Professional Documents
Culture Documents
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
2.5 3.5 LN
1.0
Value
.5 cted Value
Unstandardized Predicted Value
2.5
1 11 21 31 41 51 61 71 81
2.3
6 16 26 36 46 56 66 76
2.0
2.2
Case Number
1.5
2.1
-1.5 -1.0 -.5 0.0 .5 1.0 1.5 1.0
Unstandardized Residual
LN
.5
-1.5 -1.0 -.5 0.0 .5 1.0 1.5
Unstandardized Residual
Disusun oleh
MULYANA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN STATISTIKA
2004
PENGANTAR
Buku ini disusun dalam upaya membantu mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA
Unpad, untuk bisa memahami materi perkuliahan Analisis Data Deret Waktu khususnya,
umumnya mahasiswa lain, peminat, atau pengguna ilmu Statistika sebagai alat untuk
menyelesaikan persoalan penelitian, yang menyangkut peramalan data deret waktu
univariat. Buku ini direncanakan ditulis dalam dua bagian, bagian pertama telaahan
tentang analisis regresi deret waktu univariat, yang ditujukan untuk bahan ajar atau
pengetahuan mahasiswa program S-1, sedangkan bagian kedua telaahan tentang analisis
regresi deret waktu multivariat (regresi deret waktu vektor), yang ditujukan untuk
mahasiswa program S-2. Walaupun pada buku ini banyak disajikan formulasi matematis,
diharapkan dapat juga dipahami oleh mahasiswa bukan bidang ilmu Statistika-
Matematika.
Penulis yakin, buku ini masih jauh dari “predikat baik” apalagi sempurna, sehingga
segala kritik dan saran yang bertujuan untuk perbaikan buku ini, sangat diharapkan.
Walaupun dengan segala keterbatasan dan kekurangan, diharapkan buku ini ada
manfaatnya untuk pengetahuan dan pengembangan ilmu Statistika.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Bab 1 Pendahuluan 1
1.1. Regresi Deret Waktu 2
1.2. Proses Analisis Untuk Data Deret Waktu 4
1.3. Sasaran Analisis Data Deret Waktu 5
Bab 2 Analisis Dalam Kawasan Waktu 7
2.1. Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial 7
2.2. Stasioneritas 15
2.3. Model Regresi Deret Waktu 20
2.4. Identifikasi Model 33
2.5 Transformasi Stabilitas Varians 38
2.6. Analisis Residual 42
Bab 3 Peramalan 47
3.1. Ekstrapolasi Trend 48
3.2. Eksponensial Sederhana 56
3.3. Holt 59
3.4. Winters 61
3.5. Holt-Winters 65
3.6. Box-Jenkins 69
3.7. Autoregresi Stepwise 75
3.8. Peramalan Multivariat 76
3.9. Pemilihan Metode 76
Bab 4 Model Fungsi Transfer 79
4.1. Konsepsi Umum 79
4.2. Korelasi Silang 84
ii
4.3. Hubungan Korelasi Silang Dengan Fungsi Transfer 86
4.4. Membangun Fungsi Transfer 88
4.5. Penaksiran Pada Fungsi Transfer 91
4.6. Rata-Rata Hitung Kuadrat Kekeliruan 93
4.7. Contoh Numerik 96
Bab 5 Analisis Spektral 106
5.1. Fungsi Spektral 107
5.2. Periodogram 108
5.3. Metode Windowing 110
5.4. Metode Fast Fourier Transform (metode FFT) 114
5.5. Distribusi Peluang Spektral 116
5.6. Transformasi Data 117
Kepustakaan 124
Lampiran 1 125
Lampiran 2 127
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada dasarnya setiap nilai dari hasil pengamatan (data), selalu dapat dikaitkan dengan
waktu pengamatannya. Hanya pada saat analisisnya, kaitan variabel waktu dengan
pengamatan sering tidak dipersoalkan. Dalam hal kaitan variabel waktu dengan
pengamatan diperhatikan, sehingga data dianggap sebagai fungsi atas waktu, maka data
seperti ini dinamakan Data Deret Waktu (Time series). Banyak persoalan dalam ilmu
terapan yang datanya merupakan data deret waktu, misalnya dalam bidang ilmu
a. ekonomi : banyak barang terjual dalam setiap hari, keuntungan perusahaan dalam
setiap tahun, total nilai ekspor dalam setiap bulan,
b. fisika : curah hujan bulanan, temperatur udara harian, gerak partikel,
c. demografi : pertumbuhan penduduk, mortalitas dan natalitas,
d. pengontrolan kualitas : proses pengontrolan kualitas produk, pengontrolan proses
produksi,
e. biomedis : denyut nadi, proses penyembuhan, pertumbuhan mikroba.
Karena data deret waktu merupakan regresi data atas waktu, dan salah satu segi
(aspect) pada data deret waktu adalah terlibatnya sebuah besaran yang dinamakan
Autokorelasi (autocorrelation), yang konsepsinya sama dengan korelasi untuk data
bivariat, dalam analisis regresi biasa. Signifikansi (keberartian) autokorelasi menentukan
analisis regresi yang harus dilakukan pada data deret waktu. Jika autokorelasi tidak
signifikans (dalam kata lain data deret waktu tidak berautokorelasi), maka analisis regresi
yang harus dilakukan adalah analisis regresi sederhana biasa, yaitu analisis regresi data
atas waktu. Sedangkan jika signifikans (berautokorelasi) harus dilakukan analisis
regresi data deret waktu, yaitu analisis regresi antar nilai pengamatan. Segi lain dalam
data deret waktu adalah kestasioneran data yang diklasifikasikan atas stasioner kuat
(stasioner orde pertama, strickly stationer) dan stasioner lemah (stasioner orde dua,
weakly stationer), dan kestasioner ini merupakan kondisi yang diperlukan dalam analisis
data deret waktu, karena akan memperkecil kekeliruan baku.
1
Dalam teori Statistika, setiap data deret waktu dibangun atas komponen trend (T),
siklis (S), musiman (M, untuk data bulanan), dan variasi residu (R). Bentuk hubungan
antara nilai data dengan komponen-komponennya tersebut bisa bermacam-macam, dan
bentuk hubungan yang sering digunakan adalah linier dan multiplikatif. Jika xt nilai data
pada waktu-t dan hubungan dengan komponennya linier, maka persamaannya
xt = Tt + St + Mt + Rt , jika t : bulanan (1.1)
xt = Tt + St + Rt , jika t : tahunan (1.2)
dan multiplikatif, maka persamaannya
xt = T.S.M.R , jika t : bulanan (1.3)
xt = T.S.R , jika t : tahunan (1.4)
Sebagai akibat dari terdapatnya komponen-komponen dalam data deret waktu dan
terjadinya hubungan antar komponen, adalah berautokorelasinya antar pengamatan
sehingga dapat dibangun sebuah hubungan fungsional yang dinamakan regresi deret
waktu.
2
Dalam analisis data deret waktu, jika pengamatan berautokorelasi maka model
hubungan fungsionalnya dibangun berdasarkan kondisi kestasioner data, sehingga model
regresi deret waktu dikelompokan atas regresi deret waktu stasioner dan regresi deret
waktu tidak stasioner. Model regresi deret waktu tidak stasioner identik dengan model
regresi deret waktu stasioner, yang terlebih dulu data distasionerkan melalui proses
diferensi. Jika data deret waktu Xt , t = 1, 2, . . . berautokorelasi maka model regresi
antar pengamatan (autoregresi) disajikan dalam persamaan
Xt = µ + γ1Xt-1 + γ2Xt-2 + . . . + γkXt-k + Zt (1.5)
dengan Zt kekeliruan model yang diasumsikan berdistribusi identik independen dengan
rata 0 dan varians konstan σ2, yang dalam analisis data deret waktu Zt biasa disebut white
noise, µ , γ1 , . . . , γk parameter autoregresi.
Model autoregresi dengan Persamaan (1.5) dinamakan Autoregresi Lag-k dan disingkat
AR(k).
Dalam analisis data deret waktu, untuk menyajikan Xt-i , i = 1, 2 , . . . , k biasa
digunakan operator backshift B, dengan menuliskan Xt-i = BiXt, sehingga model AR(k)
jika disajikan dalam operator backshift maka persamaannya menjadi
Xt = µ + γ1BXt + γ2B2Xt + . . . + γkBkXt + Zt (1.6)
atau
Xt - γ1BXt - γ2B2Xt - . . . - γkBkXt = µ + Zt
Γk(B)Xt = µ + Zt
dengan Γk(B) = 1 - γ1B - γ2B2 - . . . - γkBk
Karena Γk(B) ≠ 0, secara matematis persamaan Γk(B)Xt = µ + Zt setara dengan
µ 1
Xt = + Zt
Γk (B) Γk (B)
4
transformasi, untuk menelaah apakah proses transformasi ini sudah cukup baik dalam
upaya menstasioner kan data.
3. Jika dari korelogram disimpulkan bahwa autokorelasi signifikans, maka bangun
model regresi deret waktunya, dan lakukan penaksirannya baik dalam kawasan waktu
maupun kawasan frekuensi.
4. Lakukan proses peramalan dengan metode yang sesuai dengan kondisi datanya, dan
untuk mendapatkan hasil yang memuaskan sebaiknya gunakan metode Box-Jenkins .
Semua proses tersebut dapat dilakukan dengan mengunakan kemasan program (software)
komputer, dan telah banyak kemasan program yang dapat digunakan diantaranya SPSS
dan STATISCA.
5
waktu lebih lanjut ? Sebab pada dasarnya analisis data deret waktu adalah analisis data
univariat, sehingga jika datanya bivariat atau multivariat, maka bagaimana proses
univariatisasinya ?
1.3.3. Perkiraan (prediction)
Jika dimiliki sampel data deret waktu, dan diinginkan perkiraan nilai data berikutnya,
maka proses peramalan harus dilakukan. Peramalan adalah sasaran utama dari analisis
data deret waktu, yang prosesnya bisa berdasarkan karakter dari komponen data, atau
model regresi deret waktu. Pengertian perkiraan (prediction) dan peramalan
(forecasting) beberapa penulis ada yang membedakannya, sebab mereka berpendapat
perkiraan adalah penaksiran (estimation) nilai data dengan tidak memperhatikan model
hubungan (regresi) antar nilai data, tetapi peramalan adalah proses penaksiran nilai data
berdasarkan sebuah model hubungan fungsional antar nilai data. Tetapi kebanyakan
penulis berpendapat perkiraan dengan peramalan adalah dua proses analisis data yang
sama. Dalam buku ajar ini perkiraan bisa diidentikan dengan peramalan.
1.3.4. Kontrol (control)
Proses kontrol dilakukan untuk menelaah apakah model (regresi) ramalan (perkiraan)
yang ditentukan cukup baik untuk digunakan ? Dalam statistika, sebuah model baik
digunakan untuk peramalan, jika dipenuhi modelnya cocok dan asumsinya juga dipenuhi.
Sehingga proses kontrol terhadap model perlu dilakukan untuk menelaah dipenuhi-
tidaknya asumsi, kecocokan bentuk model yang dibangun, ada-tidaknya pencilan
(outliers), yang analisisnya dapat dilakukan berdasarkan karakter nilai residu atau analisis
varians.
Untuk bisa memahami dengan baik mengenai analisis data deret waktu, diperlukan
pemahaman mengenai analisis regresi biasa, sebab analisis data deret waktu adalah
analisis khusus dari analisis regresi biasa, yaitu analisis regresi dalam hal data responnya
berautokorelasi, sehingga konsepsi pada analisis regresi biasa berlaku dalam analisis
regresi deret waktu, tetapi belum tentu untuk sebaliknya.
6
BAB 2
ANALISIS DALAM KAWASAN WAKTU
Sudah dikemukakan pada Bab 1 bahwa data deret waktu adalah data yang merupakan
fungsi atas waktu, dan setiap data deret waktu dibangun oleh komponen trend, siklis,
musiman (untuk data bulanan), dan variasi residu. Sehingga berdasarkan konsepsi
tersebut, analisis data deret waktu dapat dilakukan dalam dua kawasan (domain), yaitu
kawasan waktu dan kawasan frekuensi. Dalam kawasan waktu adalah telaah signifikansi
autokorelasi, kestasioneran data, penaksiran parameter model regresi deret waktu, dan
peramalan (forecasting). Sedangkan dalam kawasan frekuensi adalah telaahan frekuensi
tersembunyi, yaitu frekuensi komponen siklis yang sulit diperoleh dalam kawasan waktu,
dengan tujuan untuk mengetahui hal-hal istimewa atau kondisi tertentu pada data.
Analisis dalam kawasan frekuensi dinamakan Analisis Spektral, dan analisis ini
dilakukan untuk memberikan informasi tambahan pada hasil analisis dalam kawasan
waktu.
(x )( )
n−k
t − x 1 x t +k − x 2
t =1
rk = kor.(Xt , Xt +k ) = (2.1)
(x ) (x − x )
n−k n−k
2
t − x1 i 2
t =1 t =1
k
1 1 n
x1 = xt , x2 = xt
k t =1 k t = k +1
Dalam analisis data deret waktu untuk mendapatkan hasil yang baik, nilai n harus cukup
besar, dan autokorelasi disebut berarti jika nilai k cukup kecil dibandingkan dengan n,
sehingga bisa dianggap
7
n
xt
t =1
x1 ≈ x 2 ≈ x =
n
dan Persamaan (2.1) menjadi
(x )( )
n−k
t − x x t +k − x
t =1
rk ≈
(x )
n
2
t −x
t =1
dan perumusan autokorelasi seperti ini yang digunakan dalam analisis data deret waktu.
Karena rk merupakan fungsi atas k, maka hubungan autokorelasi dengan lagnya
dinamakan Fungsi Autokorelasi (autocorrelation function, ACF), dan dinotasikan oleh
(x )( )
n−k
t − x x t +k − x
t =1
ρ(k) = (2.2)
(x )
n
2
t −x
t =1
8
n
1
1. rata-rata sampel, x = xt
n t =1
dan
9
1 r1 ... ri − 2 r1 ri ... rk − 2
r1 1 r1 ... r2 ri −1 ... rk −3
r2 r1 1 ... r3 ri − 2 ... rk − 4
. . . . . . . .
mi =
. . . . . . . .
. . . . . . . .
rk −3 rk − 4 ... rk −i −1 rk − 2 rk −i −3 ... r
rk − 2 rk −3 ... rk −i rk −1 rk −i − 2 ... 1
yaitu matriks yang diperoleh dari m dengan mengganti kolom ke-i oleh r ,
∧ mi
maka β i = , dengan mi dan m masing-masing determinan dari mi dan m,
m
∧
Persamaan (2.4) jika dikaitkan dengan nilai-nilai β i yang dihitung berdasarkan
perhitungan determinan matriks, maka sajian dalam persamaan determinannya
10
1 r1 r2 ... rk − 2 r1
r1 1 r1 ... rk −3 r2
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
rk −1 rk − 2 rk −3 ... r1 r k
rkk =
1 r1 r2 ... rk − 2 rk −1
r1 1 r1 ... rk −3 rk − 2
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
rk −1 rk − 2 rk −1 ... r1 1
Menghitung autokorelasi parsial antara Xt dengan Xt+k dapat juga dilakukan sebagai
berikut. Bangun model regresi linier tanpa konstanta dengan Xt+k sebagai variabel tidak
bebas dan Xt+k-1 , Xt+k-2 , . . . , Xt sebagai variabel bebas,
Xt+k = φk1Xt+k-1 + φk2Xt+k-2 + . . . + φkkXt + εt+k
φki , i = 1, 2, . . . , k , parameter model ;
εt+k kekeliruan yang diasumsikan berdistribusi normal identik independen dengan rata-
rata 0, varians konstan σ2, dan tidak berkorelasi dengan Xt+k-i , i = 1, 2, . . . ,k ;
Dengan tidak mengabaikan keumuman, diasumsikan E(Xt+k) = 0 untuk setiap t dan k.
Selanjutnya perkalikan Xt+k-i dengan persamaan regresi
γi = φk1γi-1 + φk2γi-2 + φkkγi-k
untuk setiap i = 1, 2, . . . , k, dan hitung nilai ekspetasinya, yang hasilnya akan
membangun sebuah sistem persamaan linier
ρi = φk1ρi-1 + φk2ρi-2 + φkkρi-k , i = 1, 2, . . . , k
dengan menggunakan metode Cramer, maka akan diperoleh jawab
φ11 = ρ1
11
1 ρ1
ρ1 ρ 2
φ 22 =
1 ρ1
ρ1 1
1 ρ1 ρ1
ρ1 1 ρ2
ρ1 ρ1 ρ 3
φ 33 =
1 ρ1 ρ2
ρ1 1 ρ1
ρ2 ρ2 1
................
................
................
1 ρ1 ρ2 ... ρ k − 2 ρ1
ρ1 1 ρ1 ... ρ k −3 ρ 2
ρ2 ρ3 1 ... ρ k−4 ρ3
... ... ... ... ... ...
ρ k − 2 ρ k −3 ρ k − 4 ... ρ 2 ρ k −1
ρ ρ k − 2 ρ k −3 ... ρ1 ρk
φ kk = k −1
1 ρ1 ρ2 ... ρ k − 2 ρ k −1
ρ1 1 ρ1 ... ρ k −3 ρ k − 2
ρ2 ρ3 1 ... ρ k − 4 ρ k −3
... ... ... ... ... ...
ρ k − 2 ρ k −3 ρ k − 4 ... 1 ρ1
ρ k −1 ρ k − 2 ρ k −3 ... ρ1 1
∧
Sehingga jika ρi ditaksir oleh ρ i = ri (autokorelasi sampel), maka φii ditaksir oleh
∧ ∧
φ ii = ρ kk = rii (autokorelasi parsial sampel), i = 1, 2, . . . , k. Berdasarkan paparan
mengenai kedua konsepsi perhitungan autokorelasi parsial tersebut, dapat disimpulkan
autokorelasi parsial antara Xt dengan Xt+k adalah penaksir koefisien regresi ke-k, dari
model regresi dengan persamaan
12
Xt+k = φk1Xt+k-1 + φk2Xt+k-2 + . . . + φkkXt + εt+k
∧ ∧
φ kk = ρ kk = rkk
Untuk menghitung autokorelasi dan autokorelasi parsial banyak kemasan program
(software) komputer yang dapat digunakan, seperti SPSS, MINITAB, dan STATISTICA,
sehingga jika para pengguna analisis data deret waktu tidak memahami konsepsi
perhitungan dan pembuatan program komputer untuk perhitungannya, bisa menggunakan
salah satu kemasan program tersebut untuk keperluan analisisnya.
Contoh numerik :
Perhatikan data pada Tabel 2.1 di bawah ini
Tabel 2.1
Data Volume Penjualan
(dalam ribuan unit)
Tahun
Bulan 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996
Januari 12,35 10,12 9,25 2,75 5,80 12,25 10,85
Pebruari 9,78 8,75 5,45 10,19 11,09 8,75 7,50
Maret 10,25 19,75 5,89 4,35 7,00 8,00 12,67
April 2,75 25,30 5,55 30,25 12,20 6,75 29,77
Mei 25,24 12,10 10,25 5,25 11,20 30,45 12,20
Juni 20,25 30,00 6,75 5,25 5,00 10,25 12,25
Juli 11,25 10,25 10,00 30,25 2,75 30,30 12,25
Agustus 12,20 10,35 30,33 12,25 10,00 10,50 12,25
September 20,25 25,05 12,33 8,75 7,75 5,55 4,25
Oktober 10,00 12,25 30,25 24,20 20,10 12,25 5,75
Nopember 8,75 9,90 10,25 25,22 2,57 5,75 7,50
Desember 10,80 8,90 9,25 5,50 4,75 10,25 10,00
Jika autokorelasi dan autokorelasi parsial dihitung dengan menggunakan paket program
SPSS untuk 16 lag yang pertama (default-nya proram) diperoleh hasil seperti dibawah in.
MODEL: MOD_1.
Autocorrelations: NILAI
Auto- Stand.
Lag Corr. Err. -1 -.75 -.5 -.25 0 .25 .5 .75 1 Box-Ljung Prob.
+----+----+----+----+----+----+----+----+
1 -.012 .107 . * . .014 .907
2 .039 .107 . I* . .149 .928
3 .116 .106 . I** . 1.356 .716
4 -.094 .105 . **I . 2.161 .706
5 -.232 .105 *.***I . 7.084 .214
6 -.036 .104 . *I . 7.204 .302
7 -.103 .103 . **I . 8.204 .315
13
8 -.151 .103 .***I . 10.364 .240
9 .100 .102 I** . 11.323 .254
10 -.073 .101 *I . 11.844 .296
11 .155 .101 I***. 14.227 .221
12 .022 .100 . * . 14.276 .283
13 .044 .099 . I* . 14.476 .341
14 -.027 .098 . *I . 14.553 .409
15 .031 .098 . I* . 14.655 .477
16 -.080 .097 . **I . 15.331 .501
Plot Symbols: Autocorrelations * Two Standard Error Limits .
Total cases: 84 Computable first lags: 83
Partial Autocorrelations: NILAI
Pr-Aut- Stand.
Lag Corr. Err. -1 -.75 -.5 -.25 0 .25 .5 .75 1
+----+----+----+----+----+----+----+----+
1 -.012 .109 . * .
2 .039 .109 . I* .
3 .117 .109 . I** .
4 -.094 .109 . **I .
5 -.249 .109 *.***I .
6 -.055 .109 . *I .
7 -.062 .109 . *I .
8 -.112 .109 . **I .
9 .071 .109 . I* .
10 -.109 .109 . **I .
11 .150 .109 . I***.
12 -.051 .109 . *I .
13 -.001 .109 . * .
14 -.060 .109 . *I .
15 .002 .109 . * .
16 -.029 .109 . *I .
Plot Symbols: Autocorrelations * Two Standard Error Limits .
Total cases: 84 Computable first lags: 83
Nilai Nilai
1.0 Coefficient
1.0 Coefficient
Upper Confidence
Upper Confidence Limit
Limit Lower Confidence
Lower Confidence Limit
Limit
0.5
0.5
Partial ACF
0.0
ACF
0.0
-0.5
-0.5
-1.0
-1.0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Lag Number
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Lag Number
14
Jika ditelaah, gambar ACF dan PACF keduanya membangun pola alternating (tanda
dan nilai autokorelasi berubah secara acak sesuai dengan berjalannya nilai lag), hal ini
mengindikasikan data tidak stasioner dalam varians, dan stasioner lemah dalam rata-rata
hitung. Sedangkan signifikansi autokorelasi kemungkinannya lemah (nilai lagnya cukup
besar jika dibandingkan dengan ukuran sampelnya)
Jika hasil telaahan secara “visual” tidak cukup menyakinkan, maka dapat dilakukan
pengujian hipotesis statistis untuk keberartian autokorelasi.
2.2. Stasioneritas
Kestasioneran data merupakan kondisi yang diperlukan dalam analisis regresi deret
waktu karena dapat memperkecil kekeliruan model, sehingga jika data tidak stasioner,
maka harus dilakukan transformasi stasioneritas melalui proses diferensi, jika trendnya
linier, sedangkan jika tidak linier, maka transformasinya harus dilakukan dulu
transformasi linieritas trend melalui proses logaritma natural jika trendnya eksponensial,
dan proses pembobotan (penghalusan eksponensial sederhana) jika bentuknya yang lain,
yang selanjutnya proses diferensi pada data hasil proses linieritas.
Berdasarkan deskripsinya, bentuk kestasioneran ada dua, yaitu stasioner kuat
(strickly stationer), atau stasioner orde pertama (primary stationer) dan stasioner
lemah (weakly stationer), atau stasioner orde kedua (secondary stationer). Deskripsi
umum kestasioneran adalah sebagai berikut, data deret X1 , X2 , . . . disebut stasioner kuat
jika distribusi gabungan X t1 , X t 2 , . . . , X t n sama dengan distribusi gabungan
stasioner lemah, jika rata-rata hitung data konstan, E(Xt) = µ, dan autokovariansnya
merupakan fungsi dari lag, ρk = f(k). Sedangkan ketidakstasioner data diklasifikasikan
atas tiga bentuk yaitu
1. tidak stasioner dalam rata-rata hitung, jika trend tidak datar (tidak sejajar sumbu
waktu) dan data tersebar pada “pita” yang meliput secara seimbang trendnya.
15
2. tidak stasioner dalam varians, jika trend datar atau hampir datar tapi data tersebar
membangun pola melebar atau menyempit yang meliput secara seimbang trendnya
(pola terompet).
3. tidak stasioner dalam rata-rata hitung dan varians, jika trend tidak datar dan data
membangun pola terompet.
Untuk menelaah ketidak-stasioneran data secara visual, tahap pertama dapat
dilakukan pada peta data atas waktu, karena biasanya “mudah”, dan jika belum
mendapatkan kejelasan, maka tahap berikutnya ditelaah pada gambar ACF dengan
PACF. Telaahan pada gambar ACF, jika data tidak stasioner maka gambarnya akan
membangun pola,
1. menurun, jika data tidak stasioner dalam rata-rata hitung (trend naik atau turun),
2. alternating, jika data tidak stasioner dalam varians,
3. gelombang, jika data tidak stasioner dalam rata-rata hitung dan varians.
Gambar-gambar di bawah ini menyajikan kasus data tidak stasioner dan bentuk ACF-nya
0.600
crest
0.500
1.0 Coefficient
Upper Confidence
Limit
0.400
Lower Confidence
Limit
Value crest
0.5
0.300
ACF
0.200 0.0
0.100
-0.5
0.000
1 6 1 1 2 2 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 8 8 9 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 0 0 1 1 2 2 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 8 8 9 9 0 0 1 1 2 2 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 -1.0
1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6
Case Number 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Lag Number
Gambar 2.2a
Gambar 2.2b
Data tidak stasioner dalam rata-rata hitung
ACF dari Gambar 2.2a
16
CREST
1.0 40000
.5
30000
Value connect
0.0
20000
Partial ACF
-.5
Confidence Limits 10000
-1.0 Coefficient
1 6 1 1 2 2 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 8 8 9 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2
1 3 5 7 9 11 13 15 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 0 0 1 1 2 2 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 8 8 9 9 0 0 1 1
1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6
2 4 6 8 10 12 14 16 Case Number
Lag Number
Gambar 2.2d
Gambar 2.2c Data tidak stasioner dalam rata-rata
PACF dari Gambar 2.2a hitung dan varians
CONNECT
connect
1.0
1.0 Coefficient
Upper Confidence
Limit
Lower Confidence .5
Limit
0.5
0.0
ACF
0.0
Partial ACF
-.5
Confidence Limits
-0.5
-1.0 Coefficient
-1.0 1 3 5 7 9 11 13 15
2 4 6 8 10 12 14 16
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Lag Number
Lag Number
80.0
ozone
70.0
1.0 Coefficient
Upper Confidence
60.0 Limit
Lower Confidence
Limit
Value ozone
50.0 0.5
40.0
ACF
0.0
30.0
-0.5
20.0
10.0
-1.0
1 3 5 7 9 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 3 5 7 9 1 3 5 7 9 1 3 5 7 9 1 3 5 7 9 1 3 5 7 9 1 3 5 7 9 1 3 5 7 9 1 3 5 7 9 1 3 5 7 9 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1
1 3 5 7 9 1 3 5 7 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
17
OZONE
1.0
.5
0.0
Partial ACF
-.5
Confidence Limits
-1.0 Coefficient
1 3 5 7 9 11 13 15
2 4 6 8 10 12 14 16
Lag Number
Gambar 2.2i
PACF dari Gambar 2.2g
Untuk ilustrasi perhatikan data pada Tabel 2.1. Jika digambarkan, peta data atas
waktu gambarnya seperti di bawah ini
40
30
20
10
Value NILAI
0
JA
JU 99
N 99
AP 199
SE 99
FE 99
JU 199
D 992
M 199
O 199
M 199
AU 199
JA 199
JU 99
AP 199
SE 199
O
EC
O 95
C
AY 2
AR 3
N
N
N 0
L 2
N 5
B 1
R 0
P 1
R 5
P 6
G 4
V 0
T 3
V
1
1
1
1
19
1
19
1
96
4
WAKTU
Gambar 2.3
Peta data pada Tabel 2.1
Gambar 2.3 terlihat identik dengan Gambar 2.2e, menyajikan pola trend yang hampir
mendatar (sejajar sumbu waktu) dan variasi data terletak pada sebuah “pita yang meliput
tidak seimbang” trend data, hal ini mengindikasikan bahwa data stasioner lemah dalam
rata-rata hitung, tapi tidak stasioner dalam varians. Ketidak stasioneran dalam varians
jelas terlihat pada gambar ACF dan PACF-nya (Gambar 2.1a dan 2.1b), yang keduanya
menyajikan pola hampir alternating. Untuk lebih memperjelas pendapat tersebut,
perhatikan gambar-gambar hasil diferensi orde-1 dari data pada Tabel 2.1 berikut ini.
18
30
20
10
Value DIFF(NILAI,1)
-10
-20
-30
JA
JU 199
N 19
AP 19
SE 19
FE 19
JU 199
D 199
M 19
O 19
M 19
AU 19
JA 1 9
JU 199
N 19
AP 19
SE 19
O 90
EC 2
O 95
C 93
AY 92
AR 93
N
N 94
N 0
N 5
B 91
R 90
P 91
R 95
P 96
G 94
V
19
96
2
WAKTU
Gambar 2.4
Peta data pada Tabel 2.1 hasil diferensi orde-1
DIFF(NILAI,1) DIFF(NILAI,1)
1.0 1.0
.5 .5
0.0
0.0
Partial ACF
-.5
-.5 Confidence Limits
Confidence Limits
ACF
-1.0 Coefficient
-1.0 Coefficient 1 3 5 7 9 11 13 15
1 3 5 7 9 11 13 15 2 4 6 8 10 12 14 16
2 4 6 8 10 12 14 16
Lag Number
Lag Number
Gambar 2.4 menyajikan pola data dengan trend mendatar dan pola “terompet di sisi kiri
dan kanan”, hal ini berarti dengan didiferensi orde-1 data yang tadinya stasioner lemah
dalam rata-rata hitung menjadi stasioner kuat dalam rata-rata hitung. Selanjutnya dari
gambar ACF (Gambar 2.5a) yang membangun pola alternating dan PACF (Gambar 2.5b)
pola “hampir gelombang”, hal ini menunjukan bahwa proses diferensi belum bisa
menstabilkan varians, tetapi tidak perlu dilakukan lagi (cukup orde-1), yang harus
dilakukan adalah transformasi stabilitas varians.
19
Seperti halnya dengan telaahan keberatian autokorelasi, jika telaahan ketidak
stasioneran secara “visual” kurang meyakinkan, maka pengujian hipotesis statistis untuk
kestasioneran data perlu dilakukan.
20
2. bangun matriks
xn 1 x n −1 x n −2 ... ... x n − k µ
x n −1 1 x n−2 x n −3 ... ... x n −1− k γ1
. . . . . . . .
Y= , X= , β=
. . . . . . . .
. . . . . . . .
x k +1 1 xk x k −1 ... ... x1 γk
3. hitung X ′X , (X ′X ) , dan X ′Y
−1
∧
4. sehingga penaksir β , β = (X ′X ) X ′Y
−1
x2 1 x1
n −1 n −1 n
2
xt − xt xt
1
(X ′X ) −1
=
n −1 n −1 2
t =1
n −1
t =1
, X ′Y = n
t =2
(n − 1) xt −
2
xt − xt (n − 1) x t −1 x t
t =1 t =2
t =1 t =1
sehingga
n −1 n n −1 n
2
∧ xt xt − xt x t −1 x t
∧
µ 1
β= ∧ = 2
t =1
n −1
t =2
n
t =1 t=2
n
n −1 n −1
γ (n − 1)
2
xt − xt − xt x t + (n − 1) x t −1 x t
t =1 t =2 t =2
t =1 t =1
atau
21
n −1 n n −1 n n −1 n n
2
∧
xt xt − xt x t −1 x t ∧
− xt x t + (n − 1) x t −1 x t
µ= t =1 t=2 t =1 t =2
2
, γ= t =1 t =2 t =2
2
n −1 n −1 n −1 n −1
2 2
(n − 1) xt − xt (n − 1) xt − xt
t =1 t =1 t =1 t =1
Contoh numerik
Jika data pada Tabel 2.1 modelnya AR(1) dengan Persamaan (2.4), maka
Y : vektor berukuran 83x1, dengan elemen-elemennya nilai data dari bulan Pebruari
1990 sampai dengan Desember 1996
X : matriks berukuran 83x2, dengan elemen-elemen kolom ke-1 semuanya sama dengan
1, dan kolom ke-2 nilai data dari bulan Januari 1990 sampai dengan Nopember 1996
sehingga jika dihitung dengan menggunakan paket program MINITAB, diperoleh hasil
84.00 1033.8 0.0422766 - 0.0024678 1021.5
(X ′X ) = , (X ′X ) =
−1
, X ′Y =
1033.82 17710.9 - 0.0024678 0.0002005 12537.7
∧ 12.4611
β=
- 0.0125
∧ ∧
atau µ = 12,4611 , γ 1 = -0,0125 , dan model ramalannya
∧
X t = 12,4611 – 0,0125Xt-1
Untuk menghitung model ramalan ini dapat juga digunakan paket program SPSS
yang hasilnya akan lebih baik, karena ada sajian analisis variansnya. Misalnya untuk
data pada Tabel 2.1, jika dianggap modelnya AR(1) dengan Persamaan (2.4) dan
dianalisis dengan paket program SPSS, diperoleh hasil sebagai berikut,
>Warning # 16445
>Since there is no seasonal component in the model, the seasonality of the
>data will be ignored.
MODEL: MOD_1
Model Description:
Variable: NILAI
Regressors: NONE
Non-seasonal differencing: 0
No seasonal component in model.
Parameters:
AR1 ________ < value originating from estimation >
CONSTANT ________ < value originating from estimation >
95.00 percent confidence intervals will be generated.
Split group number: 1 Series length: 84
22
No missing data.
Melard's algorithm will be used for estimation.
Termination criteria:
Parameter epsilon: .001
Maximum Marquardt constant: 1.00E+09
SSQ Percentage: .001
Maximum number of iterations: 10
Initial values:
AR1 -.01249
CONSTANT 12.30771
Marquardt constant = .001
Adjusted sum of squares = 4986.4749
Conclusion of estimation phase.
Estimation terminated at iteration number 1 because:
Sum of squares decreased by less than .001 percent.
FINAL PARAMETERS:
Number of residuals 84
Standard error 7.7981124
Log likelihood -290.71697
AIC 585.43394
SBC 590.29558
Analysis of Variance:
DF Adj. Sum of Squares Residual Variance
Residuals 82 4986.4748 60.810558
Variables in the Model:
B SEB T-RATIO APPROX. PROB.
AR1 -.012357 .11048249 -.111841 .91122242
CONSTANT 12.307710 .84058082 14.641912 .00000000
Covariance Matrix:
AR1
AR1 .01220638
Correlation Matrix:
AR1
AR1 1.0000000
Regressor Covariance Matrix:
CONSTANT
CONSTANT .70657612
Regressor Correlation Matrix:
CONSTANT
CONSTANT 1.0000000
∧
Dari hasil perhitungan diperoleh taksiran µ dan γ, masing-masing µ = 12,307710 dan
∧
γ = -0,012357, dengan kekeliruan baku (simpangan baku kekeliruan, std error) model,
se = 7,7981124, dan kekeliruan baku regresi, sγ = 0,11048249. Jika melihat nilai mutlak
T-RATIO, T-RATIO = -0,111841 = 0,111841 , yang jika dibandingkan dengan
nilai kritisnya untuk taraf signifikans, α = 0,05 (sesuai dengan defaultnya SPSS), derajat
bebas, DF = 82, nilainya antara 1,29 dengan 1,30 (1,29 < T-TABEL <1,30), maka
23
T-RATIO < T-TABEL, yang berarti model AR(1) tidak signifikans untuk digunakan
sebagai model ramalan. Untuk lebih jelas dapat dilihat peta nilai data dengan nilai
ramalannya untuk model AR(1) di bawah ini
40
30
20
10
NILAI
Value
JU 990
N 990
AP 199
SE 99
FE 99
JU 992
D 992
M 99
M 99
AU 99
JA 199
JU 995
AP 99
SE 99
O
EC
O 95
C 93
AY 2
AR 3
N
N
N
N
B 1
R 0
P 1
R 5
P 6
G 4
V
V
1
1
1
1
19
1
19
1
1
1
1
19
1
1
96
4
WAKTU
Gambar 2.6
Peta data pada Tabel 2.1 dengan nilai ramalannya
berdasarkan model AR(1) dengan konstanta
Dari Gambar 2.6 terlihat perbedaan yang mencolok antara peta nilai aktual yang
berupa gambar spektrum dengan peta nilai ramalan yang hampir mendatar. Ketidak
berartian model AR(1) dengan konstanta untuk data Pada Tabel 2.1, kemungkinannya
karena data tidak stasioner dalam varians, sebab seperti sudah dikemukan, analisis regresi
deret waktu dilakukan jika data stasioner, sehingga transformasi stabilisasi varians harus
dilakukan dulu sebelum membangun model regresi deret waktu.
Pada Bab 1 juga sudah dikemukakan, model AR(k) memiliki model kebalikan yaitu
model rata-rata bergerak, MA(p), dengan persamaan
Xt = θ + Ψ(B)Zt = θ + Zt - ψ1Zt-1 - ψ2Zt-2 - . . . - ψpZt-p
θ , ψ1 , ψ2 , . . . , ψp parameter regresi.
Tidak seperti pada model AR(k) yang penaksiran parameternya dapat dilakukan seperti
pada analisis regresi multipel biasa, penaksiran parameter dalam model MA(p) harus
dilakukan dengan metode iterasi, yang proses perhitungannya harus menggunakan
fasilitas komputer beserta bahasa pemogramannya. Misal untuk model MA(1),
Xt = θ + Zt + ψZt (2.5)
24
untuk menentukan taksiran θ dan ψ, berdasarkan sampel data deret waktu x1 , x2 , . . . , xn
prosesnya sebagai berikut :
x1 = θ + z1 + ψz0 = θ + z1
z 1 = x1 - θ
x2 = θ + z2 + ψz1 = θ + z2 + ψ(x1 - θ)
z2 = x2 - θ - ψ(x1 - θ) = x2 - ψx1 + (ψ - 1)θ
x3 = θ + z3 + ψz2 = θ + z3 + ψ{x2 - ψx1 + (ψ - 1)θ}
z3 = x3 - θ - ψ{x2 - ψx1 + (ψ - 1)θ} = x3 - ψx2 + ψ2x1 + {ψ(ψ - 1) – 1}θ
= x3 - ψx2 + ψ2x1 + (ψ2 - ψ - 1)θ
…………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………….
xn = θ + zn + ψzn-1
= θ + zn + ψ[xn-1 - ψxn-2 + . . . +(-1)i+1ψi-1xn-i + . . . +(-1)nψn-2x1 + {ψn-2 - ψn-3 + . . . +
(-1)i-1ψn-i-1 + . . . + (-1)n-2ψ –1}θ]
zn = xn - ψxn-1 + ψ2xn-2 - . . . -(-1)i+1ψixn-i + . . . +(-1)nψn-1x1 + (ψn-1 - ψn-2 + . . . +
(-1)iψn-i + . . . + (-1)n-1ψ –1}θ]
n
2 ∂J
selanjutnya bangun jumlah kuadrat J = zi dan perhitungan diferensiasi =0 ,
i =1 ∂θ
∂J
= 0 , yang akan menghasilkan sebuah sistem persamaan tidak linier atas θ dan ψ,
∂ψ
sehingga penyelesaiannya harus menggunakan fasilitas komputer, dengan menggunakan
program buatan atau paket seperti SPSS, STATISTICA atau MINITAB.
Contoh numerik
Sudah dikemukan bahwa data pada Tabel 2.1 jika modelnya AR(1) tidak cukup baik
dan signifikans sebagai model ramalan, maka bagaimana jika modelnya MA(1) dengan
Persamaan (2.5) ? Dengan menggunakan paket program SPSS diperoleh hasil
>Warning # 16445
>Since there is no seasonal component in the model, the seasonality of the
>data will be ignored.
MODEL: MOD_1
25
Model Description:
Variable: NILAI
Regressors: NONE
Non-seasonal differencing: 0
No seasonal component in model.
Parameters:
MA1 ________ < value originating from estimation >
CONSTANT ________ < value originating from estimation >
95.00 percent confidence intervals will be generated.
Split group number: 1 Series length: 84
No missing data.
Melard's algorithm will be used for estimation.
Termination criteria:
Parameter epsilon: .001
Maximum Marquardt constant: 1.00E+09
SSQ Percentage: .001
Maximum number of iterations: 10
Initial values:
MA1 .01249
CONSTANT 12.30773
Marquardt constant = .001
Adjusted sum of squares = 4986.5381
Conclusion of estimation phase.
Estimation terminated at iteration number 1 because:
Sum of squares decreased by less than .001 percent.
FINAL PARAMETERS:
Number of residuals 84
Standard error 7.7981582
Log likelihood -290.71745
AIC 585.43491
SBC 590.29654
Analysis of Variance:
DF Adj. Sum of Squares Residual Variance
Residuals 82 4986.5319 60.811272
Variables in the Model:
B SEB T-RATIO APPROX. PROB.
MA1 .011329 .11049041 .102533 .91858376
CONSTANT 12.307698 .84132438 14.628957 .00000000
Covariance Matrix:
MA1
MA1 .01220813
Correlation Matrix:
MA1
MA1 1.0000000
Regressor Covariance Matrix:
CONSTANT
CONSTANT .70782671
Regressor Correlation Matrix:
CONSTANT
CONSTANT 1.0000000
26
∧ ∧
Dari hasil perhitungan diperoleh θ = 12,307698 dan ψ = 0,01220813 , sehingga model
MA(1)-nya adalah
∧
X t = 12,307698 + Zt + 0,01220813Zt-1
dengan kekeliruan baku model, sε = 7,981582, dan kekeliruan baku regresi,
sψ = 0,11049041, tetapi model ini tidak cukup signifikans karena
T-RATIO = 0,102533= 0,102533 lebih kecil dari nilai kritisnya (sudah
dikemukakan nilainya antara 1,29 dengan 1,30). Untuk lebih jelas dapat ditelaah dari
gambar peta data dengan nilai ramalan berdasarkan model MA(1) di bawah ini.
40
30
20
10
NILAI
Value
JU 990
N 990
AP 99
SE 991
FE 991
JU 992
D 992
M 99
M 99
AU 99
JA 99
JU 995
N 995
AP 99
SE 99
O
EC
O
C 93
AY 2
AR 3
N
N
N
N
B
R 0
R 5
P 6
G 4
V
V
1
1
1
1
1
1
19
1
1
1
1
1
19
1
1
96
4
WAKTU
Gambar 2.7
Peta data pada Tabel 2.1 dengan ramalannya
berdasarkan model MA(1) dengan konstanta
Sajian Gambar 2.7 ini identik dengan Gambar 2.6, berarti model MA(1) dan AR(1)
dengan konstanta tidak cukup baik dijadikan model ramalan, dan seperti sudah
dikemukakan hal kemungkinannya karena data tersebut tidak stasioner dalam varians.
Model AR(k) dan MA(p) adalah model-model stasioner (model untuk data yang
stasioner dalam rata-rata hitung dan varians) dan berkebalikan, sehingga kedua model ini
dapat digabungkan dengan cara dijumlahkan menjadi model ARMA(k,p) dengan
persamaan
Xt = η + γ1Xt-1 + γ2Xt-2 + . . . + γkXt-k + Zt - ψ1Zt-1 - ψ2Zt-2 - . . . - ψpZt-p
27
Seperti halnya pada model MA(p), penaksiran parameter model, η , γ1 , γ2 , . . . , γk , ψ1 ,
ψ2 , . . . , ψp harus dilakukan dengan proses iterasi.
Contoh numerik
Untuk data pada Tabel 2.1 jika modelnya AR(1) atau MA(1) tidak cukup baik jika
digunakan sebagai model ramalan, maka bagaimana jika kedua model itu digabungkan
sehingga menjadi model ARMA(1,1) ?
Dari perhitungan dengan menggunakan paket program SPSS diperoleh hasil sebagai
berikut
>Warning # 16445
>Since there is no seasonal component in the model, the seasonality of the
>data will be ignored.
MODEL: MOD_4
Model Description:
Variable: NILAI
Regressors: NONE
Non-seasonal differencing: 0
No seasonal component in model.
Parameters:
AR1 ________ < value originating from estimation >
MA1 ________ < value originating from estimation >
CONSTANT ________ < value originating from estimation >
95.00 percent confidence intervals will be generated.
Split group number: 1 Series length: 84
No missing data.
Melard's algorithm will be used for estimation.
Termination criteria:
Parameter epsilon: .001
Maximum Marquardt constant: 1.00E+09
SSQ Percentage: .001
Maximum number of iterations: 10
Initial values:
AR1 -.98613
MA1 -.97410
CONSTANT 12.30677
Marquardt constant = .001
Adjusted sum of squares = 5029.3661
Iteration History:
Iteration Adj. Sum of Squares Marquardt Constant
1 4978.3456 .0010000
2 4968.8609 .0001000
3 4963.1842 .0000100
4 4958.5226 1.0000000
Conclusion of estimation phase.
Estimation terminated at iteration number 5 because:
28
All parameter estimates changed by less than .001
FINAL PARAMETERS:
Number of residuals 84
Standard error 7.8026009
Log likelihood -290.48741
AIC 586.97482
SBC 594.26727
Analysis of Variance:
DF Adj. Sum of Squares Residual Variance
Residuals 81 4958.3794 60.880580
Variables in the Model:
B SEB T-RATIO APPROX. PROB.
AR1 -.973643 .14755992 -6.598292 .00000000
MA1 -.995934 .31112205 -3.201104 .00195633
CONSTANT 12.308017 .86091338 14.296464 .00000000
Covariance Matrix:
AR1 MA1
AR1 .02177393 .04426428
MA1 .04426428 .09679693
Correlation Matrix:
AR1 MA1
AR1 1.0000000 .9641714
MA1 .9641714 1.0000000
Regressor Covariance Matrix:
CONSTANT
CONSTANT .74117185
Regressor Correlation Matrix:
CONSTANT
CONSTANT 1.0000000
>Warning # 16567. Command name: ARIMA
>Our tests have determined that the estimated model lies close to the
>boundary of the invertibility region. Although the moving average
>parameters are probably correctly estimated, their standard errors and
>covariances should be considered suspect.
Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan ARMA(1,1) untuk data pada Tabel 2.1
adalah
∧
X t = 12.308017 − 0,973643 Xt-1 + Zt − 0,995934 Zt-1
dan jika memperhatikan nilai |T-RATIO| untuk koefisien AR(1) dan MA(1) yang
keduanya lebih besar dari nilai kritisnya, maka model ARMA(1,1) cukup berarti untuk
menjadi model ramalan, tetapi tidak cukup baik sebab kekeliruan residunya masih besar
yaitu sama dengan 7,8026009. Untuk lebih jelas dapat ditelaah dari gambar peta data
nilai aktual dengan nilai ramalan dengan model ARMA(1,1) di bawah ini
29
40
30
20
10
NILAI
Value
Fit for NILAI from A
0 RIMA, MOD_4 CON
JA
JU 9 0
AP 99
SE 991
FE
JU 92
D 992
M 992
M 993
AU 99
JA 99
JU 9 5
N 995
AP 995
SE
O
EC
O
C 93
AY
AR
N
N
N
N
B
R 0
P 6
G 4
V
V
1
19
19
19
19
1
19
19
1
19
1
1
1
19
1
1
90
91
96
9
4
WAKTU
Gambar 2.8
Peta nilai data pada Tabel 2.1 dengan nilai ramalannya
berdasarkan model ARMA(1,1) dengan konstanta
Gambar 2.8 ini identik dengan Gambar 2.7 dan 2.6, yang berarti model ARMA(1,1)
dengan konstanta juga belum cukup berarti sebagai model ramalan.
Dalam hal data tidak stasioner, proses stasioneritas harus dilakukan dulu sebelum
analisis regresi deret waktu. Proses stasioneritas dilakukan bergantung pada kondisi
ketidak-stasionerannya, jika data tidak stasioner dalam
1. rata-rata hitung (trend tidak sejajar sumbu waktu), dengan trendnya linier, maka
proses stasioneritas adalah proses diferensi, sedangkan jika tidak linier maka proses
linieritas trend harus dilakukan dulu sebelum proses diferensi.
2. varians, maka proses stasioneritasnya adalah transformasi stabilisasi varians.
3. rata-rata hitung dan varians, maka transformasi stabilisasi varians harus dilakukan
lebih dulu, dan proses diferensi dilakukan pada data hasil transformasi jika trendnya
linier, sedangkan jika tidak linier maka proses linieritas harus dilakukan sebelum
proses diferensi. Proses diferensi dan linieritas dilakukan pada data hasil
transformasi.
Misalkan X1 , X2 , . . . , data deret waktu dengan trendnya linier. Jika dilakukan
proses diferensi dengan orde-q, Yt = (1 – B)qXt, sehingga Y1 , Y2 , . . . merupakan data
deret waktu stasioner, maka model ARMA(k,p) pada Yt
Yt = η + γ1Yt-1 + γ2 Yt-2 + . . . + γkYt-k + Zt + ψ1Zt-1 + ψ2Zt-2 + . . . + ψpZt-p (2.6)
dinamakan model ARIMA(k,q,p) untuk Xt.
30
Model ARIMA(k,q,p) merupakan model umum dari regresi deret waktu., sebab
ARIMA(k,0,0) sama dengan AR(k), ARIMA(0,0,p) sama dengan MA(p), dan
ARIMA(k,0,p) sama dengan ARMA(k,p).
Contoh numerik
Jika melihat gambar peta data pada Tabel 2.1 (Gambar 2.3) yang menyajikan sebuah
kondisi stasioner lemah dalam rata-rata hitung, dan hasil perhitungan untuk membangun
model AR(1), MA(1) dan ARMA(1,1), yang menyimpulkan model AR(1) dan MA(1)
tidak cukup signifikans dan baik, sedangkan untuk model ARMA(1,1) cukup signifikans
tetapi tidak cukup baik untuk digunakan sebagai model ramalan, maka bagaimana jika
modelnya ARIMA(1,1,1) ?
Dari hasil perhitungan dengan program SPSS diperoleh hasil
>Warning # 16445
>Since there is no seasonal component in the model, the seasonality of the
>data will be ignored.
MODEL: MOD_5
Model Description:
Variable: NILAI
Regressors: NONE
Non-seasonal differencing: 1
No seasonal component in model.
Parameters:
AR1 ________ < value originating from estimation >
MA1 ________ < value originating from estimation >
CONSTANT ________ < value originating from estimation >
95.00 percent confidence intervals will be generated.
Split group number: 1 Series length: 84
No missing data.
Melard's algorithm will be used for estimation.
Termination criteria:
Parameter epsilon: .001
Maximum Marquardt constant: 1.00E+09
SSQ Percentage: .001
Maximum number of iterations: 10
Initial values:
AR1 .02455
MA1 .76994
CONSTANT -.03589
Marquardt constant = .001
Adjusted sum of squares = 5809.8278
Iteration History:
Iteration Adj. Sum of Squares Marquardt Constant
1 5327.3932 .00100
2 5323.6742 1.00000
31
3 5279.4585 10.00000
4 5279.0049 1.00000
5 5235.8021 10.00000
6 5230.7028 100.00000
7 5197.5647 10.00000
Conclusion of estimation phase.
Estimation terminated at iteration number 8 because:
All parameter estimates changed by less than .001
FINAL PARAMETERS:
Number of residuals 83
Standard error 7.8706922
Log likelihood -289.46337
AIC 584.92674
SBC 592.18327
Analysis of Variance:
DF Adj. Sum of Squares Residual Variance
Residuals 80 5197.4643 61.947795
Variables in the Model:
B SEB T-RATIO APPROX. PROB.
AR1 .01733612 .11565746 .1498919 .88122714
MA1 .99417363 .38265241 2.5981115 .01115554
CONSTANT -.03645576 .03634471 -1.0030554 .31885849
Covariance Matrix:
AR1 MA1
AR1 .01337665 .01403384
MA1 .01403384 .14642287
Correlation Matrix:
AR1 MA1
AR1 1.0000000 .3171017
MA1 .3171017 1.0000000
Regressor Covariance Matrix:
CONSTANT
CONSTANT .00132094
Regressor Correlation Matrix:
CONSTANT
CONSTANT 1.0000000
>Warning # 16567. Command name: ARIMA
>Our tests have determined that the estimated model lies close to the
>boundary of the invertibility region. Although the moving average
>parameters are probably correctly estimated, their standard errors and
>covariances should be considered suspect.
Dari hasil pehitungan diperoleh, persamaan ARIMA(1,1,1) untuk data pada Tabel 2.1
adalah
∧
Y t = - 0,03645576 + 0,01733612 Yt-1 + Zt + 0,99417363 Zt-1
dengan Yt = Xt – Xt-1
32
Jika menelaah nilai |T-RATIO| AR(1) yang lebih kecil nilai kritisnya, dan |T-RATIO|
MA(1) yang lebih besar dari nilai kritisnya, dengan kekeliruan baku yang sama, sama
dengan 7,8706922 maka model ARIMA(1,1,1) dengan konstanta belum cukup
signifikans dan baik untuk digunakan sebagai model ramalan. Untuk lebih jelasnya dapat
ditelaah pada gambar peta nilai aktual dengan nilai ramalannya di bawah ini.
40
30
20
10
NILAI
Value
JU 9 0
AP 990
SE
FE
JU 92
AU
JA
JU 9 5
AP
SE
O
EC 2
O
C
AY 2
AR
N
N
N
N
B
R
P
G
V
V
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
1
19
19
19
19
9
90
95
9
96
91
96
9
93
93
94
95
94
1
WAKTU
Gambar 2.9
Peta data pada Tabel 2.1 dengan nilai ramalannya
berdasarkan model ARIMA(1,1,1) dengan konstanta
Dari hasil telaah banding peta data nilai aktual dengan nilai ramalan berdasarkan model
AR(1), MA(1), ARMA(1,1), dan ARIMA(1,1,1) menyimpulkan stabilitas varians
diperlukan untuk memperkecil bias dan kekeliruan baku model, sehingga model regresi
akan menjadi lebih baik dan berarti untuk dijadikan model ramalan.
33
1. Petakan data atas waktu dan telaah karakter data untuk menentukan perlu-tidaknya
transformasi stabilisasi varians dan/atau proses diferensi dilakukan.
Memetakan data atas waktu merupakan tahap awal dari analisis data deret waku,
sebab pada peta data ini dapat ditelaah mengenai karakter dari komponen trend,
keberadaan komponen musiman, data pencilan, ketidak-stabilan varians, normalitas
data, dan penomena lain mengenai ketidak stasioneran data.
Dalam hal data tidak stasioner dalam rata-rata hitung dan varians, maka seperti sudah
dikemukan, proses stasionerisasi yang pertama harus dilakukan adalah
menstasionerkan varians, selanjutnya menstasionerkan rata-rata hitung dari data yang
sudah distasionerkan variansnya. Menstasionerkan rata-rata hitung dilakukan
berdasarkan proses diferensi, sedangkan menstasionerkan varians dilakukan
berdasarkan tranformasi stabilisasi varians, seperti transformasi kuasa Box-Coc (Box-
Cocs power transformation) atau transformasi logaritmis.
2. Menghitung dan menelaah ACF dan PACF data sampel asli (data sebelum dilakukan
proses transformasi untuk mendapatkan informasi mengenai orde dari proses
diferensi. Informasi umum yang bisa digunakan untuk memperkirakan orde diferensi
adalah, jika ACF sampel membangun sebuah pola yang menurun secara perlahan
pada nilai-nilainya, dan PACF sampel membangun sebuah pola yang nilainya
terpotong secara signifikans setelah lag-1 (perbedaan nilai antara PACF lag-1 dengan
lag-2 dan sesudahnya sangat besar), hal ini mengindikasikan proses diferensi perlu
dilakukan. Seperti sudah dikemukakan, proses diferensi dilakukan jika komponen
trendnya linier, sehingga jika tidak linier maka sebelum proses diferensi dilakukan
harus dilakukan dulu proses linieritas, sebab jika tidak dilakukan maka orde
diferensinya akan besar yang menyebabkan akan mengurangi banyaknya nilai data,
karena jika orde diferensi q maka data akan berkurang sebanyak q buah.
3. Hitung dan telaah ACF dan PACF data hasil trasformasi dan/atau diferensi (jika ada
perlakuan transformasi dan/atau diferensi), untuk memperkirakan orde autoregresi
dan rata-rata bergerak yang akan diambil. Pedoman umum untuk menelaah apakah
orde dari model regresi deret waktu stasioner sudah cukup baik berdasarkan ACF dan
PACF-nya, sebagai berikut
34
Tabel 2.2
Karakter teoritis ACF dan PACF untuk model stasioner
35
MA(1) signifikans. Jika ARIMA(1,1,1) dihitung tanpa konstanta dengan
menggunakan paket program SPSS, maka diperoleh hasil sebagai berikut.
MODEL: MOD_9
Model Description:
Variable: NILAI
Regressors: NONE
Non-seasonal differencing: 1
No seasonal component in model.
Parameters:
AR1 ________ < value originating from estimation >
MA1 ________ < value originating from estimation >
95.00 percent confidence intervals will be generated.
Split group number: 1 Series length: 84
No missing data.
Melard's algorithm will be used for estimation.
Termination criteria:
Parameter epsilon: .001
Maximum Marquardt constant: 1.00E+09
SSQ Percentage: .001
Maximum number of iterations: 10
Initial values:
AR1 .02453
MA1 .76987
Marquardt constant = .001
Adjusted sum of squares = 5811.7615
Iteration History:
Iteration Adj. Sum of Squares Marquardt Constant
1 5349.2493 .0010000
2 5264.4191 1.0000000
3 5261.4542 .1000000
4 5261.3602 .0100000
Conclusion of estimation phase.
Estimation terminated at iteration number 5 because:
Sum of squares decreased by less than .001 percent.
FINAL PARAMETERS:
Number of residuals 83
Standard error 7.8709506
Log likelihood -289.97878
AIC 583.95757
SBC 588.79525
Analysis of Variance:
DF Adj. Sum of Squares Residual Variance
Residuals 81 5261.3295 61.951864
Variables in the Model:
B SEB T-RATIO APPROX. PROB.
AR1 .00453761 .11273806 .0402491 .96799355
MA1 .99347746 .17840472 5.5686725 .00000032
Covariance Matrix:
36
AR1 MA1
AR1 .01270987 .00517211
MA1 .00517211 .03182824
Correlation Matrix:
AR1 MA1
AR1 1.0000000 .2571525
MA1 .2571525 1.0000000
>Warning # 16567. Command name: ARIMA
>Our tests have determined that the estimated model lies close to the
>boundary of the invertibility region. Although the moving average
>parameters are probably correctly estimated, their standard errors and
>covariances should be considered suspect.
Dari hasil perhitungan tersurat, jika konstanta model ditiadakan, maka persamaannya
∧
Y t = 0,00453761Yt-1 + Zt + 0,99347746Zt-1
dengan Yt = Xt – Xt-1 , Xt variabel pengamatan data deret waktu
dengan kekeliruan baku model, sε = 7,709506 , kekeliruan baku koefisien AR(1),
sγ = 0,11273806 , dan kekeliruan baku koefisien MA(1), sψ = 0,17840472 . Jika menelaah
analisis variansnya dengan membandingkan nilai mutlak T-RATIO dengan nilai
kritisnya, yang menyimpulkan koefisien AR(1) tidak signifikans dan koefisien MA(1)
signifikans, yang berarti model ARIMA(1,1,1) tanpa konstanta identik dengan
ARIMA(1,1,1) dengan konstanta. Hal ini menyimpulkan untuk data pada Tabel 2.1.
meniadakan konstanta model tidak meningkatkan signifikansi koefisien regresi. Untuk
lebih jelasnya dapat ditelaah dari gambar-gambar di bawah ini
40 40
30
30
20
20
10
NILAI
10
NILAI
Value
E 9
O 9
C 99
AY 99
AR 9
N
N 99
N 9
L 92
N 9
B 9
R 99
P 9
R 99
P 96
G 99
V
19
JA
JU 19
N 19 0
AP V 1 0
SE 19 90
FE 19 1
JU 19 1
D 19
M 1 2
O Y1 2
M T1 3
AU R 1 3
JA G 1 94
JU 19 94
N 19 5
AP V 1 5
SE 1 95
96
O 9
EC 9
O 9
C 99
A 99
A 99
N
N 9
N 9
L 92
N 9
B 9
R 9
P 9
R 9
P 996
19
9
96
WAKTU
WAKTU
37
Kedua gambar ini menyajikan sebuah kondisi yang identik, sehingga uji keberartian
untuk konstanta model perlu dilakukan.
atau
38
1
T (µ t ) = dµ t (2.7)
f (µ t )
1
T(µt) = dµ t = ln(µt) + K , K konstanta riel
µt
Dalam hal ini transformasi stabilitas varians adalah transformasi logaritma natural
(walaupun untuk beberapa data kemungkinan tidak relevan),
Xt dittransformasikan menjadi ln (Xt) , jika Xt > 0.
1
2. Jika varians data proporsional pada tarafnya, var.Xt = cµt atau f(µt) = , maka
µt
1
T(µt) = dµ t = 2 µ t + K , K konstanta riel
µt
Dalam hal ini tranformasi stabilitas varians adalah transformasi akar kuadrat,
Xt ditransformasikan menjadi X t , jika Xt > 0.
3. Jika varians data proporsional pada kuadrat tarafnya, var.Xt = c2µt2 atau
1 1
f(µt) = = 2
, maka
µt
4
µt
1 1
T(µt) = dµ t = − + K , K konstanta riel
µt
2
µt
39
Transformasi stabilitas varians yang lain dan lebih umum adalah tranformasi kuasa
(power tranformation), yang dikenalkan dan dikembangkan oleh G. E. P. Box dan D. R.
Cox sekitar tahun 1964. Persamaan dari tranformasi ini adalah
λ
X −1
T(Xt) = Xt(λ) = t
λ
λ dinamakan parameter tranformasi.
Jika tranformasi kuasa ini dihubungkan dengan bentuk transformasi stabilitas varians
yang lain, maka diperoleh tabel kesetaraan seperti di bawah ini
Tabel 2.3
Hubungan nilai λ dengan kesetaraan
transformasi stabilitas varians
40
3. Parameter transformasi kuasa, λ, dapat ditaksir berdasarkan data sampel dengan
menggunakan metode penaksiran statistis, misalnya metode kemungkinan
maksimum.
4. Transformasi pada data deret waktu (jika diperlukan), bukan hanya transformasi
stabilitas varians, juga transformasi pendekatan distribusi normal, jika data belum
berdistribusi normal.
Contoh numerik
Sudah ditunjukan dengan gambar peta data, ACF dan PACF, data pada Tabel 2.1
menunjukan tidak stasioner dalam varians, sehingga untuk keperluan analisis regresi
deret waktu perlu dilakukan stabilitas varians, dan sudah dicoba, analisis tanpa
menstabilkan variansnya diperoleh hasil yang kurang baik. Untuk menelaah pengaruh
transformasi stabilitas varians dan transformasi mana yang cocok untuk data pada
Tabel 2.1 agar diperoleh model yang cukup baik, berikut ini dilakukan proses
transformasi logaritma natural, akar kuadrat, dan perbandingan terbalik. Proses
perhitungan dan pemetaan data aktual dengan hasil transformasi, dilakukan dengan
menggunakan paket program EXCEL hasilnya seperti di bawah ini.
35 35
30 30
25 25
20 NILAI 20 NILAI
15 Ln(NILAI) 15 Akar(NILAI)
10 10
5 5
0 0
1
8
15
22
29
36
43
50
57
64
71
78
9
17
25
33
41
49
57
65
73
81
41
35
30
25
20 NILAI
15 1/NILAI
10
1
8
15
22
29
36
43
50
57
64
71
78
Gambar 2.11a
Peta data pada Tabel 2.1 dengan
hasil transformasi perbandingan terbalik
Dari ketiga bentuk transformasi stabilitas varians untuk data pada Tabel 2.1, transformasi
logaritma natural yang paling baik, karena memberikan nilai koefisien variansi yang
paling kecil. Jika diinginkan koefisien variansi yang lebih kecil lagi, maka gunakan
transformasi Box-Coc, dengan memilih bermacam-macam nilai λ atau menaksirnya
berdasarkan data sampel.
42
Karena kekeliruan (error, et) merupakan variabel acak tidak terukur, untuk menelaah
dipenuhi-tidaknya asumsi pada model, yaitu rata-rata sama dengan 0, varians konstan,
dan tidak berautokorelsi, residu ( Rt ) digunakan sebagai variabel penelaahnya. Sebuah
model ramalan disebut cocok dan baik, jika
1. taksiran koefisien regresi signifikans,
2. kekeliruan baku, yang diukur oleh simpangan baku residu, nilainya kecil,
3. asumsi pada kekeliruan dipenuhi, dan
4. tidak ada pencilan, yang dalam prakteknya model tanpa pencilan sulit dihindari,
sehingga jika ada maka dilakukan telaahan khusus mengenai keberadaannya.
Untuk menelaah secara “visual” apakah sebuah model regresi baik dan cocok untuk
digunakan sebagai model ramalan, dapat dilakukan berdasarkan diagram pencar (scatter
diagram) nilai pengamatan atau nilai ramalan dengan nilai residunya. Kesimpulan yang
dapat dikemukakan sehubungan dengan pola pencaran titik adalah sebagai berikut.
1. Sebuah model disebut baik dan cocok jika gambar menyajikan sebuah pencaran titik
yang berada pada “pita tipis yang meliput secara acak dan seimbang” garis rata-rata
hitung kekeliruan yang sejajar sumbu residu.
2. Jika pencaran titik meliput seimbang garis rata-rata yang sejajar sumbu residu, tetapi
membangun pola “terompet”, maka model cocok tetapi asumsi varians konstan
(homogen) tidak dipenuhi.
3. Jika pencaran titik berada pada “pita tipis” yang meliput tidak seimbang garis rata-
rata dan sejajar sumbu residu, maka model cocok tetapi asumsi kekeliruan sama
dengan 0 tidak dipenuhi.
4. Jika pencaran titik meliput seimbang garis rata-rata yang sejajar sumbu residu, tetapi
membangun sebuah pola siklometri, maka model cocok tetapi asumsi kekeliruan
saling bebas tidak dipenuhi.
Sebagai ilustrasi disajikan gambar-gambar di bawah ini untuk bahan telaahan
43
∧
xt ( x t )
rata-rata
Rt
Gambar 2.12a
Model cocok dan baik untuk peramalan
∧
xt ( x t )
rata-rata
Rt
Gambar 2.12b
Model cocok dan baik tetapi memiliki pencilan
∧
xt ( x t )
rata-rata
Rt
Gambar 2.12c
Model cocok untuk peramalan tetapi tidak baik
karena varians kekeliruan tidak homogen (konstan)
44
∧
xt ( x t )
rata-rata
Rt
Gambar 2.12d
Model cocok untuk peramalan tetapi tidak baik
karena rata-rata hitung kekeliruan tidak sama dengan 0
∧
xt ( x t )
rata-rata
Rt
Gambar 2.12e
Model cocok untuk peramalan tetapi tidak
baik karena kekeliruannya berautokorelasi
Chatfield (1984), Box dan Jenkins (1976) mengemukakan, konsepsi analisis residual
pada regresi biasa seperti yang telah dikemukakan, berlaku jika variabel respon (variabel
tidak bebas) tidak berautokorelasi, dan tidak ada multikolinieritas pada variabel
explanatory (variabel bebas). Sedangkan dalam analisis data deret waktu, jika data
berautokorelasi pada lag-k, maka terdapat hubungan fungsional antara Xt , Xt-1 , . . . , Xt-k
dan pada saat dibangun model regresinya, Xt sebagai variabel respon, Xt-1 , Xt-2 , . . . , Xt-k
sebagai variabel explanatory, sehingga jika pada identifikasi model, pengambilan nilai
lag tidak cocok (kurang dari k), maka akan terjadi pelanggaran konsepsi analisis regresi
biasa, karena adanya multikolinieritas pada Xt-1 , Xt-2 , . . . , Xt-k , dan ketidak bebasan
(berautokorelasi) pada Xt.
Penggunaan analisis residual dalam regresi deret waktu dilakukan untuk dua telaahan
utama, yaitu memeriksa kecocokan autokorelasi dan menguji kecocokan dan kebaikan
model. Jika dalam analisis regresi biasa peta residual ditelaah salah satu saja, yaitu peta
45
residual antara nilai pengamatan dengan residu atau nilai ramalan dengan residu, sebab
hasilnya akan identik. Tetapi dalam analisis data deret waktu peta residual harus ditelaah
untuk keduanya, sebab peta residual nilai pengamatan dengan residu untuk menelaah
kecocokan model dan peta residual nilai ramalan dengan residu untuk menelaah kebaikan
model. Selain itu perlu juga ditelaah pola nilai pengamatan dengan ramalannya.
46
BAB 3
PERAMALAN
Peramalan (forecasting) merupakan sasaran dari analisis data dalam kawasan waktu,
yang diperlukan untuk perancangan (planing) dan proses kontrol. Peramalan data deret
waktu banyak dilakukan pada masalah-masalah manajemen, sistem inventory,
pengontrolan kualitas, dan analisis investasi.
Banyak prosedur peramalan data deret waktu yang bisa dilakukan, dan secara umum
dapat diklasifikasikan atas tiga macam, yaitu peramalan secara
1. subjektif.
Peramalan secara subjektif dilakukan hanya dengan mengandalkan daya intuisi dan
kemampuan daya nalar, sehingga pengalaman dan keakhlian dalam menangani
persoalan data deret waktu sangat menentukan akurasi hasil. Peramalan subjektif
bukan sebuah metode statistis atau matematis yang bisa dipelajari secara keilmuan,
sehingga metode ini tidak dijadikan objek dalam analisis data deret waktu.
2. univariat.
Peramalan univariat adalah peramalan yang didasarkan pada sampel data deret waktu
univariat, dengan memperhatikan model hubungan antar pengamatan dan proses
ekstrapolasi atau transformasi data. Proses peramalan ini banyak digunakan dalam
persoalan bidang ekonomi, dan perdagangan. Peramalan mengenai hasil penjualan
suatu produk biasa dinamakan naive atau projeksi. Peramalan univariat merupakan
metode peramalan prinsipal dalam analisis data deret waktu.
3. multivariat.
Seperti sudah dikemukakan, analisis data deret waktu merupakan analisis univariat,
sehingga jika dimiliki data deret waktu multivariat, maka proses yang dilakukan
adalah
1. mentransformasikan pengamatan multivariat menjadi sebuah model univariat,
atau
2. mengadaptasi peramalan univariat dalam sistem multivariat, sehingga analisis
dilakukan dalam bentuk persamaan (model) matriks atau vektor.
47
Peramalan multivariat pada prinsipnya adalah pengembangan dari peramalan
univariat.
Walaupun prosedur peramalan diklasifikasikan dalam tiga macam, tetapi dalam
prakteknya analisis peramalan merupakan kombinasi dari minimal dua prosedur.
Misalnya, peramalan univariat sering dilakukan untuk mengembangkan atau
memperbaiki hasil dari peramalan subjektif, dan peramalan multivariat dilakukan sebagai
pengembangan dari peramalan univariat. Sebagai contoh, peramalan dalam bidang
pemasaran, model peramalan mengenai volume penjualan merupakan gabungan dari
peramalan mengenai frekuensi iklan, pangsa pasar, harga, bentuk, kualitas, dan variabel-
variabel lain yang berhubungan dengan volume penjualan.
Proses peramalan akan berhubungan dengan apa yang dinamakan waktu mendatang
(lead time) dan konsepsi peramalan jangka pendek (short term), yaitu peramalan
dengan lead time yang cukup kecil jika dibandingkan dengan panjang waktu pengamatan.
Misal dalam persoalan persediaan barang (stock control), peramalan jangka pendek
adalah peramalan ketersediaan barang dengan lead time antara waktu pemesanan sampai
pengantaran, yang biasanya memerlukan waktu beberapa minggu atau bulan.
Sebelum memilih prosedur peramalan yang akan dilakukan, perlu untuk
memperhatikan maksud dan tujuan peramalan, waktu, biaya, dan banyaknya data yang
tersedia untuk menentukan lead time yang layak diambil, sehingga proses peramalan
menjadi efektif dan efisien.
48
1. Petakan data atas waktu.
2. Telaah mengenai bentuk atau bentuk-bentuk trend yang mungkin cocok untuk model
ramalan.
3. Bangun model regresi sederhana, dengan nilai pengamatan sebagai respon (variabel
tidak bebas) dan waktu atau indeks sebagai explanatory (variabel bebas), yang dalam
penggunaannya harus dalam bentuk koding.
4. Lakukan penaksiran parameter, dan perhitungan nilai-nilai ramalan.
5. Diagnosa model dengan analisis residual.
Contoh numerik :
Perhatikan data pada Tabel 2.1. Pada Bab 2 sudah dikemukakan data tersebut stasioner
lemah dalam rata-rata hitung, tetapi tidak stasioner dalam varians, dan jika
ketidakstasioner tersebut diabaikan, dan trend dianggap linier, maka persamaan dengan
konstanta adalah
Xt = θ0 + θ1t + ε (3.1)
dan jika tanpa konstanta
Xt = θt + ε (3.2)
dengan nilai t merupakan nilai koding dari waktu atau indeks, ε kekeliruan model.
Selanjutnya jika model disajikan dalam persamaan matriks
Y = Xβ + ε (3.3)
maka untuk Persamaan (3.1)
Y : vektor berukuran 84x1, dengan elemen-elemennya adalah nilai data.
X : matriks berukuran 84x2, dengan elemen-elemen kolom ke-1 semuanya sama dengan
1, dan kolom ke-2 nilai-nilai koding dari waktu.
θ0
β=
θ1
Dari hasil perhitungan pada kedua model, disimpulkan model ramalan dengan Persamaan
(3.1) sama dengan,
∧
X t = 12,3074 – 0,0357t
dan Persamaan (3.2) sama dengan,
∧
X t = -0,0356662t
dengan t : nilai koding.
Untuk menelaah keberartian dan kecocokan model dapat dilakukan berdasarkan analisis
residual atau varians, yang metodenya dapat dipelajari pada analisis regresi biasa. Jika
hasil perhitungan ingin lengkap dengan analisis variansnya, dapat digunakan paket
program SPSS, dan untuk data pada Tabel 2.1 tersebut jika dihitung dengan paket
program SPSS maka akan diperoleh hasil seperti di bawah ini.
Regression
b
Model Summary
Std. Error
Adjusted of the
Model R R Square R Square Estimate Durbin-Watson
1 .114a .013 .001 7.7477 2.051
a. Predictors: (Constant), KODING
b. Dependent Variable: NILAI
ANOVA b
Sum of Mean
Model Squares df Square F Sig.
1 Regression 65.092 1 65.092 1.084 .301a
Residual 4922.152 82 60.026
Total 4987.245 83
a. Predictors: (Constant), KODING
b. Dependent Variable: NILAI
50
a
Coefficients
Standardi
zed
Unstandardized Coefficien 95% Confidence
Coefficients ts Interval for B
Lower Upper
Model B Std. Error Beta t Sig. Bound Bound
1 (Constant) 12.307 .845 14.559 .000 10.626 13.989
KODING -3.57E-02 .034 -.114 -1.041 .301 -.104 .032
a. Dependent Variable: NILAI
untuk model dengan konstanta, sedangkan jika tanpa konstanta, hasilnya seperti di bawah
ini
c,d
Model Summary
Std. Error
Adjusted of the
Model R R Square a R Square Estimate Durbin-Watson
1 .061b .004 -.008 14.5808 .572
a. For regression through the origin (the no-intercept model), R Square
measures the proportion of the variability in the dependent variable about
the origin explained by regression. This CANNOT be compared to R
Square for models which include an intercept.
b. Predictors: KODING
c. Dependent Variable: NILAI
d. Linear Regression through the Origin
ANOVA c,d
Sum of Mean
Model Squares df Square F Sig.
1 Regression 65.092 1 65.092 .306 .582a
Residual 17645.769 83 212.600
Total 17710.861b 84
a. Predictors: KODING
b. This total sum of squares is not corrected for the constant because the constant is
zero for regression through the origin.
c. Dependent Variable: NILAI
d. Linear Regression through the Origin
Coefficientsa,b
Standardi
zed
Unstandardized Coefficien 95% Confidence
Coefficients ts Interval for B
Lower Upper
Model B Std. Error Beta t Sig. Bound Bound
1 KODING -3.57E-02 .064 -.061 -.553 .582 -.164 .093
a. Dependent Variable: NILAI
b. Linear Regression through the Origin
30
20
10
NILAI
Value
Unstandardized Predi
0 cted Value
1 11 21 31 41 51 61 71 81
6 16 26 36 46 56 66 76
Case Number
Gambar 3.1
Grafik nilai pengamatan dengan ramalan berdasarkan
regresi linier sederhana
dan diagram pencar nilai pengamatan dengan residu dan nilai ramalan dengan residu di
bawah ini
40 14.0
13.5
30
13.0
Unstandardized Predicted Value
12.5
20
12.0
11.5
10
11.0
NILAI
0 10.5
-20 -10 0 10 20 -20 -10 0 10 20
1.5
1.0
30
0.0
20
-.5
-1.0
10
-1.5
NILAI
-2.0
0 0 10 20 30 40
0 10 20 30 40
Unstandardized Residual
Unstandardized Residual
Pada Gambar 3.1 terlihat pola nilai pengamatan sangat berbeda dengan ramalannya, dan
dari Gambar 3.2a – 3.2d, tersurat bahwa model tidak cocok dan tidak baik. Hal ini
meyimpulkan bahwa metode ekstrapolasi trend tidak cocok dan tidak baik digunakan
untuk peramalan data pada Tabel 2.1.
Untuk menelaah apakah transformasi stabilitas varians bisa mempengaruhi
terhadap peramalan dengan ekstrapolasi trend, berikut ini dilakukan perhitungan dengan
program SPSS untuk hasil transformasi stabilitas varians dari data pada Tabel 2.1
berdasarkan transformasi logaritma natural, dan hasilnya seperti di bawah ini.
Model Summary b
Std. Error
Adjusted of the
Model R R Square R Square Estimate
1 .141a .020 .008 .5994
a. Predictors: (Constant), KODING
b. Dependent Variable: LN
ANOVA b
Sum of Mean
Model Squares df Square F Sig.
1 Regression .601 1 .601 1.672 .200a
Residual 29.461 82 .359
Total 30.062 83
a. Predictors: (Constant), KODING
b. Dependent Variable: LN
53
Coefficients a
Standardi
zed
Unstandardized Coefficien
Coefficients ts
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 2.330 .065 35.621 .000
KODING -3.43E-03 .003 -.141 -1.293 .200
a. Dependent Variable: LN
untuk model dengan konstanta, dan jika tanpa konstanta hasilnya seperti di bawah ini
Std. Error
Adjusted of the
a
Model R R Square R Square Estimate
1 .035b .001 -.011 2.4182
a. For regression through the origin (the no-intercept
model), R Square measures the proportion of the
variability in the dependent variable about the origin
explained by regression. This CANNOT be compared to
R Square for models which include an intercept.
b. Predictors: KODING
c. Dependent Variable: LN
d. Linear Regression through the Origin
ANOVA c,d
Sum of Mean
Model Squares df Square F Sig.
1 Regression .601 1 .601 .103 .749a
Residual 485.348 83 5.848
Total 485.949b 84
a. Predictors: KODING
b. This total sum of squares is not corrected for the constant because the constant is
zero for regression through the origin.
c. Dependent Variable: LN
d. Linear Regression through the Origin
Coefficients a,b
Standardi
zed
Unstandardized Coefficien
Coefficients ts
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 KODING -3.43E-03 .011 -.035 -.320 .749
a. Dependent Variable: LN
b. Linear Regression through the Origin
54
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
LN
1.0
Value
Unstandardized Predi
.5 cted Value
1 11 21 31 41 51 61 71 81
6 16 26 36 46 56 66 76
Case Number
Gambar 3.3
Grafik nilai logaritma pengamatan dengan ramalannya
dan gambar diagram pencar nilai logaritma pengamatan dengan reesidu dan nilai ramalan
dengan residu
3.5
2.5
3.0
2.4
2.5
Unstandardized Predicted Value
2.0 2.3
1.5
2.2
1.0
2.1
-1.5 -1.0 -.5 0.0 .5 1.0 1.5
LN
.5
-1.5 -1.0 -.5 0.0 .5 1.0 1.5 Unstandardized Residual
Unstandardized Residual
3.0
.1
2.5
Unstandardized Predicted Value
2.0 0.0
1.5
-.1
1.0
LN
.5 -.2
.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 .5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0
Untuk menentukan nilai-nilai pembobot, salah satu cara adalah dengan menggunakan
persamaan
ci = α(1 - α)i , 0 < α < 1 (3.6)
56
dengan nilai α dihitung berdasarkan metode rekursif pada Persamaan (3.4), dengan
c i = α (1 − α ) i , sehingga persamaan menjadi
∧
x n +1 = αxn + α(1-α)xn-1 + . . . + α(1-α)n-1x1
dan proses rekursifnya,
1. hitung nilai-nilai residu
∧
x 1 = x1 r1 = 0
∧ ∧
x 2 = αx1 r2 = x2 - x 2 = x2 - αx1
∧ ∧
x 3 = αx2 + α(1-α)x1 r3 = x3 - x 3 = x3 - αx2 - α(1-α)x1
...................................................
...................................................
...................................................
∧
x n = αxn-1 - α(1-α)xn-1 - . . . - α(1-α)n-2x1
∧
rn = xn - x n = xn - αxn-1 - α(1-α)xn-2 - . . . - α(1-α)n-2x1
n
2
2. hitung jumlah kuadrat residu, J = ri
i =1
dJ
3. lakukan perhitungan diferensiasi pada J, = 0 , yang akan menghasilkan sebuah
dα
persamaan polinom berderajat tinggi, sehingga penyelesaiannya harus menggunakan
fasilitas komputer.
Proses perhitungan peramalan dengan metode ini, dapat menggunakan paket program
SPSS, MINITAB atau STATISTICA. Berdasarkan nilai α yang ditetapkan, atau hasil
proses rekursive.
Contoh numerik
Perhatikan data pada Tabel 2.1, jika komponen trend dan musimannya diabaikan
(dianggap tidak memiliki komponen trend dan musiman) dan dihitung dengan paket
program SPSS, maka diperoleh hasil
MODEL: MOD_1.
Results of EXSMOOTH procedure for Variable NILAI
MODEL= NN (No trend, no seasonality)
57
Initial values: Series Trend
12.30738 Not used
DFE = 83.
The SSE is: Alpha SSE
.1000000 5341.42375
Dari hasil perhitungan jika diambil α = 0,1 maka jumlah kuadrat kekeliruannya sama
dengan 5.341,42375 dengan derajat bebas 83, yang berarti kekeliruan bakunya sama
dengan 64,36655 yang nilainya sangat besar jika dibandingkan rata-rata nilai ramalan
atau rata-rata nilai aktual yang nilainya 12,307, sehingga peramalan dengan penghalusan
eksponensial sederhana, dengan α = 0,1 tidak cukup baik. Untuk lebih jelas dapat
ditelaah dari gambar peta nilai aktual dengan nilai ramalannya.
40
30
20
10
NILAI
Value
J U 90
N O 90
AP
SE
FE
J U 92
AU
JA
J U 95
AP
SE
EC
O
C
AY 2
AR 3
N
N
N
N
B
R
P
G
V
V
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
92
95
91
96
91
96
9
9
90
93
94
95
94
WAKTU
Gambar 3.5a
Peta data pada Tabel 2.1 dengan nilai ramalannya
berdasarkan penghalusan eksponensial sederhana dengan α = 0,1
40 16
Fit for NILAI from EXSMOOTH, MOD_3 NN A .10
15
30 14
13
20 12
11
10 10
9
NILAI
-20 -10 0 10 20 30
0
-20 -10 0 10 20 30 Error for NILAI from EXSMOOTH, MOD_3 NN A .10
58
Dari Gambar 3.5 terlihat peta nilai aktual sangat berbeda dengan peta nilai ramalannya,
dan pada Gambar 3.5a dan 3.5b, pencaran titik menyajikan sebuah kondisi model tidak
cocok dan tidak baik. Hal ini kemungkinannya nilai α belum cocok atau data yang
dianalisis memiliki komponen musiman. Oleh karena itu harus dicoba untuk α yang
lainnya, dan jika dengan beberapa nilai α masih saja memberikan kekeliruan baku yang
besar, maka kesimpulan mengenai tidak adanya komponen musiman dan trend perlu
ditelaah kembali, sehingga harus dilakukan transformasi eliminasi trend dan musiman.
3.3. Holt
Peramalan dengan penghalusan eksponen sederhana dilakukan jika data tidak
mengandung komponen trend dan musiman, sedangkan jika mengandung komponen
trend tetapi tidak mengandung komponen musiman, maka harus digunakan metode Holt,
yaitu metode penghalusan eksponensial dengan dua kali pembobotan.
Metode ini pada awalnya digunakan untuk data bulanan yang tidak memiliki
komponen musiman, dan dalam pengembangannya dapat digunakan untuk data tahunan
dengan proses analisisnya mengadapsi proses untuk data bulanan. Misalkan x1 , x2 , . . . ,
xn sampel data deret waktu bulanan tanpa komponen musiman. Jika dideskripsikan,
mt : taksiran rata-rata pada bulan yang sama (current mean) untuk bulan ke-t, t = 1 , 2 ,
… , 12
Tt : taksiran pola trend pada bulan ke-t, t = 1 , 2 , … , 12
maka formulasi pembobotannya adalah
mt = αxt + (1 – α) (mt-1 − Tt-1) (3.7)
Tt = γ(mt – mt-1) + (1 – γ)Tt-1
0 < α , γ < 1 , konstanta riel, xt pengamatan terakhir bulan ke-t
Peramalan nilai data waktu ke-t dengan lead time k dihitung dengan persamaan
∧
x t + k = mt + kTt , k = 1 , 2 , . . . , 12 ; t = 1 , 2 , … (3.8)
Perhitungan nilai α dan γ berdasarkan data sampel secara “manual” sebagai berikut
1. susun nilai data berdasarkan bulan yang sama seperti tabel berikut
59
Tahun
Bulan ... ... ...
Januari
Pebruari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
2. hitung rata-rata data pada bulan yang sama untuk setiap bulan, mt , t : 1 , 2 , ... , 12
3. tentukan model trend pada bulan yang sama untuk setiap setiap bulan, dan hitung
nilai ramalan untuk pengamatan terakhir bulan ke-t, Tt , t : 1 , 2, … , 12
4. tentukan nilai-nilai pengamatan terakhir bulan ke-t, xt , t : 1 , 2 , … , 12
5. bangun formulasi pembobotan seperti pada Persamaan (3.7)
6. lakukan proses iterasi seperti pada penghalusan eksponen sederhana untuk Persama-
an (3.7).
Proses perhitungan metode ini dapat dilakukan dengan mengunakan paket program
SPSS, STATISTICA, atau MINITAB.
Contoh numerik
Perhatikan data pada Tabel 2.1. Jika dianggap trendnya linier dan komponen
musimannya diabaikan, dengan perhitungan metode Holt menggunakan paket program
SPSS, maka diperoleh hasil.
MODEL: MOD_2.
Results of EXSMOOTH procedure for Variable NILAI
MODEL= HOLT (Linear trend, no seasonality)
Initial values: Series Trend
12.36416 -.02831
DFE = 82.
The SSE is: Alpha Gamma SSE
.1000000 .1000000 5600.61125
60
Dari hasil perhitungan dengan α = γ = 0,1 , diperoleh nilai jumlah kudrat kekeliruannya
sama dengan 5.600,61125 dengan derajat bebas 82, yang berarti kekeliruan bakunya
sama dengan 68,30013, dan nilai ini cukup besar jika dibandingkan dengan rata-rata nilai
ramalan atau nilai aktual yang sebesar 12,36416. Sehingga metode Holt dengan α = γ =
0,1 tidak cukup baik digunakan untuk peramalan data tersebut, dan jika tetap diinginkan
untuk digunakan harus dicari nilai α dan γ yang lain. Untuk lebih jelasnya ketidak
cocokan dan ketidak baikan metode Holt dengan α = γ = 0,1 dapat ditelaah pada gambar
peta nilai aktual dengan nilai ramalannya di bawah ini
40
30
20
10
NILAI
Value
JU 99
N 99
AP 199
SE 199
FE 99
JU 9 9
D 992
M 99
O 199
M 99
AU 199
JA 199
JU 99
AP 199
SE 99
O
EC
O 95
C
AY 2
AR 3
N
N
N 0
L 2
N 5
B 1
R 0
P 1
R 5
P 6
G 4
V
T 3
V
1
1
1
1
19
1
19
1
1
96
0
WAKTU
Gambar 3.6a
Peta data pada Tabel 2.1 dengan ramalannya
berdasarkan metode Holt dengan α = γ = 0
40 18
16
30
14
20 12
10
10
8
NILAI
0 6
-20 -10 0 10 20 30 -20 -10 0 10 20 30
Error for NILAI from EXSMOOTH, MOD_4 HO A .10 G .10 Error for NILAI from EXSMOOTH, MOD_4 HO A .10 G .10
61
3.4. Winters
Metode ini merupakan penghalusan eksponensial juga, dan digunakan jika data
memiliki komponen musiman, tetapi tidak memiliki komponen trend. Metode ini
digunakan jika data adalah data bulanan, sebab musiman hanya dideskripsikan pada data
bulanan. Secara umum, yang dimaksud dengan musiman adalah komponen siklis dengan
periode 12 bulan.
Konsepsi perhitungan metode Winters identik dengan metode Holt, yaitu penghalusan
eksponensial dengan dua kali pembobotan. Misalkan x1 , x2 , . . . , xn , sampel data deret
waktu yang memiliki komponen musiman, tetapi tidak memiliki komponen trend.
Selanjutnya jika didefinisikan
mt : taksiran rata-rata pada bulan yang sama untuk bulan ke-t, t : 1 , 2 , … , 12
st : taksiran faktor musiman pada bulan ke-t, t = 1 , 2 , … , 12
dan komponen musimannya multiplikatif dengan persamaan
xt = mtst + εt , εt : kekeliruan acak
maka formulasi pembobotannya
xt
mt = α + (1-α)mt-1 (3.9)
s t −12
xt
st = δ + (1-δ)st-12
mt
dan nilai ramalan untuk lead time h, dihitung dengan formulasi
∧
x t + h = mtst-12+h
Sedangkan jika aditif dengan persamaan
xt = mt + st + εt , εt kekeliruan acak
maka formulasi pembobotannya
mt = α(xt – st-12) + (1 – α)mt-1 (3.10)
st = δ(xt – mt) + (1 – δ)st-12
dan nilai ramalan untuk lead time h, dihitung dengan formulasi
∧
x t + h = mt + st-12+h
62
Pada formulasi pembobotan, xt pengamatan terakhir pada bulan ke-t , α dan δ konstanta
real, 0 < α , δ < 1 . Sedangkan nilai lead time h = 1, 2, . . . , 12.
Proses untuk menghitung α dan δ sama seperti pada metode Holt, dan perhitungannya
dapat dilakukan dengan menggunakan paket program MINITAB, STATISTICA atau
SPSS.
Contoh numerik
Untuk data pada Tabel 2.1, jika digunakan penghalusan eksponensial sederhana dengan
α = 1, dan metode Holt dengan α = γ = 0,1 maka diperoleh kekeliruan baku yang cukup
besar. Sedangkan jika digunakan metode Winters dengan perhitungannya menggunakan
paket program SPSS, diperoleh hasil seperti di bawah ini.
Jika variasi komponen musiman aditif, dengan α = δ = 0,1
MODEL: MOD_2.
Results of EXSMOOTH procedure for Variable NILAI
MODEL= NA (No trend, additive seasonality) Period= 12
Seasonal indices:
1 -4.03994
2 -3.93549
3 -2.94785
4 5.96770
5 1.29840
6 -.67591
7 2.95929
8 1.81381
9 .85340
10 5.71479
11 -2.59549
12 -4.41271
Results of EXSMOOTH procedure for Variable NILAI (CONTINUED)
MODEL= NA (No trend, additive seasonality) Period= 12
Initial values: Series Trend
12.30738 Not used
DFE = 72.
The SSE is: Alpha Delta SSE
.1000000 .1000000 5052.38536
sedangkan jika multifikatif dengan α = δ = 0,1
MODEL: MOD_3.
Results of EXSMOOTH procedure for Variable NILAI
MODEL= NM (No trend, multiplicative seasonality) Period= 12
Seasonal indices:
1 77.29418
2 70.03453
63
3 77.10442
4 152.74802
5 103.10255
6 82.86526
7 122.58842
8 103.14504
9 112.47472
10 158.17658
11 68.18313
12 72.28317
Results of EXSMOOTH procedure for Variable NILAI (CONTINUED)
MODEL= NM (No trend, multiplicative seasonality) Period= 12
Initial values: Series Trend
12.30738 Not used
DFE = 72.
The SSE is: Alpha Delta SSE
.1000000 .1000000 5155.50901
dari hasil perhitungan, jika musimannya aditif maka jumlah kuadrat kekeliruannya sama
dengan 5.052,3836 dengan derajat bebas 72, yang berarti kekeliruan bakunya sama
dengan 70,1703. Sedangkan jika musimannya multiplikatif, maka jumlah kuadrat
residunya sama dengan 5.155,61125 dengan derajat bebas 72, atau kekeliruan bakunya
sama dengan 71,5495, dan kedua kekeliruan baku itu masih cukup besar jika
dibandingkan dengan nilai rata-rata ramalan atau nilai aktual. Untuk lebih jelas dapat
dipelajari dari gambar peta nilai aktual dengan nilai ramalannya.
40 40
30 30
20 20
10 10
NILAI NILAI
Value
Value
JA
J U 19
N O 19
AP 19
SE 19 0
FE 19 1
J U 19 1
D E 19
M 19
O 19 2
M 19 3
AU 1 3
J A 19 4
J U 19 4
N 19
AP 19
SE 19 5
O 9
CT 9
CT 9
AY 9
A 9
AY 9
AR 9
N
N 9
N 9
N 90
L 92
N 95
N 90
L 92
N 95
B 9
B 9
R 9
P 991
R 9
P 96
R 9
P 9
R 9
P 96
C 92
G 99
C 92
G 99
V 90
V 95
V 90
V 5
19
19
96
96
WAKTU WAKTU
64
Fit for NILAI from EXSMOOTH, MOD_5 WI A .10 G .10 D .10
40 30
30
20
20
10
10
NILAI
0 0
-20 -10 0 10 20 30 -20 -10 0 10 20 30
Error for NILAI from EXSMOOTH, MOD_5 WI A .10 G .10 D .10 Error for NILAI from EXSMOOTH, MOD_5 WI A .10 G .10 D .10
40 30
30
20
20
10
10
NILAI
0 0
-20 -10 0 10 20 30 -20 -10 0 10 20 30
Error for NILAI from EXSMOOTH, MOD_6 LA A .10 G .10 D .10 Error for NILAI from EXSMOOTH, MOD_6 LA A .10 G .10 D .10
Dari gambar-gambar tersebut tersurat metode Winters dengan α = δ = 0,1 jika akan
digunakan untuk peramalan pada data Tabel 2.1, hasilnya kurang baik, sehingga harus
dicari nilai α dan δ yang lain untuk mendapatkan model yang lebih baik dan cocok.
3.5. Holt-Winters
Metode peramalan Holt-Winters merupakan gabungan dari dari metode Holt dan
metode Winters, digunakan untuk peramalan jika data memiliki komponen trend dan
musiman. Metode ini juga merupakan penghalusan eksponensial dengan tiga kali
65
pembobotan. Jika x1 , x2 , . . . , xn sampel data deret waktu yang memiliki komponen
trend dan musiman, dan didefinisikan
mt : taksiran rata-rata pada bulan yang sama untuk bulan ke-t,
st : taksiran faktor musiman pada bulan ke-t,
Tt : taksiran pola trend pada bulan ke-t,
t = 1 , 2 , … , 12
maka formulasi pembobotan Holt-Winters, jika komponen musimannya aditif adalah
mt = α(xt – st-12) + (1– α)(mt-1 + rt-1) (3.12)
st = γ(xt – mt) +(1 – γ)st-12
Tt = δ(mt – mt-1) + (1 – δ)Tt-1
dan jika multifikatif
xt
mt = α + (1-α)(mt + Tt) (3.13)
s t −12
xt
st = γ + (1-γ)st-12
mt
67
40 40
30
30
20
20
10
NILAI
10
NILAI
Value
Fit for NILAI from E
0 XSMOOTH, MOD_8 LM A
Value
JA
JU 1
N 1 90
A P V 1 90
S E R 1 90
F E P 1 91
J U B 1 91
D 19 92
M C1 2
O 1 92
M T 1 93
A U R 1 93
J A G 1 94
J U 1 94
N 1 95
A P V 1 95
S E R 1 95
O 9
E 9
O 9
C 9
AY 9
A 9
0 XSMOOTH, MOD_7 LA A
N 9
N 9
L 9
N 9
P 99
19 6
9
9
9
9
9
96
JA
JU 1
N N 1 90
AP V 1 0
SER 1 90
FE P 1 91
JU 1 1
D 19 92
M C 1 92
O Y 1 92
M T 1 93
AU 1 93
JA G 1 94
JU 1 9 4
N 1 5
AP V 1 95
SER 1 95
O 99
O 9
C 9
A 9
AR 9
N
N 9
L 9
N
B
P 99
WAKTU
19 6
9
99
99
9
9
9
9
WAKTU 96
30
20
20
10
10
NILAI
0 0
-20 -10 0 10 20 30 -20 -10 0 10 20 30
Error for NILAI from EXSMOOTH, MOD_8 LM A .10 G .10 D .10 Error for NILAI from EXSMOOTH, MOD_8 LM A .10 G .10 D .10
68
Fit for NILAI from EXSMOOTH, MOD_7 LA A .10 G .10 D .10
40 30
30
20
20
10
10
NILAI
0 0
-20 -10 0 10 20 30 -20 -10 0 10 20 30
Error for NILAI from EXSMOOTH, MOD_7 LA A .10 G .10 D .10 Error for NILAI from EXSMOOTH, MOD_7 LA A .10 G .10 D .10
3.6. Box-Jenkins
Proses peramalan dengan metode ini dikenalkan dan dikembangkan oleh G. E. P. Box
dan G. M. Jenkins pada tahun 1960-an. Peramalan dengan metode Box-Jenkins pada
umumnya akan memberikan hasil yang lebih baik dari metode-metode peramalan yang
lain, sebab metode ini tidak mengabaikan kaidah-kaidah pada data deret waktu, tetapi
proses perhitungannya cukup kompleks jika dibandingkan dengan metode peramalan
yang lainnya, hanya banyak paket program komputer yang dapat digunakan untuk
mempermudah perhitungannya. Berdasarkan pengalaman jika diinginkan hasil yang
69
baik, ukuran sampel untuk digunakan dalam peramalan dengan metode ini paling kecil
50, dan lebih baik lagi jika lebih dari 100.
Peramalan dengan metode Box-Jenkins didasarkan pada model regresi deret waktu
stasioner tanpa komponen musiman, sehingga jika yang dianalisis data bulanan, maka
perlu ditelaah keberadaan komponen musimannya, sebab jika ada, komponen ini harus
dieliminasi melalui sebuah proses diferensi. Langkah-langkah penting yang harus
dilakukan jika akan melakukan peramalan dengan metode ini adalah,
1. Petakan data atas waktu, dan telaah mengenai bentuk trend, kestabilan varians, dan
keberadaan komponen musiman, untuk menentukan bentuk transformasi kelinieran
trend (jika tidak linier), kestabilan varians (jika belum stabil), dan eliminasi
komponen musiman (jika ada).
2. Hitung ACF dan PACF dan gambarkan korelogramnya untuk data asli dan data hasil
transformasi, untuk menelaah orde diferensi dan autoregresi yang akan diambil.
3. Bangun model-model ARIMA(k,q,p) yang kemungkinan cocok untuk data yang
dimiliki.
4. Lakukan penaksiran parameter untuk setiap model yang dibangun.
5. Lakukan analisis varians atau analisis residual untuk menentukan model ramalan
yang akan digunakan. Model ramalan yang digunakan adalah model yang signifikans
dengan kekeliruan baku model paling kecil.
6. Jika diperlukan maka deskripsikan model-model alternatifnya.
Sudah dikemukakan, peramalan dengan metode ini data harus stasioner dan tidak
memiliki komponen musiman. Sehingga tahap pertama dari proses peramalan dengan
metode ini adalah proses diferensi untuk untuk menstasionerkan data dan menghilangkan
komponen musiman (jika ada). Jika trend linier dan tidak ada komponen musiman, maka
diferensi orde-1 biasanya sudah cukup untuk menstasioner data. Tetapi jika trend linier
dan ada komponen musiman dengan periode p ≤ 12 (pada umumnya p = 12, tetapi untuk
beberapa kasus, misalnya dalam bidang klimatologi bisa saja p < 12 sehingga dalam satu
tahun komponen musiman lebih dari satu), maka orde diferensinya p jika musimannya
2
aditif, dan jika multifikatif. Dalam prakteknya proses diferensi dengan orde paling
p
70
besar sama dengan p sudah cukup untuk menghilangkan komponen musiman, baik yang
aditif atau multiplikatif, sebab jika orde diferensi terlalu tinggi akan menyebabkan
banyak data hilang (secara matematis, jika orde diferensi p maka data hilang akan
sebanyak p+1 buah). Dalam hal trend tidak linier, seperti sudah dikemukakan sebelum
melakukan proses diferensi, harus dilakukan dulu proses linieritas trend.
Jika model yang cocok sudah diperoleh berdasarkan sampel berukuran n, maka
selanjutnya lakukan ramalan untuk k langkah ke depan (sebaiknya k < ¼n). Box dan
Jenkins mengemukakan model ramalan cukup baik untuk digunakan jika nilai residu,
yaitu selisih antara nilai pengamatan dengan nilai ramalannya, cukup kecil, sehingga
setiap nilai ramalan yang diperoleh perlu ditelaah kewajarannya berdasarkan nilai residu
tersebut.
Sudah dikemukakan, model regresi deret waktu yang digunakan sebagai model
ramalan dengan metode Box-Jenkins adalah model ARIMA(k,q,p) tanpa komponen trend
dan musiman, sehingga jika ada, maka komponen-komponen tersebut harus dieliminasi
dulu melalui proses diferensi, dan selanjutnya model ARIMA(k,q,p) dibangun
berdasarkan data yang telah dieliminasi. Konsepsi ini secara statistis dapat
“digeneralisasikan” dalam model ARIMA(k,q,p) trend-musiman, yang biasa dinamakan
model Box-Jenkins (K,k,P,p) dengan persamaan
ΓK(B)ιk(B12)Wt = ΨP(B)ψp(B12)at
Γk(B) , ιK(B12) , Ψp(B) , ψP(B12) , masing-masing polinom atas operator backshift B
dengan orde masing-masing k (orde AR), K (orde AR musiman), p (orde MA), dan P
(orde MA musiman),
at “kekeliruan Box-Jenkins” yang merupakan variabel acak tidak terukur dengan rata-rata
0 dan varians konstan σ2,
Wt variabel yang dibangun dari variabel pengamatan Xt berdasarkan proses diferensi
untuk mengeliminasi kompoenen trend dan musiman, Wt = (1-B)d(1-B12)DXt, d : orde
diferensi untuk mengeliminasi komponen trend dan D : untuk komponen musiman.
Misal jika d = D = 1 , maka
Wt = (1-B)(1-B12)Xt = (1-B12)Xt – (1-B12)Xt-1 = (Xt – Xt-12) – (Xt-1 – Xt-13)
dan jika K = p = 1 , k = P = 0 maka model Box-Jenkins-nya adalah
71
Γ1(B)ι0(B12)Wt = Ψ0(B)ψ1(B12)at
(1 - γB)Wt = (1 - ψB12)at
(1 − γB){ (Xt – X12) – (Xt-1 – Xt-13} = at − ψB12at
(1 − γB) (Xt – Xt-12) − (1 − γB) (Xt-1 – Xt-13) = at − ψat-12
Xt – X12 − γBXt + γBXt-12 – Xt-1 + Xt-13 + γBXt-1 − γBXt-13 = at − ψat-1
Xt – Xt-12 − γXt-1 + γXt-13 – Xt-1 + Xt-13 + γXt-2 − γXt-14 = at − ψat-1
Xt = γXt-1 + at − ψat-1 + (Xt-1 − Xt-2) + (Xt-12 − Xt-13) + γ(Xt-14 − Xt-13)
Jika ditelaah, maka persamaan ini merupakan gabungan model ARMA(1,1) dengan
proses diferensi orde 1, sehingga persamaan seperti ini selanjutnya dinamakan model
trend-musiman ARIMA(1,1,1) atau model Box-Jenkins (1,0,0,1). Untuk menghitung
penaksir parameter γ dan ψ berdasarkan sampel data deret waktu berukuran n dapat
digunakan program SPSS. Misalnya untuk data pada Tabel 2.1, jika modelnya Box-
Jenkins (1,1,1) maka akan diperoleh hasil seperti di bawah ini
MODEL: MOD_1
Model Description:
Variable: NILAI
Regressors: NONE
Non-seasonal differencing: 1
Seasonal differencing: 1
Length of Seasonal Cycle: 12
Parameters:
AR1 ________ < value originating from estimation >
MA1 ________ < value originating from estimation >
95.00 percent confidence intervals will be generated.
Split group number: 1 Series length: 84
Number of cases skipped at end because of missing values: 1
Melard's algorithm will be used for estimation.
Termination criteria:
Parameter epsilon: .001
Maximum Marquardt constant: 1.00E+09
SSQ Percentage: .001
Maximum number of iterations: 10
Initial values:
AR1 -.22752
MA1 .54705
Marquardt constant = .001
Adjusted sum of squares = 10454.648
Iteration History:
Iteration Adj. Sum of Squares Marquardt Constant
1 9641.8261 .00100000
2 9595.9342 .00010000
72
3 9553.1416 .00001000
4 9481.6217 .00000100
5 9335.6223 .00000010
Conclusion of estimation phase.
Estimation terminated at iteration number 6 because:
All parameter estimates changed by less than .001
FINAL PARAMETERS:
Number of residuals 71
Standard error 11.388236
Log likelihood -273.93872
AIC 551.87744
SBC 556.4028
Analysis of Variance:
DF Adj. Sum of Squares Residual Variance
Residuals 69 9332.8491 129.69193
Variables in the Model:
B SEB T-RATIO APPROX. PROB.
AR1 -.11627175 .12210804 -.952204 .34431736
MA1 .96804839 .08958795 10.805565 .00000000
Covariance Matrix:
AR1 MA1
AR1 .01491037 .00307526
MA1 .00307526 .00802600
Correlation Matrix:
AR1 MA1
AR1 1.0000000 .2811174
MA1 .2811174 1.0000000
>Warning # 16567. Command name: ARIMA
>Our tests have determined that the estimated model lies close to the
>boundary of the invertibility region. Although the moving average
>parameters are probably correctly estimated, their standard errors and
>covariances should be considered suspect.
The following new variables are being created:
Name Label
FIT_14 Fit for NILAI from ARIMA, MOD_1 NOCON
ERR_14 Error for NILAI from ARIMA, MOD_1 NOCON
LCL_14 95% LCL for NILAI from ARIMA, MOD_1 NOCON
UCL_14 95% UCL for NILAI from ARIMA, MOD_1 NOCON
SEP_14 SE of fit for NILAI from ARIMA, MOD_1 NOCON
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh taksiran untuk γ dan ψ masing-masing,
∧ ∧
γ = -0,11627175 dan ψ = 0,96804839 dengan kekeliruan baku masing-masing
sγ = 0,12210804 dan sψ = 0,08958795 sedangkan kekeliruan baku modelnya sama dengan
sa = 11,388236. Jika menelaah nilai T-RATIO untuk masing-masing penaksir dan
dibandingkan dengan nilai T-TABEL untuk taraf signifikans α = 0,05 derajat bebas 69 :
2,62 < T-TABEL < 2,69 , maka disimpulkan koefisien AR(1) tidak signifikans sedangkan
73
koefisien MA(1) signifikans. Untuk menelaah tingkat keberartian dan kebaikan model
dapat ditelaah pada gambar-gambar di bawah ini
40
30
20
10
Fit for NILAI from A
RIMA, MOD_1 NOCON
Value
0 NILAI
1 11 21 31 41 51 61 71 81
6 16 26 36 46 56 66 76
Case Number
Gambar 3.9a
Peta nilai data dengan ramalannya
berdasarkan model Box-Jenkins (1,1,1)
40 40
Fit for NILAI from ARIMA, MOD_1 CON
30 30
20 20
10 10
NILAI
0 0
-30 -20 -10 0 10 20 30 -30 -20 -10 0 10 20 30
Error for NILAI from ARIMA, MOD_1 CON Error for NILAI from ARIMA, MOD_1 CON
Dari hasil analisis varians dan gambar-gambar ini disimpulkan metode Box-Jenkins
memberikan hasil yang lebih baik dari metode peramalan yang lain, dan model Box-
Jenkins (1, 0 , 0, 1) masih belum cukup baik digunakan sebagai model ramalan untuk
data pada Tabel 2.1, sehingga harus diambil nilai-nilai orde yang lain.
74
Walaupun metode Box-Jenkins dan Holt-Winters adalah proses peramalan untuk data
yang memiliki komponen trend dan musiman, tetapi ada perbedaan yang mencolok antara
keduanya. Metode Holt-Winters adalah proses peramalan berdasarkan analisis “keluarga
model regresi deret waktu sederhana”, sedangkan metode Box-Jenkins berdasarkan
analisis “pemilihan model trend-musiman ARIMA”, dengan proses yang lebih
kompleks daripada metode Holt-Winters, walaupun dalam prakteknya, proses
perhitungan keduanya harus dilakukan dengan menggunakan fasilitas komputer.
75
4. lakukan penaksiran parameter secara bertahap untuk setiap S = 1, 2, . . . , M , dan
hitung nilai-nilai ramalannya,
5. proses penaksiran dihentikan jika jumlah kuadrat residu pada langkah ke-j sudah
cukup kecil dari langkah sebelumnya, dan model ini yang digunakan sebagai model
ramalan.
76
metode yang dapat digunakan maka pilihan harus pada metode yang memiliki efisiensi
tinggi dengan tingkat kekeliruan yang paling kecil.
Pertimbangan yang sangat penting pada saat akan memilih metode peramalan, adalah
untuk apa peramalan dilakukan ? Sebab jika peramalan dilakukan untuk tujuan
perencanaan, misalnya dalam persoalan perencanaan produksi dan pengontrolan
persediaan, maka metode yang digunakan adalah yang bisa memberikan derajat
ketepatannya yang tinggi dibandingkan dengan jika mencari norma atau ukuran. Dalam
praktek sering diperlukan beberapa metode peramalan, misalnya dalam bidang pemasaran
untuk menelaah apakah promosi bisa meningkatkan volume penjualan ? Dalam
persoalan seperti ini jika tujuan peramalan adalah menentukan norma atau ukuran, maka
metode yang dipilih adalah yang bisa memberikan informasi paling banyak, untuk
keperluan perencanaan dan pengontrolan.
Pertimbangan lain dalam memilih metode peramalan adalah ketersedian dan
kemudahan untuk mendapatkan data, sebab banyaknya data yang digunakan dalam
analisis akan menentukan lead time yang diinginkan, disamping derajat ketepatan dan
keberartian hasil peramalan. Pengambilan data harus dilakukan dengan baik dan benar,
sehingga sampel yang diperoleh bisa mencerminkan populasinya. Apalagi jika
peramalan akan menggunakan metode Statistika, maka metode pengambilan sampelnya
harus menggunakan kaidah dan konsepsi ilmu Statistika, agar derajat ketepatan dan
keberartian hasil peramalan dapat diukur secara kuantitatif, sehingga dapat
dipertanggung-jawabkan secara keilmuan.
Seperti sudah dikemukakan, metode peramalan statistis memiliki syarat tertentu
dalam penggunaannya, misalnya metode ekstrapolasi trend, digunakan jika data tidak
berautokorelasi dan variansnya homogen, metode Holt-Winters dan Box-Jenkins
digunakan untuk data yang memiliki komponen musiman. Masing-masing metode
memiliki derajat ketepatan dan keberartian yang bergantung pada ukuran sampel dan
keterbatasan dalam penentuan lead time, misal metode Box-Jenkin diperlukan ukuran
sampel paling kecil 50, ekstrapolasi trend hanya cocok untuk peramalan jangka pendek.
Sudah dikemukakan, dalam ilmu Statistika peramalan didasarkan pada sebuah model
regresi, sehingga jika sebuah model ramalan dipilih maka harus dipertimbangkan
77
1. keberartian dari penaksir koefisien regresi, yang dapat dilakukan berdasarkan analisis
varians,
2. kekeliruan baku model yang dapat ditelaah berdasarkan analisis residual,
3. dipenuhi-tidaknya asumsi, yang dapat dilakukan berdasarkan sebuah pengujian
hipotesis,
4. lead time maksimum yang harus sesuai dengan ukuran sampel.
78
BAB 4
MODEL FUNGSI TRANSFER
Peramalan data deret waktu pada dasarnya adalah analisis univariat, sedangkan dalam
kenyataan, sebagian besar pengamatan merupakan data multivariat. Misal dalam bidang
pemasaran, volume penjualan bergantung pada cara pemasaran, bentuk promosi, dan
daerah pemasaran, yang masing-masing faktor tersebut lebih dari satu macam, sehingga
jika analisis peramalan hanya didasarkan pada volume penjualan saja, tanpa
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya, maka informasi untuk pembuatan
norma atau ukuran keberhasilan pemasaran, apalagi untuk keperluan proses kontrol dan
perencanaan, menjadi tidak lengkap, sehingga tujuan peramalan tidak tercapai secara
utuh. Salah satu upaya menganalisis data deret waktu multivariat agar diperoleh hasil
yang dapat memberikan informasi yang lengkap dan simultan, adalah dengan
mentransformasikan menjadi model univariat melalui proses model fungsi transfer, yang
konsepsinya didasarkan pada data bivariat.
79
ηt : kekeliruan, yang merupakan variabel acak tidak terukur berdistribusi identik saling
bebas dengan rata-rata 0 varians konstan σ2, dan saling bebas dengan Xt, yang dalam
deret waktu dinamakan noise.
Box-Jenkins (1976) menamakan Persamaan (4.1) dengan model fungsi transfer, atau
model ARMAX.
Model fungsi transfer disebut stabil (stable) jika νi merupakan deret konvergen,
ν i < ∞ , sehingga Persamaan (4.1) disebut sebuah sistem stabil, jika Xt < ∞
i t
menjadikan Yt < ∞ , dan disebut sistem kausal (causal) jika νi = 0 untuk i < 0.
t
Akibatnya, dalam model kausal, deret keluaran bukan respon pada deret masukan selama
keduanya benar-benar digunakan pada sistem; dengan perkataan lain, sebuah model
disebut kausal jika keberadaan deret keluaran disebabkan pengaruh deret masukan dari
awal sampai akhir sepanjang sistem digunakan, tetapi tidak sebaliknya. Model kausal
biasa juga dinamakan model realistis (realizable), karena model-model kausal banyak
ditemukan dalam persoalan dunia nyata. Dalam praktek, sistem selalu merupakan model
stabil atau kausal, dan disajikan dalam persamaan
Yt = ν0Xt + ν1Xt-1 + ν2Xt-2 + . . . + ηt = ν(B)Xt + ηt (4.2)
ν(B) = ν0 + ν1B + ν2B2 + . . . , ν0 + ν1 + ν2 + . . . < ∞ ,
Xt dengan ηt saling bebas.
Jika digambarkan sistem fungsi transfer adalah seperti di bawah ini
Xt
Fungsi transfer
ν(B)
Yt
t
ηt
ν0 ν1 ν2 ν3 ν4 ν5 ν6 . . . ⊕
t
t
Gambar 4.1
Sistem fungsi transfer dinamis
80
Sasaran dari analisis fungsi transfer adalah penaksiran parameter dan identifikasi
model dari fungsi transfer ν(B), dan ηt berdasarkan sampel data bivariat (xt , yt)′,
sehingga dalam prosesnya muncul kesulitan, karena (xt , yt)′ deret terbatas, sedangkan
ν(B) merupakan deret tidak terbatas, dan salah cara untuk mengatasinya adalah
menyajikan ν(B) dalam bentuk pecahan
ωs (B)B b
ν(B) = (4.3)
ϖ r (B)
dengan
ωs(B) = ω0 − ω1B − . . . − ωsBs ,
ϖr(B) = 1 − ϖ1B − . . . − ϖrBr ,
b parameter kelambatan (delay) yang menyajikan lag waktu aktual (actual time lag) yang
lewat, sebelum impuls dari variabel masukan memberikan pengaruh (effect) pada variabel
keluaran.
ωi dan ϖj : parameter, dan penaksir untuk ϖj jika sistem stabil adalah akar persamaan
∧
ϖr(B) = 0, yang merupakan titik-titik di luar lingkaran satuan, atau ϖ i ≥ 1 .
Jika ωs(B), ϖr(B), dan b sudah diperoleh, maka pembobot respon impuls νi ditaksir
berdasarkan persamaan
ϖr(B)ν(B) = ωs(B)Bb
(1−ϖ1B− . . . −ϖrBr)( ν0+ν1B+ν2B2+ . . .) = (ω0−ω1B− . . . −ωsBs)Bb (4.4)
yang penyelesaiannya adalah
νj = 0 , jika j < b
νj = ϖ1νj-1 + ϖ2νj-2 + . . . + ϖrνj-r + ω0 , jika j = b
νj = ϖ1νj-1 + ϖ2νj-2 + . . . + ϖrνj-r − ωj-b , jika j = b+1, b+2, . . . , b+s
νj = ϖ1νj-1 + ϖ2νj-2 + . . . + ϖrνj-r , jika j > b+s
Hal ini berarti r buah pembobot respon impuls, νb+s, νb+s-1, . . . νb+s-r+1, merupakan jawab
awal (starting values) untuk persamaan diferensi
ϖr(B)νj = 0 , j > b+s, (4.5)
dengan perkataan lain, pembobot respon impuls untuk Persamaan (4.3) terdiri atas
1. b buah pertama bernilai 0, ν0 = ν1 = . . . = νb-1 = 0
81
2. s-r+1 buah berikutnya, νb, νb+1, . . . , νb+s-r, tidak mengikuti pola yang tetap,
3. r buah selanjutnya, νb+s-r+1, νb+s-r+2, . . . , νb+s, adalah pembobot respon impuls sebagai
jawab awal Persamaan (4.5)
4. νj , j > b+s , jawab Persamaan (4.5).
sehingga kesimpulannya,
1. b dicari berdasarkan fakta bahwa νj = 0 , j < b dan νb ≠ 0 ,
2. r dicari berdasarkan pola dari pembobot respon impuls, yang identik dengan mencari
orde k pada identifikasi model ARIMA(k,q,p) univariat melalui fungsi autokorelasi
(ACF).
3. untuk nilai b yang ditetapkan, jika r = 0 maka nilai s dengan mudah dapat dicari
berdasarkan fakta, νj = 0 , j > b+s, sedangkan jika r ≠ 0 maka s dicari berdasarkan
telaahan pola kelambatan pembobot respon impuls, dan nilai s adalah perkiraan
dimulainya kelambatan.
Dalam prakteknya nilai r dan s pada Persamaan (4.3) tidak pernah melebihi 2,
sehingga dapat diilustrasikan model-model fungsi transfer seperti pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Ilustrasi fungsi transfer untuk r = 0 , r = 1 , r = 2
(2 , 0 , 0) ν(B)Xt = ω0Xt-2
82
ω0
(2 , 1 , 0) ν(B)X t = X t −2
(1 − ϖ1 B)
(ω 0 − ω1 B)
(2 , 1 , 1) ν(B)X t = X t −2
(1 − ϖ1B)
(ω0 − ω1 B − ω 2 B 2 )
(2 , 1 , 2) ν(B)X t = X t −2
(1 − ϖ1 B)
ω0
(2 , 2 , 0) ν(B)X t = X t −2
(1 − ϖ1 B − ϖ 2 B 2 )
(ω 0 − ω1B)
(2 , 2 , 1) ν(B)X t = X t −2
(1 − ϖ1 B − ϖ 2 B 2 )
(ω0 − ω1 B − ω 2 B 2 )
(2 , 2 , 2) ν(B)X t = X t −2
(1 − ϖ1 B − ϖ 2 B 2 )
83
damped diperoleh jika akar-akarnya bilangan riil, atau jika ϖ12 + 4ϖ2 ≥ 0; dan
gelombang sinus damped jika akar-akarnya bilangan kompleks, atau jika
ϖ12 + 4ϖ2 < 0. Nilai s dengan mudah dapat dicari dari gambar pola pembobot
respon impuls.
0 , jika k < 0
2
σZ
karena Var.(Xt) = σX2 = , maka korelasi silang Zt dengan Xt sama dengan
1 − ϕ2
γ ZX (k ) 1 − ϕ2 ϕ k 1 - ϕ 2 , jika k ≥ 0
ρZX(k) = = γZX(k) =
σ Zσ X σZ
2
0 , jika k < 0
85
dengan cara seperti pada model AR(1), dapat ditunjukan bahwa korelasi silang Zt dengan
Xt untuk model ARMA(k,p) univariat, merupakan bentuk khusus model fungsi transfer
tanpa kekeliruan model (noise), karena dalam hal ini Xt sebagai deret keluaran dan Zt
(noise) deret masukan.
Dari Persamaan (4.8) tersurat, hubungan antara CCF, ρXY(k) , dan nilai fungsi respon
impuls, νi , “terkotori” (contaminated) oleh struktur autokorelasi dari deret masukan, Xt ,
sehingga jika pada Persamaan (4.3), r = 0, dan fungsi transfer ν(B) hanya memiliki
pembobot respon impuls yang banyaknya berhingga, maka menentukan penaksir νi
berdasarkan formulasi Persamaan (4.8) menjadi sulit, karena varians-kovarians sampel
untuk menaksir ρXY(k) juga “terkotori” oleh struktur autokorelasi dari deret masukan Xt
tersebut, sehingga pengujian keberartian ρXY(k) dan νk juga menjadi sulit.
Dalam hal deret masukan adalah kekeliruan model (noise), yang berarti ρX(k) = 0
untuk k ≠ 0, maka Persamaan (4.8) dapat direduksi menjadi
86
σY
νk = ρXY(k) (4.9)
σX
φ k (B) φ (B) Ξ
sehingga jika didefinisikan Ξt = ηt , atau k = t , maka secara umum
ψ p (B) ψ p (B) ηt
δt Ξt
ν(B) = −
εt εt
87
sehingga pembobot respon impuls, νj , untuk fungsi transfer dihitung berdasarkan
persamaan
σδ
νk = ρδε(k) , (4.10)
σε
dengan σδ2 , σε2 , ρδε(k) , masing-masing varians δt , εt , dan korelasi silang δt dengan εt+k.
sρxy(k).
Telah dibuktikan oleh M. S. Bartlett (1955) dibawah asumsi distribusi normal,
[ρ
∞
∧ ∧
Kov.{ ρ xy (k ) , ρ xy (k + j) } ≅ 1 xy (i)ρ yy (i + j) + ρ xy (i + k + j)ρ xy (k − i)
n−k i = −∞
{ 2 2
+ ρ xy (k )ρ xy (k + j) ρ xy (i) + 12 ρ xx (i) + 12 ρ yy (i)
2
}
88
− ρ xy (k ){ρ xx (i)ρ xy (i + k + j) + ρ xy (−i)ρ yy (i + k + j)}
]
− ρ xy (k + j){ρ xx (i)ρ xy (i + k ) + ρ xy (−i)ρ yy (i + k )}
[ρ
∞
∧
Var.{ ρ xy (k ) }≅ 1 xx (i)ρ yy (i) + ρ xy (i + k )ρ xy (k − i)
n−k i = −∞
2
{ 2 2
+ ρ xy (k ) ρ xy (i) + 12 ρ xx (i) + 12 ρ yy (i)
2
}
− 2ρ xy (k ){ρ xx (i)ρ xy (i + k ) + ρ xy (−i)ρ yy (i + k )} ]
sehingga di bawah H0 : ρxy(k) = 0,
∧ ∧ ρ yy
Kov.{ ρ xy (k ) , ρ xy (k + j) } ≅
n−k
dan
∧
Var.{ ρ xy (k ) }≅ 1
n−k
∧ 1
yang berarti kekeliruan baku ρ xy (k ) , s ρxy ( k ) ≅ .
n−k
∧
Untuk menguji apakah ρ xy (k ) signifikans, bandingkan saja nilainya dengan 1 ,
n−k
∧
jika lebih kecil berarti tidak signifikans, atau ρ xy (k ) dianggap sama dengan 0, yang
berarti Xt dengan Yt tidak berkorelasi. Hal ini menyimpulkan proses pemodelan fungsi
transfer tidak perlu dilanjutkan, dan analisis dilakukan untuk masing-masing variat
dengan menggunakan analisis regresi deret waktu univariat.
∧
Jika ρ xy (k ) signifikans, maka proses dilanjutkan dengan
4. membangun model ARMA(k,p) untuk Xt, φk(B)Xt = ψp(B)εt, dan lakukan penaksiran
∧ ∧
parameter sehingga diperoleh model taksiran φ k (B)X t = ψ p (B)ε t .
∧ ∧
φ k (B) φ k (B)
5. membangun deret “pemutih”, εt = ∧
X t , dan δt = ∧
Yt
ψ p (B) ψ p (B)
∧ ∧ ∧
2 2
6. menghitung varians dan korelasi silang deret “pemutih”: σ ε , σ δ , ρ εδ (k )
89
∧
∧ σδ ∧
7. menghitung pembobot respon impuls, ν k = ∧
ρ εδ (k )
σε
∧
8. menguji signifikansi ν k , dengan membandingkannya dengan 1 , jika lebih
n−k
∧ ∧
kecil, berarti ν k tidakk signifikans, atau ν k dianggap sama dengan 0.
9. mengidentifikasi parameter kelambatan dan model polinom
ωs(B) = ω0 − ω1B − . . . − ωsBs , ϖr(B) = 1 − ϖ1B − . . . − ϖrBr ,
∧
berdasarkan pola ν k atas k untuk menentukan nilai b, r dan s.
10. Setelah r dan s ditentukan lakukan penaksiran parameter ωi dan ϖj berdasarkan
Persamaan (IV.4), sehingga diperoleh model polinom sampel,
∧ ∧ ∧ ∧ ∧ ∧ ∧
ωs (B) = ω 0 − ω1 B − ... − ωs B s , ϖ r (B) = 1 − ϖ1 B − ... − ϖ r B r
∧
∧ ωs (B)
11. Bangun model fungsi transfer sampel, ν(B) = ∧
Bb .
ϖ r (B)
Semua perhitungan dari 1 sampai dengan 10 dapat dilakukan dengan menggunakan paket
program SPSS, STATISTICA, MINITAB, atau EXCELL.
Setelah model fungsi transfer diperoleh, lakukan identifikasi model kekeliruan ηt
berdasarkan nilai residual,
∧
∧ ∧ ωs (B)
η t = y t − ν (B) x t = y t − ∧
Bb x t , (4.11)
ϖ r (B)
yang telaahannya dapat dilakukan berdasarkan pola ACF dan PACF-nya, atau metode
lain untuk mengidentifikasi model regresi deret waktu univariat berdasarkan model
ARMA(k,p) univariat dengan persamaan,
φk(B)ηt = ψp(B)Zt , (4.12)
dengan Zt sebagai noise.
Jika Persamaan (4.11) dengan Persamaan (4.12) dikombinasikan, maka diperoleh
model fungsi transfer dengan persamaan lain
90
ωs (B) ψ p (B)
Yt = X t −b + Zt
ϖ r (B) φ k (B)
atau
ϖr(B)φk(B)Yt = φk(B)ωs(B)Xt-b + ϖr(B)ψp(B)Zt (4.13)
sehingga jika didefinisikan
Ω(B) = ϖr(B)φk(B) , Φ(B) = φk(B)ωs(B) , Ψ(B) = ϖr(B)ψp(B)
maka Persamaan (4.13) menjadi
Ω(B)Yt = Φ(B)Xt-b + Ψ(B)Zt, (4.14)
yang merupakan persamaan regresi multivariat Yt atas Xt-b dan Zt.
Hal penting yang harus diperhatikan dalam membangun fungsi transfer, adalah
1. Xt dan Yt masing-masing harus merupakan data deret waktu stasioner, sehingga jika
ada yang belum stasioner harus dilakukan dulu proses stasioneritas.
2. Pada proses identifikasi fungsi transfer, ν(B), data deret waktu harus di”putih”kan,
dengan tujuan untuk “menyaring” (filtering) agar deret masukan “bersih” dari
keluaran dan sebaliknya, tetapi penyaringannya tidak perlu terlalu “bersih”. Hal ini
merupakan proses biasa dan sederhana untuk mendapatkan model fungsi transfer
kausal.
3. Untuk membangun model fungsi transfer tidak kausal, yang berarti antara deret
masukan dan keluaran saling mempengaruhi, “pemutihan” variabel masukan dan
keluaran masing-masing harus dilakukan sebelum dibangun dan diuji signifikansi
CCF-nya.
∂L ∂L
= 0 , l = 1, 2, . . . , r+p ; =0
∂Ψl ∂σ Z
2
92
yang menghasilkan sistem persamaan tidak linier atas
(r+k) + (k+s) + (r+p) + 1 = 2r + 2k + s + p + 1
buah persamaan, sehingga penyelesaiannya harus menggunakan metode iterasi,
dengan jawab awal x0 , y0, z0, yang memenuhi Persamaan (4.15).
Proses penyelesaian sistem persamaan ini hampir sama dengan cara penaksiran
parameter pada model ARIMA(k+s , r+k , r+p) di bawah asumsi noise berdistribusi
N(0,σ2).
Sudah dikemukakan, semua proses penaksiran ini dapat dilakukan dengan menggunakan
paket program SPSS atau STATISTICA.
93
ωs (B)ψ p (B)
U(B) = B b = U0 + U1B + U2B2 + . . .
ϖ r (B)φ k (B)
ψ p (B)
V(B) = = 1 + V1B + V2B2 + . . .
φ k (B)
maka Persamaan (4.16) menjadi
yt = U(B)εt + V(B)zt
∞ ∞
= U i ε t −i + Vi z t −i , V0 = 1
i=0 i=0
sehingga
∞ ∞
yt+h = U i ε t + h −i + Vi z t + h −i , V0 = 1
i=0 i=0
h −1 h −1 ∞ ∞
= U i ε t + h −i + Vi z t + h −i − ( u h + i − U h + i ) ε t −i − ( v h +1 − Vh + i )z t −i
i=0 i=0 i=0 i=0
h −1 h −1 ∞ ∞
2 2 2 2 2 2
= σε Ui + σz Vi + σ ε ( u h +i − U h +i ) 2 + σ z ( v h +1 − Vh + i ) 2
i =0 i =0 i =0 i =0
∞ ∞
2 2
dan akan bernilai minimum jika σ ε ( u h +i − U h +i ) 2 = σ z ( v h +1 − Vh +i ) 2 = 0, atau
i =0 i =0
∧
Uh+i = uh+i dan Vh+i = vh+i. Dengan perkataan lain, MSE y t (h ) yang merupakan ramalan
yt+h dengan waktu awal t, adalah ekspektasi bersyarat dari yt+h pada t = T. Karena
94
∧ ∧
E{yt+h− y t (h ) } = 0 , maka y t (h ) ramalan takbias untuk yt+h, dan merupakan ramalan
h −1 h −1
2 2 2 2
terbaik jika variansnya sama dengan σ ε Ui + σε Ui .
i =0 i =0
Konsepsi telaahan mengenai ramalan fungsi transfer yang memiliki ciri tak bias dan
bervarians minimum, seperti yang telah dikemukakan adalah jika deret masukan dan
keluaran merupakan data stasioner. Selanjutnya bagaimana jika tidak stasioner pada
salah satu atau kedua deretnya ? Proses dasarnya sama dengan pada analisis regresi deret
waktu univariat, yaitu melakukan transformasi stasioneritas melalui proses
ARIMA(k,d,p).
Misalkan (xt , yt) sampel data deret waktu tidak stasioner, yang dapat distasionerkan
melalui transformasi Xt = (1 – B)dxt dan Yt = (1 – B)dyt, dengan model fungsi transfernya
ω(B) b θ(B)
Yt = B Xt + Zt (4.17)
δ(B) φ(B)
dengan
Xt mengikuti model φ(B)Xt = θ(B)et,
ωBb), δ(B), θ(B), φ(B), fungsi-fungsi polinom, Zt dan et noise, yang memiliki ciri seperti
pada Persamaan (4.16).
Karena formulasi ini merupakan fungsi transfer dari deret masukan dan keluaran yang
stasioner, maka dengan menggunakan analogi dari bahasan yang telah dikemukakan,
ramalan untuk Yt+h adalah
∧ ∞ ∞
Y t (h ) = u h + i e t −i + v h +i Z t −i (4.18)
i=0 i=0
dengan
ui , vj , i , j = 1, 2, . . . , masing-masing penaksir untuk Ui , Vj , i , j = 1, 2, . . ., yaitu
ω(B)θ(B) b
koefisien dari fungsi polinom U(B) = B = U0 + U1B + U2B2 + . . . dan
δ(B)φ(B)
θ(B)
V(B) = = 1 + V1B + V2B2 + . . . , yang metode penaksirannya dapat dilakukan
φ(B)
seperti pada Seksi 4.5.
95
4.7. Contoh Numerik
Untuk memperjelas mengenai proses analisis fungsi transfer seperti yang telah
dikemukakan, berikut ini diberikan disajikan proses membangun fungsi transfer. Data
yang digunakan adalah nilai konsumsi dan pendapatan perbulan, yang datanya seperti
pada Tabel 4.2. Dalam analisis ini nilai konsumsi sebagai sebagai deret masukan (Xt),
dan nilai pendapatan sebagai deret keluaran (Yt), sebab dalam praktek pengumpulan data,
mendapatkan informasi mengenai nilai konsumsi lebih mudah dari nilai pendapatan.
Tabel 4.2
Nilai Pendapatan dan Konsumsi
Dengan menggunakan paket program SPSS, grafik nilai konsumsi dan pendapatan seperti
di bawah ini
96
2.2
2.0
1.8
1.6
1.4
CONSUMP
Value
1.2 INCOME
1 9 17 25 33 41 49 57 65
5 13 21 29 37 45 53 61 69
Case Number
Gambar 4.2
Grafik Nilai Konsumsi dan Pendapatan
yang menyajikan sebuah kondisi bahwa nilai konsumsi dengan pendapatan berkorelasi
negatif, sebab nilai konsumsi menurun sedangkan pendapatan cenderung naik.
Karena nilai konsumsi sebagai deret masukan, maka tahapan proses analisisnya
adalah,
1. Menelaah kestasioneran nilai konsumsi dan menentukan proses diferensinya.
Proses telaahan dilakukan berdasarkan gambar ACF dan PACF, dengan
menggunakan paket program SPPS, yang hasilnya seperti di bawah ini .
CONSUMP CONSUMP
1.0 1.0
.5 .5
0.0 0.0
Partial ACF
-.5 -.5
Confidence Limits Confidence Limits
ACF
Gambar ACF dan PACF menyajikan bahwa data berautokorelasi dan tidak stasioner, dan
dapat distasionerkan dengan proses diferensi orde satu. Untuk lebih jelasnya dapat
ditelaah dari gambar ACF, PACF, dan grafik data hasil proses diferensi orde satu di
bawah ini.
97
CONSUMP CONSUMP
1.0 1.0
.5 .5
0.0 0.0
Partial ACF
-.5 Confidence Limits -.5 Confidence Limits
ACF
2.5
2.0
1.5
1.0
.5
0.0
DIFF(CONSUMP,1)
Value
-.5 CONSUMP
1 9 17 25 33 41 49 57 65
5 13 21 29 37 45 53 61 69
Case Number
Gambar 4. 4c
Grafik Nilai Konsumsi dan
Nilai Setelah Proses Diferensi Orde-1
Keterangan : atas : data asli , bawah : data setelah diferensi orde-1
Dari ketiga gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa diferensi orde-1 sudah cukup
menstasionerkan data nilai konsumsi.
2. Proses pemutihan.
Karena grafik dari nilai konsumsi tidak menampilkan pola spektrum, yang berarti
data tidak memiliki komponen siklis, maka model regresi deret waktu yang dibangun
adalah model ARIMA(k,q,0). Dengan menggunakan paket program SPSS, model yang
cukup baik adalah ARIMA(2,1,0), atau model AR(2) berdasarkan data hasil proses
diferensi orde-1. Sehingga jika Xt : data asli nilai konsumsi dan Xt1 : data setelah
diferensi orde-1, maka persamaan model pemutih deret masukan
(1 + 0,36024B – 0,34602B2)Xt1 = at (4.19)
98
at : noise dengan rata-rata 0 dan varians 0,00139093
Akibatnya, jika Yt : data asli nilai pendapatan dan Yt1 : data setelah diferensi orde-1,
maka model pemutih deret keluaran juga harus ARIMA(2,1,0). Dengan menggunakan
paket program SPSS diperoleh persamaan
(1 + 0,32366198B – 0,37445366B2)Yt1 = bt (4.20)
bt : noise dengan rata-rata 0 dan varians 0,00028695
3. Identifikasi fungsi respon impuls dan fungsi transfer
Dengan menggunakan paket program SPSS dihitung CCF dan varians (simpangan
baku) sampel untuk pemutih, dan hasilnya seperti di bawah ini
Tabel 4.3
Nilai CCF dan Simpangan Baku Sampel Pemutih
MODEL: MOD_4.
Listwise deletion. Missing cases: 1 Valid cases: 68
Cross Correlations: FIT_2 Fit for CONSUMP from ARIMA, MOD_2 NOCON
FIT_3 Fit for INCOME from ARIMA, MOD_3 NOCON
Cross Stand.
Lag Corr. Err. -1 -.75 -.5 -.25 0 .25 .5 .75 1
+----+----+----+----+----+----+----+----+
-7 -.576 .128 *******.****I .
-6 -.590 .127 *******.****I .
-5 -.613 .126 *******.****I .
-4 -.640 .125 ********.****I .
-3 -.660 .124 ********.****I .
-2 -.683 .123 *********.****I .
-1 -.708 .122 *********.****I .
0 -.728 .121 **********.****I .
1 -.700 .122 *********.****I .
2 -.662 .123 ********.****I .
3 -.599 .124 *******.****I .
4 -.541 .125 ******.****I .
5 -.503 .126 *****.****I .
6 -.451 .127 ****.****I .
7 -.400 .128 ***.****I .
Plot Symbols: Autocorrelations * Two Standard Error Limits .
Total cases: 69 Computable 0-order correlations: 68
Std Deviation FIT_2 .2661756
Std Deviation FIT_3 9.52E-02
Dari hasil perhitungan diperoleh fakta bahwa terdapat korelasi negatif antara konsumsi
dengan pendapatan, dan hal ini sesuai dengan Gambar 4.2 yang menyajikan kondisi
korelasi negatif. Untuk mengetahui apakah korelasi ini signifikans, kita bandingkan
1
dengan nilai pembanding . Karena ukuran sampel, n = 69, jika dihitung, maka
n−k
99
untuk k = 0, 1, . . . , 7, nilainya sama dengan 0,121268. Sehingga jika nilai ini
dibandingkan dengan nilai mutlak dari autokorelasi silang, maka dapat disimpulkan
autokorelasi silang tersebut signifikans.
∧ ∧
Karena dari hasil perhitungan diperoleh nilai σ a = 0,037295173 dan σ b = 0,016939598 ,
∧
∧ σa ∧
maka untuk tujuh lag pertama nilai-nilai pembobot impuls respon, ν k = ∧
ρ ab , sama
σb
dengan
Tabel 4.4
Tujuh Nilai Pertama Pembobot Impuls Respon
k 0 1 2 3 4 5 6 7
∧
νk -1,60281 -1,54116 -1,4575 -1,31879 -1,1911 -1,10303 -0,99295 -0,88066
1
yang jika dibandingkan dengan nilai = 0,121268, untuk n = 69, k = 1, 2, ... , 7,
n−k
∧ 1
maka | ν k | > , yang berarti untuk tujuh lag pertama nilai-nilai pembobot impuls
n−k
signifikans. Jika digambarkan pola untuk nilai mutlaknya maka diperoleh gambar seperti
di bawah ini
1.8
1.6
1.4
1.2
nilai taksiran
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1 2 3 4 5 6 7
lag
Gambar 4.5
Pola Nilai Mutlak Pembobot Impuls Respon
100
yang jika dibandingkan dengan pola pada Tabel 4.1 , maka setara dengan fungsi transfer
dengan (b,r,s) = (2,1,0) yang persamaannya
1 ω0 1
ν(B)X t = X t −2 . (4.21)
(1 − ϖ1 B)
Tetapi jika diambil dua lag pertama, maka setara dengan fungsi transfer dengan
(b,r,s) = (2 , 0 , 1), yang persamaannya
ν(B)Xt1 = (ω0 - ω1B)Xt-21. (4.22)
4. Identifikasi model noise
Setelah menetapkan model fungsi tranfer yang akan digunakan, langkah berikutnya
adalah menaksir nilai-nilai parameter pembobot impulsnya. Jika yang diambil model
pada Persamaan (4.21), maka ω0 dan ϖ1 ditaksir berdasarkan persamaan
∧ ∧ ∧ ∧ ∧
1 − ϖ1 B ν 0 + ν 1 B + ... + ν 7 B 7 = ω0 B 2 (4.23)
∧ ∧ ∧ ∧ ∧ ∧ ∧
yang jawabnya, ν 2 − ϖ1 ν 1 = ω 0 dan ν 1 − ϖ1 ν 0 = 0 , sehingga
∧
∧ ν1 − 1,54116
ϖ1 = ∧
= = 0,96154
ν0 − 1,60281
dan
∧
ω0 = (−1,4575) − (0,96154)(−1,54116) = 0,02439
sehingga model noise taksirannya sama dengan
∧ 0,02439
η t = Yt1 −
1
X t −2 (4.24)
(1 − 0,96154B)
dengan Yt1 = (1 – B)Yt , Xt1 = (1 – B)Xt
Untuk melakukan identifikasi dari model pada Persamaan (4.24), lakukan proses sebagai
berikut
1. ubah Persamaan (4.24) menjadi
∧
(1 – 0,96154B) η t = (1 – 0,96154B) Yt1 – 0,02439Xt-21
yang setara dengan
∧ ∧
η t − 0,96154 η t −1 = Yt1 – 0,96154 Yt-11 – 0,02439Xt-21
101
2. lakukan proses rekursive linier untuk menghitung nilai-nilai deret noise taksiran
sebagai berikut,
∧ ∧
1 1 1
t=1 η1 − 0,96154 η 0 = Y1 − 0,96154Y0 − 0,02438X −1
∧
1
η1 = Y1 = Y2 − Y1
∧ ∧
1 1 1
t=2 η 2 − 0,96154 η1 = Y2 − 0,96154Y1 − 0,02438X 0
∧
1
η 2 = Y2 = Y3 − Y2
∧ ∧
1 1 1
t=3 η3 − 0,96154 η 2 = Y3 − 0,96154Y2 − 0,02438X 1
∧
1 1
η3 = Y3 − 0,02438X 1 = Y4 − Y3 − 0,02438(X 2 − X 1 )
∧ ∧
1 1 1
t=4 η 4 − 0,96154 η3 = Y4 − 0,96154Y3 − 0,02438X 2
∧
1 1 1 1 1
η 4 = 0,96154(Y3 − 0,02438X 1 ) + Y4 − 0,96154Y3 − 0,02438X 2
∧
1 1 1
η 4 = Y4 − 0,02344X 1 − 0,02438X 2 = Y5 − Y4 − 0,02344(X 2 − X 1 )
− 0,02438(X 3 − X 2 )
dan seterusnya sampai t = 29
3. hitung dan gambarkan ACF dan PACF dari deret noise taksiran
4. lakukan identifikasi deret noise taksiran berdasarkan pola ACF dan PACF yang
diperoleh
Dengan menggunakan paket program SPSS dan EXCEL, diperoleh nilai statistik dan
gambar ACF dengan PACF untuk deret noise taksiran, seperti di bawah ini
Descriptive Statistics
Std.
N Mean Deviation
NOISE 69 -8.3E-03 4.04E-02
Valid N
69
(listwise)
102
NOISE NOISE
1.0 1.0
.5 .5
0.0 0.0
Partial ACF
-.5 -.5
Confidence Limits Confidence Limits
ACF
.1
0.0
-.1
Value NOISE
-.2
1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69
Case Number
Gambar 4.6c
Pola Noise atas waktu
Dari nilai statistik dan Gambar 4.6a, Gambar 4.6b, dan Gambar 4.6c, tersurat bahwa
noise merupakan sebuah proses acak yang stasioner kuat dalam rata-rata hitung dan
stasioner lemah daram varians, dengan rata-rata –0,0083 dan simpangan baku 0,0404 ,
dan nilai-nilai statistik ini cukup kecil, sehingga model fungsi tranfer dengan persamaan
0,02439
Yt1 =
1
X t − 2 − ηt
(1 − 0,96154B)
atau
0,02439
(1 – B)Yt = (1 − B)Xt-2 − ηt
(1 − 0,96154B)
cukup baik untuk digunakan sebagai model ramalan
103
Untuk model pada Persamaan (4.22) silahkan selesaikan sendiri untuk latihan.
Seandainya model pada Persamaan (4.22) juga cukup baik untuk digunakan sebagai
model ramalan, maka keduanya dapat digabungkan melalui sebuah proses pembobotan.
105
BAB 5
ANALISIS SPEKTRAL
Sudah dikemukan pada Bab 2, analisis spektral adalah penaksiran dalam kawasan
frekuensi untuk menelaah periodesitas tersembunyi, yaitu periodesitas yang sulit
ditemukan dalam kawasan waktu. Analisis ini dilakukan jika diperlukan informasi
mengenai periodesitas hal-hal yang bersifat khusus, untuk melengkapi hasil analisis
dalam kawasan waktu, misalnya dalam bidang klimatologi, pola periodesitas curah hujan
yang menyebabkan musim hujan atau kemarau yang panjang atau pendek, untuk
melengkapi telaahan pola hujan tahunan.
Analisis spektral atau sewaktu-waktu dinamakan juga analisis spektrum, dikenalkan
oleh A. Schuster, sorang pekerja sosial, pada akhir abad ke-20 dengan tujuan mencari
periode tersembunyi dari data. Pada saat ini analisis spektral digunakan pada persoalan
penaksiran spektrum untuk seluruh selang frekuensi. M. S. Bartlett dan J. W. Tukey,
mengembangkan analisis spektral modern sekitar tahun ketiga abad ke-20, dan teorinya
banyak digunakan para pengguna di bidang klimatologi, teknik kelistrikan, meteorologi,
dan ilmu kelautan.
Analisis spektral modern didasarkan pada penomena bahwa data deret waktu
merupakan hasil proses stokastik, sehingga setiap data deret waktu dapat disajikan dalam
deret Fourier. Jika Xt , t = 1, 2, . . . , n , data deret waktu, maka Xt dapat ditulis dalam
formulasi,
n
−1
2
2πp 2πp
Xt = a0 + a p Cos t + b p Sin t + a n Cosπt , (5.1)
p =1 n n 2
t = 1, 2, . . . , n
dengan
n n
1 1
a0 = x = xt , a n = (−1) t x t (5.1a)
n t =1 2
n t =1
2 n
2πt 2 n
2πt n
ap = x t Cos p , bp = x t Sin p , p = 1, 2, . . . , − 1 (5.1b)
n t =1 n n t =1 n 2
106
5.1. FUNGSI SPEKTRAL
Sudah dikemukan, dalam analisis data deret waktu dan analisis Statistika lainnya, data
yang akan dianalisis harus merupakan data stasioner, dan jika tidak stasioner harus
distasioner dulu melalui proses diferensi. Jika dimiliki sampel data deret waktu stasioner,
x1 , x2 , . . . , xn , maka dapat dibangun model spektralnya dengan persamaan
π π
x t = Cosω t du (ω t ) + Sinω t dv(ω t ) (5.2)
0 0
dengan u(ωt) dan v(ωt) merupakan fungsi kontinu yang tidak berkorelasi, yang
didefinisikan pada selang 0 ≤ ωt ≤ π.
Berdasarkan deskripsi tersebut, dapat diturunkan fungsi F(ωt) yang berkorelasi dengan
u(ωt) dan v(ωt), sehingga jika r(k) fungsi autokorelasi, maka
π
r (k ) = Cosω k dF(ω k ) (5.3)
0
Jika G(ωt) dan g(ωt) ada, maka Persamaan (5.3) dapat dinyatakan oleh
π
rk = Cosω k g (ω k )d (ω k ) (5.6)
0
sehingga
107
1 ∞ 1 ∞
g(ω k ) = rk e −iωk = rk Cos(ω k ) (5.7)
π k = −∞ π k = −∞
Karena rk fungsi genap, maka Persamaan (5.7) setara dengan
∞
1
g (ω k ) = r0 + 2 rk Cosω k (5.8)
π k = −1
5.2. Periodogram
Pada Seksi 5.1 dikemukakan bahwa untuk menelaah periodesitas data dilakukan
terhadap frekuensi yang berpasangan dengan titik-titik puncak garis spektrumnya. Fungsi
spektrum kuasa atas frekuensinya dinamakan Periodogram, dan seperti sudah
dikemukakan fungsi ini dapat diperoleh dari modifikasi fungsi Fourier.
Perhatikan Persamaan (5.1), jika ditulis
2π
ωp = p , frekuensi sudut (angular frekuensi) harmonis ke-p (5.10a)
n
108
2 2
Rp = a p + bp , amplitudo harmonis ke-p
(5.10b)
bp
φp = arc.Tg − , phase harmonis ke-p (5.10c)
ap
maka komponen dalam tanda perjumlahan Pada Persamaan (5.1) dapat disajikan dalam
bentuk
apCosωpt + bpSinωpt = RpCos(ωpt + φp)
Dari hasil sajian penulisan tersebut, dibangun fungsi
I(ω p ) =
n 2
Rp (5.11)
4π
yang dinamakan Periodogram, yang merupakan fungsi atas frekuensi sudut ωp, dan
penaksir spektrum kuasa pada frekuensi ωp. Jika I(ωp) dipetakan terhadap ωp maka akan
diperoleh sebuah spektrum yang merupakan penaksir spektrum kuasa. Dengan menelaah
titik-titik puncak dari spektrumnya, akan diperoleh periode-periode data deret waktu yang
tidak bisa diperoleh pada kawasan waktu.
Karena periode dari titik-titik puncak yang signifikans saja yang digunakan untuk
telaahan periodesitas data deret waktu, maka terhadap setiap puncak dari periodogram
dilakukan pengujian statistis dengan menggunakan selang konfidens dari penaksir
spektrum kuasa. Untuk menghitung nilai-nilai I(ωp) ada dua cara yang bisa digunakan,
yaitu Metode Windowing dan Metode Fast Fourier Transform (Metode FFT), yang
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Untuk setiap penulis sering berbeda dalam merumuskan persamaan fungsi
periodogram, tetapi perbedaan bentuk fungsi tidak akan menjadikan berbeda pada
gambar garis spektrumnya, sebab dalam perumusannya yang berbeda hanya pada
pengganda untuk Rp2. Misalnya Granger dan Hatanaka (1964) merumuskan periodogram
dengan persamaan
I(ω p ) =
n 2
Rp (5.12)
4π
109
Hannan (1970) dengan persamaan
I(ω p ) =
n
1 it ωp n 2
x te = Rp (5.13)
2πn t =1 2π
I(ω p ) =
1 2
Rp (5.14)
m
dengan m dinamakan Lag-Maksimum (maximum lag).
(x )( )
n −k
I(ω p ) = − x x t + k − x (Cosω p tCosω p (t + k ) + Sinω p tSinωp (t + k ))
1
t (5.15)
nπ t =1
karena
(x )( )
n −k
ck
maka = rk , autokorelasi sampel lag-k.
c0
dalam hal ini ck = c-k dan Cosωpk = Cosωp(-k) sehingga Persamaan (5.16) menjadi
n −1
I(ω p ) =
1
c 0 + 2 c k Cosω p k (5.17)
π k =1
110
Untuk mendapatkan gambar periodogram yang lebih baik, nilai autokovarians ck diganti
oleh autokorelasi rk, sehingga Persamaan (5.17) menjadi
n −1
I(ω p ) =
1
r0 + 2 rk Cosω p k (5.18)
π k =1
f (ω p ) =
1 m
λ k rk Cosω p k (5.19)
π k =− m
λk pembobot yang dinamakan Lag-Window
m Titik Pemotongan (truncation point),
ωp diambil untuk p = 1, 2, . . . , m.
Menghitung nilai fungsi periodogram dengan Persamaan (5.19) dinamakan Metode
Windowing, dan pembobot yang sering digunakan adalah Tukey Window dengan
persamaan
1 πk
λk = 1 + Cos , k = 1, 2, . . . , m (5.20a)
2 m
dan Parzen Window dengan persamaan
2 3
k k m
1− 6 +6 , 0≤k≤
m m 2
λk = 3 (5.20b)
k m
2 1- , ≤k≤m
m 2
Untuk menelaah perbedaan kedua pembobot tersebut perhatikan Gambar 5.1 di bawah
ini.
111
λk
1
Tukey Window
Parzen Window
k
m
Gambar 5.1
Kurva Lag-Window
Dari Gambar 5.1 dapat disimpulkan, untuk nilai m yang sama, periodogram dengan
Parzen window spektrumnya akan lebih halus dari Tukey window.
Landsberg dan Mitchell (1959) memodifikasi metode windowing dengan Tukey
window, dan menggunakannya untuk menelaah periodesitas curah hujan di daerah
Maryland. Pada metode ini perhitungannya dilakukan dalam dua tahap, sebagai berikut
1. Mengitung nilai fungsi periodogram dengan persamaan
f1 (ωp ) =
m
1
r0 + 2 rk Cosω p k (5.21)
π k =1
112
Untuk keperluan pennaksiran spektrum kuasa dalam bidang klimatologi, Landsberg,
Mitchell (1959), dan Stringer (1972), mengajukan bentuk fungsi periodogram dengan
persamaan
1 2 m −1 hπk 1
L(h ) = + rk Cos + rm Cosπh (5.23)
m m k =1 m m
m Lag-Maksimum yang sama dengan titik pemotongan.
Dengan perumusan periodogram seperti ini, besaran-besaran yang harus dihitung
untuk menggambarkan spektrum kuasa dalam bidang klimatologi secara manual, adalah
n
1
1. rata-rata hitung sampel, x = xt
n t =1
1 2 m −1 πhk 1
L(h) = + rk Cos + rm Cosπh , h = 1, 2, . . . , m - 1
m m k =1 m m
L(m) =
1
2m
(
1 + (− 1) rm +
m
)
1 m −1
m k =1
(− 1)m rk
113
dan berdasarkan ketiga gambar spektrum kuasa yang sesuai dengan masing-masing nilai
m tersebut, diambil salah satu yang memberikan informasi paling banyak mengenai
periodesitas data. Sedangkan Chatfield (1984) menyarankan, jika banyaknya nilai data n
buah maka nilai m diambil kira-kira 2n½.
Pengambilan nilai m dalam metode windowing akan menentukan bentuk garis
spektrumnya, jika nilai m kecil maka garis spektrumnya akan halus, karena varians
penaksir kecil, dan jika m besar garis spektrumnya akan kasar, karena varians penaksir
besar.
Rp = e n
x te n
(5.25)
t 0 =0 t1 = 0
Karena
2 πiprt 1 2 πi (sp1 + p 0 )rt1 2 πip 0 rt 1 2 πisp1rt 1
e n
=e n
=e n
e n
,
dan n = s.r, maka
2 πisp1rt1
2 πip1 t1
e n
=e
114
Selain itu karena p1 = 0, 1, 2, . . . , ½r-1 dan t1 = 0, 1, 2, . . . , (s-1) , maka e 2 πip1t1 = 1 ,
2 πiprt 1 2 πip 0 rt 1 s −1 2 πip 0 rt1
sehingga e n
=e n
. Dalam hal ini berarti bentuk x te n
tidak lagi bergatung
t1 = 0
pada p1, hanya merupakan fungsi atas t0 dan p0. Sehingga jika dituliskan
s −1 2 πiprt 1
A(p 0 , t 0 ) = x te n
maka Persamaan (5.25) menjadi
t1 = 0
r −1 2 πipt 0
2
R p = a p + ib p = A (p 0 , t 0 )e n
(5.26)
n t =0
Pada Persamaan (5.26) ini terdapat rs buah fungsi A(p0,t0), yang masing-masing dibangun
oleh s perkalian dan perjumlaahan atas bilangan kompleks, sehingga bentuk ap+ ibp dapat
dihitung berdasarkan (r2s)/2 buah perkalian-perjumlahan atas bilangan kompleks.
Perhitungan nilai-nilai fungsi periodogram dengan mentransformasikannya ke sistem
bilangan kompleks ini dinamakan Metode Fast Fourier Transform (metode FFT).
Dalam hubungan n = r.s , jika n merupakan bilangan genap maka paling sedikit dari r atau
s harus bilangan genap.
Bloomfield (1976) mengembangkan metode FFT ini dengan kondisi jika n
(banyaknya nilai data) dapat difaktorkan atas k buah faktor bilangan prima. Menurut
Chatfield (1984) dengan Box dan Jenkins (1976) kosep perhitungannya merupakan hasil
pemikiran Cooley dan Tukey pada tahun 1965, dan Sande dengan Tukey pada tahun
1966. Sedangkan program komputernya telah dibuat Singleton pada tahun 1969. Cara
yang lebih sederhana adalah jika n dapat dinyatakan oleh 2k, dengan k bilangan asli,
sehingga jika banyaknya nilai data tidak dapat disajikan dalam perpangkatan tersebut,
maka dapat ditambahkan nilai 0 sehingga banyaknya nilai data dapat disajikan dalam
perpangkatan itu. Misalnya jika n = 382, nilainya lebih dari 28 = 256 tapi kurang dari
29 = 512, sehingga tambahkan nilai 0 sebanyak 130 buah sehingga menjadi n = 512 = 29
(Chatfield, 1984 , Bloomfield, 1976).
Garis spektrum yang diperoleh dari periodogram yang dihitung dengan metode FFT,
akan lebih bervariasi dari metode windowing. Tetapi Jenkins dan Watts (1968)
berpendapat, jika banyaknya nilai data n kurang dari 1000 buah, maka hasil penaksiran
115
spektrum kuasa dengan metode FFT tidak lebih baik jika dibandingkan dengan metode
windowing. Pemikirannya itu didasarkan pada dua hal yaitu
1. Jika data kurang dari 1000, maka CPU-times untuk menghitung periodogram dengan
metode FFT dengan windowing tidak terlalu jauh berbeda.
2. Informasi mengenai periodesitas tersembunyi berdasarkan metode FFT selalu lebih
banyak dari metode windowing, tetapi yang signifikans belum tentu selalu lebih
banyak pula.
Untuk menghitung periodogram dengan metode FFT atau windowing dan
menggambarkan spektrumnya harus menggunakan program komputer, yang saat ini
cukup banyak paket program komputer yang menyediakan fasilitas perhitungannya.
Hanya paket program perhitungan dengan metode FFT dan menggambarkan
spektrumnya, berdasarkan pengamatan penulis, lebih sedikit dari metode windowing,
sebab paket program yang menyediakan fasilitas perhitungan dengan metode FFT, seperti
SPSS, STATISTICA, dan SAS, juga bisa digunakan untuk perhitungan dengan metode
windowing, tetapi sebaliknya belum tentu. Misal paket program LOTUS dan EXCELL,
bisa digunakan untuk perhitungan dengan metode windowing, tetapi tidak bisa untuk
perhitungan dengan metode FFT.
2σ 2
σ 2
σ 2
n
akan berdistribusi chi-kuadrat dengan derajat bebas 2.
116
Oleh karena itu fungsi periodogram pada Persamaan (5.12) jika digunakan
langsung sebagai penaksir spektrum kuasa tidak baik, karena dalam hal ini kekeliruan
baku penaksir sama dengan rata-rata hitungnya, yaitu sama dengan derajat bebas
distribusinya. Sebab penaksir yang baik adalah yang kekeliruan bakunya sangat kecil
dibandingkan dengan rata-rata hitungnya. Untuk menaikan derajat bebas chi-kuadrat
dapat dilakukan dengan cara tranformasi pembobotan seperti pada metode windowing,
2n
yang menaikan derajat bebas chi-kuadrat dari 2 menjadi ν = m
dengan λk pembobot.
λk
k =− m
Y(ω p ) = I(ωi + p )
k
1
(5.27)
2(k + 1) i = − k
akan menjadi 2(k+1). Distribusi peluang dari spektrum kuasa diperlukan untuk menguji
signifikansi periode dari titik puncak garis spektrumnya., yang pengujiannya dilakukan
berdasarkan selang konfidens (interval confidens) dari penaksir spektrum kuasa, dengan
kriteria : periode signifikans jika nilai spektrum kuasa berada di luar selang konfidens.
117
Untuk membebaskan data deret waktu dari komponen musiman dan trend dapat
dilakukan dengan proses diferensi orde satu, sehingga jika data deret waktu x1, x2, ... , xn
memiliki komponen trend, maka bentuk diferensinya, yt = (1 – B)xt, sedangkan jika ada
komponen musiman dengan periode b bulan, maka bentuk diferensinya, zt = (1 – Bb)x1 ,
Sehingga jika ada keduanya, maka bentuk diferensinya, ut = (1 – B)x-t − (1 – Bb)xt, yang
berarti data hasil proses diferensi orde-1, didiferensi lagi dengan orde-b.
Contoh numerik
Perhatikan data persediaan barang yang disajikan pada Lampiran-1. Jika digambarkan
menurut waktunya, diperoleh gambar seperti di bawah ini
42
40
38
36
34
32
Value STOK
30
28
26
229 405 514 620 727 904 1010 1115 1224 131
319 425 601 710 815 921 1029 1205 114 220
WAKTU
Gambar 5.2
Peta data atas waktu
118
STOK STOK
1.0 1.0
.5 .5
0.0 0.0
Partial ACF
-.5 -.5
Confidence Limits Confidence Limits
ACF
Gambar 5.2 menyajikan sebuah kondisi data tidak stasioner dalam rata-rata hitung dan
memiliki komponen musiman. Dari Gambar 5.3a dan 5.3b data berautokorelasi dan akan
stasioner jika dilakukan diferensi orde-1. Untuk menegaskan pendapat tersebut,
perhatikan gambar data setelah dilakukan diferensi orde-1, seperti dibawah ini
3
0
Value DIFF(STOK,1)
-1
-2
-3
229 405 514 620 727 904 1010 1115 1224 131
319 425 601 710 815 921 1029 1205 114 220
WAKTU
Gambar 5.4a
Peta data hasil diferensi orde-1
atas waktu
119
DIFF(STOK,1) DIFF(STOK,1)
1.0 1.0
.5 .5
0.0 0.0
Partial ACF
-.5 -.5
Confidence Limits Confidence Limits
ACF
Ketiga gambar ini menyajikan sebuah kondisi bahwa dengan diferensi orde-1 data sudah
stasioner dalam rata-rata hitung, tetapi komponen musimannya belum tereliminasi.
Untuk menyakinkan hal, perhatikan gambar data setelah dilakukan eliminasi komponen
musiman, dengan periode-6 dan periode-12, di bawah ini
60 4000
40 3000
2000
20
1000
0
Value DIFF(STOK_1,12)
0
Value DIFF(STOK_1,6)
-20
-1000
-40
-2000
-60 -3000
-80 -4000
229 405 514 620 727 904 1010 1115 1224 131 229 405 514 620 727 904 1010 1115 1224 131
319 425 601 710 815 921 1029 1205 114 220 319 425 601 710 815 921 1029 1205 114 220
WAKTU WAKTU
Gambar 5.5b
Gambar 5.5a
Eliminasi musiman dengan orde-6 Eliminasi musiman dengan orde-12
120
dari gambar periodogram dan fungsi densitas spektral, berdasarkan metode windowing
dengan pembobot Parzen dan titik pemotongan m = 31, di bawah ini
1000 1000
200 200
800 800
Periodogram Values
Spectral Density
150 150
600 600
100 100
400 400
200 200 50 50
0 0 0 0
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50
Frequency Frequency
Gambar 5.6a dan 5.6b menyajikan pola perodogram dan fungsi spektral untuk data asli,
dan pada gambar terlihat puncak spektrum terakumulasi pada sekitar frekuensi 0,00. Hal
ini menunjukan bahwa komponen trend belum dihilangkan, sehingga analisis spektral
tidak baik untuk dilakukan.
2.5 2.5
0.8 0.8
2.0 2.0
Periodogram Values
0.7 0.7
Spectral Density
1.5 1.5
0.6 0.6
1.0 1.0
0.5 0.5
Gambar 5.7a dan 5.7b adalah gambar periodogram dan fungsi densitas spektral dari data
setelah didiferensi orde-1. Pada gambar periodogram terlihat banyak muncul puncak
spektrum, dan gambar fungsi spektralnya membangun sebuah gelombang. Hal ini
121
menunjukan bahawa komponen trend sudah tidak ada, tetapi komponen musiman masih
ada, sehingga analisis spektral tidak baik untuk dilakukan dalam kondisi seperti ini.
2500 2500
6000 6000
Periodogram Values
Spectral Density
4000 4000
1500 1500
3000 3000
1000 1000
2000 2000
500 500
1000 1000
0 0 0 0
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50
Frequency Frequency
2e7 2e7
8e6 8e6
Periodogram Values
1.5e7 1.5e7
Spectral Density
6e6 6e6
1e7 1e7
4e6 4e6
0 0 0 0
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50
Frequency Frequency
Gambar 5.8a sampai 5.8d adalah gambar periodogram dan fungsi densitas spektral setelah
data dihilangkan komponen trend dan musimannya. Gambar 5.8a dan 5.8b komponen
musiman dieliminasi dengan periode-6, dan Gambar 5.9c dan 5.9d dieliminasi dengan
periode-12. Dari gambar terlihat, pola fungsi densitas spektral dari data yang komponen
musimannya dieliminasi dengan periode-12, lebih halus dari fungsi densitas spektral jika
dieliminasi dengan periode-6. Hal ini menyimpulkan, analisis spektral sebaiknya
dilakukan pada periodogram dengan data setelah dihilangkan komponen trend dan
musiman dengan periode-12.
122
Nilai-nilai periodogram untuk data setelah dihilangkan komponen trend dan musiman
dengan periode-12 disajikan pada Lampiran-2. Nilai-nilai puncak periodogrammnya
adalah
Tabel 5.1
Nilai-nilai puncak periodogram
123
KEPUSTAKAAN
Abraham, B. dan Ledolter, J. , 1983 , Statistical Methods for Forecasting , John Wiley
& Sons , New York.
Brockwell, P. J. dan Davis, R. A. , 1991 , Time Series : Theory and Methods , Springer-
Verlag , New York.
Enders, W. , 1995 , Applied Econometric Time Series , John Wiley & Sons, Inc. , New
York.
124
LAMPIRAN-1
125
THN WKT STOK THN WKT STOK THN WKT STOK
84 904 34.000 84 1101 33.000 85 107 35.750
84 905 34.125 84 1102 34.250 85 108 36.125
84 906 34.375 84 1105 34.875 85 109 36.500
84 907 34.125 84 1106 35.875 85 110 37.625
84 910 33.500 84 1107 35.125 85 111 37.125
84 911 33.250 84 1108 34.625 85 114 37.750
84 912 33.125 84 1109 33.625 85 115 37.500
84 913 34.125 84 1112 34.250 85 116 37.375
84 914 34.250 84 1113 33.875 85 117 37.250
84 917 34.250 84 1114 34.500 85 118 37.250
84 918 33.625 84 1115 33.875 85 121 37.875
84 919 33.125 84 1116 33.750 85 122 37.500
84 920 33.375 84 1119 34.375 85 123 38.000
84 921 32.625 84 1120 34.625 85 124 37.375
84 924 31.750 84 1121 35.375 85 125 36.875
84 925 32.375 84 1123 36.125 85 128 37.375
84 926 32.750 84 1126 35.625 85 129 38.000
84 927 32.750 84 1127 36.250 85 130 38.750
84 928 32.500 84 1128 35.750 85 131 39.000
84 1001 32.000 84 1129 35.250 85 201 38.250
84 1002 31.250 84 1130 35.500 85 204 38.000
84 1003 30.625 84 1203 35.500 85 205 38.250
84 1004 31.375 84 1204 35.625 85 206 37.500
84 1005 30.750 84 1205 35.250 85 207 38.250
84 1008 30.875 84 1206 35.125 85 208 38.375
84 1009 31.375 84 1207 34.250 85 211 38.250
84 1010 31.375 84 1210 34.500 85 212 38.750
84 1011 31.750 84 1211 35.625 85 213 39.250
84 1012 31.625 84 1212 35.375 85 214 39.625
84 1015 31.500 84 1213 35.375 85 215 38.500
84 1016 30.625 84 1214 35.625 85 219 38.625
84 1017 31.250 84 1217 36.125 85 220 38.625
84 1018 33.250 84 1218 36.875 85 221 37.500
84 1019 33.250 84 1219 36.875 85 222 37.375
84 1022 32.250 84 1220 36.375 85 225 38.000
84 1023 32.625 84 1221 36.250
84 1024 32.500 84 1224 36.250
84 1025 32.000 84 1226 36.000
84 1026 32.875 84 1227 35.750
84 1029 32.375 84 1228 35.875
84 1030 32.875 84 1231 36.125
84 1031 32.500 85 102 35.625
85 103 35.125
85 104 35.750
126
Lampiran 2
131