Professional Documents
Culture Documents
InHealth
Gazette
Hipertensi sering disebut sebagai silent killer karena gejalanya seringkali tidak terdeteksi pada saat pemeriksaan fisik. Hipertensi merupakan salah satu gangguan kardiovaskular yang ditandai dengan meningkatnya tekanan pada dinding pembuluh darah arteri yang dapat diketahui dengan melakukan pengukuran tekanan darah, yaitu: 1. Tekanan Darah Sistolik (TDS) yang menyatakan tekanan pembuluh darah pada saat jantung berkontraksi. 2. Tekanan darah Diastolik (TDD) yang menyatakan tekanan pembuluh darah pada saat bilik jantung diisi.
HIPERTENSI
Penatalaksanaan Terapi Hipertensi dibagi dua bagian yakni 1. Terapi non farmakologis Terapi non farmakologis untuk hipertensi antara lain olahraga, perubahan gaya hidup, menurunkan berat badan bagi pasien obesitas, meningkatkan konsumsi buah dan sayuran dan diet natrium. Terapi non farmakologis ini dapat mengurangi angka kejadian pasien prehipertensi meningkat menjadi hipertensi. 2. Terapi farmakologis Terapi dengan menggunakan obat-obatan yang dapat membantu menurunkan serta menstabilkan tekanan darah, serta menurunkan risiko terjadinya komplikasi akibat hipertensi. The Joint National Committee on prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure (JNC) 7 membagi tatalaksana terapi hipertensi secara farmakologis menjadi menjadi dua : 1. First Line : diuretik, penyekat reseptor beta adrenergik (-blocker), Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor, penghambat reseptor angiotensin (ARB), dan antagonis kalsium/Calcium Channel Blocker (CCB). 2. Second Line : penghambat saraf adrenergik, penghambat adrenoreseptor alpha (-blocker), dan vasodilator.
a Classification determined based on the average of two or more properly measured seated BP measurements from two or
more clinical encounters. If systolic and diastolic blood pressure values yield different classifications, the highest category is used for the purpose of determining a classification. b For patients with diabetes mellitus or chronic kidney disease, values 130/80 mm Hg are considered above goal.
Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian kesehatan Departemen Kesehatan RI dalam suatu penelitian menyatakan prevalensi penyakit hipertensi di Indonesia adalah 32,2%. Faktor risiko yang dapat menyebabkan hipertensi antara lain kegemukan (BMI > 30 kg/ m2), dislipidemia, diabetes mellitus, merokok, kurang aktivitas, mikroalbuminuria (GFR (Glomerolus Filtration Rate) < 60 mL/menit, usia > 55 tahun bagi pria dan > 65 tahun bagi wanita. Hipertensi berdasarkan etiologinya dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (hipertensi primer/esensial) dan hipertensi yang penyebabnya diketahui dengan jelas (hipertensi sekunder), misalnya obat-obatan yang dapat meningkatkan tekanan darah, gangguan ginjal kronik, primary aldosteronism, penyakit renovaskular, penyakit endokrin, cushings sindrom atau
terapi steroid, coarctation of aorta, feokromositoma, dan gangguan tiroid/paratiroid. Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah penurunan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan kerusakan organ target, seperti gangguan kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung dan penyakit ginjal.
Most patients < 140/90 mm Hg Patients with diabetes < 130/80 mm Hg Patients with chronic kidney disease < 130/80 mm Hg (estimated GFR < 60mL/min, serum creatinine > 1.3 mg/ dL in women or > 1.5 mg/ dL in men, or albuminuria > 300 mg/ day or 200 mg/g creatinine)
APRIL 2013
InHealth
Gazette
efek kehilangan kalium pada penggunaan diuretik lain. Efek samping yang dihasilkan dari pemberian diuretik golongan ini hampir sama dengan pemberian diuretik golongan tiazid, walaupun efek pada lipid serum dan glukosa tidak terlalu signifikan, namun efek hipokalemia masih dapat terjadi. Efek hiperkalemia dapat terjadi, terutama pada pasien gangguan ginjal kronik atau diabetes dan pasien yang menerima terapi ACEI, ARB, NSAID, atau suplemen kalium. Diuretik antagonis aldosteron memiliki mula kerja yang lambat, yaitu sekitar 6 minggu untuk spironolakton. Pemberian spironolakton dapat menyebabkan terjadinya ginekomastia meningkat sampai dengan sekitar 10%. Spironolakton tidak boleh diberikan pada pasien gangguan ginjal kronik dengan Cl kreatinin < 30 ml/menit) karena dapat menyebabkan terjadinya hiperkalemia, terutama pada penggunaan bersama dengan ARB dan suplemen kalium.
No Compelling Indications
Compelling Indication
Stage 1 Hypertension (SBP 140-159 or DBP 90-99 mm Hg) Thiazide-type diuretics for most. May consider ACE inhibitor, ARB, -blocker, CCB, or combination.
Stage 2 Hypertension (SBP >160 or DBP >100 mm Hg) Two-drug combination for most. Usually a thiazide-type diuretic with an ACE inhibitor, or ARB, or -blocker, or CCB. Specific drug(s) for the compelling indications. Other anithypertensive drugs (diuretic, ACE inhibitor, ARB, -blocker, CCB) used as needed.
FIGURe 13-2. Algorithm for treatment of hypertension when patients are not at their goal blood pressure. (Adapted from the JNC7. 1)
Compelling indications
Heart failure
Postmyocardial infraction
Diabetes mellitus
-blocker
-blocker
aldosterone antagonist
Diuretic
Diuretik Antagonis aldosteron : Spironolakton 1-2 x sehari pada pagi atau sore hari dengan dosis lazim 2550mg/hari.
Pada pasien dengan fungsi ginjal yang cukup baik (GFR > 30 mL/menit) pemberian golongan tiazid cukup efektif dalam menurunkan tekanan darah. Sedangkan pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal dibutuhkan diuretik yang lebih kuat untuk mengatasi terjadinya peningkatan retensi natrium dan air. Pada kasus seperti ini dapat dipertimbangkan pemberian diuretik loop.
FIGURe 13-3. Compelling indications for individual drug classes. Compelling indications for specific drugs are evidenced-based recommendations from outcome studies or existing clinical guidlines. The order of drug therapies serves only as a general guidance that should be balanced with clinical judgment and patient response. Blood pressure control should be managed concurrently with the compelling indication. (Adapted from the JNC7. 1)
Diuretik
Diuretik terdiri dari 4 subkelas yang digunakan sebagai terapi hipertensi yaitu tiazid, loop, penahan kalium dan antagonis aldosteron. Diuretik terutama golongan tiazid merupakan lini pertama terapi hipertensi. Bila dilakukan terapi kombinasi, diuretik menjadi salah satu terapi yang direkomendasikan. Mekanisme kerja dari diuretik pada terapi hipertensi belum diketahui secara pasti, namun diduga efek penurunan tekanan darah terjadi karena adanya diuresis yang menyebabkan volume plasma darah berkurang sehingga cardiac output juga akan menurun. Efek samping diuretik tiazid, antara lain hipokalemia, hipomagnesemia, hiperkalsemia, hiperurisemia, hiperglikemia,hiperlipidemia, dan disfungsi seksual.
Diuretik Loop: Furosemid 2 x sehari pada pagi dan sore hari dengan dosis lazim 20-80 mg/hari.
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
ACEI merupakan terapi lini kedua untuk hipertensi setelah diuretik. ACEI bekerja dengan menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, dimana angiotensin merupakan vasokonstriktor poten yang juga merangsang sekresi aldosteron. Selain itu, ACEI juga memblok degradasi dradikinin
Diuretik Tiazid : Hydrochlorotiazid (HCT) diberikan 1xsehari pada pagi hari dengan dosis 12,5 25 mg/ hari.
Pottasium-Sparing Diuretics merupakan antihipertensi yang lemah bila digunakan tunggal, tetapi memberikan efek aditif pada penggunaan kombinasi dengan diuretik golongan tiazid atau loop. Diuretik tipe ini merupakan diuretik lemah, sehingga umumnya diberikan secara kombinasi dengan diuretik lainnya. Selain itu kombinasi tersebut dapat mengurangi
APRIL 2013
InHealth
Gazette
ACEI dengan pemberian 1x sehari yaitu perindopril dengan dosis 4-16 mg/hari.
gagal jantung dan mencegah perparahan penyakit ginjal kronik, sehingga menjadi terapi lini pertama pada kondisi ini. Penyesuaian dosis diperlukan pada pemberian untuk pasien dengan gangguan ginjal parah karena ACEI diekskresi melalui urin. Penyerapan kaptopril dapat berkurang sekitar 30-40% bila diberikan bersama dengan makanan. ACEI mengurangi aldosteron dan meningkatkan konsentrasi kalium serum. Umumnya peningkatan kalium yang terjati tidak signifikan, namun pada pasien dengan gangguan ginjal kronik, diabetes mellitus, dan yang mendapat terapi ARB, NSAID, suplemen kalium serta PottasiumSparing Diuretics dapat terajdi efek hiperkalemia yang cukup signifikan. Untuk itu diperlukan monitoring serum kalium dan kreatinin dalam waktu 4 minggu awal pemberian atau setelah menaikkan dosis. secara langsung reseptor angiotensin II tipe 1 (AT1) yang memediasi efek angiotensin II yang dapat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatik, pelepasan hormone antidiuretik, dan kontriksi arteriol aferen glomerolus. Namun ARB tidak memblok stimulasi AT2 seperti vasodilatasi, perbaikan jaringan, dan penghambatan pertumbuhan sel. ARB memiliki kurva dosis respon yang datar, artinya peningkatan dosis diatas dosis terendah atau menengah tidak akan menyebabkan penurunan tekanan darah secara drastis. ARB tidak menimbulkan efek samping batuk kering karena kerjanya tidak mempengaruhi bradikinin, demikian pula dengan angioedema. resiko kardiovaskular yang cukup tinggi. Propranolol dan metoprolol mengalami metabolism lintas pertama sehingga dosis yang diberikan akan bervariasi.
CCB mempunyai indikasi khusus untuk pasienyang beresiko tinggi terhadap penyakit kardiovaskular dan diabetes. CCB dihidropiridin (amlodipin dan nifedipin) sangat efektif pada pasien lansia dengan
Candesartan dapat diberikan 1-2x sehari karena waktu paruhnya yang singkat dengan dosis 8-32 mg/hari.
Beta Blocker (BB)
Pada dasarnya semua obat dalam kelas beta bloker memiliki efek menurunkan tekanan darah, namun adanya perbedaan farmakodinamik membedakan satu dengan lainnya. Efek yang membedakan adalah efek kardioselektif, ISA (intrinsic sympathomimetic activity), dan menstabilkan membran. Beta blocker kardioselektif lebih aman daripada beta blocker non selektif
ARB umumnya diberikan 1x sehari dengan dosis per hari valsartan 80-320 mg, irbesartan 150-300 mg, telmisartan 20-80 mg dan olmesartan 20-40 mg.
maka ACEI hanya menghambat sebagian efek yang dihasilkan oleh angiotensin II. ARB menghambat
InHealth
Gazette
pada pembuluh darah perifer dan menghambat pengambilan katekolamin pada sel otot halus dan menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. -1 bloker merupakan antihipertensi alternatif yang biasa digunakan pada pemberian terapi kombinasi dengan satu atau lebih obat antihipertensi utama. -1 bloker memberikan keuntungan pada lakilaki dengan BPH (benign prostatic hyperplasia) karena obat ini memblok reseptor postsinaptik alfa adrenergik pada prostat sehingga menyebabkan relaksasi dan aliran urin berkurang. Efek samping dari penggunaan -1 bloker adalah pusing sementara atau pingsan, palpitasi, dan bahkan sinkop 1 -3 jam setelah dosis pertama. Efek samping dapat juga terjadi pada kenaikan dosis. Episode ini diikuti dengan hipotensi ortostatik dan dapat di atasi dengan meminum dosis pertama dan kenaikan dosis berikutnya menjelang tidur. Hipotensi ortostatik dan pusing dapat berlanjut terus dengan pemberian terus menerus. Penggunaannya harus hati-hati pada pasien lansia. -1 bloker melewati hambatan darah otak dan dapat menyebabkan efek samping CNS seperti kehilangan tenaga, letih, dan depresi.
pusat vasomotor di otak dan meningkatkan tonus vagal. Penurunan aktivitas simpatik bersamaan dengan meningkatnya aktivitas parasimpatis, dapat menurunkan denyut jantung, cardiac output, ketahanan perifer total, aktivitas plasma rennin, dan refleks baroreseptor. Klonidin sering digunakan pada hipertensi yang resisten dan metildopa biasanya digunakan pada hipertensi yang terjadi
Efek Samping Klonidin : sedasi, mulut kering, konstipasi, retensi urin, dan penglihatan menjadi kabur.
pada kehamilan. Penggunaan -2 agonis sentral, khususnya metildopa, dalam jangka panjang dapat menyebabkan retensi natrium dan air. Sedangkan penggunaan klonidin sebagai antihipertensi umumnya tanpa penambahan diuretik. Penghentian obat ini secara tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hypertension yang diduga karena meningkatnya pelepasan norepinefrin sewaktu dihentikan secara mendadak. Sedangkan metildopa harus diberikan bersama diuretik untuk mencegah menurunnya efek antihipertensi pada penggunaan jangka panjang, kecuali pada kasus kehamilan. Efek samping dari penggunaan metildopa adalah hepatitis atau anemia hemolitik, walaupun jarang terjadi.
Obat Antihipertensi golongan -2 Agonis adalah metildopa dan klonidin. Mekanisme kerja kedua obat ini adalah menurunkan tekanan darah dengan cara merangsang reseptor adrenergic di otak. Perangsangan ini menurunkan aliran simpatis dari
Beraprost Sodium
-2 Agonis diberikan 2x sehari dengan dosis klonidin 0,1-0,8 mg/hari dan metildopa 250-1000 mg/hari.
Beraprost Sodium diindikasikan untuk hipertensi pulmonal yang bekerja dengan menghambat peningkatan tekanan sistolik pada ventrikel kanan dan hipertrofi arteri pulmonal pada saat penelitian menggunakan tikus yang hipertensi.
Conclusion
1. Risiko morbiditas dan mortalitas karena gangguan kardiovaskular sangat erat kaitannya dengan tekanan darah. Modifikasi gaya hidup sangat diperlukan pada penderita hipertensi. 2. Tujuan terapi hipertensi adalah untuk menurunkan tekanan darah pasien yang berkaitan dengan angka morbiditas dan mortalitas. Penurunan tekanan darah yang diharapkan adalah dibawah 140/90 mmHg, kecuali pada pasien gangguan ginjal kronik dan diabetes, diharapkan penurunan tekanan darah dibawah 130/80 mmHg. 3. Pasien dengan TDS 120-139 mmHg atau TDD 80-89 mmHg termasuk dalam kategori prehipertensi dan tidak membutuhkan pengobatan selain modifikasi gaya hidup, kecuali pada pasien hipertensi dengan penyulit. 4. Terapi yang paling efektif adalah pemberian terapi disertai dengan pemantauan terhadap tekanan darah pasien. Selain itu juga perlu untuk membangun empati pasien dengan memberikan motivasi kepada pasien sehingga pasien percaya dan yakin kepada dokter 5. Terapi utama pada pasien hipertensi stage 1 tanpa penyulit adalah diuretik tiazid. Selain itu dapat diberikan obat golongan ACE inhibitor, ARB, Beta bloker, CCB atau terapi kombinasi. Untuk hipertensi stage 2 dapat diberikan terapi kombinasi diuretik tiazid dengan ACE inhibitor, ARB, beta bloker, dan CCB. 6. Terapi pada pasien hipertensi dengan penyulit dapat menggunakan terapi :
TABLE 12. Clinical Trial and Guideline Basis for Compelling Indications for Individual Drug Classes
Recommended Drugs
Compelling Indication Diuretic
BB
ACEI
ARB
CCB
Aldo ANT
Heart failure Post-myocardial infarction HIGH coronary disease risk Diabetes Chronic kidney disease Recurrent stroke prevention
BB indicates -blocker; ACEI, angiotensin-converting enzyme inhibitor;ARB, angiotensin receptor blocker; CCB, calcium channel blocker; Aldo ANT, aldosterone antagonist. *Compelling indications for antihypertensivedrugs are based on benefits from outcome studies or existing clinical guidelines; the compelling indication is managed in parallel with the BP. Conditions for which clinical trials demonstrate benefit of specific classes of antihypertensive drugs used as part of an antihypertensive regimen to achieve BP goal to test outcomes.
APRIL 2013
11.
DOI List
22. 33.
BeTa BLOKeR
1. Propranolol 2. Atenolol 3. Bisoprolol : Propranolol, Farmadral : Farnormin, Tensinorm : Bisoprolol, Bispro, Bisovell, Beta-One, Biscor, Concor, Maintate
ANTaGONiS KaLSiUM
1. Nifedipin 2. Amlodipin Besylat 3. Amlodipin Maleat 4. Verapamil 5. Diltiazem 6. Nikardipin Hidroklorida 7. Nimodipine : Nifedipin, Farmalat, Ramanif, Adalat Oros : Amlodipin, Amlodipin Besylate, Actapin, Lupin, Norvask, Intervask : Amdixal : Verapamil, Vemil. : Herbesser /Herbesser CD, Cordila SR, Farmabes : Perdipine, Tensilo : Nimotop/Nimotop IV, Ceremax IV
44.
ANTaGONiS ANGiOTeNSiN II
1. Valsartan 2. Irbesartan 3. Telmisartan 4. Candesartan Cilexetil 5. Olmesartan : Valsartan NI : Irbesartan, Irtan, Irbedox, Irvebal, : Micardis : Candesartan TI, Canderin, : Olmetec : Lorinid Mite : Furosemid, Furosix, Glosix, farsix, Edemin, Impugan : Hidroklorotiazid : Mannitol, Infusan M20, Otsu Manitol 20 : Spironolacton, Spirola, Carpiaton : Spironolakton 25 mg + Thiabutazide 2,5 mg
55.
DiUReTiK
1. Amilorid HCl 2. Furosemid 3. Hidroklorotiazid (HCT) 4. Manitol 5. Spironolakton 6. Kombinasi
66.