You are on page 1of 4

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang Pembangunan nasional adalah usaha untuk meningkatkan kualitas dan perikehidupan manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara terus menerus, berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Fokus pembangunan itu sendiri tidak terbatas pada pembangunan fisik semata tetapi pembangunan nonfisik dengan konsep pembangunan manusia. Tujuan utama pembangunan nasional adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima disamping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan faktor penting dalam upaya meningkatkan produktivitas dan daya saing bangsa pada persaingan global. Namun, ada banyak hal yang dapat menyebabkan menurunnya kualitas sumber daya manusia. Masalah gizi ganda merupakan masalah yang sedang dihadapi banyak negara, terutama negara berkembang. Masalah ini sangat mengancam kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Menurut FAO (2006), masalah gizi ganda merupakan keadaan suatu populasi yang memiliki masalah kurang gizi (undernutrition) dan masalah gizi lebih (overnutrition) yang terjadi pada saat yang bersamaan. WHO (2005) mengemukakan bahwa ada 170 juta anak balita kurus di dunia, 3 juta diantaranya akan meninggal setiap tahunnya akibat kurus. Akan tetapi, WHO juga memperkirakan setidaknya sebanyak 20 juta anak balita yang mengalami kegemukan. Masalah gizi ganda semakin meningkat di negara berkembang. Demikian pula halnya Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki masalah gizi ganda ditandai dengan adanya masalah kurang gizi dan gizi lebih yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, gizi buruk (severe underweight) dan gizi kurang (moderate underweight) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di banyak wilayah di Indonesia. Prevalensi nasional gizi buruk pada anak balita adalah 5.4 persen, dan gizi kurang pada balita adalah 13.0 persen.

Balita yang kurang gizi mempunyai risiko meninggal lebih tinggi dibandingkan balita yang tidak kurang gizi. Setiap tahun kurang lebih 11 juta balita di seluruh dunia meninggal karena penyakit-penyakit infeksi seperti ISPA, diare, malaria, campak, dan lain-lain. Ironisnya, sebanyak 54 persen dari kematian tersebut berkaitan dengan kurang gizi (Hadi 2005). Menurut Mahgoub (2006), kurang gizi berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik, tingkat kesakitan, tingkat kematian, perkembangan kognitif, reproduksi, dan kemampuan kerja fisik. Sementara itu, gizi lebih mulai menjadi masalah di berbagai wilayah di Indonesia (Hadi 2005). Prevalensi nasional gizi lebih pada anak balita adalah 4.3 persen. Masalah gizi lebih pada anak-anak merupakan salah satu masalah yang sedang mendapat perhatian banyak negara. Setengah dari anak yang mengalami kelebihan berat badan atau obesitas akan tumbuh menjadi orang dewasa yang obesitas. Seperti telah diketahui, obesitas merupakan faktor risiko berbagai masalah kesehatan kronis seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan berbagai jenis kanker (FAO 2006). Terdapat beberapa propinsi yang memiliki prevalensi kurang gizi dan gizi lebih secara bersamaan melampaui prevalensi nasional yaitu Sumatera Utara, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Maluku dan Papua. Menurut FAO (2006), tingginya angka kurang gizi dan gizi lebih seringkali dianggap sebagai isu yang terpisah antara masyarakat miskin dan kaya tapi pada kenyataannya keduanya meningkat sejalan dengan meningkatnya kemiskinan. Fenomena ini yang kemudian berkembang menjadi masalah gizi ganda yang umumnya terjadi di negara-negara berkembang. Besarnya kejadian masalah gizi berbeda antar wilayah. Berdasarkan Riskesdas 2007, prevalensi kurang gizi berbeda antara di perdesaan dengan di perkotaan, demikian pula dengan prevalensi gizi lebih. Prevalensi kurang gizi (gizi kurang dan gizi buruk) di perdesaan sebesar 20.0 persen sedangkan di perkotaan sebesar 16.9 persen. Sementara itu prevalensi gizi lebih di perdesaan sebesar 3.9 persen dan di perkotaan 4.9 persen. Menurut Fotso (2008), anak yang berada di perdesaan lebih berisiko untuk mengalami masalah gizi, terkena penyakit, dan meninggal dibanding anak yang berada di perdesaan. Salah satu penyebabnya adalah adanya perbedaan karakteristik sosial ekonomi seperti pendidikan ibu dan pendapatan rumah tangga antara wilayah perdesaan dan perkotaan. Sobalia (2009) menyatakan bahwa tingkat sosial ekonomi mempunyai dampak signifikan pada status gizi.

Menurut Bappenas (2007), masalah gizi berawal dari ketidakmampuan rumah tangga mengakses pangan, baik karena masalah ketersediaan di tingkat lokal, kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan akan pangan dan gizi, serta perilaku masyarakat. Jika permasalahan gizi yang ada tidak segera diatasi, maka dalam jangka menengah dan panjang akan terjadi kehilangan generasi yang dapat mengganggu kelangsungan kepentingan bangsa dan negara. Hal ini akan berdampak pada tingginya angka kesakitan dan kematian, penurunan

kemampuan belajar, anggaran kesehatan yang meningkat serta penurunan produktivitas kerja. Oleh karena itu perlu dianalisis hubungan karakteristik sosial ekonomi dengan masalah gizi ganda. Dengan demikian, masalah gizi ganda diharapkan dapat segera dicegah dan diatasi. Tujuan Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari keterkaitan faktor sosial ekonomi wilayah dengan masalah gizi ganda pada kelompok usia balita di wilayah perdesaan dan perkotaan Indonesia. Tujuan khusus penelitian adalah: 1. Mengetahui karakteristik sosial ekonomi (proporsi ibu lulus wajib belajar, pengeluaran rumah tangga perkapita, PDRB perkapita, dan tingkat kemiskinan di wilayah perdesaan dan perkotaan; 2. Mengetahui masalah kurang gizi (undernutrition), masalah gizi lebih (overnutrition), dan masalah gizi ganda (double burden of malnutrition) pada kelompok usia balita di wilayah perdesaan dan perkotaan; dan 3. Menganalisis hubungan antara karakteristik sosial ekonomi wilayah dengan masalah kurang gizi, masalah gizi lebih, dan masalah gizi ganda pada kelompok usia balita di wilayah perdesaan dan perkotaan. Hipotesis Penelitian Beberapa hipotesis yang diajukan antara lain: 1. Semakin tinggi proporsi ibu lulus wajib belajar 9 tahun maka kecenderungan timbulnya masalah gizi ganda pada kelompok usia balita di suatu wilayah semakin rendah; 2. Semakin tinggi pengeluaran rumah tangga perkapita maka kecenderungan timbulnya masalah gizi ganda pada kelompok usia balita di suatu wilayah semakin rendah;

3. Semakin tinggi PDRB perkapita maka kecenderungan timbulnya masalah gizi ganda pada kelompok usia balita di suatu wilayah semakin rendah; dan 4. Semakin tinggi tingkat kemiskinan maka kecenderungan timbulnya masalah gizi ganda pada kelompok usia balita di suatu wilayah semakin tinggi. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi mengenai masalah gizi ganda pada anak balita kaitannya dengan karakteristik sosial ekonomi. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan pemerintah dan pihak terkait untuk memutuskan suatu kebijakan atau program intervensi terkait dengan masalah akses sosial dan ekonomi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

You might also like