You are on page 1of 0

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


A. Pendidikan Kesehatan
1. Pengertian Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah suatu proses yang menjembatani
kesenjangan antara informasi dan tingkah laku kesehatan. Pendidikan
kesehatan memotifasi seseorang untuk menerima informasi kesehatan dan
berbuat sesuai dengan informasi tersebut agar mereka menjadi lebih tahu
dan lebih sehat (Budioro,1998).
Pendidikan kesehatan merupakan proses belajar, dalam hal ini
berarti terjadi proses perkembangan atau perubahan kearah yang lebih tahu
dan lebih baik pada diri individu. Pada kelompok masyarakat dari tidak
tahu tentang nilai- nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu
mengatasi sendiri masalah- masalah kesehatan menjadi mampu (Purwanto,
1999).
Berdasarkan pengertiaan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
pendidikan kesehatan adalah usaha atau kegiatan untuk membantu
individu, keluarga atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan
untuk mencapai kesehatan secara optimal.
2. Tujuan Pendidikan Kesehatan
Menurut WHO (1954) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003),
tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk meningkatkan status kesehatan
dan mencegah timbulnya penyakit, mempertahankan derajat kesehatan

6
yang sudah ada, memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit,
serta membantu pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan.
Secara umum tujuan dari pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku
individu atau masyarakat dibidang kesehatan. Tujuan ini dapat diperinci
lebih lanjut antara lain, menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang
bernilai dimasyarakat, menolong indiviu agar mampu secara mandiri atau
kelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat,
mendorong pengembangan dan menggunaan secara tepat sarana pelayanan
kesehatan yang ada (Herawani, 2001).
Sedangkan menurut Machfoed (2005), pendidikan kesehatan
merupakan proses perubahan, yang bertujuan untuk mengubah individu,
kelompok dan masyarakat menuju hal- hal yang positif secara terencana
melalui proses belajar. Perubahan tersebut mencangkup antara lain
pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui proses pendidikan kesehatan.
Pada hakikatnya dapat berupa emosi, pengetahuan, pikiran keinginan,
tindakan nyata dari individu, kelompok dan masyarakat. Pendidikan
kesehatan merupakan aspek penting dalam meningkatkan pengetahuan
keluarga tentang garam beryodium dengan melakukan pendidikan
kesehatan berarti petugas kesehatan membantu keluarga dalam
mengkonsumsi garam yang beryodium untuk meningkatkan derajat
kesehatan.




7
3. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut Lawrence Green (1980), dalam Notoatmodjo (2000)
bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor
predisposisi, faktor pendukung, dan faktor penguat.
Faktor predisposisi meliputi pendidikan, ekonomi (pendapatan),
hubungan sosial (lingkungan, sosial, budaya) dan pengalaman. Pendidikan
seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap sesuatu yang
datang dari luar. Orang dengan pendidikan tinggi akan memberi respon
yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir
sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari
pendidikan kesehatan. Pada status ekonomi dalam keluarga mempengaruhi
daya beli keluarga dalam memenuhi kebutuhan, semakin tinggi
pendapatan keluarga akan lebih mudah tercukupi konsumsi garam
beryodium dibanding dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan
mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pada keluarga. Selanjutnya pada
hubungan sosial (lingkungan, sosial, budaya), manusia adalah makhluk
sosial dimana kehidupan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain.
Keluarga yang berinteraksi secara langsung akan lebih besar terpapar
informasi. Sehingga lingkungan sekitar mempengaruhi untuk
mengkonsumsi garam beryodium. Sedangkan pada pengalaman keluarga
tentang garam beryodium diperoleh dari tingkat kehidupan keluarga dalam
mengkonsumsi garam beryodium (Notoatmodjo, 2000).
Faktor kedua yang dapat mempengaruhi perilaku adalah faktor
pendukung, mencakup ketersediaan sumber- sumber dan fasilitas yang

8
memadai. Sumber- sumber dan fasilitas tersebut harus digali dan
dikembangkan dari keluarga itu sendiri. Faktor pendukung ada dua
macam yaitu fasilitas fisik dan fasilitas umum. Fasilitas fisik yaitu
fasilitas atau sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat- obatan.
Sedangkan fasilitas umum yaitu media massa meliputi TV, radio,
majalah, ataupun flamlet (Notoatmodjo, 2000).
Faktor penguat sebagai faktor ketiga yang mempengaruhi
perilaku kesehatan meliputi sikap dan perilaku petugas. Semua petugas
kesehatan baik dilihat dari jenis dan tingkatannya pada dasarnya adalah
pendidik kesehatan. Karenanya, petugas kesehatan harus memiliki
sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai- nilai kesehatan. Selain itu
perilaku tokoh masyarakat juga dapat merupakan panutan orang lain
untuk berperilaku sehat (Notoatmodjo, 2000).
Selain faktor- faktor tersebut, menurut Purwanto (1999) faktor
keturunan dan lingkungan juga berpengaruh terhadap perkembangan
pembawaan atau perilaku seseorang.
4. Proses Pendidikan Kesehatan
Dalam proses pendidikan kesehatan terdapat tiga persoalan pokok
yaitu masukan (input), proses dan keluaran (output). Masukan (input)
dalam pendidikan kesehatan menyangkut sasaran belajar yaitu individu,
kelompok dan masyarakat dengan berbagai latar belakangnya. Proses
adalah mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan dan
perilaku pada diri subjek belajar. Dalam proses pendidikan kesehatan
terjadi timbal balik berbagai faktor antara lain adalah pengajar, tehnik

9
belajar dan materi atau bahan pelajaran. Sedangkan keluaran merupakan
kemampuan sebagai hasil perubahan yaitu perilaku sehat dari sasaran didik
melalui pendidikan kesehatan (Notoatmodjo,2003).
5. Metode Pendidikan Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2003), metode pembelajaran dalam
pendidikan kesehatan dipilih berdasarkan tujuan pendidikan kesehatan,
kemampuan perawat sebagai tenaga pengajar, kemampuan individu,
kelompok, masyarakat, besarnya kelompok, waktu pelaksanaan
pendidikan kesehatan, dan ketersediaan fasilitas pendukung. Metode
pendidikan kesehatan dapat bersifat pendidikan individual, pendidikan
kelompok dan pendidikan massa. Metode yang sering digunakan dalam
pendidikan kesehatan yaitu bimbingan dan penyuluhan, wawancara,
ceramah, seminar, simposium, diskusi kelompok, buzz group, curah gagas,
forum panel, demonstrasi, simulasi, dan permainan peran.
6. Sasaran Pendidikan Kesehatan
Sasaran pendidikan kesehatan adalah masyarakat atau individu
baik yang sehat maupun sakit. Sasaran pendidikan kesehatan tergantung
pada tingkat, dan tujuan penyuluhan yang diberikan. Lingkungan
pendidikan kesehatan di masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai
lembaga dan organisasi masyarakat (Notoatmodjo, 2003).
B. Pengetahuan

1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan tejadi

10
melalui panca indra yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan Kam (2005), pengetahuan adalah
sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran.
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan adalah hasil dari tahu setelah melakukan proses pembelajaran
dengan menggunakan panca indera.
2. Tingkatan Pengetahuan
Tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif menurut
Notoatmodjo (2003) meliputi tahu (know), memahami (comprehension),
aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (syntesis), dan evaluasi
(evaluation).
Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
diajarkan melalui pendidikan kesehatan. Termasuk kedalam pengetahuan
tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari dalam pendidikan kesehatan. Oleh karena itu tahu
merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Kata kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan. Salah satu contohnya adalah
mendefinisikan apa yang dimaksud dengan garam beryodium. Tingkatan
pengetahuan selanjutnya adalah memahami (comprehension), artinya
kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar
tentang obyek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang
sesuatu harus dapat menjelaskan, memberi contoh, dan menyimpulkan.

11
Misalnya keluarga paham apa itu manfaat garam beryodium
(Notoatmodjo, 2003).
Aplikasi (application) sebagai tingkat pengetahuan yang ketiga
merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum- hukum,
rumus, metode dalam situasi nyata. Misalnya keluarga dapat
mengkonsumsi garam beryodium dengan baik dalam memasak makanan.
Sementara analisis (analysis) sebagai tingkat pengetahuan yang keempat
diartikan sebagai kemampuan untuk menguraikan ke dalam bagian- bagian
lebih kecil, tetap masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih
terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan menganalisis ditunjukkan
dengan dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan,
memisahkan, mengelompokkan. Salah satu contohnya adalah keluarga
mampu membedakan antara garam beryodium dengan garam bukan
beryodium (Notoatmodjo, 2003).
Sintesis (syntesis) sebagai tingkat pengetahuan yang kelima adalah
suatu kemampuan untuk menggabungkan bagian- bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi- formulasi yang ada. Ukuran kemampuan mensintesis
diperlihatkan dengan dapat menyusun, meringkas, merencanakan, dan
menyesuikan suatu teori yang telah ada. Misalnya keluarga dapat
merencanakan apa yang dilakukan dalam mengkonsumsi garam
beryodium. Tingkat pengetahuan terakhir adalah evaluasi (evaluation)
yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu obyek.

12
Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri.
Misalnya dapat mengetahui manfaat garam beryodium (Notoatmodjo,
2003).
3. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor- faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Nasution
(1999) dalam Notoatmodjo (2000) adalah tingkat pendidikan, informasi,
budaya, pengalaman, dan sosial ekonomi.
Semakin tinggi tingkat pendidikan (pengetahuan) seseorang maka
ia akan mudah menerima informasi tentang manfaat garam beryodium
sehingga akan lebih mudah pula untuk mengkonsumsi garam beyodium.
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan selanjutnya adalah informasi.
Keluarga yang mempunyai sumber informasi melalui pendidikan
kesehatan tentang garam beryodium lebih banyak akan memberikan
pengetahuan yang lebih jelas mengenai konsumsi garam beryodium.
Faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah budaya
karena budaya yang diperoleh belum sesuai dengan budaya yang ada
sekarang sehingga mempengaruhi informasi yang ada (Notoatmodjo,
2000).
Pengalaman sebagai faktor yang mempengaruhi pengetahuan yang
keempat, berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, maksudnya
semakin bertambahnya umur dan pendidikan yang tinggi, pengalaman
akan lebih luas tentang garam beryodium. Faktor yang mempengaruhi
pengetahuan yang terakhir adalah sosial ekonomi, hal ini berarti bahwa
tingkat keluarga untuk memenuhi kebutuhan garam beryodium

13
disesuaikan dengan penghasilan yang ada. Sehingga menuntut
pengetahuan yang dimiliki dipergunakan semaksimal mungkin, begitupun
dalam membeli garam beryodium, mereka sesuaikan dengan pendapatan
keluarga (Notoatmodjo, 2000).
4. Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
langsung atau dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang
ingin diukur dari responden atau subjek penelitian. Kedalaman
pengetahuan responden yang ingin diketahui atau diukur, dapat disesuikan
dengan tingkat pengetahuan.
Hasil pengukuran pengetahuan dengan menggunakan angket atau
koesioner pada umumnya berupa prosentase yang menggambarkan tingkat
pengetahuan baik, cukup atau pengetahuan kurang. Menurut Waridjan
(1999), pengetahuan seseorang tentang sesuatu hal dikatakan baik bila
nilai jawaban benar berkisar pada rentang 80 100 %, dikatakan cukup
bila menjawab benar sebesar 65 79 %, dan pengetahuan dikatakan
kurang bila prosentase nilai benar kurang dari 65 %.
C. Garam Beryodium
1. Pengertian
Garam beryodium adalah garam yang diperkaya dengan yodium
yang dibutuhkan oleh tubuh untuk membuat hormon yang mengatur
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan (Depkes R.I, 2002). Adapun
fungsi yodium sebagai bagian dari tiroksin dan senyawa lain yang
disintesis oleh kelenjar tiroid. Tubuh mengandung sekitar 25 mg yodium,

14
dimana pertiganya terdapat dalam semua jaringan tubuh. Pada ovari, otot,
dan darah mengandung yodium yang relatif tinggi setelah tiroid (Suhardjo,
2005).
Kekurangan yodium dapat menimbulkan penyakit gondok (goiter),
yang dapat menyebabkan pertumbuhan anak tidak normal yang disebut
dengan kretin atau kerdil. Pada ibu hamil dapat menggaggu pertumbuhan
dan perkembangan janin, yang dapat disebabkan oleh rendahnya konsumsi
yodium dari makanan, atau kurangnya kebutuhan konsumsi garam
beryodium yang dianjurkan (Supariasa, 2001).
Kebutuhan konsumsi garam beryodium yang dianjurkan setiap
orang adalah sebanyak 6 gram atau satu sendok teh setiap hari. Dalam
kondisi tertentu dimana keringat keluar berlebihan dianjurkan untuk
mengkonsumsi garam beryodium 2 sendok teh setiap hari. Bagi seorang
penderita hipertensi (darah tinggi) atau yang harus mengurangi konsumsi
garam, tetap mengkonsumsi garam beryodium tetapi dengan jumlah yang
sedikit dan tetap dianjurkan mengkonsumsi makanan dari laut yang kaya
akan yodium seperti ikan, udang, kerang dan ganggang laut (Depkes R.I,
1999).
Kebutuhan yodium pada bayi atau balita berbeda dengan
kebutuhan yodium pada orang tua. Menurut Widya Karya Pangan dan Gizi
(1998) yang dikutip Almatsier (2001) kebutuhan yodium yang dianjurkan
setiap harinya pada bayi adalah 50 70 mg, balita dan anak sekolah
sebanyak 70 120 mg, remaja dan dewasa sebanyak 150 mg, ibu hamil
sebanyak 175 mg, sedangkan pada ibu menyusui sebanyak 200 mg.

15
2. Sumber Yodium
Laut merupakan sumber utama yodium, oleh karena itu makanan
laut berupa ikan, udang dan kerang serta ganggang laut merupakan sumber
yodium yang baik. Bahwa daerah pantai air dan tanah juga mengandung
yodium (Almatsier, 2001). Sementara itu kandungan yodium dalam
produk pertanian tergantung pada jumlah yodium di dalam tanah pada
wilayah dimana makanan tersebut dihasilkan. Kandungan yodium pada
berbagai tanah sangat bervariasi sebagian diantaranya hanya mengandung
sedikit yodium ( Beck, 1995 ).
Salah satu makanan yang dipromosikan dan memang mengandung
zat yodium yang sangat tinggi adalah rumput laut. Selama ini konsumsi
rumput laut sangat terbatas dalam masyarakat Indonesia terutama di
daerah pegunungan. Selain rumput laut juga diperkenalkan pisang dimana
kandungan yodium pada pisang sangat sedikit namun bisa dibuat banyak
cara didaur ulang (Beck, 1995). Penelitian yang telah dilakukan oleh
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti (2002), menyarankan untuk
menambah kadar yodium dalam pisang dengan memberikan pupuk kadar
yodium pada pisang tersebut. Caranya setelah rumput laut disortir, jenis
rumput laut yang kurang baik untuk dikonsumsi manusia diberikan pada
hewan ternak, kemudian kotoran tersebut digunakan sebagai pupuk untuk
pohon pisang. Cara tersebut ternyata bisa menambah kadar yodium dalam
buah pisang yang dihasilkan.
Sumber yodium yang lain adalah kapsul minyak beryodium.
Kapsul minyak beryodium adalah larutan yodium dalam minyak berbentuk

16
kapsul lunak, mengandung 200 mg yodium (Depkes R.I, 1999). Dosis
pemberian kapsul minyak beryodium bervariasi menurut umur dan jenis
kelamin. Dosis pemberian kapsul minyak beryodium menurut golongan
umur seperti sebagaimana disarankan oleh Depkes R.I. (1999) adalah
tertera dalam Tabel.2.1
Tabel 2.1. Dosis pemberian kapsul minyak beryodium
Dosis
Kelompok
Umur
(Tahun)

Pemberian minyak beryodium /
hari
Kapsul
Bayi < 1 100 mg (6tetes)
Anak Balita 1-5 200 mg 1
Wanita 6 - 35 400 mg 2
Wanita hamil - 200 mg 1
Wanita - 200 mg 1
Pria 6 20 400 mg 2

Beberapa makanan ternyata mengandung zat zat yang dapat
mempengaruhi penggunaan yodium dalam tubuh. Zat zat tersebut
dikenal dengan nama goitrogen. Bahan makanan yang mengandung
goitrogen adalah lobak dan kobis. Ada bukti yang menunjukkan bahwa air
juga dapat memiliki sifat- sifat goitrogenik, kalau tercemar tinja beberapa
air mineral juga bersifat goitrogenik (Beck, 1995).
3. Cara Menyimpan Garam Beryodium yang Baik
Agar garam beryodium yang disimpan tidak mengalami kerusakan
atau kadar yodium yang dikandungnya tidak berkurang yaitu dengan cara
disimpan dalam wadah yang ditutup dan kering, ditempatkan dalam
tempat yang sejuk, jauh dari panas api atau terkena api secara langsung,

17
dalam mengambil garam menggunakan sendok yang kering, dan ditutup
kembali wadahnya setelah selesai mengambil garam (Depkes R.I, 1999).
Untuk menyelamatkan program yang sudah dilaksanakan dan
mengurangi kesia- siaan dari yodiasi garam, maka dikeluarkan anjuran
untuk membubuhkan garam setelah hidangan masak atau matang
(Sumarno, 2002).
4. Macam- Macam Garam
Adapun macam- macam garam yang beredar dalam masyarakat
diantaranya, garam halus yaitu garam yang kristalnya sangat halus
menyerupai gula pasir, umumnya kalangan masyarakat menyebutnya
dengan garam yang dikemas dalam wadah plastik yang berlabel lengkap.
Garam curai atau krasak yaitu garam yang kristalnya kasar biasanya
dibungkus dalam karung dan dijual dalam kiloan, dan garam briket yaitu
garam yang berbentuk bata (Depkes R.I, 2001).
Untuk membedakan garam beryodium dengan yang tidak
beryodium menggunakan dapat dilakukan dengan test kit atau Iodina test
yang dapat dibeli di apotik atau toko obat. Cara menggunakan test kit
tersebut adalah dengan menetesi garam dapur dengan cairan iodina,
sehingga diketahui garam yang mengandung yodium akan menunjukkan
warna ungu tua. Jadi semakin tua warnanya mutu garam beryodium
semakin baik (Depkes R.I, 1999).
Bila tidak tersedia tes kit atau iodina dengan menggunakan sinkong
yang masih segar dengan cara singkong yang masih segar dikupas
kemudian diparut, lalu diambil satu sendok diperas tanpa ditambah air

18
dituang kedalam tempat yang bersih. Kemudian ditambah 4 6 sendok
garam yang akan diperiksa dan ditambahkan 2 sendok cuka sampai rata
dan dibiarkan beberapa menit. Bila timbul warna ungu, berarti garam
tersebut mengandung yodium (Depkes R.I, 1999).

D. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perubahan Perilaku
Menurut WHO (1954), sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2003),
bahwa pemberian pendidikan kesehatan adalah suatu upaya untuk
menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya
pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat mengetahui atau menyadari
bagaimana memelihara kesehatan mereka. Lebih dari itu pendidikan kesehatan
pada akhirnya bukan hanya meningkatkan pengetahuan pada masyarakat,
namun yang lebih penting adalah mencapai perilaku kesehatan (healthy
behavior). Berarti tujuan akhir dari pendidikan kesehatan adalah agar
masyarakat dapat mempraktekkan hidup sehat bagi dirinya sendiri dan bagi
masyarakat dapat berperilaku hidup sehat.
Menurut Sudibyo Supardi (1998), bahwa penyuluhan kesehatan
dapat meningkatkan pengetahuan seseorang dibandingkan dengan yang tidak
diberi penyuluhan. Pendidikan kesehatan dan peningkatan pengetahuan dapat
meningkatkan perilaku kesehatan. Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan
oleh Winarsih Nur Ambarwati dan Retno Sintowati (2006), menunjukkan
bahwa pengetahuan dan perilaku ibu- ibu meningkat setelah diberikan
pendidikan kesehatan.

19
E. Kerangka Teori


















Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
(Sumber : Notoatmodjo, 2003 yang dimodifikasi).



Faktor predisposisi :
1. Pendidikan
2. Ekonomi
(pendapatan)
3. Hubungan sosial
4. Pengalaman
5. Pengetahuan
6. Sikap
7. Nilai
8. Umur
Faktor pendukung :
1. Fasilitas fisik :
Fasilitas
kesehatan misal
Puskesmas, obat
obatan
2. Fasilitas umum :
Media informasi
misal TV,
Koran, majalah,
flamlet
Faktor penguat :
1. Sikap petugas
kesehatan
2. Perilaku petugas
kesehatan
Perilaku
konsumsi garam
beryodium pada
keluarga.
Pendidikan
kesehatan

20
F. Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

G. Variabel Penelitian
1. Variabel Independen (bebas)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendidikan kesehatan tentang
garam beryodium.
2. Variabel Dependen (terikat)
Variabel terikat dalam penelitian adalah pengetahuan keluarga tentang
garam beryodium.

H. Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan tentang
garam beryodium pada keluarga di Desa Blagung Kecamatan Simo
Kabupaten Boyolali.





Pendidikan
kesehatan tentang
garam beryodium
Pengetahuan keluarga
tentang garam
beryodium

You might also like