You are on page 1of 5

Pengaturan hukum Indonesia dalam praktiknya memiliki 2 (dua) golongan yaitu Hukum Privat dan Hukum Publik.

Berdasarkan hal tersebut, dalam penyelesaian dalam suatu perkara diperlukan wadah yang mampu menampung dan menyelesaikan, yang bertujuan tercapainya keadilan dan kepastian hukum. Dalam penyelesaian hukum untuk memenuhi tujuan keadilan hukum kiranya perlu dimengerti tujuanan, dalam hal ini mengenai kasus yang penulis teliti. Tindak pidana terkadang sulit dimengerti apalagi mengenai tindak perbuatan melawan hukum yang ternyata hal tersebut ada pengaturannya tersendiri yang merupakan wilayah hukum perdata, penulis akui bahwa perbuatan melawan hukum bukan hanya diatur dalam hukum perdata, pidanapun mengatur hal tersebut. Namun berbeda halnya dengan perbuatan yang berawal dari kelalaian hal tersebut tidak dapat dimasukan dalam hukum pidana. Bilamana perbuatan lalai (wanprestasi) yang berujung dengan pembuatan melawan hukum namun tetap diajukan dalam hukum pidana maka hal tersebut berakibat buruk dan ada kemungkinan batal demi hukum, akibatnya kepincangan hukum yang berakibat masyarakat kurang percaya terhadap hukum. Metode yang digunakan dalam penulisan studi kasus ini adalah deskriftif analisis, yaitu tidak hanya menggambarkan permasalahannya saja, melainkan menganalisis melalui peraturan yang berlaku dalam Hukum Acara Pidana. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan untuk mengumpulkan data primer dan skunder. Hasil penelitian yang dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya Putusan yang telah diputus dalam Putusan Nomor 1044/Pid/B/2008/PN.Bdg sepenuhnya bukan merupakan tindak pidana penipuan melainkan perbuatan melawan hukum ranah perdata hal ini yang mengarah pada wanprestasi akibat kelalaian dari Terdakwa tidak melakukan prestasinya membayar angsuran sehingga benda yang dimilikinya yaitu mobil disita dan berdasarkan fakta hukum yang didapat di pengadilan telah dijual dan mobil tersebut telah berpindah tangan dan kemudian Terdakwa meminjamnya. Dalam kontek yang demikian tersirat bahwa Terdakwa telah melakukan penipuan namun yang sebenarnya Terdakwa tidak melakukan tindak pidana penipuan melainkan perbuatan melawan hukum dalam ranah perdata, hal ini didukung dengan adanya Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 325 K/Pid./1985. Dalam kenyataan hukum putusan yang diteliti bukan merupakan tindak pidana penipuan, melainkan perbuatan melawan hukum sehingga putusan yang telah diputus tersebut tidaklah tepat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Kasus Tindak kejahatan yang terjadi dalam masyarakat baik tindak pidana semua bermula dari ketidak telitian masyarakat itu sendiri, terkadang tindak pidana yang terjadi sebenarnya sangat sepele dilihat dari tindak pidana yang bermula dengan adanya rasa kepercayaan orang terhadap orang lain yang semakin lama kepercayaan yang diberikan kepada orang tersebut disalah gunakan misalnya dalam kehidupan sehari-hari yaitu adanya kerjasama atau adanya perikatan/perjanjian antara dua orang dalam hal ini adanya pinjam-meminjam uang, ternyata pihak terutang tidak mampu mengembalikan utangnya tepat waktu dan akhirnya terutang berusaha untuk mengembalikan uang tersebut dengan cara menjual mobil dan ternyata mobil tersebut tidak berada ditangan terutang, sehingga hal tersebut peminjam merasa dirugikan namun berdasarkan kasus tersebut terdapat perjanjian yang mengikat para pihak dan bila ternyata terjadi sengketa alangkah baiknya diambil jalan penyelesaian secara perdata

mengingat adanya perjanjian yang melahirkan kerugian pada salah satu pihak, dan mengingat adanya perjanjian yang ternyata diingkari salah satu pihak, hal tersebut telah memasuki ranah perdata yang lebih tepatnya perbuatan wanprestasi. Sekalipun dalam perbuatan tindak pidana telah terjadi perbuatan melawan hukum, namun dengan adanya perjanjian dengan kelalaian yang terjadi karena ketidak sengajaan yang menimbulkan tindak pidana, tindakan tersebut dilakukan tanpa disengaja maka dapat dikatakan bahwa tindak pidana tersebut merupakan perbuatan wanprestasi berbeda dengan perbuatan melawan hukum yang perbuatannya dilakukan dengan sengaja tidak terjadi kelalaian. Pengaturan hukum Indonesia dalam praktiknya memiliki 2 (dua) golongan yaitu Hukum Privat dan Hukum Publik.1) Hukum Publik mempunyai sifat khusus yang memiliki ciri sebagai berikut :2) 1. Mengatur hubungan antara kepentingan Negara atau masyarakat dengan orang perorangan; 2. Kedudukan pemimpin Negara adalah lebih tinggi dari orang perorangan; 3. Penuntutan seseorang tidak tergantung pada perorangan; 4. Hak subjektif penguasa ditimbulkan oleh peraturan-peraturan hukum pidana objektif atau hukum pidana positif. Berdasarkan hal tersebut penyelesaian dalam suatu perkara diperlukan wadah yang mampu menampung dan menyelesaikan, yang bertujuan untuk terpenuhinya keadilan hukum. Pengadilan merupakan wadah yang mampu memberikan keadilan sekaligus berwenang memberikan keadilan namun terkadang Pengadilan tidak dapat sepenuhnya memberikan keadilan diantaranya tindak pidana yang terdapat tindak perdata sehingga bilamana Pengadilan tidak dapat sepenuhnya menyelesaikan dengan seadil-adilnya, pengaturannya tidak sesuai karena berdasarkan peraturan antara perkara perdata dan pidana tidak dibenarkan untuk dicampurkan, tindak pidana peraturannya berbeda dengan tindak perdata, tetapi bilamana hal tersebut terjadi di kalangan masyarakat dan telah diajukan ke Pengadilan, Pengadilan tidak dapat menolak. Hal ini sesuai dengan asas Legalitas. Pada dasarnya diberlakukannya suatu hukum atau undang-undang adalah agar dipatuhi, tetapi sudah dikodratkan bahwa manusia itu mempunyai akal dan keinginan yang dapat berubah dan dapat mendorong manusia untuk melakukan perbuatan yang melanggar norma dan hukum yang telah berlaku. Pelanggaran terhadap norma hukum disebut sebagai perbuatan melawan hukum (onrecht), dalam istilah hukum perdata pelanggaran terhadap norma hukum disebut onrechtmatigedaad dan dalam hukum pidana dikenal dengan strafbaarfeit atau tindak pidana. Istilah perbuatan pidana, dapat diartikan sebagai tindak pidana adalah sebagai berikut :3) Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, barangsiapa yang melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula. Yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain. Kejadian tidak dapat dilarang, jika yang menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat diancam pidana, jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya. Dan justru untuk menyatakan hubungan yang erat itu; maka dipakailah perkataan perbuatan, yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjuk kepada dua keadaan konkrit : pertama adanya kejadian yang tertentu, kedua adanya orang yang berbuat yang menimbulkan kejadian itu.

Tindak pidana penipuan yang terdapat kesepakatan jual beli terhadap barang yang dijual belikan tersebut kenyataannya barang tersebut tidak ada maka tindak pidana tersebut dapat dikatakan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi karena didalamnya terdapat kelalaian. Wanprestasi adalah cidera janji, harus didasari dengan adanya suatu perjanjian atau perikatan yang sah dan mengikat, kemudian dilanggar oleh salah satu pihak tersebut. Pasal 1365 KUHPerdata dengan jelas dan tegas mengatakan bahwa setiap perbuatan melawan atau melanggar hukum mewajibkan seseorang yang karena salahnya menyebabkan kerugian bagi orang lain untuk mengganti kerugian tersebut. Unsurnya yaitu : kesalahan dan kerugian kesalahan dapat terjadi karena kesengajaan atau kelalaian dapat berupa kerugian materiil ataupun kerugian immateriil. Ada beberapa perbedaan yang sangat prinsipil antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum. Wanprestasi timbul dari persetujuan (agreement). Artinya untuk mendalilkan suatu subjek hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu perjanjian antara kedua belah pihak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata : Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat: kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; kecakapan untuk membuat suatu perikatan; suatu pokok persoalan tertentu; suatu sebab yang tidak terlarang."4) Wanprestasi terjadi karena debitur (yang dibebani kewajiban) tidak memenuhi isi perjanjian yang disepakati, seperti : a. tidak dipenuhinya prestasi sama sekali, b. tidak tepat waktu dipenuhinya prestasi, c. tidak layak memenuhi prestasi yang dijanjiakan. Perbuatan melawan hukum lahir karena undang-undang sendiri menentukan. Hal ini sebagaimana dimaksud Pasal 1352 KUHPerdata : "Perikatan yang lahir karena undangundang, timbul dari undang-undang sebagai undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang". Artinya, perbuatan melawan hukum semata-mata berasal dari undang-undang, bukan karena perjanjian yang berdasarkan persetujuan dan perbuatan melawan hukum merupakan akibat perbuatan manusia yang ditentukan sendiri oleh undang-undang. Ada dua kriteria perbuatan melawan hukum yang merupakan akibat perbuatan manusia, yakni perbuatan manusia yang sesuai dengan hukum (rechtmatig, lawfull) atau yang tidak sesuai dengan hukum (onrechtmatig, unlawfull). Dari dua kriteria tersebut, kita akan mendapatkan apakah bentuk perbuatan melawan hukum tersebut berupa pelanggaran pidana (factum delictum), kesalahan perdata (law of tort) atau sekaligus delik pidana dengan kesalahan perdata. Terdapat kedua kesalahan (delik pidana sekaligus kesalahan perdata) maka sekaligus pula dapat dituntut hukuman pidana dan pertanggung jawaban perdata (civil liability).5) Pada wanprestasi diperlukan lebih dahulu suatu proses, seperti pernyataan lalai (inmorastelling, negligent of expression, inter pellatio, ingeberkestelling). Hal ini sebagaimana dimaksud pasal 1243 KUHPerdata yang menyatakan perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, atau jika ternyata dalam perjanjian tersebut terdapat klausul yang mengatakan debitur langsung dianggap lalai. Hal tersebut diperkuat yurisprudensi Mahkamah Agung No. 186 K/Sip/1959 tanggal 1 Juli 1959 yang menyatakan: apabila perjanjian secara tegas menentukan kapan pemenuhan perjanjian, menurut hukum, debitur belum dapat dikatakan alpa memenuhi kewajiban sebelum hal itu dinyatakan kepadanya secara tertulis oleh pihak kreditur. Dalam perbuatan melawan hukum, hak menuntut dapat dilakukan tanpa diperlukan somasi. Sekali timbul perbuatan melawan hukum, saat itu juga pihak yang dirugikan langsung dapat menuntutnya (action, claim, rechtvordering).6) Penyusunan studi kasus ini membahas tentang putusan penipuan yang didalamnya terdapat

perjanjian jual beli yang kenyataannya barang tersebut dijual belikan sebenarnya tidak ada (fiktif) sehingga dengan demikian tindak pidana tersebut tidak dapat dikatakan tindak pidana hal tersebut sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 325 K/Pid./1985 yang berbunyi : Dakwaan yang hanya menyebutkan, bahwa terdakwa telah menjual sawah dengan harga Rp.1.500.000.- (satu juta lima ratus ribu rupiah) yang ternyata tanah tersebut tidak ada, bukan merupakan delik penipuan Pasal 378 KUHPidana ataupun tindak pidana lainnya, melainkan merupakan masalah keperdataan biasa, sehingga meskipun itu terbukti dilakukan terdakwa, ia harus di lepas dari segala tuntutan hukum dan hak terdakwa harus di pulihkan dalam kemampuan, kedudukan dan harta serta martabatnya. Putusan nomor 1044/PID/B/2008/PN.BDG dalam putusan tersebut berisi bahwa barang yang dijual belikan tersebut berupa mobil kenyataannya mobil tersebut tidak ada ditangan penjual dan ternyata mobil tersebut telah dilelang dan dimiliki oleh orang lain, hal ini sesuai dengan Yurisprudensi yang diterangkan tersebut diatas. Dalam pelaksanaannya perjanjian sewa beli tersebut telah dibuat sedemikian rupa, dengan perjanjian tertulis yang lengkap dan semestinya. Namun bagi pembeli sewa khususnya sering kali isi perjanjian sewa beli tersebut tidak dipelajari dan dibaca dengan seksama, sehingga apabila prestasinya tidak terpenuhi barulah timbul kesadaran atau protes bahwa haknya sebagai pembeli sewa telah dilanggar, sehingga besar kemungkinan akan menimbulkan sengketa yang berkelanjutan di pengadilan. Hubungan hukum antara pihak-pihak tersebut ada karena adanya tindakan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak.7) Perbuatan Wanprestasi pada dasarnya berhubungan dengan perjanjian, dalam pelaksanaan perjanjian biasanya pihak pembeli yang melakukan wanprestasi, yaitu tidak terlaksannya pengembalian uang maupun kendaraan dalam hal ini mobil tersebut kepada Saksi Korban, kemungkinan terjadinya hal tersebut karena unsur kelalaian atau kesengajaan. Dalam setiap tindak pidana maupun perbuatan perdata seluruhnya terdapat unsur kesengajaan sehingga pantas saja bila setiap orang berpendapat bahwa perbuatan yang dilakukan Terdakwa merupakan tindak pidana namun dalam praktiknya bukan hanya pidana saja yang memenuhi unsur kesengajaan tetapi dalam wanprestasi hukum perdata memenuhi unsur ketidak sengajaan, seperti pada penipuan ada unsur kesengajaan pada diri pelakunya, sedangkan pada wanprestasi bisa saja orang yang dituduhkan melakukan wanprestasi tidak memiliki niat untuk melakukan wanprestasi. Mungkin saja ia tidak bisa melaksanakan perjanjian karena di luar kemampuannya. Bilamana suatu perbuatan yang didakwakan terdapat didalamnya perjanjian maka dakwaan tersebut bukan merupakan tindak pidana melainkan perbuatan wanprestasi karena bila mana perbuatan yang bermula dari perjanjian dan ternyata terdapat cedra perjanjian maka perbuatan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai tindak penipuan sesuai dengan Putusan No. 1044/PID/B/2008/PN.BDG. Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu:8) 1) Tidak memenuhi prestasi sama sekali; Sehubungan dengan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali. 2) Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya; Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya. 3) Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali. Sedangkan bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu: a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya; c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat; d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Untuk mengatakan bahwa seseorang melakukan wanprestasi dalam suatu perjanjian, terkadang tidak mudah karena sering sekali tidak dijanjikan dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang diperjanjikan. Dalam bentuk prestasi debitur dalam perjanjian yang berupa tidak berbuat sesuatu, akan mudah ditentukan sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu sejak pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian. Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu yang memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka menurut Pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan lewatnya batas waktu tersebut. Dan apabila tidak ditentukan mengenai batas waktunya maka untuk menyatakan seseorang debitur melakukan wanprestasi, diperlukan surat peringatan tertulis dari kreditur yang diberikan kepada debitur. Berdasarkan paparan tersebut dapat diambil benang merah bahwa putusan yang telah diambil Hakim merupakan kekeliruan hukum sehingga seharusnya dalam penyelesaian permasalahan tersebut seharusnya bukan tindak pidana penipuan melainkan perbuatan wanprestasi karena dalam permasalahan tersebut telah jelas bahwa telah terjadi kelalaian yang dilakukan Terdakwa yang tidak disengaja. Berdasarkan uraian tersebut diatas penulis bermaksud untuk melakukan penelitian berupa studi kasus dengan judul PERBUATAN WANPRESTASI YANG MEMBATALKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN DALAM PUTUSAN NOMOR 1044/PID/B/2008/PN.BDG. A. Kasus Posisi Terdakwa (Kongsan Lokadjaya Akong) menjumpai Saksi Korban (Sutisna Tanimihardja) meminjam uang untuk sekian kali namun Saksi Korban tidak memberikan pinjaman karena utang-utang terdahulu belum dibayar, sehingga Terdakwa menawarkan kendaraan mobil merk Marcedes Benz tipe C-240 sport No. Pol.D-238-L warna merah tahun 2005 yang menurut Terdakwa kendaraan tersebut miliknya dari hadiah orang tua yang dibeli secara tunai, dimana BPKB masih dalam pengurusan, sehingga Saksi Korban percaya dan menyerahkan uang sebesar Rp. 450.000.000,- dalam pembayaran tersebut Saksi Korban membayarnya dengan mencicil beberapa kali yaitu sebesar RP. 100.000.000,- sebanyak 2 kali, Rp. 70.000.000,- dan Rp. 180.000.000,- sehingga totalnya Rp. 450.000.000,- sesuai kuintansi tanggal 27 Oktober 2005 dan mobil diserahkan kepada Saksi Korban namun setelah dua minggu mobil tersebut dipinjam Terdakwa dan setelah itu mobil tidak kembali lagi, saksi korban telah menanyakan beberapa kali, dan kemudian diketahui bahwa mobil tersebut bukan pemberian dari orang tua Terdakwa secara tunai melainkan hasil dari kredit dan karena Terdakwa tidak membayar cicilan selama 3 bulan lalu disita oleh Leasing PT. Astra Sedaya Finance (Acc) dan kemudian telah dijual lelang kepada pihak lain.

You might also like