You are on page 1of 28

LAPORAN KEGAWAT DARURATAN I ARF (GAGAL NAFAS AKUT)

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BETHESDA YOGYAKARTA TA 2013/2014

Nama Anggota Kelompok: 1. Aryuni Santi Dwidjayanti 2. Bensiana Yanti 3. Caecilia Icha Suryawati 4. Chirtian Galih P 5. Christin Martha Sallay 6. Clara Vika Betarahmawati 7. Damian De Veuster Mokalu 8. Dani Tri Astuti Oktaviani 9. Devi Stephanie 10. Dewi Anggraeni 11. Dhika Pramudya P 12. Diana Astriyani 13. Dina Supriyanti 14. Efrin Rambu Leki 15. Elisabeth WM Wede 16. Elshinta Eka Devi 17. Emilianus Herfristo Itang 18. Fransisca Winandari (1002008) (1002010) (1002013) (1002017) (1002018) (1002021) (1002022) (1002023) (1002024) (1002025) (1002027) (1002028) (1002030) (1002032) (1002035) (1002036) (1002037) (1002047)

A. KONSEP MEDIS 1. Definisi Menurut Bruner and Suddart (2002) , gagal napas adalah sindroma dimana sistem respirasi gagal untuk melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen, dan pengeluaran karbondioksida. Keadekuatan tersebut dapat dilihat dari kemampuan jaringan untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Indikasi gagal

napas adalah PaO2 < 60mmHg atau PaCO2 > 45mmHg, dan atau keduanya.

Gagal napas adalah gangguan pertukaran gas antara udara dengan sirkulasi yang terjadi di pertukaran gas intrapulmonal atau gangguan gerakan gas masuk keluar paru. Menurut Joy M. Black (2005), gagal napas adalah suatu keadaan yang mengindikasikan adanya

ketidakmampuan sistem respirasi untuk memenuhi suplai oksigen untuk proses metabolisme atau tidak mampu untuk mengeluarkan karbondioksida.

Gagal respirasi diartikan sebagai tidak berfungsinya respirasi yang menyebabkan ketidaknormalan oksigenasi atau ventilasi (eliminasi CO2) yang parah, cukup untuk menyebabkan kerusakan fungsi organ

organ vital. Kriteria kadar gas darah arteri untuk gagal respirasi tidak mutlak bisa ditentukan dengan mengetahui PO2 kurang dari 60 mmHg dan PCO2 diatas 50 mmHg. Gagal respirasi akut terjadi dalam berbagai gangguan, baik pulmoner maupun nonpulmoner (Tierney, Lawrence dkk. 2002. Diagnosis dan terapi kedokteran(penyakit dalam) : 214 ).

Acute respiratory failure merupakan gangguan sistem pernapasan yang disebabkan adanya gangguan primer pada paru atau gangguan lainnya, sehingga sistem pernapasan tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal nafas akut adalah kegagalan system pernafasan untuk mempertahankanpertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan.

(www.putridaun.com.Rabu, 15 April 2009).

Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada klien yang parunya normal secara structural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.

2. Anatomi Fisiologi

Pada proses pernafasan oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas,lalu oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. a. Paru-paru Paru-paru merupakan alat pernafasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada.paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks ( puncak ) di atas dan muncul sedikit lebih tinggi daripada klavikula di dalam dasar leher. Pangkal paru duduk di atas landai rongga rongga thoraks, di atas diafragma.Paru-paru mempunyai 2 lobus,yaitu: kanan dan kiri,lobus kanan terdiri dari 3 lobus yaitu lobus atas,tengah,dan bawah, sedangkan lobus kiri terdiri 2 lobus yaitu lobus atas dan lobus bawah. b. Pembuluh darah dalam paru-paru 1) Arteri pulmonalis adalah yang membawa darah yang sudah tidak mengandung oksigen dari ventrikel kanan jantung ke paru-paru untuk diisi oksigen 2) Vena pulmonalis adalah yang mengembalikan darah berisi oksigen dari paru-paru ke jantung 3) Bronkus yang bercabang dan beranting membentuk pohon bronchial,merupakan jalan udara utama. 4) Arteri bronkialis adalah keluar dari aorta dan menghantarkan darah arteri ke jaringan paru-paru. 5) Vena bronkialis mengembalikan sebagian darah dari paru-paru ke vena cava superior. 6) Pembuluh limfe yang masuk keluar paru-paru sangat banyak 7) Persarafan,paru2 mendapat pelayanan dari saraf vagus dan saraf simpatis 8) Kelenjar limfe,semua pembuluh limfe yang menjalahi struktur paru2 dapat menyalurkan ke dalam kelenjar yang ada di tampuk paru-paru.

3. Klasifikasi Klasifikasi gagal napas berdasarkan lama terjadinya: a. Gagal napas akut Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai dengan perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi peningkatan kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul pada pasien yang keadaan parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. b. Gagal napas kronik Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan emfisema. Pasien akan mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapneu yang memburuk secara bertahap.

4. Etiologi a. Depresi Sistem saraf pusat Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal. b. Kelainan neurologis primer Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi. c. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui

penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan

penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas. d. Trauma Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar e. Penyakit akut paru Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas. Penyebab dalam terjadinya gagal nafas adalah sebagai berikut: a. Sentral 1) Kelainan neuromuskuler : GBS, tetanus, trauma cervical, muscle relaxans. 2) Kelainan jalan nafas : obstruksi jalan nafas, asma bronchiale. 3) Kelainan di paru : edema paru, atelektasis, ARDS. 4) Kelainan tulang iga/thoraks: fraktur costae, pneumo thorax, haematothoraks. 5) Kelainan jantung :kegagalan jantung kiri. b. Perifer 1) Trauma kepala : contusio cerebri. 2) Radang otak : encephalitis. 3) Gangguan vaskuler : perdarahan otak , infark otak. 4) Obat-obatan:narkotika,anestesi.

5. Patofisiologi Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paruparu kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.

Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena kerja pernafasan menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).

Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.

Pathways:

6. Tanda dan Gejala a. Gagal nafas total 1) Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan. 2) Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi 3) Adanya kesulitasn inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan b. Gagal nafas parsial 1) Terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing. 2) Ada retraksi dada c. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2) d. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun) e. Batuk dan berdahak f. Kesadaran menurun, agitasi g. Peningkatan frekuensi napas, berupa: retraksi suprasternal, interkostal, supraklavikular dan retraksi epigastrium, takipneu, pernapasan paradoks. h. Sianosis i. Takikardi j. Bradipneu ( dalam keadaan lanjut )

7. Pemeriksaan Diagnostik a. Analisa Gas Darah Arteri Pemeriksaan gas darah arteri penting untuk menentukan adanya asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik, serta untuk mengetahui apakah klien mengalami asidosis metabolik, alkalosis metabolik, atau keduanya pada klien yang sudah lama mengalami gagal napas. Selain itu, pemeriksaan ini juga sangat penting untuk mengetahui oksigenasi serta evaluasi kemajuan terapi atau pengobatan yang diberikan terhadap klien.

b. Radiologi Berdasarkan pada foto thoraks PA/AP dan lateral serta fluoroskopi akan banyak data yang diperoleh seperti terjadinya hiperinflasi, pneumothoraks, efusi pleura, hidropneumothoraks, sembab paru, dan tumor paru. c. Pengukuran Fungsi Paru Penggunaan spirometer dapat membuat kita mengetahui ada tidaknya gangguan obstruksi dan restriksi paru. Nilai normal atau FEV1 > 83% prediksi. Ada obstruksi bila FEV1 < 70% dan FEV1/FVC lebih rendah dari nilai normal. Jika FEV1 normal, tetapi FEV1/FVC sama atau lebih besar dari nilai normal, keadaan ini menunjukkan ada restriksi. d. Elektrokardiogram (EKG) Adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada EKG yang ditandai dengan perubahan gelombang P meninggi di sadapan II, III dan aVF, serta jantung yang mengalami hipertrofi ventrikel kanan. Iskemia dan aritmia jantung sering dijumpai pada gangguan ventilasi dan oksigenasi. e. Pemeriksaan Sputum Yang perlu diperhatikan ialah warna, bau, dan kekentalan. Jika perlu lakukan kultur dan uji kepekaan terhadap kuman penyebab. Jika dijumpai ada garis-garis darah pada sputum (blood streaked), kemungkinan disebabkan oleh bronkhitis, bronkhiektasis,

pneumonia, TB paru, dan keganasan. Sputum yang berwarna merah jambu dan berbuih (pink frothy), kemungkinan disebabkan edema paru. Untuk sputum yang mengandung banyak sekali darah (grossy bloody), lebih sering merupakan tanda dari TB paru atau adanya keganasan paru.

8. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan Medis 1) Jalan nafas Jalan nafas sangat penting untuk ventilasi, oksigen, dan pemberian obat-obatan pernapasan dan harus diperiksa adanya sumbatan jalan nafas. Pertimbangan untuk insersi jalan nafas artificial seperti ETT berdasarkan manfaat dan resiko jalan napas artificial dibandingkan jalan napas alami. Keuntungan jalan napas artificial adalah dapat melintasi jalan napas bagian atas, menjadi rute pemberian oksigen dan obat-obatan, memfasilitasi ventilasi tekanan positif dan PEEP .memfasilitasi penyedotan sekret, dan rute untuk bronkhoskopi. 2) Oksigen Besarnya aliran oksigen tambahan yang diperlukan tergantung dari mekanisme hipoksemia dan tipe alat pemberi

oksigen. CPAP (Continous Positive Airway Pressure ) sering menjadi pilihan oksigenasi pada gagal napas akut. CPAP bekerja dengan memberikan tekanan positif pada saluran pernapasan sehingga terjadi peningkatan tekanan

transpulmoner dan inflasi alveoli optimal. Tekanan yang diberikan ditingkatkan secara bertahap mulai dari 5 cm H2O sampai toleransi pasien dan penurunan skor sesak serta frekuensi napas tercapai. 3) Bronkhodilator Bronkhodilator mempengaruhi kontraksi otot polos, tetapi beberapa jenis bronkhodilator mempunyai efek tidak langsung terhadap oedema dan inflamasi. Bronkhodilator merupakan terapi utama untuk penyakit paru obstruksi, tetapi peningkatan resistensi jalan nafas juga banyak ditemukan pada penyakit paru lainnya. 4) Agonis beta-adrenergik

Obat-obatan ini lebih efektif bila diberikan dalam bentuk inhalasi dibandingkan secara parenteral atau oral. 5) Antikolinergik Respon bronkhodilator terhadap antikolinergik tergantung pada derajat tonus parasimpatis intrinsik. 6) Kortikosteroid Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas tidak diketahui secara pasti, tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel inflamasi. 7) Fisioterapi dada dan nutrisi Merupakan aspek penting yang perlu diintegrasikan dalam tatalaksana menyeluruh gagal nafas. 8) Pemantauan hemodinamik Meliputi pengukuran rutin frekuensi denyut jantung, ritme jantung tekanan darah sistemik, tekanan vena central, dan penentuan hemodinamik yang lebih invasif. b. Penatalaksanaan Keperawatan 1) Atasi Penyebab 2) Mempertahankan jalan nafas dan meningkatkan ventilasi a) Posisi pasien setengah duduk b) Hidrasi Memberikan cairan 2-3 ltr/24 jam c) Bronchial hygiene dan fisiotherapi dada (1) Latihan nafas dalam (2) Analgetik saat fisiotherapi (3) Jika ada ronchi anjurkan klien untuk batuk atau lakukan suctioning (4) Postural drainase, vibrasi dan perkusi mungkin

dibutuhkan d) Pemberian obat obatan (1) Bronchodilator (2) Ekspectoran

(3) Sedativ, jika pasien gelisah e) Bronkoskopi Jika lendir tidak bisa keluar dengan suctioning f) Intubasi dan ventilasi mekanik (1) Jika PaCO2 cenderung meningkat dan asidosis (2) Tujuan untuk menormalkan PH. Untuk pasien PPOM nilai PaCO2 tidak harus dibuat normal. 3) Mengoptimalkan pengangkutan O2 dan menurunkan konsumsi O2 dengan cara : a) Memberikan therapy O2 b) Memberikan PEEP c) Istirahat d) Memberikan lingkungan nyaman e) Mengobati demam f) Transfuse darah g) Obatan digitalis 4) Mengatasi infeksi dengan memberikan antibiotic 5) Mencegah terjadinya komplikasi

9. Komplikasi a) Paru Komplikasi yang sering terjadi adalah emboli paru, barotraumas, fibrosis paru, dan komplikasi sekunder akibat alat mekanis yang digunakan Pasien juga rentan terhadap pneumonia nosokomial Fibrosis paru dapat terjadi pasca acute lung injury yang terkait acute respiratory distress syndrome (ARDS) b) Kardiovaskular Komplikasi yang sering terjadi pada gagal napas akut adalah hipotensi, menurunnya kardiak aoutput, aritmia, perikarditis, dan infark miokard akut Komplikasi ini terkait dengan penyakit yang mendasari, ventilasi mekanik, atau pemakaian kateter arteri pulmonaris.

c) Gastrointestinal Komplikasi yang utama pada gastrointestinal akibat gagal napas akut adalah perdarahan, distensi lambung, ileus, diare, dan pneumoperitoneum. Stress ulcer sering terjadi pada gagal napas akut d) Infeksi Infeksi nosokomial sering terjadi, seperti pneumonia, infeksi saluran kemih, catheter-related sepsis e) Ginjal Acute Renal Failure (ARF) dan abnormalitas elektrolit dan homeostasis asam basa sering terjadi ARF pada gagal napas akut berkaitan dengan buruknya prognosis dan tingginya mortalitas. ARF ini terjadi akibat hipoperfusi renal dan penggunaan obat nefrotoksik, termasuk bahan kontras radiologi f) Nutrisi Malnutrisi akibat nutrisi enteral dan parenteral Komplikasi akibat nasogastric tubes yaitu distensi lambung dan diare Komplikasi akibat nutrisi parenteral dapat berupa infeksi, ataupun komplikasi elektrolit). metabolik (hipoglikemia, ketidakseimbangan

10. Prognosis Mortalitas yang signifikan terjadi pada pasien yang mengalami gagal napas hiperkapnia. Kebanyakan pasien ini mempunyai gangguan respirasi kronis dan keadaan komorbiditas seperti gagguan

kardiopulmonal, renal, hati, atau gangguan neurologis dan malnutrisi. Pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) dan gagal napas akut, tingkat mortalitas yang terjadi adalah 10%.

11. Epidemiologi Data epidemiologis mengenai gagal nafas di Indonesia sangat minim, dan diperkirakan jauh lebih tinggi insidensinya.Tingkat kematian terkait dengan gagal pernafasan bervariasi menurut etiologi. Untuk sindrom gangguan pernapasan akut, angka kematian adalah sekitar 45% pada kebanyakan studi, persentase ini belum berubah dari tahun ke tahun.Hubungan antara kegagalan pernafasan akut dan ras masih diperdebatkan.

Sebuah karya terbaru oleh Khan et al menyarankan bahwa tidak ada perbedaan pada mortalitas yang ada pada pasien keturunan India Asia dan penduduk asli amerika serikat dengan penyakit kritis akut setelah disesuaikan untuk perbedaan dalam hal campuran.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Keperawatan Pengkajian Primer a. Airway 1) Peningkatan sekresi pernapasan 2) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi b. Breathing 1) Distress pernapasan : pernapasan cueing hidung.

takipneu/bradipneu, retraksi. 2) Menggunakan otot aksesori pernapasan 3) Kesulitan bemafas : lapar udara, diaforesis, sianosis c. Circulation 1) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia 2) Sakit kepala 3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk 4) Papiledema

5) Penurunan haluaran urine

Pengkajian lain: a. Aktivitas / Istirahat Gejala : kekurangan energy, insomnia b. Sirkulasi Gejala : riwayat adanya bedah jantung paru, fenomena embolik (darah, udara, lemak) Tanda : 1) TD : dapat normal atau meningkat pada awal (berlangjut menjadi hipoksia); hipotensi terjadi pada tahap lanjut (syok) atau dapat factor pencetus seperti pada eklampsia. 2) Frekuensi jantung : takikardi biasanya ada 3) Bunyi jantung : normal pada tahap dini ; S2 (komponen paru) dapat terjadi c. Integritas Ego Gejala : ketakutan, ancaman perasaan takut Tanda : gelisah, agitasi, gemetar, mudah terangsang, perubahan mental d. Makanan / cairan Gejala : kehilangan selera makan, mual Tanda : edema atau perubahan berat badan, hilang atau berkurangnya bunyi usus e. NeurosensoriGejala/tanda : adanya trauma kepala, mental lamban, disfungsi motor. f. Pernafasan Gejala : adanya aspirasi atau tenggelam, inhalasi asap atau gas, infeksi difus paru. Timbul tiba tiba atau bertahap, kesulitan nafas, lapar udara. Tanda: 1) Pernafasan : cepat, mendengkur, dangkal

2) Bunyi nafas : pada awal normal, ronki, dan dapat terjadi bunyi nafas bronchial.

2. Diagnosa Keperawatan a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penurunan kemampuan batuk efektif ditandai dengan perubahan dalam frekuensi dan kedalaman pernafasan. b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ventilasi tidak adekuat ditandai dengan perubahan dalam frekuensi dan

kedalaman pernafasan. c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi yang tidak adekuat ditandai dengan ketidakcocokan ventilasi atau ferfusi dengan peningkatan ruang mati dan pirau intrapulmonal. d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan mual, muntah ditandai dengan intake nutrisi yang tidak adekuat. e. Ansietas berhubungan dengan factor psikologis ditandai dengan ketakutan, gelisah. f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi ditandai dengan pasien tidak mengetahui tentang penyakitnya.

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Mandiri : Mandiri : a. Penggunaan interkostal/abdominal otot dan bersihan jalan nafas keperawatan selama . x 24 jam a. Catat upaya dan pola bernafas. berhubungan dengan diharapkan penurunan kemampuan efektif dengan ketidakefektifan b. Observasi dinding penurunan dada dan ekspansi adnya Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

bersihan jalan nafas bisa teratasi batuk dengan kriteria hasil :

pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas.

peningkatan fremitus.

ditandai a. Mempertahankan jalan nafas c. Pertahankan posisi tubuh/kepala b. Ekspansi dada terbatas atau tak perubahan pasien dengan bunyi nafas bersih/tidak ronki. tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan. sama sehubungan dengan dan lobus.

dalam frekuensi dan kedalaman pernafasan.

akumulasi secret

cairan,edema, seksi

b. Menunjukkan perilaku untuk d. Bantu dengan batuk/nafas dalam, memperbaiki/mempertahankan bersihan jalan nafas. ubah posisi dan penghisapan

dalam

Konsolidasi paru dan pengisian cairan fremitus. c. Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasien dipengaruhi tingkat misalnya kesadaran, dapat meningkatkan

sesuai indikasi. Kolaborasi : a. Berikan oksigen lembab b. Berikan terapi aerosol, nebuliser ultrasonic c. Bantu dengan memberikan

gangguan

fisioterapi dada, contoh drainase

sedasi dan trauma maksilofasial.

postural

d. Pengumpulan mengganggu ventilasi

sekresi atau

edema paru dan bila pasien tidak diintubasi, peningkatan cairan oral dapat mengencerkan/

meningkatkan pengeluaran.

Kolaborasi : a. Kelembaban menghilangkan dan memobilisasi secret dan

meningkatkan tranpor oksigen. b. Pengobatan mengirimkan oksigen/bronkodilatasi/kelemba ban dengan kuat pada alceoli dan untuk memobilisasi secret. c. Meninhkatkan drainase/eliminasi secret paru kedalam sentral bronkus, dibuat untuk

dimana

dapat

lebih

siap

dibatukkan atau dihisap keluar.

2.

Ketidakefektifan pola

Setelah

dilakukan

tindakan Mandiri : frekuensi,

Mandiri : kedalaman a. Kedalaman bervariasi gagal nafas. pernafasan tergantung derajat

nafas keperawatan selama .x 24 jam a. Kaji

berhubungan dengan diharapkan ketidakefektifan pola ventilasi adekuat dengan tidak nafas teratasi dengan kriteria hasil ditandai : perubahan a. Menunjukkan pola nafas efektif dengan kedalaman frekuensi dalam

pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan, termasuk

penggunaan otot bantu/pelebaran b. Duduk tinggi memungkinkan nafas. kepala posisi. dan bantu ekspansi paru dan memudahkan pernafasan. alveolar batuk

dalam frekuensi dan kedalaman pernafasan.

dan b. Tinggikan rentang mengubah

Bangunkan c. Kongesti mengakibatkan kering/iritasi.

normal dan paru jelas/bersih. b. Berpartisipasi aktivitas/perilaku meningkatkan fungsi paru. dalam

pasien turun tempat tidur dan ambulasi sesegera mungkin.

c. Observasi pola batuk dan karakter Kolaborasi : secret. Kolaborasi : a. Berikan oksigen tambahan b. Berikan humidifikasi tambahan , mis. Nebuliser ultrasonic c. Siapkan untuk bantu bronkoskopi a. Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas. b. Memberikan kelembaban pada membrane mukosa dan

membantu pengenceran secret untuk memudahkan

pembersihan. c. Kadang berguna untuk

membuang bekuan darah dan membersihkan jalan nafas.

3.

Kerusakan pertukaran

Setelah

dilakukan

tindakan Mandiri : frekuensi, Catat bafas bicara

Mandiri : kedalaman a. Berguna dalam evaluasi derajat penggunaan bibir, distress pernafasan dan atau kronisnya proses penyakit. oksigen dapat

gas keperawatan selama .x24 jam a. Kaji

berhubungan dengan diharapkan kerusakan pertukaran ventilasi yang tidak gas dapat teratasi dengan kriteria adekuat dengan ketidakcocokan ventilasi atau ferfusi dengan peningkatan ruang mati dan pirau intrapulmonal. ditandai hasil : a. Menunjukkan ventilasi dan perbaikan

pernafasan. aksesori,

ketidakmampuan berbincang.

/ b. Pengiriman

diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea, dan kerja nafas.

oksigenasi b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas.

jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distress pernafasan. b. Berpartisipasi pada tindakan untuk oksigenasi

c. Dorong mengeluarkan sputum ; c. Kental, tebal dan banyaknya penghisapan bila diindikasikan. sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil. d. Bunyi nafas mungkin redup kesadaran/status karena penurunan aliran udara

memaksimalkan d. Auskultasi bunyi nafas; catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan. e. Awasi tingkat

mental. f. Evaluasi tingkat intoleransi

atau area konsolidasi. Adanya mengi spasme secret. e. Gelisah dan ansietas adalah tambahan yang manifestasi hipoksia. f. Selama distress pernafasan pasien mampu umum pada mengidentifikasikan bronkus/tertahannya

aktivitas. Berikan lingkungan yang tenang. Kolaborasi : Berikan oksigen

sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.

berat/akut/refraktori secara total tak

melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Kolaborasi : Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.

4.

Ketidakseimbangan

Setelah

dilakukan

tindakan Mandiri : kebiasaan diet,

Mandiri : masukan a. Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat.

nutrisi kurang dari keperawatan selama .x 24 jam a. Kaji kebutuhan tubuh diharapkan kebutuhan nutrisi

makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat

berhubungan dengan klien terpenuhi dengan kriteria

mual, ditandai

muntah hasil : dengan a. Menunjukkan

badan dan ukuran tubuh. peningkatan b. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat. c. Hindari makanan yang sangat panas atau yang sangat dingin. berat badan

b. Dapat

menghasilkan

distensi

abdomen yang menganggu nafas abdomen diafragma, dan dan gerakan dapat

intake nutrisi yang tidak adekuat.

berat badan menuju tujuan yang tepat. b. Menunjukkan

meningkatkan dipsnea. ekstrem dapat

perilaku/perubahan pola hidup d. Timbang untuk meningkatkan dan atau indikasi

sesuai c. Suhu

meningkatkan spasme batuk. d. Berguna ahli gizi untuk kebutuhan untuk kalori, menentukan menyusun

mempertahankan berat badan Kolaborasi : yang tepat. a. Konsul

memberikan makanan yang mudah dicerna, secara nutrisi seimbang

tujuan berat badan dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

b. Berikan oksigen tambahan sekama Kolaborasi : makan sesuai indikasi. a. Metode dan kebutuhan kalori didasarkan kebutuhan pada situasi /

individu

untuk

memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal

pasien/penggunaan energy. b. Menurunkan meningkatkan dispnea energy dan untuk

makan meningkatkan masukan.

5.

Ansietas

Setelah

dilakukan

tindakan Mandiri : tingkat

Mandiri : kegagalan a. Memburuknya hipoksemia dapat menyebabkan meningkatkan ansietas. ansietas dengan dan atau

berhubungan dengan keperawatan selama ..x 24 jam a. Observasi factor ditandai psikologis diharapkan rasa cemas klien

pernafasan, agitasi, gelisal, emosi labil.

dengan teratasi dengan kriteria hasil : a. Tampak ansietas rilekas

ketakutan, gelisah.

melaporkan b. Pertahankan lingkungan tenang b. Menurunkan sampai dengan sedikit rangsang. c. Tunjukkan/bantu teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi. persepsi pasien meningkatkan

menurun

relaksasi

tingkat dapat ditangani. b. Menunjukkan masalah dan pemecahan

penghematan energy. c. Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol. d. Membantu pengenalan ansietas

penggunaan d. Identifikasikan

sumber efektif.

terhadap ancaman yang ada oleh situasi. e. Bantu orang terdekat untuk

dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk individu. e. Meningkatkan penurunan

berespon positif pada pasien atau situasi.

ansietas melihat orang lain tetap tenang.

6.

Kurang pengetahuan Setelah

dilakukan

tindakan a. Jelaskan

kuatkan

penjelasan a. Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan partisipasi pengobatan. rasional b. Nafas bibir dan nafas abdominal menguatkan Latihan otot kondisi pernafasan. umum toleransi pada perbaikan rencana

berhubungan dengan keperawatn selama x 24 jam kurangnya informasi diharapkan kurang pengetahuan ditandai pasien mengetahui penyakitnya. dengan pasien dapat teratasi dengan

proses penyakit individu. Dorong pasien / orang terdekat untuk menanyakan pertanyaan. b. Instruksikan/kuatkan

tidak kriteria hasil : tentang a. Menyatakan pemahaman

untuk latihan nafas, batuk efektif, dan latihan kondisi umum. c. Diskusikan obat pernafasan, efek

kondisi, proses penyakit dan pengobatan. b. Melakukan perubahan pola

meningkatkan

samping,dan reaksi yang tidak diinginkan. d. Berikan informasi

aktivitas, kekuatan otot dan rasa sehat.

hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.

tentang c. Pasien ini sering mendapat obat pernafasan banyak sekaligus

pembatasan aktivitas dan aktiviras pilihan dengan periode istirahat untuk mencegah kelamahan.

yang mempunyai efek samping hampir sama dan potensial

interaksi obat. Penting bagi pasien untuk mengetahui efek samping mengganggu dan efek samping merugikan. d. Mempunyai dapat pengetahuan ini

memampukan

pasien

untuk

membuat

pilihan

keputusan menurunkan

informasi

untuk dispnea, tingkat

memaksimalkan

aktivitas, melakukan aktivitas yang diinginkan, dan mencegah komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 vol.1.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC. Doenges,Marilyn.dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC. Muttaqin, Arif.2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Penafasan. Jakarta : Salemba Medika. Santosa,Budi,2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda.Prima Medika. http://www.trinoval.web.id/2009/04/askep-gagal-nafas.html http://adibesajja.blogspot.com/2013/07/lp-n-askep-gagal-nafas.html http://cokistribintari.blogspot.com/2011/11/askep-gagal-nafas-akut.html http://id.scribd.com/doc/68969035/Asuhan-Keperawatan-Pada-Pasien-GagalNafas http://www.spmb.akperppni.ac.id/?p=152

You might also like