You are on page 1of 26

8

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Timbal 1. Pengertian dan Karakteristik Timbal Timbal atau yang sering juga disebut timah hitam, dalam bahasa Latin disebut Plumbun yang disimpulkan dengan Pb. Logam ini termasuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada Tabel Periodik unsur kimia dengan Nomor Atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2 adalah suatu logam berat berwarna kelabu kebiruan dan lunak dengan titik leleh 3270 C dan titik didih 16200 C (Palar, 2004). Pada suhu 500-6000 C timbal menguap dan membentuk timbal oksida. Walaupun bersifat lunak dan lentur, timbal sangat rapuh dan mengkerut pada pendinginan, timbal sulit larut dalam air, air panas dan air asam namun dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat (Palar, 2004). Pengukuran dari efek timbal terhadap kesehatan pada saat ini lebih banyak berdasarkan studi epidemiologi yang menyatakan hubungan antara timbal dan kesehatan tidak dapat menunjukkan bahwa timbal adalah penyebab satu-satunya terhadap gangguan kesehatan tersebut. Banyak penelitian terhadap efek timbal terhadap jantung dan tekanan darah dimana peningkatan jumlah timbal dalam tulang dan dalam darah menyebabkan kenaikan pada gangguan jantung dan tekanan darah (Spivey, 1980).

2. Sumber Timbal Timbal tidak pernah ditemukan dalam bentuk murninya, tetapi selalu berikatan dengan logam lain. Timbal terdapat dalam 2 bentuk yaitu bentuk inorganik dan organik. Timbal organik, terdapat dalam jumlah kecil pada batubatuan, penguapan lava, tanah dan tumbuhan sedangkan timbal inorganik dihasilkan melalui penambangan, peleburan, pengilangan dan pengolahan ulang sekunder (Joko, 1995; Anies, 2005). Timbal inorganik dipakai dalam industri baterai, kabel telepon, kabel listrik, percetakan, gelas, polivinil, plastik dan mainan anak-anak. Bentuk-bentuk lain dari persenyawaan timbal juga banyak digunakan dalam konstruksi pabrikpabrik kimia, kontainer dan alat-alat lainnya. Persenyawaan timbal dengan atom N (nitrogen) digunakan sebagai detonator (bahan peledak). Selain itu timbal juga digunakan untuk industri cat (PbCrO4), pengkilap keramik (Pb-Silikat), insektisida (Pb arsenat), Penggunaan persenyawaan timbal ini karena

kemampuannya yang sangat tinggi untuk tidak mengalami korosi (Anies, 2005). Bahan bakar mobil yang secara umum disebut bensin adalah senyawa hidrokarbon yang kandungan oktana atau isooktananya tinggi. Untuk mengurangi ketukan atau menaikkan angka oktana, bahan bakar dapat juga diberi bahan tambahan (additive). Bahan tambahan tersebut sering juga disebut dengan senyawa anti ketukan (Palar, 2004). Untuk mencegah suara ketukan dari mesin kendaraan bermotor diperlukan bensin dengan bilangan oktan yang tinggi, maka bensin diberi senyawa timbal Tetra Etil Lead (TEL) dengan rumus (C2H5)4-Pb) dan Tetra Metil Lead (TML)dengan rumus{(CH)3}4-Pb (Palar, 2004).

10

Bahan aditif yang biasa ditambahkan ke dalam bahan bakar kendaraan bermotor pada umumnya terdiri dari 62% tetra etil Pb, 18% etilendikhlorida, 18% etilendibromida dan sekitar 2% campuran tambahan dari bahan-bahan lain. Pada pembakaran bensin, 25% sampai dengan 50% timbal yang dikandungnya akan dilepas ke udara. Peningkatan jumlah kendaraan dan peningkatan bilangan oktan bensin akan menambah pencemaran timbal di udara. Senyawa tetrametil Pb dan tetra etil Pb ini akan terhirup oleh manusia sewaktu bernafas dan juga dapat diserap oleh kulit. Keracunan pada manusia juga dapat terjadi oleh karena tertelannya senyawa Pb dari kontaminasi terhadap makanan dan minuman. Pb di udara dapat mengalami pengkristalan oleh air hujan dan masuk ke dalam sumber air minum (Palar, 2004). Kemungkinan asal dari timbal baik dari emisi kendaraan bermotor, emisi industri dan pelepasan kerak-kerak bumi, yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui beberapa sumber seperti udara, tanah, air permukaan, tumbuhan, hewan yang masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit dan saluran pencernaan khususnya orang-orang yang bekerja di pinggir jalan raya yang ramai, berisiko tinggi terhadap keracunan timbal (Palar,2004). 3. Toksikodinamik Timbal Timbal adalah racun sistemik dan tidak mempunyai fungsi biologis apapun dalam tubuh manusia. Tidak ada bukti bahwa ada kadar terendah timbal dalam darah yang aman bagi kesehatan, seperti halnya zat besi dan kalsium timbal diserap dengan cara yang sama di saluran pencernaan (Palar, 2004). Keracunan timbal akan menimbulkan gejala rasa logam di mulut, garis hitam pada gusi, gangguan pencernaan, perubahan kepribadian, kelumpuhan dan

11

kebutaan. Basophilic stippling dari sel darah merah merupakan gejala patognomonis bagi keracunan Pb (Wahyudiono, 2006). Gejala lain dari keracunan ini berupa anemia dan albuminuria. Timbal organik cenderung menyebabkan encephalopathy. Pada keracunan akut terjadi gejala meninges dan cerebral, diikuti dengan stupor,coma, dan kematian. Tekanan liquor cerebrospinalis tinggi, insomnia, dan somnolence (Wahyudiono, 2006). Pada tahun 370 BC Hipocrates menemukan kasus kolik abdomen pada pekerja yang berhubungan dengan timbal. Industri yang mempergunakan bahan bakar timbal masih terus berjalan sampai saat sekarang ini (Nawrot, 2002). Timbal merupakan metal yang toksis seumur hidup oleh karena timbal berakumulasi dalam tubuh manusia. Dalam kasus yang terpapar polusi timbal dalam dosis rendah ternyata dapat menimbulkan ganggguan tubuh tanpa menunjukkan gejala klinik (Nawrot, 2002). Soemirat (2005) menjelaskan bahwa jaringan target bagi timbal dalam tubuh adalah Sistem Urinaria, Sistem Syaraf, Sistem Gastro Intestinal, Sistem Hemapoietik dan Kulit. Timbal juga terbukti menyebabkan peningkatan kematian pada penderita penyakit jantung. Sampai saat ini belum dapat ditentukan berapa kadar terendah dari timbal dalam tubuh yang aman untuk kesehatan (spivey,1980)

12

4. Fase Eksposisi dalam Tubuh Manusia 4. 1. Jalur Masuk Timbal masuk ke dalam tubuh terutama melalui saluran pencernaan dan saluran pernafasan (DeRoos 1997;OSHA, 2005). Timbal yang dilepaskan oleh kendaraan bermotor atau sumber lain ke udara bisa dalam bentuk gas atau partikel yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui jalur pernafasan, saluran pencernaan dan kulit. Partikel yang terhirup yang mempunyai diameter lebih besar dari 5,0 mikron akan terhenti dan terkumpul terutama dalam hidung dan tenggorokan (Palar, 2004). Partikel yang berukuran diameter 0,5-5,0 mikron dapat terkumpul di dalam paru-paru sampai pada bronchioli, dan hanya sebagian kecil yang sampai pada alveoli. Diameter yang berukuran kurang dari 0,5 mikron dapat mencapai dan tinggal dalam alveoli. Partikel yang tinggal dalam alveoli dapat terabsorbsi ke dalam darah (Palar, 2004). 4. 2. Absorbsi Timbal Mekanisme molekular dari absorbsi timbal melalui paru-paru belum jelas diketahui, namun diketahui bahwa molekul timbal berukuran kurang dari 1 m yang dikeluarkan dari asap pembakaran bahan yang mengandung timbal diserap melalui paru-paru lebih dari 90%. Timbal dengan diamater lebih dari 2,5 m tertumpuk di silia-silia di nasofaring akan tertelan masuk ke saluran pencernaan dan diserap melalui proses absorbsi usus (DeRoos 1997, dan OSHA, 2005). Absorpsi melalui saluran cerna dipengaruhi oleh daya larut, bentuk dan ukuran partikel, status gizi dan tipe diet. Pada orang dewasa sekitar 10% dari pencemaran timbal yang masuk melalui saluran cerna akan diabsorpsi oleh tubuh,

13

pada bayi dan anak absorpsi dapat mencapai 50%. Pada keadaan puasa absorpsi juga akan meningkat demikian juga pada diet yang rendah kalsium, Fe dan protein meningkatkan absorpsi timbal (Correia, S. 1998).

Gambar 2.1 Skema mekanisme penyerapan timbal di lumen usus (Sumber: EPA 540 (1994) 4. 3. Distribusi Timbal Akumulasi plumbum tertinggi dalam jaringan lunak terjadi berturut-turut pada ginjal, disusul hati, otak, paru, jantung, otot dan testis. Kadar plumbum tertinggi dalam jaringan keras ditemukan di tulang rusuk, kepala, paha dan gigi serta paling rendah di bulu (Spivey, 1980). Setelah di absorbsi timbal disimpan di dalam berbagai jaringan terutama di tulang. Timbal yang masuk ke dalam tubuh akan disimpan dalam tulang yang pada keadaan-keadaan tertentu maka timbal di mobilisasi masuk ke dalam darah, seperti misalnya pada waktu wanita sedang hamil dan pada penderita osteoporosis (Spivey, 1980).

14

Penghitungan jumlah timbal dalam tulang lebih baik dipakai untuk menentukan kadar timbal dalam tubuh dengan mempergunakan teknik alat X-ray fluorescence. Namun ketersediaan alat ini masih sangat terbatas (Anies, 2005). Hanya 2% timbal dari tulang tubuh yang berada dalam darah dengan halflife selama 30 sampai 40 hari. Timbal yang disimpan dalam tulang dan jaringan bisa mempunyai half life sampai berpuluh tahun menjelaskan bahwa pada anak sumber keracunan timbal terutama melalui saluran pencernaan, tapi pada orang dewasa lebih banyak melalui saluran pernafasan (Anies,2005). 4. 4. Ekskresi Timbal Timbal diekskresi melalui beberapa cara, yaitu melalui urin (75-80%), feses (sekitar 15%), keringat dan air susu ibu. Waktu paruh timbal dalam darah kurang lebih 36 hari, pada jaringan lunak 40 hari, sedangkan pada tulang lebih dari 25 tahun. Pada umumnya ekskresi timbal berjalan lambat, ini menyebabkan timbal mudah terakumulasi dalam tubuh (WHO, 1995; Adnan, 2001). Departement of Labor and Industries The State of Washington (2003) menyatakan bahwa timbal yang diserap oleh tubuh manusia dan berada dalam darah, secara bertahap akan dikeluarkan dari dalam tubuh, kadar timbal dalam darah akan akan turun secara normal menjadi setengahnya dalam waktu satu bulan apabila yang bersangkutan dibebaskan dari keterpaparan terhadap polusi timbal.

15

5. Paparan Timbal Dalam Tubuh Manusia Public Health Services di Washington DC tidak lagi memakai nilai 40 g/dl kadar maksimum timbal dalam darah, tapi mengusulkan agar kadar maksimum timbal dalam darah pekerja dewasa adalah 25 g/dl dan kadar maksimum timbal dalam darah masyarakat umum adalah 5 g/dl. Berdasarkan The Departement of Labor and Industries The State of Washington (2003) menyatakan bahwa apabila pekerja telah mempunyai kadar timbal dalam darahnya mencapai 25 g/dl darah maka pekerja harus dihindarkan dari keterpaparan timbal.Walaupun dinyatakan sebelumnya bahwa kadar timbal dalam darah kurang dari 40 g/dl tidak berbahaya, namun sekarang sudah banyak penelitian yang menunjukkan gejala keracunan timbal telah terlihat pada kadar timbal dibawah 25 g/dl (ATSDR, 2003). Apabila kadar timbal dalam darah sudah mencapai 60 g/dl atau lebih atau 3 kali pemeriksaan kadar timbal darahnya melebihi 50 g/dl maka pekerja harus dipindahkan secepatnya dan dilakukan pemeriksaan kesehatan yang menyeluruh. Apabila ditemukan pekerja yang mempunyai kadar timbal dalam darahnya 25- 40 g/dl maka harus dilakukan pemeriksaan setiap 6 bulan, jika ditemukan pekerja dengan kadar timbal 40 g/dl maka harus dilakukan pemeriksaan setiap 2 bulan, dan apabila dijumpai pekerja dengan kadar timbal 60g/dl maka harus dilakukan pemeriksaan setiap satu bulan (ATSDR, 2003).

16

B. Gen ALAD 1. Gen dan DNA Sel manusia merupakan sel eukariot karena mempunyai membran inti pada nukleusnya. Di dalam nukleus terdapat kromosom-kromosom yang menyimpan informasi genetik. Kromosom manusia normal berjumlah 23 pasang atau 46 kromosom. Sebanyak 44 buah atau 22 pasang kromosom merupakan kromosom somatik, sedangkan 2 buah atau 1 pasang kromosom merupakan kromosom seks yang terdiri dari dua, XY atau XX (Mueller, 2001). Kromosom mempunyai dua lengan, yaitu p dan q. Lengan p (p = petit) merupakan lengan pendek, sedangkan lengan q (g = grande) merupakan lengan panjang. Masing-masing lengan memiliki beberapa segmen. Penamaan lokasi suatu gen memakai notasi yang didasarkan pada letak lengan dan segmennya. Sebagai contoh, gen ALAD terletak pada kromosom 9p34 yang berarti gen ALAD terletak pada kromosom nomor 9, pada lengan pendek, dan segmen nomor 34 (Mueller, 2001).

Gambar 2.4 Kromosom Manusia (Sumber:http://ghr.nlm.nih.gov/handbook/illustrations/chromosomes.jpg)

17

Kromosom merupakan kumpulan dari DNA (Deoxyribonucleic Acid) dan histon. DNA merupakan susunan fosfat-gula-basa berpasangan yang berbentuk double helix dan membungkus beberapa histon. Histon merupakan gabungan RNA (Ribonucleic Acid), enzim dan protein. DNA dan RNA merupakan materi genetik yang terbentuk dari asam ribonukleaset (Martini, 2008). Pada struktur DNA yang terdiri dari phospat-gula-basa, basa yang menyusunnya merupakan basa nitrogen. Terdapat dua jenis basa nitrogen, yaitu purin dan pirimidin. Purin terdiri dari dua jenis, yaitu Guanosin (G) dan Adenin (A). Pirimidin terdiri dari dua jenis, yaitu Sitosin (C) dan Timin (T). Pada RNA, basa Timin diganti menjadi Urasil (U). Kedua basa tersebut membentuk ikatan hidrogen yang menjadi penghubung dua rantai DNA. Masing-masing basa purin mempunyai pasangan basa pirimidin yang berbeda. Basa Guanosin berpasangan dengan basa Sitosin, sedangkan basa Adenin berpasangan dengan basa Timin (Mueller, 2001). Bagian-bagian tersebut sangat berhubungan dengan proses sintesis protein yang penting bagi kehidupan manusia. Central dogma merupakan kegiatan transkripsi dan translasi dari DNA dan RNA yang bertujuan untuk sintesis protein (Martini, 2008). Transkripsi merupakan proses penerjemahan dari DNA ke mRNA, sedangkan translasi merupakan proses penerjemahan kode yang dibawa mRNA oleh tRNA yang akan diterjemahkan dan dibawa ke ribosom untuk sintesis suatu protein (Mueller, 2001). Untuk gen ALAD, protein yang diproduksi adalah enzim ALAD.

18

Gambar 2.5 Struktur DNA (Sumber:ttp://academic.brooklyn.cuny.edu/biology/bio4fv/page/molec ular%20biology/16-05-doublehelix.jpg) 2. Polimorfisme Gen Polimorfisme genetik merupakan keadaan dimana terdapat lebih dari satu alel dalam suatu lokus genetik dengan frekuensi alel-jarang 1% di dalam suatu populasi. Polimorfisme ini menyebabkan adanya perbedaan pada produk gen, baik protein struktural, enzim, protein channel, protein transporter dan binding. Contohnya pada lokus HLA (Human Leukosit Antigen) yang memiliki 1300 alel dari 12 lokus klas I dan II yang diekspresikan di seluruh dunia. Hal tersebut dapat menyebabkan adanya perbedaan kerentanan terhadap berbagai penyakit pada manusia dengan alel HLA yang berbeda. Untuk gen ALAD, terdapat dua alel yaitu ALAD 1 dan ALAD 2.

19

Gambar 2.4 Gen Delta aminolevulinic dehidratase acid (Sumber: http://www.cusabio.com/ELISA_Kit-63914/) 3. Definisi Gen ALAD Gen ALAD adalah gen yang bertanggung jawab pada pembentukan enzim ALAD (Amino Levulinic Acid Dehidratase). Gen ALAD terdapat pada terdir dua alel, ALAD 1 dan ALAD 2. Hal tersebut memungkinkan hasil isoenzim dengan konstitusi ALAD 1-1, ALAD 1-2, dan ALAD 2-2 (Schwartz dan Hu, 2007). Polimorfisme pada protein enzim ALAD adalah karena adanya pergantian alel dari G-ke-C pada nukleotida yang ada dalam region codon 59 sehingga menyebabkan terjadinya substitusi asam amino lisin oleh asparagin. Adanya substitusi ini akan menyebabkan terjadinya perbedaan afinitas Pb terhadap gen polimorfik tersebut (Wetmur, 1991). 4. Definisi Enzim ALAD Enzim ALAD adalah enzim jenis sitoplasma. Enzim ini akan bereaksi secara aktif pada tahap awal sintesa dan selama sirkulasi sel darah merah berlangsung. Hal tersebut dikarenakan enzim ALAD berfungsi dalam mensintesa

20

dua kompleks, yaitu logam Fe (besi) dengan gugus heme dan globin, yang merupakan pembentuk dari sel darah merah (Wetmur et.al., 1991). Enzim ALAD memiliki kemungkinan 2 alel yang berbeda yaitu alel ALAD-1 dan ALAD-2 karena adanya substitusi basa G menjadi C pada posisi 177 (G177C). Perbedaan polimorfisme bentuk enzim ALAD didasarkan pada perbedaan alel tersebut (Wetmur et.al., 1991). 5. Hubungan Gen ALAD dengan Metabolisme Pb Sistem hematopoetik sangat peka terhadap efek Pb. Efek hematotoksistas Pb adalah akibat hambatan pada sebagian besar enzim yang berperan dalam biosintesa heme. Enzim yang paling rentan terhadap efek Pb antara lain enzim asam Delta aminolevulinat dehidratase (ALAD) dan ferokelatase. Sedangankan enzim lain seperti aminolevulinic acid synthetase (ALAS), uroporphyrinogen (UROD), dan coproporphyrinogen oxidase (COPROD) tidak begitu peka (Goldstein dan Kipen, 1994). Inhibisi pada enzim ALAD berhubungan dengan konsentrasi Pb dalam darah. Apabila kadar Pb dalam darah mencapai 15 g/dL maka hampir 50% aktivitas enzim ALAD dihambat. Hal ini menyebabkan sintesis heme juga akan terhambat, terutama pada bagian dimana mengkatalisis penggabungan besi ferro ke dalam cincin heme (Goldstein dan Kipen, 1994). Pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa terdapat hubungan polimorfik alel ALAD dengan kadar intoksikasi Pb dalam darah. Pada populasi umum, pekerja pabrik logam dan anak-anak, genotip ALAD 1-2 dan homozigot ALAD-2 memiliki kerentanan kadar Pb yang lebih tinggi dibanding alel ALAD-1 (Hopkin et.al., 2008; Kammel et.al., 2003; Shaik dan Jamil, 2008; Torra et.al.,

21

2006). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa anak dengan alel ALAD-2 memiliki kadar Pb melebihi 20 g/dl (Sunoko, 2008). C. Hipertensi 1. Definisi Hipertensi Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg atau tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 1992). Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus menerus sehingga melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 110/90 mmHg. Hipertensi merupakan produk dari resistensi pembuluh darah perifer dan cardiac output (Wexler, 2002). 2. Klasifikasi Hipertensi 2. 1. Berdasarkan penyebab dikenal dua jenis hipertensi, yaitu : Hipertensi primer (esensial) adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal, Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup + 90% dari kasus hipertensi (Wibowo, 1999). Hipertensi sekunder adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan ini menyangkut + 10% dari kasus-kasus hipertensi (Sheps, 1992).

22

2. 2. Berdasarkan bentuk hipertensi, yaitu hipertensi diastolik, campuran, dan sistolik. Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik. Biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diatolik. Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi) yaitu peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastole (Gunawan, 2001). 3. Etiologi hipertensi Hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR). Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus SA. Peningkatan kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme (Crowin, 2001). Peningkatan kecepatan denyut jantung biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak meninbulkan hipertensi (Crowin, 2001). Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik

23

akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik (Amir, 2002). Peningkatan Total Periperial Resistence yang berlangsung lama dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan Total Periperial Resistence, jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolic (Hayens, 2003). Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrofi (membesar). Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup (Hayens, 2003). 4. Patofisiologi hipertensi Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar

24

dari columna medula spinalis ke ganglia simpatis di thorax dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis (Corwin, 2001). Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Corwin, 2001). Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah (Dekker, 1996). Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi (Dekker, 1996 ).

25

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah (Corwin, 2001). Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Corwin, 2001). 5. Tanda dan Gejala Hipertensi Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus) (Wijayakusuma, 2000). Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan (Wijayakusuma, 2000). Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma atau peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai

26

paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan (Wijayakusuma, 2000). Sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahuntahun berupa : Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial, Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi, Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat, Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler (Crowin, 2001). Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain (Wiryowidagdo, 2002). 6. Faktor-faktor Resiko Hipertensi Faktor resiko hipertensi meliputi Penjamu dan lingkungan meliputi : 6.1 Faktor Penjamu : 1. Usia Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi. Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur (Julianti, 2005).

27

2. Jenis kelamin Sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi dimana pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita mengalami menopause. Perbandingan antara pria dan wanita, ternyata wanita lebih banyak menderita hipertensi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6% dari pria dan 11% pada wanita. Laporan dari Sumatra Barat menunjukan 18,6% pada pria dan 17,4% wanita. Di daerah perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita. Sedangkan di daerah perkotaan Jakarta didapatkan 14,6% pada pria dan 13,7% pada wanita (Gunawan, 2001). 3. Riwayat keluarga Merupakan masalah yang memicu masalah terjadinya hipertensi hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita memiliki riwayat hipertensi maka sepanjang hidup kita memiliki kemungkinan 25% terkena hipertensi (Astawan, 2002). 4. Intake Makanan Garam dapur merupakan faktor yang sangat dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan hipertensi yang rendah jika asupan garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap

28

timbulnya hipertensi terjadai melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (Basha, 2004). 5. Merokok Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat diubah, adapun hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan

peningkatan tekanan darah karena nikotin akan diserap pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh darah hingga ke otak, otak akan bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Selain itu, karbon monoksida dalam asap rokok menggantikan oksigen dalam darah. Hal ini akan mengakibatkan tekanan darah karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup kedalam organ dan jaringan tubuh (Bustan, 2000). 6. Aktivitas Aktivitas sangat mempengaruhi terjadinya hipertensi, dimana pada orang yang kuat aktvitas akan cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantung akan harus bekerja lebih keras pada tiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung memompa maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Amir, 2002 ).

29

7. Stress Stress juga sangat erat merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi dimana hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Dunitz, 2001). 8. Tipe kepribadian Penelitian yang dilakukan oleh Ray Rosenman & Meyer Friedman, dua orang ilmuan kardiologi, menunjukkan bahwa ada kaitan erat antara tipe kepribadian yang berdasarkan pola perilaku yaitu tipe A dan tipe B dengan penyakit kardiovaskuler (Robbins, 2003). 6.2. Faktor lingkungan 1. Paparan Pb Banyak penelitian terhadap efek timbal terhadap jantung dan tekanan darah dimana peningkatan jumlah timbal dalam tulang dan dalam darah menyebabkan kenaikan pada gangguan jantung dan tekanan darah (Riyadina, 2004). Timbal juga terbukti menyebabkan peningkatan kematian pada penderita penyakit jantung. Sampai saat ini belum dapat ditentukan berapa kadar terendah dari timbal dalam tubuh yang aman untuk kesehatan (Spivey, 1980).

30

D. Pengaruh timbal terhadap tekanan darah Penelitian terhadap 14.592 orang berkulit putih dan berkulit hitam dengan umur diatas 18 tahun yang terdaftar sebagai peserta Third National Health and Nutrition Survey. Kadar timbal dalam darah diukur dengan spectrophotometry dan tekanan darah diukur dengan standard sphygmomanometry. Kadar timbal dalam darah lebih tinggi pada orang negro baik laki-laki maupun perempuan dengan rata-rata 5,4 dan 3,4 g/dl, dibandingkan dengan kulit putih laki-laki dan perempuan adalah 4,4 dan 3,0 g/dl. Menggunakan pengujian multivariat didapat kesimpulan bahwa kadar timbal dalam darah menyebabkan kenaikan tekanan darah pada orang negro, tetapi tidak terjadi pada orang kulit putih (Vupputuri, 2003). Menurut Glenn et.al.( 2001) bedasarkan penelitian dari tahun 1997-2001 terhadap 575 pekerja yang terpapar dengan timbal di Korea yang berumur ratarata 41 tahun dan sudah bekerja di tempat tersebut selama 8,5 tahun di bagian yang terpapar timbal. Kadar timbal dalam darah rata-rata 31,4 14,2 g/dl. Perubahan tekanan darah sistolik selama penelitian sejalan dengan perubahan kadar timbal dalam darah, dengan nilai kenaikan rata-rata 0,9 mm Hg untuk setiap kenaikan 10 g/dl kadar timbal dalam darah. Dalam penelitian ini pekerja yang mempunyai riwayat hipertensi dan mengalami hipertensi tidak dimasukkan kedalam responden penelitian.

31

E. Patomekanisme Pengaruh Timbal terhadap Sistem kardiovaskular dan Tekanan Darah Pada keracunan timbal akut, terjadi kolik yang disertai peningkatan tekanan darah. Perubahan elektrokardiografi (EKG) dijumpai pada 70% penderita dengan gejala umum berupa takikardi, disritmia atrium, gelombang T terbalik dengan / tanpa kompleks QRS-T yang abnormal (Adnan, S. 2001). Pada gangguan awal dari biosintesis hem, belum terlihat adanya gangguan klinis, gangguan hanya dapat terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium. Apabila gangguan berlanjut akan terjadi efek neurologik dan efek-efek lainnya pada target organ termasuk anemi. Oleh sebab itu dikatakan bahwa gangguan yang terjadi pada fungsi saraf dimediasi oleh gangguan pada sintesis hem (Anies, 2005). Paparan timbal yang berlangsung lama dapat mengakibatkan gangguan terhadap berbagai sistem organ. Efek pertama pada keracunan timbal kronis sebelum mencapai target organ adalah adanya gangguan pada biosintesis hem apabila hal ini tidak segera diatasi akan terus berlanjut mengenai target organ lainnya (Anies, 2005). Dalam tulang, timbal ditemukan dalam bentuk Pb-fosfat/Pb3(PO4)2, dan selama timbal masih terikat dalam tulang tidak akan menyebabkan gejala sakit pada penderita. Tetapi yang berbahaya adalah toksisitas timbal yang diakibatkan oleh gangguan absorpsi kalsium, dimana terjadinya desorpsi kalsium dari tulang menyebabkan terjadinya penarikan deposit timbal dari tulang. Pada diet yang mengandung rendah fosfat akan menyebabkan pembebasan timbal dari tulang ke dalam darah (Anies, 2005).

32

Penambahan vitamin D dalam makanan akan meningkatkan deposit timbal dalam tulang, walaupun kadar fosfatnya rendah dan hal ini justru mengurangi pengaruh negative timbal (Darmono, 2001). Pada sistem ginjal orang dengan keterpaparan 30 g/100 ml sudah dapat memberikan gambaran kelainan ginjal yaitu terjadi perubahan metabolisme vitamin D dan menimbulkan kelainan kardiovaskuler sehingga terjadi peningkatan tekanan darah (Adnan, 2001). Timbal berperan dalam patofisiologi hipertensi dan secara biokimiawi memperngaruhi dalam metabolisme kalsium (Ca) dalam kontraksi otot pembuluh darah vaskuler dan sistem rennin-angiotensis (RAA) (Riyadina, 2002). Pajanan lama timbal dapat menyebabkan nefropati yang ditandai dengan gangguan ginjal progresif dan sering disertai hipertensi. Kerusakan ginjal berupa fibrosis interstitialis kronis, degenerasi tubular dan perubahan vaskular pada

arteri kecil dan arteriol (Riyadina, 2002). Meskipun jumlah timbal yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini ternyata menjadi sangat berbahaya. Hal ini disebabkan senyawa timbal dapat memberikan efek racun terhadap banyak fungsi organ yang terdapat dalam tubuh (Joko, 1995. Palar, 2004).

33

F. Kerangka teori
Polimofisme gen ALAD

FAKTOR LINGKUNGAN 1.PAPARAN Pb MANUSIA TUBUH

GENETIK A

Ekspresi Gen ALAD Enzim ALAD Produksi HB *Pb antagonis Calsium Vitamin D

*Pb ANTAGONIS CALSIUM

NO

Na+ K+ ATPase dan eNOS NO

HIPERTENSI

Vasokonstriksi pembuluh darah

GANGGUAN PERMEABILITAS PEMBULUH DARAH

Gambar . 5 G. Kerangka konsep


Kadar Pb dalam Darah Aktifitas enzim ALAD, Polimorfisme Gen AlAD eNOS dan NO

HIPERTENSI

Gambar . 6 H. Hipotesis Terdapat hubungan kadar Pb darah, polimorfisme gen -ALAD dan

kejadian hipertensi akibat paparan Pb pada awak angkutan kota di Purwokerto.

You might also like