You are on page 1of 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bronkopneumonia 2.1.1 Definisi Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercakbercak (patchy distribution). Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996). Bronchopneumina adalah frekuensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993). Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal. Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994). Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.1

12

13

2.1.2 Epidemiologi Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun. Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.

2.1.3 Etiologi a. Bakteri Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa. b. Virus Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus. c. Jamur Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.

14

d. Protozoa Menimbulkan 2001)2 Tabel 1. Etiologi sesuai kelompok usia Usia Lahir 20 hari Etiologi yang sering Bakteri E.Colli, grupB, Monocytogenes Etiologi yang jarang Bakteri Streptococcus Streptococcus Lysteria H.influenza, Streptococcus pneumoniae Virus CMV, HMV 3 minggu 3 bulan Bakteri Clamidia Bakteri trachomatis, Bordetella influenza Moraxella pertusis, tipe H B, grup D, terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC).

Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves,

Streptococcus pneumoniae Virus

catarhalis,

Staphylococcus aureus

Adenovirus, H.Influenza, Virus Para influenza 1,2,3 4 bulan 5 tahun Bakteri Clamidia CMV Bakteri pneumoniae, H influenza tipe B,

mycoplasma pneumonia, Moraxella streptococcus pneumoniae Virus Adenovirus, H.influenza, Parainfluenza Staphylococcus

catarhalis, aureus,

Neisheria Meningitides Virus Rinovirus, Varisela zooster

15

5 tahun remaja

Bakteri Clamidia Mycoplasma pneumoniae, streptococcus pneumoniae

Bakteri pneumoniae, H.influenza, sp, aureus Virus Adenovirus Legionella

Staphylococcus

2.1.4 Patofisiologi Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari : 1. Susunan anatomis rongga hidung 2. Jaringan limfoid di nasofaring 3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut 4. Refleks batuk 5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi 6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional 7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama Ig A 8. Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai anti mikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli mementuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu: a. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan

16

peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. b. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. c. Stadium III (3 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

17

d. Stadium IV (7 12 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. 2.1.5 Manifestasi Klinik Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 3940C dan mungkin disertai kejang karena demam yag tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai di awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, dimana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu. 2.1.6 Penegakan Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya dan pemeriksaan fisik disertai pemeriksaan penunjang. Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea,

18

pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Inspeksi : pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga. Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit. Perkusi : Sonor memendek sampai beda Auskultasi : Suara pernafasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai ronki basah gelembung halus sampai sedang. Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu. Pemeriksaan Laboratorium Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/ mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab. Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati. LED meningkat5

19

Pemeriksaan Rontgen Toraks Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau

beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan berdasarkan :

Pneumonia sangat berat : bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

Pneumonia berat : bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

Pneumonia : bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat : > 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun > 40 x/menit pada anak usia 1 5 tahun

Bukan Pneumonia : hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.

2.1.7 Penatalaksanaan Sebaiknya pengobatan antibiotik diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan polifarmasi

20

maka yang biasanya diberikan Ampicillin: 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis, ditambah dengan kloramfenikol 25-50 mg/kgBB/hari (<6 bulan), 50-75 mg/kgBB/hari (> 6 bulan) atau gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis. Pemberian antibiotika berdasarkan derajatnya : a. Pneumonia Ringan - Amoksisilin 25mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis diberikan selama 3 hari - Kotrimoksazol b. Pneumonia berat - Kloramfenikol 25mg/kgBB setiap 8 jam - Seftriaxon 50 mg/kgBB secara intravena setiap 12 jam - Ampisilin 50mg/kgBB secara intamuskular setiap 6 jam dan Gentamisin 7,5mg/kgBB/hari Pemberian antibiotik selama 10 hari pada pasien tanpa komplikasi Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glukose 5% dan Nacl 0.9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCL 10 mEq/500 ml/botol infus. Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolik akibat kurang makan dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah arteri. Pasien bronkopnemonia ringan tidak usah dirawat dirumah sakit.6 Tabel II. pemilihan antibiotika berdasarkan etiologi Mikroorganisme Streptokokus dan StafilokokusM. Penicilin Pneumonia H. Influenza Ampicilin 100-200 mg/kgBB/hari atau Klebsiella dan P. Aeruginosa G 50.000-100.000 unit/hari IV (trimetropim 4 mg/kgBB sulfametoksazol

20mg/kgBB) dibagi dalam 2 dosis diberikan selama 5 hari

atauPenicilin Prokain 6.000.000 unit/hari IM atau

21

Ceftriakson 75-200 mg/kgBB/hari Eritromisin 15 mg/kgBB/hari Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari Sefalosporin

2.1.8 Prognosis Dengan penggunaan antibiotik yang tepat dan cukup, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi. Pada bronkopneumonia yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, angka kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar dengan penatalaksanaan sekarang, angka mortalitas berkisar dari 10 30% dan bervariasi dengan lamanya sakit yang dialami sebelum penderita dirawat, umur penderita, pengobatan yang memadai serta adanya penyakit yang menyertai. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.7 2.1.9 Komplikasi Dengan antibiotik komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi yang dapat dijumpai : Empiema, OMA, Kompliasi lain ialah seperti Meningitis, Perikarditis, Osteomielitis, peritonitis lebih jarang dilihat.

22

2.2 Diare 2.2.1 Definisi Diare adalah penyakit yang ditandai dengan betambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3x perhari) disertai perubahan konsistensi tinja(menjadi cair), dengan atau tanpa darah dan atau lendir. Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besar lebih dari 3-4 kali perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare , tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistesinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistesinya cair, keadaaan ini sudah dapat disebut diare. Secara klinik, dibedakan atas tiga macam sindrom diare, yaitu: 1. Diare cair akut Diare yang terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 14 hari (kebanyakan kurang dari 7 hari), dengan pengeluaran tinja yang lunak atau cair yang sering dan tanpa darah. Mungkin disertai muntah dan panas. Diare cair akut menyebabkan dehidrasi dan bila masukan makanan berkurang juga mengakibatkan kurang gizi. Kematian terjadi karena dehidrasi. Penyebab terpenting diare cair akut pada anak-anak adalah: rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium, Vibrio cholerae, Salmonella.

23

2. Disentri Adalah diare yang disertai darah dalam tinja. Penyebab utama disentri akut adalah Shigella. Entamoeba histolytica dapat menyebabkan disentri yang serius pada dewasa muda tapi jarang pada anak. Akibat penting disentri antara lain ialah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat dan kerusakan mukosa usus karena bakteri invasif. 3. Diare persisten Adalah diare yang mula-mula bersifat akut namun berlangsung lebih dari 14 hari. Dapat dimulai sebagai diare cair atau disentri. Kehilangan berat badan yang nyata sering terjadi. Volume tinja dapat dalam jumlah yang banyak sehingga ada resiko mengalami dehidrasi. Tidak ada penyebab mikroba tunggal untuk diare persisten.

2.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko Sekitar 70-90% penyebab diare saat ini telah dapat diketahui dengan pasti. Telah banyak diketahui bahwa penyebab utama diare pada anak adalah rotavirus. Rotavirus diperkirakan sebagai penyebab diare cair akut pada 20-80% anak di dunia. Penelitian yang dilakukan di 6 rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 55% kasus diare akut pada balita disebabkan oleh rotavirus. Baik di negara maju maupun negara berkembang, rotavirus masih merupakan penyebab tertinggi diare pada balita. Di Amerika Serikat, didapatkan sekitar 2,7 juta anak di bawah 5 tahun menderita diare rotavirus setiap tahunnya. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa infeksi rotavirus tidak banyak terpengaruh oleh status higienitas. Ada beberapa faktor, yaitu: 1. Faktor infeksi a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella dan sebagainya

24

Infeksi virus : Enterovirus ( virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus dan sebagainya

Infeksi

parasit

cacing

(Ascaris,

Trichuris,

Oxyuris,

Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis ), Jamur ( Candida albicans) b. Infeksi parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. 2. Faktor malabsorpsi a. Malabsorpsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang tersering ialah intoleransi laktosa. b. Malabsorpsi lemak terutama lemak jenuh c. Malabsorpsi protein 3. Faktor makanan Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan 4. Faktor psikologis 5. Rasa takut dan cemas Sekitar 10% episode diare akut pada anak kurang dari 5 tahun, disertai darah pada tinjanya. Dibandingkan dengan diare cair akut, diare akut berdarah biasanya lebih lama sembuh dan berhubungan dengan komplikasi yang lebih banyak. Penyebab Diare Akut yang Paling Sering pada Bayi dan Anak Penyebab Rotavirus Insiden Penyebab hingga 50% Patogenesis Bersifat sitopatik pada Keterangan Diare muntah demam 3 rotavirus serotip disertai dan

diare pada anak berumur bulan 6-24

sel epitel usus halus

25

Penyebab 10% semua dalam masyarakat Infeksi asimptomatik juga

5jumlah diare

manusia sudah diketahui yaitu serotipe A,B,C Penyebarannya melalui oral Insiden tinggi musim fekal-

dapat

paling pada dingin

terjadi pada bayi dan dewasa Prevalen seluruh dunia Enterotoxigenic E coli (ETEC) Kuman patogen Menghasilkan yang penting enterotoksin yang tahan panas (ST) dan tak di orang

atau hujan

Penyebab tersering travellers diarrhea

pada bayi dan orang dewasa Menyebabkan sampai jumlah diare 25% semua pada

tahan panas (LT) Biasanya yang menyebabkan diare dari sekresi usus halus ditularkan melalui makanan minuman atau

semua golongan umur di negara berkembang Shigella Penyebab sampai jumlah 10% diare

Sindrom disentri Shigella flexneri karena invasi ke usus besar paling sering

terjadi di negara berkembang

akut pada anak Diare usus halus balita Juga terjadi

yang dicetuskan Penyebaran enterotoksin umumnya dari

26

pada anak yang lebih besar dan orang dewasa

manusia

ke

manusia, jarang melalui makanan air. Shigella dysentriae menyebabkan epidemi angka yang umumnya dengan kematian tinggi, kebal atau

terhadap beberapa macam antibiotika Vibrio cholera Di endemis umumnya daerah Menyebabkan kolera, pada diare sekretorik dari usus halus karena adanya Muncul sebagai penyebab diare

epidemi karena penyebaran Vibrio El Tor cholera yang

anak berumur 210 tahun Di daerah yang baru terjangkiti, biasanya dimulai pada dewasa Hanya sekitar 510% penderita dirawat jumlah yang dari orang

enterotoksin

telah terjadi ke beberapa negara di dunia Biasanya ditularkan melalui makanan atau air

semua golongan

27

umur keadaan epidemi non Di

dalam non

Salmonella typhoid

negara Penyerangan intraseluler 10% epitel ileum diare pada

Menyebabkan diare akut dan demam Biasanya ditularkan melalui makanan, terutama bahan makanan berasal hewan Kebal terhadap yang dari

berkembang sampai jumlah pada anak Insiden bertambah dengan perkembangan sosial ekonomi

beberapa macam antibiotika Campylobacter jejuni Menyebabkan 5- Mungkin bersifat Dapat menyebabkan diare cair atau disentri dengan demam Biasanya ditularkan melalui makanan terutama bahan makanan berasal yang dari menghasilkan enterotoksin

15% jumlah diare ainvasif dan atau di seluruh dunia

28

hewan

Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain: tidak memberikan ASI secara penuh selama 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan atau MCK, kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik. 1. Faktor umur Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibody ibu, berkurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa. 2. Infeksi asimtomatik Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi yang asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak eneteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. 3. Faktor musim

29

Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. di daerah tropis, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. didaerah tropic (termasuk Indonesia) diare yang disebabkan rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri terus meningkat pada musim hujan.

2.2.3 Klasifikasi Semua akibat diare cair disebabkan karena kehilangan air dan elektrolit tubuh melalui tinja. Kehilangan sejumlah air dan elektrolit bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Kehilangan tersebut dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan kekurangan kalium. Dehidrasi adalah keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan penurunan volume darah (hipovolemia), kolaps kardiovaskuler dan kematian. Penilaian dehidrasi pada anak: Penilaian Lihat umum : A Keadaan Baik, sadar B Gelisah, rewel C Lesu lunglai/tidak sadar Mata Normal Cekung Sampai cekung &kering Air mata Mulut dan lidah Rasa haus Ada Basah Minum biasa,tidak haus Tidak ada Kering Haus, Tidak ada Sangat kering ingin Malas minum

minum banyak

atau tidak bisa minum

30

Periksa : Turgor kulit

Kembali cepat

Kembali lambat Kembali sangat lambat

Hasil pemeriksaan

Tanpa dehidrasi

Dehidrasi ringan/sedang.

Dehidrasi Berat. Bila ada 1 tanda

Bila ada 1 tanda di atas ditambah di ditambah 1/lebih lain Terapi Rencana terapi Rencana terapi Rencana A B C terapi tanda atas 1/ lebih tanda lain

Tabel 3. Penilaian penderita dehidrasi1

Terdapat dua/lebih dari tandatanda berikut ini : * Letargis atau tidak sadar * Mata cekung * Cubitan kulit perut kembalinya sangat lamabat Terdapat dua atau lebih dari tandatanda berikut ini : * Gelisah, rewel * Mata cekung * Haus, minum dengan lahap DEHIDRASI RINGAN/SEDANG DEHIDRASI BERAT

31

* Cubitan kulit perut kembalinya Lambat Tidak ada cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagi dehidrasi berat atau ringan/sedang TANPA DEHIDRASI

Tabel 4. Penilaian dehidrasi menurut MTBS1 Kehilangan berat badan - Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan BB 2 % - Dehidrasi ringan, bila terjadi penurunan BB 2 - 5 % - Dehidrasi sedang, bila terjadi penurunan BB 5 -10 % - Dehidrasi berat, bila terjadi penurunan BB > 10% Skor Maurice King Bagian tubuh Nilai untuk gejala yang ditemukan 0 Sehat 1 2

yang diperiksa

Keadaan umum

Gelisah, cengeng, Mengigau, apatis, mengantuk koma/syok Sangat kurang Sangat cekung Sangat cekung Kering & sianosis Lemah > 140

Kekenyalan kulit Mata UUB Mulut Denyut nadi/menit

Normal Normal Normal Normal Kuat < 120

Sedikit kurang Sedikit cekung Sedikit cekung Kering Sedang (120-140)

32

Berdasarkan nilai skor dapat ditentukan derajat dehidrasi : Nilai 0 -2 : dehidrasi ringan Nilai 3 -6 : dehidrasi sedang Nilai 7 -12 : dehidrasi berat1

2.2.5 Patogenesis Patogenesis diare akibat virus Rotavirus berkembang biak dalam epitel vili usus halus, menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan vili. Hilangnya sel-sel vili yang secara normal mempunyai fungsi absorpsi dan penggantian sementara oleh sel epitel berbentuk kripta yang belum matang, menyebabkan usus mensekresi air dan elektrolit. Kerusakan vili dapat juga dihubungkan dengan hilangnya enzim disakaridase, menyebabkan berkurangnya absorpsi disakarida terutama laktose. Penyembuhan terjadi bila vili mengalami regenerasi dan epitel vilinya menjadi matang. Patogenesis diare akibat bakteri Penempelan di mukosa Bakteri yang berkembang biak dalam usus halus pertama-tama harus menempel mukosa untuk menghindarkan diri dari penyapuan. Penempelan terjadi melalui antigen yamg menyerupai rambut getar (pili atau fimbria). Penempelan di mukosa dihubungkan dengan perubahan epitel usus yang menyebabkan pengurangan kapasitas penyerapan atau menyebabkan sekresi cairan. Toksin yang menyebabkan sekresi E.coli enterotoksigenik, V. Cholerae dan beberapa bakteri lain mengeluarkan toksin yang menghambat fungsi sel epitel. Toksin ini mengurangi absorpsi natrium melalui vili dan mungkin meningkatkan

33

sekresi chloride (Cl-) dari kripta yang menyebabkan sekresi air dan elektrolit. Invasi mukosa Shigella, C.jejuni, E.coli enteroinvasive dan Salmonella dapat menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan perusakan sel epitel mukosa. Ini terjadi sebagian besar di kolon dan bagian distal ileum. Invasi mungkin diikuti dengan pembentukan mikroabses dan ulkus superfisial yang menyebabkan adanya sel darah merah dan sel darah putih atau terlihat adanya darah dalam tinja. Toksin yang dihasilkan oleh kuman ini menyebabkan kerusakan jaringan dan kemungkinan juga sekresi air dan elektrolit dari mukosa. Patogenesis diare akibat protozoa Penempelan mukosa G.lamblia menempel pada epitel usus halus dan menyebabkan pemendekan vili yang kemungkinan menyebabkan diare Invasi mukosa E.histolytica menyebabkan diare dengan cara menginvasi epitel mukosa di kolon ( ileum) yang menyebabkan mikroabses dan ulkus. Keadaan ini baru terjadi jika strainnya sangat ganas. Pada manusia 90% infeksi terjadi oleh strain yang tidak ganas dalam hal ini tidak ada invasi ke mukosa dan tidak timbul gejala/ tanda-tanda, meskipun kista amoeba dan trofozoit mungkin ada di dalam tinjanya. 2.2.6 Penegakan Diagnosis Mula mula bayi dan anak menjadi cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Pada diare oleh karena

intoleransi, anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare.

34

Gejala muntah dapat terjadi sebelum / sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak, berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Pemeriksaan darah yang dilakukan yaitu pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan pH, cadangan alkali dan elektrolit untuk menentukan gangguan keseimbangan asam-basa serta pemeriksaan kadar ureum untuk mengetahui adanya gangguan faal ginjal. Pemeriksaan tinja dari penderita dengan diare akut dapat mengungkapkan proses patofisiologi yang mendasarinya dan sangat berharga dalam mempersempit diagnosis banding yang luas dan dengan demikian dapat mempertajam evaluasi diagnostiknya Tinja sebaiknya diambil dari tinja yang baru keluar, termasuk komponen cairnya. Residu yang ada di popok kurang nilai diagnostiknya. Segera setelah diambil, contoh tinja harus segera diperiksa, sedang yang untuk dibiakkan harus segera dimasukkan dalam media transport agar kuman patogen yang terkandung di dalamnya tidak segera mati. Pada pemeriksaan kasar, warna tinja tidak terlalu banyak menolong, dalam diagnostic, kecuali bila mengandung lendir atau darah. Terdapatnya mucus yang berlebihan pada tinja menunjukkan kemungkinan adanya keradangan kolon. Bau dari tinja jarang pula memberikan nilai diagnostik, walaupun pada kolera terdapat bau yang spesifik. Terlihatnya parasit pada tinja dapat merupakan petunjuk yang penting. Pada uji kimia tinja , malabsorpsi hidrat arang dapat ditentukan dengan adanya tinja dengan pH rendah dan adanya substansi yang mereduksi (reducing substances) dengan menggunakan Clinitest. Disakarida seperti sukrosa tidak memberikan nilai yang positif, untuk itu perlu dipecah dulu dengan cara menambah HCl dan dipanasi.

35

Sediaan hapusan tinja pada pemeriksaan mikroskopis membutuhkan campuran dari sedikit tinja segar dengan beberapa tetes garam fisiologis di bawah sebuah kaca penutup pada gelas objektif yang menghasilkan lapisan tipis tembus pandang. Lapisan yang tipis ini berguna untuk melihat adanya parasit seperti Giardia lamblia dan atau Amoeba. Leukosit dalam tinja tidak terlihat pada infeksi dengan virus, giardia dan diare osmotik.

2.2.7 Penatalaksanaan Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi, dukungan nutrisi, pemberian obat sesuai indikasi dan edukasi pada orang tua. Tujuan pengobatan: 1. Mencegah dehidrasi 2. Mengatasi dehidrasi yang telah ada 3. Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan setelah diare 4. Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare, dengan memberikan suplemen zinc 1) Rehidrasi Salah satu komplikasi diare yang paling sering terjadi adalah dehidrasi. Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai memberikan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin, kuah sayur atau air sup. Bila terjadi dehidrasi, anak harus segera dibawa ke petugas kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang tepat dan cepat yaitu dengan oralit. Komposisi cairan rehidrasi oral sangat penting untuk memperoleh penyerapan yang optimal. Cairan Rehidrasi Oral (CRO) yang dianjurkan WHO selama 3 dekade terakhir ini menggunakan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa telah berhasil menurunkan angka kematian akibat dehidrasi pada diare, karena kombinasi gula dan garam ini dapat meningkatkan penyerapan cairan di usus. CRO selain murah, mudah digunakan juga aman. Sesuai dengan anjuran

36

WHO saat ini dianjurkan penggunaan CRO dengan formula baru yaitu komposisi Natrium 75 mmol/L, Kalium 20 mmol/L, Klorida 65 mmol/L, Sitrat 10 mmol/L, Glukosa 75 mmol/L. Total osmolaritas 245 mmol/L. Rehidrasi disesuaikan derajat dehidrasi yang sudah ditentukan. Di masyarakat, masih beredar oralit dengan formulasi lama yaitu oralit yang mengandung Natrium sebanyak 90 mmol/L, Kalium 20 mmol/L, Sitrat 10 mmol/L, Klorida 80mmol/L, Glukosa 111mmol/L dengan total osmolaritas 311mmol/L. Oralit ini kemudian dilarutkan dalam 200ml air matang. Oralit dengan formulasi lama sebenarnya digunakan untuk pengobatan kolera, sehingga apabila diberikan untuk diare bukan kolera, maka akan berisiko terjadinya hipernatremia. 2) Dukungan nutrisi Makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat untuk pengganti nutrisis yang hilang serta mencegah agar tidak menjadi gizi buruk. Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan, nafsu makan menandakan fase kesembuhan. ASI tetap diteruskan selama terjadinya diare pada diare cair akut maupun pada diare akut berdarah dan diberikan dengan frekuensi lebih sering dari biasanya. Anak umur 6 bulan ke atas sebaiknya mendapat makan seperti biasanya. 3) Suplementasi Zinc Zinc merupakan mikronutrien yang penting sebagai kofaktor lebih dari 90 jenis enzim. Saat ini zinc telah digunakan dalam pengelolaan diare. Awal mula penggunaan zinc dalam pengelolaan diare dilatarbelakangi oleh suatu fakta bahwa meskipun Garam Rehidrasi Oral (Oral Rehydration Salts = ORS) dapat mengatasi dehidrasi, tidak mampu menurunkan volume, frekuensi dan durasi diare. Untuk itulah diperlukan suatu metode tambahan untuk menanggulangi hal tersebut. Diare dapat menurunkan kadar Zinc dalam plasma bayi dan anak. Pada binatang percobaan, defisiensi zinc menyebabkan gangguan absorpsi air dan elektrolit. Uji klinik pertama penggunaan zinc sebagai terapi diare cair akut pada tahun 1988 di India, menunjukkan bahwa

37

zinc mampu menurunkan durasi dan frekuensi pada anak, terutama anak dengan penurunan kadar zinc yang berat. Cara kerja zinc dalam menanggulangi diare masih banyak diteliti. Beberapa efek zinc yaitu ( Lukacik, 2007): Zinc merupakan kofaktor enzim superoxide dismutase (SOD). Enzim SOD terdapat di hamper semua sel tubuh. Dalam setiap sel, ketika terjadi transpor elektron untuk mensintesis ATP selalu timbul hasil sampingan yaitu anion superoksida. Anion superoksida merupakan radikal bebas yang sangat kuat dan dapat merusak semua struktur dalam sel. Untuk melindungi dirinya dari kerusakan, setiap sel mengekspresikan SOD. SOD akan mengubah anion superoksida menjadi H2O2 akan diubah menjadi senyawa yang lebih aman, yaitu H2O dan O2 oleh enzim katalase atau bias pula diubah menjadi H2O oleh enzim glutation peroksidase. Tentu saja SOD sangat berperan dalam menjaga integritas epitel usus. Secara langsung zinc berperan sebagai antioksidan. Zinc berperan sebagai stabilisator intramolekuler, mencegah pembentukan ikatan disulfide dan berkompetisi dengan tembaga (Cu) dan besi (Fe). Tembaga dan besi yang bebas dapat menimbulkan radikal bebas. Zinc mampu menghambat Nitric Oxide (NO). Dalam keadaan inflamasi, termasuk inflamasi usus, maka akan timbul lipopolisakarida (LPS) dari bakteri dan interleukin-1 (IL-1) dari sel-sel imun. LPS dan IL-1 mampu menginduksi ekspresi gen enzim nitric-oxideisynthase-2 (NOS-2). NOS-2 selanjutnya mensintesis NO. Dalam sel-sel fagosit, NO sangat berperan dalam menghancurkan kuman-kuman yang ditelan oleh sel-sel fagosit itu. Namun dalam kondisi inflamsi, NO juga dihasilkan oleh berbagai macam sel akibat diinduksi oleh LPS dan IL-1, NO yang berlebihan akan merusak berbagai macam struktur pada jaringan, karena NO sebenarnya adalah senyawa yang reaktif. Dalam usus, NO berperan sebagai senyawa parakrin. NO yang dihasilkan akan berdifusi ke dalam epitel usus dan mengaktifkan enzim guanilat siklase untuk menghasilkan cGMP. Selanjutnya cGMP akan mengaktifkan protein kinase C(PKC) dan protein ini akan mengaktifkan atau

38

menonaktifkan berbagai macam enzim, protein transport dan saluran ion, denganhasil akhir berupa sekresi air dan elektrolit dari epitel ke dalam lumen usus. Dengan pemberian zinc, diharapkan NO tidak disintesis secara berlebihan sehingga tidak terjadikerusakan jaringan dan tidak terjadi hipersekresi. Zinc berperan dalam penguatan sistem imun. Zinc berperan dalam modulasi sel T dan sel B. Dalam perkembangan sel T dan sel B, terjadi pembelahan selsel limfosit. Zinc berperan dalam ekspresi enzim timidin kinase. Enzim ini berperan dalam menginduksi limfosit dalam siklus pembelahan sel, sehingga pembelahan sel-sel imun dapat berlangsung. Selain itu zinc berperan sebagai kofaktor berbagai enzim lain dalam transkripsi dan replikasi, dan berperan dalam factor transkripsi yang dikenal sebagai zinc finger DNA binding protein. Zinc berperan dalam aktivasi limfosit T, Karena zinc berperan sebagai kofaktor dari protein-protein system transduksi sinyal dalam sel T. Aktivasi sel T terjadi ketika sel T mengenali antigen Zinc berperan dalam menjaga keutuhan epitel usus. Zinc berperan sebagai kofaktor berbagai faktor transkripsi dalam sel usus dapat terjaga. Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut terbukti mengurangi lama dan beratnya diare, mencegah berulangnya diare selam 2-3 bulan. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Dosis Zinc untuk anak-anak: Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari, Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari

Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak sudah sembuh. Cara pemberian tablet Zinc : Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI,atau oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit. 4) Antibiotik selektif Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut kecuali dengan indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera. Secara umum tatalaksana pada

39

disentri dikelola sama dengan kasus diare lain sesuai dengan acuan tatalaksana diare akut. Hal khusus mengenai tatalaksana disentri adalah pemberian antibiotika oral selama 5 hari yang masih sensitif terhadap Shigella menurut pola kuman setempat. Obat pilihan untuk pengobatan disentri berdasarkan WHO 2005 adalah golongan Kuinolon seperti siprofloksasin dengan dosis 3050 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari. Pemantauan dilakukan setelah 2 hari pengobatan, dilihat apakah ada perbaikan tanda-tanda seperti tidak adanya demam, diare berkurang, darah dalam feses berkurang dan peningkatan nafsu makan. Jika tidak ada perbaikan maka amati adanya penyulit, hentikan pemberian antibiotic sebelumnya dan berikan antibiotic yang sensitive terhadap shigella berdasarkan area. Jika kedua jenis antibiotika tersebut di atas tidak memberikan perbaikan maka amati kembali adanya penyulit atau penyebab selain disentri. Pada pasien rawat jalan dianjurkan pemberian sefalosporin generasi ketiga seperti sefiksim 5 mg/kgBB/hari per oral. Penderita dipesankan untuk kontrol kembali jika tidak membaik atau bertambah berat dan muncul tanda-tanda komplikasi yang mencakup panas tinggi, kejang, penurunan kesadaran, tidak mau makan dan menjadi lemah. Temuan trofozoit atau kista amuba atau giardia mendukung diagnosis amebiasis atau giardiasis. Untuk kasus amebiasis diberikan Metronidazol 7,5 mg/kgBB 3 kali sehari sedangkan untuk kasus giardiasis diberikan metronidazol 5 mg/kgBB sehari selama 5 hari. Menilai ulang perjalanan penyakit, misalnya disentri yang muncul setelah pemakaian antibiotik yang cukup lama mengarahkan adanya kemungkinan infeksi Clostridium dificille. Hubungan pola diare dengan pola pemberian makanan mengarahkan kita untuk berpikir adanya kemungkinan intoleransi laktosa atau alergi protein susu sapi. Disentri pada bayi muda tanpa gejala umum yang nyata dapat mengarah pada infeksi Campylobacter jejuni. Pada bayi kurang dari 2 bulan perlu dipikirkan penyebab bedah seperti invaginasi dan enterokolitis. 5) Edukasi orang tua

40

Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk kembali jika ada demam, tinja berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering atau belum membaik dalam 3 hari. Indikasi rawat inap pada penderita diare akut berdarah adalah malnutrisi, usia kurang dari 1 tahun, menderita campak pada 6 bulan terakhir, adanya dehidrasi dan disentri yang datang sudah dengan komplikasi. Penatalaksanaan diare dengan menilai derajat dehidrasi dan sesuaikan dengan rencana pengobatan yang akan dilakukan. Rencana Terapi A (Penderita Diare tanpa Dehidrasi) Gunakan Cara ini untuk Mengajari Ibu : Teruskan mengobati anak diare di rumah Berikan terapi awal bila terkena diare Menerangkan Empat Cara Terapi Diare di Rumah 1. Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah Dehidrasi Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti oralit, makanan yang cair (seperti sup, air tajin) dan kalau tidak ada air matang, gunakan oralit untuk anak, seperti dijelaskan di bawah (Catatan : jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan makanan padat lebih baik diberi oralit dan air matang daripada makanan cair). Berikan larutan ini sebanyak anak mau, berikan jumlah larutan oralit seperti di bawah. Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti.

2. Beri tablet Zinc a. Dosis Zinc untuk anak-anak : Anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari b. Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anak telah sembuh dari diare

41

c. Cara pemberian tablet zinc Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI atau oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit. Tunjukkan cara penggunaan tablet Zinc kepada orang tua atau wali anak dan meyakinkan bahwa tablet zinc harus diberikan selama 10 hari berturut-turut meskipun anak sudah sembuh. 3. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi a. Teruskan ASI b. Bila anak tidak mendapatkan ASI berikan susu yang biasa diberikan. Untuk anak kurang dari 6 bulan atau belum mendapat makanan padat, dapat diberikan susu c. Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapat makanan padat : Berikan bubur, bila mungkin campur dengan kacang-kacangan, sayur, daging, atau ikan. Tambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap porsi Berikan sari buah atau pisang halus untuk menambah kalium Berikan makanan yang segar. Masak dan haluskan atau tumbuk makanan dengan baik Bujuklah anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan porsi makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu 4. Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau menderita sebagai berikut: Buang air besar cair lebih sering Muntah terus-menerus Rasa haus yang nyata Makan atau minum sedikit Demam Tinja berdarah

42

5. Anak harus diberi oralit di rumah apabila : Setelah mendapat Rencana Terapi B atau C Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan bila diare memburuk Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang dating ke petugas kesehatan merupakan kebijakan pemerintah Jika akan diberikan larutan oralit di rumah, maka diperlukan oralit dengan formula baru. Ketentuan Pemberian Oralit Formula Baru : Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk persediaan 24 jam Berikan larutan oralit pada anak setiap buang air besar, dengan ketentuan sebagai berikut : - Untuk anak berumur kurang dari 2 tahun : berikan 50-100mL tiap kali buang air besar - Untuk anak berumur 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 mL tiap kali buang air besar Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan itu harus dibuang

Tunjukkan kepada ibu cara memberikan oralit : Berikan 1 sendok teh tiap 1-2 menit untuk anak di bawah usia 2 tahun Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak yang lebih tua Bila anak muntah, tunggulah 10 menit. Kemudian berikan cairan lebih lama (misalnya satu sendok tiap 2-3 menit) Bila diare berlanjut setelah oralit habis, beritahu ibu untuk memberikan cairan lain seperti dijelaskan dalam cara pertama atau kembali kepada petugas kesehatan untuk mendapatkan tambahan oralit.

Rencana Terapi B ( Penderita Diare dengan Dehidrasi Ringan Sedang)

43

Pada dehidrasi ringan-sedang, cairan rehidrasi oral diberikan dengan pemantauan yang dilakukan di Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 4-6 jam. Ukur jumlah rehidrasi oral yang akan diberikan selama 4 jam pertama.
Umur Berat Badan Dalam mL Lebih dari 4 bulan < 6 kg 200-400 4-12 bulan 6- < 10 kg 400-700 12 bulan-2 tahun 10 - < 12 kg 700-900 2-5 tahun 12-19 kg 900-1400

Jika anak minta minum lagi, berikan. Tunjukkan pada orang tua bagaiana cara memberikan rehidrasi oral a. Berikan minum sedikit demi sedikit b. Jika anak muntah, tunggu 10 menit lalu lanjutkan kembali rehidrasi oral pelan-pelan c. Lanjutkan ASI kapanpun anak meminta Setelah 4 jam a. Nilai ulang derajat dehidrasi anak b. Tentukan tatalaksana yang tepat untuk melanjutkan terapi c. Mulai beri makan anak di klinik

Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B a. Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah b. Berikan oralit untuk rehidrasi selam 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam Rencana Terapi A c. Jelaskan 4 cara dalam Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya Beri tablet Zinc Beri makanan untuk mencegah kurang gizi Kapan anak harus dibawa kembali kepada petugas kesehatan

Rencana Terapi C

44

(Penderita Diare dengan Dehidrasi Berat) Ikuti arah anak panah. Bila jawaban dari pertanyaan adalah Ya, teruskan ke kanan, bila Tidak, teruskan ke bawah.
Apakah saudara dapat menggunakan cairan IV secepatnya? Mulai diberi cairan IV (intravena) segera. Bila penderita bisa minum, berikan oralit, sewaktu cairan IV dimulai. Beri 100 ml/kg BB cairan Ringer Laktat (atau cairan Normal Salin atau ringer asetat bila ringer laktat tidak tersedia), sebagai berikut : Umur Pemberian pertama Kemudian 30mL/kg BB 70 mL/kgBB dalam dalam Bayi < 1tahun Anak 1-5 tahun 1 jam 30 menit 5 jam 2 jam

Ya

Tidak

Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai, percepat tetesan intravena Juga berikan oralit (5mL/kgBB/jam)bila penderita bisa minum, biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak), nilai lagi penderita menggunakan table penilaian. Kemudian pilihlah rencana terapi yang sesuai (A,B, atau C) untuk melanjutkan terapi Apakah ada terapi Apakah IV terdekat (dalam 30 menit) ? Kirim penderita untuk terapi intravena Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan cara memberikannya selama perjalanan Mulai rehidrasi mulut dengan oralit melalui pipa nasogastrik atas mulut. Berikan 20 mL/kgBB/jam selama 6 jam (total 120 mL/kgBB) Nilailah penderita tiap 1-2 jam : - Bila muntah atau perut kembung, berikan cairan pelanpelan - Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam, rujuk penderita untuk terapi intravena Setelah 6 jam nilai kembali penderita dan pilih rencana terapi yang sesuai

Ya

Tidak

Apakah saudara dapat menggunakan pipa nasogastrik untuk rehidrasi ?

Ya

Tidak

Segera rujuk anak untuk rehidrasi melalui nasogastrik atau intravena

45

Catatan : - Bila mungkin, amati penderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrsi untuk memastikan bahwa ibu dapat menjaga mengembalikan cairan yang hilang dengan member oralit. - Bila umur anak di atas 2 tahun dan kolera baru saja berjangkit di daerah saudara maka pikirkan kemungkinan kolera dan berikan antibiotik yang tepat secara oral setelah anak sadar

2.2.8 Prognosis Di negara berkembang, dengan penanganan yang tepat, prognosisnya sangat baik Kematian kebanyakan disebabkan karena dehidrasi berat dan septikemia. Mudahnya bayi berusia muda (< 2 bulan) menderita sepsis diperkirakan karena integritas mukosa usus dan daya tahan intestinal belum sebaik anak yang besar (Santosa, 2007). Pada bayi pun lebih mudah terjadi dehidrasi akibat kehilangan cairan karena permukaan area usus per kg BB lebih luas, peran ginjal belum sempuna dan meningkatnya kecepatan metabolisme tubuh.

2.2.9 Komplikasi 1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik dan hipertonik ) 2. Renjatan hipovolemik 3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotonik otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram ) 4. Hipoglikemi

46

5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa usus halus 6. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik 7. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah penderita juga mengalami kelaparan 2.2.10 Pencegahan 1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare Kuman-kuman patoggen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi: a. Pemberian ASI yang benar b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI c. Menggunakan air bersih yang cukup d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga f. Membuang tinja bayi yang benar

2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat juga mengurangi resiko diare antara lain: a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status , gizi anak. d. Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare behrunbungan dengan campak, dan diare yang terjadi umunya lebih berat dan lebih lama (susah diobati, cenderung menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus. Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45-90% bayi berumur 9-11

47

bulan dapat mencegah 40-60% kasus campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 625% kematian karena diare pada balita. d. Vaksin rotavirus, diberikan untuk meniru respon tubuh seperti infeksi alamiah, tetapi infeksi pertama oleh vaksin tidak menimbulkan, manifestasi diare.

You might also like