You are on page 1of 7

TUGAS MAKALAH BAHASA INDONESIA

Lambertus Nicodemus Palar - Duta Besar RI untuk PBB

Oleh: Debora Apriza Rahardianti 11111787 3 KA 43

JURUSAN SISTEM INFORMASI (S1) FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS GUNADARMA 2013

TUGAS MAKALAH BAHASA INDONESIA


Lambertus Nicodemus Palar - Duta Besar RI untuk PBB

Oleh: Debora Apriza Rahardianti 11111787 3 KA 43

JURUSAN SISTEM INFORMASI (S1) FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS GUNADARMA 2013

L. N. Palar

Lambertus

Nicodemus

Palar,

lahir

di

Rurukan,

Tomohon,

Juni

1900 dan meninggal di Jakarta, 12 Februari 1981 pada umur 80 tahun. Beliau dikenal dengan nama Babe Palar menjabat sebagai wakil Republik Indonesia dalam beberapa posisi diplomat termasuk sebagai Perwakilan Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dia juga menjabat sebagai Duta Besar Indonesia di Negara India, Jerman Timur, Uni Soviet, Kanada, dan Amerika Serikat. Ayahnya bernama Gerrit Palar dan ibunya bernama Jacoba Lumanauw. Beliau telah dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 8 November 2013. Palar sekolah di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Tondano. Dia kemudian masuk Algeme(e)ne Middelbare School (AMS) di Yogyakarta, dan tinggal bersama dengan Sam Ratulangi. Pada tahun 1922, Palar memulai pendidikannya di Technische Hoogeschool di Bandung, yang sekarang telah dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB). Di ITB, Palar bertemu dengan tokoh-tokoh kemerdekaan, seperti Sukarno. Karena dilanda sakit yang parah, Palar terpaksa berhenti kuliah dan kembali ke Minahasa. Setelah beberapa waktu, Palar memulai kembali kuliahnya di Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta, yang merupakan cikal-bakal dari Fakultas Hukum di

UI), dan bergabung dalam Jong Minahasa. Tahun 1928, Palar pindah ke Belanda untuk kuliah di Universitas Amsterdam. Di tahun 1930, Palar menjadi anggota Sociaal-Democratische Arbeiders Partij ( SDAP ) setelah SDAP melaksanakan Kongres Kolonial dan mengadakan pengambilan suara yang menyatakan beberapa posisi partai termasuk Hak Kemerdekaan Nasional untuk Hindia Belanda tanpa syarat. Palar telah menjabat sebagai Sekretaris Komisi Kolonial SDAP dan Nederlands Verbond van Vakverenigingen (NVV) mulai Oktober 1933. Beliau juga adalah direktur Persbureau Indonesia (Persindo) yang ditugaskan untuk mengirim artikel-artikel tentang Sosial Demokrasi dari Belanda ke pers di Hindia Belanda. Pada tahun 1938, Palar kembali ke tanah air bersama isterinya, Johanna Petronella Volmers, yang dinikahi pada tahun 1935. Dia mengunjungi berbagai daerah untuk menghimpun informasi dan menemukan bahwa gerakan kemerdekaan Indonesia sedang giat dan beliau mulai menulis tentang pengalamannya pada saat dia kembali ke Belanda. Pada saat pendudukan Jerman di Belanda, Palar tidak bisa bekerja untuk SDAP sehingga dia bekerja di laboratorium Van der Waals. Beliau juga bekerja sebagai guru bahasa Melayu dan sebagai gitaris orkestra keroncong. Sementara perang, Palar dan isterinya tergabung dalam gerakan bawah tanah anti-Nazi. Setelah perang, Palar terpilih untuk masuk Tweede Kamer mewakili Partij van de Arbeid (PvdA), sebuah partai baru yang bermula dari SDAP. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Palar mendukung pernyataan ini dan mempromosikan hubungan dengan pemimpin-pemimpin Indonesia. Hal ini tidak disambut baik oleh PvdA sehingga menyebabkan partai ini menjauhkan diri dari posisi yang sebelumnya mendukung hak kemerdekaan Indonesia. Setelah ditugaskan untuk mengadakan misi ke Indonesia, Palar sempat bertemu kembali dengan para pemimpin kemerdekaan Indonesia. Di Belanda, Palar berusaha untuk mendesak penyelesaian konflik antara Belanda dan Indonesia tanpa kekerasan, tetapi pada tanggal 20 Juli 1947 dewan perwakilan memilih untuk memulai agresi militer di

Indonesia. Palar kemudian mengundurkan diri dari dewan perwakilan dan partai PvdA keesokan harinya. Palar bergabung dengan usaha pengakuan internasional kemerdekaan Indonesia dengan menjadi Wakil Indonesia di PBB pada tahun 1947. Posisi ini dijabatnya sampai tahun 1953. Pada masa jabatannya peristiwa-peristiwa penting terjadi seperti konflik antara Belanda dan Indonesia, pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda, dan masuknya Indonesia menjadi anggota PBB. Pada saat konflik antara Belanda dan Indonesia, Palar memperdebatkan posisi kedaulatan Indonesia di PBB dan di Dewan Keamanan walaupun pada saat itu dia hanya mendapat gelar "peninjau" di PBB karena Indonesia belum menjadi anggota. Setelah Agresi Militer II yang dikecam oleh Dewan Keamanan PBB, Perjanjian Roem Royen disetujui yang kemudian diikuti dengan Konferensi Meja Bundar dan pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949. Indonesia menjadi anggota ke-60 di PBB pada tanggal 28 September 1950. Pada saat berpidato di muka Sidang Umum PBB sebagai Perwakilan Indonesia di PBB paling pertama, Palar berterima kasih kepada para pendukung Indonesia dan berjanji Indonesia akan melaksanakan kewajibannya sebagai anggota PBB. Palar tetap di PBB sampai saat dia ditunjuk sebagai Duta Besar Indonesia di India. Pada tahun 1955, Palar diminta kembali ke Indonesia dan ikutserta dalam persiapan Konferensi Tingkat Tinggi Asia - Afrika, yang mengumpulkan negara-negara di Asia dan Afrika di mana kebanyakan dari negara tersebut baru merdeka. Setelah pelaksanaan konferensi, Palar memulai kembali tugas diplomatisnya melalui jabatan Duta Besar Indonesia untuk Jerman Timur dan Uni Soviet. Dari tahun 1957 sampai 1962, beliau menjadi Duta Besar Indonesia untuk Kanada dan setelah itu kembali menjadi Duta Besar di PBB sampai tahun 1965. Karena konflik antara Indonesia dan Malaysia dan setelah Malaysia terpilih untuk masuk Dewan Keamanan PBB, Sukarno mencabut keanggotaan Indonesia di PBB. Palar kemudian menjadi Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat. Pada saat

kepemimpinan Suharto pada tahun 1966, Indonesia kembali meminta masuk keanggotaan PBB melalui pesan yang disampaikan kepada Sekretaris Jendral PBB oleh Palar. Palar pensiun dari tugas diplomatisnya pada tahun 1968 setelah melayani bangsanya dalam permulaan usaha dan konflik Indonesia dan setelah beliau berjuang untuk kemerdekaan Indonesia dalam arena diplomatis. Palar kembali ke Jakarta, tetapi tetap giat melalui tugas mengajar, pekerjaan sosial, dan tugasnya sebagai penasehat Perwakilan Indonesia di PBB. Lambertus Nicodemus Palar meninggal di Jakarta pada tanggal 12 Februari 1980. Beliau telah meninggalkan isterinya, Johanna Petronella "Yoke" Volmers, dan anak-anaknya Mary Elizabeth Singh, Maesi Martowardojo, dan Bintoar Palar.

Kesimpulan :
Dahulu L. N Palar adalah nama yang sangat populer di Amerika Serikat pada Masa Kemerdekaan, ketika beliau memenangkan perdebatan dengan Politisi dan Diplomat Belanda di Gedung Perserikatan Bangsa Bangsa. Orang Barat memandang Indonesia karena mulutnya yang pintar bicara. L. N Palar seorang Diplomat ulung yang sangat pintar dan seorang Duta Besar Pertama di PBB, yang pada masa itu Palar seorang yang sangat getol melakukan pertentangan terhadap Belanda, terutama pada saat Palar mengikuti Sidang Dewan Keamanan PBB sebagai Pemimpin Delegasi RI di PBB, beliau berjuang terus agar Indonesia mendapat pengakuan dunia dan terlebih dari Negara-negara Eropa seperti Belanda dan Inggris bahwa Indonesia telah Merdeka, sekalipun Soekarno telah memproklamasikan kemerdekaan akan tetapi dunia tidak mengakuinya, seperti Tahun 1946 Belanda di bawah NICA dan bersama Inggris mulai menguasai di daerah Jawa dan terlebih Indonesia Timur Belanda telah dikuasai.

Ketika itu L. N Palar berhadapan dengan Delegasi Belanda EELCO VAN KLEFFENS yang mampu memojokan Belanda serta mengundang simpatik Menlu AS kala itu yakni: George C. Marshall dan Delegasi Inggris. Perjuangan tanpa pamrih yang tidak kenal lelah pada akhirnya membuahkan hasil karena pada tanggal 28 September Indonesia resmi Merdeka dan diterima menjadi Anggota PBB yang ke-60 dan Lambertus Nicodemus Palar yang telah mengerek dan mengibarkan Bendera Merah Putih untuk pertama kalinya di Markas Besar PBB di samping 59 bendera negara lainnya di New York Amerika Serikat.

You might also like