You are on page 1of 16

HPI (HUKUM PERDATA INTERNASIONAL)

PENGERTIAN HP I VAN BTAKELHukum perdata internasional adalah hukum nasional yang ditulis atau diadakan untuk hubungan2 hukum internasional.2. SIDARTA GAUTAMA ( GOUW GIOK SIONG ) Hukum perdata internasional adalah keseluruhan peraturan & keputusan hukum yang menunjukan stelsel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum jika hubungan2 & peristiwa2 antara warga ( warga ( negara pada satu waktu tertentu memperlihatkan titik pertalian dengan stelsel2 kaidah2 hukum dari 2 atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan2 ( kuasa, tempat yang pribadi ) soal2 3. MASMUIM HPS adalah keseluruhan ketentuan2 hukumj yang menentukan hukum perdata dari negara mana harus diterapkan suatu perkara yang berakar didalam lebih dari satu negara CONTOH2 UNSUR ASING DALAM HPI1. ORANGNYA YANG ASINGex : Badu wni melakukan jual beli mobil kepada wna dibukittinggi kemudian timbul sengketa badu mengugat wna itu di PN bkt wna menjawab bahwa jual beli yang telah dilakukanya itu tidak sah dengan alasan sewaktu jual beli itu tidak sah menurut hukumnya dia baru dianggap dewasa setelah berumur 20 tahun sedangkan membuat jual beli umur 21 tahun jadi ia tidak berwenang melakukan jual beli 2. DILAKUKANYA TINDAKANex TEMPAT Badu pergi berobat ke jerman barat disana ia membuat surat TEMPAT

apakah ia harus memperhatikan hukum2 jerman dalam membuat surat warisan itu ia hanya memerlukan ketentuan2 BW saja dalam hal ini hukum mana yang akan dipakai3. LETAKNYA BARANG ex masuk resiko setelah efek2 yang terdapat diparis ditawarkan dibursa efek menurut hukum barang diserahkan atau diterima oleh pembeli4. TEMPAT

perancis hak milik serta resiko segera beralih kepada pembeli sesaat setelah adanya kata sepakat DILANGSUNGKANYA PERBUATANEX Mungkin saja terjadi suatu hubungan hukum antara

seseorang wni di Luar negeri ( jepang ) ingin melangsungkan perkawinan disana dalam hal ini hukum mana yang akan diperlukan & dipakai.Unsur asing yang menyebabkan diterapkanya titik pertalian ( Point Of Contact ) HPI disebut titik pertalian karena mempertalikan fakta2 & keadaan2 atau peristiwa dengan kelompok sesuatu sistim tertentu.Kalau Kelompok terjadi peristiwa berisi seperti contoh diatas telah ada ketentuan2 yang mengatur cara pemecahan soal2 tsbJadi didalam setiap negara terdapat 2 hukum1. hukum yang ketentuan2 untuk menyelesaikan persoalan2interen dalam arti semua unusur2nya terdiri dari unsur2 interen 2. Kelompok hukum yang berisikan ketentuan2 yang mengatur & menyelesaikan masalah2 yang mengandung unsure asing yang menetapkan hukum mana yang berlaku terhadap hubungan2 hukum yang tidak termasuk kelompok pertama ( inilah yang disebut HPI ) Terjadi Suatu Peristiwa Hukum Didaerah Yang Tidak Bertuan ( Tidak Satu Negarapun Yang Mengusainya, ex Negara antar tika )Ex Orang Indonesia dengan orang jepang mengadakan ekspedisi dipulau antartika kemudian terjadi percekcokan, orang Indonesia merusak barang2 orang jepang setelah tiba dijepang orang jepang tadi menuntut orang Indonesia tersebut dipengadilan, orang jepang minta ganti kerugianDalam kasus ini merupakan suatu ketentuan yang berlaku bahwa jika telah terjadi perbuatan yang dilakukan dari dalam wilayah tidak bertuan maka hukum yang harus diterapkan adalah hukum negara dari orang yang menyebabkan kerugian ituDalam hubungan ini hukum Indonesia dinamakan hukum tanah air Heimat Srohr HPI paling banyak berada dalam yuris prudensi karena kasus banyak diputuskan di PN & HPI tersebar dimana2 seperti di BW, Yurisprudensi dllHPI merupakan bagian dari hukum nasional dengan

demikian HPI belum di kodifikasi tapi dia tersebar diberbagai peraturan per uu an & ditempat lainEx : BW, Bpk, uu kepailitan, kebiasaan, yurisprudensi, traktat DI INDONESIA WADAH UTAMA HPI DICANTUMKAN DALAM AB ( ALGEMENE BEL PALINGEN VAN WET GEVING PASAL 16, 17 & 18 )Ketiga pasal itu merupakan ketentuan2 dasar tentang HPI sebab itulah ia dimasukan kedalam AB Bukan BW sebab AB merupakan UU yang sifatnya sementara, karena didalamnya terdapat pedoman2 kepada para hakim didalam menjalankan tugasnya yang tidak saja meliputi bidang hukum perdata tapi meliputi bidang2 hukum lainya Isi Dari Ke 3 Pasal AB Tersebut Diatas :1. ) Pasal 16 AB Status Personil Seseorang & Wewenang Status & wewenang seseorang harus dinilai menurut hukum nasionalnya ( Lex patriae Jadi seseorang dimanapun ia berada tetap terikat kepada hukumnya yang menyangkut status & Pasal 17 AB Status Kenyataan / Riil Status Mengenai wewenang demikian pula orang asing maksudnya status & wewenang orang asing itu harus dinilai hukum nasional orang asing tersebut2. benda2 tetap harus dinilai menurut hukum dari negara atau tempat dimana benda itu terletak ( lex resital )3. Pasal 18 AB Status Campuran Status campuran bentuk tindakan hukum dinilai menurut hukum dimana tindakan itu dilakukan ( Locus Regit Actum ) Ketiga pasal tersebut diatas merupakan contoh dari ketentuan penunjuk disebut sebagai ketentuan penunjuk karena menunjuk kepada suatu sistim tertentu mungkin hukum nasional maupun hukum asing, dalam prakteknya hakim yang mengadili kasus HPI ini merupakan atau memakai hukum asing hal ini dilakukan oleh sang hakim dengan dasar karena UU yang berlaku dinegara orang asing tersebut yang memerintahkan bahwa dalam kasus yang dihadapi tersebut menerapkan hukum asingDengan hal tersebut diatas yaitu dimana hukum sang hakim menunjuk hukum orang asing dengan demikian perkara diadili berdasarkan hukum asing itu begitu caranya HPI dengan menunjuk ( Reference Rule ) ada kalanya dirasa kurng sesuai dengan cita2 hukum kita kalau sesuatu materi tertentu dikusai oleh hukum asing atau hukum asing itu dirasakan kurang menjamin kepastian hukum dalam hal ini pembuat uu membuat peraturan sendiri yang langsung menyelesaikan persoalan tersebut tanpa menunjuk kepada suatu sistim hukum tertentu, ketentuan yang seperti ini dinamakan ketentuan mandiri ( Own Rule )Jadi dalam HPI terdapat 2 ketentuan 1. Ketentuan penunjuk2. Ketentuan mandiriEx Ketentuan mandiriSeorang WNI yang berada di LN ingin membuat surat wasiat dalam hal ini hukum mana yang akan dipakai menurut ketentuan HPI kita ( pasal 16 AB ) perbuatan surat wasian itu terkait antara status kita ( pasal 16 AB ) perbuatan surat wasiat itu terkait antara status & wewenang maka yang harus diterapkan adalah hukum nasional orang tersebut dalam hal ini hukum Indonesia. Dianggap saja orang tersebut telah memenuhi syarat status & wewenang persoalan yang muncul adalah bahwa pembuatan surat wasiat merupakan suatu tindakan hukum & tindakan ini harus dituangkan kedalam bentuk tertentu terhadap bentuk tindakan hukum dikuasai oleh pasal 18 AB yang menentukan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum ditempat dilakukanya tindakan dalam hal ini hukum asing hukum asing yang akan diterapkan itu missal menetapkan menentukan syarat2 yang lebih ringan. Cara2pembuatan surat wasiat umpamanya hukum asing itu menetapkan sudah memenuhi syarat jika surat wasiat itu ditulis di selembar kertas begitu sajaSedangkan menurut hukum kita hal tersebut kurang menjamin kepastian hukum, pada hal menurut BW kita untuk pembuatan surat wasiat didalam negeri ada 3 kemungkinan ( pasal 931 BW ) Olografis Akte Umum atau Akte RahasiaJadi kalau syarat di LN lebih ringan maka hal ini akan membahayakan kepentingan ahli waris & kepastian hukum menurut hukum kitakarena itu lalu diadakan pencegahan dengan jalan membuat ketentuan yang dicantumkan dalam pasal 945 sub 1 BW yang isinyabahwa seorang wni yang berada di LN tidak diperbolehkan membuat surat wasiat melainkan dengan akta otentik ( Ketentuan penunjuknya ) & dengan mengindahkan tertib cara yang lazim dinegara mana surat itu dibuat.

HPI BURAHIM ESDEJadi apapun isinya ketentuan asing itu surat wasiat itu mutlak harus dibuat dalam bentuk otentik hanya saja formalitas2 yang harus dipenuhi ialah ketentuan2 yng berlaku dinegara yang bersangkutan umpamanya dinegara kita harus dimuka NOTARIS & DI LN umpamanya dimuka hakim. Ketentuan pasal 945 SUB 1 BW ini merupakan Penerobosan dari pasal 18 AB dimana menurut pasal 18 AB surat wasiat itu harus dibuat menurut hukum yang berlaku ditempat pembuatan surat wasiat ternyata tidak diindahkan atau tidak dikerjakan atau tidak dilakukan karena tentang bentuk ini sudah ditentukan sendiri olehpasal 945 SUB 1 BW tersebut diatas sebaliknya tidak pula bersamaan dengan ketentuan interen seperti yang ditentukan didalam pasal 931 BW ketentuan demikian inilah yang dinamakan ketentuan mandiri Berdasarkan uraian diatas dapatlah disumpulkan bahwa ketentuan mandiri itu mempunyai sifat2 sbb1. Menentukan sendiri hukum yang harus diperlukan 2. Tidak mengindahkan ketentuan asing yang mungkin ada mengenai materi yang diatur3. Tidak serupa atau mirip atau identik dengan ketentuan interen HPI Terdiri Dari otentik :1. Ketentuan menunjuk2. Ketentuan mandiri Pasal 945 SUB 1 BW tersebut mengandung kedua ketentuan dimaksud yaitu harus dengan akta ( ketentuan mandiri ) & formalitas menurut hukum ditempat pembuatanya ( ketentuan penunjuk ).Contoh : Keduanya pasal 945 SUB 1 BW Sumber HPI Secara UmumSumber HPI sama dengan sumber hukum nasional karena dia merupakan bagian & sumber hukum nasional yaitu :tidak globalTertulis = mutlak = UU = sifatnya samar & Tidak tertuils = kebiasaan, yurisprudensiSumber yang terutama HPI dari yurisprudensi

Sumber HPI sama dengan sumber hukum nasional karena HPI merupakan bagian dri hukum nasionalSumber utama HPI adalah pada kebiasaan & yurisprudensi sedangkan UU ( Hukum tertulis ) sedikit sekali oleh karena sumber tertulis HPI sedikit sekali maka hakim sering menghadapi kekosongan hukum sesuai dengan pasal 22 AB yang menyatakan bahwa hakim yang menolak mengadili suatu perkara dengan alasan tidak ada UU / aturan2 maka dapat dituntut untuk itu hakim akan mencarinya pada kebiasaan atau yurisprudensi kalau dalam kedua kas tersebut diatas ( kebiasaan, yurisprudensi ) masih belum ditemukan maka ia akan menciptakan hukum sendiri dengan kata lain hakimnya disebut menemukan hukum artinya hakim itu aktif & kreatifitas v Hukum Dalam Memberi Keputusan Kalau Salah Tidak Akan Dituntut Tapi Kariernya HancurKebiasaan yurisprudensi juga tercantum dalam pasal 1 BW Swiss yang menyatakan bila terdapat kekosongan dalam per uu an hakim mencari dalam kebiasaan yurisprudensi kalu tidak ada ia mencari dari p[endapat2 ahli / doktrin kalu disinipun ( doktrin ) tidak ada ditemukan maka ia menghayalkan diri sebagai pembuat uu Pada Statuta Mahkamah Internasional ( Internasional Court Of Justice ) Pasal 38 Menyatakan The Court Shau Applya. International Convension ( Convensi2 Internasional ) law Ketentuan2 dalam konvensi internasionalb. International customc. General principles of Prinsip2 umum tentang hukumd. Yudicial and the leaching of the most highly qualitied

publicisty yuris prudensi & doktrin Sumber HPI IndonesiaDapat digolongkan atas 2 masa yaitu1. Masa sebelum tahun 1945 .Sumber HPI Indonasia (HINDIA Belanda) 18 AB agraria yaitu: Pasal 16 AB, 17 AB, 18 AB Pasal 131 IS dan 163 IS 2. Masa setelah tahun 1945 ( Setelah Indonesia merdeka ) b. UU kewarganegaraan RI yaitu UU no 62 / 1958 a. Pasal 16 AB, 17 AB, Yang

c. UU no 5 tahun 1960, UU pokok

dalam uu ini ada 2 pasal yang menyangkut dengan HPI1. Pasal 9 ayat 1

menyatakan bahwa hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air,ruang angkasa dalam batas2 ketentuan pasal 1 & 2 dengan ketentuan tersebut orang asing atau badan hukum asing tidak boleh memiliki tanah di Indonesia kepada mereka hanya

diberi hak guna bangunan & hak guna usaha & hak pakai & hak lainya kecuali hak milik Kalau orang asing bisa mempunyai hak milik berarti ada negara dalam negara2. Pasal 1 ayat 1 menyatakan seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa indonesiad. UU penanman modal asing uu no 1 / 67 = berkaitan dengan HPI e. UU penanaman modal dalam negara uu no 6 / 68 Teori2 Tentang KualifikasiDalam setiap proses pengambilan keputusan hukum tindakan kualifikasi merupakan tindakan yang praktis & selalu dilakukan alasanya dengan kualifikasi orang mencoba menata sekumpulan fakta yang dihadapi mendeteksi serta menempatkanya kedalam suatu kategori atau kelompok atau ukuran tertentuDalam HPI masalah kualifikasi ini lebih penting artinya sebab dalam perkara HPI orang selalu menghadapi kemungkinan pemberlakuan lebih dari satu sistim hukum untuk mengatur sekumpulan fakta tertentu kenyatan ini menimbulkan masalh utama yaitu dalam suatu perkara HPI tindakan kualifikasi harus dilakukan berdasarkan sistim hukum mana atau berdasarkan sistim hukum pap diantara berbagai sistim hukum yang relevanDalam HPI dikenal dengan 2 jenis kualifikasi yaitu :1. Kualifikasi Hukum ( Classification Of Law )Penggolongan seluruh kaidah hukum kedalam kelompok hukum tertentu yang telah ditetapkan hukum sebelumnya2. Kualifikasi Fakta ( Classification Of Facts )Kualifikasi yang dilakukan terhadap sekumpulan fakta dalam suatu peristiwa hukum untuk ditetapkan menjadi satu atau lebih peristiwa hukum berdasarkan kategori hukum & kaidah2 hukum dari sistim hukum yang dianggap seharusnya berlaku Kualifikasi fakta ini dilakukan dengan mengikuti langkah sbb :Sekumpulan fakta yang sudah dikodifikasikan yang ada dalam suatu perkara dimasukan kedalam kelompok hukum yang ada kualifikasi sekumpulan fakta tersebut kedalam ketentuan hukum yang seharusnya diberlakukan kualifikasi dalam HPI lebih rumit dibandingkann dengan kualifikasi dalam persoalan 2 hukum intern v Hal2 Yang Menyebabkan Rumitnya Kualifikasi Dalam HPI adalah1. Berbagai sistim hukum yang ada didunia ini mengunakan istilah ( terminology ) yang sama tetapi untuk menyatakan hal yang berbeda Contoh : Istilah domisilii berdasarkan hukum Indonesia artinya tempat kediaman tetap, tetapi domisili dalam pengertian hukum inggris berarti tempat kelahiran atau tanah air2. Berbagai sistim hukum mengenal lembaga hukum tertentu tetapi tidak dikenal pada system hukum lain secara ringkas contoh adopsi Dalam perdata hukum berat tidak dikenal yang mengenal adopsi adalah orang tiongha, alasan karena bagi orang tiongha adalah kalau menyembah dewanya yang akan diterima adalah doa anak laki2 sehingga kalau orang tidak mempunyai anak laki2 maka mengadopsi anakContoh : lembaga pengangkatan anak yang dikenal atau yang terdapat dalam hukum tiongha tetapi dalam BW tidak ada3. Berbagai sistim hukum menyelesaikanperkara2hukum yang secara factual pada dasarnya sama tetapi dengan mengunakan kelompok hukum yang berbeda beda Contoh : Seorang janda yang menuntut hasil sebidang tanah warisan suaminya, dari sistim hukum perancis hal ini dikategorikan kedalam masalah warisan tetapi menurut sistim hukum inggris hal ini termasuk kedalam persoalan hak janda menuntut bagianya dari harta perkawinan 1. Berbagai sistim hukum mensyaratkan sekumpulan fakta yang berbeda untuk menetapkan adanya suatu peristiwa hukum yang pada dasarnya sama Contoh :Masalah peralihan hak milik menurut hukum perancis misalnya hak milik telah dianggap beralih setelah adanya kata sepakat sedangkan menurut hukum belanda hak milik baru beralih setelah benda diterima oleh pembeli5. Berbagai sistim hukum menempuh prosedur yang berbeda untuk menentukan hasil atau status hukum yang pada dasarnya sama Contoh : Suatu perjanjian baru mengikat bila perjanjian itu dibuat secara bilateral sedangkan menurut hukum belanda / Indonesia perjanjian itu adalah juga sah kalau [erjanjian tersebut adalah perjanjian sepihak atau

tidak bilateralSc jadi Indonesia mengenal perjanjian sepihak & perjanjian bilateral sepihak adalah penghibahanDari kelima hal tersebut diatas kalau disimpulkan dapat dijadikan 2 masalah uatam yaitu 1.

Perjanjian :

Perjanjian bilateral didalamnya terdapat hak & kewajiban

Kualifikasi dalam HPI masalahnya adalah kesulitan untuk menentukan kedalam kategori apa

sekumpulan fakta dalam perkara harus digolongkan 2. Apa yang harus dilakukan bila dalam suatu perkara tersangkut lebih dari satu sistim hukum & masing2menetapkan cara kualifikasi yang berbeda ( konflik kualifikasi ) Masal utama yang dihadapi oleh HPI adalah berdasarkan sistim hukum apa kualifikasi dalam suatau perkara HPI harus dilakukan

http://contohsoalsurat.com/hpi-hukum-perdata-internasionBAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Makalah ini akan membahas mengenai Hukum Perdata Internasional dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pembahasannya. Diantaranya adalah defenisi, sejarah, seumber-sumber Hukum Perdata Internasional dan beberapa hal lagi yang akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan. Pada hakekatnya setiap negara yang berdaulat, memiliki hukum atau aturan yang kokoh dan mengikat pada seluruh perangkat yang ada didalamnya. Seperti pada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki mainstream Hukum Positif untuk mengatur warga negaranya. Salah satu hukum positif yang ada di Indonesia adalah Hukum Perdata Internasional yang nantinya akan dibahas lebih detail. Permasalahan mengenai keperdataan yang mengkaitkan antara unsur-unsur internasional pada era globalisasi saat sekarang ini cukup berkembang pesat. Aktor non-negara dan aktor individu mempunyai peran yang sangat dominan. Pada saat sekarang ini berbagai perusahaan-perusahaan multi nasional (Multi National Corporation) baik yang berorientasi pada keuntungan atau yang tidak berorientasi pada keuntungan hilir mudik melintasi batas territorial suatu negara untuk melakukan transaksi perdagangan, kerjasama, memecahkan permasalahan, riset dan berbagai kegiatan lainnya. Begitu juga dengan aktor individu, mereka-mereka yang mempunyai uang lebih atau ingin mencari uang lebih keluar masuk dari satu negara ke negara lain dengan proses yang begitu cepat. Terjadinya perkawinan dua warga negara yang berbeda, mempunyai keturunan disuatu negara, mempunyai harta warisan dan lain sebagainya. Inilah sebuah konsekwensi dari sebuah globalisasi, tak bisa dihindari, akan tetapi inilah sebuah kebutuhan dan merupakan sifat dasar umat manusia. Masalah-masalah keperdataan diatas diperlukan sebuah wadah untuk dapat menjadi acuan dan rujukan bertindak dari aktor-aktor tersebut. Wadah tersebut diperlukan agar dunia yang ditempati ini tidak didasari dengan hukum rimba, yang kuat menang dan yang lemah akan tersingkir, secara arti luas yang kaya akan menjadi semakin kaya dan yang miskin akan bertambah miskin. Keperluan-keperuan akan suatu hal untuk mengatur permaslahan-permasalahan diataslah menjadikan hukum tentang keperdataan perlu diatur dalam sutau kerangka-kerangka hukum positif. B. Rumusan Masalah Penulisan makalah ini diarahkan untuk mendapatkan pemahaman mengenai beberapa hal yang menjadi fokus penulisan makalah, yaitu:

1. Apakah yang dimaksud dengan Hukum Perdata Internasional? 2. Apa saja pembahasan penting yang berkaitan dengan Hukum Perdata Internasional? C. Tujuan Penulisan Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang lebih luas bagi mahasiswa dan masyarakat mengenai Hukum Perdata Internasional. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi yang berguna dalam memperluas ilmu pengetahuan dan menjadi sumber informasi bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian dengan objek yang sama, terutama mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau. Tujuan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Menjelaskan mengenai defenisi dan sejarah Hukum Perdata Internasional. 2. Menjelaskan mengenai pembahasan apa saja yang berkaitan dengan Hukum Perdata Internasional. D. Teknik Pengumpulan Data Penulisan ini menggunakan data-data sekunder. Sumber data yang digunakan adalah buku-buku mengenai Hukum Perdata Internasional, serta materi-materi yang mendukung tulisan ini. Sumber-sumber tersebut didapatkan melalui studi literatur termasuk akses data melalui internet. Akses internet dilakukan dengan selektif melalui alamat situs yang kredibilitasnya dapat dipercaya. Data yang telah didapatkan, kemudian akan dipilih sesuai dengan tema makalah.

E. Sistematika Penulisan Untuk mewujudkan sebuah makalah yang sistematis dan menarik untuk dicermati, maka system penulisan pada bab-bab berikutnya akan tercermin pada poin-poin sebagai berikut: 1. Di dalam bab I, akan diuraikan mengenai latar belakang permasalahan, pembatasan masalah, teknik pengumpulan data dan sistematika penulisan. 2. Di dalam bab II, akan dibahas mengenai sejarah perkembangan Hukum Perdata Internasional, defenisi Hukum Perdata Internasional, sumber-sumber Hukum Perdata Internasional, hubungan Hukum Perdata Internasional dengan bidang hukum lain, titik pertalian/ titik taut, prinsip domisili/kewarganegaraan, renvoi, ketertibam umum dan penyelundupan hukum, pilihan hukum, dan pemakaian hukum asing 3. Di dalam bab III, akan dipaparkan kesimpulan yang diperoleh setelah melakukan pembahasan masalah dalam bab II.

BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Perkembangan Hukup Perdata Internasional Pada tahap I dikenal istilah Pretor Peregrinis, yaitu peradilan bagi warga romawi dengan

orang luar dan orang luar romawi dengan orang romawi. Hukum yang digunakan adalah Ius Civile, yaitu hukum yang berlaku bagi warga Romawi, yang sudah disesuaikan untuk kepentingan orang luar atau dikenal dengan Ius Gentium. Yang dimaksud dengan Ius Gentium adalah hukum yang berlaku antara orang Romawi dan bukan Romawi. Ius Gentium kemudian berkembang lagi menjadi Ius Publicum dan Ius Privatum. Ius Publicum inilah yang berkembang sekarang ini menjadi Hukum Internasional, sedangkan Ius Privatum berkembang menjadi Hukum Perdata Internasional (HPI). Tahap II pertumbuhan asas personal HPI (abad 6-10 sesudah masehi), pada masa ini merupakan masa dimana kekaisaran romawi ditaklukkan oleh orang barbar, sehingga ius civile tidak berguna, yang dipergunakan adalah asas personal dan hukum agama (tribal laws). Kemudian pada masa ini juga tumbuh beberapa kaedah HPI yang didasarkan pada asas personal yang diuraikan sebagai berikut: 1) Dalam sengketa hukum: hukum pihak tergugat 2) Dalam perjanjian: huku personal masing-masing pihak 3) Pewarisan: hukum dari transferor (yang mewariskan) 4) Peralihan hak milik: hukum dari transferor 5) Perbuatan melawan hukum: hukum dari pihak yang melanggar hukum 6) Perkawinan: hukum suami Tahap III sejarah perkembangan HPI adalah tahap pertumbuhan asas teritorial (abad 11-12 sesudah masehi). Setelah mealui masa 300 tahun pertumbuhan asas personal semakin sulit dipertahankan mengingat terjadinya transformasi dalam masyarakat sehingga keterikatan lebih didasarkan pada kesamaan wilayah tempat tinggal (teritorial). Proses transformasi terjadi di dua kawasan Eropa dengan perbedaan yang mencolok. Di Eropa Utara (Jerman, Perancis, Inggri), masyarakata berada di bawah kekuasaan tuan tanah (feodalistik) dan tidak terdapat tempat bagi pengakuan terhadap kaidah hukum asing (HPI). Sedangkan di Eropa Selatan (Italia, Milan, Bologna), merupakan kota perdagangan dan perselisihan yang ada di antara pedagang yang berasal dari luar diselesaikan dengan kaedah HPI. Kemudian masih pada tahap III ini, diletakkan dasar bagi HPI modern dengan prinsip teritorial. Lex Rei Sitae (Lex Situs), yaitu perkara tentang benda tidak bergerak dimana hukum yang digunakan adalah hukum dimaan benda tersebut berada. Lex Dominicili, mengatur tentang hak dan kewajiban dimana hukum yang digunakan adalah hukum dari tempat seorang berkediaman. Lex Contractus, mengatur tentang perjanjian-perjanjian hukum yang berlaku yaitu hukum dari tempat perbuatan perjanjian Tahap IV, pada tahap ini terjadi pertumbuahn Teori Statuta (abad 13-15 sesudah masehi). Tingginya intensitas perdagangan di italia menimbulkan persoalan tentang pengakuan hak asing dalam wilayah suatu kota. Asas teritorial tidak dapat menjawab semua masalah yang timbul, sehingga dibutuhkan adanya ketentuan hukum (statuta). Pencetus Teori Statuta adalah Bartlus (Bapak HPI), yang menyatakan bahwa upaya yang dilakukan menetapakan asas-asas untuk menentukan wilayah berlaku setiap aturan hukum (statuta). Dalam teori statuta terdapat istilah Statuta personalia, yaitu mengenai kedudukan hukum/ status personal orang. Berlaku terhadap warga kota yang berkediaman tetap, melekat dan berlaku atas mereka dimanapun mereka berada. Kemudian juga dikenal istilah Statuta Realia yang berlaku di dalam wilayah kekuasaan penguasa koa yang memberlakukannya dan terhadap siapapun yang datang ke kota tersebut. Selain itu juga ada Statuta Mixta yang berlaku di dalam wilayah kekuasaan

penguasa kota yang memberlakukannya dan terhadap siapapun yang datang ke kota tersebut. B. Defenisi Hukum Perdata Internasional Menurut Van Brakel dalam buku Grond en beginselen van nederland internationaal privatrecht menyatakan bahwa internationaal privatrecht is a national recht voor internationale recht verhouding geschreven. Maksudnya bahwa HPI adalah hukum nasional yang ditulis (diadakan) untuk hubungan-hubungan hukum internasional. Sedangkan menurut Prof. DR. S. Gautama. S.H. HPI adalah keseluruhan peraturan atau keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku, atau apakah yang merupakan hukum jika hubungan-hubungan atau peristiwa antar warga negara pada suatu waktu tertentu memperlihatkan titik pertalian dengan stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah dari dua atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan kuasa, tempat, pribadi dan soal-soal. Berdasarkan pendapat kedua ahlil tersebut, dapat disimpulkan bahwa HPI adalah hukum nasional, bukanlah hukum internasional. Sumber hukum HPI adalah hukum nasional dan yang internasional adalah hubungan-hubungan atau peristiwaperistiwanya. Contohnya adalah kasus pernikahan antar warga negara satu dengan warga negara lain. Masalah-masalah pokok yang dibahas dalam HPI adalah sebagai berikut: 1) Hakim/ badan hukum peradilan manakah yang berwenang menyelesaikan perkaraperkara hukum yang mengandung unsur asing. (chioce of yuridiction) merupakan hukum acara dalam HPI 2) Hukum manakah yang akan dipergunakan untuk menyelesaikan maasalah HPI (the appropriate legal system) 3) Sejauh mana suatu peradilan harus memperahatikan dan mengakui putusan hukum asing (recognition of foreign judgements) Luas lingkup HPI menurut negara yang pertama, HPI merupakan Rechtstoepassingrecht/ choice of law (paling sempit). Artinya, istilah HPI terbatas pada masalah-masalah hukum mana yang diberlakukan. Contoh: negara Jerman, negara Nederland. Kedua, HPI adalah choice of law + choice of juridiction (lebih luas). Maksudnya, mengenai hukum mana yang berlaku ditambah dengan kompetensi wewenang hakim untuk mengadili perkara yang bersangkutan. Contoh: negara Anglo Saxon, Inggris, dan Amerika Serikat. Ketiga, HPI merupakan choice of law + chioce of juridiction + condition des estranges (lebih luas). Maknanya, mengenai hukum mana yang berlaku + kompetensi wewenang hakim + status orang asing. Contoh: Italia dan Spanyol. Keempat, HPI adalah choice of law + chioce of juridiction + condition des estranges + natonalite (terluas). Artinya, mengenai hukum mana yang berlaku + kompetensi wewenang hakim + status orang asing + kewarganegaraan. Contoh: Perancis. C. Sumber-sumber Hukum Perdata Internasional Sumber hukum terbagi atas sumber hukum materil dan formil. Sumber hukum materil, dalam pengertian dasar berlakunya hukum apa atau sebabnya hukum mengikat dan biasanya terletak di luar bidang hukum. Sedangkan sumber hukum formil, dalam pengertian dimana terdapatnya ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang

persoalan yang konkrit dalam bentuk tertulis. Di Indonesia HPI belum terkodifikasi, karena itu masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan sebagai berikut: Undang-undang kewarganegaraan Republik Indonesia, Undang-undang pokok Agraria, Undang-undang penanaman modal asing, dan Undang-undang penanaman modal dalam negeri. Undang-undang kewarganegaraan Republik Indonesia no.62 tahun 1958, diatur dalam pasal 1 undang-undang kewarganegaraan bahwa kewarganegaraan diperoleh dengan kelahiran, yaitu: 1) Karena kelahiran dari seseorang warga negara Indonesia, jadi berdasarkan keturunan (pasal 1 ayat a, c, e) 2) Berdasarkan kelahiran di wilayah Republik Indonesia jika masih dipenuhi syaratsyarat (pasal 1 ayat f, g, h) Dalam undang-undang juga diatur siapa saja yang menjadi warganegara: 1) Mereka yang menjadi Warga Negara Indonesia berdasarkan undang-unadng/ peraturan/ perjanjian yang terlebih dahulu berlaku 2) Menentukan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang a. Pada waktu lahir, mempunyai hubungan kekeluargaan dengans eorang warga negara Indonesia b. Lahir dalam waktu 200 hari setelah ayahnya meninggal dunia dan ayahnya adalah warga negara Indonesia c. Lahir dalam wilayah Republik Indonesia selama orang tua tidak diketahui d. Memperoleh kewarganegaraan menurut undang-undang no. 62 tahun 1958 Undang-undang pokok agraria (undang-undang no. 5 tahun 1960), diatur dalam pasal 1 undang-undang pokok agraria, yaitu seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bengsa Indonesia. Pasal 9, hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air, dan ruang angkasa. Dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa: Hak milik atas tanah, hanya warganegara Indonesia yang boleh memiliki milik atas tanah sedangkan orang asing tidak diperbolehkan mempunyai hak milik atas tanah. Hak pasal 55:2, badan hukum asing hanya dapat memperoleh hak guna usaha dan hak guna bangunan jika diperbolehkan oleh undang-undang yang mengatur pembangunan nasional. Undang-undang penanaman modal asing (undang-undang no.1 tahun 1967), diatur dalam pasal 2 undang-undang modal asing dapat berupa: 1) Milik orang asing, modal asing sebagai milik orang asing, merupakan milik warga negara asing yang dimasikkan dari luar negeri kedalam wilayah Indonesia 2) Dapat merupakan milik badan hukum asing yang menjadikan modal badan hukum Indonesia, maksud badan hukum Indonesia: a. Badan hukum menurut hukum Indonesia b. Berkedudukan di Indonesia Dalam undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) unsur asing juga diperhatikan sehingga undang-undang ini juga merupakan sumber HPI. Undang-undang penanaman modal dalam negeri (undang-undang no. 6 tahun 1968), diatur dalam pasal 1 undang-undang PMDN yaitu: Modal dalam negeri adalah bagian dari pada kekayaan masyaraka tIndonesia termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki negara atau swasta nasional atau swasta asing berdomisili di Indonesia yang digunakan untuk menjalankan suatu usaha...

1) Pasal (2): pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri terdirid dari perorangand an badan hukum yang berlaku di Indonesia 2) Dalam undang-undang PMDN unsur asing juga diperhatikan sehingga undangundang ini juga merupakan sumbar HPI D. Hubungan Hukum Perdata Internasional dengan Bidang Hukum Lain Hubungan HPI dengan hukum antar golongan (HAG), adalah bahwa hukum mana yang digunakan terhadap peristiwa antar warga negara pada waktu tertentu yang berbeda golongan. HAG tidak banyak terdapat di negara-negara yang sudah merdeka, hanya pada negara jajahan dan bekas jajahan. Istilah golongan menunjukkan adanya perbedaan hukum karena golongan rakyat yang berbeda, pribadi yang berbeda, orang dan golongan yang berbeda. Ruang lingkup HAG pada masa penjajahan bersifat nasional mengatur hukum antar ras, antar suku bangsa, dan antar golongan etnis. Kemudian, pada alam kemerdekaan sifat nasional berganti menjadi internasional. Persoalan HAG bergeser menjadi persoalan HPI dengan ruang lingkup hubungan warganegara antar negara. Selain itu, hubungan HPI dengan Hukum Internsional adalah sebagai berikut: 1) HPI akan berkembang sesuai dan sejalan dengan ramainya pergaulan internasional terutama dibidang pergaulan internasioanl. Karena itu kaedah-kaedah HPI tidak boleh bertentangan dengan kaedah hukum internasional yang berlaku 2) Oleh karena itu HPI menyangkut pergaulan internasional maka bentuk dan isi kaedah-kaedahnya akan terpengaruh oleh corak dan kebutuhan masyarakat internasional dari masa-kemasa 3) Akibat lain dari keharusan HPI untuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan suasana masyarakat internasional adalah adanya keharusan kerjasama internasional melalui organisasi internasional 4) Adanya kebutuhan kerjasama yang lebih erat antara bangsa sedunia, mengaibatkan banyaknya perjanian internasional sehingga kaedah HPI juga semakin banyak 5) Peran pemerintahdalam kehidupan pribadi, sehingga yang merupakan privat berlaku dalam hukum publik. Misal: berlakunya asas hukum perdata rebus sic stantibus dalam hukum publik internasional 6) Hukum internsional membutuhkan HPI agar kaedah-kaedahnya benar-benar berlaku dan ditegaskan dalam lingkungan kekuasaan negara-negara nasional Hubungan HPI dengan perbandingan hukum dapat dilihat dari bagan berikut:

E. Titik Pertalian/ Titik Taut Pengertian mengenai titik taut ini berbeda di beberapa negara, misalnya Belanda: Connecting Factor, point of contact, test of factor. Perancis: Points de Rettachment. Dan Jerman: Anknupfunspunkte. Hal atau keadaan yang menyebabkan berlakunya stelsel hukum atau fakta di dalam suatu peristiwa HPI yang menunjukkan pertautan antara perkara itu dengan suatu negara tertentu. Titik taut terbagi menjadi dua yaitu: Primer, merupakan alat perantara untuk mengetahui apakah sesuatu perselisihan hukum merupakan soal HPI atau tidak. Sekunder, merupakan faktor yang menentukan hukum yang dipilih dari stelsel hukum yang dipertautkan. Banyak sekali yang merupakan titik pertalian sekunder, berikut akan dilihat secara

keseluruhan titik pertalian sekunder (TPP) dan titik pertalian sekunder (TPS dan Titik pertalian lain, sekaligus daapt dilihat bahwa ada faktor-faktor dan hal-hal yang sekaligus dapat merupakan TPP dan TPS. Titik pertalian yang lain adalah sebagai berikut: 1) Tempat letaknya benda 2) Tempat dilangsungkan perbuatan hukum (lex Loci Actus) 3) Tempat dilaksanakan perjanjian (lex loci solutionis) 4) Tempat terjadinya perbuatan melawan hukum 5) Maksud para pihak 6) Tempat diajukan proses perkara Titik pertalian primer merupakan alat pertama bagi hakim untuk mengetahui suatu persoalan hukum merupakan suatu HATAH hal ini kita lihat dalam HAG TPP disebut juga titik taut pembeda. 1) Kewarganegaraan, kewarganegaraan para pihak dapat, merupakan faktor yang melahirkan HPI. Contoh: seorang warga negra indonesia menikah dengan warga negara amerika serikat, adlam hal ini kewarganegaraan pihak yang bersangkutan merupakan faktor bahwa stelsel Hukum negara tertentu dipertautkan. 2) Bendera kapal, dianggap sebagai kewarganegaraan pada seseorang. Dapat menimbulkan persoalan HPI, contoh: sebuah kapal berbendera indonesia, sedangkan nahkodanya berkewarganegaraan amerika seriakt, maka segala tindakan hukum diatas kapal tersebut menggunakan hukum indonesia 3) Domisili/ tempat kejadian, dapat merupakan faktor yang menimbulkan persoalan HPI. Contoh: warga negara inggris (a) berdomisili di negara x, menikah dengan warga negara Inggris (b) berdomisili di negara y, karena domisilinya berbeda maka menimbulkan masalah HPI 4) Tempat kedudukan, tempat kedudukan juga sangat penting untuk suatu badan hukum karena tempat kedudukan badan hukum ini juga melahirkankaidah hukum 5) Pilihan Hukum, pilihan hukum dapat menciptakan hubungan HPI. Contoh: seorang pedagang warga negara indonesia dan pedagang jepang menetapkan dalam perjanjian mereka bahwa dalam perjanjian dagang, mereka bahwa Hukum Indonesia yang akan berlaku. Perincian titik pertalian lebih lanjut adalah sebagai berikut: 1) Titik pertalian kumulatif a. Kumulatif hukum sendiri dan hukum asing b. Kumulatif dari dua stelsel hukum yang kebetulan 2) Titik pertalian alternatif 3) Titik pertalian pengganti 4) Titik pertalian tambahan 5) Titik pertalian accesoir (lebih lanjut) Pertama, titik pertalian Kumulasi, terdapat kumulasi (penumpukan) daripada titik pertalian yaitu kumulasi adri pada hukum sendiri dan hukum asing, dan kumulasi dari dua stelsel hukum yang kebetulan. Kedua, titik pertalian Alternatif, terdapat lebih dari satu titik pertalian yang dapat menentukan hukum yang berlaku. Salah satu daripada dua atau lebih faktor ini daapt merupakan faktor yang berlaku. Karena itu disebut titik pertalian alternatif. Ketiga, titik pertalain pengganti, titik taut yang digunakan bila titik taut yang sebenarnya tidak terdapat terkait dengan titik pertalian alternatif. Keempat, titik pertalian accesoir, perincian lebih jauh adalah yang dinamakan titik pertalian accesoir.

Penempatan suatu hubungan hukum dibawah satu stelsel hukum yang sudah berlaku yang lebih utama. Contoh: perjanjian reasuransi ditentukan oleh hukum yang mengatur asuransi pokok. F. Prinsip Domisili/Kewarganegaraan Untuk menentukan status personil seseorang, negara-negara di dunia menganut dua prinsip. Pertama, Prinsip kewarganegaraan. Yaitu status personil orang (baik warganegara maupun asing) ditentukan oleh hukum nasional mereka. Kedua, Prinsip domisili. Yaitu status personil seseorang ditentukan oleh hukum yang berlaku di domisilinya. Dalam hal ini terdapat istilah Pro kewarganegaraan, yang akan diterangkan sebagai berikut: 1) Prinsip ini cocok untuk perasaan hukum nasional dari warganegara tertentu , lebih cocok lagi bagi warga negara yang bersangkutan 2) Lebih permanen dari hukum domisili, karena prinsip kewarganegaraan lebih tetap dari pada prinsip domisili dimana kewarganegaraan tidak demikian mudah diubah-ubah seperti domiili, sedangkan status personil memerlukan stabilitas sebanyak mungkin 3) Prinsip kewarganegaraan membawa kepastian lebih banyak: a. pengertian kewarganegaraan lebih mudah diketahuidaripada domisili seseorang, arena adanya peraturan tentang kewarganegaraan yang lebih pasti adri negara yang bersangkutan b. Ditetapkan cara-cara memperoleh kewarganegaraan suatu negara Selain itu, juga terdapat istilah Pro domisili. Hukum domisili adalah hukum yang bersangkutan sesungguhnya hidup, dimana seseorang sehari-hari sesungguhnya hidup, sudah sewajarnya jika hukum dari tempat itulah yang dipakai untuk menentukan status personilnya. Prinsip kewarganegaraan seringkali emerlukan bantuan domisili. Seringkali ternyata prinsip kewarganegaraan tidak dapat dilaksanakan dengan baik tanpa dibantu prinsip-prinsip domisili. Contoh: apabila terdapat perbedaan kewarganegaraan dalam satu keluarga dimana suami istri berbeda, kewaganegaraan anak-anak bisa punya kewarganegaraan berbeda tergantung domisili (terutama setelah perceraian). Hukum domisili seringkali sama dengan hukum sang hakim. Dalam banyak hal, hukum domisili ini juga bersamaan adanya dengan hukum sang hakim. Cocok dengan negara dengan pluralisme hukum. Hukum domisili adalah satu-satunya yang dapat dipergunakan dengan baik dalam negara yang struktr hkumnya tidak mengeal persatuan hukum. Domisili menolong dimana prinsip kewarganegaraan tidak dapat dilaksanakan Negara-negara dengan prinsip kewarganegaraan/domisili dapat dilihat dalam tabel: KEWARGANEGARAAN DOMISILI Perancis, belgia, luxemburg, monaco, belanda, rumania, finlandia, jerman, yunani, hungaria, montenegro, polandia, portugal, spanyol, swedia, turki, iran, tiongkok, jepang, kostarika, republik dominika, equador, haiti, honduras, mexico, panama, venezuela Semua negara-negara inggris yang menganut common law, scotlandia, afrika selatan, quebec, denmark, norwegia, iceland, negara-negara amerika latin, argentina, brazilia, guatemala, nicaragua, paraguay, peru Prinsip umum tentang kewarganegaraan adalah pertama, Asas kelahiran (ius soli), yaitu kewarganegaraan seseorang ditentkan oleh tempat kelahiran. Contoh: Ad1. orang tua Y melahirkan di wilayah X, anak berkewarganegaraan X. Kedua, Asas keturunan (ius

sanguins), kewarganegaraan berdasarkan kketurunan daripada orang yang bersangkutan. Contoh: Ad2. orang tua Y melahirkan di wilayah X, anak berkewarganegaran Y. Mengenai kewarganegaraan di Indonesia, berdasarkan undangunadang, kewarganegaraan menggunakan prinsip nasionalitas. Diatur dalam pasal 1 udang-undang kewarganegaraan, kewarganegaraan diperoleh dengan kelahiran yaitu: Karena kelahiran dari seseorang warga negara indonesia, jadi berdasarkan keturunan (pasal 1 ayat a, c, e), dan berdasarkan kelahiran di wilayah republik indonesia jika masih dipenuhi lain syarat-syarat (pasal 1 ayat f, g, h). Dapat juga dengan domisili di wilayah Indonesia dengan memenuhi syarat-syarat yang ada. Dwi kewarganegaraan (bipartide) adalah orang dapat meiliki dua kewarganegaraan (bipatride) atau lebih dari dua kewarganegaraan. Bipartide timbul karena dianutnya berbagai asas yang berbeda dalam peraturan kewarganegaraan. Apabila suatu negara menganut asas kelahiran dan negara lain menganut asas keturunan. Contoh: orang tau A cina (ius sanguins) (tinggal di indonesia lebih dari 20 tahun) maka menurut undangundang kewarganegaraan dianggap sebagai warganegara melahirkan di indonesia, maka anaknya punya dua kewarganegaraan. Cara mencegah bipartide dapat dilakukan dengan melakukan perjanjian bilateral, misalnya antara indonesia dengan cina. Undangundang no.2 tahun 1958 dimana dalam waktu 20 hari sejak (20-1-1960 s/d 10-1-1962) orang yang berstatus dwi kewarganegaraan harus memilih salah satu dan melepaskan yang lain. Apartide adalah orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan. Contoh: terjadinya pencabutan kewarganegaraan, kelahiran anak dengan orang tua ius solli di negara ius sangins. Apartide dapat terjadi karena orang tua menganut ius solli, melahirkan anak do negara yang menagnut ius sanguins, maka anak yang dilahirkan apartide. Cara mencegah dapat dilakukan dengan mengguakan titik taut pengganti untuk menentukan kewarganegaraan yang digunakan sebagai faktor yang menentukan hukum yang harus diperlukan. Pemakaian hukum domisili atau kediaman, dan pemakaian kewarganegaraan terakhir. G. Renvoi Masalah renvoi timbul karena adanya aneka warna sistem HPI sehingga tak ada keseragaman cara-cara menyelesaikan masalah-masalah HPI. Salah satu persoalan penting berkenaan dengan status personil yang ditentkan berdasarka prinsip domisili dan nasionalitas. Berhubungan dengan adanya dua sistem ini maka timbullah masalah renvoi. Renvoi adalah penunjukan oleh kaidah-kaidah HPI dari suatu sistem hukum asing yang ditunjuk oleh kaidah HPI lex fori. Renvoi terjadi pada gesamtverweisung yaitu apabila kaidah lex fori menunjuk ke arah suatu sistem asing, dalam arti keseluruhan termasuk kepada kaidah HPI nya. Renvoi terbagi dua. Pertama, penunjukan kearah kaidah-kaidah hukum intern (sachnormen) dari suatu sistem hukum tertentu, penunjkan ini dinamakan sachnormverwiesung. Kedua, penunjukan ke arah keseluruhan sistem hukum ertentu termasuk kaidah-kaidah HPI (kallisionsormen) dari sistem hukum tersebut. Penunjukan ini dinamakan gesamtverweisung. Dalam HPI dikenal 2 jenis single renvoi, Remmisin (penunjukan kembali) yaitu proses renvoi oleh kaedah-kaedah HPI asing kembali ke arah lex fori. Dan Transmission (penunjukan lebih lanjut), yaitu proses renvoi oleh kaidah HPI asing ke arah suatu sistem hukum asing lain. Contoh kasus renvoi FORGO CASE (1879) misalnya adalah

Forgo seorang warganegara Bavaria (jerman), dia menetap di Perancis sejak 5 tahun tanpa memperoleh domisili di Perancis. Kemudian dia meninggal di Perancis tanpa testamen. Forgo anak di luar nikah, ia meninggalkan benda-benda bergerak di perancis. Kemudian tuntutan atas pembagian hartanya diajukan oleh saudara kandungnya di pengadilan Perancis. H. Ketertibam Umum dan Penyelundupan Hukum Definisi ketertiban umum sangat sukar untuk dirumuskan namun yang dimaksud ketertiban umum ini adalah pembatasan berlakunya suatu kaedah asing dalam suatu negara karena bertentangan dengan kepentingan umum atau ketertiban hukum. Faktorfaktor yang membatasi: Waktu, tempat, falsafah kenegaraan, sistem perekonomian, pola kebudayaan yang dianut, masyarakat yang bersangkutan. Sehingga hukum asing yang bertentangan dengan ketertiban umum tersebut tidak dipergunakan meskipun sebenarnya menurut peraturan HPI lex fori, kaedah hukum asing seharusnya berlaku. Ukuran-ukuran yang dipergunakan dalam memberlakukan ketertiban umum dapat diberlakukan bila ditinjau dari yuridiksiforum, apabila hukum asing diakui akan mengakubatkan : 1) Pelanggaran terhadap prinsio-prinsip keadilan yang mendasar sifatnya 2) Bertentangan dengan konsepsi yang berlaku mengenai kesusilaan yang baik 3) Bertentangan dengan suatu tradisi yang sudah mengakar Dalam situasi seperti di atas maka lembaga ketertiban umum dapat menajdi dasar bagi pembenaran bagi hakim untuk menyimpang dari kaidah-kaidah HPI yang seharusnya berlaku, dan menunjuk kearah berlakunya suatu sistem hukum asing. Contoh, terdapat perkara masalah perbudakan, diana hukumndonesia termasuk masalah hukum personil menurut PS. 16 AB mengenai status personil akan diatur berdasarkan kewarganegaraan pihak yang bersangkutan. Fungsi ketertiban umum ada dua, yaitu: 1) Fungsi positif, menjamin agar aturan-atuan tertentu dari lex fori tetap diberlakukan (tidak dikesampingkan) sebagai akibat dari pemberlakuakn hukum asing. 2) Fungsi negatif, untuk menghindarkan pemberlakuan kaidah-kaidah hkum asing bila pemberlakuan itu akan menyebabkan pelanggaran terhadap konsep-konsep dasar lex fori. Penyelundupan hukum (evasion of law) adalah suatu perbuatan yang dilakukan di suatu negara asing dan diakui sah di negara asing itu akan dapat dibatalakn oleh forum atau tidak diakui oleh forum bila perbuatan itu dilaksanakan di negara asing yang bersangkutan denga tujuan untuk menghundarkan diri dari aturan-aturan lex fori ang akan melarang perbutan itu dilaksanakan di wilayah forum. Fungsinya adalah untuk melindungi sistem hukum yang seharusnya berlaku. Contoh, warga negara indonesia (perempuan islam) + warga negara indonesia (laki-laki kristen), menukah. Untuk menghindari pemberlakuan undang-undang No. 1 tahun 1974 mereka menikah di Singapura. Perkawian untuk mendapatkan kewarganegaraan karena takut dideportasi. Kemudian dalam waktu tertenu mengajukan perceraian, dengan demikian maka status sebagai warga negara indonesia tetap didapat meskipun telah bercerai. I. Pilihan Hukum dan Pemakaian Hukum Asing Pilihan hukum digunakan dalam bidang hukum kontrak, dimana para pihak bebas untuk menentukan pilihan mereka, dan bebas juga untuk memilih sendiri hukum yang harus

dipakai untuk kontrak mereka. Mereka hanya bebas untk memilih hukum tertentu tapi mereka tidak bebas untk menentukan sendiri (membuat) perundang-undangan. Batasan pilihan hukum adalah: 1) Para pihak bebas untuk melakukan pilihan hukum yang mereka kehendaki tapi kebebasan ini tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum 2) Pilihan hukum tidak boleh menjelma menjadi penyelundupan hukum 3) Hanya dilakukan dalam bidang hukum kontrak Macam-macam pilihan hukum, secara tegas dinyatakan dalam Clausula perjanjian hukum yang dpilih dalam kontrak yang mereka buat. Misal: kontrak yang dibuat pertamina mengenai LNG tanggal 03-12-1973 dalam pasal 12 dinyatakan : bahwa pilihan hukum adalah negara bagian New York. Pilihan hukum ini memberikan kepastia hukum. Pilihan hukum yang dianggap, merupakan pilihan hukum yang dianggap presumptio iuris sang hakim menerima telah terjadi suatu pilihna hukum yang berdasarkan dugaan-dugaan hukum belaka. Pilihan hukum secara hipotetisch, pilihan hukum ini dikenal di Jerman, sebeharnya disini tidak ada satu kemauan dari para pihak untuk memilih sedikitpun, sang hakimlah yang melakukan pilihan ini, hakim melakukan dengan fictie. Masalah utama dari pemakaian hukum asing adalah sebagai berikut: 1) Apakah hak-hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang berdasarkan kaedah-kaedah hukum suatu hukum asing tertentu perlu atau tidak perlu diakui oleh lex fori? 2) Misal: bila seseorang warga negara Cina berdasarkan hukum Cina ia diakui sebagai pemegang hak milik suatu benda bergerak, kemudian ia mengaubah kewarganegaraannya menjadi Indonesia, apakah menurut hukum Indonesia benda bergerak miliknya akan tetap diakui? Apabila hakim Indonesia menganggap bawa pemilikan terhadap suatu benda bergerak yang dianggap sah menurut hukum Cina akan sah juga menurut hukum Indonesia maka dapat dikatakan bahwa pengadilan Indonesia menerima prinsip hak-hak yang telah diperoleh/ pemakaian hukum asing/vesten right. Hak-hak yang dimiliki seseorang (suatu subjek hukum) berdasarkan kaidah hukum asing dapat diakui dalam yuridiksi lex fori, selama pengakuan undang-undang tidak bertentangan dengan kepentingan umum masyarakat lex fori. SIMPULAN Sejarah Perkembangan Hukup Perdata Internasional terbagi menjadi empat tahap. Pada tahap I dikenal istilah Pretor Peregrinis, yaitu peradilan bagi warga romawi dengan orang luar dan orang luar romawi dengan orang romawi. Tahap II pertumbuhan asas personal HPI (abad 6-10 sesudah masehi). Tahap III sejarah perkembangan HPI adalah tahap pertumbuhan asas teritorial (abad 11-12 sesudah masehi). Dan Tahap IV, pada tahap ini terjadi pertumbuahn Teori Statuta (abad 13-15 sesudah masehi). HPI adalah hukum nasional, bukanlah hukum internasional. Sumber hukum HPI adalah hukum nasional dan yang internasional adalah hubungan-hubungan atau peristiwaperistiwanya. Sumber hukum terbagi atas sumber hukum materil dan formil. Di Indonesia HPI belum terkodifikasi, karena itu masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan Hubungan HPI dengan hukum antar golongan (HAG), adalah bahwa hukum mana yang digunakan terhadap peristiwa antar warga negara pada waktu tertentu yang berbeda

golongan. Titik Taut adalah hal atau keadaan yang menyebabkan berlakunya stelsel hukum atau fakta di dalam suatu peristiwa HPI yang menunjukkan pertautan antara perkara itu dengan suatu negara tertentu. Titik taut terbagi menjadi dua yaitu: Primer, merupakan alat perantara untuk mengetahui apakah sesuatu perselisihan hukum merupakan soal HPI atau tidak. Sekunder, merupakan faktor yang menentukan hukum yang dipilih dari stelsel hukum yang dipertautkan. Untuk menentukan status personil seseorang, negara-negara di dunia menganut dua prinsip. Pertama, Prinsip kewarganegaraan. Yaitu status personil orang (baik warganegara maupun asing) ditentukan oleh hukum nasional mereka. Kedua, Prinsip domisili. Yaitu status personil seseorang ditentukan oleh hukum yang berlaku di domisilinya. Dwi kewarganegaraan (bipartide) adalah orang dapat meiliki dua kewarganegaraan (bipatride) atau lebih dari dua kewarganegaraan. Bipartide timbul karena dianutnya berbagai asas yang berbeda dalam peraturan kewarganegaraan. Apartide adalah orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan. Renvoi adalah penunjukan oleh kaidahkaidah HPI dari suatu sistem hukum asing yang ditunjuk oleh kaidah HPI lex fori. Ketertiban umum ini adalah pembatasan berlakunya suatu kaedah asing dalam suatu negara karena bertentangan dengan kepantingan umum atau ketertiban hukum. Penyelundupan hukum (evasion of law) adalah suatu perbuatan yang dilakukan di suatu negara asing dan diakui sah di negara asing itu akan dapat dibatalakn oleh forum atau tidak diakui oleh forum Pilihan hukum digunakan dalam bidang hukum kontrak, dimana para pihak bebas untuk menentukan pilihan mereka, dan bebas juga untuk memilih sendiri hukum yang harus dipakai untuk kontrak mereka. REFERENSI Fahrudin, Sigit. Arti dari Sumber-sumber Hukum Perdata Internasional. Diakses dari http://sigitfahrudin.co.cc. Pada tanggal 08 Juni 2010. Kusumaatmadja, Mochtar.1990. Pengantar Hukum Internasional. Binacipta. Pazli. 2004. Materi Substansi Hukum Perdata Internasional. Diktat III Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau. Starke, J.G. 2001. Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: Sinar Grafika. Hukum Perdata Internasional. Diakses dari http://vhrmedia.com. Pada tanggal 11 Maret 2010al/

You might also like