You are on page 1of 40

Hiperbilirubinemia

PRESENTASI KASUS HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS

Disusun oleh : Eka Azwinda ( 202 .311. 073 )

Moderator : Dr . Ida Mardiati , Sp A Tutor Dr. Rahmanto , Sp A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT (RSPAD)
Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

GATOT SOEBROTO FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA 2009


PRESENTASI KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN Nama Tanggal lahir Umur Jenis kelamin Alamat Agama Tanggal masuk No CM : By Sahlah : 10 juni 2009 : 7 hari : Perempuan : Asrama Yonif 202 / TM Bekasi . : Islam : 17 Juni 2009 : 33-14-17

II.

IDENTITAS ORANG TUA Nama Ibu : Ny. Lasmi yulianti Nama Ayah Umur : 28 tahun Umur Pendidikan : SMA Pendidikan Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pekerjaan Pangkat : Pangkat Agama : Islam Agama Hubungan dengan orang tua : anak kandung Anamnesa didapat secara Alloanamnesa pada tanggal 18 Juni 2009 : Tn. Mardiman : 31 tahun : SMA : TNI AD : Praka : Islam

III.

RIWAYAT PENYAKIT : Bayi tampak kuning : Nafsu makan menurun

Keluhan utama Keluhan tambahan

Riwayat penyakit sekarang Pasien perempuan rujukan dari rumah sakit Cijantung. Orangtua pasien mengatakan 4 hari setelah dilahirkan pasien terlihat kuning, namun dihiraukan orangtuanya. Pada usia 7 hari kuningnya terlihat lebih jelas, awalnya kuningnya terlihat pada bagian mata lalu menjalar ke leher, dada dan perut pasien. Sedangkan pada bagian tangan dan kaki tidak terlihat kuning. Ibu
Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

pasien juga mengatakan pada saat lahir pasien diberikan ASI dan tidak minum susu formula namun 3 hari SMRS nafsunya menurun, minum asinya berkurang dan lebih sering terlihat tidur, lalu pasien dibawa kerumah sakit Cijantung dan dilakukan pemeriksaan namun tidak ada perbaikan.. Ibu juga menyangkal pemberian obat-obatan dan transfusi darah pada pasien. Demam, mual, muntah, sesak nafas disangkal oleh ibu pasien. Buang air kecil 7 kali sehari berwarna kuning jernih. Buang air besar pasien berwarna kuning. Riwayat penyakit dahulu Tidak ada Riwayat penyakit dalam keluarga Terdapatnya penyakit serupa dalam keluarga disangkal Riwayat kehamilan Kehamilan ini merupakan kehamilan yang kedua, menurut ayah pasien usia kehamilan ibu pasien sampai melahirkan adalah 40 minggu. Anak pertama laki-laki, lahir spontan, cukup bulan, riwayat sakit kuning tidak ada, riwayat DM selama kehamilan juga tidak ada,usia saat ini 3,5 tahun ,dan sehat. Selama kehamilan ibu pasien juga tidak merasakan keluhan, hanya perasaan mual diawal kehamilan dan kadang-kadang batuk pilek namun tidak begitu berat. Ibunya juga tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan, jamu, minum-minuman beralkohol dan tidak merokok. Disekitar rumah juga tidak ada binatang peliharaan.Ibu pasien juga mengatakan rutin kontrol kehamilannya dirumah sakit Cijantung. Riwayat kelahiran Pasien perempuan,tunggal, lahir hidup pada tanggal 10 Juni 2008 pukul 11.50 WIB dirumah sakit cijantung secara spontan, letak kepala dari ibu G2P1A0 hamil 40 minggu dengan cara persalinan spontan dengan berat badan lahir : 3100 gram , panjang badan lahir : 48 cm. Apgar score 9/10, anus ada, cacat tidak ada. tidak ada ketuban pecah dini, ketuban berwarna jernih, lilitan tali pusat tidak ada. Riwayat Imunisasi Jenis Imunisasi BCG DPT Polio Hep B
Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta I

II

III

Hiperbilirubinemia
Kesan : Belum mendapatkan imunisasi dasar

Riwayat perkembangan Pertumbuhan gigi I Tengkurap Duduk Berdiri Berbicara Membaca dan menulis : Belum tumbuh : Belum bisa : Belum bisa : Belum bisa : Belum bisa : Belum bisa

Kesan : Perkembangan anak sesuai dengan usia

Riwayat Makanan UMUR 0 1 bln 1 2 bln 2 3 bln 3 4 bln 4 5 bln 5 6 bln 6 7 bln ASI / PASI ASI Buah / Biskuit Bubur susu Nasi Tim -

Kesan : Kualitas dan kuantitas baik

Riwayat keluarga Corak reproduksi No Usia Jenis Hidup Kelamin Lahir mati Abortus Mati (sebab) Keterangan kesehatan

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
1 2 3 3,5Tahun 7 Hari Ya Ya Baik Baik

Anggota keluarga lain yang serumah : tidak ada Masalah dalam keluarga : tidak ada Perumahan : Milik Negara ( asrama )

Data orang tua Umur sekarang Perkawinan ke Umur saat menikah Pendidikan terakhir ( tamat/sampai kls/tkt ) Agama Suku bangsa Keadaan kesehatan Konsanguitas PEMERIKSAAN FISIK Tanggal 18 Juni 2008 Keadaan umum Kesadaran Status mental Tanda-tanda vital

Ayah 31tahun 1 26 tahun SMA Tamat Islam Jawa Baik Tidak terdapat

Ibu 28 tahun 1 23 tahun SMA Tamat Islam Jawa Baik Tidak terdapat

Jam : 15.00 : Gerakan aktif, menangis kuat : Compos Mentis : Baik

Temperatur : 37,2 C axilla Heart rate : 100 x / mnt Respiratory rate : 40 x / mnt Data Antropometri Berat badan sekarang : 2700 kg Berat badan sblm sakit : 3100 kg Tinggi badan : 48 cm Lingkaran kepala : 34 cm
Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
Lingkaran dada Lingkaran lengan atas : 33 cm : 28 cm

Kepala Normocephali, distribusi merata, UUB datar belum menutup,diameter 2cm, sutura tidak melebar. Mata Kelopak mata tidak cekung, konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik, pupil bulat, isokor, melihat kearah cahaya yang datang. Telinga Bentuk sempurna, besar dan posisi daun telinga dalam batas normal. Hidung Bentuk normal, tak tampak napas cuping hidung . Mulut Mukosa mulut tidak pucat, tidak sianosis, tidak kering, tidak pecah-pecah. Bibir merah, langit-langit intake. Tenggorokan T1-T1 tenang, faring tidak hiperemis . Leher Bentuk normal tidak ada kelainan, kulit normal, bentuk pergerakan bebas tidak terbatas, tekanan vena jugularis tidak dilakukan, kelenjar gondok tidak membesar, trakea letak ditengah letak ditengah Thorak Bentuk normochest, kulit normal tidak kering, tidak ada luka, jejas, sikatrik .
Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
Paru Inspeksi

: Gerak simetris saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi suprasternal, tak tampak kelainan gerak, tak tampak eksperium memanjang Palpasi : Fremitus vokal dan taktil normal Perkusi : Tidak dilakukan Auskultasi : Suara napas vesikuler, tidak ada ronchi, tidak ada wheezing Cor Inspeksi Palpasi

: Pulsasi ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis teraba disela iga IV midclavicula sinistra, tidak kuat angkat, tidak ada thrill Perkusi : Tidak dilakukan Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, tidak ada murmur, tidak ada gallop Abdomen Inspeksi : Datar, tidak tampak sikatrik, venektasi, umbilikus kering Auskultasi : Bising usus + normal Palpasi : Supel, turgor kulit cukup, hati tidak teraba, limpa tidak teraba, ginjal balotement -/Perkusi : Tidak dilakukan Ekstremitas Cacat (-), jari lengkap, akral hangat, perfusi perifer baik, tidak sianosis Kulit Warna kuning terang pada kulit mulai terlihat pada bagian mata pasien lalu menjalar ke leher, dada dan perut pasien Kremer derajat III. Refleks Pemeriksaan neurologis : Refleks Moro (+) Refleks Hisap (+) Refleks Rotting (+) Refleks Palmar graps (+) Refleks Plantar graps (+)

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

Berdasarkan Grafik Ballard dengan menilai kematangan fisik dan neuromuskular, masa gestasi sesuai dengan kehamilan 40 minggu (Neonatus Cukup Bulan). Maturitas fisik Kulit Lanugo : bercak-bercak, pucat dan retak, vena jarang : sebagian besar tanpa lanugo : 4 : 4 : 3 : 3 : 4 : 4

Permukaan plantar : garis kaki sampai 2/3 anterior Payudara Mata/telinga Genital : areola menimbul, benjolan 2-3 mm : tulang rawan cukup tebal, telinga kaku : labia mayora menutup klitoris dan labia minor

Maturitas Neuromuscular Sikap tubuh Jendela pergelangan Rekoil lengan Sudut popliteal Tanda selempang Tumit ke kuping : 3 : 3 : 3 : 3 : 3 : 3 Total score : 40 Tingkat maturitas 40 minggu (Neonatus Cukup Bulan)

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

Sumber : Ballard JL, Khoury JC, Wedig K

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

10

Sumber : Ballard JL, Khoury JC, Wedig K

Berdasarkan Grafik Dubowitz Kriteria Fisik Luar Edema Jaringan kulit Warna kulit :

: Tanpa udema : 2 : Tebal, kering, pecahan superfisial&dalam : 4 : Pucat, hanya merah muda pada telinga, bibir, telapak tangan dan telapak kaki : 3 Opasitasnya (beningnya kulit) : Beberapa pembuluh darah besar samar terlihat pada dinding abdomen : 3 Lanugo (di punggung) : Terdapat sedikit lanugo dan daerah tidak berambut : 3 Garis telapak kaki : lebih dari 1/3 anteroir : 3 Perkembangan puting susu: Areola berbintik, pinggir terangkat diameter >0,75cm : 3 Besarnya mammae : Jaringan mammae pada dua pihak diameter > 1,0 cm: 3 Bentuk kuping : Pelipatan yang jelas pada semua pinna bagian atas : 3 Elastisitas kuping : Pinna keras tulang rawan pada pinggiran : 3 Genitalia wanita : Labia mayora menutupi labia minora secara penuh : 2

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

11

Kriteria Dubowitz Sikap Jendela sendi pergelangan Dorsofleksi kaki Rekoil lengan Rekoil tungkai Sudut popliteal Gerakan tumit ke kuping Tanda skarf Tonus otot leher Suspensi Ventral : : : : : : : : : : 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2

Skor total : 55 (Sesuai masa kehamilan 40 minggu) Berdasarkan grafik Lubchenco, pasien dengan berat badan 3100 dan umur kehamilan 40 minggu. Pasien berada diantara persentil 10 dan persentil 90 termasuk bayi SMK (Sesuai Masa Kehamilan).

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

12

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan 21/6/09

13

17/6/09 Kimia Bilirubin Total Bilirubin direct Bilirubin indirect 19,2 3,8 18,4

18/6/09

19/6/09 20/6/09

16,9 1,0 15,9

10,2 1,1 9,1

7,3 1,3 6,0

Pasien pulang

1,5 mg/dl 0,3 mg/dl 1,1 mg/dl

Pada pemeriksaan golongan darah pasien : golongan darah AB, dengan rhesus (+) Pada orangtua pasien golongan darah ibu B, rhesus (+), golongan darah ayah A rhesus (+) .

RESUME Pasien berusia 7 hari dengan BB:2700 gram pada hari ke4 setelah dilahirkan terlihat kuning, Pada hari ke7 kuningnya terlihat lebih jelas, awalnya kuning terlihat pada mata lalu menjalar ke leher, dada dan perut pasien. Sedangkan pada bagian tangan dan kaki tidak terlihat kuning. Ibu pasien juga mengatakan pada saat lahir pasien diberikan ASI dan tidak minum susu formula namun 3 hari SMRS nafsunya menurun, minum asinya berkurang dan lebih sering terlihat tidur, Ibu juga menyangkal pemberian obat-obatan dan transfusi darah pada pasien. Demam (-), mual(-), muntah (-), sesak nafas (-). BAK 7 kali sehari berwarna kuning gelap seperti teh. BAB pasien berwarna pucat seperti dempul. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum Gerakan aktif, menangis kuat. Kesadaran kompos Mentis Tanda-tanda vital : Temperatur : 37,2 C aksilla Heart rate : 100 x / mnt Respiratory rate : 40 x / mnt Mata Kulit : Sklera ikterik +/+ : Warna kuning terang pada kulit mulai terlihat pada bagian mata lalu menjalar ke leher, dada dan perut pasien Kremer derajat III.

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

14

Pada pemeriksaan Ballard skore menunjukkan total skore adalah : 40 (Neonatus Cukup Bulan). Sedangkan dari Dubowidz skore menunjukkan total skore 55 yang dihubungkan dengan kurva hubungan skor total dengan masa kehamilan menunjukkan bahwa neonatus ini sesuai masa kehamilan. Dan berdasarkan Lubchenco berat badan bayi ini terletak diantara persentil 10-90 (Sesuai Masa Kehamilan). Pemeriksaan penunjang : tgl 17 Juni 2009 Laboratorium bilirubin total bilirubin direct bilirubin indirect : 19,2 mg/dl : 3,8 mg/dl : 18,4 mg/dl

Pada pemeriksaan golongan darah pasien : golongan darah AB, dengan rhesus (+) Pada orangtua pasien golongan darah ibu B, rhesus (+), golongan darah ayah A rhesus (+) . DIAGNOSIS KERJA Neonatus cukup bulan Sesuai masa kehamilan Hiperbilirubinemia DIAGNOSA BANDING - Breast milk jaundice - Ikterus Obstruktif - Infeksi neonatorum

PENATALAKSANAAN

Kebutuhan cairan 130 cc/kgBB/hari ASI/PASI 8X55 cc Fototerapi 2 lampu

RENCANA PEMERIKSAAN Pemeriksaan kadar bilirubin berkala Pemeriksaan darah tepi lengkap Pemeriksaan breast milk jaundice Pemeriksaan enzim G6PD
Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
PROGNOSIS Qua ad vitam Qua ad fungsionam Qua ad sanationam

15

: Dubia ad bonam : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam

FOLLOW UP
17 Juni 09 UP : 1 hari US : 7 hari BL : 3100 gram BS : 2700 gram Bayi kuning 18 Juni 09 UP : 2 hari US : 8 hari BL : 3100 gram BS : 2700 gram Bayi minum susu laktogen/oral , muntah(-), kembung (-), bab & bak normal Ku : Bayi menangis kuat, gerakan aktif Kes : CM HR : 140 x/m RR : 42 x/m T : 36,8 C Normocephal CA -/- , SI +/+ air mata + NCH Bibir tdk kering sianosis Simetris statis dan dinamis BJ 1-2 reg, murmurgallopSN vesikuler Ronkhi-, WheezingDatar, supel, turgor cukup, BU +normal, H/L ttrb Akral hangat, perfusi perifer baik, udem-, sianosisKremer III 19 Juni 09 UP : 3 hari US : 9 hari BL : 3100 gram BS : 2750 gram Bayi minum susu laktogen/oral , muntah(-), kembung(-), bab & bak normal Ku : Bayi menangis kuat, gerakannya aktif Kes : CM HR : 140 x/mnt RR : 40 x/m T : 37,2 C Normocephal CA -/- , SI +/+ air mata + NCH -, sekret + Bibir tdk kering sianosis Simetris statis dan dinamis BJ 1-2 reg, murmurgallopSN vesikuler Ronkhi-, WheezingDatar, supel, turgor cukup, BU +normal, H/L ttrb Akral hangat, perfusi perifer baik, udem-, sianosiskremer II-III 20 Juni 09 UP : 4hari US : 10 hari BL : 3100 gram BS : 2750 gram Bayi mium susu, muntah (-), kembung (-), bab & bak normal

O -TTV

Ku : Bayi menangis kuat, gerakan aktif Kes : CM HR : 160 x/m RR : 48 x/m T : 37,4 C Normocephal CA -/- , SI +/+ air mata + NHC Bibir tdk kering sianosis Simetris statis & dinamis BJ 1-2 reg, murmurgallopSN vesikuler Ronkhi-, WheezingDatar, supel, turgor cukup, BU +normal, H/L ttrb Akral hangat, perfusi perifer baik, udem-, sianosisKremer III

Ku : Bayi menangis kuat, gerakannya aktif Kes : CM HR : 140 x/m RR : 40 x/m T : 36,5 C Normocephal CA -/- , SI +/+ air mata + NCH Bibir tdk kering sianosis Simetris statis dan dinamis BJ 1-2 reg, murmurgallopSN vesikuler Ronkhi-, WheezingDatar, supel, turgor baik, BU +normal, H/L ttrb Akral hangat, perfusi perifer baik, udem-, sianosis-

-Kepala -Mata -Hidung -Mulut -Thorax -Cor -Pulmo -Abd -Eks -kulit

Neonatus cukup bulan- sesuai masa kehamilan Hiperbilirubinemia

Neonatus cukup bulan- sesuai masa kehamilan Hiperbilirubinemia

Neonatus cukup bulan- sesuai masa kehamilan Hiperbilirubinemia

Neonatus cukup bulan- sesuai masa kehamilan

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
P Fototerapi 2 lampu Kebutuhan cairan 130cc/kgbb/hari ASI/PASI 8X 55 cc Fototerapi 2 lampu Kebutuhan cairan 140cc/kgbb/hari ASI/PASI 8X 60 cc Fototerapi 2 lampu -

16
Kebutuhan cairan 140cc/kgbb/hari ASI/PASI 8X 60 cc Fototerapi 2 lampu

Rencana pemeriksaan : tidak ada

Rencana pemeriksaan : Cek bilirubin total, direct, indirect pem.gol darah

Rencana pemeriksaan : Cek bilirubin total

Rencana pemeriksaan : Cek bilirubin total

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
TINJAUAN PUSTAKA HIPERBILIRUBINEMIA

17

I.

PENDAHULUAN

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keaadaan ini. Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat lebih kuning, keaadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin (4Z,15Z bilirubin IX alpha) yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit. Isomer bilirubin ini berasal dari degenerasi heme yang merupakan komponen hemoglobin mamalia. Pada masa transisi setelah lahir, hepar belum berfungsi secara optimal, sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal. Keaadaan ini akan menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi didalam darah. Pada kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian dan bila bayi tersebut dapat betahan hidup pada jangka panjang akan menimbulkan sekuele neurologis. Dengan demikian, setiap bayi yang mengalami kuning harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan keaadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah mempunyai kecendrungan untuk berkembang menjadi hiperbilirubin yang berat1. Definisi Ikterus neonatorum adalah keaadaan klinis pada bayi yang ditandai dengan pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dl(1,6). Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90(1,6).

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali(2,5,6): Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.

18

Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10 mg/dL. Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam. Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL. Ikterus menetap pada usia >2 minggu. Terdapat faktor risiko.

Epidemiologi Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia(5,6). II. ETIOLOGI Hipebilirubin dapat disebabkan oleh bermacam-macam keaadaan. Penyebab yang tersering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompibilitas golongan darah ABO atau defesiensi enzim G6PD. Hemolisis ini juga timbul akibat perdarahan tertutup (hematoma cefal, perdarahan subaponeurotik) atau inkompibilitas darah Rh, infeksi juga memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia . Keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis atau gastroenteritis. Beberapa faktor lain adalah hipoksia/anoksia, dehidrasi dan asidosis, hipoglikemia dan polisitemia(1,2,5,6) .
Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
III. PATOFISIOLOGI Pembentukan Bilirubin

19

Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi reduksi. Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang digunakan kembali untuk pembentukan haemoglobin dan karbon monoksida yang dieksresikan ke dalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengeksresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin(1,6).

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

20

Transportasi Bilirubin Pembentukan bilirubin yang terjadi di system retikulo endothelial, selanjutnya dilapaskan kesirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendahdan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan di transportasi kedalam sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susuna
Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

21

syaraf pusat dan bersifat nontoksik. Selain itu albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat obatan yang bersifat asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat obat tersebut akan menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat competitor serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin. Obat- obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dari albumin dengan cara menurunkan afinitas albumin adalah digoksin, gentamisin, furosemid dan seperti yg terlihat pada tabel berikut(1,2,4) :

Tabel : Obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin Analgetik ,antipiretik Antiseptik, desinfektan Antibiotik dengan kandungan sulfa Cefalosporin Penisilin Lain-lain Natrium Salisilat, Fenilbutazon Metil, Isopropil, dll. Sulfadiazin, Sulfamethiazole,Sulfamoxazole Ceftriakson, Cefoperazon Propicilin, Cloxacillin Novabiosin, Tripthopan, Asam mendelik, kontras x-ray

Asupan Bilirubin Pada saat kompleks bilirubin albumin mencapai membrane plasma hepatosit, albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, di transfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin ( protein y ), mungkin juga dengan protein ikatan sitosilik lainnya(1,2). Konjugasi Bilirubin Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan kebentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospate glukuronosyl transferase ( UDPG T ). Katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi menjadi
Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

22

bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida. Bilirubin ini kemudian dieksresikan kedalam kalanikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke reticulum endoplasmic untuk rekonjugasi berikutnya(1,2). Eksresi Bilirubin Setelah mengalami proses konjugasi , bilirubin akan dieksresikan kedalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan di eksresikan melalui feses. Setelah berada dalam usus halus bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali jika dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk di konjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik(1,2). Hiperbilirubinemia Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Risiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat ASI, bayi kurang bulan dan bayi mendekati cukup bulan. Neonatal hiperbilirubinemia terjadi karena peningkatan produksi atau penurunan clearance bilirubin dan lebih sering terjadi pada bayi imatur. Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi dibanding bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa faktor antara lain; frekuensi menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat badan/dehidrasi (Tabel 9.3).

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
Tabel 9.3 Faktor etiologi yang mungkin berhubungan dengan hiperbilirubinemia pada bayi yang mendapat ASI
Asupan cairan : Kelaparan Frekuensi menyusui Kehilangan berat badan/dehidrasi

23

Hambatan eksresi bilirubin hepatik Pregnandiol Lipase-free fatty acids Unidentified inhibitor Intestinal reabsorption of bilirubin Pasase mekonium terlambat Pembentukan urobilinoid bakteri Beta-glukoronidase Hidrolisis alkaline Asam empedu Sumber : Gourley.

Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama biasanya disebabkan karena peningkatan produksi bilirubin (terutama karena hemolisis), karena pada periode ini hepatic clearance jarang memproduksi bilirubin lebih 10 mg/dL (Tabel 9.4 dan Gambar 9.2). Peningkatan penghancuran hemoglobin 1% akan meningkatkan kadar bilirubin 4 kali lipat. Tabel 9.4 Penyebab neonatal hiperbilirubinemia indirek
Dasar - Peningkatan produksi bilirubin - Peningkatan penghancuran hemoglobin - Peningkatan jumlah hemoglobin - Peningkatan sirkulasi enterohepatik Penyebab Incomptabilitas darah fetomaternal (Rh, ABO) - Defisiensi enzim kongenital (G6PD, galakrosemia) Perdarahan tertutup (sefalhematom, memarl Sepsis - Polisitemia (twin-to-twin transfusion, SGA) Keterlambatan klem tali pusat - Keterlambatan pasase mekonium, ileus mekonium, Meconium plug syndrome Puasa atau keterlambatan minum Atresia atau stenosis intestinal - Imaturitas - Gangguan metabolik/endokrin (Criglar-Najjar disease Hipotiroidisme, gangguan metaholisme asam amino) Asfiksia, hipoksia, hipotermi, hipoglikemi. Sepsis (juga proses imflamasi) Obat-obatan dan hormon (novobiasin, pregnanediol) - Anomali kongenital (atresia biliaris, fibrosis kistik) Stasis biliaris (hepatitis, sepsis) Billirubin load berlebihan (sering pada hemolisis berat)

- Perubahan clearance bilirubin hati - Perubahan produksi atau aktivitas uridine Diphosphoglucoronyl transferase - Perubahan fungsi dan perfusi hati (kemampuan konjugasi) - Obstruksi hepatik (berhubungan dengan hiperbilirubinemia direk)
Sumber : Blackburn ST

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

24

Diagnosis Berbagai faktor risiko dapat meningkatkan kejadian hiperbilirubinemia yang berat. Perlu penilaian pada bayi baru lahir terhadap berbagai risiko, terutama untuk bayi-bayi yang pulang lebih awal. Selain itu juga perlu dilakukan pencatatan medis bayi dan disosialisasikan pada dokter yang menangani bayi tersebut selanjutnya. Tampilan ikterus dapat ditentukan dengan memeriksa bayi dalam ruangan dengan pencahayaan yang baik, dan menekan kulit dengan tekanan ringan untuk melihat warna kulit dan jaringan subkutan. Ikterus pada kulit bayi tidak terperhatikan pada kadar bilirubin kurang dari 4 mg/dL. Pemeriksaan fisis harus difokuskan pada identifikasi dari salah satu penyebab ikterus patologis. Kondisi bayi harus diperiksa pucat, petekie, extravasasi darah, memar kulit yang berlebihan, hepatosplenomegali, kehilangan berat badan, dan bukti adanya dehidrasi. Guna mengantisipasi komplikasi yang mungkin timbul, maka perlu diketahui daerah letak kadar bilirubin serum total (Gambar 9.3) beserta faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia yang berat (Tabel 9.5)

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

25

Tabel 9.5 Faktor risiko hiperbilirubinemia berat bayi usia kehamilan 35 mg Faktor risiko major Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko tinggi (Gambar. 2) Ikterus yang muncul dalam 24 jam pertama kehidupan Inkompatibilitas golongan darah dengan tes antiglobulin direk yang positif atau penyakit hemolitik lainnya (defisiensi G6PD, peningkatan ETCO). Umur kehamilan 35-36 minggu Riwayat anak sebelumnya yang mendapat fototerapi Sefalhematom atau memar yang bermakna ASI eksklusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan berat badan yang berlebihan Ras Asia Timur Faktor risiko minor Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko sedang (gambar 2) Umur kehamilan 37-38 minggu
Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
Sebelum pulang, bayi tampak kuning Riwayat anak sebelumnya kuning Bayi makrosomia dari ibu DM Umur ibu 25 tahun Laki-laki

26

Faktor risiko kurang (faktor-faktor ini berhubungan dengan menurunnya resiko ikterus yang signifikan, besarnya resiko sesuai dengan urutan yang tertulis makin ke bawah resiko makin rendah) Kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko rendah Umur kehamilan 41 minggu Bayi mendapat susu formula penuh Kulit hitam Bayi dipulangkan setelah 72 jam Sumber : AAP Manajemen Berbagai cara telah digunakan untuk mengelola bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia indirek. Strategi tersebut termasuk : pencegahan, penggunaan farmakologi, fototerapi dan tranfusi tukar. Strategi pencegahan American Academy of Pediatrics tahun 2004 mengeluarkan strategi praktis dalam pencegahan dan penanganan hiperbilirubinemia bayi baru lahir (< 35 minggu atau lebih ) dengan tujuan untuk menurunkan insidensi dari neonatal hiperbilirubinemia berat dan ensefalopati bilirubin serta meminimalkan risiko yang tidak menguntungkan seperti kecemasan ibu, berkurangnya breastfeeding atau terapi yang tidak diperlukan.Pencegahan dititik beratkan pada pemberian minum sesegera mungkin, sering menyusui untuk menurunkan shunt enterohepatik, menunjang kestabilan bakteri flora normal , dan merangsang akitifitas usus halus.

Strategi pencegahan hiperbilirubinemia


1. Pencegahan primer Rekomendasi 1.0 : Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari untuk beberapa hari pertama. : Rekomendasi 1.1 : Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi. Pencegahan sekunder Rekomendasi 2.0 Harus melakukan penilaian sistematis terhadap risiko kemungkinan terjadinya hiperbili-

2.

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

27

rubinemia berat. selama periode neonatal Rekomendasi 2.1 tentang golongan darah : Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum untuk antibodi isoimun yang tidak biasa. Rekomendasi 2.1.1: Bila golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negatif, dilakukan pemeriksaan antibody direk (tes coombs), golongan darah dan tipe Rh(D) darah tali pusat bayi. Rekomendasi 2.1.2 : Bila golongan darah ibu 0, Rh positif, terdapat pilihan untuk dilakukan tes golongan darah dan tes Coombs pada darah tali pusat bayi, tetapi hal itu tidak diperlukan jika dilakukan pengawasan, penilaian terhadap risiko sebelum keluar Rumah Sakit (RS) dan tindak lanjut yang memadai. Rekomendasi 2.2 tentang penilaian klinis : Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protokol terhadap penilaian i ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda vital bayi,tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam. Rekomendasi 2.2.1: Protokol untuk penilaian ikterus haws melihatkan seluruh staf perawatan yang dituntut untuk dapat memeriksa tingkat bilirubin secara transkutaneus atau memeriksakan biliruhin serum total. 3. Evaluasi laboratorium Rekomendasi 3.0 : Pengukuran biliruhin transkutaneus dan atau bilirubin serum total harus dilakukan pada setiap bayi yang mengalami ikterus dalam 24 jam pertama setelah lahir. Penentuan waktu dan perlunya pengukuran ulang bilirubin transkutaneus atau biliruhin serum total tergantung pada daerah dimana kadar bilirubin serum total terletak (Gambar. 3), umur bayi, dan evolusi hiperbilirubinemia. Rekomendasi 3.1 : Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum total harus dilakukan bila tampak ikterus yang berlebihan. Jika derajat ikterus meragukan, pemeriksaan bilirubin transkutaneus atau biliruhin serum hams dilakukan, terutama pada kulit hitam, oleh karena pemeriksaan derajat ikterus secara visual seringkali salah. Rekomendasi 3.2 : Semua kadar bilirubin harus diinterpretasikan sesuai dengan umur bayi dalam jam. 4. Penyebab kuning Rekomendasi 4.1 : Memikirkan Kemungkinan penyebab ikterus pada bayi yang menerima fototerapi atau bilirubin serum total meningkat cepat dan tidak dapat dijelaskan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Rekomendasi 4.1.1: Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjugasi harus dilakukan analisis dan kultur urin. Pemeriksaan laboratorium tambahan untuk mengevaluasi sepsis harus dilakukan bila terdapat indikasi berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Rekomendasi 4.1.2: Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih 3 minggu harus dilakukan pemeriksaan bilirubin total dan direk atau bilirubin konjugasi untuk mengidentifikasi adanya kolestasis. Juga dilakukan penyaringan terhadap tiroid dan galaktosemia.
Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

28

Rekomendasi 4.1.3 : Bila kadar bilirubin direk atau bilirubin konjugasi. meningkat, dilakukan evaluasi tambahan untuk mencari penyebab kolestasis. Rekomendasi 4.1.4 : Pemeriksaan terhadap kadar glucose-6-phosphatase dehvdrogenase (G6PD) direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau etnis/asal geografis yang menunjukkan kecenderungan defisiensi G6PD atau pada bayi dengan respon terhadap fototerapi yang buruk. 5. Penilaian risiko sebelum bayi dipulangkan Rekomendasi 5.1 : Sebelum pulang dari rumah sakit, setiap bayi harus dinilai terhadap risiko berkembangnya hiperbilirubinemia berat, dan semua perawatan harus menetapkan protokol untuk menilai risiko ini. Penilaian ini sangat penting pada bayi yang pulang sebelum umur 72 jam. Rekomendasi 5.1.1 : Ada dua pilihan rekomendasi klinis yaitu: Pengukuran kadar bilirubin transkutaneus atau kadar bilirubin serum total sebelum keluar RS , secara individual atau komhinasi untuk pengukuran yang sistimatis terhadap risiko. Penilaian faktor risiko klinis. 6. Kehijakan dan prosedur rumah sakit Rekomendasi 6.1 : Harus memberikan informasi tertulis dan lisan kepada orangtua saat keluar dari RS, termasuk penjelasan tentang kuning, perlunya monitoring terhadap kuning, dan anjuran bagaimana monitoring harus dilakukan. Rekomendasi 6.1.1: tindak lanjut : Semua bayi harus diperiksa oleh petugas kesehatan profesional yang berkualitas beberapa hari setelah keluar RS untuk menilai keadaan bayi dan ada tidaknya kuning. Waktu dan tempat untuk melakukan penilaian ditentukan berdasarkan lamanya perawatan, ada atau tidaknya faktor risiko untuk hiperbilirubinemia dan risiko masalah neonatal lainnya. Rekomendasi 6.1.2 : saat tindak lanjut : berdasarkan tabel dibawah :

Tabel 9.6 Saat tindak lanjut Bayi Keluar RS Sebelum umur 24 jam Antara umur 24 dan 47,9 jam Antara umur 48 dan 72 jam

Harus Dilihat Saat Umur 72 jam 96 jam 120 jam

Sumber : AAP 6

Untuk beberapa bayi yang dipulangkan sebelum 48 jam, diperlukan 2 kunjungan tindak lanjut yaitu kunjungan pertama antara 24-72 jam dan kedua antara 72- 120 jam.Penilaian klinik harus digunakan dalam menentukan tindak lanjut. Pada bayi yang mempunyai faktor risiko terhadap hiperbilirubinemia, harus dilakukan tindak lanjut yang lebih awal atau lebih sering. Sedangkan bayi yang risiko kecil atau tidak berisiko,
Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

29

waktu pemeriksaan kembali dapat lebih lama. Rekomendasi 6.1.3: Menunda pulang dari Rumah Sakit : Bila tindak lanjut yangmemadai tidak dapat dilakukan terhadap adanya peningkatan risiko timbulnya hiperbilirubinemia berat, mungkin diperlukan penundaan kepulangan dari RS sampai tindak lanjut yang memadai dapat dipastikan atau periode risiko terbesar telah terlewati (72-96 jam) Rekomendasi 6.1.4 : penilaian tindak lanjut Penilaian tindak lanjut harus termasa berat badan bayi dan perubahan persentase berat lahir, asupan yang adekuat, pola buang air besar dan buang air kecil, serta ada tidaknya kuning. Penilaian klinis harus digunakan untuk menentukan perlunya dilakukan pemeriksaan bilirubin. Jika penilaian visual meragukan, kadar bilirubin transkutaneus dan bilirubin total serum harus diperiksa. Perkiraan kadar bilirubin secara visual dapat keliru, terutama pada bayi dengan kulit hitam. 7. Pengelolaan bayi dengan ikterus Pengelolaan bayi ikterus yang mendapat ASI Berikut ini adalah elemen-elemen kunci yang perlu diperhatikan pada pengelolaan early jaundice pada bayi yang mendapat ASI (label 9.7). Tabel 9.7 Pengelolaan ikterus dini (early jaundice) pada bayi yang mendapat ASI
1. 2. Observasi semua feses awal bayi. Pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran jika feses tidak keluar dalam waktu 24 jam Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering dengan waktu yang singkat lebih efektif dibandingkan dengan menyusui yang lama dengan frekuansi yang jarang walaupun total waktu yang diberikan adalah sama Tidak dianjurkan pemberian air, dekstrosa atau formula penganti. Observasi berat badan, bak dan bab yang berhubungan dengan pola menyusui Ketika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, tingkatkan pemberian minum, rangsang pengeluaran/ produksi ASI dengan cara memompa, dan menggunakan protocol penggunaan fototerapi yang dikeluarkan AAP Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnormalitas ASI, sehingga penghentian menyusui sebagai suatu upaya hanya diindikasikan jika ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat di atas 20 mg/dL atau ibu memiliki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.

3. 4. 5.

6.

Sumber : Blackburn ST

Penggunaan farmakoterapi Farmakoterapi telah digunakan untuk mengelola hiperbilirubinemia dengan merangsang induksi enzim-enzim hati dan protein pembawa, guna mempengaruhi penghan,curan heme, atau untuk mengikat billirubin dalam usus halus sehingga reabsorpsi enterohepatik menurun. antara lain : 1. Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi-bayi dengan Rh yang berat dan inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan tranfusi ganti. 2. Fenobarbital telah memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang aktivitas, dan
Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

30

3.

4.

5.

konsentrasi UDPGT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin. Penggunaan fenobarbital setelah lahir masih kontroversial dan secara umum tidak direkomendasikan. Diperlukan waktu beberapa hari sebelum terlihat perubahan bermakna , hal ini membuat penggunaan fototerapi nampak jauh lebih mudah. Fenobarbital telah digunakan pertama kali pada inkompatabilitas Rh untuk mengurangi jumlah tindakan tranfusi ganti. Penggunaan fenobarbital profilaksis untuk mengurangi pemakaian fototerapi atau tranfusi ganti pada bayi dengan defisiensi G6PD ternyata tidak membuahkan hasil. Pencegahan hiperbilirubinemia dengan menggunakan metalloprotoporphyrin juga telah diteliti. Zat ini adalah analog sintetis heme. ProtOporphyrin telah terbukti efektif sebagai inhibitor kompetitif dari heme oksigenase, enzim ini diperlukan untuk katabolisjne heme menjadi biliverdin. Dengan zat-zat ini heme dicegah dari katabolisme dan diekskresikan secara utuh didalam empedu. Pada penelitian terhadap bayi kurang dan cukup bulan, bayi dengan atau tanpa penyakit hemolitik, tin-protoporphyrin (Sn-PP) dan tin-mesoporphyrin (Sn-MP) dapat menurunkan kadar bilirubin serum. Penggunaan fototerapi setelah pemberian Sn-PP berhubungan dengan timbulnya eritema foto toksik. Sn-MP kurang bersifat toksik, khususnya jika digunakan bersamaan dengan fototerapi. Pada penelitian terbaru dengan penggunaan SnMP maka fototerapi pada bayi cukup bulan tidak diperlukan lagi, sedangkan pada bayi kurang bulan penggunaanya telah banyak berkurang. Pemakaian obat ini masih dalam percobaan dan keluaran jangka panjang belum dike tahui, sehingga pemakaian obat ini sebaiknya hanya digunakan untuk bayi yang mempunyai risiko tinggi terhadap kejadian hiperbilirubinemia yang berkembang menjadi disfungsi neurologi dan juga sebagai clinical trial. Baru-baru ini dilaporkan bahwa pemberian inhibitor -glukuronidase pada bayi sehat cukup bulan yang mendapat ASI, seperti asam L-aspartik dan kasein hoidrolisat dalam jumlah kecil (5 ml/dosis - 6 kali/hari) dapat meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan ikterus menjadi berkurang dibandingkan dengan bayi kontrol. Kelompok bayi yang mendapat campuran whey/kasein (bukan inhibitor (-glitkitronidase) kuningnya juga tampak menurun dibandingkan dengan kelompok kontrol, hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan ikatan bilirubin konjugasi yang berakibat pada penurunan jalur enterohepatik.

Foto terapi dan tranfusi tukar Rekomendasi 7.1 : Jika kadar bilirubin total serum tidak menurun atau terus meningkat walaupun telah mendapat fototerapi intensif, kemungkinan telah terjadi hemolisis dan direkomendasikan untuk menghentikan fototerapi. Tabel 9.8 Penatalaksanaan bayi dengan hiperbilirubinemia.
Terapi Lakukan fototerapi intensif dan atau transfusi tukar sesuai indikasi (lihat Gambar 9.3 dan gambar 9.4) Lakukan pemeriksaan laboratorium: Bilirubin total dan direk Golongan darah (ABO, Rh) Test antibodi direct ( Coombs) Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

31

Serum albumin Pemeriksaan darah tepi lengkap dengan hitung jenis dan morfologi Jumlah retikulosit ETCO (bila tersedial G6PD1bila terdapat kecurigaan (berdasarkan etnis dan geografis) atau respon terhadap foto terapi kurang) Urinalisis Bila anamnesis dan atau tampilan klinis menunjukkan kemungkinan sepsis lakukan pemeriksaan kultur darah, urine, dan liquor untuk protein, glukosa, hitung sel dan kultur Tindakan: Bila billirubin total 25 mg atau 20 mg pada bayi sakit atau bayi < 38 minggu, lakukan pemeriksaan golongan darah dan cross match pada pasien yang akan direncanakan transfusi anti Pada bayi dengan penyakit otoimun hemolitik dan kadar bilirubin total meningkat walau telah dilakukan foto terapi intensif atau dalam 2-3 mg/dL kadar transfusi ganti, berikan imunoglohulin intravena 0,5-1 g/kg selama 2 jam dan boleh diulang bila perlu 12 jam kemudian. Pada bayi yang mengalami penurunan herat hadan lebih dari 12% atau secara klinis atau bukti secara biokimia menunjukan tanda dehidrasi, dianjurkan pemberian susu formula atau ASI tamhahan.Bila pemberian peroral sulit dapat diberikan intravena Pada bayi mendapat foto terapi intensif Pemberian minum dilakukan setiap 2-3 jam Bila Bilirubin total 25 mg IdL, pemeriksaan ulangan dilakukan dalam 2-3 jam Bila biliruhin total 20-25 mg/dL , pemeriksaan ulangan dilakukan dalam 3-4 jam, bila <20 mg/dl diulang dalam 4-6 jam. Jika bilirubin total terus turun periksa ulang dalam 8-12 jam Bila kadar bilirubin total tidak turun atau malah mendekati kadar transfusi tukar atau perbandingan billirubin total dengan albumin (TSB/albumin) meningkat mendekati angka untuk transfusi tukar maka lakukan transfusi ganti. Bila kadar bilirubin total kurang dari 13-14 mg/dL foto terapi dihentikan Tergantung kepada penyebab hiperbilirubinemia, pemeriksaan bilirubin ulangan boleh dilakukan setelah 24 jam setelah bayi pulang untuk melihat kemungkinan terjadinya rebound.

Sumber : AAP

Rekomendasi 7.1.1 : Dalam penggunaan petunjuk fototerapi dan tranfusi ganti, kadar bilirubin direk atau konjugasi tidak harus dikurangkan dari bilirubin total. Dalam kondisi dimana kadar bilirubin direk 50% atau lebih dari bilirubin total, tidak tersedia data yang baik untuk petunjuk terapi dan direkomendasikan untuk berkonsultasi kepada ahlinya Rekomendasi 7.1.2 : Jika kadar bilirubin total serum berada pada angka untuk rekomendasi dilakukan tranfusi ganti (Gambar 9.4) atau jika kadar bilirubin total sebesar 25 mg/dL atau lebih tinggi pada setiap waktu, hal ini merupakan keadaan emergensi dan bayi harus segera masuk dan mendapatkan perawatan fototerapi intensif. Bayi-bayi ini tidak harus dirujuk melalui bagian emergensi karena hal ini dapat menunda terapi. Rekomendasi 7.1.3: Tranfusi ganti harus dilakukan hanya oleh personel yang terlatih di ruangan NICU dengan observasi ketat dan mampu melakukan resusitasi.

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

32

Rekomendasi 7.1.4: Penyakit isoimun hemolitik, pemberian 7-globulin (0,5-1 g/ kgBB 'selama 2 jam) direkomendasikan jika kadar bilirubin total serum meningkat walaupun telah mendapat fototerapi intensif atau kadar bilirubin total serum berkisar 2-3 mg/dL dari kadar tranfusi ganti. Jika diperlukan dosis ini dapat diulang dalam 12 jam.

Rasio albumin serum dan rasio bilirubin/albumin Rekomendasi 7.1.5: Merupakan suatu pilihan utnuk mengukur kadar serum albumin dan mempertimbangkan kadar albumin kurang dari 3 g/dl sebagai satu faktor risiko untuk menurunkan ambang batas penggunaan fototerapi. (Gambar 9.3) Rekomendasi 7.1.6: Jika dipertimbangkan tranfusi ganti, kadar albumin serum harus diukur dan digunakan rasio bilirubin/albumin yang berkaitan dengan kadar bilirubin total serum dan faktor-faktor lainnya yang menentukan dilakukannya tranfusi ganti. Bilirubin ensefalopati akut Rekomendasi 7.1.7: Direkomendasikan untuk segera melakukan tranfusi ganti pada setiap bayi ikterus dan tampak manifestasi fase menengah sampai lanjut dari akut bilirubin ensefalopati (hipertonia, arching, retrocollis, opistotonus, demam, menangis melengking) meskipun kadar bilirubin total serum telah turun Rekomendasi 7.2 : Semua fasilitas perawatan dan pelayanan bayi harus memiliki peralatan untuk fototerapi intensif.

Manajemen bayi ikterus pada rawat jalan Rekomendasi 7.3: Pada bayi yang menyusu yang memerlukan fototerapi (Gambar 9.3), AAP merekomendasikan bahwa, jika memungkinkan, menyusui harus diteruskan. Juga terdapat pilihan memilih untuk menghentikan menyusui sementara dan menggantinya dengan formula. Hal ini dapat mengurangi kadar bilirubin dan atau meningkatkan efektifitas fototerapi. Pada bayi menyusui yang mendapat fototerapi , suplementasi dengan pemberian ASI yang dipompa atau formula adalah cukup jika asupan bayi tidak adekuat, berat badan turun berlebihan, atau bayi tampak dehidrasi.

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
Fototerapi

33

Sebagai patokan gunakan kadar billirubin total Faktor risiko: isoimune hemolytic disease, defisiensi G6PD, asfiksia, letargis, suhu tubilh yang tidak stabil, sepsis, asidosis,atau kadar albumin < 3 g/dL Pada bayi dengan usia kehamilan 35-37 6/7 minggu diperbolelikan untuk melakukan foto terapi pada kadar bilirubin total sekitar medium risk line. Nicrupakan pilihan untuk melakukan intervensi pada kadar bilirubin total serum yang lebih rendah untuk bayibayi yang mendekati usia 35 minggu dan dengan kadar bilirubin total serum yang lebih tinggi untuk bayi yang berusia mendekati 37 6/7 minggu. Diperbolehkan melakukan foto terapi baik di rumah sakit atau di rumah pada kadar bilirubin total 2-3 mg/dL di bawah garis yang ditunjukan, namun pada bayi-bayi yang memiliki faktor risiko foto terapi sebaiknya tidak dilakukan di rumah. Foto terapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar blue-green spectrum (panjang gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang 30 uW/cm: (diperiksa dengan radiometer, atau diperkirakan dengan menempatkan bayi langsung di bawah sumber sinar dan kulit bayi yang terpajan lebih luas). Bila kosentrasi bilirubin tidak menurun atau cenderung naik pada bayi-bayi yang mendapat foto terapi intensif, kemungkinan besar terjadi proses hemolisis.

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

34

Tabel 9.9 Efek samping fototerapi


Efek samping Perubahan suhu dan metabolik lainnya Perubahan spesifik Peningkatan suhu lingkungan dan tubuh Peningkatan konsumsi oksigen Peningkatan laju respirasi Peningkatan aliran darah ke kulit Perubahan sementara curah jantung dan penurunan curah ventrikel kiri Implikasi klinis Dipengaruhi oleh kematangan, asupan kalori (energi untuk merespon perubahan suhu), adekuat atau tidaknya penyesuaian terhadap suhu pada unit fototerapi, jarak dari unit ke bayi dan inkubator (berkaitan dengan aliran udara dan kehilangan udara pada radiant warmer), penggunaan servocontrol Terbukanya kembali duktus arteriosus, kemungkinan karena fotorelaksasi, biasanya tidak signifikan terhadap hemodinamik Perubahan hemodinamik terlihat pada 12 jam pertama fototerapi, setelah itu kembali ke awal atau meningkat Meningkatkan kehilangan cairan Dapat mengubah keperluan pemakaian medikasi intramuskular Disebabkan oleh kehilangan cairan melalui evaporasi, metabolik, dan respirasi Dipengaruhi oleh lingkungan (aliran udara, kelembaban, temperature), karakteristik unit fototerapi, peruhahan suhu, perubahan suhu kulit dan suhu inti bayi, denyut jantung, laju.respirasi, laju metabolik, asupan kalori, hentuk tempat tidur (meningkat dengan penggunaan radiant warmer dan inkubator) Berkaitan dengan peningkatan aliran empedu yang dapat menstimulasi aktivitas saluran cerna Meningkatkan kehilangan cairan melalui feses Meningkatkan kehilangan cairan melalui feses dan risiko dehidrasi Perubahan mendadak pada cairan dan elektrolit Intoleransi sementara laktosa dengan penurunan laktase pada silia epitel dan peningkatan frekuensi BAB dan konsistensi air pada feses Dapat mempengaruhi huhungan orang tua bayi Menyebabkan peruhahan asupan cairann dan kalori Disebabkan oleh pemberian asupan makanan yang buruk dan peningkatan kehilangan melalui saluran cerna Menurunnya input sensoris dan stimulasi sensorism Penutup mata meningkatkan risiko

Perubahan kardiovaskular

Status cairan

Peningkatan aliran darah Perifer

Peningkatan insensible wateloss

Fungsi Saluran Cerna

Peningkatan jumlah dan frekuensi buang air besar Feses cair berwarna hijau kecokelatan Penurunan waktu transit usus Penurunan absorpsi, retensi air dan elektrolit Perubahan aktivitas laktosa riboflavin

Perubahan aktivitas Perubahan berat badan

Letargis,gelisah Penurunan nafsu makan Penurunan pada awalnya namun terkejar dalam 2-4 minggu Tidak ada penelitian pada manusia, namun perlu

Efek okuler

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
perhatian antara efek cahaya dibandingkan dengan efek penutup mata Tanning Rashes infeksi, aberasi kornea, peningkatan tekanan intrakranial (jika terlalu kencang) Disebabkan oleh induksi sintesa melanin atau disperse oleh sinar ultraviolet Disebabkan oleh cedera pada sel mast kulit dengan pelepasan histamine, eretima dari sinar ultraviolet. Disebabkan oleh pemaparan yang berlebihan dari emisi gelombang pendek sinar fluorescent Disebabkan oleh interaksi fototerapi dan ikterus kolestasis, menghasilkan pigmen cokelat (bilifuscin) yang mewarnai kulit, dapat pulih dalam hitungan bulan Belum diketahui secara pasti Merupakan masalah bagi bayi dengan trombosit Menyebabkan hemolisis, meningkatkan kebutuhan energi

35

Perubahan kulit

Burns Bronze baby syndrome

Perubahan endokrin Perubahan hematologi

Perubahan kadar gonadotropin serum (peningkatan LH dan FSH) Peningkatan turnover trombosit Cedera pada sel darah merah dalam sirkulasi dengan penurunan kalium dan peningkatan aktivitas ATP

yang rendah da
Efek diatasi oleh perawatan yang baik Dapat diatasi dengan interaksi orangtuaDapat mempengaruhi ritme kardiak

Perhatian terhadap perilaku psikologis

Isolasi Perubahan status organisasi Bayi dan manajemen perilaku Sumber: dari Blackburn ST

Tranfusi Tukar

Garis putus-putus pada 24 jam pertama menunjukan keadaan tanpa patokan pasti karena terdapat pertimbangan klinis yang luas dan tergantung respon terhadap foto terapi Direkomendasikan tranfusi tukar segera bila bayi menunjukan gejala ensefalopati akut (

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

36

hipertoni, arching, retrocollis, opistotonus, high pitch cry, demam) atau bila kadar bilirubin total 5 mg/dL diatas garis patokan. Faktor risiko: penyakit hemolitik autoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargis, suhu tidak stabil, sepsis, asidosis Periksa kadar albumin dan hitung rasio bilirubin total / albumin (lihat tabel 9.9) Sebagai patokan adalah bilirubin total Pada bayi sehat dan usia kehamilan 35-37 minggu ( risiko sedang) transfusi tukar dapat dilakukan bersifat individual berdasarkan kadar bilirubin total sesuai usianya

Tabel 9.10 Rasio bilirubin total/ albumin sebagai penunjang untuk memutuskan untuk transfusi tukar
Rasio B/A Saat Transfusi tukar Harus Dipertimbangkan Bil Tot ( mg/c11 )/ Bil Tot ((jtmol/L ) Alb, g/dl /Alb, tmol/L 8,0 0,94

Katageri Risiko Bayi 38 0/7 mg Bayi 350/7 mg - -36 6/7 mg dan sehat atau 380/7 mg Bayi 350/7-37 6/7 mg jika risiko tinggi atau jika risiko tinggi atau isoimmune hemolytic disease atau defisiensi G6PD Isoimmune hemolytic disease atau defisiensi G6PD Dikutip dari AAP 2004.

7,2 6,8

0,84 0,80

Dari gambar 9.4 dan 9.5 yang dikonversikan ke dalam angka dapat dililiat pada Tabel 9.11. Penatalaksanaan fotorterpi dan tranfusi tukar berdasarkan berat badan pada Tabel 9.12
Tabel 9.11 Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi sehat cukup bulan berdasarkan American Academy of Pediatrics
Kadar Bilirubin Total Serum (mg/dL [mol/L])

Usia (jam)

Pertimbangkan Fototerapi 12 (170) 15 (260) 17 (290)

Fototerapi 15 (260) 18 (310) 20 (290)

25-48 79-79 > 72 Sumber : Madan A dkk

Transfusi tukar Jika fototerapi Intensif Gagal 20 (340) 25 (430) 25 (430)

Transfusi tukar & Fototerapi intensif 25 (430) 30 (510) 30 (510)

Tabel 9.12 Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berdasarkan berat badan dan bayi baru lahir yang relatif sehat Kadar Bilirubin Total Serum (mg/dl) sehat Berat Badan Fototerapi Transfusi tukar Kurang bulan < 1000 g 57 Bervariasi Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Fototerapi 46

sakit Transfusi tukar Bervariasi

Hiperbilirubinemia
1001 1500 g 1501 2000 g 2001 2500 g Cukup Bulan > 2500 g 7 10 10 12 12 15 15 - 18 Bervariasi Bervariasi Bervariasi 20 - 25 68 8 10 10 12 12 15 Bervariasi Bervariasi Bervariasi 18 - 20

37

Sumber : Madan A dkk.

Komplikasi transfusi tukar:


1. 2. 3. 4. 5. Hipokalsemia dan hipomagnesia. Hipoglikemia. Gangguan keseimbangan asam basa. Hiperkalemia. Gangguan kardiovaskular Perforasi pembuluh darah. Emboli. Infark. Aritmia. Volume overload. Arrest. 6. Pendarahan. Trombositopenia. Defisiensi faktor pembekuan. 7. Infeksi. 8. Hemolisis. 9. Graft-versus host disease. 10. Lain-lain: hipotermia, hipertemia, dan kemungkinan terjadinya enterokolitis nekrotikans

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia
ANALISA KASUS

38

Neonatus Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan maturitas fisik neuromuscular maka diagnosa Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan ditegakkan dengan menggunakan grafik Lubchenco. 1 Dikatakan pasien ini neonatus cukup bulan karena umur kehamilannya 40 minggu, BBL: 3100 gram, PBL: 48 cm. Dan berdasarkan kurva yang memperlihatkan hubungan antara berat badan dan masa gestasi, maka bayi ini disebut sesuai masa kehamilan karena berat badannya terletak diantara persentil 10 dan 90. Hiperbilirubin Pada pasien ini, hiperbilirubinemia ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapat pada usia 4 hari setelah dilahirkan, kulit bayi tampak kuning mulai dari mata, leher, dada, dan perut ( Kremer III). Menurut kepustakaan bahwa ikterus yang timbul pada 24 jam pertama merupakan ikterus patologis karena memiliki kadar bilirubin diatas 12,5 mg/dl untuk neonatus cukup bulan dan kadar bilirubin diatas 10 mg/dl untuk neontus kurang bulan sehingga disebut hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya menurut besarnya kemungkinan disebabkan oleh : a) Biasanya karena obstruksi b) Hipotiroidisme c) Breast Milk Jaundice d) Infeksi e) Neonatal hepatitis dan lain-lain Pada pasien ini kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia disebabkan oleh Breast Milk Jaundice, karena pasien sejak hari pertama lahir minum ASI dan tidak minum susu formula. Menurut kepustakaan pada sebagian bayi yang
Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

39

mendapat ASI ekslusif, dapat terjadi ikterik yang berkepanjangan, biasanya mulai hari ke7 dan bertahan hingga 2-3 minggu kehidupan. Peningkatan serum bilirubin indirek maksimal 10-30 mg/dl. Hal ini dapat terjadi dicurigai karena terdapat glukoronidase pada ASI. Namun, bila pemberian ASI tetap dilanjutkan, maka ikterus akan menghilang dalam 3-10 minggu. Pemberian ASI dengan frekuensi sering 10x dalam 24 jam dan pemberian ASI pada malam hari dapat mengurangi resiko Breast Milk Jaundice. Pada pasien ini BAB & BAKnya baik , frekuensi BABnya 6kali sehari berwarna kuning,dan frekuensi BAKnya 8kali berwarna kuning .Mual & muntah jg tidak ada. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat obstruksi pada saluran pencernaanya. Infeksi. Dugaan adanya infeksi perinatal dapat dipikirkan , menurut kepustakaan adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan hati dengan invasi langsung ke hepatosid atau tidak langsung melalui produksi toksin sehingga ikterus yang terjadi dapat disebabkan karena infeksi. Namun pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan CRP sehingga hal ini mungkin saja dapat terjadi. Hepatitis neonatal. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan seperti pemeriksaan hepar dan lien tidak teraba. Sehingga dapat disingkirkan, untuk memastikannya dapat kita lakukan pemeriksaan penunjang. Tatalaksana pada kasus ini sesuai dengan kepustakaan yaitu dengan pemberian terapi sinar, sesuai dengan indikasi pada bayi yaitu gejala klinis kuning kramer III dengan kadar bilirubin indirek > 10 mg/dl.

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

Hiperbilirubinemia

40

DAFTAR PUSTAKA 1. Khosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi I . Jakarta : Perpustakaan Nasional 2. Hasan, Rusepno. 1985. Ilmu Kesehatan Anak 3 edisi ke 4. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI. 3. Behrman,dkk. Ilmu Kesehatan Anak Vol 2 Nelson edisi 15, Jakarta, Penerbit buku kedokteran EGC,1999.hlm 1387-1392. 4. Mengenal ikterus neonatorum. Diambil dari www. small crab online.org. Diakses pada tanggal 21 Juni 2009. 5. Hyberbilirubinemia. Diambil dari www.IMC malaysia./index/php.htm. Diakses pada tanggal 21 Juni 2009. 6. Ikterus neonatorum. Diambil dari T-4 bidan sharing informasi. Diakses pada tanggal 21 Juni 2009.

Eka Azwinda (202.311.073) FK UPN Veteran Jakarta

You might also like