You are on page 1of 22

PEMBANGUNAN KEHUTANAN

UNTUK
BANGSA INDONESIA YANG SEJAHTERA, DEMOKRATIS
DAN BERKEADILAN

Bab I. Pendahuluan

Bangsa Indonesia dianugerahi oleh Tuhan YME hutan yang luas


dengan kekayaan keanekaragaman hayati flora dan fauna yang
sangat penting bagi kehidupan di planet bumi kini dan kedepan.

Hutan yang luas sebagai sumber daya alam yang dapat


diperbaharui, merupakan salah satu modal bangsa dalam rangka
mewujudkan masyarakat yang mandiri, maju, adil dan makmur
sebagaimana tertuang dalam UU No.17/2007 yaitu Visi
Pembangunan Nasional Jangka panjang 2005-2025 sejahtera,
demokratis dan berkeadilan.

Hutan sebagai sumber daya alam terbaharui dari aspek ekonomi


menjadi harapan untuk menjawab kelangkaan papan, air, pangan,
pakan dan energi; peran carbon sink/stock dalam perubahan
iklim global dan pendukung pertumbuhan ekonomi dan lapangan
kerja dalam masa krisis keuangan global serta penanggulangan
kemiskinan untuk mencapai tujuan milineum development goal.
Dari aspek sosial menjadi tumpuan harapan masyarakat setempat
untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui usaha berasarkan
kearifan lokal berupa agro forestry atau perhutanan sosial, sumber
papan, pangan, enerji, air dan biofarma serta religi dan budaya.
Sedangkan dari aspek lingkungan hidup hutan adalah pendukung
kehidupan tempat flora dan fauna sebagai sumber keaneka
ragaman genetik asli, pengendali tata air, kesimbangan hara
mineral dan penyerap CO2 di udara dan menyimpannya (carbon
stock) dalam bentuk batang kayu, ranting dan daun (biomasa)
Dalam periode 2004-2009, hutan dan produk kehutanan sesuai
dengan fungsi produksi, lindung dan konservasi telah memberikan
kontribusi pada pertumbuhan ekonomi Nasional (pro-growth),
lapangan kerja (pro-jobs), dan pengurangan kemiskinan di
pedesaan (pro-poor) serta perbaikan kualitas lingkungan hidup
(pro-environment) seiring dengan perbaikan politik (demokrasi dan
desentralisasi), penegakan hukum dan keamanan.

Pertumbuhan ekonomi Nasional yang mencapai rata-rata hampir


6% (tertingi paska krisis ekonomi 1998/1999), disertai pemerataan
(growth and equity) juga dilaksanakan dibidang kehutanan melalui
peningkatan investasi dan ekspor hutan dan produk kehutanan,
baik oleh perusahaan swasta, BUMN maupun rakyat secara
proporsional.

Dalam perannya untuk menurunkan pengangguran di pedesaan,


mulai tahun 2008, pemerintah memberi akses legal pada
masyarakat setempat sebagai pemegang Izin Usaha Pemamfaatan
Hutan Produksi (small concessionaires) melalui pembangunan
Hutan Tanaman Rakyat (HTR) beserta akses ke lembaga
pembiyaan pembanguan hutan dalam bentuk Badan Layanan
Umum mengingat perbangkan belum tertarik untuk pembiyaan
pembanguan hutan.
Oleh karena itu, yang masih dihadapi dalam pembangunan
kehutanan kedepan sebagai modal sumber daya alam terbarui yang
sangat besar dan strategis, diharapkan mampu memantapkan
perannya untuk mewujudkan visi pemerintah 2009-2014 yaitu
terwujudnya bangsa Indonesia yang sejahtera, demokratis dan
berkeadilan yang tercermin dalam 5 Agenda Utama serta 15
Prioritas dan Program Aksi Pembangunan Nasional 2009-20014

Bab. 2 CAPAIAN DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN


KEHUTANAN KEDEPAN
2.1. Capaian Dalam Periode 2004-2009 sektor Kehutanan dalam
Bidang Ekonomi, Kesejahteraan, Politik dan Keamanan.

Pembangunan Kehutanan secara langsung berada dalam


koordinasi Bidang Ekonomi dengan agenda Triple Tracks
Strategic Economic Development Kabinet Indonesia Bersatu yaitu
pro growth, pro jobs dan pro poor. Pro growth with equity
dilaksanakan disegala sektor, termasuk di sektor kehutanan. Sektor
kehutanan (baca hutan dan produk kehutanan) telah
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Nasioanal
rata-rata 6% dan dicerminkan dari meningkatnya pendapatan rata-
rata penduduk indonesia dari sebesar 1.186 USD menjadi 2.271
USD perkapita pada akhir 2008. Peningkatan pendapatan tersebut
juga telah menurunkan tingkat kemiskinan dari 16,7% pada 2004
menjadi tinggal 15,4 % (35 juta orang) sesuai data BPS 2008.

Agenda pertumbuhan ekonomi dibidang kehutanan dilaksanakan


melalui peningkatan investasi dan ekspor hutan dan produk
kehutanan. Investasi di hutan dan produk kehutnan dimasa krisis
keuangan global saat ini masih tumbuh (green shot) melalui usaha
pemamfaatan hutan produksi berupa Izin Usaha Pemamfaatan
Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA), pada Hutan
Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) dan Izin Usaha Industri Kayu
Primer (IUIKP) seperti (plywood, sawn timber, wood working
berbasis kayu rakyat di P Jawa dengan pertumbuhan masing-
masing ...%, ....% dan ..% pada 2008 dibandingkan pada 2007.

Bahkan untuk pertama kalinya sejak pengusahaan/pemamfaatan


hutan dimulai pada tahun 1970, mulai 2007 telah dibuka investasi
untuk Izin Usaha Pemamfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi
Ekosistem Hutan (IUPHHK-RE) dan Izin Usaha Pemamfaatan
Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR)
untuk masyarakat yang tinggal di dalam/di sekitar hutan yang terus
tumbuh.
Demikian juga Investasi Izin Usaha Pemamfaatan Hasil Hutan
Bukan Kayu (IUPHHBK) meningkat pada 2008 terutama untuk
pengembangan pangan dan energi biomasa seiring dengan krisis
pangan dan energi pada tahun 2007. Pada tahun 2008 juga dimulai
masuknya rencana investasi untuk penyimpanan karbon (carbon
stock) dan Penyerapan Karbon (carbon sink) dalam kerangka
REDD (Reduction Emission from Deforestation and Degradation)
terkait Perubahan Iklim global (Climate Change)

Peranan sektor kehutanan dalam penurunan kemiskinan


dilaksanakan dalam koordinasi Bidang Kesejahjteraan Rakyat
melalui pemberian akses hukum ke pemamfaatan hutan dan
pembiyaan yang luas dalam program pembangunan Hutan
Tanaman Rakyat (HTR) dan penyaluran dana bergulir (revolving
funds) melalui Pusat Pembiyaan Pembangunan Hutan sejak 2007.
Selain itu, peningkatan program pemeberdayaan masyarakat yang
tinggal di dalam/di sekitar hutan seperti Hutan Kemasyarakatan
(HKm), Hutan Desa, Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
(PHBM), Hutan Rakyat Pola Kemitraan (HRPTK), Indstri Kayu
Berbasis Hutan Rakyat, Bina Desa Hutan dan Desa Konservasi
Hutan terus dilakukan secara bertahap dan konsisten.

Tentu saja peran hutan dan produk kehutanan dalam penurunan


kemiskinan diatas tidak lepas dari program-program pro rakyat
pada 2004-2009 sperti Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) sebagai usaha pemerintah dalam kebijakan
percepatan pertumbuhan ekonomi disertai distribusi pendapatan
(growth with equity).

Keberhasilan dalam peningkatan investasi dan ekspor hasil hutan


sebagai wujud pertumbuhan ekonomi dan penurunan kemiskinan
diatas, sekaligus juga memberikan sumbangan pada lapangan
pekerjaan di hutan dan produk kehutanan berupa kayu, hasil hutan
bukan kayu (rotan,getah,biji dan lainya) dan jasa lingkungan hutan
(ekowisata,keaneka ragaman hayati, perdagangan karbon) baik
dalam skala besar maupun skala mikro dalam wujud bergeraknay
eknomi kreatif di pedesaan maupun perkotaan yang menggunakan
bahan baku kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan wisata
alam berbasis keanekaragaman budaya lokal.

Kemajuan-kemajuan diatas dapat dicapai sebagai upaya


kebersamaan dan kerja keras pemerintah, dunia usaha, akademisi,
lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat termasuk negara-
negara sahabat dan lembaga internasional kehutanan yang berada
di Indonesia.

Pembelajaran dalam mencapai kemajuan diatas merupakan modal


penting dalam menghadapai agenda dan prioritas pembangunan
kehutanan ditahun-tahun mendatang.

2.2. Perspektif Masa Depan Pembangunan Kehutanan Indonesia

Masa depan hutan dan produk kehutanan diwujudkan dalam


pengelolaan hutan lestari untuk kemakmuran rakyat. Masalah dan
kendala sebagai akibat kekeliruan pengurusan hutan dimasa lalu
yang anthropocentrisme secara bertahap berubah ke ecocentrisme
dan inklusif sebagamana tercermin dari capaian kemajuan dalam
lima tahun terakhir.

Pendekatan ecocentrisme dan inklusif adalah upaya strategis


(jangka panjang) untuk mengubah kemungkinan terjadinya
bencana kerusakan lingkungan yang mendorong krisis pangan,
energi dan air serta munculnya penyakit baru pandemi akibat
perubahan iklim global menjadi berkah berupa tersedianya hutan
yang sehat untuk perbaikan kualitas lingkungan hidup dan
melimpahnya produk dan jasa lingkungan hutan.

Dalam jangka lima tahun mendatang (2009-2014), untuk


mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, demokratis dan
berkeadilan, ada beberapa tantangan dalam pembangunan
kehutanan ditengah persaingan global yang meningkat, yaitu:

Pertama, hutan dan produk kehutanan walau telah memberi


sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional rata-rata 6%,
belum mensejahterakan masyarakat setempat. Oleh karena itu,
penggunaan teknologi untuk intensifikasi pengelolaan hutan, baik
untuk penghasil kayu, hasil hutan bukan kayu
(rotan,getah,biji,pangan,pakan, plasma-nutfah) maupun jasa
lingkungan hutan (air, wisata alam, enerji, carbon sink/stock) dapat
meningkatkan kontribusi kehutanan dalam percepatan
pertumbuhan ekonomi sampai rata-rata 6.5-7% pada 2014.

Kedua, hutan dan produk kehutanan walaupun tumbuh, tidak


cukup untuk mengentaskan masyarakat setempat dari kemiskinan.
Oleh karena itu intervensi kebijakan melalui percepatan pemberian
akses legal (hukum) dalam pemamfaatan hutan produksi dan ke
akses pembiyaan (dana bergulir) bagi masyarakat setempat yang
tergolong near miskin terus diperkuat kelembagaan dan
kapasitasnya, sehingga mereka dapat masuk pada kegiatan
ekonomi formal bebas dari premanisme oknum aparat dan oknum
masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Bagi masyarakat yang
benar-benar miskin dan berada pada remote area dalam kawasan
hutan, program afirmatif dalam pemberdayaan masyarakat terus
didorong.

Program afirmatif dengan sasaran kelompok masyarakat yang


mengembankan ekonomi kreatif berbasis kehutanan (ekowisata,
pengrajin) terus difasilitasi dan dikuatkan kelembagaanya,
sekaligus memecahkan isu gender dan kesenjangan Jawa luar Jawa
dalam pembangunan kehutanan.

Ketiga, pertumbuhan ekonomi yang tinggi harus menghindari


pandangan bahwa hutan hanya dilihat dari paham ekonomi sempit
direct revenue from timber sales dan sources of land yang murah
bagi pembangunan nasional dengan akibat kerusakan lingkungan
hidup yang parah. Kerusakan lingkungan dan hutan akan
meningkatkan bencana alam yang tidak terduga sekaligus
menurunkan produktifitas dan kelangsungan swasembada pangan.

Dimensi kerusakan hutan semakin luas terkait perubahan iklim


global dan bila tidak ditangani dengan baik dan benar, krisis
pangan akan terjadi setiap saat dalam tahun-tahun kedepan. Oleh
karena itu, pengelolaan hutan-hutan alam yang masih baik terus
dijaga termasuk usaha pemamfaatannya secara lestari. Hutan-hutan
yang rusak akibat salah kelola, kebakaran hutan, perambahan dan
illegal logging dibangun dalam hutan tanaman untuk
meningkatkan produktifitas.

Pengelolaan hutan hutan yang baik atau yang rusak pada akhirnya
akan menyediakan kebutuhan akan papan, air, pangan, keindahan
bentang alam, plasma-nutfah, bio-energi,dan carbon sink dan stock
secara berkelanjutan.

Keempat, mitigasi dan adaptasi sector kehutanan terkait


perubahan iklim global yang telah diadopsi dalam Bali Road Map
pada acara Conference On Parties ke 13 di Bali pada Desmber
2007 menjadi prioritas utama pembangunan kehutanan.

Problem utama bagi Indonesia dan negara-negara berkembang


dalam Kelompok G 77 terkait mitigasi dan adaptasi adalah
keterbatasan dana dalam penggunaan teknologi bersih yang
diusung oleh negara-negara maju. Oleh karena itu hutan dalam
kapasitas sebagai carbon sink dan carbon stock memainkan
peranan penting dalam negosiasi di COP15 Konpenhagen pada
Desember 2009.

Fungsi hutan sebagai rosot karbon di atmosfer dan menyimpannya


dalam biomasa (stok carbón), selain fungís perbaikan lingkungan
juga mengemban fungís ekonomi dari perdagangan carbón.
Dengan demikian posisi tawar Indonesia menjadi tinggi dan
menentukan dalam perdagangan carbón. Apalagi melalui UU
5/1967 dan kemudian diubah dengan UU 1/1999 serta UU 5/1990
telah mengalokasikan sekitar 60 juta ha hutan lindung dan hutan
konservasi patut diperjuangkan untuk memperoleh dana
kompensasi atau diperdagangkan atas stock carbon yang ada
dalam kerangka REDD.

Pada paska Kyoto Protokol 2012, melalui pasar wajib (compliance


market), Indonesia memiliki potensi besar dalam menerima
pendanaan dan perdagangan carbón terkait Reducing Emision from
Deforestation and Degradation (REDD). Potensi penerimaan
negara ini akan mendorong pertumbuhan hijau (green growth)
yang keberlanjutan bagi pembangunan ekonomi nasional.

Potensi ekonomi yang dapat dikembangkan adalah pada usaha


konservasi hutan untuk keanekaragaman hayati dan wisata alam.
Keberadaan dan keaneka ragaman flora fauna yang kaya akan
menempatkan Indonesia pada posisi penting dikemudian hari
dengan makin berkurangnya hutan-hutan yang dikonservasi di
delta amazona dan congo basin.

Demikian juga pengelolaan hutan lindung selain untuk fungís tata


air, mempunyai nilai ekonomi terhadap kualitas air yang
dihasilkannya. Sudah jamak terlihat setiap hari di jalan-jalan raya
dan tol di kota-kota besar, berpuluh-puluh truk tangki air
mensupplai kebutuhan air baku di perkotaan tanpa memperhatikan
biaya percatan/rehabilitasi hutan-hutan lindung di hulu.

Oleh karena itu penumbuh kembangan innovasi mekanisme


pembiyaan (Inovative Financing Mechanism) bagi hutan hutan
konservasi dan hutan lindung sangat diperlukan melalui
mekanisme negosiasi antara pihak yang ingin membayar dan pihak
yang ingin menerima (willingness to pay & to accept) hutan-hutan
lindung. Melalui Innovative financing mechanism usaha-usaha
reboisasi dan penghijauan daerah aliran sungai yang kritis dapat
dilakukan dan tidak semata-mata dari anggaran pemerintah.
Rehabilitasi daerah aliran sungai pada akhirnya mengembalikan
fungsi tata air dan perbaikan kualitas lingkungan hidup yang
sangat diperlukan bagi pertanian, perikanan, peternakan,
perkebunan dan keberlanjutan pembangkit listrik tenaga air.

Kelima, perlindungan dan keamanan hutan terkait penegakan


hukum, tata kelola kehutanan serta promosi perdagangan hasil
hutan yang legal (Forest Law and Governance and Trade/FLEGT)
akan meningkatkan pertumbuhan investasi hutan dan daya
saingnya. Walaupun pemerintah telah meningkatan upaya
pemberantasan illegal logging, namun unintended consequency
dari kegiatan ini adalah menurunnya kegiatan-kegiatan legal di
pemamfaatan hutan pada pemegang izin yang sah dari pemerintah.
Karena itu kegiatan penegakan hukum, tata kelola kehutanan dan
perdagangan kayu legal harus menjadi prioritas pembangunan
kehutanan

Keenam, keberhasilan pembangunan kehutanan juga bergantung


pada kualitas birokrasi baik pada Pemerintah maupun pemerintah
provinsi dan kabupaten. Lambatnya dan biaya tinggi pelayanan
perizinan di kehutanan akan menurunkan daya saing hutan dan
produk kehutanan di tingkat global. Proses desentralisasi sebagai
bagian dari demokratisasi yang menyangkut subtansi kehutanan
terus dimantapkan. Oleh karena itu agenda reformasi birokrasi dan
desentralisasi kehutanan menjadi kunci utama untuk
mengembalikan daya saing hutan dan produk kehutanan di pasar
global.
Bab 3 MISI PEMBANGUNAN KEHUTANAN INDONESIA

Capaian pembangunan hutan dan produk kehutanan periode 2004-


2009 merupakan modal untuk ditumbuh kembangkan pada periode
2010-2014 dengan tetap memperhatikan krisis/kelangkaan pangan,
air dan energi seperti terjadi pada 2007-2008 serta krisis keuangan
global saat ini dan kesadaran kolektif dunia terhadap perubahan
iklim global.
Visi pemerintah 2009-2014 merupakan langkah awal dari Visi
Jangka Panjang Pembangunan Nasional untuk mewujudkan bangsa
yang mandiri, maju, adil dan makmur, seperti tertuang dalam UU
No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJM) 2005-2025.

Berdasarkan visi pemerintah 209-2014 sebagaimana dikemukakan


diatas, maka misi pemerintah 2009-2014 dalam rangka
memujudkan visi tersebut adalah Melanjutkan Pembangunan
Menuju Indonesia Sejahtera, memperkuat Pilar-pilar Demokrasi
dan Memperkuat Dimensi Keadilan di Semua Bidang.

Berdasarkan visi dan misi pemerintah diatas, maka agar ada


kesinambungan, konsistensi dan koordinasi lintas sektor dalam
pelaksanaanya, maka Visi Pembangunan Kehutanan 2009-2014
adalah ”Terwujudnya Fungsi Hutan Lestari bagi Indonesia
yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan”.

Adapun Misi Pembangunan Kehutanan 2009-2014 adalah:


1) Melanjutkan Pembangunan Hutan Lestari bagi
Kesejahteraan Masyarakat,
2) Memperkuat Desentralisasi Kehutanan yang
Kompatible dengan Demokratisasi, dan
3) Memperkuat Dimensi Keadilan dalam Pembangunan
Kehutanan”.
Bab 4. Agenda dan Sasaran Pembangunan Kehutanan

4.1. Ada lima Agenda untuk mewujudkan visi dan misi


Pembangunan Kehutanan 2009-2014 yangmana pada masing-
masing agenda terdapat satu atau lebih misi yang diemban terkait
pertumbuhan ekonomi, demokratisasi dan keailan yang merata,
yaitu:

1. Agenda pertama, penguatan pemantapan kawasan hutan.


Dalam agenda ini mengemban misi untuk pembangunan
ekonomi dalam memberi kepastian hukum untuk investasi di
bidang kehutanan terkait penataan ruang yang diperlukan
oleh sektor lain diluar kehutanan (tambang,kebun, infra
struktur)

2. Agenda kedua, melanjutkan pemamfaatan hutan lestari


sesuai fungsinya.
Dalam agenda ini mengemban misi menggerakan sektor riil
pelaku usaha besar, menengah dan kecil terkait usaha
pemamfaatan hutan lestari sesuai fungsi hutan yaitu barang
dan jasa lingkungan hutan yang bernilai ekonomidengan
tetap menyeimbangkan kelestariannya. Melalui usaha ini,
akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, penyediaan
lapangan kerja, penanggulangan kemiskinan, yang bermuara
pada kesejahteraan, perbaikan lingkungan dan keadilan
berusaha. Intensifikasi dan diversifikasi produk kehutanan
berupa barang dan jasa akan tercapai dengan memasukan
input ilmu pengetahuan dan teknologi, knowlegde
management dan kearifan budaya yang akan
mengembangkan ekonomi kreatif di masyarakat
3. Agenda ketiga, peningkatan rehabilitasi dan konservasi
hutan
Dalam agenda ini rehabilitasi hutan pada daerah aliran sungai
selain untuk perbaikan lingkungan, juga memberi dampak
ekonomi terkait perbaikan infra struktur berbasis sungai yang
memperlancar arus barang dan jasa untuk daerah-daerah
terpencil di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Konservasi
hutan selain memperkuat basis mega-biodiversity pada
kawasan konservasi alam dan cagar alam/agar biosfir, juga
juga mengemban misi penguatan ekonomi kehutanan dan
lapangan kerja melalui pengembangan pemamfaatan jasa
lingkungan/pengusahaan wisata alam pada taman-nasional,
ekspor tumbuhan dan satwa liar dari alam atau
penangkaran,dan mendorong pengembangan ekonomi kreatif
wisata alam,kelompok pencinta alam/ kader konservasi.

4. Agenda keempat, pemberdayaan masyarakat


Dalam agenda ini mengemban misi pengembangan ekonomi
kreatif yang mendorong pertumbuhan ekonomi, penciptaan
lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan serta
perbaikan kualitas lingkungan hidup melalui program
afirmatif dan inklusif untuk keadilan berusaha.

5. Agenda kelima, penguatan keamanan dan perlindungan


hutan
Dalam agenda ini akan mengemban misi penegakan hukum,
perbaikan tata kelola (forest law enforcement and
governance) serta desentralisasi kehutanan terkait
demokratisasi. Perlindungan hutan juga mengemban misi
perbaikan kualitas lingkungan, kesehatan dan transportasi/
pergerakan ekonomi barang dan jasa melalui usaha
pengelolaan dan pencegahan kebakaran hutan dan asap di
tingkat nasional dan regional
4.2. Sasaran Pembangunan Kehutanan 2009-2014

Arah Kebijakan Umum Pembangunan Kehutanan 2009-2014:

1. Melanjutkan pembangunan hutan dan produk kehutanan


lestari untuk mencapai Indonesia yang sejahtera melalui
peningkatan kontribusi sektor kehutanan dalam percepatan
pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan,
pengurangan pengangguran dan memelihara lingkungan
hidup (pro growth, pro poor, pro jobs & proenvironment)

2. Memperkuat proses subtansi desentralisasi kehutanan yang


kompatibel dengan penguatan demokrasi melalui penguatan
kapasitas dan kelembagaan pilar-pilar pelaku dan pemerhati
(watch) pengelolaan hutan di pemerintah, pelaku usaha,
masyarakat setempat, masyarakat madani (civil sosciety
organization/CSO) dan akademisi.

3. Memperkuat dimensi keadilan dalam pengelolaan hutan


untuk memperkecil kesenjangan pembangunan kehutanan
antar daerah dan kesenjangan jender dengan menegakan
hukum adil dan birokrasi kehutanan yang bersih, kompeten
dan kredibel.

Tiga arah kebijakan pembangunan kehutanan diatas di susun 5


Agenda dan 10 Program Prioritas Pembanguan Kehutanan
2009-2014 yaitu:

3.2. Agenda Utama dan Program prioritas Pembangunan


Kehutanan 2009-2014:

1. Revitalisasi pengelolaan hutan lestari


Revitalisasi pengelolaan hutan lestari dari segi ekonomi
adalah meningkatnya kontribusi sektor kehutanan pada
perbaikan kesejahteraan masyarakat setempat secara
berkelanjutan tercermin dari peningkatan pendapatan, dalam
pengelolaan hutan lestari untuk menyediakan barang dan
jasa yang akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi
(pro growth with environmentally sound) berupa Air,
Papan,Pangan/pakan, Plasma-nuthfat, Enerji dan Carbon
sink & stock (APPPEC). Peningkatan investasi kehutanan
dalam bentuk APPPEC, diharapkan dapat menggerakan
sektor riil kehutanan melalui pelaku usaha besar, menengah
dan kecil secara proporsional dengan dukungan tata kelola
birokrasi yang baik (good governance) dan bebas dari
kepentingan.
Program aksi yang diperlukan adalah:
1) Prioritas 1: Program Aksi Peningkatan Investasi dan
ekspor Hasil hutan

Program aksi ini terutama untuk meningkatkan kontribusi


kehutanan dalam percepatan pertumbuhan ekonomi nasional
yang tinggi rata-rata 7% pada tahun 2014. Pertumbuhan
ekonomi dilakukan melalui invstasi dan ekspor produk
kehutanan secara proposional antara pelaku usaha besar,
menengah dan kecil. Adapun untuk masyarakat setempat baik
individu, kelompok tani atau koperasi diberi akses legal dan
akses pembiyaan untuk investasi dalam usaha Hutan
Tanaman Rakyat (HTR) dan dana pinjaman melalui Badan
Layanan Umum Pembiyaan Pembangunan Hutan.

2) Peningkatan Lapangan Kerja

Sektor kehutanan sebagai bagian dari bidang ekonomi juga


harus memberikan kontribusi untuk menurunkan tingkat
pengangguran terbuka hingga sekitar 5-6% pada akhir 2014.
Program peningkatan lapangan kerja dalam pengelolaan
hutan lestari dilakukan melalui sumber daya manusia dalam
kapasitas penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
meningkatkan produktifitas dan daya saing hutan dan produk
kehutanan serta penguatan kapasitas dan kemampuan bangsa
sebagai paduan triple management dari resources base
management, knowledge management dan pengelolaan
warisan budaya nusantara (heritage culture management).
Penguasaan teknologi dan paduan triple track maangement
ini akan meningkatkan daya saing dan mendorong ekonomi
kreatif bangsa.

1.2. Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan


Hutan Lestari

Fakta menunjukan bahwa kapasitas sumber daya manusia


dan aset yang dimiliki masyrakat setempat masih rentan
terhadap guncangan external (krisis pangan,energi dan
keuangan) hingga mudah diprovokasi untuk melakukan
illegal logging dan perambahan hutan yang pada akhirnya,
karena jebakan kemiskinan, memaksa mereka merusak
lingkungan untuk mempertahankan hidupnya. Untuk itu
program afirmatif dan inklusif untuk masyarakat setempat
yang berada disekitar garis kemiskinan dilakukan melalui
program perhutanan sosial berupa agroforestry, hutan
kemasyarakatan (HKm) serta pengembangan hutan desa
untuk menjawab klaim pengelolaan hutan oleh masyarakat
hukum adat yang ada. Agroforestry diutamakan untuk
merehabilitasi daerah aliran sungai kritis yang ada dan
tersebar di pulau-pulau besar. Program aksi ini secara tidak
langsung akan memperkuat dan mendiversifikasi ketahanan
pangan, enerji dan penyedian air bersih
Program aksi berupa:
2.1. Program aksi Penguatan Agroforestry

Wujud dari program ini adalah keterlibatan masyarakat


setempat dalam rehabilitasi lahan hutan terutama pada daerah
aliran sungai kritis dan super kritis. Rehabilitasi melalui
agroforestry merupakan upaya berdasarkan kebutuhan
masyarakat setempat dan padat karya, sehingga dala
menunggu hasil panen dari tanaman hutan, masyarakat
setempat memperoleh hasil antara berupa palawija dan hasil
hutan non kayu.

2.2. Pengakuan (rekognisi) atas kegiatan sosial forestry

Wujud dari program ini adalah pengakuan pada pengetahuan


lokal dalam pengelolaan hutan lestari pada kawasan hutan
seperti Hutan Kemasyarakatan yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok tani hutan. Kegiatan ini bisa di dorong
dalam gerakan rehabilitasi lahan dan hutan.

4. Penguatan desentralisasi kehutanan

Subtansi desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan


demokratisasi dan kesejahteraan rakyat, tapi implikasi
kebablasannya pada pemekaran daerah (dari 293 kabupaten
pada 1999 menjadi 493 kabupaten pada 2009) dan lupa pada
tujuan kesejahteraan rakyat dan semakin jauh pada upaya
pengelolaan hutan lestari. APBN 2008 menunjukan bahwa
alokasi yang ke daerah sekitar 67,4% dan hanya 32,4% yang
di Pusat, merupakan yang tertinggi di dunia yangmana China
alokasi APBN nya hanya 60% dengan jumlah penduduk yang
jauh lebih besar.
Fakta menunjukan bahwa dalam pemekaran daerah tersebut
sering melanggar hukum dalam penggunaan kawasan hutan
dan juga alokasi pendanaan dari Dana Bagi Hasil Penerimaan
Negara Bukan Pajak (DBH PNBP) Kehutanan nyaris
terabaikan dan lebih menunggu dari Pusat untuk kegiatan
pembangunan hutan lestari, reboisasi, penghijauan,
perlindungan dan keamanan hutan. Demikian dengan
pelayanan urusan-urusan kehutanan yang telah diletakan di
daerah cenderung menimbulkan biaya tinggi. Oleh karena itu
penguatan kapasitas dan kelembagaan kehutanan sangat
diperlukan yang pada gilirannya memperlancar arus
investasi dan memepercepat kesejahteraan masyarakat
setempat. Program aksi ini adalah:

4.2. Penguatan kelembagaan dan kapasitas sumber daya


manusia

Program aksi dimaksudkan agar kapasitas kelembagaan dan


sumber daya manusia yang ada mampu untuk mengelola
sumber daya hutan yang ada dalam pengelolaan dan
pemamfaatan yang lestari, termasuk mampu menyusun dan
memperjuangkan anggarannya di dewan perwakilan rakyat
daerah dalam kerangka mensejahterakan masyarakat
setempat.

4.3. Peningkatan efisiensi dan akuntabilitas pelayanan


kehutanan

Program aksi ditujukan agar urusan-urusan kehutanan yang


operasional dan pelayanan yang langsung berhadapan dengan
rakyat dalam upaya pembangunan dan pengelolaan hutan
lestari dapat berlangsung dengan efisien, meningkat
akuntabilitasnya dan mengurangi eksternalitas dan biaya
tinggi. Wujud pelayanan yang efisien dan akuntabel akan
meningkatkan investasi dan daya saing barang dan jasa dari
hutan lestari di daerah setempat.

5. Peningkatan konservasi dan perlindungan hutan

Konservasi dilaksanakan tidak semata-mata untuk konservasi


hutan tanpa memperoleh mamfaat ekonomi melalui
pengembangan jasa lingkungan hutan seperti penyedia air
bersih, sumber pangan/pakan,enerji terbarukan, ekowisata,
biodiversity dan sumber potensi penerimaan negara dari
kegiatan penyimpanan karbon (carbon stock) bagi
kesejahteraan masyarakat setempat dan bangsa Indonesia
umumnya. Perlindungan hutan diutamakan untuk penguatan
kinerja penegakan hukum bidang kehutanan seperti kapasitas
polisi kehutanan dan penyidik pegawai negeri sipil.
Demikian juga untuk peningkatan perlindungan hutan
melalui penguatan kapasitas sumber daya manusia kehutanan
dalam menanggulangi kebakaran dan hama penyakit hutan.
Program aksi ini meliputi:

4.1. Pengembangan jasa lingkungan hutan pada Taman


Nasional

Taman Nasional yang ada dikelola oleh Pemerintah dan


dana yang tersedia tidak mencukupi untuk
melaksanakan fungsi-fungsi pengelolaan taman naional
seperti perencanaan, implementasi dan terutama
pengawasannya. Melalui program ini, taman nasional di
arahkan untuk self financing dengan menerapkan pola
keuanagn Badan Layanan Umum, sehingga penghasilan
dari jasa laingkungan dapat membiyayai kegiatan taman
nasional tersebut dan tidak sepenuhnya bergantung
pada APBN. Untuk mengurangi konflik lahan dengan
masyarakat setempat, pengembangan co managment
atau manajemen kolaboratif diperkuat dan diperluas
cakupannya.

4.2. Penguatan kapasitas sumber daya manusia dalam


pengamanan dan perlindungan hutan

Penangan atas kejahatan kehutanan terkait pencurian


kayu, flora dan fauna dilindungi perlu ditingkatkan
untuk mencegah pencurian genetik/plasma-nuthfah bagi
kepentingan pengembangan teknologi farmakologi,
mutasi genetik/ genetic improuvement pada manusia,
tanaman dan ternak akibat perubahan iklim global.
Kejahatan ini selain dari mengancam sisi
keanekaragaman hutan tropis, juga menyebakan
hilangnya potensi pendapatan negara dan turunnya daya
saing produk kehutanan. Wujud program aksi ini adalah
penegakan hukum yang adil bagi pelaku kejahatan
kehutanan sehingga tercipta rasa aman dan nyaman
dalam berusaha di bidang kehutaanan serta tersedianya
tenaga-tenaga profesional Polisi Kehutanan, Penyidik
Pegawai Negeri Sipil dan Petugas pemadam
Kebakaran Hutan

4.3. Peningkatan investasi penangkaran satwa dan flora


yang dilindungi

Pada dasarnya semakin tinggi pendapatan percapita


penduduk dunia, mereka menginginkan kepemilikan satwa-
satwa yang dilindungi dan lebih banyak diperoleh pada pasar
gelap (illegall market). Kondisi ini juga diperparah karena
umumnya, masyarakat setempat mudah terjebak pada
kegiatan illegal karena kebutuhan untuk hidup dan tingginya
permintaan. Oleh karena itu usaha masyarakat untuk
menangkar satwa yang dilindungi, seperti sukses Jalak Bali,
terus ditumbuh kembangkan oleh pemerintah. Pada akhirnya
hasil investasi dan ekspor satwa-satwa dan flora hasil
penangkaran akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi,
lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan.

6. Pemantapan Mitigasi dan Adaptasi Kehutanan dalam


Perubahan Iklim Global

Problem utama bagi Indonesia terkait mitigasi dan adaptasi


adalah keterbatasan dana dalam penggunaan teknologi bersih
yang diusung oleh negara-negara maju. Oleh karena itu hutan
dalam kapasitas sebagai carbon sink dan carbon stock
memainkan peranan penting dalam negosiasi REDD di
COP15 di Konpenhagen pada bulan Desember 2009 sebagai
dasar pasar compliance paska Kyoto protocol Desember
2012. Pasar wajib (compliance market) terbentuk karena
negara-negara maju yang masuk dalam Annexe I Kyoto
Protocol (sekitar 37 negara maju) wajib menurunkan
emisinya rata-rata 5% dari emisi rata-rata tahun 1990.
Termasuk dan yang utama dalam agenda mitigasi dan
adaptasi kehutanan ini adalah pemantapan kawasan hutan
dalam tata ruang provinsi. Pemantapan kawasan hutan
diikuti pembentukan kesatuan-kesatuan pengelolaan hutan
serta pemetaan rawan bencana alam seperti kebakaran hutan
akan menurunkan emisi dari deforestasi.

7. Penguatan inklusifitas dan keadilan dalam pemamfaatan


hutan.

Agenda ini untuk mengurangi kesenjangan dan ketidak adilan


dalam pengusahaan/pemamfaatan hutan dan produk
kehutanan yang menyangkut pelaku usaha mikro,kecil dan
menengah (UKM), pengarus utamaan gender dalam proses
pembuatan kebijakan,implementasi dan pengawasannya serta
perbaikan transfer dana bagi hasil PNBP kehutanan antar
daerah. Agenda ini akan mendorong penguatan
kewirausahaan (enterpreneurship), inovatif dan kreatifitas
masyarakat dalam menciptakan produk kehutanan,
mengemas, memasarkan dan memelihara kesinambungan
dalam persaingan yang sehat.

3.1.

Dengan demikian kehutanan, dengan segala kelebihan dan


kekurangannya, telah memberikan kontribusi pada pertumbuhan
ekonomi Nasional (pro-growth) yang mencapai rata-rata hampir
6% (tertingi paska krisis ekonomi 1998/1999), lapangan kerja
(pro-jobs), dan pengurangan kemiskinan di pedesaan (pro-poor)
serta perbaikan kualitas lingkungan desa hutan (pro-environment).
Untuk gerakan pro-environment seperti Gerakan Reboisasi Hutan
dan Lahan (GERHAN), Gerakan Kecil Menanam Dewasa
Memanen (KMDM), Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara
Pohon, Gerakan One Man One Tree (OMOT) sebagai Hari
Menanam Indonesia, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah
memberikan penghargaan pada bangsa Indonesia berupa
Leadership Award 2008. Selain itu dibidang POLHUKAM,
pemberantasan ilegal logging dan perdagangannya, telah dicapai
melalui tindakan represif, persuasif (penyuluhan), preventif
(pelatihan Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat/SPORC, pelnyegran
peraturan kehutana dengan aparat Kepolisian Negara, Kejaksaan
Agung dan Bea Cukai, perbaikan kebijakan/peratruan kehutanan)
serta pemulihan hak-hak masyarakat disekitar hutan yang terlibat
kegiatan pencurian dan perambahan hutan melalui program
HTR,HKm dan Hutan Desa.

You might also like