You are on page 1of 5

SUDAH TERLAMBAT

PEMAIN: 1. Jano 2. Yosa 3. Eco : Anak angkat : Ayah kandung Jano : Ayah angkat Jano

4. Cindy : Ibu angkat Jano 5. Kevin 6. Aldo : Teman sekelas Jano : Teman sekelas Jano

ADEGAN 1 Langit begitu cerah dihiasi warna biru di cakrawala. Mentari datang dengan senyuman di wajahnya. Tapi hati Jano tak secerah dan semegah hari ini. Mukanya kusut dengan bilur-bilur kepahitan menghiasi matanya. Ia tampak murung akhit-akhir ini di sekolah.

(Jano, Aldo, Kevin duduk di anak tangga. Jano di tengah, Kevin di bawah, Aldo di atas. Duduk seolah-olah sedang di kantin.) Jano : (duduk dan menunduk ke bawah) Gue bte nih. Aldo : (duduk di sebelah Jano sambil sibuk main rubik) Kenapa? Tumben-tumbenan. Jano : (melihat ke Aldo) Ya, bte aja. (mengambil nafas panjang dan menghembuskannya) Huh (melihat ke Kevin) Vin, sorry ya gue gak bisa ikut pawai sepeda minggu depan. Kevin : (sibuk main hp, kaget dan menatap Jano) Loh? Kok gitu? Kita kan udah janjian, masa seenaknya batalin gitu sih. Jano : (tampang memelas) Bukannya gitu, tapi bokap gue gak bisa beliin gue sepeda. Uangnya ke pake buat beli 1

HP buat ade gue. Aldo : (berbicara tanpa menatap Jano) Ya, usaha dong. Bilang ke papah kamu kalo kamu perlu banget di beliin sepeda. Jano : Sudah, tapi gak ada reaksi sama sekali. Bikin tambah kesel aja tau gak sih. (kembali sibuk smsn) Yah, wajar aja sih menurutku. Orang tua kan lebih sayang sama anak kandung daripada anak angkat. Jano : (tersinggung, menarik nafas panjang dan menghembuskannya) Hmm. Gue pulang dulu deh.

Kevin :

ADEGAN 2 Malam harinya, Jano Eco : (mengetok pintu) : (berdiri dan membuka pintu) Jano, dari mana kamu, nak? Jano : (masuk dan menghadap ke dinding) Biasa, Pah. Eco : (kembali duduk di kursi seolah-olah sedang menonton TV) Tidak biasanya kamu pulang jam segini. (sambil memegang remote dan menghadapkannya ke TV) Jano : Udah lah, Pah. Ini bukan urusan Papah. (memegang kepala) Duhh, pusing. Eco : (berdiri dan mendatangi Jano) Ehh, apa-apaan kamu ini? Sejak kapan kamu berani kurang ajar sama orangtua? Huh? (berkocak pinggang) Kamu mabuk ya? Jano : (melawan dan menghempaskan tangan Eco) Iya, terus kenapa? Papah gak berhak buat ngatur saya, saya bukan anak Papah. Eco : (menudingkan jari telunjuk ke depan Jano) Apa kamu bilang?

(mengguncang-guncang tubuh jano) Hargai orangtua kamu, Jano. Jano Eco : Papah bukan orangtua saya. Saya cuma anak angkat. : (memegang bahu Jano) Apa? Dasar anak kurang ajar. (memegang dada seolah-olah menahan sakit) Cindy : (datang dan melerai) Sudahlah, Pah. Jangan. Ingat jantung papah. Jano : (berlari ke kamar)

ADEGAN 3 (Jano menelungkup di lantai menghadap ke kanan, Cindy mengetok pintu) Cindy : Jano : Jano, boleh mamah masuk? (merasa terganggu dan menghadap ke kiri) (duduk di sebelah Jano) Nak, setiap orangtua pasti ingin yang terbaik buat anaknya. Apa yang dikatakan dan dilakukan orangtua semata-mata demi kebaikan anaknya. Ya, terkadang memang cara mengungkapkannya salah. Jano : (langsung duduk dan menghadap Cindy) Sudahlah, Mah. Mulai besok, Jano gak bakal nyusahin kalian lagi. Cindy : Jano Maksud kamu apa, Jano?

Cindy :

: Besok Jano bakal cari orangtua kandung Jano. (memegang tangan Jano) Kamu mau kemana? Kamu cari mereka dimana? Kamu kan gak tau di mana mereka berada.

Cindy :

Jano

: (melepas genggaman tangan Cindy) Jano bisa cari kok, Mah.

Cindy :

(menarik nafas panjang dan menghembuskannya, menahan tangisan) Huhh Sudah 15 tahun kita hidup bahagia dalam keluarga ini. Kamu sudah jadi bagian dari keluarga ini, Nak.

Jano

: Bahagia? Ini yang mamah sebut bahagia?

(diam sejenak) Ini sudah jadi keputusan Jano, Mah. Jadi, Mamah gak usah ngalangin niatku untuk pergi. Cindy : Hmm, ya udah. Kamu istirahat aja, besok kita bicara lagi ya. (keluar)

ADEGAN 4 Sudah berhari-hari Jano pergi mencari ibunya. (Jano dengan mimik kebingungan dan celingak-celinguk sambil memegang kertas kecil) Jano : (mengetok pintu) Permisi. Permisi. (langsung masuk) Pah, ini Jano Pah, anak Papah. Yosa : (malas-malasan sambil kipas-kipas) Jano? Anakku? Hahaha. Ngarang kamu ya? Aku gak punya anak namanya Jano. Satu-satunya anak yang ku tahu adalah anak haram, hasil hubungan gelap istriku dan mantan kekasihnya. Sejak istriku membawa anak itu ke rumah ini aku gak pernah akui dia sebagai anak. Jano Yosa : Pah, mamah dimana Pah? : Jangan sebut wanita itu lagi. Dia sudah pergi atau mungkin sudah mati karena dosadosanya. Jano Yosa : Papah, saya datang kesini jauh-jauh cuma untuk ketemu kalian. : (berdiri) Jangan panggil aku Papah. Keluar kamu. Jano : (memegang kaki Yosa) Pah Yosa : (menyeret Jano keluar) Keluar kamu. Cepat keluar.

ADEGAN 5 (Cindy sedang duduk di anak tangga sambil memegang bingkai foto, jano duduk di kursi sambil

memegang telepon) Cindy : (mengangkat telepon) Halo Jano : Halo, mah. Ini Jano. Jano kamu dimana, nak? Kamu baik-baik aja kan?

Cindy : Jano

: Mah, Jano baik-baik aja. Mah maafin Jano sudah nyakitin hati mamah dan papah. Jano gak bersyukur dikasih keluarga yang bener-bener sayang sama Jano. Jano, kami semua sudah maafin kamu. Kita kan keluarga. Pulang ya, Nak.

Cindy : Jano

: Gak, Mah. Jano gak berani. Jano sudah banyak salah sama mamah dan papah. Jano bakal pulang setelah papah mau maafin Jano.

Cindy : Jano

Iya, nak. Tapi kamu pulang dulu ya.

: Gak, Mah. Papah mana mah? Pulang dulu, ya Nak. Mamah mohon.

Cindy : Jano

: Jano masih merasa bersalah sudah kurang ajar sama papah. Jano mau minta maaf dulu, Mah.

Cindy : Jano

Papah udah gak ada, nak. Papah kena serangan jantung.

: Gak mungkin, Mah. Papah mana, mah? Papah udah meninggal, Nak.

Cindy : Jano

: Gak, ini gak mungkin (langsung menutup ganggang telepon dan menutup muka) Maafin Jano, Pah. Maafin Jano. Maafin Jano.

You might also like