You are on page 1of 9

ANALGESIA UNTUK KASUS KEGAWATDARURATAN MATA DAN TELINGA Matthew G.

Dunn CAKUPAN MASALAH Masalah mata dan telinga merupakan gejala yang cukup sering ditemukan di unit gawat darurat (UGD), dan diagnosis yang lazim adalah abrasi kornea dan otitis media akut (OMA). OMA merupakan diagnosis yang paling sering ditegakkan oleh dokter Amerika Serikat pada anak yang berusia di bawah 15 tahun, dengan perkiraan insidensi pada anak mencapai 17% hingga 32% per tahun. Dari salah satu penelitian diketahui bahwa 80% anak terdiagnosis dengan OMA, dan ketika berusia 3 tahun, ada sekitar 40% anak yang mengalamiepisode OMA lebih dari 3 kali. Meskipun OMA lebih sering ditemukan pada anak, penyakit ini juga dapat ditemukan pada orang dewasa dengan insidensi yang lebih rendah. Nyeri merupakan gejala yang paling sering berhubungan dengan OMA, baik untuk orang dewasa maupun anak kecil. Literatur terbaru menunjukkan perlunya penatalaksanaan nyeri yang agresif pada pasien yang mengamami OMA serta pemberian antibiotik. Otitis eksterna merupakan salah satu diagnosis yang juga berhubungan dengan nyeri telinga, dan kita harus mampu membedakannya dengan OMA. Mata merupakan salah satu organ yang cukup terlindungi dengan baik. Mayoritas mata terletak di orbita, dan permukaan anteriornya memiliki protektor anatomis dan fungsional. Respon air mata dapat membersihkan semua kotoran yang melekat di permukaan mata. Bulu mata dan alis dapat menjadi perisai untuk mata, dan kelopak mata dapat menutup mata dengan cepat untuk melindunginya dari benda asing. Meskipun memiliki banyak pelindung, mata merupakan salah satu organ yang rentan

mengalami cedera. Mayoritas pasien yang datang ke UGD karena keluhan mata, memiliki diagnosis berupa abrasi kornea. Meskipun epitel kornea dapat sembuh dengan cepat (biasanya dalam 24-48 jam), abrasi kornea dapat mengganggu aktivitas pasien. Karena cedera ini dapat menimbulkan nyeri yang signifikan dan mengganggu tajam penglihatan. Pasien seringkali harus beristirahat selama proses penyembuhan abrasi kornea, entah itu karena gangguan penglihatan ataupun akibat efek samping analgesia narkotika. PEMERIKSAAN KLINIS Pendekatan awal yang harus dilakukan dalam menilai pasien yang mengalami keluhan telinga adalah melakukan anamnesis. Pasien bisa saja melaporkan adanya berbagai teluhan, seperti demam, menggigil, kehilangan nafsu makan, dan rasa penuh pada telinga. Pada OMA, biasanya dapat ditemukan gejala yang bersifat akut, seperti nyeri, demam, dan tanda-tanda inflamasi telinga tengah yang ditandai oleh adanya eritema pada membran timpani (TM) atau otalgia, serta terdapat tanda atau gejala efusi telinga tengah seperti bulging/penonjolan TM, keterbatasan atau hilangnya mobilitas TM, adanya air-fluid level di belakang TM, dan otorrhea. Diagnosis definitif OMA harus memenuhi tiga kriteria yakni: onsetnya cepat, terdapat efusi telinga tengah, dan inflamasi telinga tengah. Nyeri termasuk salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada otitis eksterna, namun tidak seperti OMA, nyeri dapat dipicu oleh manipulasi tragus atau aurikula. Dari visualisasi langsung pada kanalis audiotorius eksterna, kita dapat menemukan adanya eritema dan edema yang disertai eksudat dalam kanalis audiotorius. Tingkat keparahan penyakit dan kebutuhan antibiotik sangat dipengaruhi oleh keadaan masing-masing pasien.

Kemampuan membedakan diagnosis dan penatalaksanaan antara OMA dan otitis eksterna sangat penting dalam mengontrol nyeri. Selain itu patut dicatat bahwa keutuhan TM sangat berpengaruh dalam pemilihan jenis analgesik. Dari anamnesis pasien nyeri mata, seringkali ditemukan riwayat trauma okuler dan nyeri yang bersifat akut merupakan pertanda telah terjadi abrasi kornea. Pasien juga dapat melaporkan gejala fotofobia, penglihatan kabur, nyeri kepala, dan nyeri saat melakukan pergerakan otot ekstraokuler. Pasien bisa saja tidak menyatakan telah mengalami trauma, namun abrasi kornea dapat juga terjadi dari trauma minimal seperti menggosok mata. Abrasi kornea dapat didiagnosis melalui visualisasi langsung pada epitel kornea menggunakan slit lamp dan harus dibantu dengan menggunakan cahaya cobalt-blue dan pewarna flouroscein. Abrasi kornea yang melibatkan beberapa lapisan kornea dan/atau berada pada aksis visual akan mengakibatkan defisit visual, sehingga kita harus selalu menilai tajam penglihatan. Penetrasi bola mata juga dapat dipertimbangkan sebagai diagnosis, terutama jika mekanisme trauma adalah trauma berkecepatan tinggi. Pada kasus seperti ini, kita dapat melakukan tes Seidel. PERTIMBANGAN NYERI Gejala nyeri telinga dan mata sering ditemukan di UGD dan biasanya bersifat signifikan. Mengenai nyeri dan mengatasinya secara dini merupakan hal yang harus dilakukan, sebab pemeriksaan mata dan telinga yang lebih lanjut dapat menambah nyeri dan kecemasan pasien. Anak-anak yang datang dengan diagnosis OMA seringkali mengalami nyeri, kecemasan, dan distres, sehingga pemeriksaan fisik yang berkualitas akan sulit dilakukan. Untuk penatalaksanaan nyeri yang berhubungan dengan OMA, maka sebaiknya medikasi oral yang pertama kali diberikan adalah acetaminophen atau ibuprofen untuk mengurangi nyeri pada anak sebelum melakukan pemeriksaan. Dalam

praktiknya, mediasi ini sering dilakukan setelah pemeriksaan dan hanya diberikan jika ditemukan gejala demam. Ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa pengendalian nyeri yang tidak baik di unit gawat darurat dapat menambah penderitaan pasien. Penatalaksanaan nyeri secara dini dapat menurunkan kecemasan dan rasa nyeri sehingga pasien dapat diperiksa dengan baik. Medikasi nyeri dalam bentuk tetesan, seperti Auralgan, hanya bisa dilakukan jika TM masih utuh karena pengobatan ini dapat menyebabkan kerusakan telinga tengah. Serupa dengan telinga, pemeriksaan pada mata seringkali menimbulkan rasa cemas. Pasien bisa saja mengalami ketidaknyamanan bahkan ketika hendak membuka mata. Penglihatan kabur, mata berair, dan fotofobia dapat ditemukan pada pasien penyakit mata. Kurangi rasa takut pasien dan atasi nyeri sedini mungkin sebelum melakukan pemeriksaan sehingga dapat dilakukan pemeriksaan fisik yang berkualitas. Patut dicatat bahwa pemberian anestetik oftalmik tidak akan mempengaruhi pemeriksaan mata. PENATALAKSANAAN NYERI Otologi Ada beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan ketika mengatasi nyeri telinga: sumber nyeri, tingkat infeksi, usia pasien, dan keutuhan TM. Penatalaksanaan nyeri telinga, pada beberapa keadaan harus dimulai sebelum pemeriksaan fisik dengan menggunakan medikasi oral anti-nyeri. Tetes telinga (auralgan/lidocaine) tidak perlu diberikan karena kita harus mengetahui keutuhan TM. Pada beberapa penelitian ditemukan bahwa ibuprofen 10 mg/kg pada populasi anak memiliki superioritas terhadap acetaminophen dalam penatalaksanaan nyeri yang berhubungan dengan OMA. Perbedaan ini, meskipun kecil, dapat dipertimbangkan dalam pemilihan medikasi tunggal. Jika anak masih mengalami nyeri signifikan,

maka kombinasi acetaminophen (15 mg/kg) dan ibuprofen dapat dipertimbangkan penggunaannya. Jika nyeri terlampau berat dan sulit dikontrol, makakita dapat menggunkana narkotika. Elixir codein cukup efektif dalam mengatasi nyeri moderat hingga nyeri berat yang berhubungan dengan OMA pada anak. Jika TM masih utuh, maka anestetik tetes dalam bentuk Auralgan

(benzocaine/antipyrine), Americaine otic, atau lidocaine 4% dapat digunakan langsung ke kanalis aurikalis. Medikasi ini dapat bekerja sangat cepat dan dapat mengendalikan nyeri dengan sangat baik. Tetes anestetik sangat membantu dalam fase awal infeksi OMA, dan mayoritas nyeri akibat OMA dapat sembuh dalam 48-72 jam. Jika ditemukan otitis eksterna, maka nonsteroidal anti-inflammatory agents (NSAIDs) merupakan penatalaksanaan pilihan untuk mengatasi nyeri.

Penatalaksanaan otitis eksterna harus melibatkan proses pembersihan kanalis audiotorius dan pemberian antibiotik sesuai indikasi. Pembersihan kanalis audiotorius merupakan langkah yang penting dan pemberian analgesik topikal seperti Auralgan, Americaine otic, atau lidocaine 4% dapat membantu mengatasi nyeri yang berhubungan dengan intervensi medis. Penggunaan obat tetes telinga dalam jangka waktu yang lama tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan iritasi pada telinga yang mengalami otitis eksterna (tabel 14-1). Tabel 14-1: Pilihan analgesik untuk pasien OMA dan otitis eksterna Medikasi Analgesik non-opioid Acetaminophen, ibuprofen Tersedia hampir di semua fasilitas. Penelitian menunjukkan bahwa ibuprofen lebih superior dalam memberikan Komentar

analgesia pada OMA

Agen topikal selama TM masih utuh Anestetik Auralgan Americaine otic Bekerja cepat, segera mengatasi nyeri, durasi kerja cepat

Narkotika Codeine, hydrocodone, oxycodone Efektif dalam mengatasi nyeri sedang hingga nyeri berat. Efek samping berupa

ketidaknyamanan

Oftalmika Pasien yang mengalami abrasi kornea sering kali mengalami nyeri yang dapat menghambat aktivitas. Meskipun nyeri pada umumnya berlangsung singkat, namun dapat bertahan selama 48 jam, dan hal ini jelas dapat mempengaruhi aktivitas hidup. Pasien yang mengalami abrasi kornea seringkali membutuhkan analgesia narkotika. Analgesia pada abrasi kornea sering diberikan pada dua kondisi: anestetik untuk nyeri mata akut di UGD dan analgesia saat pasien pulang. Anestetik tetes dapat memberikan anestesia yang sangat baik dengan onset cepat. Namun penggunaan anestetik tetes dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kerusakan kornea. Dua jenis anestetik tetes oftalmika yang sering digunakan adalah tetracaine dan proparacaine. Kedua medikasi tersebut memiliki onset yang sama cepatnya, namun tetracaine dapat menimbulkan lebih banyak nyeri saat pertama kali diteteskan jika dibandingkan dengan proparacaine. Proparacaine juga memiliki durasi kerja yang lebih lama. Oleh karena itu, proparacaine merupakan anestetik tetes pilihan utama untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien abrasi kornea.

Analgesia adekuat untuk pasien saat keluar dari rumah sakit juga merupakan salah satu langkah yang penting dalam penatalaksanaan abrasi kornea pada pasien. Selain itu, hal tersebut juga dapat meningkatkan rasa nyaman pasien selama proses penyembuhan. Terapi pilihan utama selama fase ini adalah NSAID oral dan narkotika. Tabel 14-2: Pilihan analgesik untuk pasien abrasi korna Medikasi Anestetik Proparacaine Tetracaine Komentar Memiliki onset anestesia yang cepat Proparacaine menimbulkan lebih sedikit nyeri saat diteteskan dan durasi kerjanya lebih lama. Anestetik lokal tidak boleh digunakan dalam jangka panjang karena dapat menimbulkan kerusakan kornea. Pembebatan mata Tidak bermanfaat dalam mengontrol nyeri Dapat meningkatkan resiko infeksi NSAID tetes mata Ketorolac 0.5% Diklofenac 0.1% Indomethacin 0.1% Dapat memberikan efek analgesia yang sangat baik untuk mengatasi nyeri sedang hingga nyeri berat. Sedasi dapat menimbulkan mual dan konstipasi. Dapat memberikan analgesia tanpa perlu narkotika Relatif mahal

Narkotika

Secara sejarah, pembebatan mata sering digunakan untuk mengurangi rasa nyeri yang berhubungan dengan abrasi kornea. Namun ada bukti yang menunjukkan bahwa pembebatan mata tidak mengurangi rasa nyeri. Pembebatan juga berhubungan dengan peningkatan resiko infeksi pasca-abrasi kornea. Pembebatan mata tidak lagi direkomendasikan sebagai intervensi rutin untuk mengatasi abrasi kornea. Pilihan lain untuk penatalaksanaan abrasi kornea adalah penggunaan tetes mata NSAID. Ketorolac 0.5%, diklofenak 0.1%, dan indomethacin 0,1% dapat digunakan untuk mengatasi nyeri yang berhubungan dengan abrasi kornea. Sejumlah penelitian, termasuk meta-analisis terbaru telah menunjukkan bahwa medikasi ini dapat efektif dalam penatalaksanaan nyeri. Awalnya ada kekhawatiran bahwa penggunaan NSAID tetes mata dapat menghambat proses penyembuhan. Namun penelitian terkini menunjukkan bahwa hal tersebut tidak terbukti. Kekurangan dari NSAID tetes mata adalah harganya yang mahal, pada umumnya, harga obat-obatan ini berkisar antara $50 hingga $60 per botol. Hal ini dapat menghambat pasien yang tidak memiliki asuransi. Sehingga jarang digunakan, terutama jika harga narkotika justru lebih murah dan dapat memberikan efek analgesia yang lebih baik. Namun untuk pasien yang tidak terkendala oleh biaya, maka sebaiknya digunakan NSAID tetes mata karena dapat memberikan analgesia yang cukup baik dan lebih minimal efek samping. PERTIMBANGAN FOLLOW UP/KONSULTASI Untuk setiap pasien yang mengalami OMA, otitis eksterna, atau abarasi kornea, tindakan follow up atau konsultasi harus segera dilakukan ke dokter atau spesialis jika gejala tidak mengalami perbaikan dalam 24-48 jam. OMA dan otitis eksterna pada umumnya dapat diatasi dengan terapi standar serta tidak selalu membutuhkan konsultasi ke spesialis. Berbeda dengan abrasi kornea yang harus segera di-follow up oleh dokter spesialis mata untuk memastikan penyembuhan yang tepat. Abrasi kornea

yang melibatkan aksis penglihatan harus segera ditangani oleh dokter spesialis mata dalam 24-48 jam sejak kedatangan mereka ke rumah sakit. RINGKASAN Mengurangi rasa nyeri dan ketidaknyaman pasien, selama berada di UGD dan setelah keluar rumah sakt, merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan mata dan telinga. Banyak pilihan analgesik yang tersedia untuk mengatasi keluhan nyeri telinga dan mata, yang telah didukung oleh banyak bukti penelitian (gambar 14-1).

Gambar 14-1: Ringkasan pendekatan analgesik untuk pasien yang mengalami OMA, otitis eksterna atau abrasi kornea

abrasi kornea

Proparacaine - 2 gtt sebelum pemeriksaan lanjut Ketorolac 0.5%-1 gtt tiap 6 jam ATAU Diclofenac 0.1%1 gtt tiap 6 jam ATAU Indomethacin 0.1%-1 gtt tiap 6 jam

OMA

Ibuprofen 10 mg/kg ATAU Acetaminophen 15 mg/kg ATAU Topikal (hanya jika TM masih utuh) Auralgan 2-4 gtt tiap1-2 jam sesuai kebutuhan ATAU topikal Americaine 2-4 gtt tiap 1-2 jam sesuai kebutuhan

Untuk nyeri berat --> Hydrocodone/apap-5/500 mg 1-2 tiap 4 jam sesuai kebutuhan atau Oxycodone/apap - 5/325 mg 1-2 tiap 4 jam sesuai kebutuhan

Otitis Eksterna

Anestetik topikal - 4 gtt digunakan untuk membersihakan telinga LANJUT Ibuprofen 600-800 mg tiap 6 jam sesuai kebutuhan

You might also like