter keluarga di Jawa Timur. Jumlah sampel
ditentukan secara proporsional dari masing-masing peserta yang terdaftar pada dokter
keluarga dengan total sampel 213 responden. Sedangkan teknik pengambilan
sampelnya dilakukan secara snowball system.

Karakteristik responden menggambarkan bahwa 52,6percent berjenis kelamin laki-laki


dan 47,4percent wanita. Pendidikan mereka 38percent SMU, 31,5percent perguruan
tinggi dan sisanya SMP dan SD. Bardasarkan kepangkatan peserta Askes 43,7percent
memiliki Gol. II dan 42,3percent Gol. III, dimana 58,3percent berpenghasilan antara Rp.
500.000,- sampai dengan Rp. 1.000.000,-, 24,4percent di bawah Rp. 500.000,- dan
sisanya 17,4percent berpenghasilan di atas 1 juta rupiah.

Keanggotaan peserta program dokter keluarga setiap tahunnya makin banyak, namun
demikian hanya 57,8percent yang menyatakan pernah mendapat penjelasan mengenai
program dokter keluarga. Sumber informasi terbanyak adalah dari PT. Askes
(61,5percent), dokter keluarga dan teman responden masing-masing 11,51percent.
Informasi dari TV dan koran masing-masing 1,6percent dan tidak seorangpun
responden yang pernah memperoleh informasi dari radio.

Dalam melaksanakan pelayanan 90,6percent pernah memanfaatkan dokter keluarga.


Adapun jenis pelayanan yang dimanfaatkan masih terbatas pada upaya pengobatan
(99,0percent). Pelayanan lainnya seperti KB, ANC dan imunisasi jarang sekali
dimanfaatkan. Dilihat dari sikap, bahasa yang digunakan, cara pemeriksaan dan hasil
pengobatan dalam pelayanan yang dlberikan oleh dokter keluarga dianggap sudah
memenuhi harapan yang diinginkan responden.

Dari hasil penelitian ini disarankan agar dalam pelaksanaannya, dokter keluarga perlu
memanfaatkan sumber informasi yang ada untuk memasarkan dan menjelaskan
program dokter keluarga. Dokter keluarga hendaknya lebih mampu melakukan
pelayanan kesehatan secara komprehensif dan tidak menekankan pada kegiatan kuratif
saja.
BPPK,LYAN

PLANT OILS
270
Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit sebagai Sumber Penghasil Asam Lemak Omega-3/
Erwin Affandi.-- Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 28p.

151
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

ABSTRAK : Lihat nomor 111

271
Penelitian Profil Minyak Herba Tanaman Artemisia vulgaris Hasil Budidaya pada 3
Ketinggian Tempat/Tumbuh yang Berbeda/Sutjipto.-- Tawangmangu : Balai Penelitian
Tanaman Obat, Puslitbang Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
2000.-- irrp.

ABSTRAK :

Artemisia vulgaris L (suku Asteraceae) merupakan tanaman yang tingginya antara 0,3 -2
meter, tersebar di Jawa pada ketinggian 250-3.000 m dpl. Herba tanaman tersebut
merupakan salah satu simplisia yang digunakan di dalam negeri dan parameter-
parameter simplisianya telah tertera pada buku Materia Medika Indonesia, namun profil
minyak atsirinya belum diungkapkan.

Dalam rangka untuk mengungkapkan tentang profil minyak atsiri herba tanaman
Artemisia vulgaris L. hasil budidaya pada 3 ketinggian tempat yang berbeda dengan
menanam tanaman tersebut pada ketinggian 700 m dpl., 1.200 m dpl. dan 1.700 m dpl
dengan perlakuan budidaya secara umum, dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm, dipupuk
TSP 7,5 gram/tanaman dan pupuk kandang sebagai pupuk dasar.

Setelah tanaman menjelang berbunga tanaman dipanen dan hasil panen dikeringkan
dan minyaknya didestilasi. Terhadap minyaknya dianalisa secara KLT dan gas
kromatografi, ditetapkan BD, index bias dan rotasi jenisnya.

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut :


A. Analisa KIJ T dan Gas kromatografi.
a). Dengan analisa KIT ternyata bercak yang terdeteksi pada minyak atsiri yang
berasal dari 3 ketinggian tempat tumbuh tidak sama, minyak simplisia yang
berasal dari simplisia dari tanaman yang ditanam pada ketinggian 700 m dpl.
dan 1.200 m dpl. terdeteksi 10 bercak, sedangkan yang dari ketinggian 1.700
m dpl. terdeteksi 11 bercak.

b). Dengan analisa Gas kromatografi pig yang terdeteksi juga tidak sarna. Pig
minyak atsiri simplisia dari tanaman yang dibudidayakan pada ketinggian 700
m dpl. terdeteksi 20 pig, pada ketinggian 1.200 m dpl. terdeteksi 17 pig dan
pada ketinggian 1.700 m dpl. terdeteksi 21 pig.

B. BD, Index bias dan rotasi jenis.

Berat jenis minyak atsiri, index bias dan rotasi jenis dari simplisia (herba) Artemisia
vulgaris L. hasil budidaya ternyata tidak sama. Makin tinggi tempat pembudidayaan BD
minyak atsirinya makin kecil yakni BD berkisar 0.9417 sampai dengan 0,9248. Demikian
juga index bias berkisar 1,479 sampai dengan 1,471.

Adapun rotasi jenis ternyata semakin tinggi tempat pembudidayaan tanaman, minyak
atsiri yang dihasilkan mempunyai rotasi jenis makin tinggi; rotasi jenis berkisar 23,005
sampai dengan 45,035. Dengan dernikian dapat disimpulkan bahwa minyak atsiri

152
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

simplisia Artemisia vulgaris L. dari tanaman yang dibudidayakan pada ketinggian yang
berbeda profilnya juga berbeda.
BPPK
PLANTS, MEDICINAL
272
Daya Hambat Sari Buah Mengkudu (Morinda citrifolia) terhadap Tumor Kelenjar Susu
Mencit C3H Transplant/Maria Francisca Ham.-- Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2002.-- 51p.
ABSTRAK : Lihat nomor 30

273
Penelitian Budidaya Multilokasi Tanaman Daun Duduk (Desmodium triquetrum (L) DC.)
untuk Memperoleh Simplisia yang Berkualitas/Sutjipto.-- Tawangmangu : Balai
Penelitian Tanaman Obat, Puslitbang Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2000.-- irrp.
ABSTRAK :
Desmodium triquetrum (L.) DC. suku Legurninosae merupakan tanaman kosmopolit
yang dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian 0-1.500 m dpl. Simplisia berupa
daun yang banyak digunakan untuk obat tradisional, pemakaian dalam negeri cukup
banyak, tercatat pada tahun 1990 sebanyak 1.799 kg , dimana bahan tersebut sebagian
besar diperoleh dari tanaman yang belum dibudidayakan. Hal ini mengakibatkan baik
mutu maupun ketersediaan bahan secara berkesinambungan tidak terjamin. Oleh
karena itu tanaman tersebut perlu dibudidayakan, namun belum ada pedoman yang
tepat untuk membudidayakan tanaman tersebut maka perlu diteliti budidayanya.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas maka dilakukan penelitian budidaya multi-lokasi
tanaman daun duduk (Desmodium triquetrum (L.) DC. untuk memperoleh simplisia yang
berkualitas dengan metode eksperimental di lahan pada 3 ketinggian tempat tumbuh
dengan rancangan split-plot yang terdiri dari 2 faktor diulang 3 kali.
Faktor 1 : sebagai main plot dengan taraf pada jenis tanah (J).
Jl = jenis andosol,
J2 = jenis latosol,
J3 = jenis regosol.
Faktor 2 : sebagai sub. plot dengan taraf pada dosis pupuk urea (N).
N0 = 0 gram,
Nl = 2,5 gram,
N2 = 5 gram,
N3 = 7,5 gram.
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa tanaman Desmodium triquetrum
(L.) DC. dapat tumbuh pada ketinggian 200 m dpl., 700 m dpl. clan 1.200 m dpl. pada
jenis tanah regosol, andosol , latosol, namun bila dilihat produksinya berbeda.
Perlakuan jenis tanah dan dosis pupuk mempunyai pengaruh beda nyata terhadap hasil
produksi daun segar maupun daun kering. Hasil produksi daun segar dan daun kering
dari tanaman yang ditanam pada ketinggian 700 m dpl. dan 1.200 m dpl. pada jenis
tanah andosol dan dosis pupuk urea 5 gram/tanaman menunjukkan hasil produksi yang
tertinggi, namun, pada ketinggian 200 m dpl. hasil produksi daun segar maupun daun
kering yang tertinggi pada jenis tanah latosol dengan dosis pupuk urea 5 gram/tanaman.

153
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Hasil produksi daun segar yang tertinggi pada penelitian diketinggian 200 m dpl. 191,43
gram tanaman dan hasil produksi daun kering 75;43 gram/tanaman.
Hasil produksi tertinggi pada penelitian di ketinggian 700 m dpl. 206,20 gram/tanaman.
Dan hasil produksi daun kering 79,32 gram/tanaman. Hasil produksi daun segar tertinggi
pada ketinggian 1.200 m dpl. 35,2 gram/tanaman. Hasil produksi daun kering 16,72
gram/tanaman.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tanaman Desmodium triquetrum (L.) DC. dapat
dibudidayakan pada ketinggian 200 m dpl., 700 m dpl. dan 1.200 m dpl. pada jenis
tanah regosol, latosol dan andosol. Namun hasil produksi pada ketinggian 1.200 m dpl.
jauh lebih rendah bila dibandingkan hasil produksi pada dua ketinggian lainnya (700 m
dpl.dan 200 m dpl.)
BPPK
274
Penelitian Penyimpanan Simplisia Buah Adas (Foenicum vulgare Mill.) Hasil
Budidaya/Katno.-- Tawangmangu : Balai Penelitian Tanaman Obat, Puslitbang Farmasi,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- irrp.
ABSTRAK :
Telah dilakukan penelitian penyimpanan simplisia buah Adas (Foeniculum vulgare Mill.)
hasil budidaya, dengan metode eksperimental secara faktorial dengan 2 faktor. Faktor
pertama adalah cara pengeringan (P), terdiri dari P1 (angin-angin), P2 (oven) dan P3
(sinar matahari langsung); sedangkan faktor kedua adalah jenis bahan pengemas (K),
terdiri dari K1 (kantong kertas), K2 (kantong plastik) dan K3 (karung plastik).
Penyimpanan dilakukan di dalam ruangan tertutup (gudang simplisia BPTO
Tawangrnangu) berukuran 3x3 m, dilengkapi dengan lampu penerang 2x 100 watt dan
alat pengukur kelembaban udara. Pengamatan dilakukan setiap 2 bulan dengan
penetapan 4 parameter (kadar air, kadar minyak atsiri, angka jamur dan angka lempeng
total). Adapun kurun waktu penyimpanannya adalah 2, 4, 6 dan 8 bulan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan cara pengeringan dan penyimpanan
yang tepat simplisia nabati yang mengandung minyak atsiri. Sedangkan alasan
pemilihan sampel buah adas dalam penelitian ini karena simplisia tersebut banyak
digunakan baik sebagai bahan baku obat tradisional maupun untuk keperluan lain dan
terrnasuk (urutan ke-4) dalam daftar 50 besar penggunaan simplisia dalam negeri yang
dilaporkan. Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill.) mengandung minyak atsiri, asam
anisat, minyak lemak dan secara empiris dinyatakan berkhasiat sebagai karminatif, obat
mulas, corigen saporis, obat batuk dan sariawan.

Penyimpanan simplisia sebagai bahan baku akan berpengaruh terhadap mutu bahan
serta produk olahan dari bahan tersebut. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas bahan baku (simplisia) dalam penyimpanan diantaranya wadah dan waktu
simpan, temperatur, kelembaban udara serta kadar air bahan yang akan disimpan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa wadah (jenis bahan pengemas) dan cara
pengeringan berpengaruh nyata terhadap parameter uji kualitas simplisia tersebut.
Kemasan kantong kertas relatip lebih baik untuk penyimpanan simplisia buah Adas
dalam waktu kurang dari 6 bulan. Sedangkan pengeringan dalam oven pada suhu
rendah (35-400) terhadap uji parameter kualitas simplisia buah Adas dalam
penyimpanan.

154
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

BPPK

275
Penelitian Profil Minyak Herba Tanaman Artemisia vulgaris Hasil Budidaya pada 3
Ketinggian Tempat/Tumbuh yang Berbeda/Sutjipto.-- Tawangmangu : Balai Penelitian
Tanaman Obat, Puslitbang Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
2000.-- irrp.

ABSTRAK : Lihat nomor 271

276
Pengembangan Kayu Secang (Caesalpinia sappan L) sebagai Fitofarmaka Antifertilitas :
Judul Tahap III Uji Toksisitas Sub Kronik pada Hewan Non Rodent, Uji Toksisitas
Reproduksi, Mutagenik dan Pengembangan Sediaan/Yun Astuti Nugroho et al.--
Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 38p.

ABSTRAK : Lihat nomor 170

277
Penyediaan Granul Ekstrak Sambiloto sebagai Fitofarmaka Antidiabetik Oral/Lucie
Widowati.-- Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 39p.

ABSTRAK : Lihat nomor 166

PNEUMONIA
in infancy & childhood
278
Analisis Faktor Resiko terjadinya Pnemonia pada Anak Balita di Kabupaten Dati II
Boyolali/Ragu Harming Kristina.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana, Universitas
Gadjah Mada, 2000.-- 115p.

ABSTRAK :

Incidence of pneumonia under five years old in children is quite high in Boyolali
Regency. In 1998, incidence of pneumonia children from the age group was 7,2 per 100
people under five years old, and CFR (case fatality rate) in hospital was 38,30percent.
The many factors affecting incidence: of pneumonia in children under five include: age,
sex, nutrition status, low birth weight, immunization status, breast feeding status,
wheezing, recurrent pneumonia episodes. Extrinsic environment such as house
construction, smoking habit, smoke shelf, ventilation, humidity, occupant's density, and
maternal reproductive history.

This study was aimed at investigating risk factors that played a role towards pneumonia
incidence in children under five years old. Risk factors being examined consist of: age,
sex, nutritional status, breast feeding status, immunization history, history of vitamin A,
wheezing, history of recurrent pneumonia, home environment factor (construction,

155
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

ventilation, smoke shelf, occupant’s density), smoking habit, education level, income, as
well as maternal reproductive history. The sample size was 172 consisting of 86 cases
and 86 controls subjects. The cases were taken among patient in health centers Boyolali
II, Ampel, Sambi I, Sambi II, Simo and Juwangi. Control was taken from the neighbors
of the cases. Data were examined by using computer program. Univariate analysis was
used to investigate the relationship of each variable. It was followed with stratification
analysis in order to investigate the influence of confounding variables.

The results of the study showed that out of 17 examined risk factors, four had significant
effects: history of recurrent pneumonia with OR = 61,80 (95percent CI =
5,55<OR<687,08), p =0,000; smoking habit or father with OR 3,45 (95percent CI=1,22:
<OR<9,74), p=0,01, humidity with OR=3.20 (95percent CI=1.07<OR<9.59), p=0,03, as
well as maternal reproductive history with OR=5,97 (95percent C1=1,05<OR<33, 72),
p=0,04. Mother education level is identified as a significant confounder. Malnutrition
status, low birth weight, incomplete immunization, breast feeding status, vitamin A
intake, wheezing, occupant's density, house construction, smoke shelf, as well as-level
of education and income were not significant risk factors of pneumonia incidence in
Boyolali Regency. There was an other factor that had a great relationship on pneumonia
incidence in Boyolali Regency that is the influence of breeding stall although the
influence was not yet being examined.
LAEK

POLYMERASE CHAIN REACTION


279
Deteksi DNA Brugia malayi dalam Darah yang Diteteskan pada Kertas Filter dengan
Polymerase Chain Reaction/Tri Handajani.-- Jakarta : Program Pascasarjana Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 75p.
ABSTRAK : Lihat nomor 33
POVERTY
280
Estimasi Parameter dalam Model Loglinier/Suhar.-- Surabaya : Program Pascasarjana
Universitas Airlangga, 2000.-- irr p.
ABSTRAK :
Adanya parameter-parameter dari populasi yang tak diketahui atau tersedianya data
dalam bentuk dimana pengujian kenormalan tak sesuai, maka sulit diperoleh ketelitian
pengukuran data sehingga informasi yang lebih jauh mengenai model dari suatu struktur
data perlu mendapat perhatian karena memerlukan analisis matematis yang lebih jauh,
sehingga diperlukan pengembangan analisis model yang menggunakan model regresi
pada variabel nominal maupun ordinal. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
membentuk model dan menaksir parameter-parameter dalam model dan memilih model
terbaik dari data nominal dan ordinal.
Tujuan penelitian adalah pemberikan model loglinier secara terpisah, dan simultan,
mengestimasi parameter-parameter yang ada dalam model secara terpisah dan
simultan, dan pemilihan model lewat eliminasi mundur.
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan penerapan. Populasi penelitian anak
balita umur 0-59 bulan dari keluarga miskin yang bertempat tinggal di Karesidenan,

156
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Besuki, Malang, Madura, dan Surabaya. Besar sampel 1706 yang dikutip dari Pusat
Penelitian Kependudukan Lembaga Penelitian Universitas Airlangga tahun 1999.
Variabel penelitian adalah karesidenan, jenis kelamin, berat badan terhadap umur,
tinggi badan terhadap umur, dan pemberian makanan tambahan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah parameter yang berpengaruh secara parsial
di Karesidenan Besuki sebesar 29 parameter dan berdasarkan model saturasi diseleksi
model terbaik dengan menggunakan metode eliminasi mundur (backward elimination)
diperoleh variabel yang berpengaruh adalah JK*TB-U dengan koefisien 0,2670; 0,0829
dan JK*TB-U*PMT dengan koefisien 0,1737 sebesar 32 parameter di Karesidenan
Malang dengan variabel JK*BB-U dengan koefisien 0,4040; -0,1475; JK*TB-U dengan
koefisien 0,1684; -0,1138 dan BB-U*TB-U*PMT dengan koefisien -,2504; 0,1720;
0,0847, 25 parameter di Karesidenen Madura dengan variabel BB-U*TB-U dengan
koefisien 0,3002; - 0,1555; TB-U*PMT dengan koefisien -0,3406; 0,1375 dan JK*BB-
U*PMT dengan koefisien –0,2919; 0,1677; 32 parameter di Karesidenan Surabaya
dengan variabel PMT dengan koefisien 0,4294; JK*BB-U dengan koefisien 0,4737; -
0,4571 dan BB-U*TB-U dengan koefisien 0,4736; -0,3114; 0,3399; 0,1698. Sedangkan
untuk simultan diperoleh 122 parameter dengan variabel JK**TB-U dengan koefisien
0,1389; -0,1244; KR*JK*BB-U*PMT dengan koefisien -,00579; 0,1148; -,1626; - 0,2106;
0,1781 dan KR*BB-UTB-U*PMT dengan koefisien -,012358; 0,0785; 0,0891; - 0,1555;
0,0991; - 0,0817; 0,3912; -0,1476; 0,0948.
LAEK

281
Studi Penerapan Model Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Jaring
Perlindungan Sosial Bidang Kesehatan (JPKM-JPSBK) bagi Keluarga Miskin dan Non
Miskin di Kabupaten/Kota (Tahap 1)/Agus Suwandono et al.-- Surabaya : Pusat
Penelitian dan Pengembangan Pelayanan dan Teknologi Kesehatan, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- irr p.

ABSTRAK : Lihat nomor 179

PRASTERONE
282
Pengaruh Pemberian Dehidroepiandrosteron (DHEA) terhadap Beberapa Rasio
Metabolit Hormon Steroid di dalam Urin Sukarelawan Pria Sehat/Effi Setiawati.-- Jakarta
: Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 108p.

ABSTRAK :

Untuk mengetahui pengaruh pemberian DHEA eksogen terhadap beberapa hormon


steroid androgenik dan untuk melihat apakah terdapat suatu perubahan yang signifikan
dan konsisten pada rasio metabolit setelah pemberian DHEA eksogen, dilakukan
penelitian terhadap pengaruh pemberian DHEA terhadap metabolit hormon steroid
androgenik dalam urine yaitu konjugat glukuronat dari testosteron (T), epitestosteron
(Epi-T) 5α-androstan-3α, 17β-diol (5α--diol), 5β-androstan-3α-17β-diol (5β-diol),
androstan (A), etiokolanolon (Etio), DHEA dan konjugat sulfat dari DHEA (DHEAS), yang
ditunjukkan pada perubahan rasio yang terjadi pada metabolit tersebut. Rasio metabolit
yang diteliti adalah rasio T/EpiT, A/Etio, 5α-diol/5β-diol, DHEAS/DHEA glukuronat dan
A/T.

157
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Penelitian ini melibatkan 13 sukarelawan pria, bangsa Indonesia, memenuhi kriteia


inklusi yaitu berbadan sehat, berumur 20-30 tahun, tidak minum obat atau vitamin
apapun serta makanan yang diduga mengandung hormon minimal dua minggu sebelum
penelitian dilaksanakan dan selama penelitian berlangsung serta bersedia
menandatangani informal consent. Kriteria sehat didasarkan pada tidak dijumpainya
kelainan selama anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium yang
meliputi fungsi ginjal (ureum, kreatinin), fungsi hati (SGOT, SGPT), hematologi rutin
(kadar hemoglobin, jumlah lekosit, hitung jenis lekosit dan laju endap darah) dan foto
toraks.

Pengambilan sampel urine baseline dilakukan 1 hari sebelum pemberian obat yaitu
pada pukul 08.00, 12.00, 16.00, dan pukul 20.00. Setelah itu kapsul DHEA 50 mg
diberikan setiap pukul 08.00 pagi selama lima hari berturut-turut dengan 200 ml air putih.
Sampel urine diambil pada hari kelima setelah minum obat yang dilakukan pada jam ke-
0 (pukul 8.00), 1 (9.00), 2 (10.00), 4 (12.00). 5 (13.00), 7 (15.00), 8 (16.00), 10 (18.00),
12 (20.00), 14 (22.00) dan 24 (pukul 8.00/hari berikutnya). Urin dikumpulkan dan diuji
terhadap kadar masing-masing hormon steroid dengan menggunakan metode Gas
Chromatography Mass Selective Detecter (GC/MSD).

Hasil penelitian menunjukkan rasio T/EpiT baseline pada pukul 8.00 sebesar 1,07± 1,15,
mencapai puncak pada pukul 16.00 yaitu 1,18 ± 1,21, dan setelah pemberian DHEA
eksogen pada pukul 8.00 sebesar 1,03 ± 1,15 dan mencapai puncaknya pada pukul
16.00 : 2,11± 2,53. Seorang sukarelawan yang mempunyai rasio T/EpiT baseline
sebesar 3,4 pada pukul 8.00, menunjukkan peningkatan yang berarti setelah pemberian
DHEA eksogen yaitu pada pukul 15.00, 16.00 dan 18.00 berturut-turut sebesar 9,71;
9,13 dan 8,55. Rasio A/Etio baseline pada pukul 8.00 sebesar 1,45 ± 0,54, mencapai
puncak pada pukul 20.00 : 1,82 ± 0,86; setelah pemberian DHEA eksogen pada pukul
8.00 : 0,77 ± 0,49, mencapai puncak pada pukul 12.00 : 1,51 ± 0,67. Kurva A/Etio
sebelum pemberian DHEA (baseline) berada di atas nilai yang diperoleh setelah
pemberian DHEA eksogen. Kurva rasio 5α-diol/5β-diol sedikit berubah setelah
pemberian DHEA eksogen dibandingkan dengan baseline, tetapi secara statistik tidak
signifikan. Rasio DHEAS/DHEA glukuronat setelah pemberian DHEA eksogen
meningkat signifikan dibandingkan dengan baseline pada semua sukarelawan, rasio
DHEAS/DHEA glukuronat mencapai nilai maksimum pada pukul 16.00 sebesar 158,03 ±
95,63 setelah pemberian DHEA eksogen, berbeda bermakna dengan baseline pada jam
yang sama yaitu : 18,49 ± 16,32 (p<0,05).

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian DHEA eksogen secara oral
dengan dosis 50 mg per hari selama 5 hari (1) mengubah rasio-rasio metabolit T/E,
A/Etio dan DHEAS/DHEA glukuronat; (2) Seorang sukarelawan yang mempunyai rasio
T/EpiT baseline relatif tinggi yaitu sebesar 3,4 mengalami peningkatan rasio T/EpiT
menjadi 9,7. Angka ini melebihi batas rasio T/EpiT yang diperbolehkan oleh IOC yaitu 6 :
1; (3) Rasio DHEAS/DHEA glukuronat meningkat signifikan setelah pemberian DHEA
eksogen.
BIFK

PRE-ECLAMPSIA
283

158
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Penilaian Hasil Laboratorium sebagai Faktor Prognosis Kematian Maternal pada


Preeklamsia/Eklamsia : Angka Trombosit, Aspartat Aminotransferase dan Kreatinin/
Muzayanah.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irrp.

ABSTRAK : Lihat nomor 84

PREGNANCY
284
Analisis Penyebab Rendahnya Cakupan Tablet Besi pada Wanita Hamil di Kabupaten
Maluku Tengah/Semuel Kolulu.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada, 2001.-- 146p.

ABSTRAK : Lihat nomor 185

285
Indikator Antropometri Ibu Hamil sebagai Prediktor Berat Badan Waktu Lahir di Wilayah
Cakupan Tablet Besi Rendah di Kabupaten Bantul/Aloysius Pareira.--Yogyakarta :
Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irrp.

ABSTRAK : Lihat nomor 12

286
Morbiditas dan Mortalitas Perinatal pada Penanganan Kehamilan Postterm secara Aktif
dan Konservatif/Roy Lukas Sondakh.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada, 2000.-- 48p.
ABSTRAK : Lihat nomor 169
287
Pengaruh Konseling Gizi terhadap Status Gizi Hamil KEK pada Program JPS-BK di Kota
Palembang, Propinsi Sumatera Selatan/Hana Yuniarti.-- Yogyakarta : Program
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irr p.
ABSTRAK : Lihat nomor 251

288
Pengaruh Pendidikan Gizi pada Suami terhadap Kepatuhan Minum Pil Besi dan Kadar
Haemoglobin (Hb) Ibu Hamil di Wilayah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2000/Muhammad Dawah Jamil.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada, 2001.-- irr p.
ABSTRAK : Lihat nomor 132
289
Pengaruh Supervisi Bidan di Desa terhadap Kepatuhan Minum Tablet Besi dan
Perubahan Kadar Hemoglobin Ibu Hamil di Kabupaten Bantul/Anastasia Nuniek
Susetyowati.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.--
irr p.
ABSTRAK : Lihat nomor 150
290

159
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Pengaruh Suplementasi Tablet Fe dengan Supervisi Suami pada Ibu Hamil terhadap
Umur Kehamilan di Kabupaten Bantul/Dhuto Widagdo.-- Yogyakarta : Program
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 95p.
ABSTRAK : Lihat nomor 192
PRENATAL CARE
291
Analisis Mutu Pelayanan ANC di Puskesmas dan Bidan Praktek Swasta di Kota
Pekalongan/Dwi Hari Wibawa.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, 2000.-- 18p.
ABSTRAK : Lihat nomor 50
PROTEIN-ENERGY MALNUTRITION
292
Efektifitas Pemulihan Kurang Energi Protein (KEP) pada Batita di Masyarakat/Sri Muljati
et al.-- Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 22p.

ABSTRAK :

KEP masih menjadi masalah gizi utama di Indonesia. Konsekuensi KEP pada usia batita
menghambat tumbuh kembang anak. Pemberian makanan tambahan merupakan
alternatif yang perlu dikembangkan dalam rangka pemulihan KEP.

Telah dilakukan pemberian makanan tambahan berupa tepung susu skim kepada batita
KEP (<-2-->-3) Z-skor berat badan menurut umur. Penelitian dilakukan di desa
Pagelaran pada pertengahan Juli 1999 hingga akhir September 1999 (10 minggu).
Jumlah sample 102 batita KEP, terbagi dalam dua kelompok. Kelompok yang mendapat
intervensi susu skim 150 gram/minggu disebut kelompok perlakuan (52 orang).
Sedangkan sebagai pembanding disebut kelompok kontrol (50 orang) dan mendapat
susu skim dalam jumlah yang sama namun diberikan setelah penelitian berakhir.
Subyek ditimbang setiap minggu bersamaan dengan evaluasi konsumsi susu skim yang
diberikan satu minggu sebelumnya.

Setelah sepuluh minggu mendapat susu skim subyek dalam kelompok perlakuan
mengalami status gizi tampak dari Z-skor. Rata-rata Z-skor subyek dari kelompok
perlakuan pada awal penelitian (-2.118038 ± 0.767624) menjadi (-1.857542 ± 0.744205)
pada akhir penelitian. Sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata Z-skor subyek awal
(-0.5619 ± 0.863857) dan menjadi (-2.155925 ± 0.905258) pada akhir penelitian. Selama
penelitian terdapat kenaikan berat badan rata-rata 755 gram ± 514 pada kelompok
perlakuan dan 277 gram ± 409 pada kontrol.

Efek pemberian tepung susu skim terhadap kenaikan berat badan subyek dalam
penelitian ini dipengaruhi oleh faktor internal (umur, nomor urut kelahiran dan jenis
kelamin) dan faktor eksternal (jumlah anggota rumah tangga, pendidikan ibu) serta
infeksi (batuk, pilek, mencret dan panas).
BPPK,FGIZ

293

160
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Karakteristik Konsumsi Energi pada Golongan Ekonomi Lemah untuk Indentifikasi Cepat
Keluarga Defisit Energi/Sri Prihartini.-- Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan
Gizi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 20p.

ABSTRAK :

Dalam menanggulangi dampak krisis ekonomi, pemerintah telah menyalurkan berbagai


bantuan untuk keluarga miskin. Namun sering ditemukan, bantuan yang diberikan tidak
tepat sasaran sehingga perlu dilakukan pemilihan penerima bantuan yang diberikan
selektif. Untuk itu telah dilakukan studi yang bertujuan mengembangkan suatu cara
identifikasi keluarga defisit energi melalui informasi konsumsi makanan pokok.

Penelitian dilakukan di empat kecamatan yaitu kecamatan Pedes, Karawang, Pangkalan


dan Lemah Abang. Di masing-masing kecamatan dipilih satu desa yang mempunyai
jumlah rumah tangga miskin paling tinggi. Dari masing-masing desa dipilih secara acak
40 rumah tangga miskin dan 10 rumah tangga tidak miskin. Data yang dikumpulkan
adalah data konsumsi makanan dan sosial ekonomi rumah tangga. Analisa data
dilakukan secara deskriptif dan dilakukan uji sensitifitas dan spesifisitas terhadap
metode yang dikembangkan.

Hasil uji sensitifitas dan spesifisitas antara kategori rumah tangga dengan kecukupan
energi ternyata 90percent rumah tangga miskin termasuk defisit energi dan hanya
23percent rumah tangga tidak miskin yang tidak defisit energi dan hanya 23percent
rumah tangga tidak miskin defisit energi, lebih dari 80percent konsumsi energinya
berasal dari makanan pokok (beras) dan rumah tangga tidak miskin tidak defisit energi
hanya sekitar 50percent. Dari hasil uji coba terhadap motode yang dikembangkan untuk
identifikasi cepat keluarga defisit energi pada keluarga miskin melalui informasi
konsumsi makanan pokok diperoleh nilai sensitifitas dan spesifisitas yang cukup tinggi
yaitu Se=80.3percent dan Sp=76.9percent. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk menentukan keluarga
miskin yang memerlukan bantuan.
BPPK, FGIZ

294

Potensi Lembaga Keagamaan dan Posyandu dalam Mengentaskan Masalah KEP Nyata
pada Anak Usia 3-5 Tahun di Pedesaan/Trintin Tjukarni.-- Bogor : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- irrp.

ABSTRAK :

Penelitian ini bertujuan menggali dan mengembangkan sadar gizi masyarakat melalui
keterpaduan tokoh masyarakat potensi lembaga keagamaan dan kader posyandu dalam
mengentaskan KEP nyata pada anak usia 3-5 tahun.

Penelitian dilakukan di 4 desa di kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Tengah


Nusa Tenggara Barat. Dua desa pertama adalah desa perlakukan dan dua desa lainnya
sebagai kontrol. Di setiap desa diambil tiga Posyandu sebagai lokasi penelitian. Disain
penelitian adalah kuasi-eksperimen dengan menggunakan non-randomized pre-test dan
post-test kontrol group. Perlakuan yang dikerjakan adalah menggerakkan masyarakat
untuk melaksanakan pemberian makanan tambahan secara swadaya dan penyuluhan

161
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

gizi untuk meningkatkan keadaan gizi anak usia 3-5 tahun yang menderita KEP.
Kepada setiap kelompok perlakuan diberikan pelatihan pengentasan KEP pada anak
baita serta biaya pemberian makanan tambahan selama 30 hari.

Sampel penelitian adalah (1) kelompok masyarakat yang diharapkan dapat


mengentaskan masalah KEP nyata, yaitu kader Posyandu, tokoh masyarakat, ibu-ibu
PKK serta pamong desa; dan (2) pengguna Posyandu yang terdiri dari balita KEP nyata
beserta ibunya.

Hasil penelitian menunjukkan posyandu yang diberi perlakuan, 2 posyandu berhasil


melakukan pemberian makanan tambahan (PMT) secara swadaya selama 60 hari
setelah dana PMT dari penelitian habis. Dana PMT swadaya pada posyandu pertama
diperoleh dari sumbangan Fatayat NU, majlis ta’lim ibu-ibu dan kas desa, sedangkan di
posyandu kedua dana diperoleh dari pengumpulan beras jimpitan. Di empat posyandu
perlakuan lainnya tidak memberikan PMT secara swadaya, karena pembicaraan
pencarian dana untuk PMT dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama belum
dilakukan.

Penyuluhan gizi setelah dana penelitian habis, dilakukan secara intesif hanya pada
posyandu yang memberikan PMT secara swadaya. Pelatihan dapat meningkatkan
pengetahuan gizi umum dan KEP kader gizi serta tokoh masyarakat. Sikap tokoh
masyarakat dan kader posyandu sebagian besar setuju dan bersedia membantu
kegiatan pengentaskan KEP pada anak balita dengan pemberian makanan tambahan
dan penyuluhan, serta PMT dapat membantu memulihan kesehatan anak balita KEP.

Perubahan status gizi anak balita KEP pada kelompok perlakuan dan kontrol tidak
banyak berbeda. Kenaikan berat badan anak balita KEP yang diberi PMT selama 90
hari lebih besar dibandingkan dengan yang diberi PMT 30 hari. PMT memberikan rata-
rata asupan energi antara 154-289 kalori dan protein sebesar 4,5-7,2 gram per porsi.
BPPK, FGIZ

PROTEINS
295
Pengaruh Pemberian Nutrisi Enteral Dini terhadap Status Protein Penderita Luka Bakar
di Unit Luka Bakar RSUPN Cipto Mangunkusumo Tahun 1999-2000/Fiastuti
Witjaksono.-- Jakarta : Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2001.-- 88p.

ABSTRAK : Lihat nomor 97

PSYCHOPATHOLOGY
296
Hubungan antara Psikopatologi dan Relasi Keluarga dengan Derajat Keparahan
Penyalahgunaan Zat pada Remaja/Gerald Mario Semen.-- Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 83p.

ABSTRAK : Lihat nomor 108

297
Penyakit Talasemia Mayor sebagai Faktor Pencetus Psikopatologi pada Anak dan
Orangtuanya (Suatu Studi Mengenal Pasien Talasemia Mayor yang Berumur antara 1 –

162
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

17 Tahun Beserta Orangtuanya di Jakarta)/W. Edith Humris–Pleyte.-- Jakarta : Program


Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 156p.

ABSTRAK : Lihat nomor 26

PTERYGIUM
298
Efek Pemberian Sodium Cromoglycate 2percent Topikal dan Deksametason 0,1percent
Topikal terhadap Aktivitas Enzim Heksosaminidase pada Pterygium Inflamasi/Eko
Firdianto Karim.-- Jakarta : Program Studi Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2001.-- 49p.

ABSTRAK : Lihat nomor 67

299
Perbedaan Ekspresi Transforming Growth Factor β (TGF β) pada Pterigium Stasioner,
Pterigium Progresif, dan Pterigium Progresif setelah Pemberian Kortikosteroid
Topikal/Dian Isworo.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada,
2001.-- 54p.

ABSTRAK :

Pterygium has been a problem for it results in cosmetic problem and its recurrence rate
is high. The studies show that recurrence occurs more frequently on progressive type of
pterygium. Several experts evidenced any involvement of TGF β on pathogenesis and
pterygium recurrence. On a variety of tissue, TGF β expression decreases after
corticosteroid administration.

The aim of this study is to know and compare TGF β expression on stationary pterygium,
progressive pterygium, and progressive pterygium after topical corticosteroid
administration.

The study is performed to 3 groups, namely the stationary pterygium group, progressive
ptergium, and progressive pterygium after eye drop 0,1percent dexamethasone
administration 4 times a day for 2 weeks. Each group consists of 17 subjects of primary
pterygium patients. The grouping of stationary and progressive pterygium is based on
clinical criteria. The subjects of study undergo pterygium extirpation. On tissue as the
result of the operation, the TGF β expression examination on the epithelium layer and
stroma is conducted using antibody monoclonal immunohistochemistry. The difference
of TGF β expression among the three groups is analyzed with statistical tests.

The result of this study showed there are 51 subjects of study with age range of 32-57
years old. On the three groups of study, the significant difference between the TGF β
expression on the epithelium layer and on stroma with p value of <0,001 is found. CI
95percent on the stationary group (7,29-10,48), progressive group (-33,79-22,92), while
progressive group with corticosteroid (--27,80-19,38). On the stationary group, the
averaged TGF β expression on epithelium (12,06) is more than that of stroma (3,18). On
the progressive group, the average TGF β expression on stroma (47,76) is more than
that of the average expression on the epithelium layer (19,41). While on the progressive
group with corticosteroid, the averaged expression on the stroma (38,47) is found to be

163
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

more than that of the epithelium layer (14,88). The statistical test on the result of the
TGF β expression examination on the epithelium layer, on stroma, as well as the total
(epithelium and stroma), there has been any significant difference (p<0,001) between the
stationary group, progressive group, and the progressive group with corticosteroid.

It can be concluded that the TGF β expression on the epithelium layer is more than of
stroma on the stationary pterygium. While on the progressive pterygium, the TGF β
expression on stroma is more than that of the epithelium layer. The TGF β expression on
the progressive pterygium is more than that of the stationary pterygium. The TGF β
expression on the progressive pterygium after topical corticosteroid administration is less
than that of the progressive pterygium.
ABFK

RECEPTORS, ESTROGEN
300
Hubungan antara Derajat Elastosis dengan Status Reseptor Estrogen dan Derajat
Histologik pada Karsinoma Payudara Jenis Duktal Invasif/Ruth Emalian Sembiring.--
Jakarta : Program Studi Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
2001.-- 83p.

ABSTRAK : Lihat nomor 31

RESPIRATORY TRACT INFECTIONS


301
Evaluasi Pelatihan Tata Laksana Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (P2 ISPA) bagi Petugas Puskesmas di Kabupaten Banjar Propinsi Kalimantan
Selatan/Abriansyah Alam.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, 2001.-- irr p.

ABSTRAK :
This study was aimed at finding out the training management of efficiency and
effectiveness of fight acute respiratory infection disease for community health center
staff in the regency of Banjar, South Kalimantan. This study was done using on the job
training and of the job training methods.
This study applied quasi experimental pre-test and post-test design, with 24 nurses and
midwives working in maternal and child health policlinics at the community health
centers as the subjects. They represented 24 community health centers I Banjar
Regency. These were 12 subjects treated as on the job training and 12 other subjects
were given of the job training. The groups were divided according to the stratified
random sampling based on the geographical area, number if inhabitants, occupation,
and community health center stratification.
In this study, age, length of work, education and sex of the respondents were controlled,
in which the criteria of subjects were 20-30 years old, having 5-10 years working
experience in maternal and child health polyclinics and the educational background of
midwifery and nursing school and female. Before the intervention, pre-test was
conducted to measure the staff is knowledge and skills and three months after the

164
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

intervention, post-test was conducted to measure the increasing knowledge and skills.
The data obtained were analyzed using t-test and chi-square statistical tests.
The result showed that there was significant increasing knowledge and skills among staff
receiving training intervention, either through on the job training or of the job training with
p<0,05. However, in the on the job training, the mean was 10,5617 while in the of the job
training the mean was 4,0567. Therefore, the increase in the on the job training group
was higher than of the job training. This study showed that the cost for on the job training
group was more efficient that of the job training.
ABFK

302
Konseling Gizi dan Kesehatan untuk Pertumbuhan dan Perkembangan Motorik Kasar
Anak Kurang Gizi Penderita ISFA di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah/Heryudarini
Harahap.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 94p.

ABSTRAK : Lihat nomor 125

303
Pengaruh Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Tradisional terhadap
Kejadian ISPA, Diare dan Status Gizi Bayi pada 4 (empat) Bulan Pertama
Kehidupannya/Suyatno.--Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada,
2000.-- 104p.

ABSTRAK : Lihat nomor 77


RHINITIS, ALLERGIC, PERENNIAL
304
Eosinofil Usapan Kumosa Hidung Kajian terhadap Validitas sebagai Kriteria Diagnostik
Rinitis Alergi/I Made Arjana.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada, 2001.-- 56p.

ABSTRAK : Lihat nomor 99

SALICYLIC ACIDS
305
Pengaruh Penambahan Asam Salisilat 2percent dan 5percent dalam Salep Mometason
Furoat 0,1percent terhadap Atrofi Kulit dan Indeks Proliferasi Keratinosit Mencit/Aries
Budiarso.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 44p.

ABSTRAK : Lihat nomor 222

SALTS
306
Netralisasi Bumbu pada Garam Beryodium/Suryana Purawisastra.-- Bogor : Pusat
Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
2000.-- 26p.

ABSTRAK : Lihat nomor 183

SCHIZOPHRENIA
307

165
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Pusat


Jakarta dan Sanatorium Dharmawangsa dalam Pemilihan Jalur Pelayanan Kesehatan
Pertama Kali dan Keterlambatan Kontak ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Jiwa/Dharmady Agus.-- Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.--
94p.
ABSTRAK : Lihat nomor 139

308
Pengaruh Electro Convulsive Therapy terhadap Asupan Makanan dan Status Gizi
Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang/R. Soeprijono Winardi et al.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 103p.

ABSTRAK : Lihat nomor 80


SEX COUNSELING
309
Hasil Penelitian Ancangan Pelayanan Kesehatan Seksual Remaja yang Efektif dan
Efesien (Tahap Pengembangan Media)/Imam Waluyo et al.-- Jakarta : Pusat Penelitian
dan Pengembangan Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2000.-- 41p.
ABSTRAK :

Dari beberapa studi dan temuan pada tahap pertama (analisis kebutuhan) menunjukkan
bahwa remaja ingin mendapatkan informasi dari teman sebaya, guru, tenaga
profesional, orang tua dengan berbagai cara. Berdasarkan temuan tahap pertama
dilakukan lokakarya pengembangan protokol dan materi intervensi dalam rangka
mengembangkan rancangan pelayanan kesehatan reproduksi remaja. Selanjutnya
dilakukan pengembangan paket media dan instrumen evaluasi pembentukan kelompok
serta uji coba penggunaan paket media.

Pengembangan paket media meliputi video tentang pengelolaan emosi remaja yang
berkaitan dengan perkembangan reproduksi beserta buku panduan menggunakannya.
Paket media lain adalah buku optimis sebagai buku bacaan remaja yang sedang
membangun citra diri, modul pelatihan pembentukan kelompok dan modul komunikasi
efektif. Paket media sebelum diuji coba penggunaannya dilakukan pre-testing media di
Yogyakarta, Surabaya dan Jakarta. Pre-testing media dilakukan dengan diskusi
kelompok terarah (DKT), review dan praktek penggunaan pada kelompok remaja.

Hasil pre-testing menurut remaja paket media dan video pengelolaan emosi cukup jelas,
menarik, dapat diterima, dan remaja merasa terlibat. Dengan beberapa masukan antara
lain gambar atau ilustrasi dalam bentuk karikatur atau ilustrasi yang lucu, format buku
adalah buku saku, cerita Rian dalam buku Optimis agar ada kelanjutannya. Setelah
dilakukan perbaikan dan dilakukan pre-testing ulang dengan cara melakukan review dan
diskusi dalam kegiatan uji coba penggunaan modul pembentukan kelompok dan
komunikasi efektif, remaja menyatakan paket media sudah sesuai dengan kebutuhan
mereka.

Di samping itu remaja meminta agar pelatihan pembentukan kelompok, komunikasi


efektif dengan materi/pesan masalah reproduksi remaja perlu dilakukan secara teratur.
Remaja yang terlibat dalam uji coba penggunaan modul untuk pembentukan kelompok

166
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

ternyata dapat menguasai metode permainan dan materi pada waktu mempraktekkan
pada kelompok remaja SLTP kelas 3, mereka bersedia menjadi pelatih kelompok remaja
yang lain dengan syarat perlu adanya pendamping. Pendamping yang diharapkan
adalah berjiwa dan bergaya remaja, menguasai materi sehingga bila ada kesulitan
dapat membantu. Sebaiknya pelatihan dilakukan di luar gedung selama 2–3 hari.

Dari hasil uji coba pengembangan instrumen evaluasi pembentukan kelompok terdapat
beberapa item yang perlu diperbaiki, beberapa item yang lain kooefisen korelasinya di
atas 0,25. Namun secara keseluruhan item masih perlu penyempurnaan agar dapat
dipergunakan untuk evaluasi perkembangan kelompok dan paket media siap untuk
dipergunakan sebagai materi intervensi pada tahap ke tiga.
BPPK

SEXUALLY TRANSMITTED DISEASES


prevention & control
310
Pola Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Menular Seksual (PMS) pada Pekerja
Seksual Komersial (PSK) di Surabaya/Cholis Bachroen; Pranata; Agus Suwandono.--
Surabaya : Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 32p.

ABSTRAK :

Penyakit menular seksual (PMS), PMS semakin menjadi masalah yang mendapat
prioritas mengingat seseorang yang menderita penyakit tersebut semakin tinggi
kemungkinan tertular penyakit HIV/AIDS. PSK merupakan salah satu kelompok yang
mempunyai resiko tinggi untuk tertular dan menularkan penyakit HIV/AIDS tersebut.
Oleh sebab itu dirasa perlu untuk mengkaji dan mengetahui pola pencegahan dan
pengobatan PMS di antara PSK.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji pola/kebiasaan upaya pencegahan
dan pencarian pertolongan pengobatan PMS pada PSK. Secara khusus kajian ini dititik
beratkan pada pengungkapan informasi yang berkaitan dengan : pengetahuan PSK
tentang PMS, kebiasaan upaya pencegahan dan pencarian pertolongan pengobatan
PMS, serta pendapat dan upaya PSK untuk beralih profesi.

Penelitian ini dilakukan dengan subyek penelitian adalah PSK di lokalisasi Dolly dan
jarak Kodya Surabaya. Tenaga pengumpul data dari Yayasan Abdi Asih yang bergerak
dalam bidang pembinaan PSK di daerah tersebut setelah sebelumnya dilatih dahulu
oleh peneliti.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar PSK telah mengetahui


keluhan/PMS yaitu Siphilis, HIV/AIDS, Keputihan dan GO. Sedangkan yang mengetahui
tentang keluhan pedih saat kencing, gatal di daerah genital, luka di daerah genital dan
clamedia kurang dari separo responden. Pada umumnya para PSK melakukan
pencegahan penularan PMS, yaitu sebagian besar dengan jalan minum jamu/obat,
sedangkan yang mengatakan melakukan pencegahan dengan jalan olah raga atau
membaca doa/mantra kurang dari 10percent. Kebanyakan (94,9percent) mereka yang
minum jamu/obat menyatakan secara rutin minum jamu/obat dan sekitar separo dari
mereka menyatakan upaya pencegahan tersebut selalu berhasil. Menurut pengalaman
mereka pada waktu menderita PMS terakhir, lebih dari separo (62,2percent) minta

167
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

pertolongan pada petugas kesehatan. Pada umumnya mereka terkesan cukup puas
dengan pertolongan petugas kesehatan, seperti menganggap petugas ramah, waktu
tunggu tidak terlampau lama, keadaan tempat pelayanan bagus serta sebanyak
76,3percent menyatakan sembuh diobati oleh petugas kesehatan.

Hampir semua PSK (92,6percent) menyatakan mempunyai keinginan untuk berhenti


berprofesi sebagai PSK, sebagian besar (63,8percent) menyatakan berhenti bila telah
terkumpul uang cukup untuk pensiun atau untuk modal. Bidang yang ingin digeluti oleh
separo responden (42,7percent) adalah membuka warung makan atau toko, sedang
yang ingin terjun di bidang salon/rias atau potong rambut sebesar 22,5percent. Upaya
yang telah dilakukan dalam merealisir rencana berhenti dari profesinya adalah
mengumpulkan uang (71,4percent), mencari pasangan/suami (19,7percent),
menyekolahkan anggota keluarga (6,6percent), kursus ketrampilan (1,9percent) dan
lain-lain.

Dari temuan di atas nampak bahwa PSK merupakan profesi yang betul-betul digeluti
untuk memperoleh uang. Hal ini menggambarkan sulitnya memperkirakan berapa tahun
setelah bekerja mereka betul-betul mau berhenti dari profesinya untuk kembali menjadi
kelompok yang beresiko rendah dari penularan/menularkan PMS termasuk didalamnya
HIV/AIDS.
LYAN

SKIN DISEASES
311
Pengaruh Penambahan Asam Salisilat 2percent dan 5percent dalam Salep Mometason
Furoat 0,1percent terhadap Atrofi Kulit dan Indeks Proliferasi Keratinosit Mencit/Aries
Budiarso.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 44p.

ABSTRAK : Lihat nomor 222

SKIN PIGMENTATION
312
Perbandingan Potensi Krem Kojic Acid 2 percent dengan Krem Kombinasi Kojic Acid
2percent dan Titanium Dioksida 12,5percent dalam Menghambat Pigmentasi Kulit yang
Diinduksi oleh Paparan Tunggal Ultraviolet B/Chandra Dewani.-- Yogyakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2001.-- 57p.

ABSTRAK :

This study was to test the difference of potency between the combination creams of
2percent kojic acid and 12,5percent titanium dioxide compared with 2 percent kojic acid
cream in preventing skin melanin pigmentation due to single radiation ultraviolet B (UVB)
and the difference of skin color responsiveness after receiving single exposure of UVB.

By using a third phase of clinical trial design, a study of three different creams has been
done at Department of Dermato-Venerology DR. Sardjito General Hospital. Forty
voluntary healthy subjects were recruited in this study for UVB irradiation. Each subject
was measured minimal eritematous dose (MED), and then application of three different
creams. The dose irradiation was taken 4 MED. Skin color before and after irradiation
was measured by using Tristimulus L*a*b* of chromameter at 6 days.

168
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

The results showed that there was very significant difference (p<0,01) in skin color
response on skin covered with basis/vehicle cream, 2percent kojic acid cream, and
combination creams of kojic acid 2percent and titanium dioxide 12,5percent. The skin
color changes were very significant difference (p<0,01) on skin covered with
basis/vehicle cream and 2percent kojic acid cream, and there was no significant different
on skin covered with combination creams of 2percent kojic acid and 12,5percent titanium
dioxide. The most effective cream in preventing pigmentation was combination creams
of kojic acid and 12,5percent titanium dioxide. In conclusion, combination creams of
2percent kojic acid and 12,5percent titanium dioxide were very effective in preventing
skin melamine pigmentation due to single radiation UVB compared with 2percent kojic
acid cream, and there was skin color response difference between the combination
creams of 2percent kojic acid and 12,5percent titanium dioxide compared with 2 percent
kojic acid cream.
ABFK

SKIN TRANSPLANTATION
313
Kontraksi Sekunder pada Full Thickness Skin Graft/Asrofi Sueb Surachman.-- Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 43p.

ABSTRAK :

Until now, the width of FTSG donor to result the least of secondary contraction is not
known yet. The experimental study was performed to find out the correlation between
the width of FTSG donor and the secondary contraction. So, it can be determined the
proper wide of FTSG donor to result the desired secondary contraction.

Eight female domestic porcinis, Suscropha, five months old, 11-15 kg body weight have
been excised to result full thickness defect on its bare back. The defect was round shape
and 50 mm in diameter. The skin resulted of excised was graft back to full thickness
defect as FTSG. It was called group one. On the other groups, it was called group two,
group three and group four, the skin which graft back to full thickness defect as FTSG
were gradually reduced to 90percent, 80percent and 70percent of origin skin (diameter
50 mm). Thus, the skin donor FTSG diameter would be 45 mm, 40 mm and 35 mm.
Each procedure performed on one time on each porcine. So, each group had eight
samples. FTSG was performed as regular procedure in grafting of human skin. Every
week in 4 weeks, secondary contraction of each FTSG was measured. Test statistic for
this study was Pearson Bivariate Correlations.

All eight females porcine were included in this study. The first week after operation all
FTSG were survived and the take of all FTSG was 100percent. The third week after
operation one FTSG from group three on the third porcine was necrosis. It was excluded
from this study. Secondary contraction means of each group on the fourth week post
operation was 24percent in group one, 17 percent in group two, 14 in group three and
1,05percent in group four. Statistically, there were significant correlations between the
wide of FTSG and secondary contraction (Pearson Correlation = 0,996).

The result suggest that the more wide of FTSG donor, the more secondary contraction.
BIFK

169
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

SPORTS
314
Pola dan Faktor-faktor Resiko Cedera Olahraga pada Pertandingan Pencak Silat di PON
XV Surabaya/Afriwardi.-- Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.--
63p.

ABSTRAK :

Telah dilakukan penelitian terhadap pesilat yang mengikuti pertandingan Pencak Silat di
PON XV Surabaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran
mengenai injury rate dan pola cedera olahraga serta faktor-faktor resiko yang
berhubungan dengan kejadian dan kegawatan cedera olahraga pada pesilat yang
mengikuti kompetisi.

Rancangan penelitian berupa potong lintang (cross-sectional study). Cara penelitian


dengan melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik sebelum dan sesudah
pertandingan untuk mengindentifikasi cedera yang dialami pesilat.

Hasil penelitian menunjukkan pertandingan Pencak Silat di PON XV Surabaya diikuti


oleh pesilat yang berumur antara 18 - 35 tahun dengan rerata umur 24,82 tahun dengan
perbandingan antara pria dan wanita 5 : 3, sebagian besar melakukan latihan kurang
dari dua tahun (75percent) dan lebih dari dua tahun (25percent), tidak memiliki riwayat
cedera (85percent) dan memiliki riwayat cedera (15percent), berat badan berkisar antara
46 - 94 kg dengan rerata berat badan 64,59kg, rerata tinggi badan 166,28 cm dengan
rentang dari 148 - 181 cm. Injury rate pada pesilat yang mengikuti pertandingan Pencak
Silat di PON XV Surabaya sebesar 409,1 per 1000 pesilat yang terpapar (p-t) atau 65,9
per 1000 menit paparan (m-p) atau 73,1 per pesilat atau 0,26 per babak/putaran. Lokasi
cedera; kontusio (53,8percent) dan laserasi (28,2percent) merupakan dua jenis cedera
utama. Kegawatan cedera; cedera ringan (69,2percent), cedera sedang (25,6percent)
dan cedera berat (5,2percent).
Analisa bivariat : Faktor resiko berat badan yang berhubungan dengan ada atau tidak
adanya cedera pada pesilat dengan p=0,028. Berat badan di bawah nilai rerata
mempunyai resiko 2,037 kali mendapat cedera dibanding dengan pesilat yang memiliki
berat badan di atas nilai rerata. Faktor resiko berat badan, jenis kelamin dan umur
berhubungan dengan gawat atau tidak gawatnya cedera pada pesilat dengan p masing-
masing 0,006; 0,011 dan 0,038.
Analisa multivariat : Berat badan merupakan faktor yang paling beresiko terhadap
timbulnya cedera dengan p=0,0024, setelah dikontrol dengan faktor-faktor resiko
lainnya. Berat badan di bawah nilai rerata memiliki resiko mendapat cedera 3,59 kali
dibanding berat badan di atas nilai rerata, setelah faktor jenis kelamin, tinggi badan dan
riwayat cedera dapat dikontrol. Jenis kelamin merupakan faktor yang paling beresiko
terhadap timbulnya cedera gawat dengan p=0,0373, setelah dikontrol dengan faktor-
faktor resiko lainnya. Jenis kelamin pria memiliki resiko mendapat cedera gawat 4,9052
dari wanita, setelah faktor umur, berat badan dan riwayat cedera dapat dikontrol.
Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa diketahui Injury rate, lokasi cedera, jenis
cedera, dan kegawatan cedera. Berat badan di bawah nilai rerata merupakan faktor
yang paling beresiko untuk timbulnya cedera gawat.
BIFK

170
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

STEROIDS
315
Pengaruh Pemberian Dehidroepiandrosteron (DHEA) terhadap Beberapa Rasio
Metabolit Hormon Steroid di Dalam Urin Sukarelawan Pria Sehat/Effi Setiawati.-- Jakarta
: Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 108p.
ABSTRAK : Lihat nomor 282
SUBSTANCE ABUSE
316
Hubungan antara Psikopatologi dan Relasi Keluarga dengan Derajat Keparahan
Penyalahgunaan Zat pada Remaja/Gerald Mario Semen.-- Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-- 83p.

ABSTRAK : Lihat nomor 108


SUNSCREENING AGENTS
317
Peran Berbagai Tabir Surya Topikal pada Pencegahan Fotoisomerisasi Urocanic Acid
Akibat Pajanan Sinar Ultraviolet B/Arif Effendi.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 47p.
ABSTRAK :
The purpose of this study was to test the potency of sunscreens in prevention of UVB
immunosuppression in human skin by measurement of urocanic acid
photoisomerization.

For this purpose, an experimental study was performed in 30 healthy volunteers. The
back skin of each volunteer was covered by opaque black cloth with 4 holes of 1x1 cm2
of each. The last two holes were covered with sunscreen I (containing: padimate 0
7percent, tiranium dioxide 5percent, exybenzene 3percent and dioxybenzene 3percent),
sunscreen II (containing: ethyl-hexylmethoxycinnamate 7,5percent, benzophenone
6percent, and titanium dioxide 2percent) and the other was uncovered. The corny layer
of first hole was a scrapped by cellophane adhesive tape, second hole was remained
opened and the rest holes were applied with those two commercial tested sunscreens.
After covered the first hole with same cloth, the irradiation of 25 mJ/cm2 UVB was done.
Then, after wiped out the sunscreens from the skin, the corny layers scrapping were
taken from 3 holes. The trans and cis-UCA were measure from all of the scrapped
materials by using the high performance liquid chromatography.

The result shown that trans/cis-UCA ratio of unirradiated skin were significantly higher
(p<0,01) than irradiated ones and those of skin covered with sunscreens were very
significantly higher (p<0,01) compared to uncovered skins. In addition, trans/cis-UCA
ratio in sunscreen II covered skin was significantly higher than sunscreen I covered skin
(p<0,01).

Conclusion: sunscreens can reduce UCA photoisomerization and sunscreen-containing


methyl-hexylmethoxycinnamate is better than sunscreen containing Padimate 0 in
reducing UCA photoisomerization.
ABFK

171
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

TETANUS ANTITOXIN
318
Perbedaan Titer Antitoksin Tetanus Anak Wanita Kelas VI SD di Desa Resiko Tinggi dan
Non Resiko Tinggi Tetanus Neonatorum yang Belum dan Sudah di Immunisasi TT pada
Waktu Bulan Immunisasi Anak Sekolah di Kabupaten Tapin Tahun 1999/Humam Arifin.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 76p.

ABSTRAK : Lihat nomor 167

TETANUS TOXOID
319
Perbedaan Titer Antitoksin Tetanus Anak Wanita Kelas VI SD di Desa Resiko Tinggi dan
Non Resiko Tinggi Tetanus Neonatorum yang Belum dan Sudah di Immunisasi TT pada
Waktu Bulan Immunisasi Anak Sekolah di Kabupaten Tapin Tahun 1999/Humam Arifin.--
Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 76p.

ABSTRAK : Lihat nomor 167

THORAX
320
Prevalensi Kelainan Foto Toraks dan Penurunan Faal Paru Pekerja di Lingkungan Kerja
Pabrik Semen/Fordiastiko.-- Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.-
- 53p.

ABSTRAK : Lihat nomor 203

TRANSFORMING GROWTH FACTOR BETA


321
Perbedaan Ekspresi Transforming Growth Factor β (TGF β) pada Pterigium Stasioner,
Pterigium Progresif, dan Pterigium Progresif setelah Pemberian Kortikosteroid
Topikal/Dian Isworo.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada,
2001.-- 54p.

ABSTRAK : Lihat nomor 299

TUBERCULOSIS
322
Kejadian Sakit Lain pada Murid Terinfeksi Tuberkulosis Siswa Sekolah Dasar di
Kotamadya Yogyakarta/Hartono.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada, 2000.-- 49p.

ABSTRAK :

Children infected by tuberculosis experienced illness more often than children who did
not. The diseases in the children were problem that has to be handled adequately to
obtain optimal human resources. Most of the diseases were still treated.

The objective of this study was to identity the illness occurrence other than tuberculosis
in elementary school student infected by tuberculosis and to identity the treatment efforts
taken by the parents.

172
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

The results showed that fourteen students infected by tuberculosis and 28 students not
infected by tuberculosis were, sampled, then the questionnaires were distributed for two
months consecutively. The occurrence of fever in the first month: the odds ratio (OR) =
9.750, 95percent CI (1.635-58.150), p=0,010; the second month OR=6.250, 95percent
CI (1.264-30.904), p=0,0250. The occurrence of cough in the first month OR=0.767,
95percent CI (0.129-4.556), p=0.571; in the second month OR=4.500, 95percent CI
(1.007-20.106), p= 0.050. Cold in the first month OR = 0.767, 95percent CI (0.129 -
4.556), p = 0.725; the second month OR = 7.364,95percent CI (0.689-78.714), p=0.100
Diarrhea in the first month OR=1.037, 95percent CI (0.996 - 1.111), p=0.667 : in the
second month OR=7.222, 95percent CI (1.186-43.979), p=0.031, where in treatment,
p=0.720.

Conclusion the occurrence of fever, cough, and diarrhea in the children infected by
tuberculosis were significantly different from the children not infected by tuberculosis
p<0,05, where as the treatment efforts were not significantly different between the
children infected by tuberculosis and those not infected p>0,05.
ABFK

323
Status Gizi, Pertumbuhan dan Asupan Makanan Penderita Infeksi Tuberkulosis Siswa
Sekolah Dasar di Kodya Yogyakarta/Aimarosa.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 56p.

ABSTRAK : Lihat nomor 82

TUBERCULOSIS, PULMONARY
324
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Tuberkulosis Paru di Kabupaten
Timor Tengah Selatan/I Wayan Triana Suryanata.-- Yogyakarta : Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 109p.

ABSTRAK :

Pulmonary tuberculosis was still a public health problem in the regency of Timor Tengah
Selatan. The prevalence of pulmonary tuberculosis in 1999 was 1,43percent. The
mortality and in-patient data at Soe-Timor Tengah Selatan General Hospital showed that
pulmonary tuberculosis was the third after pneumonia and diarrhea. The tuberculosis
prevalence was related to poor nutrition, low socio-economic level, and poor sanitation.
In Timor Tengah Selatan, the number of households living in healthy houses was
41,4percent; while the people who did not graduate from elementary schools were
31,8percent. The per capita income was Rp. 1.783,- per day. The question in this study
was whether the environment, nutritional status, concomitant diseases, smoking,
alcoholic drinking, and the socio-economic condition had relationship with tuberculosis.

The objective of this study was to learn risk factors related to tuberculosis in the Timor
Tengah Selatan. This was an observational study using case control study approach.
The study was held in the regency of Timor Tengah Selatan with cases observed in 4
microscopic reference public health centers from April to June 2000. The case group and
control group were based on inclusive and exclusive criteria. The number of samples

173
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

was 73 cases and 146 controllers. The measurement was done using questionnaires,
humidity measurement, height, and weight. Data analysis was conducted through 4
stages, i.e. variable description based on age, time, and location. Univariate analysis
was followed by stratification analysis to find out the interaction between risk factors and
intervening factors. The multivariate analysis was done to develop the best model of risk
factors related to tuberculosis.

Fifteen risk factors of pulmonary tuberculosis were analyzed. The multivariate analysis
using significant level p ≤0,05 was applied to develop a model. The best model was that
–2 log likelihood and the biggest goodness of fit as well as overall percent approaching
100percent. The risk factors related to tuberculosis was the income lower than Rp.
10.000,-, mass body index under 18,5; smoking habit; and alcoholic drinking habit after
they were made appropriate with sex. The conclusion was that in Timor Tengah Selatan
the environment and education were not significant factors of pulmonary tuberculosis.
ABFK

TUBERCULOSIS PULMONARY
therapy
325
Penelitian Pengobatan Penderita TB Paru dengan Memberdayakan Tenaga Anggota
Keluarga di Kabupaten Tangerang/Bambang Sukana et al.-- Jakarta : Pusat Penelitian
Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000.-- 48p.

ABSTRAK : Lihat nomor 63

ULTRAVIOLET RAYS
326
Peran Berbagai Tabir Surya Topikal pada Pencegahan Fotoisomerisasi Urocanic Acid
Akibat Pajanan Sinar Ultraviolet B/Arif Effendi.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 47p.

ABSTRAK : Lihat nomor 317

UROCANIC ACID
327
Peran Berbagai Tabir Surya Topikal pada Pencegahan Fotoisomerisasi Urocanic Acid
Akibat Pajanan Sinar Ultraviolet B/Arif Effendi.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 47p.

ABSTRAK : Lihat nomor 317

VITAMIN A
therapeutic use
328
Efek Terapeutik Vitamin A dan Seng terhadap Kepadatan Parasit dan Suhu Penderita
Malaria falciparum di Kabupaten Purwokerto/Adwi Budi Satrio.-- Yogyakarta : Program
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- irr p.

ABSTRAK : Lihat nomor 204

174
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

VITAMIN E
329
Perbedaan Pengaruh Vitamin E Dosis Tinggi dengan Dosis Normal terhadap Kadar
Malondialdehid Lensa Katarak Senilis pada Penderita Miop Aksialis/Yanuarius Priyo
Triyono.-- Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 50p.

ABSTRAK : Lihat nomor 37

WATER POLLUTION
330
Penentuan Bobot Resiko Pencemaran Bakteriologik Sarana Air Bersih Berbagai Jenis
Tanah di Daerah Pedesaan/Sri Irianti Sasimartoyo et al.-- Jakarta : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
2000.-- 59p.

ABSTRAK :

Air tanah masih merupakan sumber utama air bersih, air tersebut adalah sumur gali
(SGL) dan sumur pompa tangan dangkal (SPT-DK). Namun demikian, kualitas
bakteriologik air dari sarana tersebut masih relatif rendah dibandingkan dengan sarana
air yang lain karena berbagai faktor yang mempengaruhi yaitu antara lain jenis tanah,
musim, jarak dan letak jamban terhadap sarana air, kontruksi sarana, dan perilaku
pemakai sarana. Beberapa faktor tersebut telah digunakan sebagai instrumen penilaian
dalam inspeksi sanitasi dalam kegiatan surveilans kualitas air bersih.

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Rembang pada bulan Agustus sampai dengan
Nopember 1999 untuk menguji pengaruh masing-masing faktor tersebut (yang
dibedakan dalam 19 variabel) terhadap kualitas bakteriologik air yang diukur dari
konsentrasi koli tinja (faecal coliforms).

Cara penelitian adalah dengan pemeriksaan bakteriologik sampel air, wawancara


terhadap pemilik/pemakai air, inspeksi sanitasi, dan pemeriksaan ukuran partikel contoh
tanah dari SGL. Jumlah sampel ditentukan secara acak bertingkat sebanyak 350 sarana
air bersih yang terdiri dari 261 SGL dan 89 SPT-DK yang berasal dari 2 desa.
Pengambilan sampel air dan inspeksi sanitasi terhadap 350 sarana dilakukan sebanyak
2 kali sesuai musim, sedangkan pemeriksaan sampel air hanya dilakukan terhadap 30
SGL. Penentuan bobot resiko berdasarkan analisis regresi logistik dan odds ratio
dengan tingkat kepercayaan 90percent.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada musim kemarau ada 3 variabel yang
bermakna untuk SGL yaitu dinding sumur, genangan air dalam jarak 2 meter di sekitar
sumur, dan letak sumur terhadap rumah. Pada musim hujan, variabel yang bermakna
hanya ada 1 yaitu lokasi sumur terhadap rumah. Variabel yang bermakna untuk SPT-DK
pada musim kemarau sebanyak 2 variabel yaitu adanya pagar yang mencegah
pencemaran dari binatang dan lantai semen radius 1 meter. Untuk musim hujan,
variabel SPT-DK yang bermakna adalah adanya kandungan pasir di sekitar sumur,
adanya pagar dan adanya genangan air di atas lantai semen. Jenis tanah berdasarkan
hasil pemeriksaan ukuran partikel tidak bermakna karena relatif homogen. Penelitian ini
merekomendasikan penelitian lebih lanjut dengan memperbanyak jumlah sampel tanah
yang bervariasi ukuran partikelnya.

175
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

BPPK

WOUND AND INJURIES


331
Pola dan Faktor-faktor Resiko Cedera Olahraga pada Pertandingan Pencak Silat di PON
XV Surabaya/Afriwardi.-- Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.--
63p.

ABSTRAK : Lihat nomor 314

YOUTH
332
Hasil Penelitian Ancangan Pelayanan Kesehatan Seksual Remaja yang Efektif dan
Efisien (Tahap Pengembangan Media)/Imam Waluyo et al.-- Jakarta : Pusat Penelitian
dan Pengembangan Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2000.-- 41p.

ABSTRAK : Lihat nomor 309

ZINC
333
Efek Suplementasi Zn dan Fe pada Status Gizi Anak Stunted Usia 6-24 Bulan di
Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah/Ernawati Nasution.-- Yogyakarta : Program
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- 102p.

ABSTRAK : Lihat nomor 186


334
Efek Terapeutik Vitamin A dan Seng terhadap Kepadatan Parasit dan Suhu Penderita
Malaria falciparum di Kabupaten Purwokerto/Adwi Budi Satrio.-- Yogyakarta : Program
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2000.-- irr p.

ABSTRAK : Lihat nomor 204

deficiency
335
Pola Konsumsi Makanan dan Deficiensi Seng (Zn) : Kaitannya dengan Tinggi Badan
pada Anak Sekolah Dasar di Desa Gondok Endemik dan Non Endemik Kabupaten
Malang/Asmika.-- Surabaya : Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2000.-- irrp.

ABSTRAK : Lihat nomor 28

176
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

INDEK PENGARANG

Affandi, Erwin 111,270 Astuti, Dwi 133,145


Afriansyah, Nurfi 45 Atmosukarto, Kusnindar 261
Afriwardi 315,332 Bachroen, Cholis 142,331
Agus, Dharmady 139,308 Blondine Ch.P. 23,228
Aimarosa 82,126,256, Bolang, Frieda 2,175
324 Budiarso, Aries 222,306,
Aji, Prayit Susilo 91 312
Ajik, Suharti 1,156 Budijanto, Didik 78,142
Alam, Abriansyah 302 Cahyana, Nugraha Wahyu 231
Aldian, Donny 14,76 Damayanti, Lia 49,65,95
Amatyah, Masaah 163 Damayanti, Nita 55
Andajani, Sri Joeda 22,107 Daundy, Hizkia 140
Ani, Luh Sri 240,241 Dewani, Chandra 313
Anom, I Nyoman Gede 219 Dewi, Nike Maya 92
Arifin, Humam 167,319, Djatnika, Deden 27,110
320 Effendi, Arif 318,327,
Arifin, Rosdeni 154 328
Arjana, I Made 99,305 ElFeries, Faroka 207
Asmika 28,124,336 Elisa 20,83,127,
Astrawinata, 257
Delima Ari Wahono 34 Ely, Achmad 234,239

177
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Ernawati, Fitrah 7,188 Lestari, Enny Wahyu 206


Fordiastiko 203,321 Morosidi, Saptono Argo 60,68
Gultom, Eddy T.M 35 Muljati, Sri 292
Haksama, Setya 72 Murwani, Rini 116,263
Ham, Maria Francisca 30,272 Muzayanah 84,215,283
Handajani, Tri 33,79,279 Nasution, Ernawati 186,258,
Handayani, Lestari 53,218 334
Handayani, Selfi 103,229 Nawangsih, Niken 161,197,
Hans, Liesay 137 214
Harahap, Heryudarini 125,244, Noerhadi, Moch. 104,151,
303 189
Harbakti, Rasa 51 Novriani, Harli 32,223
Harjono 109 Nugroho, Yun Astuti 170,276
Harsoyo, Agus 96,102 Nurlela, Indrawati 120,129
Hastono 323 Nurul, Daud 36,75,208
Hastuti, Pramudji 17,144,200 Palguna, I Made Adi 181
Hermina 46 Palupi, M.I. Christi Retno 221
Hinting, Aucky 171 Pareira, Aloysius 12,285
Husaini, Jajah K. 253 Permaesih, Dewi 245,255
Ibrahim, Ima Nurisa 128,153 Pitoyo, Asaat 57,90,233
Ibrizatun, Amin 212 Pleyte, W. Edith Humris 26,298
Iman, M 40,106 Pohan, Saut Sahat 73
Indarto AS 44 Pranata, Setia 269
Indrasanti, Evie 4,157 Pranata 311
Indrayana, R. Eddy 98,164 Praptini, Pauline Endang 16,39,165
Indriyanti, Esty 66,114 Prihartini, Sri 293,294
Ipa, Agustian 94 Prihono, Marcus Gatot Budi 43,237,238
Ismawati, Rita 9,29,117, Purawisastra, Suryana 113,122,
148 183
Isnawati, Ani 5,100,268 Purawisastra 307
Isworo, Dian 300,322 Purwani, Retno Dwi 8,19,152,
Jamil, Muhammad Dawah 132,149, 191
288 Putra, Abdi Kelana 101,123
Karim, Eko Firdianto 67,74,155, Rahayu, Ana Budi 41
299 Rahayu, Solehah Catur 269
Kartika, Vita 243 Rahayu, Tri 38
Kartiko, Purnomo Ismoe 178,265 Ramli, Hartati 235
Kartono, Djoko 247 Relliyani 159,174,
Katno 274 177
Kayanaya, Anak Agung Ristrini 58
Gde Raka 131,184, Safrida, Myrna 73
196 Samsyudin, Wally 225
Koedoeboen, Frona 193 Sandjaja 252
Kolulu, Semuel 185,284 Santoso, Pudji 21,267
Kristina, Ragu Harming 278 Sapardiyah, Siti 206
Kuntjoro, Tjahjo 194 Saptowati, Lisnur 24,198
Kusumawati, R. Lia 230 Saputro, Uud 180,199
Lagiono 61,69,227 Sariningdyah, Retna 224
Lamid, Astuti 48,260 Saseno 15
Lanasi, Anwar 134 Sasimartoyo, Sri Irianti 331
Lembar, Stefanus 25,262 Satrio, Adwi Budi 204,329,

178
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

335 Wibawa, Dwi Hari 50,138,291


Sembiring, Ruth Emalian 31,301 Wiboworini, Budiyanti 121,264
Semen, Gerald Mario 108,297, Widagdo, Dhuto 192,290
317 Widajat, Leny Pintowari 105
Setiawati, Effi 282,316 Widarti, I Gusti Agung Ari 81,250
Setiyoargo, Arief 236 Widiyanto, Santo Yoseph Didik 187
Setyadi, Gunawan 172 Widodo, Yekti 158,254
Setyopranoto, Ismail 42 Widowati, Lucie 166,277
Sieman, Jony 201,202 Widyanto, Santo Yoseph Didik 195
Soebroto, Tonggo 162,213 Winardi, R. Soeprijono 80,88,248,
Soenaryati, Sri 85 309
Sofiati, Erna Luciasari 11
Sondakh, Roy Lukas 169,266,
286 Dear Anchalee,
Sopacua, Evie 220
Sriutami, Basundari 32,223 Thank you for your response.
Subekti, Imam 182
Sudiman, Herman 13 We are still proccess the final report and
Suhali 173,217 ISO files into CD-ROM and I'm sure that we
Suhar 280 could do it in several days as your
Suhardono 269 requested.
Sukana, Bambang 63,326 Mean while please find herewith the
Sukowati, Supratman 206 database Indonesia Index Medicus in ISO
Sulistiawati 3,70 file.
Sulistyowati, Wahyu 112,115
Sumarna, Nana 54,62,93 Thank you for your assistance
Suparmanto, Paiman 71,130
Suprapto, Agus 142 regards,
Surachman, Asrofi Sueb 314 budi
Suryanata, I Wayan Triana 325
Susetyowati, Anastasia
Nuniek 150,190,
289
Susetyowati 146,249
Sutiko, Inayah Budiasti 10
Sutjipto 271,273,
275
Sutomo, Adi Heru 87,141,179,
281,311
Suyanto 77,259,304
Syam, Suir 160
Syamsudin, Wally 211,216
Tamba, I. Parsaoran 143,232
Tato, Adhi Dharmawan 168,242
Tjukarni, Trintrin 118,295
Triyono, Yanuarius Priyo 37,209,330
Vita Kartika M. 47,119
Wahyuningsih, Siti 56,136
Waloyo, Imam 310,333
Wardhani, Viera 89
Weraman, Pius 205

179
ABSTRAK PENELITIAN KESEHATAN, SERI 20

Witjaksono, Fiastuti 97,296


Wulandari, Ratna Dwi 59,210
Yandriza l64
Yarmani 18,86,147
Yuliadi, Irwan 52,176
Yuniarti, Hana 251,287
Yuniati, Heru 226
Yuwono, Yakobus 135

180

You might also like