You are on page 1of 11

TINJAUAN PUSTAKA SIROSIS HEPATIS A.

DEFINISI Sirosis diberikan pertama kali oleh Laennec 1819, yang berasal dari kata kirrhos yang berarti kuning oranye, karena terjadinya perubahan warna dari nodul-nodul hati yang terbentuk. Sirosis hati adalah penyakit hati yang menahun yang ditandai oleh adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul.

B. EPIDEMIOLOGI Angka kejadian di Indonesia menunjukkan pria lebih banyak menderita sirosis daripada wanita (2 - 4,5 : 1), terbanyak didapat pada dekade kelima. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun, dari 19.914 pasien yang dirawat di bagian Penyakit Dalam, didapatkan 1128 pasien penyakit hati (5%). Pada pengamatan secara klinis dijumpai 819 pasien sirosis hati (72,7%). Perbandingan pria dan wanita 2,2 : 1. Dari hasil biopsi ternyata kekerapan sirosis mikro dan makronodular hampir sama (1,6 : 1,3).1

C. KLASIFIKASI Klasifikasi untuk sirosis hati terdiri atas: 1. etiologi 2. morfologi 3. fungsional 1. Etiologi o Etiologi yang diketahui penyebabnya: Hepatitis virus tipe B dan C Alkohol Metabolik.

TINJAUAN PUSTAKA Hemokromatosis idiopatik, penyakit Wilson, galaktosemia, DM,

tirosinemia kongenital, defisiensi alpha 1 anti tripsin, penyakit penimbunan glikogen. Kolestasis kronik Obstruksi aliran vena hepatik. Penyakit vena oklusif. Sindrom Budd Chiari. Perikarditis konstiktiva. Payah jantung kanan. Gangguan imunologis. Hepatitis kronik aktif. Toksik dan obat. MTX, INH, Metildopa Operasi pintas usus halus pada obesitas Malnutrisi, infeksi seperti malaria

o Etiologi yang tidak diketahui penyebabnya. Sirosis yang tidak diketahui penyebabnya disebut sirosis kriptogenik/heterogenous.

2. Morfologi o Mikronodular. Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata di seluruh lobul. Ukuran nodul sampai 3 mm. Dapat berubah menjadi makronodular. o Makronodular. Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi, ada nodul besar, ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim. Ukurannya >3mm. o Campuran. Umumnya sirosis hati adalah jenis campuran.

3. Fungsional Secara fungsi sirosis hati dibagi atas: o Kompensasi baik (Laten, sirosis dini) o Dekompensasi (Aktif, disertai kegagalan hati dan hipertensi portal)

TINJAUAN PUSTAKA

D. PATOGENESIS Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan menyebabkan timbulnya nekrosis meliputi daerah yang luas( hepatoselular), kemudian terjadi kolaps lobulus hati sehingga memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati. Septa terbentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan yang lain atau daerah porta dengan sentral ( bridging necrosis). Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Pada sorosis Laennec (sirosis alkoholik), hal ini dapat terjadi tapi dengan rentang waktu yang lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikuloendotel, terjadi fibrogenesis, dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi irreversible bila telah terbentuk septa permanent yang aseluler pada daerah porta dan parenkim hati. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fobrosis daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limfosit T dam makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Septal aktif ini berasal dari daerah portal menyebar ke parenkim hati. Kolagen dibagi menjadi 4 tipe : I : lokasi daerah sentral II : sinusoid III : jaringan retikulin ( sinusoid, porta) IV : membran basal

Pada sirosis terjadi peningkatan pertumbuhan pada semua jenis kolagen tersebut. Pada fetus yang terbanyak tipe III, sedangkan pada usia lanjut terbanyak tipe I. Pada sirosis, pembentukan jaringan kolagen dirangsang oleh nekrosis hepatoseluler, juga asidosis laktat.

TINJAUAN PUSTAKA Dari uraian diatas, didapatkan bahwa mekanisme terjadinya sorosis hati ada 3 hal: Mekanik : Dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas dan pembentukan jaringan ikat disertai pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim hati yang masih baik. Imunologis : Dimulai kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati, nekrosis dengan melaluihepatitis kronik agresif diikuti timbulnya sirosis hati. Perkembangan sirosis cara ini memakan waktu sekitar 4 tahun. Sel yang mengandung virus merupakan rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus sampai terjadi kerusakan hati. Campuran

E. MANIFESTASI KLINIK Gambaran klinis dan komplikasi sirosis hati pada umunya sama untuk semua tipe tanpa memandang penyebabnya. Selama bertahun-tahun sirosis bersifat laten, dimana perubahan patologis berjalan lamban, hingga akhirnya gejala yang timbul

membangkitkan kesadaran akan kondisi ini. Selama masa laten terjadi kemunduran fungsi hati secara bertahap. Gejala dini ( fase kompensasi) dapat berupa kelelahan, anoreksia, dispepsia, flatulens, perubahan kebiasaan defekasi ( konstipasi atau diare), berat badan sedikit berkurang. Nausea dan muntah khususnya pagi hari. Nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau kuadran kanan atas yang terdapat pada separuh dari semua penderita. Pada kebanyakan kasus hati menjadi keras dan mudah teraba tanpa memandang hati membesar atau mengalami atrofi.

Manifestasi utama dan lanjut ( fase dekompensasi) dari sirosis adalah : gagal sel hati (hepatoseluler) : - ikterus - edema perifer - kecenderungan pendarahan - eritema palmaris ( telapak tangan merah) - angioma laba-laba (spider nevi) - fetor hepatikum

TINJAUAN PUSTAKA - ensefalopati hepatik - asites

hipertensi portal : - splenomegali - varises esofagus dan lambung - asites - manifestasi sirkulasi kolateral lain

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1.Pemeriksaan Laboratorium Darah Hb rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom makrositer atau mikrositer. Enzim SGOT/SGPT Kenaikan kadar tidak menunjukkan berat dan luas kerusakan parenkim hati. Kenaikan kadar dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan. Albumin Kadar albumin rendah mencerminkan kemampuan sel hati yang berkurang Pemeriksaan kolinesterase (CHE) Kadar CHE akan turun jika ada kerusakan sel hati. Protrombin time Perpanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Kadar gula darah Peningkatan kadar gula darah pada sirosis hati fase lanjut disebabkan kurangnya kemampuan hati membentuk glikogen. Elektrolit Dalam hal ensefalopati hepatik, kadar Na kurang dari 4 meq/l menunjukkan kemungkinan terjadi sindrom hepatorenal. Marker serologi Untuk menentukan etiologi dari sirosis hati

TINJAUAN PUSTAKA 2. Pemeriksaan Jasmani Hati : - hati membesar pada awal sirosis (normal 7-10 cm) - konsistensi hati kenyal - pinggir hati tumpul - ada nyeri tekan pada perabaan hati Limpa : Pembesaran limpa diukur dengan 2 cara - Schuffner : limpa membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilikus (S I-IV) dan dari umbilikus ke SIAS kanan (S V-VIII) - Hacket : bila limpa membesar ke arah bawah saja. Perut dan ekstra abdomen : - perhatikan vena kolateral - adanya asites Manifestasi di luar perut : -spider nevi -eritema palmaris - ginekomastia - atrofi testis - hemoroid 3. Pemeriksaan Lain Radiologi Dengan menggunakan barium swallow, dapat dilihat adanya varises esofagus. Esofagoskopi Dapat melihat secara langsung sumber dari pendarahan varises esofagus. Tanda yang mengarah kemungkinan terjadinya pendarahan berupa cherry red spot, red whale marking, kemungkinan pendarahan yang lebih besar bila dijumpai diffus redness. USG Untuk melihat pinggir hati, permukaan, pembesaran, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu, daerah hipo/hiperekoik, adanya SOL. Sidik hati

TINJAUAN PUSTAKA Radionuklida disuntikkan intravena akan diambil oleh parenkim hati,sel retikuloendotel, dan limpa. Pada sirosis hati dan kelainan difus parenkim terlihat pengambilan radionukleid yang bertumpuk-tumpuk (patchy) dan difus. CT-scan Berguna untuk mendiagnosa kelainan fokal, dan melihat besar, bentuk, homogenitas hati. Angiografi Untuk melihat keadaan sirkulasi portal.

G. DIAGNOSIS Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/ serologi marker dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium, USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati/peritenoskopi. Sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Pada stadium dekompensasi kadang tidak sulit menegakkan diagnosis sirosis hati dengan adanya : - splenomegali. - asites. - edema pretibial. - laboratorium biokimia khususnya albumin. - tanda kegagalan hati berupa eritema palmaris, spider nevi, vena kolateral.

Diagnosis anatomis: Diagnosis sirosis tergantung dari penyebaran nodul di hati dan kombinasi dengan fibrosis. Hal diatas dapat dilihat dengan laparotomy atau laparoscopy. Akan tetapi, laparotomy tidak boleh digunakan untuk diagnosa sirosis karena dapat mengakibatkan kegagalan hati pada penyakit yang terkompensasi dengan baik sekalipun.

TINJAUAN PUSTAKA Laparoscopy memperlihatkan nodul hati dan memungkinkan biopsi dari hati. Radioisotope scanning dapat memperlihatkan uptake yang berkurang, pola yang ireguler and uptake oleh spleen dan bone marrow. Nodul tidak terindentifikasi. Dengan ultrasound, sirosis dapat terlihat daerah refleksi yang tebal dari distribusi ireguler dan echogenicity yang meningkat. Akan tetapi, ultrasound tidak dapat diandalkan untuk dignosis sirosis kecuali terdapat asites. CT scan efektif untuk diagnosis sirosis dan komplikasinya. Ukuran hati dan permukaan nodul ireguler dapat terlihat.

Diagnosis biopsi dari sirosis kadang sulit. Pewarnaan retikulin dan kolagen sangat penting untuk memperlihatkan fibrosis sekitar nodul. 2

Klasifikasi CHILD Pasien Sirosis Hati Dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati. Derajat Kerusakan Bil serum (mu.mol/dl) Alb serum (gr/dl) Asites PSE/ensefalopati Nutrisi minimal <35 >35 nihil nihil sempurna sedang 35-50 30-35 mdh dikontrol minimal baik berat >50 <30 sukar berat/koma kurang/khusus

H. KOMPLIKASI Bila penyakit sirosis hati berlanjut progresif maka gambaran klinis, prognosis dan pengobatan tergantung pada dua kelompok besar komplikasi : 1. Kegagalan hati (hepatoselular) 2. Hipertensi portal Bila penyakit berlanjut maka dari kedua komplikasi tersebut dapat timbul komplikasi lain berupa : 3. Asites 4. Ensefalopati 5. Peritonitis bakterial spontan

TINJAUAN PUSTAKA 6. Sindrom hepatorenal 7. Transformasi ke arah kanker hati primer (hepatoma).

I. PENGOBATAN 1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori dan protein, lemak secukupnya (DH III-IV). Bila timbul ensefalopati protein dikurangi (DH I). 2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti : Alkohol dan obat-obat lain dianjurkan menghentikan penggunaanya. Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Dengan diet tinggi kalori (3000 kal) kandungan protein makanan 70-90g/hari Hemokromatosis, dihentikan penggunaan preparat besi atau terapi kelasi (desferioxamine) . Dilakukan venaseksi 2x seminggu sebanyak 500cc selama satu tahun Penyakit Wilson (penyakit metabolik yang diturunkan), diberikan D-penisilamine 20mg/kgBB/hari yang akan mengikat dan meningkatkan sekresi dari kelebihan cuprum lewat urine Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.

3. Pada keadaan yang disertai dengan komplikasi : Untuk asites, diberikan diet rendah garam 0,5g/hari dan total cairan 1,5L/hari. Spironolakton dengan dosis awal 4x25mg/hari dinaikkan sampai total dosis 800mg/hari. Pendarahan esofagus, dirawat sebagai kasus perdarahan saluran cerna bagian atas. Untuk ensefalopati, lakukan koreksi pada faktor pencetus Peritonitis bakterial spontan, berikan terapi antibiotik pilihan yaitu sefotaksim 2g/8 jam i.v

TINJAUAN PUSTAKA J. PROGNOSA Beberapa hal berikut ini dapat berguna untuk menentukan prognosa, yaitu: o Etiologi. Alcoholic cirrhotic, bila mereka berhenti minum alkohol, maka lebih baik prognosanya . o Bila dekompensasi diikuti dengan perdarahan, infeksi atau minum alkohol, prognosisnya lebih baik daripada yang spontan, karena faktor presipitasinya dapat dikoreksi. o Respon terhadap terapi. Bila pasien gagal mengalami perbaikan dalam 1 bulan terapi, maka prognosanya buruk. o Jaundice, terutama bila persisten. o Asites memperburuk prognosa, terutama bila memerlukan diuretik dosis besar. o Ukuran hepar. Hepar yang besar prognosanya lebih baik daripada yang kecil, karena sel yang berfungsi jumlahnya lebih banyak. o Perdarahan dari varises esofagus o Bila albumin serum <2,5 gram prognosanya buruk. Hiponatremi ( Natrium serum <120 mEq/l), bila tidak berhubungan dengan terapi diuretik, maka prognosanya buruk o Hipotensi persisten (tekanan darah sistolik <100 mmHg)

TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

1. Pangarapen Tarigan. Sirosis Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyalkit Dalam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 1997. 2. Sheila S, James D. Disease of The Liver and Biliary System. Blackwell Scientific Publication. London.1993. 3. Sudjono Hadi. Gastroenterologi. 613-651. PT.Alumni Bandung.2002 4. Sylvia A, Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC:1994

You might also like