You are on page 1of 6

Relevansi Budaya Nasional dalam Praktik Bisnis:

Sebuah Kritik terhadap Perusahaan Nasional & Multinasional dengan Budaya Asing di Indonesia Akbar Faisal (2013) - SID. 12/341221/PEK/17310 Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada I . Pendahuluan Budaya nasional sebagai hasil pemikiran, diakui, dan dijalankan secara turun menurun dalam suatu negara, memiliki arti penting dalam perilaku masyarakat. Budaya tersebut, sering dikaitkan dengan nasionalisme, dimana ketika kita meyakini bahwa budaya yang kita anut merupakan pandangan hidup dalam berinteraksi dan beraktivitas sesuai dengan budaya nasional, berarti kita ikut serta dalam mengembangun negara. Secara umum nasionalisme sering diartikan sebagai tuntutan politik yang menghendaki agar sebuah negara dibangun di wilayah tertentu, dengan kedaulatan penuh dan tidak memperbolehkan negara atau kekuasaan negara lain bercokol di wilayah tersebut. Di dalam wilayah negara tersebut telah diam kelompokkelompok komunitas yang secara turun temurun menjadi penduduk tetap negeri tersebut. Di sana penduduk tetap itu secara turun temurun dalam kurun sejarah lama membangun kebudayaan, seperti mengembangkan aliran-aliran pemikiran sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan tertentu; mengembangkan agama dan aliran-aliran agama yang mereka yakini benar; membentuk pola hidup dan adat istiadat yang aneka ragam sesuai dengan tuntutan budaya; melahirkan kearifankearifan dan ragam seni, sastra, ilmu pengetahuan, filsafat, bentuk-bentuk organisasi sosial dan lain sebagainya, di atas fundasi yang disebut gambaran dunia (worldview), pandangan hidup (way of life), dan sistem nilai (etika dan estetika) tertentu. (Abdul Hadi, 2010) Karena itu apa yang dimaksud kebudayaan secara ideal pastilah berkenaan dengan apa yang dikenal sebagai cita-cita hidup, sikap mental, semangat tertentu seperti semangat belajar, ethos kerja, motif ekonomi, politik dan hasrat-hasrat tertentu dalam membangun jaringan organisasi, komunikasi dan pendidikan dalam semua bidang kehidupan. Kebudayaan dengan begitu merupakan jaringan kompleks dari symbol-ssimbol dengan maknanya yang dibangun masyarakat dalam sejarah suatu komunitas yang disebut etnik atau bangsa. Derasnya persaingan bisnis, membuat para pelaku usaha menyusun strategi perusahaan yang kompetitif dengan menciptakan budaya organisasi baru yang berkiblat pada budaya barat dan meninggalkan budaya lokal dan nasional. Pertimbangan globalisasi, menjadikan para penyusun strategi perusahaan mengesampingkan budaya nasional yang kurang kompetitif di tingkat internasional. Terlebih perusahaan yang berskala nasional dan multinasional, mereka mulai meninggalkan budaya lokal karena mereka merasa budaya lokal akan memberatkan mereka dalam bergerak untuk lebih kompetitif. Budaya profesionalisme dan individualis dunia barat, kini menggantikan budaya gotong royong Indonesia. Dengan demikian, menjadi pertanyaan apakah budaya nasional masih relevan dalam penerapannya di perusahaan berskala besar (nasional & multinasional)?

Makalah ini membahas mengenai implikasi budaya nasional terhadap bisnis dan relevansinya dalam menjawab tantangan persaingan di tingkat global. II . Konsep Budaya Nasional Setiap kelompok masyarakat tertentu akan mempunyai cara yang berbeda dalam menjalani kehidupannya dengan sekelompok masyarakat yang lainnya. Cara-cara menjalani kehidupan sekelompok masyarakat dapat didefinisikan sebagai budaya masyarakat tersebut (Fadzillah, 2011). Budaya merupakan pola utuh perilaku manusia dan produk yang dihasilkannya yang membawa pola pikir, pola lisan, pola aksi, dan artifak, dan sangat tergantung pada kemampuan seseorang untuk belajar, untuk menyampaikan pengetahunnya kepada generasi berikutnya melalui beragam alat, bahasa, dan pola nalar. Hampir semua pengamat budaya kita pernah menyatakan dan bahkan menyepakati bahwa keberadaan budaya daerah tidak bisa diabaikan terutama dalam kehidupan masyarakat warganya masing-masing. Dikatakan demikian, karena budaya lokal memiliki peranan (role) yang sangat menentukan dalam kehidupan masyarakatnya. Budaya daerah --dan juga termasuk kesadaran sejarah- pada dasarnya dapat dipandang sebagai landasan bagi pembentukan jati diri bangsa (nation identity). (Putra Mauaba, 1999) Banyaknya kelompok-kelompok masyarakat yang digolongkan bedasarkan suku, membentuk budaya daerah. Menurut Koentjaraningrat (2000) kebudayaan daerah sama dengan konsep suku bangsa. Suatu kebudayaan tidak terlepas dari pola kegiatan masyarakat. Keragaman budaya daerah bergantung pada faktor geografis. Semakin besar wilayahnya, maka makin komplek perbedaan kebudayaan satu dengan yang lain. Jika kita melihat dari ujung pulau Sumatera sampai ke pulau Irian tercatat sekitar 300 suku bangsa dengan bahasa, adat-istiadat, dan agama yang berbeda. Di Indonesia, budaya nasional erat kaitannya dengan budaya daerah. Budaya Nasional merupakan gabungan dari berbagai budaya daerah yang ada di suatu negara, mengalami asimilasi dan akulturasi dengan dareah lain di suatu Negara akan terus tumbuh dan berkembang menjadi kebiasaan-kebiasaan dari Negara tersebut. Misalkan daerah satu dengan yang lain memang berbeda, tetapi jika dapat menyatukan perbedaan tersebut maka akan terjadi budaya nasional yang kuat yang bisa berlaku di semua daerah di Negara tersebut walaupun tidak semuanya dan juga tidak mengesampingkan budaya daerah tersebut (Sulistiorini, 2012). Kebudayaan lokal Indonesia yang sangat beranekaragam menjadi suatu kebanggaan sekaligus tantangan untuk mempertahankan serta mewarisi kepada generasi selanjutnya. Budaya lokal Indonesia sangat membanggakan karena memiliki keanekaragaman yang sangat bervariasi serta memiliki keunikan tersendiri. Seiring berkembangnya zaman, menimbulkan perubahan pola hidup masyakat yang lebih modern. Akibatnya, masyarakat lebih memilih kebudayaan baru yang mungkin dinilai lebih praktis dibandingkan dengan budaya lokal. Banyak faktor yang menyebabkan budaya lokal dilupakan dimasa sekarang ini, misalnya masuknya budaya asing. Masuknya budaya asing ke suatu negara sebenarnya merupakan hal yang wajar, asalkan budaya tersebut sesuai dengan

kepribadian bangsa. Namun pada kenyataannya budaya asing mulai mendominasi sehingga budaya lokal mulai dilupakan. Selanjutnya karena masih banyak masyarakat Indonesia yang mengartikan kebudayaan kita sebagai kesenian, meskipun pada hakikatnya adalah kesenian hanyalah sebagian dari kebudayaan. (Ningrum, 2012) III . Implikasi Budaya terhadap Bisnis Budaya nasional memiliki arti bahwa suatu cara bertindak tertentu lebih disukai karena dinggap cocok dengan nilai-nilai budaya daripada yang lain. Dalam praktik manajemen, ketidak sesuaian budaya nasional yang telah dipercaya dan dianut oleh karyawan, akan menimbulkan rasa tidak enak, tidak puas, tidak berkomitmen dan tidak menyukai. Karyawan akan merasa tidak suka atau terganggu bila diminta oleh manajemen untuk bertindak yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budayanya. (Masud, 2002) Secara umum, ada beberapa tantangan dari pelaku bisnis terkait pengaruh lingkungan budaya. Tantangan tersebut dapat digolongkan menjadi dua, antara lain: (1) Internal Organisasi. a) Penyusunan Strategi Dalam penyusunan strategi, lingkungan budaya menjadi pertimbangan apakah akan melibatkan pasar di lingkungan tempat perusahaan berada, atau lingkungan tempat perusahaan berada hanya sebagai lokasi kantor saja sebagai strategi efisiensi. b) Budaya Organisasi Budaya organisasi berpengaruh besar terhadap lingkungan budaya secara lebih luas, lokal maupun nasional. Jika perusahaan merekrut orang-orang di sekitar perusahaan sebagai karyawan, maka perusahaan harus menyesuaikan budaya masyarakat sekitar. c) Praktik Manajemen dan Gaya Kepemimpinan Akan ada perbedaan dalam praktik manajemen dan gaya kepemimpinan suatu perusahaan antara budaya masyarakat sekitar, dan pendatang. Misalnya perusahaan Korea, mungkin tidak bisa mempraktikkan gaya manajemen dan kepemimpinan di Sumatera yang lebih santai, atau budaya kerja individualis perusahaan Amerika akan tidak sesuai dengan budaya Jawa yang guyub dan rukun secara komunal. d) Gaya Komunikasi Perbedaan gaya berkomunikasi, mungkin merupakan salah satu masalah permukaan dalam organisasi, dimana gaya bahasa, intonasi, dan gestur akan memiliki makna yang lain dalam budaya yang berbeda. (2) Eksternal Organisasi a) Keberterimaan Masyarakat dan Citra Organisasi Secara eksternal, organisasi harus dapat diterima masyarakat untuk meningkatkan citra organisasi. b) Interaksi Organisasi dengan Masyarakat Jika organisasi memiliki stakeholder yang kompleks dalam lingkungan masyarakat, maka organisasi tersebut harus mulai berfokus untuk

mendalami dan dapat mengelola budaya sebagai strategi keberlanjutan perusahaan. Bedasarkan tantangan dari lingkungan budaya tersebut, para pelaku bisnis pada umumnya menjawab dengan merumuskan strategi dalam organisasinya, yaitu: 1. Menggunakan budaya lokal/nasional sepenuhnya dalam praktik organisasi dan aktivitas bisnis 2. Mengadaptasi sebagian budaya lokal/nasional dalam praktik organisasi dan sebagian lagi aturan main atau budaya organisasi ditentukan oleh budaya dari pemilik atau budaya non lokal/nasional 3. Tidak menggunakan budaya lokal/nasional sepenuhnya dalam praktik organisasi dan bisnis karena pasar dan klien dari perusahaan adalah orang luar negeri, sehingga menerapkan sepenuhnya budaya dari pasar/klien perusahaan. IV . Budaya Global vs Budaya Nasional dan Relevansinya dalam Bisnis Interaksi antar anggota masyarakat yang berbeda latar belakang budayanya semakin intens. Oleh karena itu, dalam proses transmisi budaya dari generasi ke generasi, proses adaptasi budaya lain sangat dimungkinkan. Misalnya proses difusi budaya populer di Indonesia terjadi sepanjang waktu. Kita bisa melihat bagaimana remaja-remaja di Indonesia meniru dan menjalani budaya populer dari negara-negara Barat, sehingga budaya Indonesia sudah tidak lagi dijadikan dasar dalam bersikap dan berperilaku. Proses seperti inilah yang disebut bahwa budaya mengalami adaptasi dan penetrasi budaya lain. Dalam hal-hal tertentu adaptasi budaya membawa kebaikan, tetapi di sisi lain proses adaptasi budaya luar menunjukkan adanya rasa tidak percaya diri dari anggota masyarakat terhadap budaya sendiri. Fenomena banyaknya perusahaan nasional yang meng-global maupun perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia, menjadikan budaya nasional dipertanyakan keberadaannya dalam berinteraksi. Tidak adanya filter budaya, menjadikan masyarakat secara individu memilih untuk mengikuti, mengasimilasi, maupun menolak budaya yang ada dalam kegiatan bisnis. Namun menjadi konteks yang berbeda apabila budaya yang dibawa oleh para pemilik atau pelaku usaha dari luar negeri kemudian memaksakan para pekerja maupun pelanggannya untuk mematuhi budaya yang mereka miliki, dan tentunya yang menerapkan praktik tersebut tidak sedikit. Tentunya budaya nasional yang kita anut bersama akan semakin menghilang untuk beberapa dekade kedepan. Budaya Barat adalah kebudayaan yang cara pembinaan kesadarannya dengan cara mamahami ilmu pengtahuan dan filsafat. Mereka melakukan berbagai macam cara diskusi dan debat untuk menemukan atau menentukan makna seperti apa yang sebenarnya murni /asli dari kesadaran. Mereka banyak belajar dan juga mengajar yang awalnya datang dari proses diskusi dan perdebatan yang mereka lakukan. Selain itu, pola kerja yang mereka lakukan adalah berbasis individual, kinerja merupakan hal yang utama, serta mengesampingkan unsur senior-junior dalam hal pekerjaan atas nama profesionalitas.

Berbeda dengan budaya barat, budaya Indonesia lebih mengedepankan pada gotong royong pada setiap pekerjaan yang dilakukan. Bahwa setiap pekerjaan apabila dilakukan secara bersama-sama akan memiliki hasil yang baik dan lebih ringan untuk setiap pekerjanya. Unsur senior-junior juga masih kental untuk saling menghargai. Memang tidak ada yang salah dalam pengelolaan bisnis menggunakan budaya barat maupun budaya nasional. Masih ada nilai-nilai budaya yang baik dari budaya nasional yang masih bisa diterapkan dalam bisnis. Sikap tidak percaya diri masyarakat Indonesia, khususnya pelaku bisnis, menjadi salah satu faktor yang menyebabkan budaya Indonesia menjadi tidak kompetitif di lingkungan global, sehingga apa yang mereka lihat dari budaya asing merupakan budaya yang paling hebat. Akhirnya, mereka meninggalkan budaya Indonesia dan mengadopsi budaya asing tanpa memperhatikan imbasnya di lingkungan sekitar. Pada intinya, keberadaan perusahaan-perusahaan di Indonesia harus dapat diterima oleh para stakeholder yang mayoritas merupaka masyarakat Indonesia agar tetap terjaga kelangsungan bisnisnya. Meskipun pelaku usaha tetap memaksakan budaya asing, budaya tersebut hanya akan berlaku dalam interaksi formal di kantor, tidak untuk keseharian maupun diluar kantor. V . Kesimpulan Budaya sebagai faktor eksternal dari organisasi atau lingkungan perusahaan, menjadi perhatian penting bagi para pelaku usaha, apakah mereka akan melibatkan unsur-unsur lingkungan budaya, menciptakan budaya sendiri diluar budaya yang ada dengan memperhatikan budaya sekitar, atau akan tetap konsisten dengan budaya yang dianut oleh pelaku bisnis. Permasalahan budaya, menjadi penting ketika sebagai bagian dari negara, para pelaku bisnis mulai meninggalkan budaya nasional atas dasar agar lebih unggul dan kompetitif, seperti yang dilakukan oleh para kompetitornya. Beberapa dari mereka lebih memilih mengadaptasi budaya para pelanggan mereka dimana memiliki potensi yang lebih besar untuk pembelian daripada menggunakan budaya lokal. Dengan demikian, apakah ada yang salah dengan budaya nasional sehingga ditinggalkan oleh masyarakat, khususnya dalam lingkungan bisnis. Tidak ada yang salah dengan budaya nasional Indonesia dengan gotong royong nya. Meskipun tuntutan global mendorong melakukan pekerjaan secara individual dan profesional, tetap ada nilai-nilai yang dapat diambil dari budaya nasional. Permasalahannya adalah ketidak percaya dirian para pelaku bisnis Indonesia di tingkat nasional dalam menerapkan budaya nasional, sehingga lebih memilih menerapkan budaya asing dalam bisnis. Namun pada intinya, budaya nasional tetap harus diterapkan dalam bisnis di Indonesia karena secara mayoritas, stakeholder dari bisnis tersebut adalah masyarakat Indonesia.

Referensi Aziati, Fadzillah. 2011. Analisis Pengaruh Budaya Nasional, Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya, dan Budaya Organisasi terhadap Kompetensi Negosiasi Berbasis PSA. Universitas Diponegoro, Semarang. Koentjaraningrat. 2000. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan (cetakan kesembilan belas), Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hadi, Abdul W. M. 2010. Kebudayaan dan Nasionalisme Indonesia. Diunduh dari http://ahmadsamantho.wordpress.com/2010/03/31/kebudayaan-dannasionalisme-indonesia/ diakses pada 12 Maret 2013, 16.13 Manuaba, Putra. 1999. Budaya Daerah dan Jati Diri Bangsa. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th XII, No 4, Oktober 1999, 57-66. Masud, Fuad. 2002. Menggugat Manajemen Barat. BP UNDIP: Semarang. Ningrum, Nirmalasari. 2012. Perubahan Kebudayaan Karena Pengaruh dari Luar. Diunduh dari <http://sosbud.kompasiana.com/2012/02/08/perubahan-kebudayaankarena-pengaruh-dari-luar/> diakes pada 12 Maret 2013, 16.15 Sulistiorini, Binti. 2012. Identifikasi Budaya Lokal, Nasional dan Universal. Universitas Negeri malang. Diunduh dari <http://riniraihan.wordpress.com/2012/09/30/identifikasi-budaya-lokalnasional-dan-universal/> diakes pada 12 Maret 2013, 16.15

You might also like